Anda di halaman 1dari 2

ADIPATI KARNA GUGUR

Setelah Durna gugur, para senapati bala tentara Kurawa mengangkat Karna sebagai
mahasenapati. Karna berdiri di atas kereta kuda yang megah dengan Salya sebagai sais. Rasa
percaya diri dan kemashyuran Karna sebagai kesatria membangkitkan semangat tempur
pasukan Kurawa. Perang dimulai lagi.

Para ahli perbintangan dimintai nasihat dan para Pandawa menentukan waktu yang tepat untuk
bertempur. Arjuna memimpin serangan pada Karna. Bima menyusul di belakangnya.
Dursasana memusatkan serangan pada Bima. Ia lepaskan hujan panah kepada Bima. Bima
tertawa kecil menyambut serangan itu. Katanya dalam hati: “Kesempatan ini tidak boleh aku
sia-siakan. Akan kutuntaskan sumpahku pada Drupadi hari ini. Aku sudah menunggu
kesempatan ini lama sekali.”

Bima terbayang kembali penghinaan yang dilakukan Dursasana pada Drupadi. Amarahnya
meluap-luap tak terkendali. Ia buang senjata dan melompat ke arah kereta Dursasana dan
menerkam Dursasana seperti harimau. Dursasana dilemparkan ke tanah dan badannya remuk
redam. Ia patahkan tangan Dursasana dan ia lemparkan tubuh yang bersimbah darah itu ke
tengah arena. Kemudian, ia memenuhi sumpah mengerikan yang dia ucapkan 13 tahun yang
lalu. Dia hisap dan minum darah Dursasana seperti binatang buas memangsa korban.

Kejadian yang mengerikan itu membuat gemetar semua yang melihat. Bahkan Karna, sang
kesatria besar itu pun kecut hatinya melihat Bima menuntaskan dendam kesumatnya.

Sementara itu di arena yang lain pun pertempuran tak kalah hebatnya. Karna putra Batara Surya
melepaskan panah api ke arah Arjuna. Panah itu meluncur ke arah Arjuna seperti ular yang
menjulurkan lidah bercabang api. Persis pada saat itu, Khrisna menghentakkan tali kekang dan
memutar kereta hingga terperosok ke dalam lumpur. Panah Karna mendesing. Hampir saja
mengenai kepala Arjuna dan mengenai mahkota senapati yang dipakai Arjuna. Mahkota itu
tersentak dan jatuh ke tanah. Wajah Arjuna merah karena malu dan amarah. Ia segera
pasangkan anak panah di busur Gandewa untuk menamatkan Karna. Dan detik-detik kematian
Karna sudah menjelang. Seperti yang sudah diramalkan sebelumnya, roda kiri kereta Karna
tiba-tiba terperosok ke dalam lumpur. Ia segera melompat dari keretanya untuk mengangkat
rodanya.

Teriak Karna: “Tunggu! Keretaku masuk ke dalam lumpur. Kesatria besar sepertimu tidak akan
memanfaatkan kecelakaan ini. Aku akan betulkan keretaku dahulu dan kita bertarung kembali.”

Arjuna ragu-ragu. Sementara itu Karna menjadi sedikit panik karena kecelakaan kecil itu. Ia
menjadi ingat kutukan yang diucapkan kepadanya. Sekali lagi, ia meminta Arjuna untuk
bersikap ksatria.

Krishna menyela: “Hai, Karna! Bagus engkau masih ingat hal ikhwal bersikap kesatria! Ketika
dalam kesulitan engkau baru ingat nilai-nilai kesatria. Tapi ketika kau dan Duryudana,
Dursasana serta Sengkuni menyeret Drupadi ke ruang pertemuan dan mempermalukannya,
mengapa engkau melupakan nilai-nilai itu? Engkau turut berperan membantu menipu
Dharmaputra, yang memang suka bermain dadu tapi kurang berpengalaman. Pada saat itu
dimanakah sikap kesatriamu? Apakah artinya sikap kesatria ketika kalian mengeroyok dan
membunuh Abimanyu beramai-ramai? Hai, manusia jahat jangan berbicara sikap kesatria
karena engkau tidak pernah bersikap kesatria!”
Ketika Krishna mencela Karna habis-habisan dan mendesak Arjuna untuk segera
menghabisinya, Karna hanya bisa menundukkan kepala dan tidak bisa berkata-kata. Tanpa
suara, ia naik ke atas kereta dan membiarkan roda keretanya terbenam dalam lumpur. Ia segera
lepaskan panah ke arah Arjuna. Untuk sesaat, Arjuna terhenyak. Dengan cepat Karna
memanfaatkan kesempatan itu untuk membetulkan kereta kudanya. Tapi tampaknya takdir
sudah memutuskan dan nasib baik pun menjauh dari kesatria besar itu. Roda itu sama sekali
tidak bergeming, meskipun kesatria besar itu sudah mengerahkan seluruh tenaga. Kemudian,
dia mencoba mengingat mantra Brahmastra pemberian Parasurama. Tapi, persis pada saat yang
sangat dia butuhkan, seperti yang diramalkan Parasurama, Karna tidak bisa mengingat mantra
itu.

Seru Krishna: “Arjuna, jangan buang-buang waktu. Lepaskan panahmu dan bunuh manusia
jahat itu!”

Arjuna ragu-ragu. Tangannya tidak yakin untuk melakukan tindakan yang tidak mencerminkan
sikap ksatria itu. Tapi ketika Krishna berkata: “Arjuna, melaksanakan kehendak yang maha
kuasa dan melepaskan panah yang mengena dan melukai kepala Karna.” sang begawan tak
sampai hati menghubungkan tindakan tidak kesatria ini dengan Arjuna yang merupakan
perwujudan keluhuran budi. Krishna lah yang menyuruh Arjuna menghabisi Karna ketika ia
berusaha mengangkat roda dari lumpur. Menurut tata krama perang, tindakan tersebut tidak
dibenarkan, tapi siapa yang bisa mengelak dari takdirnya? Akhirnya Arjuna melepaskan
panahnya dan tepat mengenai kepala Karna. Karna pun tewas ditangan Arjuna.

Anda mungkin juga menyukai