Anda di halaman 1dari 34

makalah sistem politik dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai
pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam
menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan
dan ancaan termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist
permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik
islam, prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun
dalam keadaan perang.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik
islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik
islam tersebut:
1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali
Imran:159)
3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum
Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa islam juga memiliki politik luar negeri. Tujuan
dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah kepada manusia di penjuru
dunia, mengamankan batas territorial umat islam dari fitnah agama, dan system jihad
fisabilillah untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Jadi politik bermakna instansi dari negara
untuk keamanan kedaulatan negara dan ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pandangan islam mengenai politik yang menghalalkan segala cara?
1.2.2 Bagaimana pendapat islam tentang pemerintahan yang otoriter?
1.2.3 Bagaimana pandangan islam tentang perang islam melawan negara Barat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pandangan islam tentang politik menghalalkan segala cara.
1.3.2 Mengetahui pandangan islam tentang pemerintah otoriter
1.3.3 Mengetahui pandangan islam tentang perang negara Islam dengan negara Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Islam Mengenai Politik Menghalalkan Segala Cara
Politik berasal dari bahasa latin politicos atau politicus yang berarti relating to citizen
(hubungan warga negara). Sedangkan dalam bahasa arab diterjemahkan dengan kata
siyasah, kata ini diambil dari kata saasa-yasuusu yang diartikan mengemudi, mengendalikan
dan mengatur (M Quraish Shihab,2000). Sedangkan menurut Abdul Qadir Zallum,
mengatakan bahwa politik atau siyasah memiliki makna mengatur urusan rakyat, baik dalam
maupun luar negeri. Dalam politik terdapat negara yang berperan sebagai institusi yang
mengatur secara praktis, sedangkan rakyat mengoreksi pemerintahan dalam melakukan
tugasnya. Maka dapat disimpulkan politik merupakan pemikiran yang mengurus
kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hukum atau
aktivitas dan informasi.
Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudkan persatuan dan kesatuan bermusyawarah,
menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan
bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan
menepati janji. Dari beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik,
menggambarkan umat islam dalam berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan
tersebut. Berpolitik dalam islam tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Maka dapat
disimpulkan bahwa politik islam memiliki pengertian mengurus kepentingan rakyat yang
didasari prinsip-prinsip agama. Korelasi pengertian politik islam dengan politik
menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak
dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Terlebih apabila
mementingkan kepentingan individu atau kelompok. Sedangkan islam dalam berpolitik tidak
sekedar mengurusi atau mengendalikan rakyat saja, tetapi juga mengemban kebajikan
untuk seluruh rakyatnya.
2.2 Pandangan Islam Mengenai Pemerintahan Otoriter
Dari prinsip-prinsip islam dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemerintahan adalah
memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Sehingga seluruh rakyatnya diharapkan dapat
menerima hak-haknya sebagai warga negara dan turut mengawasi pemerintahan.
Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai institusi yang mengatur masyarakat demi
masyarakatnya. Maka logika yang dapat diperoleh negara dalam islam merupakan kegiatan
demi kesejahteraan masyarakat. Apabila suatu pemerintahan telah beralih fungsi sebagai
institusi yang melayani masyarakatnya, justru menjadikan kekuasaan sebagai
peyalahgunaan. Maka pemerintahan tersebut dikatakan tidak sehat.
Berbagai macam bentuk pemerintahan menjadi perdebatan diantara para pemikir. Setelah
sepeninggal rasul bentuk pemerintahan di Madinah dipegang Abu Bakar sehingga yang
terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh para sahabat
ini adalah system khalifah. Dalam bentuk pemerintahan, system khalifah, bentuk
kekuasaannya tidak dijalankan secara demokrasi, tetapi secara turun temurun atau
penunjukan. Dari seseorang yang berkuasa disebut khalifah Ibnu Khaldum (1406M)
mengatakan kekhalifahan maupun kerajaan adalah khilafah Allah diantara manusia bagi
pelaksanaan segala peraturan diantara manusia. Al Mawaidi (1058M) dalam bukunya Al-
Ahkam Al-Shultaniyah mengatakan bahwa pemilihan atau penunjukan khalifah mesti diikuti
bai’at masyarakat. Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya Al Khalifah Al Amanah
menyatakan system khalifah perlu untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
Sebagai umat islam yang menjadikan para sahabat sebagai suri tauladan, tentunya kita
harus mencontoh ajaran dan tindakan mereka. Pada inti permasalahannya setiap
pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan
yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan
rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan
yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam.
2.3 Pandangan Islam Tentang Perang Negara Islam Dengan Negara Barat
Politik luar negeri tidak dapt terlepaskan dari politik islam. Hal ini dikarenakan untuk
memenuhi kepentingan masyarakat di negeri sendiri serta kepentingan negara dan bangsa
lain. Politik luar negeri islam menurut Ali Abdul Halim Mahmud (1998) terdiri atas dasar-
dasar kuat yang mempunyai tujuan yang sudah jelas. Antara lain:
1. Menyebarkan dakwah keseluruh dunia.
2. Mengamankan batas-batas territorial negara dan umat islam dari fitnah dan gangguan-
gangguan musuh.
3. Mengaplikasikan system jihad fi sabilillah untuk menegakkan kalimat Allah swt.
Politik luar negeri islam yang mengatur hubungan negara dengan rakyatnya serta instansi
yang ada dibawahnya dengan organisasi kenegaraan lainnya. Adapun prinsip-prisip yang
digunakan dalam politik luar negeri islam:
1. Pokok dalam hubungan negara adalah perdamaian.
2. Tidak memutuskan hubungan damai antar negara kecuali karena alasan yang mendesak
atau darurat.
3. Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri tetap dalam keadaan damai dan menjamin
kedamaian itu.
4. Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri perang dengan tujuan mengurangi
penderitaan.
5. Membuat syarat-syarat bila negara mau diakuai negara lain.
6. Megumumkan ketentuan-ketentuan perang bila sampai itu terjadi agar tetap pada tujuan
yang benar.
Politik luar negeri islam berlangsung dalam keadaan damai dan perang. Dalam hubungan
politik damai antar negara harus mampu menjaga keamanan, kepercayaan dan perdamaian.
Sedangkan dalam politik luar negeri islam dalam keadan perang adalah hanya boleh terjadi
apabila dalam hubungan politik tersebut ada upaya memerangi islam, menghalangi dakwah
dan mereka yang menyerukan untuk tidak mendengarkan dakwah. Berikut merupakan
prinsip politik luar negeri islam yang berlangsung damai: menjaga berdamaian, menegakkan
keadilan, memenuhi janji, menjaga hak-hak dan kebebasan no muslim, serta melakukan
tolong menolong kemanusiaan dan saling toleransi.
Sementara islam membenci peperangan. Perang hanya akan menimbulkan kesedihan,
keruskan, penghancuran dan pembunuhan. Adapun prinsip-prinsip luar negeri islam dalam
keadaan perang adalah:
1. Menentukan tujuan perang. Perang dalam islam bukan semata-mata adanya keinginan
untuk perang namun dikarenakan oleh sebab karena ingin mencapai tujuan tertentu. Dalam
islam tujuan perang itu antar lain: menahan serangan musuh dan melawan kedzaliman dan
mengamankan dakwah yang membawa kebajikan untuk seluruh umat.
2. Melakukan persiapan. Suatu negara harus selalu berada dalam kekuatan dan persiapan
dalam menahan perang dan mencegah perang itu terjadi.
3. Tidak meminta bantuan musuh untuk mengalahkan musuh. Umat islam harus berhati-hati
agar tidak tertipu oleh musuh yang menampakkan senang dengan landasan-landasan islam,
padahal sejatinya dia ingin menghancurkan landasan islam itu sendiri. Jika hal demikian
terjadi maka akan berakibat lebih fatal lagi terhadap umat islam.
4. Menepati perjanjian dan persetujuan. Menepati perjanjian atau persetujuan dalam
perang adalah sama dalam keadaan damai. Tidak boleh makukan pelanggaran dalam
perjanjian kecuali dalam keadaan yang darurat.
5. Menjalankan hukum dan adab islam dalam perang. Islam membuat hukum-hukum, syarat
serta etika yang tidak boleh dilanggar oleh umat islam dan pemimpin. Diantaranya: a.
Dilarang membunuh wanita, anak kecil dan ornag tua kecuali orang tersebut turut
memerangi islam dengan tipu muslihatnya, b. dilarang membunuh seseorang dengan
khianat tanpa mengumumkan terlebih dahulu sikap perang, c. dilarang merusak jenazah
musuh sekalipun hal yang sama dilakukan terhadap jeazah orang muslim, d. mengubur
mayat-mayak musuh sebagai penghormatan terhadap kemanusiaan, e. memperlakukan
tawanan dengan baik.
Dengan demikian jelaslah sudah islam sangat membenci adanya peperangan. Dengan
siapapun itu kelompoknya. Karena peprangan hanya akan menimbulakan adanya kerusakan,
kehancuran dan pendritaan. Namun islam juga memperbolehkan adanya perang namun
dengan sebab yang sudah pasti sesuai dengan aturannya. Walaupun demikan perang yang
dilakukan oleh umat muslim tetap harus berpegang terguh dengan prinsip serta hukum-
hukum islam yang berlaku. Sehingga bilaman perang tersebut terpaksa harus dilakakukan
aka memberikan kemaslahatan bagi umat muslim itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut
berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik
islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah
dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati
Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi
pengertian politik islam dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang
sangat bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan
segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan
memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat melindungi,
mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang
tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi
adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam.
Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain.
Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang
sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang inipun
telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak sembarangan
perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh
umat.
DAFTAR PUSTAKA
Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya; Malang

Materi Tambahan :
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-
buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al
Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur
perkara).
Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan
pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam
realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat
mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan
orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masûsah) bila
pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila
pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik
merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah
petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : “Adalah Bani
Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi
wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah” (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu
makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti
memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa
pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu
mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan
dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba)
Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin
maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Al Hakim)
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Ia menjawab :
“Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa” (HR. Ahmad).
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat
Muslim.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat
dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang
dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau
dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan
penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi
dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono
mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan,
dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai
pemerintahan yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis
bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama
itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang
merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian,
sayangnya, sadar atau tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya
ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang
digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah,
hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.
Dalam term keislaman politik identik dengan siasah. Secara etimologis siasah artinya
mengatur,aturan,dan keteraturan.Fiqih siasah adalah hukum islam yang mengatur sistem
kekuasaan dan pemerintahan. Politik sendiri artinya segala urusan dan tindakan (kebijakan,
siasat, dan sebagainnya) mengenai pemerintahan suatu negara lain. Politik dapat juga
berarti kebijakan atau cara bertindak suatu negara dalam menghadapi atau menangani
suatu masalah.
Garis-garis besar siasah Islam meliputi tiga Aspek:
1. siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siassah Dauliyyah (Hukum politik yang mengatur hubngan antara satu negara dengan
negara lain.)
3. Siasah Maliyyah (Hukum politik yang mengatur sistem ekenomi negara).
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi menurut siasah Islam ada pada Allah. Kedaulatan
yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di
masyarakat dalam konsep islamberada di tangan Tuhan.Gambaran kekuasaan dan kehendak
Tuhan tertuang dalam Al-quran dan sunnah Rasul.Oleh karena itu penguasa tidaklah
memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifa) Allah di muka bumi yang berfungsi
untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Kekuasaan adalah amana Allah
yang di berikan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya.pemegang amanah
haruslah menggunakan kekuasaannya itu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan prinsip-
prinsipdasar yang di tetapkan al-Quran.
kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid yang
terkandung dalam konsep khilafah memberikan kearangka yang dengannya para
cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap
demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan
rakyat,tekanan pada kesamaan derajat manusia,dan kewajiban, sebagai pengemban
pemerintah.Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak
memberikan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial politik.Demokrasi
Islam dianggapsebagai sistemyang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama
berakar, yaitu musyawarah(syura),persetujuan(ijma’),dan penilaian interpretatif yang
mandiri (ijtihad). seperti banyak konsep dalam tradisi barat,istilah-istilah initidak selalu
dikaitkan engan pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks dalam wacana muslim
dewasa ini . Namun lepas dari konteks dan pemakaian lainnya, istilah-istilah inisangat
penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi di kalangan masyarakat muslim (John
L.Esposito dan Jhon 0. Voll,1999:33)
Makalah PAI ( Sistim Politik Dalam Islam )

“SISTEM POLITIK DALAM ISLAM”

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

DISUSUN OLEH :

2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya, Sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah Agama Islam yang berjudul
“Sistem Politik Dalam Islam”.
Makalah ini ditujukan guna memenuhitugas makalah untuk presentaSI yang diberikan
oleh
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik
dalam penyusunan maupun pengolahan data. Dan tanpa adanya bantuan dari semua pihak,
penulisan ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, dosen
Pendidikan Agama Islam 1, teman-teman, anggota kelompok, dan juga semua pihak yang
telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan
satu persatu namanya.
Semoga Allah SWT membalas segala jerih payah dan bantuan yang diberikan kepada
Penulis.Akhir kata perkenankanlah Penulis mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya apabila dalam Makalah ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati
pembaca.Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan
Makalah ini.Penulis juga berharap Semoga Makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
Penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian, sehingga diharapkan pengetahuan dalam
sistem politik dan demokrasi di Indonesia dapat berasaskan keislaman.

September 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i
DAFTARISI ………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Politik Islam………………………………………………………………. 2
B. Politik Islam 3-5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7
PENDAHULUAN

Di antara fenomena yang disadari oleh sebagian pengkaji teori-teori politik secara umum,
adalah: adanya hubungan yang erat antara timbulnya pemikiran-pemikiran politik dengan
perkembangan kejadian-kejadian historis .Jika fenomena itu benar bagi suatu jenis atau
madzhab pemikiran tertentu, dalam bidang pemikiran apapun, hal itu bagi pertumbuhan
dan perkembangan teori-teori politik Islam amatlah jelas benarnya.Teori-teori ini terutama
pada fase-fase pertumbuhan pertamanya berkaitan amat erat dengan kejadian-kejadian
sejarah Islam.Hingga hal itu harus dilihat seakan-akan keduanya adalah seperti dua sisi dari
satu mata uang. Atau dua bagian yang saling melengkapi satu sama lain. Sifat hubungan di
antara keduanya berubah-ubah, terkadang pemikiran-pemikiran itu tampak menjadi
penggerak terjadinya berbagai kejadian, dan terkadang pula kejadian-kejadian itu menjadi
pendorong atau rahim yang melahirkan pendapat-pendapat itu. Kadang-kadang suatu teori
hanyalah sebuah bias dari kejadian yang berlangsung pada masa lalu. Atau suatu
kesimpulan yang dihasilkan melalui perenungan atas suatu pendapat yang telah diakui pada
masa sebelumnya. Atau bisa pula hubungan itu berbentuk lain.
Karena adanya hubungan antara dua segi ini, segi teoretis dan realistis, maka jelaslah
masing-masing dari kedua hal itu tidak dapat dipahami tanpa keberadaan yang lain. Metode
terbaik untuk mempelajari teori-teori ini adalah dengan mengkajinya sambil diiringi dengan
realitas-realitas sejarah yang berkaitan dengannya.Secara berurutan sesuai dengan fase-fase
perkembangan historisnya yang sekaligus merupakan runtutan alami dan logisnya.Sehingga
dapat dipahami hakikat hubungan yang mengkaitkan antara dua segi, dapat memperjelas
pendapat-pendapat, dan dapat menunjukkan bumi yang menjadi tempat tumbuhnya
masing-masing pemikiran hingga berbuah, dan mencapai kematangannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Politik Islam


Di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah (661-850 Masehi), pemikiran politik Islam
didominasi oleh perdebatan tentang sistem pemerintah atau lebih tepatnya hubungan
khalifah dan Negara.Kedua dinasti Islam ini cenderung menganut sistem pemerintahan atau
system politik yang tidak memisahkan agama dan Negara.Bahkan agama yang
direpresentasikan oleh khalifah cenderung mensubordinasi Negara atau kehidupan politik di
kedua dinasti.
Tapi, sejak kira-kira 850 M, pemikiran dan praktek politik yang dominan di dunia muslim
adalah yang memisahkan agama dan Negara. Kekuasaan dibagi antara sultan yang mengatur
urusan militer serta menegakkan hukum dan ketertiban dan ulama yang mengatur urusan
social dan keluarga.
Sejak 1000-1200 M, para pemikir muslim seperti Al-Mawardi, Nizam Al-Mulk, Al-Ghazali,Ibn
Rusyd serta Al-Razi menawarkan pemikiran politik jalan tengah atau pemikiran politik
keseimbangan. Di masa-masa tersebut, sultan dan ulama saling bekerja sama dan saling
tergantung.
Namun, pada 1220-1500 M, ide penyatuan agama dan politik kembali mendominasi
pemikiran para pemikir muslim. Pemikir muslim yang paling menonjol pada masa itu yang
menganjurkan pemerintahan berdasarkan syariat adalah Ibn Taimiyah. Dimana masa itu
disebut sebagai masa “syariat dan pedang”.
Puncak pemerintahan berdasarkan syariat berlangsung pada masa kerajaan-kerajaan
modern yang meliputi Dinasti Utsmani, Dinasti Safawi dan Dinasti Mogul.Tentu daja Dinasti
Utsmani yang berpusat di Turki menjadi dinasti paling terkemuka.Dinasti ini disebut Khilafah
Islamiyah.Namun, dinasti ini mengalami kemunduran dan dibubarkan pada tahun
1924.Kemunduran ini menandai mulai berpengaruhnya pemikiran politik Barat.Para pemikir
yang diidentifikasi sebagai pemikir liberal bermunculan. Mereka antara lain Jamaluddin Al-
Afghani dan Muhammad Abduh yang menganut paham pemisahan agama dan politik.
Berpijak pada kemajuan Barat, para pemikir muslim ini menawarkan pemikian modernisme.
Masa ini disebut sebagai abad modernisme.
Tapi kemajuan barat dewasa ini memunculkan reaksi di kalangan Islam fundamentalis.
Pemikir Islam fundamentalis paling terkemuka adalah tokoh Ikhwanul Muslim, Al-Maududi,
serta sayyid Qutb. Mereka menginginkan kehidupan masyarakat muslim dewasa ini
mencontoh kehidupan di masa Nabi atau setidaknya masa kejayaan dinasti-dinasti di masa
awal Islam. Itu berarti mereka menginginkan tidak adanya pemisahan agama dan politik.
Islam boleh jadi agama yang paling kaya dengan pemikiran politik dimana pemikiran politik
Islam terentang mulai masalah etika politik, filsafat politik, agama, hukum, hingga tata
Negara. Politik Islam juga dipengaruhi oleh pemikiran politik Plato, Aristoteles dan Iran
kuno. Tapi keragaman khazanah pemikiran politik Islam itu bisa dikatakan bermuara pada
pemikiran tentang hubungan agama dan negara. Ada pemikiran para pemikir muslim yang
menginginkan pemisahan Islam dan politik sebagai pemikiran politik Islam dan pemikiran
yang menghendaki penyatuan Islam dan politik sebagai pemikiran Islam politik. Sejak
Revolusi Perancis agama Kristen relatif telah selesai membahas hubungan gereja dan
Negara bahwa gereja harus terpisah dari Negara, Islam masih berkutat pada persoalan yang
satu ini sejak zaman Nabi hingga zaman kini.
Pada zamannya, Nabi membentuk sebuah komunitas yang diyakini bukan hanya
komunitas agama, tapi juga komunitas politik. Nabi berhasil menyatukan berbagai
komunitas kesukuan dalam Islam. Di Madinah, tempat hijrah Nabi, beliau berhasil
menyatukan komunitas sosial, yakni kaum pemukim dan kaum pendatang. Lebih dari itu, di
Madinah, Nabi juga berhasil mengatur kehidupan kaum muslim, nasrani serta Yahudi dalam
komunitas “Negara Madinah” atau “masyarakat Madinah”.
Komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah inilah yang belakangan kerap dirujuk oleh para
pemikir muslim, baik yang liberal maupun yang fundamentalis sebagai masyarakat Islam
ideal. Pemikir liberal lebih suka menyebut komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah
sebagai “masyarakat madani”, sedangkan mereka yang fundamentalis lebih nyaman
menyebut “Negara Madinah”.
B.Politik Dalam Islam

Di dalam Islam kekuasaan politik kait mengait dengan al-hukm, perkataan al-hukm dan kata-
kata yang terbentuk dari kata tersebut dipergunakan 210 kali dalam Al-Qur‟an. Dalam
bahasa Indonesia, perkataan al-hukm yang telah-dialih bahasakan menjadi hukum intinya
adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan atau vonis
(pengadilan).

Politik Islam = Fiqh Siyasah


Secara harfiyah dapat diartikan sebagai mengurus, mengendali atau memimpin
sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu„alaihi wa-sallam:

“Adapun bani israil dipimpin oleh nabi mereka”

Dalam Agama Islam, bukan masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja yang dibahas. Akan tetapi
tentang kemaslahatan umat juga dibahas dan diatur dalam Islam, dalam kajian ini salah
satunya adalah Politik Islam yang dalam bahasa agamanya disebut Fiqh Siyasah.
Fiqh Siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas mengenai
ketatanegaraan Islam (Politik Islam). Secara bahasa Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum
Islam yang bersifat amali melalui dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan Siyasah adalah
pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijaksanaan, pengurusan, dan
pengawasan.
Sedangkan Ibn Al-Qayyim mengartikan Fiqh Siyasah adalah segala perbuatan yang
membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemudharatan,
serta sekalipun Rasullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah menetapkannya pula.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Fiqh Siyasah adalah hukum yang mengatur
hubungan penguasa dengan rakyatnya. Pembahasan diatas dapat diartikan bahwa Politik
Islam dalam kajian Islam disebut Fiqh Siyasah.

Fiqh Siyasah ini menurut Pulungan (2002, hal:39) terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata. Arti Siyasah dapat
kita lihat di pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau
peraturan.Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara
dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.Sedangkan Ibn
Al-Qayyim mengartikan Fiqh Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih
dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemudharatan, serta sekalipun Rasullah
tidak menetapkannya dan bahkan Allah menetapkannya pula.

2. Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu Siyasah
Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan negara.
Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara
untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta
kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan (2002, hal:40) yang mengatak bahwa
Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak,
serta Baitul Mal.Dari pembahsan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-
hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat baitul
mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

3. Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta kekuasaan.
Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk mengatur
negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi
tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga
mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan
kaum Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada
pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara. Hal ini
sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari negara lain.

4. Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat atau
genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan serta
peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah atau kepala negara
mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah
perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang,
harta rampasan perang, dan masalah perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).
Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah perdamaian saling
membantu dalam kebaikan

BAB III
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan :
1. Semua sumber politik islam yang kita pelajari adalah bersumber dari Alquran dan
Hadist.
2. Politik islam dipengaruhi pemikiran politik seperti etika politik, filsafat politik, agama,
hukum, hingga tata Negara. bisa dikatakan bermuara pada pemikiran tentang hubungan
agama dan negara.
3. Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didomisili oleh orang-orang
Islam yang menahami dan mengamalkan Islam secara baik, yang merupakan hasil
penerapan dari siyasah.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Langkah politik yang diambil kalangan Islam dalam menanggapi perubahan situasi
politik nasional era reformasi memang tidak berbeda jauh dengan pendahulunya. Kalangan
Islam mampu berdampingan dengan demokrasi sebagai bentuk sistem politik modern.
Tetapi cukup mengecewakan keadaan kalangan Islam saat ini lebih banyak mengikutialur
perpolitikan ketimbang pembuat alur. Selain itu, pertimbangan kekuatan politik di parlemen
menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah-langkah perjuangan penegakan syariat. Bila
posisi politik di MPR mendukung (Islam sebagai mayoritas), wakil-wakil gerakan Islam atau
kalangan Islam akan membuat aturan-aturan perundang-undangan yang sesuai dengan
ajaran Islam. Kalau tidak, mereka tidak memaksakan dan akan menerimaaturan walaupun
berlainan dengan ajaran agamaIslam. Sehingga sangat mengesankan sikap pragmatisme
kalangan Islam.
2. Umat Islam di Indonesia seharusnya berani untuk mengambil alih pemerintahan
sehingga nilai-nilai Islam akan terwujud di masyarakat Indonesia sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

 Erwina, Brigita Win. 2010. Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam
Perspektif Islam. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Yogyakarta
 AlFajri Asbahri 2010. Makalah Sistem Politik dan Demokrasi dalam islam. Institut
Teknologi Bandung. Bandung
 Black,Antony.2001.The History of Islamic Political Thought : From the Prophet to the
Present.Edinburgh University Press.
 Ali, Abdullah dan Mariana Arietyawati.2006.Terjemahan : Pemikiran Politik Islam dari
Masa Nabi hingga Masa Kin .Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta.
 Erwina, Brigita Win. 2010. Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam
Perspektif Islam. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Yogyakarta
 http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab11-
agama_islam_dan_politik.pdf
 kamusbesarbahasaindonesia.org
http://kumpulanmakalahjurusanpendidikan.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pai-sistim-
politik-dalam-islam.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Umat muslim dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai
pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam
menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan
dan ancaman termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits
permasalahan politik juga tertuang di dalamnya.
Prinsip-prinsip dasar politik adalah: pertama, kedaulatan, yakni kekuasaan itu merupakan
amanah. Kedaulatan yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Kepercayaan itulah yang
merupakan satu-satunya titik awal dari filsafat politik dalam Islam. Kedua, syura dan ijma’
yakni mengambil keputusan di dalam semua urusan kemasyarakatan dilakukan melalui
konsensus dan konsultasi dengan semua pihak yakni raky at melalui pemilihan secara adil,
jujur, dan amanah. Ketiga, semua warga negara dijamin hak-hak pokok tertentu. Keempat,
hak-hak negara. Kelima, hak-hak khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-
Muslim—memiliki hak-hak sipil yang sama. Keenam, ikhtilaf dan konsensus yang
menentukan. Perbedaan-perbedaan pendapat diselesaikan berdasarkan keputusan dari
suara mayoritas yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat. Prinsip mengambil keputusan
menurut suara mayoritas ini sangat penting untuk mencapai tujuan bersama.
Para pakar politik dan hukum Islam yang menguraikan prinsip-prinsip negara dalam syari’at
Islam sangat bervariasi. Namun dari uraian di atas cukup representatif untuk
memformulasikan bahwa prinsip-prinsip negara dalam Islam itu adalah : 1) prinsip tauhid
(kekuasaan/jabatan pemerintahan itu sebagai amanah); 2) prinsip keadilan; 3) prinsip
kedaulatan rakyat; 4) prinsip musyawarah; 5) prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality
before the law) ; 6) prinsip kebebasan rakyat; 7) prinsip persatuan; 8) prinsip persaudaraan;
9) prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi; 10) prinsip kepatuhan rakyat; 11) prinsip
perdamaian; 12) prinsip kesejahteraan; 13) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia.
Prinsip-prinsip politik tersebut mengejawantah pada periode Negara Madinah era
kepemimpinan Rasulullah. Dalam Piagam Madinah, digalang suatu perjanjian untuk
menetapkan persamaan hak dan kewajiban semua komunitas dalam kehidupan sosial
politik. Muatan piagam in i menggambarkan hubungan antara Islam dan ketatanegaraan
dan undang-undang yang diletakkan oleh Nabi SAW, untuk menata kehidupan sosial-politik
masyarakat Madinah.
Dengan mengetahui dan mempelajari tentang politik Islam, dimana semua prinsip-prinsip
yang terkandung telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, maka sepatutnya kita juga
mengikuti alur dari prinsip-prinsip politik Islam sehingga segala persoalan politik negara di
era globalisasi tidak menjadi kacau dan dapat terlaksana dengan baik.
1.2Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Politik dan kepemimpinan dalam Islam?
2.Sebutkan prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) Islam?
3.Apa saja ruang lingkup pembahasan siyasah?
4.Apa konstribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?
1.3Tujuan
1.Mengetahui pengertian politik Islam
2.Mengetahui prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) Islam
3.Mengetahui ruang lingkup pembahasan siyasah
4.Mengetahui konstribusi umat islam dalam perpolitikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik Islam
Kata politik berasal dari bahasa latin politicos atau politicus yang berarti relating to citizen
(hubungan warga negara) keduanya berasal dari kata polis (kota),dalam bahasa arab politik
diartikan dengan siyasah yang berasal dari kata saasa-yasuusu (meng emudi,mengendalikan
dan mengatur).Jadi pengertian politik secara etimologis bermakna mengurus atau
mengelola.sedangkan secara terminologi politik berarti cara dan upaya menangani masalah-
masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan
mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.
Politik menurut para ahli:
1.Ibnu Qoyyim,politik adalah sesuatu kegiatan yang menjadi umat manusia mendekat
kepada hidup maslahat dan menjauhkan dari kerusakan
2.Abdul Hamid Al Ghozali,politik adalah keahlian memerintah dan menjalankan negara.
Terdapat lima kerangka konseptual dalam memahami makna politik:
1.Sebagian usaha warga negara dalam membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama
2.Berkaitan dengan penyelenggaraan negara
3.Sebagai kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan memepertahankan kekuasaan dalam
masyarakat
4.Digunakan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
umum
5.Sebagai konflik dalam rangka mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang
dianggap penting
Berdasarkan beberapa pengertian politik diatas,dapat dirumuskan bahwa Politik Islam ialah
aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basa
solidaritas berkelompok serta penanganan urusan umat baik urusan dalam negeri maupun
luar negeri berdasarkan kaidah-kaidah syariat islam. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat Islam (baca: pemeluk agama Islam). Karena itu, mereka dalam kategori politik
dapat disebut sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme keagamaan
dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang Islam, dan istilah-istilah keislaman
dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
Umat Islam berbeda pendapat tentang kedudukan politik dalam syri’at islam:pertama
penpdapat yang menyatakan bahwa islam adalah agama yang serba lengkap,didalamnya
terdapat sistem ketatanegaraan,dengan demikian sistem ketatanegaraan yang harus
diteladani adalh sistem ketatanegaraan yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dan
para khulafaurrasyidin.Kedua agama tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan
.Dan ketiga Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan ,tetapi terdapat seperangkat tata
nilai etika bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa Nabi selain sebagai Rasul ,meminjam istilah Harun Nasution
,kepala agama,juga beliau adalah kepala negara .Nabi menguasai suatu wilayah yaitu
Yastrid(Madinah) juga sebagai pusat pemerintahannya dengan piagam Madinah sebagai
aturan kenegaraan.Setelah meninggal,digantikan Abu Bakar untuk jabatan kepala negara
hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat yang selanjutnya kepala negara tersebut dinamakan
khalifah.lalu berlanjut Umar bin Affan,Utsman dan Ali bin Abi Tholib.
Menurut Harun Nasution,khalifah yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad,tidak
memepunyai bentuk kerajaan ,tetapi lebih dekat merupakan republik,dalam arti kepala
negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun .Sebagai diketahui khalifah
pertama adalah sahabat Abu Bakar dan beliau tidak memepunyai hubungan darah dengn
sahabat Nabi Muhammad,dan juga khulafaur Rasyidin yang lainnya ,mereka adalah sahabat
nabi.
Sungguhpun demikian ,Ibnu Khaldun (1406M) secara pragmatis menerima penggabungan
dalam arti menganggap tidak ada perbedaan prinsipal antara system khalifah dengan sistem
kerajaan.Kekhalifahan maupun kerajaan adalah khalifah Allah diantara manusia bagi
pelaksanaan segala peraturan diantara manusia.
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan dan aliran –
aliran yang berbeda-beda dalam masyarakat.Dalam konsep islam,kekuasaan dan aliran-
aliran yang berbeda-beda di masyarakat.Dalam konsep Islam ,kekuasaan tertinggi adalah
Allah SWT.Ekspresi kekuasaan dan kehendak Allah te rtuang dalam Al-Quran dan sunnah
Rasul.Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuatan mutlak,ia hanyalah wakil Allah di
muka bumi dan berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan
nyata.Disampimh itu,kekuasaan Allah adalah amanah yang d iberikan kepada orang-orang
yang berhak memilikinya.Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Al Quran
dan Sunnah Rasul.
2.2Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyas ah) Islam
Prinsip-prinsip dasar siasah dalam islam meliputi ;
1.Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku
adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (QS.Al-Mu’minun;52)
2.Keharusan musyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Ny a” (QS Ali Imran : 159)
3.Selalu amanah dan menetapkan hukum secara adil
” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(QS
An Nisa’:58)
4.Mentaati Allah SWT, Rasul SAW dan ulil amri (pemeggang kekuasaan)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS.An Nisa’:59)
5.Mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat islam
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang
lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antar a keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.”(QS Al Hujurat:9)
6.Mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”(QS Al Baqoroh :190)
7.Mementingkan perdamaian dari pada permusuhan
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”(QS Al Anfal:61)
8.Meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan
Allah ni scaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).”(QS Al Anfal :60)
9.Menepati janji
” Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalk an sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.”(QS An Nahl:91)
10.Beredarnya harta pada seluruh lapisan masyarakat
” Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan han ya
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”(QS Al Hasyr:7)
11.Mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum:
a)Menyedikitkan beban (taqlil al takalif)
b)Brangsur angsur (al tadarruj)
c)Tidak menyulitkan (’adam al haraj)
2.3RuangLingkup pembahasan Siyasah
Objek pembahasan politik islam meliputi:
1.Siyasah dusturiyah (hukum tata negara),menjelaskan hubungan pemimpin dengan
rakyatnya serta institusi yang ada dinegara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk
kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri,adapun materinya:
a)Persoalan imamah,hak dan kewajibanya
b)Persoalan rakyat,status,hak dan kewajibannya
c)Persoalan baiat
d)Persoalan waliyul ahdi
e)Persoalan perwakilan
f)Persoalan ahlul halli wal aqdi
g)Wizarah dan pembagianyya
2.Siyasah dauliyah(hukum internasional),hukum internasional menurut Islam berdasarkan:
a)Kesatuan umat
b)Keadilan (al ’adalah)
c)Persamaan (al musawah)
d)Kehormatan manusia(karomah insaniyah)
e)Toleransi
f)Kerjasama manusia
g)Kebebasan dan kemerdekaan (al khurriyah) berfikir,beragama,menyatakan
pendapat,menuntut ilmu dan memiliki harta benda.
h)Perilaku moral yang baik(al akhlaq al karimah)
Pembahasan siyasah dauliyah dalam Islam berorientasi pada:
a.Damai adlah azas hubungan internasional
b.Memperlakukan tawanan perang secara manusiawi
c.Kewajiban suatun negara terhadap negara lain
d.Perjanjian internasional
e.Perjanjian yang berjangka panjang (mu’abbad) dan jangka menengah atau sementara
(muaqqat)
f.Perjanjian terbuka dan tertutup
g.Perjanjian dengan orang asing
Secara khusus siyasah dauliyah membahas hubungan internasional dalam kondisi perang
yang berkisar antara lain
a.Sebab sebab terjadinya perang ,untuk mempertahankan diri atau melindungi hak negara
yang sah dan dilanggar oleh negara lainnya tanpa sebab yang tidak dapat diterima
b.Aturan aturan dalam perang;pengumuman perang,etika dan peraturan perang seperti
dilarang membunuh anak anak dan wanita,dilarang membunuh orang tua yang tidak ikut
berperang,tidak merusak pepohonan,tidak merusak binatang ternak,ikhlas dan berani
dalam berperang dan tidak melampaui batas.
3.Siasah maaliyah (hukum yang mengatur pemasukan ,pengelolahan dan pengeluaran uang
milik negara)antara lain:
a.Prinsip kepemilikaharta
b.Tanggung jawab sosial yang kokoh(diri sendiri,keluarga,masyarakat dll)
c.Zakat (seperti zakat hasil bumi,emas,perak,ternak dan zakat fitrah)
d.Harta karun
e.Pajak(kharaj)
f.Harta yang ditinggal pemilik yang tidak memiliki waris
g.Jizyah
h.Ghanimah dan fai
i.Beracukai barang import
j.Eksploitasi sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan
2.4 Kontribusi Umat Islam terhadap kehidupan Politik di Indonesia
Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah
memberikan konstribusi yag cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia.
Pertama ditandai dengan munculnya partai-partai berasaskan Islam serta partai nasionalis
berbasis umat islam dan kedua dengan ditandai sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik islam
dan umat islam terhadap keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, sejak proses awal
kemerdekaan , hingga sekarang jaman reformasi.
Berkaitan dengan keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat
islam agar tidak mempertentangkan pancasila dengan islam. Dalam pandangan islam,
perumusan pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran
karena nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang
terdapat dalam Al-Quran. Demi keutuhan dan p ersatuan kesatuan bangsa, umat islam rela
menghilangkan tujuh kata dari sila kesatu dari Pancasila yaitu kata-kata ” kewajiban
melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluknya”.
Umat islam Indonesia dapat menyetujui kesepakatan pancasila dan UUD 1945 setidak-
tidaknya atas 2 pertimbangan : pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh Ajaran Islam; kedua,
fungsinya sebagai noktah-noktah kesepakatan antar berbagai golongan untuk mewujudkan
kesatun politik bersama.
Islam merupakan agama yang serba lengkap,selain mencakup persoalan spiritual juga
politik.Oleh karena itu,umat Islam melalui ajarannya telah memberikan konstribusi yang
dapat dikatakan cukup signifikan terhadap kehidupan politik dunia internasional maupun
nasional.
Islam telah membentuk Civic Culture,yaitu budaya bernegara yang meliputi solidaritas
nasional,ideologi jihad dan kontrol sosial.sambungan tersedut berujung pada keutuhan
negara serta terwujudnya persatuan dan kesatuan.hal ini menghasilkan banyaknya partai
politik yang berbasis idiologi Islam yang baik langsung maupun tak langsung dan
terpengasruhinyas sistem politik pemerintahan Indonesia yang dilandasi nilai nilai
keislaman.
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan
nilai dan basis solidaritas berkelompok serta penanganan urusan umat baik urusan dalam
negeri maupun luar negeri berdasarkan kaidah-kaidah syariat islam. Sedangkan dalam arti
terminologi politik is lam identik denga siasah (mengatur). Prinsip-prinsip dasar siasah dalam
islam meliputi mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, keharusan musyawarah dalam
menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah,selalu amanah dan menetapkan hukum secara
adil,mentaati Allah SWT, Rasul SAW dan ulil amri (pemeggang kekuasaan),mendamaikan
konflik antar kelompok dalam masyarakat islam,mempertahankan kedaulatan Negara dan
larangan melakukan agresi dan invasi, mementingkan pe rdamaian dari pada permusuhan,
meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan, menepati janji dan
beredarnya harta pada seluruh lapisan masyarakat.
Di dalam objek pembahasan politik islam meliputi:Siyasah dusturiyah (hukum tata negara)
Siyasah dauliyah(hukum internasional) Siasah maaliyah (hukum yang mengatur pemasukan
,pengelolahan dan pengeluaran uang milik negara). Islam merupakan agama yang serba
lengkap,selain mencakup persoalan spiritual juga politik.Oleh karena itu,umat Islam melalui
ajarannya telah memberikan konstribusi yang dapat dikatakan cukup signifikan terhadap
kehidupan politik dunia internasional maupun nasional. Islam telah membentuk Civic
Culture,yaitu budaya bernegara yang meliputi solidaritas nasional,ideologi jihad dan kontrol
sosial
3.2Saran
Demikianlah makalah yang mengulas tentang sitem politik islam ini masih penuh dengan
kekurangan kekurangan. Semoga di masa depan sistem politik islam dapat lebih di pahami
dan di terapkan tidak hanya sebagai kover namun juga menjadi acuan dalam berpolitik agar
dalam berpolitik kita dapat sesuai ketentuan Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Fanani, Sunan.2010.Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi.Surabaya:PT. Al-Maktabah
http://ainuamri.wordpress.com/2009/01/02/konsep-sistem-politik-islam-demokrasi-islam-
partai-islam-politik-islami-demokrasi-islami-partai-islami-pemilu-islami-negara-islam-
negara-islami-pemerintahan-islam-pemerintahan-isla/ Diakses tanggal 16 Oktober 2010
pukul 05:31 am
http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/8/PRINSIP-PRINSIP_POLITIK_ISLAM. Diakses
tanggal 16 Oktober2010 pukul 05:55 am

http://dokumen.tips/documents/makalah-sistem-politik-islam.html
makalah sistem politik islam

Makalah Pendidikan Agama islam


Sistem politilk dalam islam

Disusun oleh:
· Iskandar sadli
· Salmin Mansyur
· Marsabela Paputungan
· Iyen

FAKULTAS ILMU SOSIAL


PENDIDIKAN PKn
Universitas Negeri Gorontalo
Tahun 2015

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya Tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan makalah
Pendidikan Agama Islam ini. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas Pendidikan
Agama Islam.Makalah ini juga menguraikan beberapa materi mengenai Sistem Politik dalam
Islam dan juga untuk mempermudah pemahaman kepada kita semua, khususnya
mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyampaikan terimakasih kepada yang
turut serta membantu dalam penyelasaian makalah ini baik moril maupun materil. Kepada
para orangtua dari kami yang telah memberi support dan motivasi untuk pembuatan
makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami, kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari hasil
makalah ini.Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang
berguna bagi kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusunmakalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..........
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..…..
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….
A. Latar belakang ………………………………………………………………..
B. Rumusan masalah …………………………………………………………….
C. Tujuan ………………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................
A. Pengertian sistem politik islam …….…………………………………….....…
B. Asas-asas politik islam ..…………… ………………….. ….
C. Nilai-nilai dasar sistem politik dalam al-qur’an …………………………….......
D. Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional ….….. ….…

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN………………………………………………………………...
B. SARAN……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda.Namun, Islam memiliki aturan
politik yang bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an memang aturan politik tidak
disebutkan, tetapi sistem politik pada jaman Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.
Indonesia adalah salah satu negara Islam terbesar di dunia, namun bila dikatakan negara
Islam, dalam prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem pemerintahan baik itu
politik maupun demokrasinya. Hal itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan
manusia di Indonesia, terutama pada sistem yang berlaku dalam pemerintahan Indonesia.
Contoh kecil adalah banyaknya pelaku korupsi yang dikarenakan kurang transparannya
pemerintahan di indonesia. Hal tersebut di atas membuat penulis membahas tentang
sistem politik dalam islam.
Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan politik di
dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan
sejarah sistem politik di masa Rasulullah SAW.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Apa pengertian sistem politik Islam?
2. Apa asas-asas yang digunakan di politik islam ?
3. Bagaimana nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimna Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari Sistem Politik Islam.
2. Mengetahui asas-asas yang digunakan dipolitik islam.
3. Mengetahui nilai-nilai dasar politik islam dalam al-qur’an
4. Mengetahui Prinsip-prinsip Hukum Antar Agama atau Hukum Internasional

Bab 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POLITIK ISLAM
Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system, artinya perangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang
teratur dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada mulanya berasal
dari bahasa Yunani atau Latin, politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen.
Keduanya berasal dari kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata politik diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya)
mengenai pemerintahan”. Kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW, berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah
SWT. Sedangkan secara harfiyah, Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasah yang dapat diartikan
sebgai mengurus, mengendali atau memimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“ Adapun Bani Israel dipimpin oleh Nabi mereka “


Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas mengenai
ketatanegaraan dalam Islam (Sistem Politik).Dengan demikian, sistem politik Islam adalah
sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam.
Islam memang memberikan landasan kehidupan umat manusia secara lengkap, termasuk di
dalamnya kehidupan politik. Tetapi Islam tidak menentukan secara konkrit bentuk
kekuasaan politik seperti apa yang diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian terjadi
perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam. Dalam
bahasa Arab politik disebut siyasah, sehingga dalam keislaman politik diidentik dengan kata
tersebut.secara etimologis siyasah artinya mengatur,aturan dan keteraturan.Fiqih siyasah
adalah hukum islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Dalam islam,
negara didirikan atas prinsip-prinsip tertentu yang ditetapkan Al-qur'an dan Sunnah Nabi
Muhammad S.A.W. Adapun prinsip-prinsip pemerintahan islam adalah :
1. Bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena Ia yang
menciptakannya. Maka,hanya Allah yang harus ditaati, orang dapat ditaati
bila Allah memerintahkannya.

2. Bahwa Hukum Islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi, sedangkan Sunnah Nabi merupakan penjelasan otoratif tentang al-qur’an

Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya di terjemahkan dengan kata
siyasah.Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa diartikan mengemudi,
mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar kata yang sama, ditemukan kata sus,
yang berarti penuh kuman, kutu atau rusak, sementara dalam al-Qur’an tidak ditemukan
kata yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa al-Qur’an
tidak menguraikan masalah sosial politik.
Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya ilmiah dalam bidang politik dengan
menggunakan al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu Taimiyah (1263-
1328) menamai salah satu karya ilmiahnya dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (Politik
Keagamaan).Uraian al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-
ayat yang menjelaskan tentang hukum.Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi atau
melarang dalam rangka perbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata hikmah, yang
pada mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais-
siyasah, yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali dan cara pengendalian (M.
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, 1997 :
417).
Kata siyasah,sebagaimana dikemukakan diatas, diartikan dengan politik, dan juga
sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat. Disisi lain, terdapat persamaan makna
antara kata hikmah dan politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai
kebijaksanaaan, atau kemampuan menangani suatu masalah, sehingga mendatangkan
manfaat atau menghindarkan madharat. Dengan demikian, sistem politik Islam adalah suatu
konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan
Negara,: siapa pelaksana kekuasan tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk
menentukan kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada
siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab, dan bagaimana bentuk tanggung jawab
berdasarkan nilai-nilai agama Islam (sesuai dengan ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an, Hadist dan
Ijtihad).
Umat islam berbeda pendapat tentang kedudukan politik dlam syari’at islam. Pendapat
pertama menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang sempurnah dan lengkap
dengan pengaturan bagi segalah aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
Didalamnya juga terdapat antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Dalam bahasa lain,
sistem politik atau juga disebut fikih siasah merupakan bagian integral dari ajaran islam.
Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani
adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad S.A.W. Dan oleh para khulafah
al-rasyidin yaitu sistem khalifah.
Kedua, kelompok yang berpenditrian bahwa islam adalah agama yang berpendirian barat.
Artinya agama tidak ada hubunganhya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
muhammad hanyalah seorang rasul seperti rasul-rasul lain yang bertugas menyampaikan
risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak ditugaskan untuk mendirikan dan memimpin
suatu negara.
Aliran ketiga menolak bahwa islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat
didalamnya segalah sistem kehidupan termasuk sistem ketatanegaraan, tetapi juga menolak
bahwa islam sebagai pandangan barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan
tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan,
tetapi terdapat seperangkat nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul, meminjam istilah harun nasution,
kepala agama, juga beliau adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yasrib
kemudian menjadi al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligus menjadi pusat
pemerintahanya dengan piagam madinah sebagai aturan dasar kenegaraan. Sepeninggalan
nabi, kedudukan beliau digantikan dengan abubakar yang hasil kesepakatan tokoh-tokoh
para sahabat,selanjutnya disebut “khalifah” . sistem “khalifah” ini berlangsung hingga
kepemimpinan berada dikekuasaan khalifah terakhir, ali “karrama allahu wajhahu”. Sistem
pemerintahan selepas ali mengambil bentuk kerajaan, meskipun raja-raja yang menjadi para
penguasa menyatakan dirinya sebagai khalifah.
Dalam sistem kerajaan khalifah bukan dipilih secara demokratis melainkan diangkat secara
turun-temurun. Sistem kerajaan ini berlangsung hinggah abad ke-17 saat turki usmani mulai
mengalami kekalahan dari bangsa Eropa. Akhir abad ke -17 hampir semua negara islam
masuk dalam penjajahan barat. Lama penjajahan disatu negara dengan negara lainnya tidak
sama. Awal abad ke-19 negara-negara islam mulai melapaskan diri satu-persatu dari
kolonialisme barat. Dan dalam waktu yang bersamaan muncullah nasionalisme-
nasionalisme. Sistem pemerintahan bagi negara yang baru melepaskan diri dari kolonialisme
berbeda-beda. Ada yang muncul mengambil bentuk kerajaan, keemira, kesultanan, dan ada
juga yang muncul dengan bentuk presidensial kabinet atau parlementer kabinet.
Menurut harun nasution, khalifah (pemerintah) yang timbul sesudah wafatnya nabi
muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajan tapi lebih dekat merupakan republik, dalam
arti kepalah negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.
Secara pragamatis menerima penggabungan dalam arti menganggap tidak ada perbedaan
prinsipil antara sistem khalifa allah dan sistem kerajaan, dan selanjutnya ia menyatakan :
kekhilafahan maupun kerajaan adalah khilafah allah diantara manusia.

B. ASAS-ASAS POLITIK ISLAM


· HAKIMIYAAH ILAHIYYAH
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam
sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa
terasutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan
Uluhiyyah.

· RISALAH
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi
Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas yang penting dalam sistem
politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi
Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan,
mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.

· KHILAFAH
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil
Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah
melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini,
maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah
yang menjadi Pemilik yang sebenar.

C. NILAI-NILAI DASAR SISTEM POLITIK DALAM AL-QUR’AN

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran
tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam
pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :

a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.


“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku
adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.

b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.

c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S.
an-Nisa: 58)”.
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S.
An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.

“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara
kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang
lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah.
Maka jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah
berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan
invasi.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui
batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.

i) Keharusan menepati janji.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.

l) keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal:


ü Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
ü Berangsur-angsur (al-tadaruj)
ü Tidak menyulitkan (adam al-haraj)

D. PRISIP HUKUM ANTAR NEGARA ATAU HUKUM INTERNASIONAL


Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan ajaran Allah kepada seluruh umat
manusia tanpa dibatasi oleh wilayah, perbedaan ras dan warna kulit, bahasa dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Setiap orang di penjuru dunia manapun yang beriman
kepada Allah dalam arti menempatkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai acuan,
paradigma hidupnya, maka orang tersebut adalah umat Nabi Muhammad SAW. Begitu juga
negara manapun yang melandaskan sistem perundang-undangannya berdasarkan al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, maka negara tersebut adalah negara Islam.
Namun dalam kenyataannya kita juga saling berhubungan dengan negara lain yang harus di
jalin dengan baik dan benar, jadi diperlukan adanya prinsip-prinsip politik luar negeri dalam
Islam.
Hukum Islam, di samping mengatur soal-soal agama, juga mengatur persoalan
kemasyarakatan. Maksudnya, hukum Islam, di samping sebagai dasar-dasar peribadatan,
berfungsi pula sebagai dasar-dasar hukum dan akhlak yang mengatur hubungan antara
sesama manusia.Bahkan, hukum Islam bukan hanya meletakkan dasar hubungan dalam arti
yang sempit, tetapi mencakup segala aspek hidup dan kehidupan yang ada.
Hukum Islam menjunjung tinggi huquq al-insaniyyah tanpa mengenal diskriminasi agama,
warna kulit, dan kebangsaan.Selain itu, hukum Islam juga mengakui hak milik pribadi,
namun melarang menumpuk kekayaan, merampas, dan eksploitasi. Dengan kata lain,
hukum Islam mengakui hak milik perorangan, tetapi kepentingan sosial tidak boleh
diabaikan.
Dalam sikap yang lebih luas, hukum Islam menyuruh agar seluruh umat manusia yang
berlainan asal dan kebangsaan, warna kulit dan agamanya, menegakkan persaudaraan
kemanusiaan secara menyeluruh, sehingga hubungan manusiawi benar-benar terwujud
dalam kehidupan umat manusia.
Itulah sebabnya sehingga hukum Islam mengatur hubungan antara bangsa dan negara, baik
di waktu damai maupun di waktu perang.Bahkan, sampai pada mendirikan badan
Internasional yang bertugas untuk menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara mereka.
Apabila ada bangsa dan negara yang tidak mau tunduk, maka dengan kekuatan badan itu
dapat memaksa menyelesaikan pertikaian-pertikaian yang terjadi, demi tegaknya kebenaran
dan terjaminnya keadilan.

Pada garis besar objek pembahasan islam meliputi:

a. Dusturiyah atau Siasah Hukum Tata Negara


Membahas hubungan pemimpin dengan rakyatnya serta industri-industri yang ada
di negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk kemaslahatan dan pemenuhan
kebutuhan rakyat itu sendiri, yang biasanya meliputi :

· Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.


· Persoalan rakyat, status, hak, dan kewajiban.
· Persoalan ba’iat.
· Persoalan Waliyatul Ahdi.
· Persoalan perwakilan.
· Persoalan ahlu al-halli wa al-aqdi.
· Wizarah dan pembagiannya.

b. Siasah Dauliyah atau Hukum Internasional dalam Islam.


Dalam ajaran islam, siasah dauliyah (hubungan internasional) dalam islam berdasarkan pada
:
1. Kesatuan umat manusia
2. Keadilan (al-‘adalah)
3. Persamaan (al-musa’awa’hukum)
4. Kehormatan manusia (karomah insyaniyyah
5. Toleransi (al-tasa’muh)
6. Kerja sama kemanusiaan
7. Kebebasan, kemerdekaan (al-hurriyyah)
· Kebebasan berfikir
· Kebebasan beragama
· Kebebasan menyatakan pendapat
· Kebebasan menuntut ilmu
· Kebebasan memiliki harta benda
8. Prilaku moral yang baik (al-akhlak al-karimah)
Pembahasan siasah dauliyah dalam islam berorientasi pada permasalahan berikut:

1) Damai adalah asas hubungan Internasional


2) Memperlakukan tawanan perang secara manusiawi.
3) Kewajiban suatu negara terhadap negara lain.
4) Perjanjian-perjanjian Internasional. Dan syarat-syarat mengikuti perjanjian antara lain:

a. Yang melakukan perjanjian memiliki kewenangan.


b. Memiliki kerelaan.
c. Isi perjanjian dan objeknya tidak dilarang oleh agama Islam.
d. Perjanjian penting harus ditulis.
e. Saling memberi dan menerima (take and give).
5) Perjanjian ada yang selamanya (mu’abbad) dan sementara (mu’aqqat).
6) Perjanjian terbuka dan tertutup.
7) Mentaati perjanjian dan
8) siasah dauliyah dan orang asing.

Secara khusus siasah dauliyah membahas hubungan internasional dan berkaisar pada
persoalan berikut:
1. Sebab-sebab terjadinya perang
a. perang dalam islam untuk mempertahankan diri
b. perang dalam rangka dakwah
Perang dianggap legal apabila terjadi karena
· mempertahankan diri dari serangan musuh
· perang melindungi hak negara yang syah yang dilanggar oleh suatu negara lainnya
tanpa sebab yang diterima
2. aturan perang dalam siasah dauliyyah
a. dilarang membunuh anak dan wanita
b. dilarang membunuh yang sudah tua apabila ia tidak ikut perang
c. tidak merusak pepohonantidak membunuh hewan ternak
d. dilarang menghancurkan rumah ibadah semua agama
e. bersikap sabar, ikhlas dan berani dalam melakukan peperangan
f. tidak melampaui batas

c. Siasah Maaliyyah.
Hukum yang mengatur tentang pemasukan pengelolaan dan pengeluaran uang milik negara
Yang menjadi pembahasan dalam siasah maaliyyah adalah sekitar:
· Prinsip-prinsip kepemilikan harta.
· Tanggung jawab sosial yang kokoh.
· Zakat, zakat hasil bumi (emas dan perak), ternak dan zakat fitrah.
· Harta karun.

· Kharaj (pajak bumi)


.khataj yaitu punggutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dukuasai oleh kaum
muslimin
· Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris.
· Harta Jizyah
Yaitu punggutan yang diambil dari ahli dzimah pada akhir tahun yang negerinya ditaklukkan
melalui perang
· Ganimah dan fa’i
Ganimah (sesuatu yang diperoleh seseorang melalui usaha atau secara paksa kepada kaum
kafir harbi)
Fa’i (kekayaan yang dimiliki orang-orang kafir namun dimiliki kaum muslimin tanpa adanya
perang)
· Bea cukai barang import.
· Eksploitasi Sumber Daya Alam yang berwawasan lingkungan.

Bab 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan bahwa definisi politik dari
sudut pandang Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-
nilai Islam. Politik Islam sama dengan Fiqh Siyasah, Semua sumber politik Islam yang kita
pelajari adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Dalam fikih siasah disebutkan bahwa
garis besar fikih siasah meliputi :
• Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
• Siasah Dauliyyah (Politik yang mengatur Hubungan antara satu Negara Islam dengan
negara Islam lain atau dengan negara sekuler lainya)
• Siasah Maaliyyah (Sistem Ekonomi Negara)
B. SARAN
Sebaiknya para pemimpin ataupun pemerintah yang ada diIndonesia menggunakan sistem
politik Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist. Insya allah dengan cara ini rakyat
Indonesia akan hidup rukun dan makmur.

DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar mata kiliah pendidikan agama islam. Rujukan utama dosen dan mahasiswa
diseluruh periodi universitas negeri gorontalo. Oleh H. Lukman D. Katili, S.Ag., M.Th.I
:UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

http://kamusbahasaindonesia.org/politik/mirip

http://tugasulyakyu.blogspot.com/2012/03/sistem-politik-islam.html

http://www.referensimakalah.com/2013/03/prinsip-prinsip-politik-islam.html

http://studipemikiranquranhadist.wordpress.com/2013/12/25/tafsir-ayat-ayat-al-quran-
tentang-musyawarah/
http://jatisarwoedy.blogspot.com/2011/11/nilai-nilai-dasar-sistem-politik-dalam-Al-
Qur’an.html

http://kreatif123.blogspot.com/2013/06/ruang-lingkup-fiqh-siyasah.html

http://cahyodwi-dc.blogspot.com/2011/03/kontribusi-umat-islam-dalam.html

Diposkan 25th October 2015 oleh iskandar sadli

http://umbasanblogger.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai