Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ANALISIS FISIKA KIMIA

Nama : Fatmawati
No. BP : 20012007
Kelas : 2019C (Transfer S1)
Dosen Pengampu : Rina Desni Yetti, M.Si

Soal:
1. Perbedaan SSA dengan Spektrofotometer Emisi.
2. Jelaskan prinsip kerja AES, ICP, dan FES.
3. Jelaskan analisa kuantitatif secara:
a. Metoda Kurva Kalibrasi
b. Metoda Adisi Standar
4. Artikel tentang Spetrofotometer Emisi, minimal 3 (bahasa inggris). Buat perbedaan
ke 3 artikel (buat resume dan lampirkan artikelnya).

Jawab:
1. Perbedaan SSA dengan Spektrofotometer Emisi.
SSA adalah singkatan dari Atomic Absorption Spectroscopy dan singkatan AES
Atomic Emission Spectroscopy. Keduanya adalah metode analisis-spektro-analitik yang
digunakan dalam kimia untuk mengukur jumlah spesies kimia; dengan kata lain, untuk
mengukur konsentrasi spesies kimia tertentu. AAS dan AES berbeda dalam prinsip
operasinya di mana AAS menggunakan metode penyerapan cahaya oleh atom dan,
dalam AES, cahaya yang dipancarkan oleh atom adalah apa yang dipertimbangkan.
AAS adalah metode analisis-spektro yang digunakan dalam kimia di mana energi
yang diserap oleh atom diukur. AAS menggunakan prinsip penyerapan cahaya oleh
atom. Dalam teknik ini, konsentrasi ditentukan dengan metode kalibrasi di mana
pengukuran penyerapan untuk jumlah yang diketahui dari senyawa yang sama telah
dicatat sebelumnya.
AES adalah teknik yang yang mengukur energi yang dipancarkan oleh spesies atom
yang sedang diselidiki Prinsip pengoperasian cahaya yang dipancarkan oleh atom
dipertimbangkan. Nyala api umumnya digunakan sebagai sumber cahaya dan, seperti
disebutkan di atas, cahaya yang dipancarkan dari nyala api dapat disesuaikan dengan
baik tergantung pada elemen yang diselidiki. Untuk mengeksitasikan atom logam-
logam yang lebih berat maka diperlukan nyala api dengan kombinasi gas lain yang
dapat memberikan suhu lebih tinggi dan juga memberikan energy kalor yang lebih
tinggi. Oleh karena itu AES cocok untuk menganalisis unsur- unsur logam golongan
Alkali dan Alkali Tanah.
Perbedaan Spektrofotometri Emisi Atom Spektrofotometri Serapan
Atom
Sumber cahaya Nyala api yang sering Sumber cahaya
monokromatik digunakan
digunakan.
untuk menyediakan energi
untuk eksitasi elektron.
Atomisasi Atomisasi berlangsung Ada ruang terpisah untuk
atomisasi sampel.
selangkah demi selangkah
setelah pengenalan sampel ke
api.
Prinsip operasi Sampel yang teratomisasi dalam Ketika cahaya monokromatik
dibombardir melalui sampel
nyala api kemudian menyerap
atom menyerap energi, dan
energi melalui elektron yang tingkat penyerapan dicatat.
tereksitasi. Kemudian energi ini
dilepaskan pada relaksasi atom
dan diukur dengan instrumen
sebagai energi yang
dipancarkan.
Sumber radiasi Atomizer berfungsi ganda, Ada 2 macam sumber radiasi
selain untuk atomisasi unsur :
juga berfungsi sebagai sumber a. Sumber radiasi kontinu
radiasi. yaitu sumber radiasi
yang memancarkan
radiasi pada berbagai
panjang gelombang.
Contohnya yaitu lampu
deuteurium (D2) untuk
UV, lampu wolfram (W)
untuk visible.
b. Sumber radiasi
diskontinu yaitu sumber
radiasi yang
memancarkan radiasi
secara diskontinu pada
panjang gelombang
tertentu. Contohnya yaitu
lampu katoda cekung
(Hollow Cathode Lamp)
dan Electrodless
Discharge Lamp.
Atom yang diukur Radiasi yang dipancarkan Radiasi yang diserap oleh
dengan panjang gelombang atom-atom yang tidak
tertentu oleh atom-atom yang terksitasi
tereksitasi
Teknik  Pemakaian teknik kurang  Pemakaian teknik jauh
luas lebih luas
 Teknik spesifik karena  Teknik tidak spesifik
garis spektrum absorpsi karena tidak dijumpai
atom sangat sempit dan adanya masalah garis
energi transisi elektron spektrum yang sempit
sangat karakteristik untuk
setiap unsur
Waktu Lebih lama Lebih cepat
Kemudahan Lebih sukar Lebih mudah
penggunaan

2. Prinsip kerja AES, ICP, dan FES.


a. AES
Spektrometer emisi adalah salah satu alat analisis kimia untuk penentuan unsur-
unsur logam dalam suatu bahan padat masif logam maupun paduan logam, secara
kualitatif maupun kuantitatif. Prinsip umum dari pengukuran ini adalah mengukur
intensitas dari energi/radiasi yang dipancarkan dalam bentuk sinar oleh atom-atom
yang mengalami perubahan tingkat energi elektron (eksitasi, de-eksitasi). Atom-
atom tereksitasi dihasilkan dari proses pembakaran lokal pada permukaan bahan.
Pembakaran lokal mengakibatkan molekul-molekul senyawa menguap dan terurai
menjadi atom-atom unsur yang bersangkutan. Pada keadaan ini, terjadi eksitasi
elektron dari tingkat energi terendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Kemudian
sambil kembali ke keadaan dasar elektron akan mengemisikan energi melalui
pancaran sinar. Sinar yang dipancarkan memiliki energi tertentu yang merupakan
karakteristik dari setiap unsur sehingga fenomena ini dijadikan metode untuk
analisis kualitatif. Sedangkan intensitas sinar karakteristik tersebut sebanding
dengan konsentrasi unsur yang bersangkutan dalam bahan yang sejenis. Hal ini
digunakan sebagai dasar penentuan unsur secara kuantitatif dalam suatu bahan.
AES menggunakan pengukuran kuantitatif dari optik emisi dari atom tereksitasi
untuk menentukan konsentrasi analit. Atom analit dalam larutan yang disedot ke
daerah eksitasi mana mereka desolvated, menguap, dan teratomisasi dengan api,
debit, atau plasma. Suhu-tinggi atomisasi menyediakan sumber energi yang cukup
untuk mempromosikan atom ke tingkat energi yang tinggi. Peluruhan atom kembali
ke tingkat yang lebih rendah dengan memancarkan cahaya. Karena transisi antara
tingkat energi atom yang berbeda, garis-garis emisi dalam spektrum yang sempit.
Spektrum sampel yang mengandung banyak unsur bisa sangat padat, dan
pemisahan spektral atom transisi terdekat memerlukan resolusi tinggi spektrometer.
Instrumentasi untuk AES sebenarnya sama dengan  AAS (Atomic Absorbance
Spectroscopy), yang membedakan yaitu pada AAS yg di ukur adalah absorbansinya
sedangkan pada AES adalah emisinya.   Sumber pengeksitasi atom suatu unsure
diperlukan suatu sumber energy kalor yang mampu mengeksitasikan elektron di
orbital paling luar dari atom tersebut ketingkat energi atom yang lebih tinggi. Pada
spektrofotometri emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas, tetapi
kelemahan dari nyala api ini adalah energy kalor yang dihasilkan relative rendah. 
Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akan menghasilkan suhu
sekitar  3000oC.  Dengan kombinasi gas ini  maka unsur-unsur yang dapat
dieksitasikan dengan menghasilkan intensitas sinar emisi yang baik biasanya adalah
logam-logam alkali (Na, K, Li, Cadll).   Sedangkan untuk mengeksitasikan atom
logam-logam yang lebih berat maka diperlukan nyala api dengan kombinasi gas lain
yang dapat memberikan suhu lebih tinggi dan juga memberikan energy kalor yang
lebih tinggi. Oleh karena itu AES cocok untuk menganalisis unsur- unsur logam
golongan Alkali dan Alkali Tanah.
Prinsip Kerja:
AES menyerap cahaya menggunakan atom bebas. AES adalah instrumen yang
menggunakan prinsip ini, bertujuan untuk menganalisis konsentrasi logam dalam
larutan. Zat dalam suatu larutan mengalami penguapan, dan dipecah menjadi atom
terfragmentasi menjadi nyala atau plasma. Prinsip dasar dari analisa Atomic
Emission Spectrometer (AES) ini yaitu : Apabila atom suatu unsur ditempatkan
dalam suatu sumber energi kalor (sumber pengeksitasi), maka elektron  di orbital
paling luar atom tersebut yang tadinya dalam keadaan dasar atau ground state akan
tereksitasi ke tingkat-tingkat energi elektron yang lebih tinggi.  Karena keadaan
tereksitasi itu merupakan keadaan yang sangat tidak setabil maka elektron yang
tereksitasi itu secepatnya akan kembali ke tingkat energi semula yaitu kekeadaan
dasarnya (ground state).  Pada waktu atom yang tereksitasi itu  kembali ketingkat
energi lebih rendah yang semula, maka kelebihan energi yang dimilikinya sewaktu
masih dalam keadaan tereksitasi akan dibuang keluar berupa emisi sinar dengan
panjang gelombang yang karakteristik bagi unsur yang bersangkutan khas.
Intensitas Emisi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh konsentrasi logam. Dari sini
dapat dilakukan analisis kuantitatif.
Emission kualitatif juga dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak
elemen hadir dalam sampel. Untuk analisis “kuantitatif”, intensitas cahaya yang
dipancarkan pada panjang gelombang elemen yang akan ditentukan diukur.
Intensitas emisi pada panjang gelombang ini akan lebih besar sebagai nomor atom
dari unsur analit meningkat. Teknik fotometri nyala api adalah sebuah aplikasi dari
emisi atom untuk analisis kuantitatif.

b. ICP
Induktif Coupled Plasma (ICP) yang termasuk ke dalam Spektroskopi Atomik
adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk mendeteksi jejak logam dalam
sampel dan untuk mendapatkan karakteristik unsur-unsur yang memancarkan
gelombang tertentu. Inductively Coupled Plasma (ICP)merupakan instrumen yang
digunakan untuk menganalisis kadar unsur-unsur logam dari suatu sampel dengan
menggunakan metode spektorfotometer emisi.
ICP dapat digunakan dalam analisis kuantitatif untuk jenis sampel bahan-bahan
alam seperti batu, mineral, tanah, endapan udara, air, dan jaringan tanaman dan
hewan, mineralogi, pertanian, kehutanan, peternakan, kimia ekologi, ilmu
lingkungan dan industri makanan, termasuk pemurnian dan distribusi anlisa elemen
air yang tidak mudah dikenali oleh AAS seperti Sulfur, boraks, fosfor, Titanium,
dan Zirconium. Bahan yang akan dianalisis untuk alat ICP ini harus berwujud
larutan yang homogen.
Prinsip Kerja:
Prinsip utama ICP dalam penentuan elemen adalah pengatomisasian elemen
sehingga memancarkan cahaya panjang gelombang tertentu yang kemudian dapat
diukur. Prinsip umum pada pengukuran ICP yaitu mengukur intensitas
energi/radiasi yang dipancarkan oleh unsur unsur yang mengalami perubahan
tingkat energi atom (eksitasi atau ionisasi) . Larutan sampel dihisap dan dialirkan
melalui capilarry tube ke Nebulizer.Nebulizer merubah larutan sampel kebentuk
aerosol yang kemudian diinjeksikan oleh ICP. Pada temperatur plasma, sampel-
sampel akan teratomisasi dan tereksitasi. Atom yang tereksitasi akan kembali ke
keadaan awal (ground state) sambil memancarkan sinar radiasi. Sinar radiasi ini
didispersi oleh komponen optik. Sinar yang terdispersi, secara berurutan muncul
pada masing-masing panjang gelombang unsur dan dirubah dalam bentuk sinyal
listrik yang besarnya sebanding dengan sinar yang dipancarkan oleh besarnya
konsentrasi unsur. Sinyal listrik ini kemudian diproses oleh sistem pengolah data.
1) Langkah kerja ICP
a. Preparasi Sampel
Beberapa sampel memerlukan langkah preparasi khusus seperti penambahn
asam, pemanasan, dan desktruksi dengan microwave
b. Nebulisasi
Cairan diubah menjadi aerosol.
c. Desolvasi/volatisasi
Pelarut dihilangkan sehingga terbentuk aerosol kering.
d. Atomisasi
Ikatan gas putus, dan hanya ada atom. Suhu plasma dan temperatur sangat
penting pada tahap ini.
e. Eksitasi/emisi
Atom memperoleh energi dari tumbukan dan memancarkan cahaya dari
panjang gelombang yang khas.
f. Deteksi/pemisahan
Grating mendispersikan cahaya yang dapat diukur secara kuantitatif.
2) Proses pendispersian cahaya pada ICP
Sampel yang akan dianalisis harus dalam larutan. Larutan dalam bentuk pelarut
air lebih disukai daripada pelarut organik, Untuk larutan organik memerlukan
perlakuan khusus sebelum injeksi ke dalam ICP.Sampel padat juga tidak
diperbolehkan, karena dapat terjadi penyumbatan pada instrumentasi. Untuk sampel
padatan diperlukan preparasi sampel dengan proses digestion pada umumnya
dengan acid digestion. Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan sampel menjadi
erosol.
Cahaya emisi oleh atom suatu unsur pada ICP harus dikonversi ke suatu sinyal
listrik yang dapat diukur jumlahnya. Hal ini terpenuhi dengan komponen radiasinya
oleh kisi difraksi, dan kemudian diukur intensitas cahayanya dengan tabung
photomultiplier pada panjang gelombang yang spesifik untuk masing-masing
elemen. Cahaya yang dipancarkan oleh atom atau ion didalam ICP dikonversi ke
isyarat elektrik oleh photomultiplier. Intensitas sinyal ini kemudian dibandingkan
dengan intensitas yang telah diketahui, sehingga konsentrasi dapat dihitung.
Masing-masing unsur akan mempunyai banyak panjang gelombang spesifik di
dalam spektrum yang bisa digunakan untuk analisa.

c. Flame Emission Spectroscopy (FES) atau Spektroskopi Emisi Nyala (SEN)


Spektroskopi emisi nyala disebut juga dengan fotometri nyala adalah suatu
metoda analisa untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel yang
berdasarkan pada pengukuran besaran emisi sinar monokromatis spesifik yang di
pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam
keadaan nyala, dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari
komponen logam tersebut.
Prinsip Kera:
Prinsip dari FES ini adalah pancaran cahaya elektron yang diemisi dari keadaan
tereksitasi dan kemudian kembali ke keadaan dasar. Keadaan tereksitasi ini terjadi
apabila elektron dari atom netral keluar dari orbitalnya menuju orbital yang lebih
tinggi. Proses eksitasi berlangsung dengan waktu yang relatif sangat singkat sekali.
Sesaat setelah tereksitasi, elektron tersebut akan kembali ke keadaan dasarnya dan
proses ini dinamakan emisi. Dalam keadaan teremisi inilah elektron tesebut akan
memancarkan sejumlah sinar monokromatis tertentu. Dalam keadaan berpijar,
logam-logam tertentu akan menghasilkan pijaran warna tertentu pula.
FES melibatkan penyemprotan sampel ke nyala. Radiasi dari sumber akan
diuraikan untuk mendapatkan daerah spectrum yang diinginkan. Intensitas dari
radiasi spektrum tersebut diukur dan akan dideteksi kenaikan atau penurunan
intensitas radiasi pada garis terisolasi. Recorder akan mencatat hasi dari ouput.
Dengan sistem penyemprotan diharapkan distribusi yang seragam dari sampel
masuk ke nyala sehingga masalah-masalah yang berhubungan dengan busur api dan
bunga api dapat dihindarkan.

3. Analisa kuantitatif secara:


a. Metode Kurva Kalibrasi
Metode kalibrasi merupakan metode umum yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi karena cocok untuk menganalisis banyak sampel secara cepat. Metode ini
menggunakan seri larutan standar dengan konsentrasi tertentu (García dan Báez, 2012).
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Pada metode ini tidak dilakukan
penambahan cuplikan pada larutan standar, karena baik pada larutan standar dan larutan
cuplikan diukur masing-masing, tanpa dilakukan pencampuran antara larutan standar
dan larutan cuplikan. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi
(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan
slobe = .b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi
larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke
dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi
linear pada kurva kalibrasi

b. Metode Adisi Standar


Metode adisi standar adalah salah satu metode standardisasi yang dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi sampel. Larutan standar adisi dibuat dengan cara
menambahkan larutan standar ke dalam sampel (García dan Báez, 2012).
Metoda adisi standar adalah metoda dimana sampel yang akan dianalisis
ditambahkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya untuk
meminimalkan kesalahan yang di sebabkan oleh berbagai matrik. Menurut Syahputra
(2004) metoda ini mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbadaan
kondisi lingkungan (matrik) sampel dan standar.
Pada metode adisi standar dilakukan penambahan cuplikan pada larutan standar
karena konsentrasi cuplikan yang sangat kecil sehingga sulit untuk diukur serapannya.
Maka dengan metode ini, konsentrasi cuplikan menjadi besar dan untuk menentukan
konsentrasi cuplikan tinggal dihitung selisihnya (Day, 1989). Penggunaaan metode adisi
standar dapat meningkatkan konsentrasi larutan dan tentunya akan lebih mudah dihitung
karena untuk menentukan konsentrasi sampel tinggal dihitung selisihnya.
Metode adisi standar digunakan jika bekerja dengan larutan uji yang rumit sifatnya
atau komposisi eksaknya tidak diketahui, mungkin sangat sulit atau tidak mungkin
menyiapkan larutan standar yang komposisinya mendekati contoh. Cara ini dengan
penambahan kuantitas yang diketahui dari ion yang akan ditetapkan, kedalam sejumlah
porsi larutan contoh, semua larutan yang diperoleh hendaknya diencerkan menjadi
volume akhir yang sama. Absorbansi larutan uji mula-mula diukur dan kemudian tiap
larutan yang telah disediakan diperiksa bergiliran dengan larutan paling pekat terakhir.
Kemudian nilai absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi yang ditambahkan, haruslah
diperoleh alur garis lurus dan garis itu dapat diekspolasi ke sumbu konsentrasi titik
dimana sumbu itu terpotong memberikan konsentrasi larutan uji (Basset, 1991).
Metode adisi standar digunakan jika:
a. Jika konsentrasi sampel sangat rendah, jika menggunakan metode kurva standar
mempunyai resiko ketelitian rendah.
b. Jika matrix dan sampel mempunyai gangguan yang besar terhadap analitnya.
c. Sampel jumlahnya sedikit.
Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan
ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan
yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah
larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut
hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck AT = k (Cs/Cx)
Dimana:
Cx = Konsentrasi zat sampel
Cs = Konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = Absorbansi zat sampel / zat standar 
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh
Cx = Cs + Ax / (AT-Ax)
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT
dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat
grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0
sehingga diperoleh:
Cx = Cs + Ax / (0-Ax) ; Cx = Cs (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs

4. Perbedaan artikel
a. Artikel/jurnal 1
“Determination of Thirteen Common Elements in Food Samples by Inductively
Coupled Plasma Atomic Emission Spectrometry: Comparison of Five Digestion
Methods”
Dalam penelitian ini,lima sampel prosedur destruksi dievaluasi untuk penentuan Al,
B, Ca, Cu, Fe, K, Mg, Mn, Na, P, S, Sr, dan Zn dalam sampel makanan dengan uji
spektrofotometri emisi atom plasma yang digabungkan secara induktif ICP-AES. Lima
prosedur tersebut meliputi pengabuan kering pada suhu 500 ° C, destruksi basah dengan
HNO3 – HClO 4, destruksi microwave dengan HNO3, destruksi microwave dengan
HNO3 – H 2O2, dan destruksi microwave dengan HNO3 – H 2O2 – HF. Untuk
destruksi gelombang mikro dengan HNO3 – H 2O2 – HF, silikon (IV) oksida
digunakan untuk menghilangkan kelebihan HF, sehingga memungkinkan untuk
menghilangkan total Al, B, dan elemen umum lainnya secara akurat dan simultan.
Larutan sampel diencerkan dengan faktor 10 untuk penentuan K, Na, Ca, atau Mg
ketika konsentrasi elemen dalam sampel kering relatif tinggi (> 0,1%). Tujuan
pengenceran adalah untuk menghindari konsentrasi elemen-elemen ini berada di luar
bagian linier dari kurva kalibrasi. Solusi sampel yang tidak diencerkan digunakan untuk
menentukan semua elemen lainnya. Semua sampel disiapkan dalam rangkap tiga.
Konsentrasi masing-masing elemen dihitung dari persamaan regresi linier berdasarkan
intensitas emisi rata-rata 3 pengukuran terpisah. Pemulihan dikutip dalam laporan ini
berarti rasio persen dari konsentrasi yang ditentukan suatu elemen dengan nilai NIST.
Reagen yang digunakan yaitu Deionized (DI) water, Asam klorida (3M), Asam nitrat
(71%), Asam perklorat (69–72%), dan Asam hidrofluorat (48–51%).
Semua pengukuran spektrometri dilakukan dengan spektrometer ICP sekuensial.
Pengaburan sampel dilakukan dalam tungku Thermolyne 30400 yang dapat diprogram
(Barnstead Thermolyne, Dubuque, IA). Penguraian gelombang mikro dilakukan dalam
oven microwave MDS-81D (CEM Co., Matthews, NC) dengan daya maksimum 630 ±
70 W. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi B, labu volumetrik poli-propilena
Nalgene (Nalge Co., Rochester, NY) dan pipet polistiren Fisherbrand (Fisher Scientific,
Fair Lawn, NJ) digunakan untuk menyiapkan larutan standar dan sampel untuk
pengaburan kering dan microwave prosedur destruksi. Labu Kimax Kohlrausch (Fisher
Scientific, Fair Lawn, NJ) digunakan untuk pencernaan basah dengan HNO3 – HClO 4.
Hasil dari penelitian ini adalah Tujuh Institusi Nasional Standar dan Bahan
Referensi Standar Teknologi (SRM) dianalisis untuk membandingkan pemulihan 13
elemen dengan prosedur destruksi diatas. Hasilnya menunjukkan bahwa prosedur
penguraian gelombang mikro dengan HNO3-H 2O2-HF menghasilkan pemulihan
terbaik untuk semua 13 elemen di SRM yang dipilih. Konsentrasi yang ditentukan dari
sebagian besar elemen mendekati untuk semua 3 prosedur microwave di-gestion dengan
pengecualian Al dalam jaringan ikan, hati sapi, dan bayam.

b. Artikel/jurnal 2
“Determination of Metal Contents of Various Fibers Used in Textile
Industry by MP-AES”

Kain yang diproduksi secara tradisional mengandung sisa bahan kimia yang
digunakan selama pembuatannya, bahan kimia yang menguap ke udara yang kita hirup
atau diserap melalui kulit kita. Beberapa bahan kimia bersifat karsinogenik atau dapat
membahayakan anak-anak bahkan sebelum lahir, sementara yang lain dapat memicu
reaksi alergi pada beberapa orang. Paparan logam berat dalam waktu lama dapat
menyebabkan masalah kesehatan seperti gagal ginjal, emfisema, alergi, bahkan kanker.
Untuk itulah penentuan kandungan logam pada bahan tekstil menjadi sangat penting.
Beberapa teknik analitik, seperti voltametri stripping anodik , spektrofotometri,
spektrometri serapan atom, spektrometri emisi optik plasma yang digabungkan secara
induktif, spektrometri massa-plasma yang digabungkan secara induktif, dan
Spektrometri fluoresensi sinar-X digunakan secara umum untuk menentukan jumlah
total atau jumlah logam berat yang dapat diekstraksi dalam tekstil.
Namun, spektroskopi emisi plasma-atom gelombang mikro (MP-AES) merupakan
teknik analisis unsur yang benar-benar baru yang telah dirancang untuk meningkatkan
kinerja analitis dan produktivitas, sambil menurunkan biaya operasi dengan
menghilangkan persyaratan gas yang mudah terbakar dan / atau mahal yang digunakan
dalam teknik analisis unsur.
Pada penelitian ini konsentrasi logam (Al, Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Ni, Pb, Tl, dan
Zn) pada berbagai serat tekstil (kapas, akrilik, poliester, nilon, viskosa, dan
polipropilen) perbedaan warna (merah, putih, hijau, biru, kuning, oranye, hitam, coklat,
ungu, merah muda, biru tua, merah anggur, krem, dan abu-abu) ditentukan oleh MP-
AES. Ekstraksi dengan larutan keringat buatan dan destruksi basah dilakukan sebelum
analisis MP-AES. Kedua dilakukan perbandingan dari dua metode destruksi.
Prosedur destruksi basah dilakukan dengan memanaskan satu gram sampel pada
suhu 110˚C selama 55 menit dengan 10 mL campuran asam 1: 5 H2O2 (30%) / HNO3
(70%). Solusi yang dihasilkan didinginkan dan disaring. Setelah filtrasi, larutan diisi
hingga 25 mL dengan air deionisasi. Kemudian, larutan dianalisis dengan MP-AES.
Analisis MP-AES dilakukan pada instrumen Agilent 4100. Perangkat lunak Agilent MP
Expert digunakan untuk secara otomatis mengurangi sinyal latar belakang dari sinyal
analitik. Spektrum latar belakang dari larutan kosong dicatat dan secara otomatis
dikurangi dari setiap standar dan larutan sampel dianalisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat dari berbagai serat
tekstil yang diperiksa ternyata sangat bervariasi dari satu warna ke warna lain dan dari
satu jenis ke jenis lainnya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
konsentrasi logam berat pada serat tekstil diduga tidak menimbulkan faktor risiko bagi
kesehatan manusia. Namun, konsentrasi timbal ditemukan sedikit lebih tinggi daripada
standar Oeko-Tex pada serat koton, akrilik, poliester, dan polipropilen. Orang-orang
terpapar logam berat yang berasal dari bahan tekstil karena kontak sehari-hari dengan
tekstil seperti pakaian, seprai, dan produk serupa. Beberapa logam ini dapat memicu
reaksi alergi dan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, serat tekstil harus lebih sering
dianalisis. Teknik MP-AES sangat cocok untuk pemantauan cepat dan sensitif logam
berat dalam serat tekstil.
c. Artikel/jurnal 3
“DETERMINATION OF LITHIUM BY FLAME EMISSION
SPECTROMETRY”

Pada penelitian ini dilakukan penentuan Li dengan menggunakan spektrometri emisi


nyala. Pengamatan karakteristik panjang gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
elemen tersebut adalah dasar untuk analisis kualitatif. Pengukuran kekuatan radiasi
yang dipancarkan cahaya memungkinkan pengukuran kuantitatif kandungan ion logam
pada sampel.
Alat yang digunakan adalah fotometer filter yang dilengkapi filter Na, Li dan K. Ini
menggunakan api propana / udara. Identifikasi pembakar dengan tabung nebulizer nya
untuk sampel aspirasi dan tabung pembuangan limbah. Tabung perangkap di antara
pembakar dan limbah melimpah wadah harus diisi dengan air. Jangan operasikan
pembakar tanpa air di dalam tabung. Jika tabung tidak diisi dengan air campuran
propana / udara akan melepaskan diri. Tempatkan filter pemilih di cerobong asap dan
atur untuk Li. Di panel depan instrumen mengidentifikasi sakelar daya, kontrol
penyesuaian bahan bakar, kontrol kosong, kontrol sensitivitas kasar dan halus, "power
on" lampu indikator, dan lampu indikator "nyala menyala".
Prosedur persiapan larutan dilakukan dengan mengencerkan larutan sampai tanda
dengan air deionisasi dalam labu 100 mL yang berisi sampel yang tidak diketahui.
Larutan stok Li yang diberikan memiliki konsentrasi sekitar 200 mg / L. Dengan
menggunakan pipet transfer, pindahkan 25 mL larutan stok Li ke dalam labu ukur 50
mL dan encerkan hingga volume dengan air suling. Encerkan semua labu hingga
volume air suling dan hitung konsentrasi Li dalam standar.
Semprotkan larutan secara bergantian dengan menyemprotkan air suling sebagai
blanko. Itu perbedaan antara sinyal yang diperoleh saat menyemprotkan larutan sampel
dan yang diperoleh saat penyemprotan air suling adalah pembacaan koreksi latar
belakang. Setiap kali mengubah larutan harus menunggu sekitar 20 detik agar sinyal
stabil sebelum merekam pembacaan.
Perbandingan ketiga jurnal
Pada jurnal 1 diketahui bahwa peneliti aka menentukan kadar Al, B, Ca, Cu, Fe, K,
Mg, Mn, Na, P, S, Sr, dan Zn dalam sampel makanan dengan uji spektrofotometri emisi
atom plasma yang digabungkan secara induktif ICP-AES. Hasilnya menunjukkan
bahwa prosedur penguraian gelombang mikro dengan HNO3-H 2O2-HF menghasilkan
pemulihan terbaik untuk semua 13 elemen di SRM yang dipilih.
Pada jurnal 2 diketahui bahwa peneliti aka menentukan konsentrasi logam (Al, Cd,
Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Ni, Pb, Tl, dan Zn) pada berbagai serat tekstil (kapas, akrilik,
poliester, nilon, viskosa, dan polipropilen) perbedaan warna (merah, putih, hijau, biru,
kuning, oranye, hitam, coklat, ungu, merah muda, biru tua, merah anggur, krem, dan
abu-abu) ditentukan oleh MP-AES. Dimana teknik MP-AES merupakan metode yang
paling cepat cepat dan sensitif dalam pemantauan logam berat dalam serat tekstil.
Pada jurnal 3, dilakukan penentuan Li dengan menggunakan spektrometri emisi
nyala. Pengamatan karakteristik panjang gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
elemen tersebut adalah dasar untuk analisis kualitatif. Pengukuran kekuatan radiasi
yang dipancarkan cahaya memungkinkan pengukuran kuantitatif kandungan ion logam
pada sampel.
Dalam perlakuan sampel dari ketiga jurnal tersebut dilakukan dengan cara yang
sama yaitu, sebelum dimasukan kedalam AES sampel tersebut akan di tambahkan
dengan HNO3 agar pH menjadi asam.Dan dari jurnal tersebut dapat diketahui bahwa
penggunaan AES cocok untuk menganalisa logam- logam seperti Cd, Co, Cr, Cu,
Mn,and Pb walaupun demikian penggunaan AES juga cocok untuk K, Ca, Na, dan Mg
secara cepat dan memiliki sensitifitas akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. Boybul, dan Arif, N. 2005. Aplikasi Spektrometer Emisi Pada Analisis
Unsur-Unsur Bahan Paduan Aluminium Almgsi-1 Jurnal Teknik Bahan Nuklir,
1 (2).

Day, dkk. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif (Diterjemahkan oleh: Pujaatmaka),


Erlangga, Jakarta.

Ipeaiyeda, A. R. and Ayoade. 2017. Flame atomic absorption spectrometric


determination of heavy metals in aqueous solution and surface water
preceded by co-precipitation procedure with copper(II) 8-
hydroxyquinoline, Original Article: 4449–4459.

Sulistyaningrum, I, Utami, M. Dan Istiningrum. 2014. Perbandingan Metode Kalibrasi


Dan Adisi Standar Untuk Penentuan Timbal Terlarut Dalam Air Bak Kontrol
Candi Borobudur Secara Spektrofotometri Serapan Atom (Ssa)-Nyala, Jurnal
Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 8 (2): 62-67.

Sun, D. H, James, and Mahwinney. 2000. Determination of Thirteen Common Elements


in Food Samples by Inductively Coupled Plasma Atomic Emission
Spectrometry: by Inductively Coupled Plasma Atomic Emission
Spectrometry:Comparison of Five Digestion Methods, Journal Of AOAC
International, 83 (5).

Sungur, F And Gülmez, F. 2015. Determination Of Metal Contents Of Various Fibers


Used In Textile Industry By Mp-Aes, Research Artikel: 1-5.

SUN ET AL.: JOURNAL OF AOAC INTERNATIONAL VOL. 83, NO. 5, 2000

Anda mungkin juga menyukai