Sosio Antro Kel 1
Sosio Antro Kel 1
B. Kategorisasi Nilai
1. Nilai reaktif
Nilai reaktif menunjukan pada tindakan seseorang yang melakukan
tindakan tertentu karena bereaksi terhadap situasi tertentu yang
dihadapinya. Reaksi tersebut pada dasarnya ditujukan kepada pemuasanan
kebutuhan yang sifatnya fisiologis seperti rasa haus, lapar, dan sejenisnya
yang sering ditunjukan oleh seorang bayi.
2. Nilai Tribalistik
Seseorang yang menganut nilai ini ditandai dengan sifaat yang taat kepada
norma-norma sosial atau norma-norma kelompok dan pimpinan formal.
Dengan kata lain, orang yang menganut nilai tribalistik adalah mereka
yang berpendapat bahwa ketergantungan kepada orang lain dan ketaan
terhadap orang yang berkuasa dan kepada norma-norma hidup yang sudah
disepakati bersama akan mengakibatkan hidup penuh keserasian dan
keseimbangan. Orang dengan demikian akan mudah diajak bekerjasama
dengan orng lain dan akan lebih mudah melakukan penyesuai-penyesuaian
yang diperlukan, sepanjang dapat mempengaruhi pimpinan formal. Pada
masa orde baru, kasus penolakan program keluarga bencana (KB)
dibeberapa daerah diindonesia, dapat dieliminasi dengan menggunakan
peran tokoh agama atau pimpinan formal.
3. Nilai ego sentris
Yang menonjol dalam diri penganut nilai ini adalah sifat yang
mementingkan diri sendiri dengan segala kebutuhan dan kepentingannya.
Mereka hanya taat pada norma-norma sosial dan norma-norma kelompok
apabila ada pimpinan yang kuat atau malah keras dan mampu menuntut
ketaatan terhadap norma-norma yang telah ditetapkan. Pada umumnya
orang yang menganut nilai-nilai ini akan mau diajak bekerja sama dengan
orang laon asalkan kebutuhan dan kepentingannya terpenuhi.
4. Nilai Konformitas
Salah satu tuntun kehidupan kelompok adalah kesedian untuk melakukan
penyesuaian-penyesuain tertentu agar perilaku seseorang dapat sedemikian
rupa sehingga ia diterima oleh orang lain dalam kelompok kerja diaman ia
menjadi anggota.
5. Nilai manipulatif
Orang-orang yang menganut nilai manipulatif adalah mereka yang
berusaha mencapai tujuan pribadi sendiri melalui manipulasi orang lain
sedemikian rupa sehingga orang itu membenarkan tindakannya. Orang
yang demikian biasanya ambisius dan cendrung berbuat segala sesuatu
agar ia merah keberhasilan dan pada gilirannya tercermin pada berbagai
hal seperti status yang lebih tinggi serta penghargaan yang lebih besar.
6. Nilai yang Sosio sentris
Konotasi jelas dari nilai ini ialah penempatan kebersamaan jauh lebih
penting ketimbang nilai yang matrialistik, manipulatif maupun
konformitas. Orang yang menganut nilai ini mementingkan keberadaan
orang lain.
7. Nilai eksistensial
Orang yang menganut nilai ini ialah mereka yang memiliki nilai toleransi
yang tinggi terhadap pandangan orang lain yang berbeda dari
pandangannya sendiri. Orang seperti ini sangat tidak menyukai kekakuan
dalam hubungan interaksi dalam kehidupan organisasional, peraturan yang
terlalu mengikat, simbol-simbol dan status dan penggunaan kekuasaan
yang tidak benar.
C. Fungsi Nilai dan budaya
Rokeach melihat ada tiga fungsi nilai yaitu, (1) ukuran baku untuk
mengarahkan perilaku (2) rencana global dalam menyelesaikan masalah dan (3)
motivasi.
Menurut George eangland ada dua fungsi nilai budaya yaitu penyaluran
perilaku (behavior channeling) dan penyaringan persepsi (perceptual screnning).
Yang dimaksud dengan penyaringan persepsi adalah seseorang yang
menggunakan pemahamnnya tentang nilai untuk mengukur nilai sebuah perilaku,
apakah nilai itu sejalan dengan nilai panutan masyarakat atau tidak. Misalnya saja,
tidak mungkin seorang tenaga memberikan terapi urine bagi masyarakat pesantren
islam yang memandang status urine itu adalah najis. Kemampuan perawat untuk
mengambil kebijakan untuk tidak memberikan terapi urine merupakan bentuk
nyata dari pemahamannya terhadap nilai sebagai saringan persepsi dan perilaku
masyarakat.
Nilai atau value lebih tinggi dari pada norma atau moral. Nilai merupakan
keyakinan (belife) yang sudah merupakan milik diri yang akan menjadi barometer
acton and will, sedangkan norma baru merupakan keharusan yang lebih bersifat
operasional karena adanya sanksi. Sementara norma menurut piage lebih bersifat
tuntutan dari luar (masyarakat/kehidupan) karena kiprah umum dan atau praktik
nyata. Namun demikian secara keseluruhan memuat hal yang
dianggap/dinyatakan baik atau berharga atau positif. Norma sosial adalah suatu
ukuran atau pandangan tentang sesuatu ataupun sejumlah tingkah laku yang
diterima dan disepakati secara umum oleh warga atau masyarakat.
1. In-Groupdan Out-Group
In-groupadalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasi dirinya.
Sedangkan out-group adalah kelompok sosial yang oleh individu diartikan
sebagai lawan in-groupnya. Ia selalu di kaitkan dengan istilah “kami atau
kita” dan “mereka”, misalnya “kami mahasiswa Pendidikan Geografi dan
“mereka mahasiswa Pendidikan Matematika”. Sikap-sikap in-grouppada
umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan
dekat dengan anggota-anggota kelompok.
Sikap out-groupselalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud
antagonisme atau antipati. Perasaan in-group atau out-group didasari
dengan suatu sikap yang dinamakan etnosentris, yaitu adanya anggapan
bahwa kebiasaan dalam kelompoknya merupakan yang terbaik dibanding
dengan kelompok lainnya.
2. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary
Group)
Menurut Charles Horton Chooley dalam bukunya yang berjudul Social
Organization(1909) menyatakan bahwa kelompok primer adalah
kelompok-kelompok yang ditandai dengan adanya ciri-ciri saling
mengenal antar anggotanya serta adanya kerja sama erat yang bersifat
pribadi. Hasil dari hubungan yang erat dan bersifat pribadi itu adalah
adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok
sehingga tujuan individu juga menjadi tujuan kelompok.
3. Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya
diikat oleh hubungan batin yang bersifat alamiah dan kekal, hal ini dapat
terbentuk pada ikatan keturunan contohnya keluarga. Patembayan adalah
kelompok yang didasari oleh ikatan lahiriah yang jangka waktunya
terbatas, contohnya ikatan para pedagang atau pekerja yang memiliki
kepentingan secara rasional.
4. Formal Grup dan Informal Grup
Formal grup merupakan kelompok yang memiliki peraturan-peraturan
yang tegas dan dengan sengaja dibuat oleh anggota-anggotanya untuk
mengatur hubungan antar anggotanya. Kelompok formal disebut juga
dengan istilah asosiasi atau organisasi. Contoh : organisasi mahasiswa
seperti HIMAGEO (Himpunan Mahasiswa Geografi).
Informal group merupakan kelompok sosial yang terbentuk karena
pertemuan-pertemuan yang berulang dan merasa memiliki kepentingan
dan pengalaman yang sama. Pada kelompok informal ini pada umumnya
terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara berulang-
ulang sehingga menjadi media pertemuan berbagai kepentingan ataupun
pengalaman- pengalaman yang sama.
5. Membership Groupdan Reference Group
Membership group merupakan kelompok sosial yang secara fisik menjadi
anggota kelompok tersebut. Batasan yang dipakai untuk menentukan
keanggotaan seseorang pada suatu kelompok secara fisik tidak bisa
dilakukan secara mutlak hal tersebut diakibatkan adanya perubahan-
perubahan keadaan. Kondisi yang tidak tetap akan mempengaruhi derajat
interaksi dalam suatu kelompok. Untuk membedakan secara tegas
keanggotaan atas dasar derajat interaksi dalam kelompok maka ditemukan
adanya dua istilah yaitu nominal group-member dan peripheral group-
member. Seorang anggota nominal groupadalah orang yang dianggap
berinteraksi dengan kelompok sosial oleh orang lain, meskipun
interaksinya tidak intens. Sedangkan peripheral group dianggap tidak
berhubungan lagi dengan kelompok sosial yang bersangkutan sehingga
kelompok tersebut tidak mempunyai kekuasaan apapun juga atas anggota
ataupun kelompok tersebut.
Reference group merupakan kelompok sosial yang menjadi acuan dalam
perilaku maupun mengembangkan kepribadian para individu yang tidak
tercatat secara fisik dalam keanggotaan kelompok tersebut. Bisa juga
diartikan sebagai kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang
bukan anggota untuk membetuk pribadi dan perilakunya.
6. Kelompok Okupasional dan Volunter
Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin
memudarnya fungsi kekerabatan, dimana kelompok ini timbul karena
anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contohnya kelompok
profesi, seperti asosiasi sarjana farmasi, ikatan dokter Indonesia, dan lain-
lain.
Kelompok volunteer adalah kelompok yang memiliki kepentingan sama,
namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat. Melalui kelompok ini
diharapkan akan dapat memenuhi kepentingan anggotanya secara
individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum.
Parsons melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh tiga
sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing
individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem sosialnya melalui status
dan perannya. Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu status dan
berperan sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut dan
perilaku ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya. (Sarwono, 1993 : 19 ).
2) Kelompok Majemuk