Anda di halaman 1dari 26

Dasar Teori :

Teori Singkat Spektroskopi Serapan Atom (Ssa)


Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang
pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spetrum matahari. Sedangkan yang
mememfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelum ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara
spektrofotometrik atau metode analis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan
memakan waktu, kemudian segera di gantikan dengan Spektroskopi Serapan Atom
atau Atomic Absorption Spectroscopy (ASS). Metode ini sangat tepat untuk analisis Zat pada
konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan di bandingkan metode
spektroskopi emisi konvensional.Memang selain dengan metode serapan atom,unsur-unsur
dengan energi eksitasi dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala,tetapi untuk unsure-unsur
dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan fotometri nyala Untuk analisis
dengan garis spectrum resonansi antara 400-800 nm,fotometri nyala sangat berguna
sedangkan antara 200-300 nm metode ASS lebih baik daripada fotometri nyala.Untuk analisis
kualitatif,metode fotometri nyala lebih disukai dari ASS, karena ASS memerlukan lampu
katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam ASS merupakan sarat utama.
Dari segi biaya AAS lebih mahal dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa
metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplomenter satu sama lainnya.
Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan
spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan
energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan memberikan
warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi atom yang kemudian
memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana
atom dalam keadaan energy rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang
diabsorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan
vektor listrik dari radiasi elektromagnetik.
Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi
tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini,
atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat
kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan foton pada energy yang
sama. Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika energy foton
(h) tepat sama dengan perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar
(G) seperti Gambar di bawah ini:


Gambar.1. Diagram absorpsi dan emisi atom
Absorpsi dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui lompatan
tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara bertahap dari
G E1 E2 , tetapi dapat terjadi juga tanpa melalui tahapan tersebut G E2.
Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama dengan panjang
gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi, apabila energi transisi
kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah yang yang berlawanan. Lebar pita
spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika masing-masing atom yang
mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai energi transisi yang sama.
Lebar Pita Spektra Atom
Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar
10-4 10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran
pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. . Efek Doppler
Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang pengamat, maka pengamat
akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek dari yang diemisikan tersebut. Jika
tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka panjang gelombang seolah menjadi lebih
panjang. Fenomena ini disebut efek Doppler dan dapat menyebabkan pelebaran pita karena
adanya pergerakan termal (panas). Hal yang sama juga terjadi pada atom, dimana dalam
suatu kumpulan atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari
detektor ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih
besar.
Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan
semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi. Pelebaran tekanan
(Pressure Broadening) Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi
bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang gelombang
foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan
perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi
atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz
Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat
tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal,
semakin tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi
pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).

Spektrometer Serapan Atom
Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan
spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya,
tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran
absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk
menentukan konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya
sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki
karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal:
UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk
menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua
alasan utama sebagai berikut:
(a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang
dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita
radiasi yang di berikan oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita absorpsi, sehingga
banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan
sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
(b) Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom, maka
sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar
di dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor
yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam
prakteknya hal ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita
absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk mendeteksi
sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar.2 menunjukkan perbandingan
pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh
monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar radiasi tidak
dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya tidak berada pada daerah pita absorpsi atom
yang sangat sempit dan dapat dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan
atau menyimpang.


Gambar. 2. perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator

Masalah ini dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan menggunakan sumber
cahaya tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya kontinyu. Sebagian besar
sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu katode berongga (hollow chatode
lamp) yang memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katode
berongga Zn digunakan untuk menganalis Zn. Gambar 3a dan 3b menunjukkan cahaya
tunggal mengatasi masalah yang telah diuraikan di atas.



Gambar. 3. Pengaruh sumber cahaya tunggul terhadap pita absorpsi
Spektrum Zn diamati pada panjang gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah
transmisi melalui monokromator konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak
lebih kecil dari sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam daerah
panjang gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung analit yang
diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang digunakan sama dengan
dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti bahwa semua radiasi yang dipancarkan
oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel dan hukum Beer dapat di gunakan. Dengan
menggunakan sumber cahaya tunggal, monokromator konvensional dapat dipakai untuk
mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi
ini menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya
sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur (Adam Wiryawan., dkk, 2007)
Lampu Katode Berongga (Hollow Cathode Lamp)
Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar. 4.
Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam
tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang
mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial
500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 20 mA.

Gambar. 4. Lampu Katode
Adapun gas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang dihasilkan dipercepat
menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom logam menjadi
terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses ini disebut dengan percikan
atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan
kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik.
Spektrum gas pengisi (dan komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan.
Jendela atau tempat dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga
dapat menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.
Nyala
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang di
pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk
mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang di hubungkan dengan
pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat pada Gambar. 5. Sebelum menuju nyala,
sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi oleh aliran gas pengoksidasi sehingga
menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar
menuju ke burner. Sample yang menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-
95%) menuju tempat pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk U untuk
menghindari gas keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada
nyala kemudian diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui nyala.
Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.





Gambar. 5 Nebuliser pada spektrometer serapan atom (SSA)
Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
(a) Udara Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800
o
C) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan
menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti
Na, K, Cu.
(b) Udara Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan
temperatur sekitar 2300
o
C yang dapat mengatomisasi hamper semua elemen. Oksida-oksida
yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan
memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
(c) Nitrous oksida Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000
o
C), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel
yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.

Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan
Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy
elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy,
suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-
tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11
mempunyai konfigurasi electron 1s
1
2s
2
2p
6
3s
1
, tingkat dasar untuk electron valensi 3s,
artinya tidak memiliki kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan
energy 2,2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi
dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang
disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas
logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: Bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan intensitas cahaya:
It = I0e -abc
A= -log [It / I0] = Ebc
Dimana: I0 = intensitas sumber sinar
It= intensitas sinar yang diteruskan
E= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan
konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
Komponen-komponen lainnya dari sebuah spektrofotometer serapan atom adalah
konfensional sifatnya. Monokromatornya dapat tak semahal monokromator spektrofotometer
biasa yang sepadan kualitasnya, karena kurang dituntut. Satu-satunya tuntutan adalah bahwa
monokromator itu melewatkan garis resonan yang dipilih, tanpa dibarengi garis-garis lain
dalam spektrum sumber cahaya yang timbul dari katode logam atau gas lambannya.
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelaombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan
Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik
suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom
pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai
konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3S, artinya tidak
memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2 eV
ataupun ketingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini
yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yang
dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa
spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar
ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.

Pengertian Atomic Absorption Spectrometry
Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk penentuan
unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh
atom-atom bebas unsur tersebut.
Sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan cara AAS. Banyak penentuan unsur-
unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metoda polarografi, kemudian dengan
metoda spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak diganti dengan metoda AAS.
Prinsip pengukuran dengan metode AAS adalah adanya absorpsi sinar UV atau Vis
oleh atom-atom logam dalam keadaan dasar yang terdapat dalam bagian pembentuk atom.
Sinar UV atau Vis yang diabsorpsi berasal dari emeisi cahaya logam yang terdapat pada
sumber energi HOLLOW CATHODE.
Sinar yang berasal dari HOLLOW CATHODE diserap oleh atom-atom logam yang
terdapat dalam nyala api, sehingga konfigurasi atom tersebut menjadi keadaan tereksitasi.
Apabila electron kembali ke keadaan dasar GROUND STATE maka akan mengemisikan
cahayanya. Besarnya intensitas cahaya yang diemisikan sebanding dengan konsentrasi
sampel (berupa atom) yang terdapat pada nyala api.


Hukum Dasar pada Spektrofotometri Serapan Atom ini ialah Hukum Lambert-Beer.

a. Hukum Lambert :
Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorpsi.Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium
tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus
dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang
dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang
menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya
sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama.

b. Hukum Beer :
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Sejauh ini telah dibahas
absorbsi cahaya dan transmisi cahaya untuk cahaya monokromatik sebagai fungsi ketebalan
lapisan penyerap saja. Tetapi dalam analisis kuantitatif orang terutama berurusan dengan
larutan. Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap
transmisi maupun absorbsi cahaya. Dijumpainya hubungan yang sama antara transmisi dan
konsentrasi seperti yang ditemukan Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni
intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi zat penyerap secara linier.

Dari kedua hukum tersebut terbentuklah Hukum Lambert-Beer.
Dimana : A = absorbs
I
o
= intensitas sinar mula-mula
I
t
= intensitas sinar yang diteruskan
a = absortivitas
b = panjang jalan sinar
c = konsentrasi atom yang mengabsorpsi sinar

Baik hukum Lambert maupun hukum Beer harus dilakukan pada sinar monokromatis.

Ada lima komponen dasar alat SSA :
1) Sumber Sinar, biasanya dalam bentuk HOLLOW CATHODE yang mengemisikan
spectrum sinar yang akan diserap oleh atom.
2) Nyala Api, merupakan sel absorpsi yang menghasilkan sampel berupa atom-atom
3) Monokromator, untuk mendispersikan sinar dengan panjang gelombang tertentu
4) Detektor, untuk mengukur intensitas sinar dan memperkuat sinyal
5) Readout, gambaran yang menunjukan pembacaan setelah diproses oleh alat elektronik


Seperti umumnya pada peralatan spectrometer, analisi kuantitatif suatu sampel berdasarkan
Hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = b C
Keterangan:
- A = absorbansi
- = absorptivitas molar
- b = lebar sampel yang dilalui sinar
- C = Konsentrasi zat
Rumusan hokum Lambert Beer menunjukan bahwa besarnya nilai absorbansi
berbanding lurus (linear) dengan konsentrasi. Berdasarkan penelitian, kelinieran hokum
Lamber-Beer umumnya hanya terbatas pada nilai absorban 0,2 sampai dengan 0,8.
Hukum Lambert Beer dapat diterapkan pada metode standar biasa dan metode standar adisi.
STANDAR BIASA STANDAR ADISI
1. Pengukuran sampel dan standar
dilakukan secara terpisah
1.Pengukuran sampel dan standar dilakukan
secara bersamaan
2. Pada kurva kalibrasinya hanya ada slop
2.Pada kurva kalibrasinya selain ada slop ada
juga intersep
3. Cara penentuan konsentrasi sampel
langsung diplotkan ke kurva kalibrasi
3.Cara penentuan konsentrasi sampel
diplotkan ke kurva kalibrasi secara tidak
langsung

Prinsip Dasar
Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari
unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif,
spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan
mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah
dilakukan. AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi
atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS.
Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat
memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan
adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode
serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur.
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem
pengukur fotometerik. Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan
karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan
karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan,
asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur
logam sebanyak 61 logam.
Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari
elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang
telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi
yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala
dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel.
Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut
akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi
yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan
mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan
menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom
terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom
tersebut.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan seperti berikut ini :
Sampel analisis berupa liquid dihembuskan ke dalam nyala api burner dengan bantuan
gas bakar yang digabungkan bersama oksidan ( bertujuan untuk menaikkan temperatur )
sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan dasar yang berbentuk dalam kabut
dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang yang khas. Sinar sebagian diserap, yang
disebut absorbansi dan sinar yang diteruskan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus
dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi,
terukur besarnya sinar yang diserap, sdangkan kurva emisi, terukur intensitas sinar yang
dipancarkan.
Sampel yang akan diselidiki ketika dihembus ke dalam nyala terjadi peristiwa berikut secara
berurutan dengan cepat :
1. Pengisatan pelarut yang meninggalkan residu padat.
2. Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang
mula-mula
akan berada dalam keadaan dasar.
3. Atom-atom tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ketingkatan energi lebih
tinggi.
Prinsip dasar dari pengukuran secara AAS ini adalah, proses penguraian molekul
menjadi atom dengan batuan energi dari api atau listrik. Atom yang berada dalam keadaan
dasar ini bisa menyerap sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar, pada tahap ini atom akan
berada pada keadaan tereksitasi. Sinar yang tidak diserap oleh atom akan diteruskan dan
dipancarkan pada detektor, kemudian diubah menjadi sinyal yang terukur. Panjang
gelombang sinar bergantung pada konfigurasi elektron dari atom sedangkan intensitasnya
bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar, dengan demikian AAS dapat digunakan
baik untuk analisa kuantitatif maupun kualitatif.
Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan
pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar
(ground state).
Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi
dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi
panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi
dan panas.
Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya
transisi elektronik yaitu perpindahan electron dalam atom, dari tingkat energi yang satu ke
tingkat energi yang lain.
Absorpsi radiasi terjadi apabila ada elektron yang mengabsorpsi energi radiasi
sehingga berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Emisi terjadi apabila ada elektron
yang berpindah ke tingkat energi yang lebih rendah sehingga terjadi pelepasan energi dalam
bentuk radiasi. Panjang gelombang dari radiasi yang menyebabkan eksitasi ke tingkat eksitasi
tingkat-1 disebut panjang gelombang radiasi resonansi. Radiasi ini berasal dari unsur
logam/metalloid.
Radiasi resonansi dari unsur X hanya dapat diabsorpsi oleh atom X, sebaliknya atom
X tidak dapat mengabsorpsi radiasi resonansi unsur Y. Tak ada satupun unsur dalam susunan
berkala yang radiasi resonansinya menyamai unsur lain.
Hal inilah yang menyebabkan metode AAS sangat spesifik dan hampir bebas
gangguan karena frekuensi radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur.
Gangguan hanya akan terjadi apabila panjang radiasi resonansi dari dua unsur yang sangat
berdekatan satu sama lain.

Jenis dan Tipe AAS
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :
1. Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu 1700 C
atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan
cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan
untuk atomisasi setiap unsure berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari
campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan
memberikan sensitivitas yang berbeda pula.


Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:
Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan
dianalisa
Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah Udara : C
2
H
2
(suhu nyala 1900 2000
C), NO
2
: C
2
H
2
(suhu nyala 2700 3000 C), Udara : propana (suhu nyala 1700 1900 C).
Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung
perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :
1. Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil. Dianjurkan
dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk mencegah korosi.
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang
dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
Tidak mudah meledak bila kena panas
Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
Mempunyai titik didih > 100 C
Mempunyai titik nyala yang tinggi
Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS)
Contoh: Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber sehingga terbentuk
aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh campuran gas oksidan dan bahan bakar akan
mengalami proses atomisasi

2. Atomisasi tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang karbon (CRA
Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA Graphite Tube Atomizer) yang
mempunyai 2 elektroda.
Sampel dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau
tabung menjadi panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi.
Suhu dapat diatur hingga 3000 C. pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu :
Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi dekomposisi dan
penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel sehingga
diperoleh garam atau oksida logam
Pengatoman (atomization)
3. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se, Sb yang
mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 C sehingga atomisasi dilakukan
dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-
atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).

Bagian-Bagian Spectrometry AAS dan fungsinya
a. Sumber radiasi resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode
Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya
terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari
unsur murni yang dikehendaki.
Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi
yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar
atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus listrik yang
terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini
menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-
atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke
tingkat dasar dengan melepaskan energy eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang
dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b. Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem
pembakar)
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan
ukuran partikel 15 20 m) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari
aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang
pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas
bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui
saluran pembuangan.
Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,
bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam unsur
yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
c. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam nyala,
energy radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang
diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut
dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi
tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas
pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga.
Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.
d. Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur
intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.
e. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan
secara otomatis kurva absorpsi.
f. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai
atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji
berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa
digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada
AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi
lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang
kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada
gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas
dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam
kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan,
lamanya waktu pemakaian dicatat.
g. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas
asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas
N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu 30.000K. Regulator pada
tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan
gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan
pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila
terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang
keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka
tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan
minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung
dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang
dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
h. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada
AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar
asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang
dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi
yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar
bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang
dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk
ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila
lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap
hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang
terhubung dengan ducting


i. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom.
Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam
merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang
akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan
merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan
disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat
penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan
posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan
memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu
sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar
lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
j. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi
sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat
terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner,
merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian
nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke
dalam botol yang berisi aquabides selama 15 menit, hal ini merupakan proses pencucian
pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk
menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator
berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang
yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji
merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan
mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan
berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah,
maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan
warna api yang paling baik, dan paling panas.


k. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan
dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa
buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang
dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang
juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa
alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses
pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah
buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.

Metode Analisis
AAS telah diterima kini sebagai metode yang universal dalam analisa mayoritas
unsur-unsur logam dan metalloid, baik dalam konsentrasi yang besar maupun tunutan.
Metode ini cukup spesifik, artinya hasil-hasil analisa suatu unsur tidak dipengaruhi oleh
adanya unsur lain. Cara-cara pemisahan seoerti yang diperlukan dalam metode lain (misalnya
ekstraksi pelarut dalam analisa spektrofotometri) dengan demikian tidaklah begitu diperlukan
dalam AAS. Hal ini membuat metode AAS sangat menarik karena kesederhanaan, dan ini
ditambah lagi dengan mudahnya cara pengukuran AAS dilakukan.
Dalam beberapa hal maka pemisahan kimia tak dapat diletakkan, misalnya dalam hal :
1. Memisahkan unsur pengganggu.
2. Mengkonsentrasikan unsur-unsur yang berada dalam konsentrasi yang amat rendah/encer
atau dalam jumlah yang terlalu kecil untuk dapat diukur.
Untunglah bahwa dalam metode AAS, maka kita tak memerlukan cara pemisahan
yang terlalu spesifik, yaitu karena relative dapat mentoleransi banyak unsur-unsur lain seperti
tersebut di atas.
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik
tersebut adalah:
1. Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi
larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat
dihitung.
Analisa kuantitatif dalam AAS adalah berdasarkan pada hasil pengukuran absorbans
dari larutan contoh yang diaspirasikan. Konsentrasi unsur yang bersangkutan dalam larutan
contoh dapat diperoleh lewat grafik standar atau kurva kalibrasi. Kurva ini dibuat dari hasil
pengukuran absorbans larutan-larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Menurut
Hukum Beer maka terdapat hubungan yang linier antara absorbans A dengan konsentrasi
unsur dalam larutan.
Dengan demikian, dengan mengukur absorbans, konsentrasi unsur dalam larutan contoh
larutan tersebut dapat dicari.
Misalkan suatu sinar monokromatis melalui unit-unit penyerap (dalam hal AAS ialah
atom-atom bebas) sepanjang b. sinar monokromatis itu yang tadinya mempunyai intensitas I
0
,
setelah melalui unit-unit penyerap itu akan mempunyai intensitas I. Jadi, I = I
0
.
Pengurangan intensitas sinar itu (sebagian atau fraksi sinar yang diserap) akan
sebnading dengan jumlah unit penyerap yang dilalui, yang secara matematis dapat dinyatakan
sebgai berikut:


Dengan N ialah jumlah unit penyerap per satuan luas yang dilalui sinar dan k ialah tetapan.
Kemudian



Apabila konsentrasi unit penyerap ialah C (banyaknya unit persatuan volum), maka:
N = C. b
Sehingga In

log

.
Sebenarnya

adalah merupakan fraksi atau bagian dari sinar semula yang diteruskan atau
ditransmisikan. Ini disebut transmisi atau T.
% - T =


Apakah yang dinamakan A atau absorbans?
Didefinisikan bahwa A = log

atau log T
Maka diperoleh formulasi :
A = a.b.c (Hukum Beer)
Karena a dan b tetap, maka terdapat hubungan yang linier antara A (absorbans) vs C
(konsentrasi penyerap). Hubungan yang linier ini dapat dipertahankan apabila: (i) sinar cukup
monokromatis; (ii) C cukup rendah. Hokum Beer ini dibuat untuk analisa spektrofotometri
dimana diukur absorbans larutan yang mengandung zat penyerap yang sedang dianalisa.
Dalam AAS maka yang diukur ialah absorbans dari atom-atom yang terdapat dalam nyala.

Dengan kurva itu, larutan contoh yang sudah diukur absorbansnya dapat dicari
konsentrasinya dengan interpolasi. Interpolasi itu akan memberikan hasil yang benar
(accurate) apabila : tak ada gangguan yang ditemui.
Gangguan ini misalnya ialah disebabkan oleh tidak samanya komposisi unsur dalam
standar dengan dalam contoh.
Misalkan kalsium (Ca) dalam suatu larutan yang tidak mengandung fosfat atau silikat
akan memberikan harga absorbans yang berbeda apabila kedalam larutan tersebut
dibubuhkan fosfat atau silikat. Jadi silikat atau fosfat ini adalah zat-zat pengganggu dalam
analisa Ca.
Disini timbul problema bagaimana menyamakan komposisi dari standar terhadap
contoh itu, agar hasil yang diperoleh tidak salah.
Kadang-kadang ditempuh cara dengan membuat standar sintetik yang komposisinya
disamakan dengan contoh. Banyaklah kesukaran yang diperoleh dalam cara ini, terutama
apabila contoh tidak diketahui.
2. Metode Kurva Kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat
grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang
melewati titik nol dengan slobe = atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah
absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan
ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi
linewar pada kurvakalibrasi. Beberapa tipe Kurva Kalibrasi yaitu :


A

(a) ideal

C
(a) Fraksi radiasi yang diserap constant dari konsentrasi kecil ke besar


A


(b) normal


C

(b) Ada radiasi yang tidak mengalami penyerapan, yang masuk ke (b) detector. Karena
radiasi ini tidak murni berasal dari radiasi resonans. Radiasi yang besar ini dapat
berasal dari HCl
A


(c) kompleks




C
(c) Radiasi terdiri atas lebih dari satu jenis panjang gelombang




A
NO
2
C
2
H
2
flame

1.075
1.050
1.025

10 20 30 ppm Eu --------> C

(d) Pada konsentrasi yang rendah, proporsi dari atom-atom yang terionisasi lebih besar
daripada konsentrasi yang tinggi kalium (K) dan natrium (Na) dalam nyala udara
asetilin juga memberikan kurva semacam ini.

3. Metode Adisi Standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode
ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar.
Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur
absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan
diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal
berikut:
Ax = k.Ck AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}

Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT
dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik
antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga
diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode
pengambilan sampel dan analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat
yang terdapat diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel
cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 100 m.
Untuk menghilangkan efek gangguan yang akan timbul karena berbedanya komposisi
matriks, komposisi pelarut, dsb. antara standard an contoh, maka diciptakanlah metode adisi
standar.
Disini kita buat standar di dalam matriks contoh itu sendiri, artinya kepada larutan
contoh yang telah diukur ditambahkan standar unsur yang bersangkutan dengan konsentrasi
yang divariasi. Hasil pengukurannya dilukiskan dalam kurva seperti di bawah ini.

A



Added consentration







Keunggulan/ Kelebihan AAS
Keuntungan metoda AAS adalah:
Spesifik
Batas (limit) deteksi rendah
Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi contoh sebelum
pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada zat pengganggu)
Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh.
Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L hingga persen)

Kelemahan Metode AAS
Analisis menggunakan AAS ini terdapat kelemahan, karena terdapat beberapa sumber
kesalahan, diantaranya: Sumber kesalahan pengukuran yang dapat terjadi pada pengukuran
menggunakan SSA dapat diprediksikan sebagai berikut :
Kurang sempurnanya preparasi sampel, seperti :
- Proses destruksi yang kurang sempurna
- Tingkat keasaman sampel dan blanko tidak sama
Kesalahan matriks, hal ini disebabkan adanya perbedaan matriks sampel dan matriks standar
Aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya atau ada penyumbatan pada jalannya
aliran sampel.
Gangguan kimia berupa :
- Disosiasi tidak sempurna
- Ionisasi
- Terbentuknya senyawa refraktori




Gangguan-Gangguan Dalam Metode AAS
Gangguan spektrum
Gangguan sinar emisi. Di dalam bagian atomizer selain terbentuk atom yang stabil
terjadi juga atom yang tereksitasi dan dapat menghasilkan sinar emisi dengan panjang
gelombang yang sama dengan sinar katoda, sehingga tidak dapat dipisahkan oleh
monokromator. Hal ini dapat menambah sinar yang ditransmisikan dan akan memperkecil
kadar. Gangguan ini dapat diatasi dengan modulator. Ada 2 sistem modulasi yaitu :
Chopper (mechanicaly modulation) dan Voltage (electric modulation).
Meskipun gangguan ini sangat sederhana, tetapi gangguan ini dapat mengakibatkan
tumpangsuh panjang gelombang (Line Overlap), misalnya seperti terlihat pada tabel dibawah
ini :
Unsur Panjang Gelombang Unsur Penggangu Panjang Gelombang
Al 308,33 V 308,21
Cu 324,75 Eu 324,76
Fe 271,90 Pt 271,9
Ga 403,30 Mn 403,31
Hg 253,65 Co 253,65
Mn 403,31 Ga 403,30
Sr 250,69 V 250,69


Bentuk lain dari gangguan spektrum :
1. Berkas sinar yang dipancarkan oleh lampu katode berongga tidak diserap atau absorban
menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
2. Berkas sinar katode menyimpang.
3. Terjadinya penyerapan bukan atom, misalnya penyerapan molekul.
Gangguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianalisis mengalami reaksi kimia dengan anion
atau ketion tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analit dapat
teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1)
penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapat
melepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lain yang
ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
Gangguan Matrik
Gangguan ini terjadi bila sampel mengandung banyak garam ayau asam, atau bila pelarut
yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan
sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah,
tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam
analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan satandar (Standar Adisi).
Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
elektron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi
jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah
ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang
lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. Penambahan ini
dapat mencapai 100-2000 ppm.
Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorpsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi
molekular, dan penghamburan cahaya.
Pembentukan Senyawa yang Stabil
Pembentukan senyawa yang stabil mengakibatkan banyak gangguan dalam SSA. Hal tersebut
terjadi karena unsur membentuk senyawa yang stabil dengan unsur-unsur yang terdapat di
dalam matriksnya, misalnya : posfat, aluminat, silikat, atau dengan unsur lain yang terdaoat
dalam nyala seperti : Alumunium, Vanadium, Boron yng membentuk oksida-oksida
refaraktori yang tidak pecah pada nyala udara N2O-asetilen. Oksida-oksida refraktori ini akan
pecah jika menggunakan nyala N2O-asetilen, dengan menambahkan Lanthanum atau
Stronsium yang dapat mencegah terbentuknya senyawa refraktori, dimana Lanthanum
tersebut bertindak sebagai Releasing Agent.

Anda mungkin juga menyukai