Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan


Atomic Absortion Spectrometer (AAS)
1.2 Tujuan Percobaan
- Memahami prinsip analisa dengan menggunakan AAS
- Mampu mengperasikan alat AAS
- Membut kurva standar
- Menentukan konsentrasi unsur logam tertentu
1.3 Dasar Teori
1.3.1 Pengertian Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrometri adalah suatu metode analisa kimia yang berdasarkan prinsip
spektroskopi. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi
gelombang elektromagnetik dengan materi. Materi bisa berbentuk molekul atau
atom. Dalam mempelajari spektroskopi, diperlukan suatu alat yang dapat
menginteraksikan cahaya dengan materi (molekul atau atom), AAS adalah salah
satunya. AAS merupakan alat yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur
suatu senyawa dengan kepekaan, ketelitian, dan selektivitas yang tinggi
berdasarkan proses penyerapan cahaya oleh atom-atom yang berada pada tingkat
energi dasar (ground state). Absorbsi terjadi pada penyerapan cahaya pada
sekumpulan atom yang di ground state. Bila sampel berupa larutan, sampel harus
diuapkan terlebih dahulu dan diikuti oleh disosiasi molekul agar tercipta atom
bebas. AAS dapat digunakan untuk analisa logam-logam dalam sampel. AAS
tidak dapat menganalisa unsur non logam karena atom-atom non logam cenderung
menjadi ion ketika unsur yang dapat dibakar, sehingga absorbsi oleh cahaya
terhadap atom tidak dapat terjadi. (Widiastuti, Endang, 1996)

1.3.2 Prinsip Dasar


Prinsip dasar analisis dengan AAS adalah absorbsi cahaya oleh atom. AAS
banyak digunakan untuk analisis unsur. Untuk AAS, populasi atom pada tingkat

1
dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi
oleh atom – atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini
menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan.
Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada
tingkat dasar tersebut. Absorbsi pada AAS ini mengikuti Hukum Lambert – Beer
yaitu :
𝑃
A = −𝑙𝑜𝑔 𝑃
𝑜

A = bc

Dimana : P = daya cahaya setelah diserap sampel (Watt)


Po `= daya cahaya sebelum diserap sampel (Watt)
 =Absorbsivitas molar yang dipengaruhi jenis
senyawa/unsur (ppm-1.cm-1)
b = jarak tempuh cahaya dalam sampel (cm)
c = konsentrasi (ppm)

Daya cahaya sebelum di serap sampel dan setelah di serap sampel akan di
ukur oleh detektor. Daya cahaya sebelum diserap sampel akan diperoleh pada saat
mengenalisa larutan blanko. Sedangkan daya cahaya setelah diserap sampel akan
diperoleh saat menganalisa sampel. Karena prinsip dasar pada AAS yaitu
penyerapan cahaya oleh atom maka semua sampel yang ingin di identifikasi
dengan AAS harus di ubah menjadi atom oleh alat atomizer. Larutan sampel akan
masuk ke dalam atomizer yang terdiri dari dua bagian yaitu, nebulizer dan burner.
Di dalam nebulizer, sampel diubah menjadi kabut atau uap lalu uap tersebut
diubah menjadi atom dalam burner dengan menggunakan nyala api sehingga
nyala api mengandung atom unsur – unsur yang akan di analisis. Beberapa atom
akan tereksitasi secara termal oleh nyala api, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal
sebagai atom netral dalam keadaan dasar ( ground state ). Atom – atom ground
state ini kemudian menyerap radiasi yang di berikan oleh sumber radiasi yang
terbuat dari unsur - unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang

2
.dihasilkan dari sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorpsi oleh atom dalam nyala api. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert –
Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang lintasan cahaya dan
konsentrasi. Teknik – teknik analisisnya sama seperti pada spektrometri UV-VIS
yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar. (Underwood dan
R.A Day ; 2002 )

1.3.3 Energi level ( Tingkat Energi ) Elektron pada Atom

Atom terdiri dari elektron yang mengorbit di sekitar inti atom. Orbit
elektron pada atom lebih sesuai dinyatakan dengan tingkat energi. Tingkatan
energi ini tergantung pada bilangan kuantum megnetik, bilangan kuantum spin,
bilangan kuantum azimuth, bilangan kuantum utama dan momen anguler
megnetik yang dimiliki atom. Setiap atom memiliki nilai bilangan kuantum yang
berbeda – beda karena itu memiliki energi level yang berbeda juga. Energi level
tiap atom dapat dilihat dari digram energi levelnya, seperti diagram energi level
untuk Na dan Mg+ berikut:

Gambar 1.1 Diagram energi level untuk Na dan Mg+

3
Pada diagram energi level atom dapat terlihat jumlah energi yang harus
dimiliki elektron pada suatu atom agar dapat berpindah dari tingkat energi yang
satu ke tingkat energi yang lain. Diagram ini teridiri dari angka yang tersusun
vertikal. Angka ini menunjukan energi dalam elektron volt. Angka yang berada
pada garis miring yang menunjukan panjang gelombang cahaya yang diserap
atom. Nilai 0 ev merupakan energi yang dimiliki atom pada keadaan ground state.
Letak ground state tiap atom berbeda – beda. Hal ini dapat di ketahui dari
konfigurasi elektron pada ground state. Misalkan ion Mg+ yang memiliki nomor
atom 12,elektronnya 11 sehingga konfigurasi elektronnya menjadi 1s2, 2s2, 2s6,
3s1,sama dengan konfigurasi pada atom Na. Dari konfigurasi ini dapat diketahui
bahwa ground state pada atom Mg yaitu terletak pada subkulit 3s karena elektron
yang dapat tereksitasi hanya elektron pada sub kulit 3s saja. Untuk subkulit 3p,
energi levelnya terpecah menjadi dua karena momen anguler momentumnya yang
berbeda yaitu 2P1/2 dan 2P3/2. Jika dilihat dari diagram energi level antara Na dan
Mg+, diagram energi levelnya dimulai dari 3s, karena 3s merupakan ground state
dari Na dan Mg+. Berpindahnya elektron ke exited state yatitu contohnya 3p, Na
dan Mg+ mempunyai selisih tingkat energi yang berbeda. Untuk Na,
berpindahnya elektron dari 3s ke 3p, selisih tingkat energinya sebesar 2 eV,
sedangkan untuk Mg+ berpindahnya elektron dari 3s ke 3p, selisih tingkat
energinya sebesar 4 eV, sehingga panjang gelombangnya juga berbeda. Perbedaan
inilah yang menyebabkan suatu unsur dapat dianalisa dengan Spektrometri
Serapan Atom.

1.3.4 Hubungan Antara Konsentrasi Dengan Absorbansi Pada AAS

Ditinjau dari hubungan konsentrasi dan absorbansinya, kita dapat


menggunakan hukum Lambert Beer jika sumbernya adalah monokromatik. Pada
AAS panjang gelombang berupa garis absorbsi resonansi. Energi yang
dipancarkan oleh sumber cahayanya berbanding terbalik dengan panjang
gelombangnya. Maka, setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik
agar atom dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Besarnya cahaya yang
diserap atau yang dipancarkan harus sebanding dengan perbedaan tingkat energi

4
atom. Pada eksitasi atom-atom oleh suatu sampel pada suatu cairan, kebanyakan
diantara mereka berada pada keadaan dasar (ground state) sebagai atom netral.
Atom-atom ini menyerap radiasi dari sumber dengan unsur yang sama. Panjang
gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang
gelombang yang diabsorbsi oleh atom. Absorbsi ini mengikuti hukum Lambert
Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang lintasan cahaya dan
konsentrasi uap atom.
Persamaan Hukum Lambert Beer adalah :
A = ε.b.c
Dimana :
A = absorbansi
b = panjang lintasan cahaya yang melewati sampel (cm)
ε = absorbsivitas yang dipengaruhi jenis senyawa /unsur dan λ
(1/ppm.cm)
c = konsentrasi (ppm)
Dari persamaan diatas dijelaskan bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam nyala. Absorbansi (A)
juga berbanding lurus dengan absorbsivitas molar (ε). Untuk mengetahui nilai
absorbsivitas molar maka data absorbansi, konsentrasi, dan panjang lintasan harus
diketahui. Tapi pada kenyataan di labotatorium, kita hanya disuguhkan data
absorbansi melalui penbacaan alat dan konsentrasi larutan standar. Maka hukum
Lambert Beer dapat dinyatakan pada persamaan linear y = a + bx pada kurva
kalibrasi. Dimana b sebagai konstanta hasil kombinasi antara absorbsivitas molar
dan panjang lintasan cahaya yang melewati sampel,Y sebagai data absorbansi dan
x adalah konsentrasi. A (absorbansi) diperoleh dari A= -log P/P0, P0 merupakan
daya yang diserap sebelum dilewati sampel , dan P merupakan daya setelah
dilewati sampel.
Pada hukum Beer diatas berlaku untuk radiasi monokromatik. Absorbsi
pada intensitas tertentu sangat dipengaruhi oleh tebal medium yang dilewati oleh
radiasi dan konsentrasi senyawa. Makin tebal mediumnya maka daya cahaya yang
diteruskan semakin kecil dan penyerapan semakin besar, begitu pula pada

5
konsentrasi. Semakin besar konsentrasi suatu senyawa, penyerapan radiasi
semakin besar dan cahaya yang keluar semakian kecil. Dari teori tersebut, maka
besarnya absorbsi suatu radiasi sebanding dengan besarnya radiasi yang masuk
dan radiasi yang diteruskan. (Underwood,2002)
Untuk analisa kuantitatif pada AAS adalah dengan menentukan
konsentrasi dari unsur-unsur logam tersebut.penentuan tersebut melalui
perbandingan antara intensitas radiasi yang diteruskan dengan intensitas radiasi
yang terserap pada atom. Energi radiasi yang diserap oleh atom menyebabkan
elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jumlah atom yang
tereksitasi sebanding dengan pengurangan dari intensitas radiasi dari sumber
cahaya.

1.3.5 Instrumentasi
Diagram optis alat AAS dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Signal
Serapan atom Pemotong monokromator detektor
atomizer prosesor tampilan
berputar

Sumber tenaga
sampel oksigen
Bahan
bakar
Gambar 1.2 Digram optis AAS

a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber radiasi resonansi untuk AAS adalah Hollow Cathode
Lamp (lampu katoda berongga). Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang
silindris yang terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa dan
anoda yang terbuat dari tungsten. Lampu Hollow Cathode bisa mengeluarkan
cahaya karena, setelah diberi tegangan (minimal 1kV) elektron dari katoda
bergerak (meloncat) ke anoda, dalam perjalanannya (loncatannya) itu,sebagian
menumbuk molekul-molekul gas isian dari lampu Hollow Cathode. Akibatnya

6
moleku-molekul gas akan terionisasi (sebagian) dan mendapat energi yang cukup
besar, sebagian ion-ion tersebut akan menumbuk katoda dengan kecepatan tinggi,
akibatnya atom-atom pada katoda tereksitasi. Ketika atom yang tereksitasi turun
lagi ke ground state akan menimbulkan cahaya, sesuai dengan energi level atom
pada katoda-katoda tersebut. Panjang gelombang yang dikeluarkan sesuai
panjang gelombang unsur yang digunakan di katoda. Gambar Hollow Cathode
Lamp adalah sebagai berikut:

Sambungan tabungan gelas


yang berasal dari quorzt

Tabung kaca
gas

katoda
anoda

Gambar 1.3 Hollow Cathode Lamp

Gas-gas pengisi tabung yang biasa digunakan adalah Ne (neon), Ar


(argon), dan He (helium). Contoh unsur katoda adalah Cu (tembaga), Mg
(magnesium), Na (natrium) dan lain-lain. Jenis Hollow Cathode Lamp logam
dengan panjang gelombang tertentu dibedakan berdasarkan logam yang dipasang
pada lubang katoda yang berfungsi sebsgai pengatur frekuensi radiasi yang
dipancarkan dari lampu. Dalam rangkaian alat terdapat chooper yang berfungsi
sebagai pengatur frekuensi listrik oleh photomultiplier saat cahaya diubah menjadi
arus listrik.
b. Atomizer
Atomizer adalah alat yang digunakan untuk mengatomkan senyawa yang
akan dianalisa (sampel). Ataupun macam-macam atomizer sebagai berikut:

7
1. Flame, bekerja pada temperatur atomisasi 1700-31500C dengan
jenis continue.
2. Inductively coopled argon plasma, bekerja pada temperatur
atomisasi 4000-50000C dengan kontinyu.
3. Direct current agent plasma, bekerja pada temperatur 4000-6000C
dengan jenis kontinyu.
4. Electric thermal, bekerja pada temperatur 1200-13000C dengan
jenis dikrit.
5. Electric arc, bekerja pda temperatur 4000-50000C, baik untuk jenis
dikrit dan kontinyu.
6. Electric spark, bekerja pada temperature 400000C dengan jenis
kontinyu.

Atomizer yang biasa digunakan pada spektrometer adalah jenis sistem


flame. Pada umumnya menggunakan energi panas yang dihasilkan baik dengan
listrik ataupun nyala api. Untuk memperoleh uap teratomisasi yang optimum
maka suhu harus diatur dengan baik, karena bila suhu terlalu tinggi sebagian atom
akan terionisasi,sehingga tidak menyerap panjang gelombang yang diharapkan.
Untuk mencapai suhu tertinggi bila dibakar dengan asetylene, yaitu 30000C.

Pada umumnya pengatoman terjadi pada tempat pembakaran sampel,


udara dan gas acetylene yaitu di burner head.

- Nebulizer System
System ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir-butir kabut
yang berukuran 15-20 µm, dengan cara menarik kapiler dengan penghisapan
pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan disemprotkan ke ruang pengabut
melalui pengurangan tekanan dibawah tekanan udara normal (P<1 atm). Partikel-
partikel yang halus kemudian bersama-sama aliran gas bahan bakar masuk ke
dalam nyala sedang partikel kabut yang besar dirkan melalui saluran pembuangan.
- Burner System

8
Burner system atau pembakaran ialah suatu system dimana nyala api
mengatomkan sampel yang telah dirubah menjadi kabut/ uap garam unsur menjadi
atom-atom normal.

Nyala

Bahan bakar dan


oksidan
Sampel
Saluran penampung
analit

Gambar 1.4 Atomizer nyala

Dari gambar 1.4 dapat dijelaskan bahwa, bahan bakar dan gas serta sampel
diumpankan ke tempat campuran melalui buffle manuju ke pembakaran.
Pemasangan buffle dimaksudkan untuk pencampuran bahan bakar, oksidan dan
sampel agar terjadi dengan sempurna. Sampel yang masuk pada alat ini
menghasilkan cairan bermacam-macam. Tetesan yang besar akan menumbuk
buffle sehingga sampai pada nyala api dengan ukuran yang seragam.
Larutan sampel disedot oleh gas-gas Oksidan dan bahan bakar yang
dipaksa melalui celah yang sempit sehingga dapat menyedot larutan melalui pipa
kapiler. Aerosol yang terbentuk melewati nyala, sebagian terionisasi, tetapi
sebagian besar tetap berada pada atom netral,dan dalam keadaan ground state
Atom-atom ini kemudian menyerap cahaya dan diarahkan ke monokromator.
c. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi memilih cahaya polikromatik
menjadi cahaya monokromatik. Monokromator terdiri dari cermin dan grating
atau dikenal dengan monokromator Czerney Turner. Seperti yang ditunjukkan
pada gambar 1.5 berikut:

9
Colimating Focussing
mirror mirror

Grating

Entrance slit Exit slit

Gambar 1.5 Monokromator Czerney turner

Garis serapan atom dalam nyala atau tanur jauh lebih sempit daripada pita
yang disediakan oleh gabungan sumber yang berkesinambungan dengan
monokromator, daya pendispersi dan lebar celah kekromatikan dapat dihampiri
sedekat yang diinginkan dengan mengubah lebar celah.
Pada gambar 1.5, cahaya polikromatik masuk ke monokromator Czerney
Turner, melalui entrance slit, kemudian cahaya menuju ke colimating mirror. Di
colimating mirror, cahaya disejajarkan menuju grating. Selanjutnya, cahaya
polikromatik dipecah menjadi cahaya monokromatik, selanjutnya cahaya
difokuskan oleh focussing mirror dan keluar melalui exit slit sesuai dengan
panjang gelombang yang diinginkan. Untuk memilih cahaya monokromatik yang
keluar dari monokromator Czerney Turner sesuai dengan panjang gelombang
yang diinginkan, yaitu dengan cara memutar grating.
d. Detektor
Dalam sebuah detektor untuk suatu spektrofotometer, kita
menginginkan kepekaan yang tinggi dalam daerah spektral yang diinginkan,
respon yang linear terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat, dapat

10
diulang dengan hasil yang sama dan kestabilan tinggi atau noise yang rendah.
Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi dengan mengubahnya
menjadi energi listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detektor diperkuat
dengan signal prossesor sebelum ditampilkan di display.
Detektor terdiri dari dua jenis yaitu detektor phototube dan
photomultiplier. Detektor phototube menggunakan efek fotolistrik yaitu pelepasan
elektron oleh bahan tertentu bila terkena cahaya sedangkan detektor
photomultiplier terdiri dari beberapa fototube kecil. Photomultiplier dapat
mengukur cahaya dengan daya yang sangat kecil.
Jenis detektor yang biasa digunakan dalam AAS yaitu jenis
photomultiplier. Peranan detektor ini yaitu untuk memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang.( Basset.J, Dkk, 1994 )

Gambar 1.6 Detektor Photomultiplier


Pada gambar 1.6 menunjukkan bahwa detektor fotomultiplier terdiri dari
beberapa fototube kecil. Digunakannya detektor fotomultiplier di AAS karena
sumber cahayanya kecil. Cahaya tersebut masuk ke dalam detektor dan mengenai
phototube. Phototube pertama akan menghasilkan cahaya 5-10 kali lebih
besar,dan mengenai phototube kedua,dan begitu seterusnya, sehingga pada
phototube yang terakhir dihasilkan energi setara 107 kali dari semula.

11
Teknik Pengukuran AAS
Ada tiga pengukuran yang bisa digunakan pad aanlisis sampel dengan
menggunakan AAS, yaitu :
1. Metode Satu Standar
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar
yang telah diketahui konsentrasinya (Cx). Selanjutnya absorbansi larutan standar
(As) dan absorbansi sampel (Ax) diukur dengan AAS. Kelemahan system ini, jika
standar salah maka hasil analisa yang dilakukan semua akan salah.
As = εbcs
Ax = εbcx
Ax
Cx = As x Cs

Cs = konsentrasi sampel
As = absorbansi larutan standar
Ax = absorbansi sampel
Cs = konsentrasi larutan sampel
2. Metode Kurva Kalibrasi
Metode kurva kalibrasi atau standar yaitu dengan memuat kurva antara
konsentrasi larutan standar (sebagai absis lawan absorbansi sebagai ordinat)
dimana kurva tersebut berupa garis lurus. Kemudian dengan cara
menginterpolasikan absorbansi larutan sampel dalam kurva standar tersebut dan
akan diperoleh konsentrasi larutan sampel. Seperti yang ditunjukkan , pada
gambar berikut:
Absorbansi Y= a+bx
sampel Y=absorbansi
x= konsentrasi
a= intersep
Absorbansi b=slope
larutan
standar
Konsentrasi sampel

Konsentrasi larutan standar

12
Gambar 1.7 Kurva kalibrasi
3. Metode Penambahan Standar
Pada metode ini dibuat sederetan larutan cuplikan dengan konsentrasi
yang sama dan masing-masing ditambahkan larutan standar, kemudian unsur
yang dianalisa dengan konsentrasi tertentu. Absorbansi masing-masing larutan
diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi unsur standar yang
ditambahkan. Pengukuran ini juga sama dengan yang sebelumnya yaitu
mengikuti hukum Beer, karena intinya adalah pengukuran absorbansi yang
dikorelasikan ke konsentrasi.

A total

Y = a +bx
Slope Y= absorbansi
(b) X= vulome standar
(a) = intersep
(b) =slope

Intersep (a)

Volume larutan standar

Gambar 1.8 Kurva kalibrasi penambahan standar


Rumusnya:
𝜺𝒃𝒄𝒔
Tg α= slope = 𝑽𝒕
𝜺𝒃𝒄𝒙 𝑽𝒙
intersep = 𝑽𝒕

𝒃 𝒔𝒍𝒐𝒑𝒆 𝑪𝒔
= =
𝒂 𝒊𝒏𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒑 𝑪 𝒙 𝑽𝒙

𝒂 𝑪
Cx = 𝒃 × 𝑽𝒔
𝒙

1.3.5 Gangguan pada AAS dan Cara Mengatasinya


Gangguan – gangguan yang mungkin terjadi pada metode AAS,
adalah gangguan karena serapan latar, gangguan matriks, gang guanakibat
pembentukan senyawa refraktori , gangguan ionisasi, gangguan spektra,
gangguan serapan e misi, dan gangguan fisik alat.

13
1. Gangguan karena serapan latar , kadang-kadang sinar yang diberikan dari
lampu katoda berongga diserap oleh senyawa lain yang terkandumg dalam
sampel. Adanya serapan ini akan mengganggu pengukuran serapan atom
dari unsur yang dianalisis; gangguan serapan ini disebut ”serapan latar”
(background absoption). Serapan latar disebabkan oleh:
a. Serapan molekuler yang disebabkan oleh senyawa -senyawa yang
tidak teratomisasi dalam atomizer
b. Hamburan sinar yang disebabkan oleh partikel -partikel padat
yang halus yang melintang pada berkas sinar
c. Serapan nyala nyala bahan bakar yang digunakan serapan latar
pada umumnya mengganggu pada daerah panjang gelombang di
bawah 2500 (daerah ultra violet)
Gangguan serapan latar dapat dikore ksi dengan cara sebagai berikut:
a. Dengan pengukuran yang lebih sederhana
Harga serapan yang diberikan pada pengukuran, memberikan jumlah
serapan atom yang dianalisis dengan serapan latar, serapan latar
ini dapat diukur pada panjang gelombang serapan atom yang
dianalisa; maka harga serapan atom dapat ditentukan secara mudah
dengan pengurangan yang sederhana.
b. Koreksi dengan garis yang berdekatan
Pada cara ini serapan latar di ukur pada panjang gelombang + 50
dari garis serapan atom yang dianalisis. Metode ini mempunyai
kekurangan sebab lampu katoda rongga yang memancarkan sinar
kuat pada + 50 dari garis analisis unsur yang ditentukan tidak
selalu tersedia dan juga serapan atom dan serapan latar tidak diukur
pada panjang gelombang y ang sama.
c. Koreksi dengan panjang gelombang sinar yang kontinyu
Sinar yang intensitasnya hampir merata pada daerah 1900 - 4300
A, dapat digunakan secara efektif untuk koreksi serapan latar,
yaitu dapat digunakan lampu H2 /D2. Monokromator diatur pada
panjang gelombang garis analisis dan sinar dari lampu D2

14
diatur selebar beberapa di sekitar panjang gelombang dari
unsur yang di analisa, maka serapan latar dapat diukur. Dengan
pengurangan serapan latar, maka serapan atom dapat ditentukan
dengan mudah.
2. Gangguan matriks, yaitu gangguan yang disebabkan oleh unsur -unsur atau
senyawa lain yang terkandung didalam cuplikan. Adanya matriks ini
menyebabkan perbedaan pada proses atomisasinya dan proses penyerapan
energi radiasi oleh atom yang dianalisa dengan standar murni.
Gangguan matriks ini dapat diatasi dengan metode penambahan standar.
3. Gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori, gangguan ini dapat
diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan anion yang ada pada larutan
sampel sehingga terbentuk seny awa yang tahan panas (refraktori ).
Contohnya fosfat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala yang
menghasilkan pirofosfat (Ca2P2O7). Hal ini menyebabkan absorbsi atom
kalsium dalam nyala akan berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan
menambahakan Releasing Agent berupa kation yaitu stronsium klorida
atau lanthanum nitrat ke dalam larutan. Kedua logam tersebut mudah
bereaksi dengan fosfat dibanding dengan kalsium, sehingga reaksi antara
kalsium dan fosfat dapat diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari
dengan cara menambahkan Protecting Agent seperti EDTA berlebih.
EDTA akan membentuk kompleks kelat dengan kalsium, sehingga
pembentukan senyawa refraktori dapat dihindarkan. Lalu, kompleks Ca -
EDTA akan terdisosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang
menyerap cahaya. Gangguan yang lebih serius terjadi apabila unsur -unsur
seperti Al, Ti, Mo, V dan unsur logam lainnya bereaksi dengan O dan OH
dalam nyala dan menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan
panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur
nyala, yaitu dengan nitrous oksida -asetilen.
4. Gangguan ionisasi , gangguan ini terjadi pada penggunaan suhu yang tinggi,
sehingga atom - atom yang dianalisa tidak hanya teratomisasikan pada
keadaan tingkat energi dasar, tetapi atom-atom dapat tereksitasi secara

15
termal karena panas atau dapat terionisasi. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambah unsur atau logam yang berlebihan yang mudah
terionisasi sehingga menghasilkan elektron dengan jumlah yang besar dan
menekan proses ionisasi unsur yang akan dianalisis. Biasanya, dengan
menambah logam Na atau K untuk menekan gangguan ionisasi ini.
5. Gangguan spektra, gangguan ini terjadi jika bentuk serapan atom yang
dianalisis over lapping dengan garis spektra dari unsur lain. Gangguan
ini jarang sekali terjadi karena panjang gelombang setiap serapan atom
adalah sangat karakteristik. Gangguan ini dapat diatasi dengan memilih
panjang gelombang serapan karakteristik yang lain.
6. Gangguan emisi, pada konsentrasi tinggi dari unsur yang dianalisis yang
mempunyai emisi tinggi, sering diperoleh hasil analisis yang kurang tepat
(bila signal berada dalam pita spekturum dari sinar yang digunakan).
Gangguan dapat diatasi dengan melakukan beberapa cara, yaitu
mempersempit lebar celah, menaikkan arus lampu, mengencerkan larutan
atau menggunakan nyala yang lebih rendah.
7. Gangguan fisik alat , yaitu semua parameter yang dapat mempengaruhi
kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter -
parameter tersebut adalah kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel
akibat suhu nyala. Gangguan ini dapat diatasi dengan lebih sering membuat
kalibrasi atau standarisasi.

16
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

2.1.1 Alat yang digunakan, yaitu :

1. AAS Spektra AA-220

2. Labu ukur 100 ml

3. Pipet ukur 10 ml

4. Buret 50 ml

5. Gelas kimia 250 ml

6. Pipet volume 25 ml

7. Statif

8. Bulp

9. Botol sampel

2.1.2 Bahan yang digunakan, yaitu :

1. Larutan standar Fe

2. Larutan sampel

3. Aquadest

2.2. Prosedur Percobaan

1. Pengoperasian AAS Spektra AA-220 :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan ( alat AAS


spectra AA-220, bahan : larutan blanko, larutan standar 2 ppm, 6
ppm, 11 ppm, 16 ppm, 21 ppm, 26 ppm, dan larutan sampel
X1,X2,X3 dan aquadest ).

17
2. Membuka gas tabung asetylen berlawanan arah jarum jam dan
memastikan tekanan gas asetylen 11 psig.
3. Mengecek aliran udara dengan melihat kenana 50 psig pada
kompresor.
4. Memasang lampu element Fe kedalam tempatnya.
5. Menghidupkan aliran listrik ke komputer, blower dan
spektrometer.
6. Memastikan blower sudah nyala.
7. Menyalakan komputer.
8. Menyalakan alat spectra AA-220.
9. Mengklik logo/program spektra AA pada layer komputer.
10. Mengklik worksheet.
11. Mengklik new.
12. Mengklik worksheet details dan mengisi data berikut ini :
Nama : kelompok 2 D3 B
Analyst : Favian, Indah, Ambar
Comment : Rizki
Sampel :3
13. Mengklik OK.
14. Mengklik ADD METHODE dan memilih elemen Fe (elemen yang
akan dianalisa)
15. Mengklik edit methode dan mengisi form berikut ini :
- Type/Mode
Sampling mode : manual
Instrument mode : Absorban
Flame type & gas flow : Air/acetylene
Air flow : 13, 5 mL/min
Acetylene flow : 2,00 mL/min
- Measurment
Measurment mode : integration
Measurment time : 3s

18
Read delay : 5s
Calibration mode : consentration
Replicate standard :6
Replicate sampel :2
- Optimal
Lamp position :1
Lamp current : 5,0 mA
Wavelength : 248, 3 nm
Slit width : 0,2 nm
Background correction : BC off
- Standard
Mengisi nilai larutan standar Fe
Standard 1 : 2 mg/L
Standard 2 : 6 mg/L
Standard 3 : 11 mg/L
Standard 4 : 16 mg/L
Standard 5 : 21 mg/L
Standard 6 : 26 mg/L
16. Mengklik ok.
17. Mengklik label dan mengisi nama sampel berikut ini :
Pada baris 1 : sampel X1
Pada baris 2 : sampel X2
Pada baris 3 : sampel X3
18. Mengklik analysis.
Akan muncul kotak dialog confirm W5127 please up date the
worksheet to use the available instrumen mengklik ok pada kotak dialog
tersebut.
19. Mengklik optimize lamp
- Kotak unsur pilihan Fe yang diuji, klik Ok
- Kotak dialog W5127, klik Ok
- Kolom analysis checklist, mengklik Ok

19
20. Mengklik optimize lamp
- Memutar tombol putaran yang terdapat dibagian belakang
lampu sampai skala minimum
- Mengklik rescale
- Poin a dan b dilakukan berulang sampai skala gain 66%
21. Mengklik optimize signal
22. Menyalakan flame dengan menekan tombol hitam / ignate sehingga nyala
api sempurna
23. Mengklik instrument zero saat selang terhubung dengan aquadest .
24. Memindahkan selang ke salah satu standar (standar 11 mg/L) menggeser
burner head sampai diperoleh nilai absorbansi tertinggi.
25. Mengembalikan selang ke aquadest lalu menunggu signal absorbansinya
turun, lalu mengklik Ok.
26. Muncul kolom uji Fe, lalu mengklik Ok
27. Menglik start dan muncul beberapa kota, yaitu :
- Kotak confirm W5127 : mengklik Ok
- Kotak analysis : mengklik ok
- Kotak confirm : mengklik Ok
28. Mengklik perintah yang muncul di monitor untuk dianalisa
a) Present instrument zero ( selang terhubung dengan
Aquadest ) mengklik Ok.
b) Present cal zero ( selang tehubung dengan blanko),
mengklik read.
c) Present standard 1 ( selang terhubung dengan standard 1
yaitu 2 mg/L), mengklik read.
d) Melakukan hal yang sama untuk standard 2 sampai
standard 6.
e) Present sample X1 ( selang terhubung dengan sampel X1)
mengklik read
f) Melakukan poin e untuk sampwl X2 dan X3

20
g) Setelah proses analisa selesai, akan muncul out non
complate, mengklik Ok.
h) Kurva standard tidak muncul, mengecek standard yang
salah pada log analysis, double klik.
i) Mengklik kanan pada standard yang salah, memilih edit
replace, mask, mengklik apply
29. mengeprint hasil yang diperoleh , kemudian mengklik kananpada
hasil yang diperoleh, kemudian mengklik print.
30. Mematikan alat AAS
a) Mengklik exit pada menu awal
b) Mengklik start pada monitor kemudian shut down
c) Mematikan alat AAS dan melepaskan lampu Fe
d) Menutup kran tabung gas
e) Mematikan sumber arus listrik

21
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan


C Absorbansi 𝐴̅ %
larutan SD
(mg/l) A1 A2 A3 A4 A5 A6 Rata-rata RSD
Standar 2 0,0164 0,0158 0,0154 0,0161 0,0017 0,0161 0,0161 5 x 10-4 3,106
1 %
Standar 6 0,1350 0,1351 0,1315 0,1340 0,1363 0,1321 0,134 1,7 x 10-4 0,127
2 %
Standar 11 0,3920 0,3867 0,3969 0,3978 0,3997 0,3974 0,396 4 x 10-4 0,101
3 %
Standar 16 0,4983 0,5138 0,5060 0,5097 0,5143 0,5247 0,511 8,1 x 10-3 1,58
4 %
Standar 21 0,6404 0,6454 0,6504 0,6614 0,6499 0,6584 0,652 8 x 10-3 1,23
5 %
Standar 26 0,7795 0,7872 0,7701 0,7822 0,7916 0,7859 0,78 6,82 x 10-3 0,87
6 %
Sampel 10,384 0,3441 0,3693 0,3675 - - - 0,3603 -` -
x1
Sampel Over 0,8210 0,8299 0,8282 - - - 0,8263 - -
x2
Sampel 0,207 0,0117 0,0071 0,0036 - - - 0,00746 - -
x3

3.2 Perhitungan
- Perhitungan Absorbansi rata-rata (𝐴̅)
𝐴1 +𝐴2 +𝐴3 +𝐴𝑛
Rumus : 𝐴̅ =
𝑛
Contoh perhitungan absorbansi rata-rata untuk larutan blanko

22
0,0164+0,0158+𝑛
𝐴̅ = = 0,0161
3

Untuk menentukan 𝐴̅ larutan standar dan sampel digunakan


cara yang sama seperti perhitungan diatas.
- Perhitungan Standar Deviasi sampel

(𝑥1 −𝑥̅ )2 +(𝑥2 −𝑥̅ )2 +(𝑥3 −𝑥̅ )2 +(𝑥𝑛 −𝑥̅ )2


Rumus : 𝛿 = √
𝑛−1

Contoh perhitungan SD (𝛿) untuk larutan blanko


(0,0164−0,0158)2 +(0,o,o158−0,0154)2 +(0,0154−n)2
𝛿=√ n−1

= 5 x10-4
Untuk menentukan SD larutan standar dan sampel digunakan
cara yang sama seperti perhitungan diatas.
- Perhitungan % RSD
𝛿
Rumus : % RSD = 𝐴̅ x 100 %

Contoh perhitungan % RSD untuk larutan blanko


5 𝑥 10−4
%RSD = × 100% = 3,106 %
0,0161

Untuk menentukan % RSD larutan standar dan sampel


digunakan cara yang sama seperti perhitungan diatas.

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu praktikum kimia analisa instrument dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) atau dalam Bahasa
indonesianya adalah spektrometri serapan atom memiliki 4 tujuan yang akan
dibahas satu persatu dalam laporan ini.
Tujuan pertama adalah memahami prinsip analisa dengan menggunakan
AAS. AAS hanya dapat menganalisa atom yang terdapat dalam logam. AAS tidak
dapat menganalisa unsur nonlogam karena atom-atom nonlogam cenderung
menjadi ion ketika unsur tersebut dibakar, sehingga absorpsi cahaya oleh terhadap
atom tidak terjadi. Sedangkan dalam AAS terprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom maka unsur-unsur yang dianalisa dipecah menjadi atom oleh atomizer dalam
bentuk flame. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh flame,
tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar
(ground state). Atom-atom ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh
sumber radiasi atau HCL (Hollow Cathode Lamp) sesuai dengan unsur yang
dianalisa (dalam unsur ini adalah unsur Fe) yang kemudian akan terjadi
penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tinggkat dasar
tersebut. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah =
Panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam flame. Absorpsi ini
mengikuti hokum lambert beer, yaitu absorbs berbanding lurus dengan Panjang
nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Panjang nyala
dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan
konsentrasi analit dalam sampel.
Tujuan kedua adalah mampu mengoperasikan alat AAS yang telah
dibuktikan didalam prosedur laporan ion yang dibuat sesuai dengan praktikum
yang telah dilakukan.
Tujuan yang terakhir adalah menentukan konsentrasi unsur logam tertentu.
Penentuan konsentrasi ini dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode 1

24
standar dan metode kurva kalibrasi. Berdasarkan hasil konsentrasi dari alat AAS
dengan metode 1 standar, maka didapat konsentrasi sampel adalah :
- Sampel X1 : 12,0849 mg/L
- Sampel X2 : over
- Sampel X3 : 0,9267 mg/L

Dan dengan metode kedua yaitu metode pembacaan alat , didapatkan


konsentrasi sampel adalah :

- Sampel X1 : 10,384 mg/L


- Sampel X2 : over
- Sampel X3 : 0,207 mg/L

Pada sampel X2 data menunjukkan over. Hal ini dikarenakan konsentrasi


sampel yang melebihi konsentrasi sampel yang melebihi konsentrasi dari deret
larutan standar sehingga alat tidak dapat menganalisis konsentrasi dari sampel
tersebut. Cara mangatasi hal in adalah dengan mengencerkan sampel.

25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum AAS dapat disimpulkan bahwa:
- Dapat memahami prinsip analisa dengan menggunakan AAS, yaitu
prinsipnya penyerapan cahaya oleh atom.
- Dapat mengoperasikan alat AAS
- Dapat menentukan konsentrasi sampel metode 1 standar, maka
didapat konsentrasi sampel adalah :
- Sampel X1 : 12,0849 mg/L
- Sampel X2 : over
- Sampel X3 : 0,9267 mg/L
- Dan dengan metode kedua yaitu metode pembacaan alat ,
didapatkan konsentrasi sampel adalah :
- Sampel X1 : 10,384 mg/L
- Sampel X2 : over
- Sampel X3 : 0,207 mg/L

5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum, mahasiswa harus lebih teliti dalam hal:

a. Membuat larutan standar dengan teliti dan kondisi alat yang


digunakan harus benar-benar kering dan bersih.
b. Memperhatikan dan melakukan prosedur percobaan sesuai dengan
petunjuk praktikan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, “Energi Levels Atom” dalam Http:// Cas.sdss.org/


dr6/en/Proj/Advanced/ Spectraltypes/energi levels.asp/ 10 November
2010.
Anonim, 2009, “diagram Energi level atom” dalam Http://hyperphysics.Phy-
astr.gsu.edu/hbase/atomic/grotrian.html/ 10 November 2010.
Basset. J, Dkk. 1994. “Buku Ajar Vogel Kimia analisa Kuantitatif”, Edisi
Keempet. Jakarta : EGC.
Khopkar, S.M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. Jakarta: UI –Press\
Tim Penyusun Penuntun Praktikum Instrumen . 2008. ”Penuntun
Praktikum Instrumen”. Samarinda: Polnes.
Underwood., AL., Day., RA., Jr. 2002, “Analisa Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam“, Jakarta: Erlangga.
Widiastuti, Endang , Dkk.1996. “Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen”.
Bandung : Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik.

27

Anda mungkin juga menyukai