Anda di halaman 1dari 42

1a.

Jelaskan perbedaan prinsip antara perncemaran tanah, air dan udara

Pencemaran Air
Pencemaran air adalah perubahan zat atau kandungan di dalam air baik itu air yang ada di
sungai, danau maupun air di lautan luas bahkan saat ini juga sudah terdapat pencemaran pada
air tanah. Penyebab dari pencemaran air ini lebih banyak diakibatkan oleh ulah manusia. Hal
ini tentunya sangat berbahaya jika dibiarkan saja dan tidak mendapatkan pencegahan karena
air baik itu di dalam sungai, danau, laut dan air tanah merupakan salah satu bagian dari siklus
hidrologi. Ada berbagai fungsi dari air yang sangat membantu kehidupan manusia karena
selain bisa menjadi sumber dari kehidupan juga mampu membungan segala sedimen dan juga
polutan.

Pencemaran Udara
Jenis pencemaran lingkungan lainnya adalah pencemara udara. Pencemaran udara merupakan
suatu kondisi dimaa terdapat berbagai substansi zat baik itu fisik, kimia dan juga biologi yang
terdapat di dalam lapisan atmosfer bumi. Jika jumlah substansi tersebut melebihi batas maka
bisa menyebabkan bahaya bagi para makhluk hidup di dalamnya serta dapat mengaggu estetika
dan kenyamanan kehidupan di muka bumi ini. Penyebab pencemaran udara ini berbeda-beda
baik oleh kegiatan manusia atau memang sebuah fenomena alam. Berbagai jenis pencemaran
udara misalnya adalah polusi cahaya, panas radiasi dan polusi suara. Area terjadinya
pencemaran udara ini bisa dalam kisaran regional lokal hingga pada global. Pencemaran udara
dapat terjadi dalam sebuah ruangan tertutup maupun dalam area yang terbuka.

Pencemaran Tanah
Jenis pencemaran lingkungan yang selanjutnya adalah pencemaran tanah, dimana pencemaran
ini terjadi karena adanya zat atau bahan kimia yang ada di dalam tanah dan biasanya terjadi
karena hasil dari ulah manusia sehingga mengubah struktur dan kandungan tanah yang masih
alami. Ada banyak hal yang membuat bahan kimia ini masuk ke dalam tanah misalnya saja
kebocoran limbah kimia cair hasil dari pabrik industri tertentu, adanya penggunaan pestisida
pada tanaman yang masuk ke dalam lapisan tanah, adanya kecelakaan pengendara yang
mengangkut minyak sehingga bahan kimia yang ada di dalam minyak tumpah ke dalam tanah,
serta pembuangan sampah yang langsung ditimbun ke dalam tanah tanpa dilakukan penguraian
dulu sebelumnya. Saat zat kimia sudah masuk ke dalam tanah maka zat tersebut dapat masuk
ke dalam tanah yang lebih dalam dan mencemari air tanah, dapat menguap ke udara dan juga
dapat tersapu oleh air hujan sehingga mampu menimbulkan berbagai pencemaran lainnya. zat
kimia ini tentunya sangat berbahaya bagi makhluk hidup yang mengalami paparannya
termasuk manusia, tumbuhan dan hewan. Adanya paparan yang terjadi secara terus menerus
dapat mengakibatkan berbagai jenis penykit termasuk leukemia dan penyakit serius lainnya.
1b. Pencemaran tanah lebih baik dicegah atau ditanggulangi. Jelaskan jawaban saudara

Kita menyadari bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan adalah dua upaya yang
saling berkaitan, dimana upaya pencegahan dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran,
dan upaya penanggulangan dilakukan jika sudah terjadi pencemaran. Upaya dari pencegahan
adalah upaya yang paling baik, karena seperti kata pepatah “mencegah lebih baik daripada
mengobati”, pencemaran apapun bisa tidak terjadi kalau kita semua bisa mencegah hal itu
terjadi, apabila sudah terlanjur terjadi pencemaran mau tidak mau kita harus menggunakan
upaya penanggulangan agar pencemaran tersebut tidak menjadi besar dan berbahaya. Kaitan
inilah yang menyebabkan dua upaya tersebut saling mengisi dan ketergantungan satu dengan
yang lainnya.
Adapun langkah-langkah dari dua upaya diatas, yaitu :
(1) Upaya Pencegahan pada prinsipnya adalah mencegah sesuatu yang buruk agar tidak
terjadi, dalam hal ini adalah pencemaran tanah. Oleh karena itu dapat dilakukan dengan
mengurangi/mencegah terjadinya bahan tercemar, seperti :
• Sampah organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme bisa menguburnya dalam
tanah dan dapat juga diolah menjadi bahan pupuk kompos. Untuk mengurangi bau
busuk dari gas-gas proses pembusukkan dari sampah organik, bisa dilakukan
penguburan di dalam tanah yang berlapis-lapis.
• Sampah anorganik yang didak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dapat dilakukan
upaya daur ulang, dimana membuat sampah anorganik menjadi bahan- bahan yang
menarik seperti boneka, tas, dan lain-lain. Untuk bahan plastik, usahakan jangan
dibuang sembarangan karena plastik tidak dapat hancur didalam tanah dan tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme. Sampah-sampah plastik dapat dikumpulkan di suatu
tempat dan diolah agar tidak mencemari tanah.
• Limbah-limbah dari perindustrian yang biasa membuang limbahnya ke sungai ataupun
ke laut, diharapkan sebelum membuang limbah yang mengandung logam berat dan
beracun agar mengolah limbah tersebut terlebih dahulu dengan proses pemurnian.
• Sampah zat radioaktif yang mempunyai waktu paruh yang sangat lama agar disimpan
di dalam sumur atau tangki-tangki dahulu, sampai zat tersebut tidak berbahaya lagi.
Setelah itu dibuang di tempat yang jauh dari pemukiman ataupun ke dalam dasar laut
yang paling dalam.
• Penggunaan pupuk dan pestisida juga jangan terlalu berlebihan dan digunakan sesuai
dengan kadar aturan yang berlaku.
• Usahakan memakai ataupun membuang deterjen berupa senyawa organik, agar dapat
diuraikan oleh mikroorganisme.
(2) Upaya Penanggulangan akan dilakukan apabila upaya pencegahan sudah tidak dapat
dilakukan lagi. Pada prinsipnya upaya penanggulangan mengolah bahan tercemar yang
mencemari tanah agar menjadi bahan yang bermanfaat. Dengan upaya penanggulangan
diharapkan tanah menjadi alami sebagaimana mestinya, tanahnya menjadi subur dan cocok
untuk ditanami tanaman lagi, mikroorganime yang terdapat di dalam tanah juga menjadi
tambah banyak dan yang paling penting bahwa tanah tersebut sudah tidak berbahaya lagi bagi
kesehatan manusia. Adapaun langkah- langkan penanggulangan antara lain dengan cara :
• Sampah-sampah organik yang tidak dapat dimusnahkan (berada dalam jumlahcukup
banyak) dan mengganggu kesejahteraan hidup serta mencemari tanah, agar diolah atau
dilakukan daur ulang menjadi barang-barang lain yang bermanfaat, misal dijadikan
mainan anak-anak, dijadikan bahan bangunan, plastik dan serat dijadikan keset atau
kertas karton didaur ulang menjadi tissu, kaca-kaca di daur ulang menjadi vas kembang,
plastik di daur ulang menjadi ember dan masih banyak lagi cara-cara pendaur ulang
sampah.
• Bekas bahan bangunan (seperti keramik, batu-batu, pasir, kerikil, batu bata, berangkal)
yang dapat menyebabkan tanah menjadi tidak/kurang subur, dikubur dalam sumur
secara berlapis-lapis yang dapat berfungsi sebagai resapan dan penyaringan air,
sehingga tidak menyebabkan banjir, melainkan tetap berada di tempat sekitar rumah
dan tersaring. Resapan air tersebut bahkan bisa masuk ke dalam sumur dan dapat
digunakan kembali sebagai air bersih.
• Hujan asam yang menyebabkan pH tanah menjadi tidak sesuai lagi untuk tanaman,
maka tanah perlu ditambah dengan kapur agar pH asam berkurang.
1c. Jelaskan perbedaan prinsip cara mengatasi pencemaran tanah secara kimia, fisik,
remediasi, bioremedasi, dan fitoremediasi

Mengatasi Pencemaran Tanah Secara Kimia


Prinsip penanganan pencemaran tanah secara kimia yaitu suatu proses penanggulangan
pencemaran tanah dengan bantuan zat-zat kimia atau partikel-partikel yang sengaja dibuat
sehingga mampu bereaksi kimia dengan bahan pencemar yang menyebabkan tidak berbahaya
atau bahan pencemar tersebut tidak aktif. Contoh adanya penanggulangan pencemaran tanah
dengan metode biochar sehingga zat pencemar logam berat ditanah menjadi tidak aktif karena
terjadi riaksi geo-kimia dengan biochar tersebut.
Mengatasi Pencemaran Tanah Secara Fisik
Prinsip penanggulangan pencemaran tanah secara fisik adalah adanya usaha secara fisik untuk
menanggulangi pencemaran tanah, sebagai contoh pencemaran tanah oleh sampah organic dan
sampah anorganik. Sebagai upaya penanggulangan fisisknya adalag adanya pemisahan antara
sampah organik dan sampah anorganik sehingga sampah tersebut tidak akan berdampak lebih
buruk terhadap kondisi tanah. Selain itu dapat juga menerapkan mekanisme 3R (reuse, reyclice,
reduce) dalam menanggulangi sampah sebagai penyebab pencemaran tanah.
Remidiasi
Remediasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menangani pencemaran permukaan
tanah. Adapun remediasi tersebut dibagi menjadi dua yaitu in-situ (on-site) dan ex-situ (off-
site). In-situ (on-site) adalah pembersihan pencemaran permukaan tanah di lokasi, dari segi
biaya dan penanganan metode ini adalah yang paling murah dan paling mudah yang terdiri dari
pembersihan, venting (injeksi), bioremediasi. Pembersihan ex-situ (off-site) adalah meliputi
penggalian tanah yang tercemar dan diangkut menuju ke daerah yang aman, setelah berada di
daerah yang aman kemudian tanah tersebut disimpan di dalam bak yang kedap, dan zat
pembersihnya kemudian dipompakan menuju ke tanah yang tercemar dan zat pencemarnya
akan keluar dan limbah tersebut setelah keluar akan di olah sesuai dengan pengolahan air
limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan lebih rumit.

Bioremidiasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Tujuan dari bioremediasi ini adalah dimasukkannya
bakteri atupun jamur agar zat-zat yang menjadi pencemar di dalam tanah bisa pecah atau
terdegradasi menjadi zat-zat yang kurang berbahaya dan menjadi tidak berbahaya, seperti
karbon dioksida dan air.

Fitoremidiasi
Fitoremediasi adalah sama pengertiannya dengan bioremediasi, yaitu proses pembersihan
pencemaran tanah yang dicemari oleh logam-logam berat, pestisida, san senyawa organik yang
beracun dalam tanah atau air dengan bantuan tanaman atau disebut dengan hiperakumulator
plant. Keunggulan dari tanaman hiperakumulator plant ini adalah mampu menyerap lebih dari
10.000 ppm Mn, Zn, Ni; menyerap lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se; dan menyarap lebih
dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.
1d. Apa perbedaan antara penanggulangan pencemaran tanah secara in-situ (on-site)
dengan ex-situ (off-site). Berikan alasan dan contoh kenapa kita harus melakukan
penanggulangan pencemaran tanah secara ex-situ padahal biayanya sangat mahal.

Penanggulangan Pencemaran Tanah Secara In Situ


Penanggulangan pencemaran tanah secara In Situ adalah proses pembersihan bahan
pencemar tanpa melalui pemindahan bahan ke lokasi lain. Tahapan in-situ terdiri atas
pembersihan lokasi, penambahan mikrobia pendegradasi melalui proses injeksi (penyuntikan),
serta proses bioremediasi oleh mikrobia. Dalam hal ini, mikrobia akan mengeluarkan sekret
yang kemudian berikatan dengan senyawa racun tersebut.
Penanggulangan pencemaran tanah secara in-situ memiliki keuntungan lebih mudah dan
murah, terutama bagi daerah-daerahyang tidak terjangkau oleh alat-alat berat untuk menggali
lokasi yang tercemar. Akan tetapi, terdapat pula kelemahan teknologi ini. Proses remediasi
sangat tergantung pada kemampuan hidup mikroorganisme. Dengan demikian, degradasi dan
pembersihan bahan pencemar dapat berlangsung lebih lama. Dalam penanggulangan
pencemaran tanah secara in-situ, penambahan nutrisi dan oksigen harus terus dilakukan agar
mikroorganisme tetap dapat hidup.

Penanggulangan Pencemaran Tanah Secara Ex Situ


Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik bahan-bahan yang
terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut. Contoh: Penggunaan bioreaktor,
pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk perlakuan fase padatan
lainnya.
Penanggulangan pencemaran tanah secara ex-situ, yaitu remediasi yang dilakukan
dengan mengambil limbah di suatu lokasi lalu ditreatment di tempat lain, setelah itu baru
dikembalikan ke tempat asal. Kemudian diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba
atau teknik lainnya. Penanggulangan pencemaran tanah secara ex-situ ini bisa lebih cepat dan
mudah dikontrol dibanding in-situ, teknik ini mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis
tanah yang lebih beragam.
Penanggulangan pencemaran tanah secara ex-situ merupakan metode dimana
mikroorganisme diaplikasikan pada tanah terkontaminasi yang telah dipindahkan dari tempat
asalnya. Teknik ek situ terdiri atas:
• Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada
lahan khusus yang secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi.
• Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi dengan
tanah yang mengandung pupuk atau senyawa organik yang dapat meningkatkan
populasi mikroorganisme
• Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.
• Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang
terkontaminasi.
Seperti yang telah disebutkan diatas, walaupun lebih mahal dan rumit namun teknik ini
lebih efektif digunakan untuk kondisi-kondisi seperti menginginkan remidiasi berlangsung
lebih cepat, penanggulangan pencemaran tanah oleh polutan yang lebih beragam, teknik insitu
lebih mudah dikontor karena sebagian besar merupakan remidiasi skala lab, serta pemisahan
dari lahan utama dengan bahan pencemar hasilnya lebih sempurna.
2a. Jelaskan bagaimana mekanisme bioremediasi logam berat sehingga logam berat yang
semula dalam bentuk beracun dalam tanah menjadi tidak beracun. Jawaban
merupakan ulasan minimal dari 2 hasil penelitian yang telah terbit dalam jurnal ilmiah

Jurnal Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat Untuk Bioremediasi Tanah Bekas


Tambang Batu Bara
Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam industri batubara dan mineral
dunia. Tahun 2005 Indonesia menduduki peringkat ke-2 sebagai negara pengekspor batubara
uap. Untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara penghasil timah peringkat ke-
2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4 dan emas peringkat ke-8 dunia (Gautama,
2007). Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan,
sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai
sumber kemakmuran sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini merupakan salah satu tulang
punggung pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, praktek
pertambangan terbuka (open pit mining) yang paling banyak diterapkan pada penambangan
batubara dapat mengubah iklim mikro dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit
batubara disingkirkan.
Permasalahan yang paling berat akibat penambangan terbuka adalah terjadinya
fenomena acid mine drainage (AMD) atau acid rock drainage (ARD) akibat teroksidasinya
mineral bersulfur (Untung, 1993) dengan ditandai berubahnya warna air menjadi merah jingga.
AMD akan memberikan serangkaian dampak yang saling berkaitan, yaitu menurunnya pH,
ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah terganggu, serta kelarutan unsur-unsur
mikro yang umumnya merupakan unsur logam meningkat (Marschner, 1995; Havlinet al.,
1999).
Hasil penelitian Widyati (2006) menunjukkan bahwa kandungan sulfat pada tanah bekas
tambang batubara PT. Bukit Asam di Sumatera Selatan mencapai 60.000 ppm, pH 2,8 dan
kandungan logam-logam jauh di atas ambang batas untuk air bersih. Kualitas lingkungan
perairan yang demikian dapat mengganggu kesehatan manusia dan kehidupan lainnya.
Disamping itu, kondisi tanah yang demikian degraded, mengakibatkan kegiatan revegetasi
memerlukan biaya yang mahal.
Dengan demikian masalah yang harus diatasi terlebih dahulu dalam mengendalikan
AMD adalah memperbaiki kondisi tanah. Salah satu metode yang ramah lingkungan adalah
bioremediasi, yaitu suatu proses dengan menggunakan mikroorganisme, fungi, tanaman hijau
atau ensim yang dihasilkan untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan cara
mengeliminasi kontaminan (Wilkipedia, 2006). Kelompok mikrobaa yang dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki kualitas tanah bekas tambang batubara adalah bakteri pereduksi sulfat
(BPS). Dalam aktivitas metabolismenya BPS dapat mereduksi sulfat menjadi H2S. Gas ini
akan segera berikatan dengan logam-logam yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang
dan dipresipitasikan dalam bentuk logam sulfida yang reduktif (Hards and Higgins, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPS yang diisolasi dari limbah industri
kertas untuk menurunkan kadar sulfat pada lahan bekas tambang batubara.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada perlakuan yang tidak diinokulasi dengan
BPS konsentrasi sulfat dalam larutan tersebut relatif tidak mengalami perubahan. Sedangkan
pada perlakuan yang diinokulasi dengan BPS terjadi penurunan dari konsentrasi sulfat sebesar
48.400 ppm pada hari ke-0 menjadi 9.300 ppm pada hari ke-20 setelah inkubasi. Pada
percobaan ini BPS mulai menurunkan sulfat setelah hari ke-5 inkubasi.
Penurunan konsentrasi sulfat pada penelitian ini karena BPS dapat menggunakan sulfat
sebagai akseptor elektron untuk aktivitas metabolismenya (Higgins et al., 2003). Karena sulfat
menerima elektron maka senyawa ini akan mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga
konsentrasinya dalam kultur tersebut mengalami penurunan.
Ujicoba pemanfaatan BPS juga dilakukan untuk menurunkan kandungan sulfat pada
tanah bekas tambang batubara. Hasil pengukuran perubahan kadar sulfat pada tanah bekas
tambang batubara oleh aktivitas BPS ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan bioremediasi dengan BPS dapat menurunkan konsentrasi sulfat
dalam tanah bekas tambang batubara secara signifikan (P<0,05), dengan efisiensi 91,28%
dibanding kontrol.
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan
pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas
tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga
sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota
lainnya.
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) efektif digunakan dalam proses bioremediasi tanah bekas
tambang batubara dengan waktu inkubasi 20 hari. Aktivitas BPS dapat menurunkan
konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang batubara dengan efisiensi 89,76% dalam waktu
inkubasi 20 hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang
batubara dari 4,15 menjadi 6,66 dalam waktu yang sama. Nilai pH tersebut merupakan pH yang
ideal untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman, sehingga bioremediasi tanah dengan BPS
akan sangat membantu kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara.

Jurnal Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Limbah Minyak


Bumi
Limbah minyak bumi dapat terjadi di semua lini aktivitas perminyakan mulai dari
eksplorasi sampai ke proses pengilangan dan berpotensi menghasilkan limbah berupa lumpur
minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu kontaminan minyak bumi yang sulit diurai adalah
senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut mencemari permukaan tanah, maka zat
tersebut dapat menguap, tersapu air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap
sebagai zat beracun. Akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Karwati, 2009).
Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-
senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan kimiawi. Namun,
sering kali beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses
degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi
sehingga dibutuhkan campur tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi
pencemaran tersebut (Nugroho, 2006). Selain itu, Atlas (1981) dalam Nugroho (2006) juga
menjelaskan bahwa banyak senyawa-senyawa organik yang terbentuk di alam dapat
didegradasi oleh mikroorganisme bila kondisi lingkungan menunjang proses degradasi,
sehingga pencemaran lingkungan oleh polutan-polutan organik tersebut dapat dengan
sendirinya dipulihkan. Namun pada beberapa lokasi terdapat senyawa organik alami yang
resisten terhadap biodegradasi sehingga senyawa tersebut akan terakumulasi di dalam tanah.
Salah satu alternatif penanggulangan lingkungan tercemar minyak adalah dengan teknik
bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang ramah lingkungan, efektif dan ekonomis dengan
memanfaatkan aktivitas mikroba seperti bakteri. Melalui teknnologi ini diharapkan dapat
mereduksi minyak buangan yang ada dan mendapatkan produk samping dari aktivitas tersebut
(Udiharto et al.,1995). Bioremediasi merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah
kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau enzim
mikroba (Gunalan, 1996).
Pada penelitian ini diharapkan hasil degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) lebih
besar dari pada penelitian diatas. Penelitian ini akan dikaji proses bioremediasi limbah lumpur
minyak bumi dengan biokompos menggunakan teknik landfarming pada skala laboratorium.
Teknik landfarming adalah teknik bioremediasi ex situ yang memanfaatkan tanah sebagai
media dan menanami tanaman. Salah satu tanaman yang digunakan adalah rumput gajah.
Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumacher) adalah tanaman yang dapat tumbuh di
daerah dengan minimal nutrisi. Rumput gajah membutuhkan minimal atau tanpa tambahan
nutrisi. Tanaman ini mampu beradaptasi terhadap polutan dengan konsentrasi tinggi dan dapat
juga memperbaiki kondisi tanah yang rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada
tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul,
2008 dalam Ambriyanto, 2010).
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada keadaan awal pH masih berkisaran 7,25- 8,25
(Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pH optimum karena menurut Nghia (2007) pH optimum
untuk biodegradasi berada kisaran antara 6 dan 8. Namun setelah diberi perlakuan, pH
mengalami perubahan penurunan nilai pH yang menunjukan bahwa mikroorganisme
beraktivitas. Kebanyakan bakteri tumbuh pada pH netral atau sedikit alkali. pH berpengaruh
pada fungsi seluler mikroorganisme, transport membran, dan keseimbangan reaksi (Cookson,
1990 dalam Sugoro, 2002).
Berdasarkan hasil analisis, pada umumnya semua perlakuan mengalami penurunan nilai
pH. Penurunan nilai pH tersebut diduga disebabkan oleh aktivitas konsorsium bakteri yang
membentuk metabolit-metabolit asam. Biodegradasi alkana yang terdapat dalam minyak bumi
akan membentuk alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak. Asam lemak hasil degradasi
alkana akan dioksidasi lebih lanjut membentuk asam asetat dan asam propionat sehingga dapat
menurunkan nilai pH medium (Rosenberg, E., Legmann,R., Kushmaro, A., Taube, R., dan
Ron, E.Z. 1992 dalam Nugroho, 2006).
Kandungan air sangat penting untuk aktivitas metabolik dari mikoba pada limbah minyak
bumi karena mikroba akan hidup aktif di interfase antara minyak dan air (Udiharto, 1996).
Kelembaban berkisar antara 50-80% kapasitas penyangga air merupakan kelembaban ideal
untuk berlangsungnya aktivitas mikroba (Santosa, 1999).
Secara umum pemberian biokompos memberikan pengaruh yang signifikan terhadap %
WHC. Hal ini karena biokompos mengandung mikroorganisme pendegradasi minyak bumi.
Pada sampel A1 mengalami kenaikan lebih kecil dibandingkan dengan A2. Hal ini disebabkan
sampel A1 merupakan kontrol yang hanya ditanami dengan rumput gajah dan tanpa inokulan.
Rumput gajah dan mikroba indigen tidak mampu mendegradasi senyawa organik secara cepat
yang terdapat dalam tanah. Minyak bumi menyelimuti tanah dan masuk ke dalam pori-pori
tanah sehingga air tidak dapat terjerap oleh tanah karena air bersifat polar sedangkan minyak
bersifat nonpolar. Adanya perbedaan sifat ini menyebabkan air tidak akan terjerap oleh tanah
yang sudah dipenuhi dengan minyak.
Biodegradasi hidrokarbon alifatik biasanya terjadi pada kondisi aerob. Tahap awal
degradasi hidrokarbon secara aerob adalah memasukkan molekul oksigen ke dalam
hidrokarbon oleh enzim oksigenase (Nugroho, 2009). Menurut R.M. Atlas, and R. Bartha
(1992) dalam Nugroho (2009) Jalur degradasi alkana yang paling umum adalah oksidasi rantai
terminal (Gambar 4.5). Alkana dioksidasi menjadi alkohol dan selanjutnya menjadi asam
lemak (Cookson, 1995 dalam Nugroho, 2009).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kadar abu suatu
bahan tergantung bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Data gambar 4.6,
menunjukan terjadi perubahan kadar abu yang nyata antara keadaan sebelum dan setelah
fermentasi degradatif dari limbah lumpur minyak bumi. Hasil statistik anova menunjukan
bahwa kadar abu di antara keenam perlakuan berbeda nyata (P ≤ 0,05), ini menunjukan bahwa
pemberian biokompos memberikan pengaruh yang signifikan berupa peningkatan kadar abu di
akhir perlakuan.
Tanaman melepaskan eskudat di rizosfer kemungkinan untuk kebutuhan sebagai sumber
karbon untuk mikroba (Bowen and Rovira, 1991 dalam Nwoko, 2010). Eskudat yang
dikeluarkan berupa gula, pati, dan asam- asam organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba
sebagai sumber karbon. Akibatnya, mikroba rizosfer dapat meningkatkan kesehatan tanaman
dengan menstimulasi pertumbuhan akar melalui produksi pengatur pertumbuhan tanaman,
meningkatkan penyerapan mineral dan air (Nwoko, 2010). Tanaman merangsang seluruh
proses dengan terlebih dahulu, melepaskan senyawa karbon untuk memfasilitasi populasi
mikroba yang lebih tinggi disekitar daerah akar. Kedua, tanaman melepaskan senyawa yang
dari akar khusus yang dapat menyebabkan gen mikroba yang terlibat dalam degradasi atau
bertindak sebagai co-metabolit untuk memfasilitasi degradasi mikroba (Olson et al., 2003.
Leigh et al., 2002 dalam Nwoko, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian multi fungsi biokompos dalam rehabilitasi lahan tercemar
limbah lumpur minyak bumi dapat disimpulkan sebagai berikut : Penambahan kompos dan
urea dapat meningkatkan efisiensi degradasi TPH dan diperoleh hubungan positif antara
jumlah penambahan kompos dan urea terhadap tingkat degradasi TPH, Komposisi medium
terbaik dalam mendegradasi TPH adalah perlakuan C2 (100 g berat kering lumpur minyak
bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 g urea, rasio C/N = 5) dengan tingkat degradasi 91,15%,
Faktor lingkungan yang menghasilkan kondisi optimal ini dicapai pada remediasi diperoleh
melalui kondisi awal pH 8,25; kadar air 49,97%; WHC 101,64%; dan kadar abu 63,76% dan
kondisi akhir pH 6,25; kadar air 55,04%; kadar abu 73,39%; dan WHC 124,11%.
2b. Jelaskan dan lengkapi dengan ilustrasi gambar bagaimana mekansime fitoremediasi
dapat mencegah atau menanggulangi terjadinya pencemaran tanah. Jawaban
merupakan ulasan minimal dari 2 hasil penelitian yang telah terbit dalam jurnal ilmiah

Jurnal Potensi Cyperus kyllingia Endl. Untuk Fitoremidiasi Tanah Tercemar Merkuri
Libah Tambang Emas
Kadar logam berat pada lahan pertanian tersebut dapat dikurangi dan dinetralisir dengan
metode yang murah, yang dikenal dengan fitoremediasi, yaitu pemanfaatan tumbuhan hijau
ataupun mikroorganisme yang berasosiasi, untuk menyerap, memindahkan, menurunkan
aktivitas unsur toksik, serta mengurangi kandungan senyawa toksik dalam tanah (Truu et al.,
2003). Fitoremediasi terdiri atas empat jenis teknologi berbasis tanaman, yakni rhizofiltrasi,
fitostabilisasi, fitovolatilisasi, dan fitoekstraksi; (Chandra Sekhar et al., 2005).Diantara empat
teknologi fitoremediasi tersebut, fitostraksi merupakan metode yang paling banyak digunakan
untuk ekstraksi logam berat pencemar tanah.Hasil penelitian Hidayati et al. (2009)
menunjukkan bahwa ada beberapa spesies tanaman di lokasi PESK di Jawa Barat yang mampu
mengakumulasi sampai dengan 20 ppm Hg, diantaranya Cyperus kyllingia Endl.. Tumbuhan
ini umumnya dijumpai pada daerah terbuka seperti tempat pembuangan, tepi jalan, yang
merupakan gulma pertanian yang potensial. Kondisi terbaik untuk pertumbuhan Cyperus
kyllingia dengan suhu rata-rata 25 C. pH tanah untuk menumbuhkan rumput teki berkisar
0

antara 4,0 – 7,5. (Moenandir, 1993). Perkembangbiakan Cyperus kyllingia dengan biji dan
rimpang (Kasmo, 1986).
Merkuri mempunyai afinitas kuat dengan kelompok thiol, terutama kompleks sulfide dan
bisulfida (Morel et al., 1998).Selain itu, senyawa humik yang menyusun 50% bahan organik
tanah mengandung kelompok fungsional yang mengandung S dalam jumlah cukup besar
(Wallschlager et al., 1998).Senyawa humik yang tersusun dari asam humat dan asam fulvat
merupakan peng-khelat Hg (Wallschlager et al., 1996). Larutan mengandung sulfur telah
digunakan untuk memacu akumulasi Hg dalam jaringan tanaman (Moreno et al., 2004).
Misalnya, Brassica juncea dapat mengkonsentrasikan Hg sampai 40 mg/kg dalam jaringan
tajuk tanaman setelah aplikasi amonium thiosulfate pada limbah tambang yang terkontaminasi
dengan 2.8 mg Hg/kg. Oleh karena itu amonium thiosulfat sering digunakan oleh beberapa
peneliti sebagai suatu strategi yang potensial untuk remediasi lingkungan tercemar Hg.
Hasil dalam penelitian ini yaitu Cyperus kyllingia dapat digunakan untuk fitoremediasi
tanah tercemar merkuri limbah tambang emas rakyat karena mampu menyerap merkuri sebesar
122,53 mg/kg (tajuk) dan 77,9 mg/kg (akar). Berdasarkan konsentrasi Hg dalam tajuk dan akar,
Cyperus kyllingia berpotensi sebagai tumbuhan fitostabilisatior. Penambahan penambahan
ligan amonium thiosulfat dengan dosis 8g/kg media meningkatkan serapan total Hg pada
tanaman Cyperus kyllingia sebesar 71,18%.

Jurnal Fitoremidiasi Tanah Tercemar Logam Berat Timbal (Pb) Menggunakan


Tanaman Lidah Mertua (Sanseviera trifasciata) dan Jengger Ayam (Celosia plumose)

Pencemaran tanah dan air dapat disebabkan diantaranya oleh limbah industri, limbah
rumah potong ayam, limbah penambangan, residu pupuk, dan pestisida (Kholif dan Ratnawati,
2017). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri mempunyai konsentrasi logam berat yang
tinggi. Logam berat dalam tanah berimplikasi pada terangkutnya logam berat tersebut dalam
jaringan tanaman, terutama bila logam berat terdapat dalam bentuk terlarut. Bila tanaman yang
mengikatnya adalah tanaman pangan seperti padi maka pencemaran logam berat akan lebih
berbahaya bagi manusia. Hasil tanaman padi sawah juga mengandung logam berat seperti Cu,
Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan Ni yang tertranslokasi dalam jerami dan beras. Logam berat yang
masuk ke dalam tubuh manusia dapat membahayakan tubuh dan menyebabkan toksisitas
kronis sehingga dapat merusak fungsi organ hati, ginjal, dan kerapuhan tulang.
Konsentrasi logam berat dalam tanah dapat dikurangi melalui penanaman tanaman
pengikat logam berat dengan proses fitoremediasi dengan tanaman hiperakumulator.
Fitoremediasi adalah teknologi untuk memperbaiki lahan dengan menggunakan tanaman
(Mangkoedihardjo dkk., 2008). Salah satu mekanisme pengikatan logam berat dalam tanah
oleh tanaman pengikat logam dilakukan melalui penyerapan. Mangkoedihardjo dan Samudro
(2010) juga menyimpulkan fitoremediasi merupakan alternatif teknologi pengolahan tanah
tercemar yang ramah lingkungan, efektif, dan mempunyai biaya yang lebih rendah
dibandingkan pengolahan lainnya.
Tanaman yang digunakan untuk proses fitoremediasi mempunyai bentuk yang beraneka
ragam, baik yang berwujud seperti alang-alang maupun membentuk jalinan berupa rumput.
Tanaman hiperakumulator merupakan tanaman yang dapat hidup pada keadaan dimana
konsentrasi logam berat yang tinggi, tanaman ini juga dapat menyerap logam dalam tanah.
Sehingga dengan tanaman hiperakumulator, konsentrasi logam berat dalam tanah akan
berkurang.
Tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dan jengger ayam (Celosia pulmosa)
merupakan tanaman hiperakumulator yang dapat meremediasi tanah yang tercemar logam
berat Pb. Yusuf dkk. (2014) menyimpulkan bahwa tanaman lidah mertua (Sansevieria
trifasciata) memiliki kemampuan menyerap konsentrasi Pb dalam tanam sebesar 56,63%.
Penelitian yang dilakukan Alam dan Juhriah (2016) menyebutkan bahwa tanaman jengger
ayam (Celosia pulmosa) memiliki kemampuan menyerap konsentrasi Pb dalam tanah sebesar
74,44%. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, konsentrasi pencemar yang diberikan
terhadap tanaman terlalu sedikit dan waktu penanaman yang singkat, sehingga perlu
ditambahkan variasi konsentrasi yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Hal ini untuk
mengetahui lebih jelas pengaruh pencemar pada pertumbuhan tanaman. Selain itu juga untuk
mengetahui konsentrasi pencemar maksimal yang dapat diterima oleh tanaman.
Hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah adalah konsentrasi Pb akhir dalam
tanah dan nilai efisiensi penyisihan pada reaktor lidah mertua (Sansevieria trifasciata) kontrol,
200 mg/kg, 500 mg/kg secara berturut-turut adalah 30 mg/kg (68,42%); 60 mg/kg (79,38%);
dan 112 mg/kg (81,08%). Sementara pada reaktor jengger ayam (Celosia pulmosa) konsentrasi
Pb akhir secara berturut-turut adalah 59 mg/kg (37,89%); 115 mg/kg (60,48%); dan 239 mg/kg
(59,63%).
Efisiensi penyerapan konsentrasi Pb pada tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata)
kontrol, 200 mg/kg, dan 500 mg/kg secara berturut-turut adalah 53,70% (127 mg/kg); 69,10%
(201 mg/kg); dan 70,50% (418 mg/kg). Sementara pada tanaman jengger ayam (Celosia
pulmosa) kontrol, 200 mg/kg, dan 500 mg/kg berturut-turut adalah 22,10% (43 mg/kg); 48,50%
(141 mg/kg); dan 52,40% (311 mg/kg). Tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dapat
menyerap Pb lebih tinggi daripada tanaman jengger ayam (Celosia pulmosa).

Riview
Dari dua hasil jurnal tersebut dapat dikatakan bahwa fitoremidiasi merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran tanah oleh
berbagai zat pencemar khususnya yang sangat berbahaya yaitu logam berat. Fitoremidiasi
merupakan suatu metode pasif dengan adanya bantuan dari proses bio-geokimia dari tumbuhan
yang direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat menangani permasalahan lahan tercemar
secara berkelanjutan. Mekanisme dari fitoremidiasi dapat dilihat dalam gambar dibawah ini
Dalam gambar tersebut menunjukan suatu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari
media yang tercemar sehingga terakumulasi disekitar akar tumbuhan atau tersalurkan ke bagian
lain pada tumbuhan (daun dan batang). Beberapa tanaman disebut sebagai hyperaccumulators,
yaitu tanaman yang dapat menyerap kandungan logam lebih banyak daripada tanaman lain
pada umumnya. Di lapangan, setelah tanaman fitoremediasi tumbuh dan berkembang di media
tercemar, tanaman tersebut kemudian dicabut untuk dibakar menggunakan alat insenerator.
Abu hasil pembakaran sebaiknya dipisahkan untuk dikemas kedalam golongan B3. Proses
fitoremidiasi sangat baik digunakan untuk menangani media yang tercemar oleh limbah yang
mengandung unsur Mn, Hg, Cu, Cr, Cd, Ni, Pb dan Zn.
2c. Menurut anda dari metode bioremediasi dan fitoremediasi, metode mana yang anda
pilih untuk mencegah atau menanggulangi pencemaran tanah. Jelaskan alasannya
Dalam pemilihan metode untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran tanah
didasari oleh kondisi pencemaran yang terjadi ( jenis tanah/lahan yang mengalami pencemaran,
luasan daerah yang tercemar, jenis bahan pencemar, dan kemampuan dalam menangani
pencemaran yang terjadi).
Sebagai contoh pada suatu area yang tidak cukup luas (contoh : 1 Ha lahan) terjadi
pencemaran oleh limbah minyak bumi, berdasarkan hasil beberapa penelitian menyebutkan
teknik bioremidiasi adalah metode yang paling efektif untuk menangulanginya yaitu dengan
bantuan mikroba pengurai limbah minyak tersebut. Salah satu alternatif penanggulangan
lingkungan tercemar minyak adalah dengan teknik bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang
ramah lingkungan, efektif dan ekonomis dengan memanfaatkan aktivitas mikroba seperti
bakteri. Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi tanah tercemar minyak bumi dengan
biaya pengolahan relatif rendah dan ramah lingkungan. Biopile merupakan teknik bioremediasi
yang melibatkan penumpukan tanah tercemar minyak di atas permukaan tanah yang memiliki
permeabilitas rendah atau dapat diletakan di atas permukaan beton. Kelebihan teknik biopile
antara lain tidak memerlukan lahan yang luas dan dapat dilakukan proses aerasi sehingga
pertumbuhan dan aktivitas bakteri agen bioremediasi dapat terjaga). Tipe ini dilakukan dengan
mengalirkan oksigen untuk aerasi melalui pipa. Oksigen digunakan bakteri untuk proses
metabolisme hidrokarbon.
Contoh kasus lainya yaitu terjadi pencemaran dilahan pertanian akibat logam berat maka
metode yang baik untuk menanggulangi yaitu dengan bioremidiasi dengan tumbuhan
(fitoremidiasi), terdapat banyak penelitian yang menyebutkan berbagai jenis tanaman mampu
menyerap logam berat yang berbahaya di tanah seperti Pb, Hg, Fe, dan lainnya. Menurut Yusuf
dkk. (2014) bahwa tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) memiliki kemampuan
menyerap konsentrasi Pb dalam tanam sebesar 56,63%. Penelitian lainnya hasilnya konsentrasi
Pb akhir dalam tanah dan nilai efisiensi penyisihan pada reaktor lidah mertua (Sansevieria
trifasciata) kontrol, 200 mg/kg, 500 mg/kg secara berturut-turut adalah 30 mg/kg (68,42%); 60
mg/kg (79,38%); dan 112 mg/kg (81,08%).
3. Jelaskan bagaimana proses terjadinya hujan asam dan mengapa hujan asam
mencemari tanah. Jelaskan metode untuk mencegah, menanggulangi dan
mengendalikan perncemaran tanah dikaitkan dengan hujan asam. Sajikan satu hasil
penelitian dari jurnal yang membahas tentang hujan asam
Pengertian hujan asam adalah segala macam hujan di bawah pH (derajad keasaman) 5,6.
Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit dibawah 6) karena Karbon dioksida (CO2) di
udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam
hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Istilah hujam asam pertama kali disebutkan Robert
Angus Smith pada tahun 1972. Ia menguraikan tentang keadaan di Manchaster, sebuah
kawasan industry di bagian utara Inggris.hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari
peristiwa terjadinya deposisi asam. Deposisi asam terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi basah
dan deposisi kering. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup
oleh asam yang ada dalam udara. Hal ini bias terjadi di daerah perkotaan, karena adanya
pencemaran udara dari lalu lintas yang berat dan daerah yang langsung terkena udara yang
tercemar dari pabrik. Dapat juga terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang
membawa udara yang mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di daerah yang
dekat dengan sumber pencemaran. Sedangkan deposisi basah adalah turunnya dalam bentuk
hujan.
Seperti SO2, 50% NOx dalam atmosfer adalah alamiah dan 50% antrofogenik.
Pembakaran BBF juga merupakan sumber utama NOx sehingga negara-negara dengan industri
maju NOx yang antrofogenik lebih besar daripada yang ilmiah. Emisi NOx dalam tahun 1980
diperkirakan sebesar 9,2 juta ton di Eropa, 19, 3 juta ton di Amerika Serikat, dan 1,8 juta ton
di Kanada. Instalasi pembangkit listrik dan kendaraan bermotor merupakan sumber utama
NOx. NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik di tanah, dimana untuk kehidupan
menggunakan senyawa organic yang mengandung N. Oksida N itu merupakan hasil sampingan
dari aktifitas jasad renik tersebut.
Pupuk N dalam tanah yang tidak terserap oleh tumbuhan juga mengalami perombakan
kimia fisik dan biologi yang menghasilkan oksida N. semakin banyak digunakan pupuk N,
semakin tinggi pula hasil produksi oksida tersebut. Sebagian dari oksida N tersebut di udara
berubah menjadi asam nitrat. Sumber asam nitrat lain adalh ammonia (NH3) ialah pertanian
dan peternakan, yaitu pupuk dan kotoran hewan.
Proses terjadinya usan asam secara alami dapat terjadi akibat semburan dari gunung
berapi dan proses biologis tanah, rawa, dan lau. Akan tetapi mayoritas hujan asam disebabkan
oleh aktifitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, gas buang kendaraan
bermotor, dan pabrik-pabrik pengolahan pertanian (terutama pertanian). Gas-gas yang
dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum
berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah. Hujan asam karena proses industri telah
menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah
di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat
telah merusak hutan-hutan di New York dan New England. Pembangkit tenaga listrik ini
umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang
mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya
pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
• Bahan bakar dengan kandungan belerang
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat
ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan
minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang
tinggi. Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan
tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan
menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen.
Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati,
jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol
menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat
ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).
• Mengurangi kandungan belerang sebelum pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi
tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk
membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar
belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90%
(Soemarwoto, 1992).
• Pengendalian pencemaran selama pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu pembakaran
telah dikembangkan. Salah satu teknologinya adalah lime injection in multiple
bumers (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan
NOx 50%. Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan
suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi
dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu
mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam
bahan bakar maupun nitrogen dari nitrogen udara. Pemisahan polutan dapat
dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atu Ca(OH)2. Gas buang dari
cerobong dimasukan ke dalam fasilitas FGD. Dalam alat tersebut disemprotkan
udara sehingga SO2 dalam bentuk gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3.
Gas buang selanjutnya didinginkan dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air
(H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan
dengan Ca(CO)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gypsum. Gas buang
yang keluar dari system FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping dari
proses ini disebut gypsum sintesis karena memiliki senyawa kimia yang sama
dengan gypsum alami.
• Pengendalian setelah pembakaran
Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi
yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000.
Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong
asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-
95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya
limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat
digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi
pupuk. Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang
dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai
bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang
umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding
penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
• Mengaplikasikan prisip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana
produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah
sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan
juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya
diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga
berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli
kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi
pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi,
baik di industri maupun transportasi.
4a. Jelaskan perbedaan metode dan mekanisme remediasi tanah terkontaminasi logam
berat dengan menggunakan biochar, teknik elektromagnetik dan solidifikasi/stabilisasi.
Apa keunggulan dan kekurangan masing-masing

Biochar
Biochar adalah residu pirolisis berbentuk arang yang mengandung karbon tinggi. Biochar
mampu memperbaiki tanah melalui kemampuannya meningkatkan pH, meretesi air, meretesi
hara dan meningkatkan aktivitas biota dalam tanah serta mengurangi pencemaran (Laird et al,
2008 dalam Maftu’ah et al, 2015). Namun biochar tidak mampu menyediakan unsur hara
secara langsung, tetapi secara tidak langsung biochar mampu mengurangi hilangnnya hara
melalui pelindian, sehingga efisiensi pemupukan dapat dapat ditingkatkan.
Biochar merupakan bahan alternatif untuk perbaikan kesuburan tanah sekaligus untuk
perbaikan lingkungan yang murah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Biochar dapat
memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Kehilangan N melalui pemupukan dapat
dikurangi dengan penambahan biochar (Steiner, 2007 dalam Maftu’ah et al, 2015). Biochar
dapat memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pencucian pupuk N dapat dikurangi
secara signifikan dengan pemberian biochar tersebut ke media tanam (Steiner, 2007 dalam
Endriani et al, 2013)
Kualitas dari biochar sangat ditentukan oleh karakteristik bahan baku dan proses pirolisis
(Amonette dan Joseph, 2009 dalam Maftu’ah et al, 2015). Bahan dasar yang digunakan akan
mempengaruhi sifat-sifat biochar itu sendiri dan mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap
produktivitas tanah dan tanaman (Gani, 2009 dalam Maftu’ah et al, 2015). Bahan organik yang
dijadikan bahan baku biochar adalah sekam padi (Oryza sativa), jerami jagung (Zea mays),
jerami padi (Oryza sativa), kalakai (Stenochlaena palustris), karamunting (Melastomataceae),
galam (Melaleuca leucandra), bambu (Bambusa vulgaris), bungkil sawit (Elaeis sp.), daun
sawit, pelepah sawit, tandan sawit, tempurung kelapa (Cocos nucifera), dan purun tikus
(Eleocharis dulcis). Bahan-bahan organik yang akan dijadikan bahan baku dalam pembuatan
biochar dicacah kecil-kecil dengan ukuran ± 2-3 cm. Pembuatan biochar dilakukan dengan
teknik pirolisis pada suhu 400-500 0C. Pirolisis adalahsuatu proses dekomposisi kimia bahan
organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau dengan reagen lainnya,
dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Setelah
proses pirolisis selesai, biochar yang dihasilkan dihaluskan dan diayak sampai ukuran < 2 mm
(Maftu’ah et al, 2015).
Potensi penggunaan biochar untuk menghilangkan daya toksisitas logam berat pada
limbah tambang telah di lakukan oleh banyak peneliti diantara; Fellet et al. (2011) dalam
Hidayat (2015), dengan menggunakan biochar yang berasal dari sampah kebun di empat level
pemberian biochar (0%, 1%, 5%, dan 10% pada limbah tambang). Hasilnya terjadi peningkatan
pH, tukar kation kapasitas, dan kapasitas daya pegang air meningkat seiring dengan peningkat
jumlah biochar yang diberikan dan terjadi penurunan bioavailabilitas Cd, Pb, dan Zn, dan Cd
memiliki penurunan terbesar. Zhou et al. (2008) dalam Hidayat (2015) yang menggunakan
biochar tangkai kapas untuk menghilang Cd-tercemar pada tanah dan mengurangi penyerapan
Cd oleh kubis dan hasil menujukan bahwa biochar tangkai kapas dapat mengurangi
bioavailabilitas tanah Cd melalui adsorpsi atau co-presipitasi.
Penggunaan biochar kotoran ayam dan biochar limbah daunan secara signifikan
mengurangi Cd, Cu, dan Pb jerapan oleh sawi pengurangan ini terus meningkat seiring dengan
peningkatan aplikasi biochar kecuali untuk konsentrasi Cu di tempat lain, sebuah studi yang
dilakukan oleh Jiang et al. (2012) dalam Hidayat (2015) menunjukkan bahwa biochar jerami
padi lebih efisien dalam imobilisasi Cu dan Pb dari Cd. Cui et al. (2011)dalam Hidayat (2015),
melaporan penggunaan biochar jerami gandum pada tanah terkontaminasi Cd di daerah Yipeng
Jiangsu China, dengan dosis 0, 20, 40 ton/ha pada penelitian lapangan 2 tahun berturut 2009-
2010, mendapatkan hasil bahwa pengurangan konsentrasi Cd pada jaringan tanaman dan juga
pada gabah dan nyata pada dosis 40 ton/ ha.

Kelebihan Kekurangan
Dapat dibuat dengan skala sederhana Harus mengetahui jenis zat pencemar
sehingga dapat menentukan bahan baku
biochar yang tepat untuk digunakan
Dapat diaplikasikan pada daerah yang luas Menghasilkan gas buang baru sebagai
pencemar dalam proses pembakaran untuk
menjadi biochar
Biaya yang relatif murah

Teknik Elektromagnetik
Remediasi secara elektrokinetik merupakan teknologi pemulihan tanah terkontaminasi
logam berat dan senyawa-senyawa organik melalui proses secara insitu dengan menggunakan
tegangan listrik rendah dan arus DC (direct current) pada potongan melintang area antara
elektroda yang diletakkan pada tanah dengan susunan aliran terbuka. Tekanan aliran pada
umumnya digolongkan dalam miliampere per sentimeter kuadrat (mA/cm2) atau beda
potensial tegangan listrik volt per sentimeter. Dengan penerapan teknologi tersebut diharapkan
kontaminan logam berat dalam tanah dapat dipindahkan/digerakkan, dipadatkan/dipekatkan
oleh elektroda serta diekstraksikan dari tanah, yang secara skematik dapat dilihat pada Gambar
1 (Alshawabkeh, 2001).

Prinsip Dasar Remediasi Elektrokinetik (Alshawabkeh, 2001)


Penginjeksian arus melalui elektroda anoda (sumber injeksi) dan katoda (elektoda
ekstraksi) menyebabkan kontaminan bermuatan positif akan cenderung untuk bergerak ke
katoda. Sumber injeksi membantu dalam pergerakan ion – ion dan sumber ekstraksi untuk
menghilangkan kontaminan bila mencapai elektroda. Gerakan ion menuju satu elektroda
lainnya tanpa perpindahan secara konveksi disebut elektromigrasi tetapi elektromigrasi hanya
mampu menghilangkan kontaminan ionic seperti ion – ion logam, asam organik terlaryt, dan
basa (Sismanto, 2007).
Pada teknologi ini, elektroda ditempatkan pada tanah secara vertikal maupun horizontal.
Ketika arus DC digunakan pada elektroda, dihasilkan tanah yang terpengaruh medan listrik
oleh katoda dan anoda. Penggunaan sistem tersebut pada tanah mempunyai beberapa efek
yaitu: electromigration, electroosmosis, perubahan pH, dan electrophoresis. Electromigration,
yaitu pergerakan kation dan anion karena pengaruh sifat listrik yang ditimbulkan sistem
tersebut pada tanah. Kation (ion bermuatan +) cenderung untuk berpindah ke arah katoda
bermuatan negatif, dan anion (ion bermuatan -) berpindah ke arah anoda bermuatan positif.
Pada penyelesaiannya, ion-ion yang dipekatkan/dipadatkan tersebut akan mendekati elektroda
atau mengalami reaksi pada elektroda, dimana logam-logam pencemar tersebut naik ke arah
elektroda atau melepaskan komponen berbentuk gas. Perubahan pH karena pengaruh arus
merupakan reaksi elektrolisis pada elektroda. Terjadi oksidasi air pada anoda dan
menghasilkan ion-ion hidrogen (H+). Ion-ion H+ tersebut membangkitkan asam untuk
berpindah menuju katoda. Sebaliknya, penurunan air terjadi pada katoda dan menghasilkan
ion-ion hidroxyl (OH-) yang kemudian berpindah sebagai dasar ke arah anoda (Acar et.al,
1990).
Transport pada ion-ion H+ diperkirakan 2 kali lebih cepat daripada ion-ion OH-. Dengan
demikian, gerakan asam rata-rata lebih besar daripada basa. Electroosmosis adalah proses
transport air dalam jumlah besar yang terus mengalir pada tanah. Electrophoresis merupakan
pergerakan partikel-partikel karena pengaruh medan listrik (Acar dan Alshawabkeh, 1993).
Banyak penelitian yang dikembangkan untuk remediasi tanah dari logam berat dengan
teknologi elektrokinetik. Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cadmium (Cd²⁺),
Timbal (Pb²⁺), dan Zinc (Zn²⁺) dapat dipindahkan secara elektrokinetik pada tanah liat.
Perpindahan ion menunjukan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah
pengaruh pemberian arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-
90%.

Kelebihan Kekurangan
Sedikit mengalami gangguan karena Harus mengetahui faktor yang perlu
merupakan teknik in-situ diperhatikan dalam melakukan teknik ini,
yaitu kondisi lingkungan, sarana,
pelaksanaan, sasaran dan biaya
Sedikit memberikan pencemaran tambahan Kadang-kadang tidak efektif di beberapa
akibat proses penanggulangan lokasi karena toksisitas pencemar: Logam,
elektromagnetik senyawa organik berklor, garam- garam
anorganik.

Tingkat kerumitan yang kecil dan lebih


ekonomis

Soldifikasi / Stabilisasi
Stabilisasi adalah proses penambahan suatu zat dan dicampur dengan limbah untuk
meminimalkan kecepatan migrasi (perpindahan) limbah untuk mengurangi toksisitas dari
limbah. Stabilisasi dapat digambarkan sebagai proses dimana seluruh atau sebagian
kontaminan terikat dengan menambahkan media, pengikat, atau pengubah. Sedangkan
solidifikasi adalah proses menggunakan aditif berdasarkan sifat fisis alami dari limbah (seperti
yang ditentukan sebagai kriteria teknis dari kekuatan, tekanan, dan/atau permeabilitas)
digunakan selama proses (Utomo, 2007 dalam Aritosa, dkk,. 2017)).
Tidak seperti teknologi perbaikan lainnya, teknologi S/S berusaha untuk menjebak atau
melumpuhkan kontaminan dalam media "host" mereka (yaitu, bahan tanah, pasir, dan/atau
bahan bangunan) bukan menghapusnya melalui kimia atau perlakuan fisik. pengujian pelindian
bisaanya dilakukan untuk mengukur imobilisasi kontaminan. Teknologi S/S dapat digunakan
sendiri atau dikombinasikan dengan metode lain untuk menghasilkan suatu produk atau bahan
yang cocok untuk pembuangan tanah atau, dalam kasus lain, yang dapat diterapkan untuk
penggunaan yang bermanfaat. Pengolahan jenis ini mencegah migrasi/penyebaran konstituen
berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi lumpur semi-liquid menjadi bentuk
solid/padat) mengarah pada perubahan karakteristik fisik limbah. Pengolahan ini mencakup
peningkatan kekuatan kompresi, penurunan permeabilitas, dan enkapsulasi konstituen
berbahaya (Marinkovic et al., 2003).
Solidifikasi digunakan untuk mengubah limbah menjadi bentuk fisik yang sesuai dan
tahan yang lebih kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau reuse yaitu bentuk padat yang
memiliki interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan atau tanpa fiksasi kimiawi (Goni
et al., 2009). Stabilisasi dan solidifikasi merupakan salah satu teknik remediasi tanah secara in-
situ dan ex-situ.
Penerapan teknologi ini sangat tergantung pada sifat fisik tanah. Ada banyak inovasi
dalam stabilisasi dan solidifikasi. Sebagian besar inovasi yang ada adalah modifikasi dari
proses yang telah terbukti mampu meremediasi tanah dan diarahkan untuk penerapan pada
pencemara berbahaya dan melibatkan pengolahan limbah atau tanah yang tercemar (Arce et
al., 2010).
Stabilisasi/Solidifikasi untuk Pengolahan Limbah B3. Dalam studi ini didapatkan
kesimpulan bahwa Mekanisme stabilisasi/solidifikasi adalah mengurangi sifat berbahaya
limbah dengan cara mengurangi laju migrasi dan toksisitasnya. Laju migrasi dan toksisitas
berkurang akibat terikatnya kontaminan limbah B3 karena penambahan bahan pendukung dan
berubahnya sifat fisik limbah yang menurunkan kelarutan dan immobilisasi kontaminan dalam
tanah. Teknologi stabilisasi/solidifikasi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu secara fisik, kimia,
dan termal.
Teknologi stabilisasi/solidifikasi yang dapat diterapkan untuk meremediasi tanah
tercemar limbah B3 adalah kapsulasi mikro, vitrifikasi, dan stabilisasi/solidifikasi berbasis
semen portland dan pozzolan. Sedangkan kapsulasi makro dan termoplastik efektif untuk
mengolah limbah B3 padat.
Kapsulasi mikro efektif diterapkan untuk remediasi tanah berpasir yang tercemar limbah
B3. Tanah berpasir memiliki kandungan silika yang besar yang berperan dalam imobilisasi
kontaminan dan menentukan kekuatan produk. Kapsulasi mikro efektif diaplikasikan untuk
tanah tercemar senyawa hidrokarbon. Kapsulasi mikro tidak efektif diterapkan untuk remediasi
tanah yang mengandung senyawa dengan pH asam dan mengandung sulfat.
Vitrifikasi adalah teknologi S/S secara termal yang mampu digunakan untuk
meremediasi tanah tercemar limbah B3 baik organik maupun anorganik. Imobilisasi
kontaminan dilakukan dengan cara mengubah limbah menjadi gelas atau bahan kristalin.
Teknologi vitrifikasi membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan gas yang perlu diolah
sebelum dilepaskan ke lingkungan. S/S berbasis semen portland dan pozzolan baik diterapkan
untuk remediasi tanah tercemar limbah B3 dengan pH rendah dan mengandung senyawa
halida. S/S berbasis pozzolan mampu mengatasi kontaminan mengandung senyawa sulfat,
sedangkan S/S berbasis semen portland tidak mampu mengatasinya.

Kelebihan Kekurangan
Membentuk bahan baru yang bisa Penerapan teknologi ini sangat tergantung
digunakan untuk fungsi lain, contoh : pada sifat fisik tanah tercemar
Paving Block, Asbes, dll

Sumber :
Hidayat B, 2015. Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat Dengan Menggunakan Biochar.
Jurnal Pertanian Tropik. Vol. 2, No.1, April 2015. (7) : 31-41
Anrozi, R. dan Yulinah, T. 2017. Kajian Tegnologi dan Mekanisme Stabilisasi/Solidifikasi
untuk Pengelolahan Limbah B3. Jurnal Teknik ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539
(2301-9271 1 Print). Surabaya
Alshawabkeh, A. N., 2001, Basic and Application of Electrokinetic Remediation,
Universidade Federal do Rio de Janeiro (COPPE-UFRJ).
4b. Jelaskan perbedaan metode dan mekanisme pemulihan tanah terkontaminasi limbah
minyak dengan teknik biofile dan soil washing. Sebutkan dan jelaskan dua metode
lainnya untuk pemulihan tanah terkontaminasi limbah minyak (jawaban bersumber
dari jurnal ilmiah). Apa keunggulan dan kekurangan masing-masing

Biofile
Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi tanah tercemar minyak bumi dengan
biaya pengolahan relatif rendah dan ramah lingkungan (Arifudin, 2016). Biopile merupakan
teknik bioremediasi yang melibatkan penumpukan tanah tercemar minyak di atas permukaan
tanah yang memiliki permeabilitas rendah atau dapat diletakan di atas permukaan beton. Untuk
meningkatkan proses biodegradasi minyak, ke dalam tumpukan tanah tercemar minyak
diberikan aerasi dan nutrisi. Pemberian aerasi ke dalam biopile berperan penting dalam
pertumbuhan bakteri. Pada system Biopile suatu sistem dimana material yang akan didegradasi
dipersiapkan pada suatu tempat, diberi sistem perpipaan yang dihubungkan dengan blower atau
kompresor. Aerasi pada sistem biopile dicapai melalui cara positif atau negatif (hisap). Untuk
aerasi yang dipakai pada umumnya dipakai yaitu vacum (hisap) karena mampu meminimasi
emisi dari komponen yang mudah menguap (volatile). Aerasi secara negatif tidak bisa
dilakukan pada kondisi dingin karena udara yang dingin akan masuk kedalam tumpukan tanah
sehingga menyebabkan penurunan suhu. Sedangkan aerasi secara positif akan menghasilkan
panas pada tumpukan tanah, hal ini karena blower membuang panas dari kompresor.
Kelebihan teknik biopile antara lain tidak memerlukan lahan yang luas dan dapat
dilakukan proses aerasi sehingga pertumbuhan dan aktivitas bakteri agen bioremediasi dapat
terjaga (Diplock et al., 2010). Tipe ini dilakukan dengan mengalirkan oksigen untuk aerasi
melalui pipa. Oksigen digunakan bakteri untuk proses metabolisme hidrokarbon. Distribusi
oksigen dalam biopile akan terhambat bila tanah yang diolah bertekstur klei. Pada kelembaban
tinggi tanah bertekstur klei sulit mengalirkan udara sehingga distribusi nutrisi dalam tanah
tidak merata dan berdampak pada pertumbuhan dan aktivitas bakteri pendegradasi (Charlena
et al. 2010) sedangkan tekstur tanah berubah kering ketika kelembaban berkurang (Arifudin,
2016). Penambahan pasir dapat meningkatkan porositas dan aerasi tanah. Untuk meningkatkan
kegemburan dan kemampuan tanah dalam menahan air dapat ditambahankan kompos. Metode
ini memiliki kelemahan berupa laju aliran yang terbatas melalui tanah (Arifudin, 2016).
Berdasarkan penelitian Arifudin (2016), tipe biopile mampu menurunkan TPH (Total
Petroleum Hydrocarbon) dari 4,22% menjadi 1% dalam 63 hari serta meningkatkan populasi
bakteri dari 1x10 menjadi 1,43x10 CFU/g.
6 11

Kelebihan Kekurangan
Tidak memerlukan lahan yang luas Laju aliran yang terbatas melalui tanah
Biaya pengolahan relatif rendah dan ramah Kurang efektif digunakan untuk
lingkungan pencemaran tanah yang luas
Waktu proses biodegradasi (untuk mencapai Tidak efektif untuk komponen pencemar
target 1% sesuai peraturan yang berlaku) yang konsentrasinya lebih besar dari 50000
lebih cepat dibanding beberapa teknik yang ppm (Hidrokarbon), 2500 ppm (heavy metal)
lain. Teknik biopile memerlukan waktu
sekitar 1,5 – 2 bulan (misalnya tergantung
jenis cemaran minyak), lebih cepat
dibanding beberapa teknik yang lain yang
rata-rata memerlukan waktu 6 bulan
Dapat dirancang dalam sebuah sistem Untuk mencapai konsentrasi lebih kecil dari
tertutup sehingga emisi penguapan dapat 0,1 ppm sangat sulit
dikontrol

Soil Washing
Soil washing adalah teknologi pengolahan untuk reduksi volume atau minimisasi limbah
berdasarkan proses secara fisik atau kimia (CLAIRE, 2007). Surfaktan merupakan suatu
senyawa yang mengandung rantai hidrokarbon panjang dengan ujung hirofiliknya netral atau
ionik. Ujung hidrokarbon dari surfaktan bersifat hidrofobik dan larut dalam zat non polar
sedangkan ujung ion atau netral bersifat hidrofilik dan larut dalam air (Othmer, 2007). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Urum (2005), dilaporkan bahwa proses soil washing yang
dilakukan di dalam reactor tank yang dilengkapi dengan pengaduk dapat menghilangkan
kontaminasi minyak mentah pada tanah (K.Urum dkk. 2005). Penelitian yang dilakukan oleh
Gan et al. (2009) melaporkan bahwa teknik soil washing menggunakan pelarut berupa air dan
ko-pelarut atau ko-surfaktan dapat diimplementasikan untuk pengolahan tanah terkontaminasi
pada kondisi suhu yang rendah (S.Gan dkk. 2009). Sebagai hasil dalam penelitian tersebut
Tingkat efisiesnsi ektraksi TPH mencapai 99,2% dengan hasil akhir kandungan TPH tanah
yang dapat dikembalikan ke lingkungannya mencapai 0,9%. Faktor yang mempengaruhi
tingkat efeisiensi ekstraksi ini yaitu lamanya hydrocarbon tersebut sebagai polutan.
Kelebihan Kekurangan
Memiliki efisiensi ekstraksi yang baik Biaya penggunaan teknik ini relative tinggi
terhadap kontaminan
Waktu proses pengolahan limbah relatif Mobilitas dari alat yang digunakan sangat
lebih cepat dibandingkan dengan teknik rendah / rumit dipindah-pindah
yang lain
Teknik Lainnya
Bioventing
Bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi dengan metode bioventing
terhadap penurunan kadartotal petroleum hydrocarbon dan btex yang dilakukan oleh Marsya
Dyasthi Putri, Firdaus Ali, dan Zulkifliani dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Mikroba
yang digunakan yaitu Bacillus subtilis. Metode yang digunakan adalah bioventing. Bioventing
merupakan aplikasi dari bioremediasi in situ yang dilakukan pada zona tidak jenuh yang
memiliki permeabilitas gas yang bagus. Bioventing dilakukan pada pengolahan kontaminan
volatil yang sukar dibiodegradasi. Bioventing cocok untuk kontaminan yang didegradasi
melalui metabolisme aerobik dan memiliki tekanan uap kurang dari 1 atm. Pada bioventing
digunakan gerakan udara yang diinjeksi melalui tanah yang tidak jenuh atau tanpa penambahan
nutrien, untuk menstimulasi mikroorganisme tanah dalam mengubah kontaminan organik
seperti hidrokarbon uapnya lebih besar dari 760 mmHg, maka penguapan akan berjalan dengan
lebih cepat.
Penelitian ini sendiri dilakukan untuk mengetahui efisiensi kinerja dari bakteri sebagai
biodegradator dan juga asupan oksigen dari sumur injeksi tersebut terhadap penurunan kadar
TPH dan BTEX pada tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Dimana penggunaan metode
bioventing untuk pemulihan tanah yang terkontaminasi dengan menggunakan mikroorganisme
dan oksigen sebagai asupan mikroorganisme tersebut atau biasa disebut dengan bioremediasi
ini dilakukan untuk mengecek parameter-parameter kualitas tanah yang akan diteliti dalam hal
ini adalah total petroleum hidrokarbon (TPH) dan BTEX. Pilot plan alat ini secara garis besar
terdiri dari reaktor kaca berukuran 50 x 50 x 20 cm sebanyak 2 buah, 8 blower, tanah yang
terkontaminasi minyak, pipa, lubang monitor. Peralatan yang digunakan untuk uji mikrobiologi
adalah botols ample, cawan petri, buret, pipet, test tube, Erlenmeyer, shake water bath, gelas
ukur, autoclave, incubator, timbangan analitis, kertas saring, gelas beker.

Pengukuran penelitian dilakukan sebelum dan selama proses bioremediasi berlangsung.


Pengukuran yang dilakukan sebelum proses berlangsung meliputi pengukuran kadar C, N dan P,
serta nilai TPH dan BTEX awal. Pengukuran kadar C, N dan P berguna untuk mengetahui berapa
banyak C, N dan P tambahan yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan proses bioremediasi.
Pengukuran TPH dan BTEX awal digunakan untuk melihat laju penurunan TPH dan BTEX selama
proses bioremediasi.

Dimana hasilnya menunjukan bahwa Injeksi udara dan penambahan bakteri pada proses
bioremediasi dapat menurunkan kadar kontaminan hidrokarbon aromatik berupa BTEX (senyawa
yang ditemukan dalam minyak bumi produk) dengan kadar penurunan (% Biodegradasi) paling
besar dari perlakuan Control 2 sebesar 66,65%, Konsentrasi Bakteri 15% v/v sebesar 37,69%,
Konsentrasi Bakteri 10% v/v sebesar 34,41%, dan Control 1 sebesar 23,40%. Selain BTEX
bioventing juga dapat menurunkan TPH (Total petroleum hydrocarbon (pengukuran konsentrasi
pencemar hidrokarbon minyak bumi dalam tanah atau serta seluruh pencemar hidrokarbon minyak
dalam suatu sampel tanah yang sering dinyatakan dalam satuan mg hidrokarbon/kg tanah) ) dari
5% sampai 0,5% selama 5 minggu untuk konsentrasi 10% v/v dan dari 5% sampai 1,21% selama
5 minggu untuk konsentrasi 15% v/v.

Kelebihan Kekurangan
Dapat digunakan untuk mengatasi wilayah Konsentrasi konstituen yang tinggi mungkin
yang tidak terjangkau awalnya menjadi racun bagi
mikroorganisme
Membutuhkan waktu pengobatan singkat: Tidak berlaku untuk kondisi tertentu
biasanya 6 bulan dan untuk 2 tahun dalam (misalnya: permeabilitas tanah rendah dan
kondisi optimal komposisi tanah liat yang tinggi)
Biaya kompetitif: $45-140/ton Beberapa negara umumnya memerlukan
terkontaminasi tanah izin untuk injeksi udara
Mudah dikombinasikan dengan teknologi
lain (misalnya,sparging udara, ekstraksi air
tanah)

Landfarming
Teknik landfarming memiliki keunggulan dibandingkan teknik ex situ lainnya yaitu
proses yang digunakan lebih sederhanadan murah , dengan tingkat penghilangan yang tinggi.
Namun teknik ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan lahan yang luas (Maila, 2004).
Kondisi lingkungan untuk mendukung proses degradasi senyawa hidrokarbon oleh mikroba
eksogen dalam teknik landfarming perlu diatur sedemikian sehingga cemaran minyak dapat
dihilangkan dengan efektif. Hasil percobaan tanpa bahan organik menghasilkan penurunan
nilai TPH dari 5,8 menjadi 2,8-3,2% setelah 12 minggu. Hal ini menyatakan bahwa pemberian
konsorsium dan dosis konsorsium bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai
TPH maupun populasi mikroba tanah. Pada percobaan menggunakan bahan organik, kedua
konsoesium bakteri dapat menurunkan TPH di bawah 1% setelah 5 minggu percobaan.
Konsorsium bakteri
Penggunaan konsorsium bakteri pada proses bioremediasi minyak bumi dapat
mempengaruhi proses degradasi minyak bumi. Hal tersebut disebabkan setiap spesies bakteri
membutuhkan substrat yang spesifik untuk mendegradasi keseluruhan komponen penyusun
minyak bumi (Marsandi, 2016). Menurut Yeung et al (1997) bahwa tanaman-tanaman dapat
meningkatkan proses degradasi oleh mikroba dengan memberikan oksigen dalam area akar
sepanjang saluran akar dan memperbesar pori-pori tanah. Inokulasi bakteri Micrococus luteus
dan Pseudomonas pseudoalcaligenes dan penanaman lamtoro menghasilkan rata-rata jumlah
sel bakteri tertinggi setiap minggunya, pertambahan berat basah tertinggi mencapai 9,67 ±
2,357 dan penurunan rata-rata nilai TPH tertinggi yaitu sebesar 2,85%.
Bulking agent dan isolasi bakteri petrofilik
Menurut Imaddudin (2011) penggunaan bulking agent dalam sistem pengolahan tanah
bertujuan untuk menjaga porositas tanah, kelembaban, dan merupakan sumber nutrisi di dalam
tanah. Bahan dasar untuk bahan bulking agent yang mudah ditemukan di alam adalah limbah
sekam padi, kompos dan serbuk gergaji. Hasil isolasi dari lokasi limbah sludge minyak sudah
teradaptasi dengan kondisi lingkungan dan karakteristik limbah sludge sehingga potensi
kinerja biodegradasinya lebih efektif jika dibandingkan dengan agen biologis komersial yang
belum sesuai dengan lingkungan limbah yang diolah (Thouand et al., 1999; Zhu et al., 2004).
Hasil penelitian Munawar (2013) menyatakan terjadi penurunan TPH sebesar 91,04% selama
enam minggu. Bakteri total selama broses bioremediasi berkisar 103 hingg 108 CFU/g tanah.
Selain itu pada akhir pengamatan menunjukkan bahwa senyawa aromatik toksik BTEX sudah
menunjukkan konsentrasi di bawah baku mutu lingkungan yang berlaku.
Pertumbuhan mikroba petrofilik dapat didukung oleh penggunaan agen biosurfaktan
dalam proses biodegradasi limbah minyak bumi yang berfungsi untuk mengurangi ketegangan
antar muka antara minyak dan air ( Veter et al. 2001). Bioagent dapat meningkatkan kepadatan
populasi mikroba petrofilik saat proses bioremediasi dilakukan. Zulkifliani (2016) melakukan
konsorsium petrofilik (Pseudomonas sp. Actinomycotes sp. dan jamur petrofilik) dan
Azotobacter vinelandii (biosurfaktan), serta penggembur (arang sekam padi dan limbah baglog
jamur tiram) dan menghasilkan nilai efisiensi biodegradasi mencapai 83,9%.
Retno (2013) memperoleh kondisi optimal pada remediasi cemaran oil sludge 20%
menggunakan perlakuan penambahan konsorsia inokulum mikroba berbasis kompos iradiasi
dalam 30% serbuk gergaji (bulking agent) pada konsentrasi tanah 50% dengan efisiensi
degradasi TPH optimal sebesar 81,32% selama 42 hari. Selain itu diperoleh degradasi distribusi
rantai karbon C-7 sampai C-54 menjadi hidrokarbon dengan distribusi rantai C-6 sampai C-8.
Sumber :
Dwi Nuryana (2017) Riview Remidiasi Pencemaran Minyak Bumi (Jurnal of Earth Energy
Engineering)
Karthika dkk (2016) Remidiation of Contamined Soil Using Soil Washing-a Riview (Journal
of Engineering Research and Applications
Arifudin dkk (2016) Bioremidiasi Tanah Bertekstur Klei Terkontaminasi Minyak Bumi :
Aplikasi Teknik Biopile Dengan Penambahan Pasir
4c. Jelaskan perbedaan mekanisme dan hasil yang dicapai antara fitoremediasi logam
berat dengan menggunakan tanaman lidah mertua (Sanseviera sp.), Jeruju (Acanthus
ilicifolius), Genjer (Limnocharis flava), Paspalum conjugatum L., dan Cyperus kyllingia

No Jenis Mekanisme Hasil


1 Lidah Mertua Tanaman lidah mertua Yusuf dkk. (2014)
(Sansevieria trifasciata) dapat menyimpulkan bahwa tanaman
(Sanseviera
hidup dengan baik pada lidah mertua (Sansevieria
sp.) konsentrasi 0 mg/kg, 200 mg/kg, trifasciata) memiliki
dan 500 mg/kg. Keadaan tetap kemampuan menyerap
segar serta tumbuh tunas baru konsentrasi Pb dalam tanam
terlihat pada tanaman Lidah sebesar 56,63%. Penelitian
mertua (Sansevieria trifasciata) lainnya hasilnya konsentrasi Pb
tersebut. tanaman lidah mertua akhir dalam tanah dan nilai
(Sansevieria trifasciata) memiliki efisiensi penyisihan pada
zat aktif pregnane glikosid reaktor lidah mertua
sehingga mampu menyerap Pb (Sansevieria trifasciata) kontrol,
lebih tinggi disbanding tanaman 200 mg/kg, 500 mg/kg secara
lainnya. Mekanismenya adalah berturut-turut adalah 30 mg/kg
polutan yang telah diserap (68,42%); 60 mg/kg (79,38%);
kemudian dikirim ke akar, pada dan 112 mg/kg (81,08%)
bagian akar, mikroba melakukan
proses detoksifikasi. Proses
detoksifikasi ini menggunakan
zat aktif pregnane glikosid.
Melalui proses ini, mikroba
menghasilkan suatu zat yang
diperlukan oleh tanaman seperti
asam amino, gula, dan asam
organik.

2 Jeruju Tumbuhan Acanthus ilicifolius Acanthus ilicifolius termasuk


(jeruju) dikelompokan dalam tumbuhan akumulator dengan
(Acanthus
emerged dimana tumbuhan nilai translokasi faktor 1,01.
ilicifolius) muncul di atas permukaan air Konsentrasi logam Pb yang
namun akarnya berada dalam ditemukan pada hari ke 15
sedimen. Tumbuhan ini termasuk pemaparan di akar 8.958 ppm,
jenis baru dalam pemanfaatan batang 41 ppm dan daun 22
fitoteknolog. Sifat ppm. Sedangkan konsentrasi
hiperakumulator dapat digunakan logam Cd yang ditemukan pada
untuk tujuan fitoekstraksi. Dalam akar 237 ppm, batang 2 ppm dan
proses fitoekstraksi ini logam daun 1 ppm. Sehingga
berat diserap oleh akar tumbuhan fitoforensik untuk logam Pb dan
dan ditranslokasikan ke bagian Cd pada tumbuhan jeruju
tumbuhan untuk disimpan, diolah terletak di akar.
atau dibuang saat dipanen. Dari
hasil analisis tumbuhan mampu
menyerap logam berat dan
mentranslokasikannya ke bagian
tumbuhan mulai dari akar hingga
ke daun. Kemampuan Acanthus
ilicifolius terhadap paparan
logam (Pb dan Cd) dapat
diketahui dari nilai TF
(Translocation Factor). TF
dihitung untuk mengetahui
translokasi pencemar logam berat
yang masuk ke bagian tumbuhan
dari tanah ke akar ataupun ke
bagian lain di tumbuhan
(Barman, dkk., 2000).

3 Genjer Hasil penyerapan logam pada Hasil penelitian menunjukkan


organ akar, batang dan daun bahwa genjer (Limnocharis
(Limnocharis
tanaman terlihat bahwa flava) mampu menyerap logam
flava) penyerapan air bersama Fe dan besi (Fe) sebesar 2,24 - 9,72
Mn terjadi pada tanaman genjer. ppm. Genjer juga mampu
Menurut Sagita (2002) akumulasi menyerap logam mangan (Mn)
Fe dan Mn terlihat tinggi di akar. berkisar antara 0,31 – 1,06 ppm.
Hal ini dikarenakan akar Kemampuan organ tubuh
langsung bersinggungan dengan tanaman genjer dalam
media tanam yang terkontaminasi menurunkan konsentrasi besi
Fe dan Mn. Melalui akar, Fe dan (Fe) adalah sebagai berikut: akar
Mn diserap oleh tanaman mampu menyerap logam besi
kemudian didistribusikan ke daun antara 0,67 – 15,73 ppm; batang
melalui batang. menyerap logam besi berkisar
antara 1,43 – 5,49 ppm; dan
daun mampu menyerap logam
besi sebesar 0,29 – 1,91 ppm.
Genjer (L. flava) yang mampu
menyesuaikan diri di tempat
hidupnya yang baru ditandai
dengan seluruh bagian tubuhnya
dalam keadaan segar. Ke dalam
tempat tumbuhnya genjer (L.
flava) ditambahkan beberapa
konsentrasi logam berat (Fe dan
Mn). Konsentrasi Fe dan Mn
yang diujikan yaitu sebesar 0
ppm; 1 ppm; dan 3 ppm.
Kemampuan tanaman genjer
dalam menurunkan konsentrasi
Fe yang paling tinggi terjadi
pada perlakuan konsentrasi 3
ppm. Pada konsentrasi tersebut,
genjer dapat menurunkan
konsentrasi Fe dari 9,72 ppm ke
3,5 ppm dengan persentasi
penurunan sebesar 63,99%.
Sedangkan yang paling rendah
terjadi pada konsentrasi
perlakuan 0 ppm dengan
penurunan dari 3,79 ppm ke
3,02 ppm dan persen penurunan
sebesar 20,32 %.
Adapun kemampuan tanaman
genjer menurunkan konsentrasi
Mn yang paling tinggi terjadi
pada perlakuan konsentrasi 0
ppm. Pada konsentrasi tersebut,
genjer dapat menurunkan
konsentrasi Mn dari 1,06 ppm
ke 0,42 ppm dengan persentasi
penurunan sebesar 63,21 %.
Konsentrasi paling rendah
terjadi pada perlakuan 3 ppm
dengan penurunan dari 0,44
ppm ke 0,31 ppm dengan persen
penurunan sebesar 20,45 %.

4 Paspalum Tahap pertama berupa percobaan Hasil penelitian menunjukkan


pot lapangan di lokasi lahan bahwa Tanaman Paspalum
conjugatum L.
tercemar Hg Tujuan penelitian conjugatum, mampu
tahap pertama adalah untuk mengakumulasi Hg 8,82 mg/kg
mengetahui potensi Paspalum selama pertumbuhan 9 minggu.
conjugatumsebagai akumulator Berdasar kemampuan di atas,
Hg, serta pengaruh penambahan tanaman Paspalum conjugatum,
thio sulfat (ammonium thiosulfat) spesies tanaman liar yang
sebagai pemacu serapan Hg oleh berpotensi untuk digunakan
tanaman akumulator Hg sebagai fitoremediator Hg pada
lahan pertanian yang tercemar
Hg. Penambahan bahan ligand
mengandung S, yaitu thiosulfat,
pada tanah tercemar Hg
meningkatkan pelarutan Hg
dalam tanah dan peningkatan
serapan Hg oleh Paspalum
conjugatum. Secara rata-rata,
penambahan thiosulfat
meningkatkan 71% serapan Hg
oleh spesies tanaman Paspalum
conjugatum, dengan pola
jumlah serapan seperti pada
perlakuan tanpa pemberian
thiosulfat. Tinggi tanaman dan
produksi biomasa tanaman
jagung yang ditanam selama 8
minggu pada tanah
pascafitoremediasi Hg rata-rata
meningkat 33% dibandingkan
dengan tinggi tanaman yang
ditanam pada tanah sebelum
fitoremediasi. Penggunaan
thiosulfat dalam proses
fitoremediasi yang
menyebabkan peningkatan
serapan Hg oleh tanaman
fitoremediator dapat
meningkatkan tinggi tanaman
sebesar 69%. Pertumbuhan
terbaik dijumpai pada perlakuan
pascafitoremediasi dengan
Paspalum conjugatum.
Dibandingkan dengan produksi
biomasa jagung yang ditanam
pada tanah tanpa fitoremediasi,
produksi biomasa kering tajuk
dan akar tanaman jagung yang
ditanam pada tanah
pascafitoremediasi meningkat
24% pada pada perlakuan tanpa
thiosulfat dan 41% pada
perlakuan penambahan
thiosulfat dalam proses
fitoremediasi. Produksi biomasa
kering tertinggi dijumpai pada
perlakuan pascafitoremediasi
dengan Paspalum conjugatum.

5 Cyperus Hasil penelitian Hidayati et al. Cyperus kyllingia dapat


(2009) menunjukkan bahwa ada digunakan untuk fitoremediasi
kyllingia
beberapa spesies tanaman yang tanah tercemar merkuri limbah
mampu mengakumulasi sampai tambang emas rakyat karena
dengan 20 ppm Hg, diantaranya mampu menyerap merkuri
Cyperus kyllingia Endl.. sebesar 122,53 mg/kg (tajuk)
Tumbuhan ini umumnya dan 77,9 mg/kg (akar).
dijumpai pada daerah terbuka Berdasarkan konsentrasi Hg
seperti tempat pembuangan, tepi dalam tajuk dan akar, Cyperus
jalan, yang merupakan gulma kyllingia berpotensi sebagai
pertanian yang potensial.Kondisi tumbuhan fitostabilisatior.
terbaik untuk pertumbuhan Penambahan penambahan ligan
Cyperus kyllingia dengan suhu amonium thiosulfat dengan
rata-rata 25 C. pH tanah untuk
0
dosis 8g/kg media
menumbuhkan rumput teki meningkatkan serapan total Hg
berkisar antara 4,0 – 7,5. pada tanaman Cyperus kyllingia
(Moenandir, 1993). sebesar 71,18%.
Perkembangbiakan Cyperus
kyllingia dengan biji dan rimpang
(Kasmo, 1986).
5. Anda sebagai calon Magister Ilmu Lingkungan diberikan kasus bahwa disebuah desa
di hilir sungai terjadi pencemaran tanah yang sangat mengkawatirkan oleh logam berat
Pb dan minyak karena aktivitas pencelupan sablon dan aktivitas perbengkelan. Anda
diminta untuk meneliti bagaimana caranya menganggulangi pencemaran tersebut.
Buatlah desain atau rencana penelitian lengkap dengan perlakuan yang diberikan dan
hasil yang diharapkan sehingga dari hasil penelitian tersebut dapat diaplikasikan untuk
menanggulangi masalah pencemaran di desa dimaksud

Penanggulangan Pencemaran Kasus


Air merupakan kebutuhan hidup yang sangat penting bagi semua makhluk hidup.
Manusia sangat bergantung pada air untuk melaksanakan segala aktivitas kehidupannya,
seperti mencuci, memasak, dan lain-lain. Manusia memperoleh air salah satunya berasal dari
sungai, namun dalam kenyataannya skarang banyak sungai telah banyak mengalami
pencemaran. Sebagai contoh dalam kasus diatas adanya aktivitas pencelupan sablon dan
aktivitas perbengkelan di hilir sungai yang mencemari sungai dengan bahan-bahan berbahaya
yaitu logam berat Pb dan juga minyak.
Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi logam berat di derah perairan,
yaitu secara fisika, kimiawi, dan biologi. Teknologi pengurangan logam berat dan limbah
minyak dengan cara fisika dan kimiawi memerlukan biaya yang mahal dengan seperangkat
alat-alat yang harus ditempatkan pada areal yang luas. Upaya mengurangi logam berat secara
biologi dikenal dengan bioremediasi. Teknik remediasi yang sekarang dikembangkan adalah
menggunakan tumbuhan (fitoremediasi). Metode ini mempunyai keunggulan lebih ramah
lingkungan dan murah dalam pengaplikasiannya.
Tumbuhan yang sering hidup di air diantaranya genjer (Limnocharis flava). Penelitian
fitoremediasi yang menggunakan genjer pernah dilakukan oleh Alfa (2003), Hermawati,
Wiryanto dan Solichatun (2005) dan Avlenda (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
genjer mampu secara efektif menurunkan kadar logam berat timbal (Pb), BOD, COD, DO,
TSS, sulfat, dan fosfat di perairan yang tercemar oleh limbah. Berdasarkan uraian di atas maka
perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan daya serap tumbuhan genjer terhadap logam
berat Pb dan limbah minyak.
Sebelumnya akan dilaksanakan penelitian skala lab untuk mengetahui tinggkat efektifitas
penggunaan teknik fitoremidiasi dengan genjer (Limnocharis flava) dalam menanggulangi
limbah logam berat Pb dan Minyak. Setelah rencana penelitian skala lab dapat berlangsung
sesuai dengan perkiraan, selanjutnya fitoremidiasi dengan genjer (Limnocharis flava) untuk
menanggulangi pencemaran logam berat Pb dan limbah minyak akan diaplikasikan di lokasi
pencemaran. Sebagai tumbuhan air yang akarnya memerlukan substrat tanah untuk tumbuh,
tumbuhan genjer (Limnocharis flava) akan ditanam di pinggiran sungai tempat terjadinya
pencemaran sehingga dengan begitu dapat menyerap polutan pencemar dalam kurun waktu
tertentu (Limbah Pb dan minyak) sehingga dalam lambat laun pencemaran tersebut dapat
ditanggulangi sehingga polutannya mengalami penurunan konsentrasi di kolom perairan
sungai ataupun yang mengendap di substrat sungai tersebut.

Anda mungkin juga menyukai