Anda di halaman 1dari 119

BUKU AJAR

MANAJEMEN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK


(EL4117)

Oleh:
I Made Ari Nrartha, ST., MT
Sultan, ST., MT

Jurusan Teknik Elektro


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugrah yang telah Beliau limpahkan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan buku ajar mata kuliah dengan judul Manajemen Operasi Sistem
Tenaga Listrik, dengan segala keterbatasan penulis menyadari sepenuhnya bahwa
buku ajar ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga buku ajar ini
bermanfaat bagi kelancaran proses ngajar-mengajar Mata Kuliah Manajemen Operasi
Sistem Tenaga Listrik.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan syukur dan menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Mataram yang terus mendorong dan memberikan
semangat untuk membuat buju ajar dalam rangka meningkatkan daya saing
Universitas Mataram baik di Indonesia maupun di dunia global.
2. Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Mataram yang telah mendukung dan
menyediakan fasilitas untuk menyelesaikan buku ajar ini.
3. Ketua Jurusan Teknik Elektro yang telah memfasilitasi tempat dan
menyediakan waktu untuk menyelesaikan buku ajar ini.
4. Ibu dan Bapak Dosen Teknik Elektro dan mahasiswa/mahasiswi yan telah
memberikan dukungan dan bantuan untuk penyelesaian buku ajar ini.
Bila ada yang tidak berkenan kami minta maaf sebelumnya. Sekian dan terima kasih.

Mataram, Desember 2014

Tim Penyusun

ii
TINJAUAN MATA KULIAH

A. IDENTITAS MATA KULIAH


Mata Kuliah : Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik (MOSTL)
Kode : EL4117
Bobot : 2 sks
Mata Kuliah Prasyarat : Mesin-Mesin Listrik, Analisa Sistem Tenaga Listrik,
Transmisi Tenaga Listrik dan Sistem Distribusi
Tenaga Listrik.
Semester : VII
Bidang Keahlian : Sistem Tenaga Listrik
Program Studi : Teknik Elektro
Strata : S1

B. DESKRIPSI MATA KULIAH


Mata kuliah MOSTL ini akan membahas struktur dan kondisi operasi sistem
tenaga, metoda-metoda kontrol pada operasi sistem tenaga listrik, kwalitas operasi
sistem tenaga listrik, perkiraan keamanan untuk operasi sistem tenaga listrik dan
operasi ekonomis sistem tenaga.

C. PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU


Untuk mendapatkan pemahaman yang optimal dari isi buku ajar ini, mahasiwa
dapat memulainya dari BAB 1 (Struktur dan Kondisi-kondisi Operasi dari Sistem
Tenaga Listrik), untuk BAB 2 (Metoda-Metoda Kontrol pada Operasi Sistem
Tenaga) dan BAB 3 (Kwalitas Operasi Sistem Tenaga Listrik) mahasiswa diberikan
kebebasan untuk mempelajari lebih dahulu BAB 2 atau BAB 3. Sebelum
mempelajari BAB 5 (Operasi Eknomis Sistem Tenaga Listrik) mahasiswa
disarankan mempelajari BAB 4 (Perkiraan keamanan operasi sistem tenaga listrik).

D. CAPAIAN MATA KULIAH


Mahasiswa dapat mengatur operasi sistem tenaga untuk tujuan kwalitas (SPLN no.
1, 1995, IEC 60196 dan Standar IEEE), operasi yang aman dan ekonomis.

iii
E. MANFAAT MATA KULIAH
Mahasiswa mempunyai kemampuan untuk pengatur operasi setiap komponen
sistem tenaga listrik untuk tujuan kwalitas (SPLN no. 1, 1995, IEC 60196 dan
standar IEEE), operasi yang aman dan ekonomis.

F. BAGAN MATA KULIAH

BAB V
KD 5 : Dapat mengatur operasi ekonomis
sistem tenaga

BAB IV
KD 4 : Dapat memperkirakan operasi
yang aman untuk sistem tenaga listrik

BAB II BAB III


KD 2 : Dapat menganalisis metoda KD 3 : Dapat menjelaskan kwalitas
kontrol pada operasi sistem tenaga operasi sistem tenaga listrik

BAB 1
KD 1 : Dapat menjelaskan struktur dan
kondisi operasi sistem tenaga

G. PENILAIAN
Penilaian dilakukan berdasarkan tugas individu, tugas kelompok, quiz, ujian tegah
semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS). Penilaian tugas diberikan
berdasarkan prosentase kesungguhan dalam mengerjakan tugas. Quiz, UTS dan
UAS dinilai dari hasil pengerjaan soal-soal essay. Prosentase nilai untuk masing-
masing item tersebut adalah:
Tugas : 10%
Quiz : 10%
UTS : 35%
UAS : 45%

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
TINJAUAN MATA KULIAH .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Komponen Sistem Tenaga Listrik ........................................................... I-2
1.2 Dasar-dasar Operasi Sistem Tenaga Listrik ............................................ I-4
1.3 Kondisi-kondisi Operasi Sistem Tenaga Listrik ....................................... I-5
1.4 Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik ..................................................... I-7

BAB 2 METODA-METODA KONTROL PADA OPERASI SISTEM TENAGA


2.1 Kontrol-Kontrol Pada Operasi Sistem Tenaga ........................................ II-2
2.2 Kontrol Daya dan Frekuensi .................................................................... II-8
2.3 Kontrol Tegangan dan Daya Reaktif ....................................................... II-21

BAB 3 KWALITAS OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK


3.1 Kontinyuitas Operasi Sistem Tenaga Listrik ............................................ III-2
3.2 Kwalitas Tenaga Listrik Dan Standar-Standar
(SPLN no 1 1995, IEC 60196 dan Standar IEEE) .................................. III-3

BAB 4 PERKIRAAN KEAMANAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK


4.1 Keamanan Peralihan ............................................................................. IV-2
4.2 Kemanan Steady State .......................................................................... IV-2
4.3 Analisis Contigency Sistem Tenaga Listrik .............................................. IV-2

BAB 5 OPERASI EKNOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK


5.1 Automatic Generation Control ................................................................ V-2
5.2 Kurva Heat Rate dan Kurva Cost Rate .................................................... V-2
5.3 Economic Dispatch pada Operasi Sistem Tenaga Listrik ......................... V-4
5.4 Load Frequency Control .......................................................................... V-13

v
5.5 Koordinasi ED dan LFC ........................................................................... V-16
5.6 Peramalan Beban Jangka Pendek ........................................................... V-17
5.7 Unit Commitment ................................................................................... V-23

DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1 : Silabus Mata Kuliah
Lampiran 2 : SPLN no. 1, 1995.
Lampiran 3 : IEC 60196
Lampiran 4 : Panduan MATLAB.

vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Data Heat Rate .................................................................................... V-3
Tabel 5.2 Data Karakteristik Mesin Zulzer............................................................ V-3
Tabel 5.3 Solusi LFC untuk 2 Area Pengukuran pada Area 1 ............................. V-14
Tabel 5.4 Data Beban Terhadap Suhu ................................................................ V-21
Tabel 5.5 Kombinasi dan Biaya Operasi ............................................................. V-25

vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Proses Pendistribusian Listrik dari Sumber Ke Konsumen ............ I-4
Gambar 1.2 Kondisi-kondisi Operasi Sistem ...................................................... I-6
Gambar 1.3 Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik ............................................. I-8
Gambar 2.1 Regulator Tegangan Dan Kontrol Turbin-Governor ......................... II-2
Gambar 2.2 Proses Pembangkitan Energi Listrik ............................................... II-3
Gambar 2.3 Kontrol-kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik ....................... II-4
Gambar 2.4 Diagram Fasor Untuk Transmisi Daya Melalui Impedansi Seri ....... II-5
Gambar 2.5 Generator Terhubung Ke Sistem ..................................................... II-6
Gambar 2.6 Kurva Daya Aktif Terhadap Besar Sudut Daya Generator ............... II-7
Gambar 2.7 Diagram Fasor Limit Stabilitas Steady State Generator ................... II-8
Gambar 2.8 Sistem Kontrol Governor ................................................................. II-8
Gambar 2.9 Grafik Dari Torsi Turbin, Torsi Elektris Dan Kecepatan
Terhadap Waktu Saat Beban Mendadak Berkurang ........................ II-9
Gambar 2.10 Konsep Dasar Kecepatan Governing Dari Generator Terisolasi ..... II-9
Gambar 2.11 Blok diagram Kecepatan Rotor vs Torsi........................................... II-10
Gambar 2.12 Blok Diagram Perubahan Kecepatan vs Perubahan Daya .............. II-11
Gambar 2.13 Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban ............................. II-11
Gambar 2.14 Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban
yang Disederhanakan ...................................................................... II-11
Gambar 2.15 Skema Dari Sistem Kecepatan Governing
Untuk Governor Isochronous ........................................................... II-12
Gambar 2.16 Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan
Governor Isochronous Saat Ada Penambahan Beban .................... II-13
Gambar 2.17 Governor dengan Karakteristik Speed Drop ................................... II-14
Gambar 2.18 Hubungan Daya Dan Frekuensi Untuk Governor
Karakteristik Speed Drop ................................................................. II-15
Gambar 2.19 Dua Unit Pembangkit Dengan Karekteristik Drop ........................... II-16
Gambar 2.20 Respon Waktu Dari Unit Pembangkit
Dengan Governor Speed Drop ........................................................ II-16
Gambar 2.21 Hubungan Frekuensi Sistem vs Daya Pembangit ............................ II-17
Gambar 2.22 Penurunan Frekuensi Akibat Perubahan Beban (Pers. 2.36) ........... II-20
Gambar 2.23 AVR tidak Kontinyu.......................................................................... II-22
Gambar 2.24 Pengaruh dead band pada AVR tidak Kontinyu ............................... II-22

viii
Gambar 2.25 AVR Kontinyu .................................................................................. II-23
Gambar 2.26 Perbandingan Kinerja Aksi AVR ...................................................... II-24
Gambar 2.27 Pengaruh dari Eksitasi pada Sudut Transmisi (δ) ............................ II-25
Gambar 2.28 Pembangkit Terhubung Bus Infinite ................................................. II-29
Gambar 5.1 Contoh Kurva I/O Unit Pembangkit .................................................. V-3
Gambar 5.2 Kurva Input/Output Mesin Zulzer 5 MW ........................................... V-4
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Incremetal Fuel Cost Pembangkit .................. V-9
Gambar 5.4 Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik ........................................... V-10
Gambar 5.5 Grafik Perbandingan ED Tanpa Rugi Dengan ED Dengan Rugi ...... V-13
Gambar 5.6 Kasus 2 Area ................................................................................. V-14
Gambar 5.7 Sistem dengan 2 Area untuk Contoh Soal di Atas ........................... V-15
Gambar 5.8 Koordinasi antara ED dengan LFC ................................................. V-17
Gambar 5.9 Model Sensitif Cuaca ..................................................................... V-19
Gambar 5.10 Perbandingan Hasil Data Historis dengan Hasil WLS ..................... V-22
Gambar 5.11 Identifikasi Model Beban ................................................................ V-23
Gambar 5.12 Perbandingan Biaya Start Dingin dengan Biaya Start Panas ........... V-27
Gambar 5.13 Contoh Penyelesaian dengan Dinamik Programing ......................... V-30
Gambar 5.14 Hasil Dinamik Programing .............................................................. V-33
Gambar 5.15 Gambar Untuk Soal No 4 ............................................................... V-35

ix
“ Persembahan yang dilakukan tanpa diketahui maknanya

adalah sia-sia, sama dengan mempersembahkan kebodohannya dan

persembahan itu tak ada bedanya dengan segenggam abu.... “


(MDS III.97)

Edisi 1
BAB I
PENDAHULUAN

Edisi 1

Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan komponen-komponen sistem tenaga listrik,
dasar-dasar operasi sistem tenaga listrik, kondisi-kondisi operasi sistem tenaga
listrik dan struktur hirarki sistem tenaga listrik.

Bagan

KD: Mahasiswa dapat menjelaskan struktur


dan kondisi operasi sistem tenaga

I2: Dapat menjelaskan I3: Dapat menjelaskan I4: Dapat menjelaskan


kebutuhan-kebutuhan dasar kondisi-kondisi operasi struktur hirarki sistem tenaga.
untuk operasi sistem tenaga. sistem tenaga.

I1: Dapat menjelaskan bagian-bagian


sistem tenaga listrik

Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menjelaskan
kebutuhan-kebutuhan dasar untuk operasi sistem tenaga yang meliputi: bagian-bagian
sistem tenaga, kebutuhan-kebutuhan dasar operasi, kondisi-kondisi operasi dan
struktur hirarki sistem tenaga listrik.

I-1
Pendahuluan

1.1 Komponen-komponen Sistem Tenaga Listrik


Sistem tenaga listrik adalah sebuah sistem (sekumpulan elemen yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu) yang terdiri dari pembangkit, gardu induk penaik
tegangan, saluran transmisi, gardu induk penurun tegangan, saluran subtransmisi,
gardu induk penurun tegangan dari saluran subtransmisi ke saluran distribusi primer.
Langganan beban listrik besar biasanya langsung dari saluran distribusi primer
sedangkan langganan beban menengah sampai beban kecl yaitu pada saluran
distribusi sekender (tegangan distribusi primer yang telah diturunkan dengan gardu
distribusi). Sistem tenaga listrik umumnya menggunakan tegangan AC (alternating
current). Sistem DC (direct current) pernah digunakan pada saat awal listrik ditemukan.
Saat ini sistem DC sangat jarang digunakan karena kelemahan pada pembangkitan
daya DC. Mesin DC sebagai pembangkit listrik tidak menguntungkan karena tidak bisa
dibuat untuk kapasitas daya besar. Hal ini karena kumparan jangkar mesin DC ada
pada stator.
Pembangkit listrik kapasitas besar seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga
Uap), PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap), PLTN (Pembangkit listrik
Tenaga Nuklir), PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), PLTA (Pembangkit
Listrik Tenaga Air) dan pembangkit listrik kapasitas kecil seperti PLTD (Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel), PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro), PLTS
(Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin).
Pembangkit listrik kapasitas besar menggunakan mesin sinkron tiga fase untuk
mengubah energi mekanik menjadi energi listrik, untuk pembangkit listrik kapasitas
kecil mesin yang digunakan sebagai pembangkit bisa mesin sinkron tiga fase atau
mesin induksi tiga fase. Perbedaan mesin sinkron dan mesin induksi sebagai
pembangkit adalah mesin sinkron dapat membangkitkan daya aktif dari pengaturan
penggerak mula dan menyerap/menyulai daya reaktif dari pengaturan penguatan
mesin pada rotor (eksitasi), sedangkan mesin induksi hanya bisa membangkitkan daya
aktif saja dengan memutar mesin induksi diatas putaran nominal mesin. Untuk Daya
reaktif mesin induksi membutuhkan kapasitor yang dipasang secara paralel untuk
menghasilkan tegangan pembangkitan (daya rekatif).
Daya listrik ditransmisikan ke beban dengan terlebih dahulu dinaikkan
tegangannya menjadi tegangan transmisi (tegangan tinggi, atau extra tinggi) pada
gardu induk pembangkit. Pada sistem AC tiga fase di gardu induk terdapat
transformator-transformator kapasitas besar (sistem DC pada gardu induknya terdapat
peralatan peralatan konverter DC, yang berfungsi mengubah tegangan DC rendah ke

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-2


Pendahuluan

tegangan DC tinggi atau sebaliknya) yang kapasitas totalnya sama dengan atau lebih
besar dari kapasitas total pembangkit yang masuk ke gardu induk. Perubahan ke
tegangan tinggi sangat penting untuk mengurangi rugi-rugi daya penyaluran listrik, rugi
daya (I2R). Disamping dapat mengurangi rugi-rugi, tegangan tinggi juga mempunyai
efek negatif yaitu menghasilkan medan listrik yang tinggi sehingga dibutuhkan desain
ruang bebas untuk saluran adalah lebih luas.
Gardu induk penurun tegangan mempunyai peralatan yang sama seperti gardu
induk penaik tegangan. Pada gardu ini tegangan diturunkan kembali menjadi tegangan
subtransmisi atau tegangan distribusi primer. Perubahan tegangan dapat dilakukan
oleh transformator yaitu dengan pertama, mengubah jumlah lilitan sisi primer atau sisi
sekender transformator, kedua, membuat hubungan pada sisi primer dan sisi sekunder
berbeda. Untuk jumlah kumparan sisi primer dan sisi sekender yang sama, apabila
transformator ingin difungsikan sebagai penaik tegangan maka sisi primer
dihubungkan dengan hubung delta dan sisi sekunder dihubungkan dengan hubung
bintang, berlaku sebaliknya untuk transformator yang difungsikan sebagai penurun
tegangan.
Beban-beban listrik dapat berupa beban tiga fase seperti beban motor-motor
tiga fase. Beban ini tidak akan mempengaruhi keseimbangan sistem tiga fase.
Kenyataan di lapangan beban tidak semuanya adalah beban tiga fase sehingga daya
setiap fase dari sistem tiga fase akan tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini harus
dihilangkan dengan sistem pentanahan pada sisi transformator di gardu induk atau
gardu distribusi.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-3


Pendahuluan

Gambar 1.1. Proses Pendistribusian Listrik dari Sumber Ke konsumen


http://ayugiripotter.blogspot.com

1.2 Dasar-dasar Kebutuhan Operasi Sistem Tenaga Listrik


Operasi sistem tenaga listrik harus mempunyai tujuan ekonomis dengan tetap
menjaga kwalitas listrik (frekuensi konstan, tegangan kontan, penyaluran daya yang
kontinyu) dan proteksi yang maksimum dari gangguan. Energi listrik merupakan energi
yang bersih dan mudah diubah ke dalam bentuk energi lainnya. Kekurangan energi
listrik, energi listrik tidak bisa disimpan dalam jumlah yang besar.
Operasi sistem tenaga listrk harus dapat mengikuti perubahan beban aktif dan
reaktif yang dibutuhkan oleh sistem. Karena energi listrik tidak bisa disimpan dalam
jumlah yang besar maka dalam opersinya, sistem tenaga listrik memerlukan cadangan
berputar yang cukup. Cadangan berputar adalah sisa pembangkitan dari total
pembangkit yang beroperasi dikurangi oleh beban saat itu. Kapasitas cadangan
berputar minimal adalah sebesar kapasitas terbesar dari pembangkit yang beroperasi.
Lepasnya satu pembangkit dari sistem tidak akan mengurangi jumlah beban yang
dilayani.
Operasi sistem tenaga listrik dengan tujuan ekomonis juga harus memperhatikan
pengaruh operasi sistem terhadap lingkungan. Penggunaan bahan bakar fosil sangat
besar pengaruhnya pada pencemaran lingkungan. Gas buang hasil pembakaran
bahan bakar fossil seperti solar dan batubara mempunyai pengaruh menambah efek
Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-4
Pendahuluan

rumah kaca (CO2). Sehingga pengembangan pembangkitan listrik dengan efek


lingkungan minimum sudah mulai dikembangkan dan diimplemetasikan. Sistem
pembangkit tidak lagi terpusat kemudian meyalurkan energinya lewat transmisi tetapi,
saat ini pembangkit-pembangkit sudah dibangun dekat dengan pusat-pusat beban
yang letaknya tersebar sepanjang saluran. Sistem pembagkit seperti ini disebut
distributed generation.
Distributed Generation (DG) adalah pembangkit listrik dari kapasitas kecil sampai
besar dapat berupa PLTD, PLTS, PLTB, PLTMH, yang letaknya tersebar sepanjang
saluran distribusi. DG dibangun dekat dengan pusat-pusat beban untuk mengurangi
rugi-rugi penyaluran, perbaikan kwalitas tegangan dan frekuensi sistem. Apalagi
dengan berkembangnya komponen-komponen ektronika dengan kemampuan daya
besar untuk proses konversi tegangan dari AC ke DC atau sebaliknya. Konversi
AC/DC atau sebaliknya ini dibutuhkan karena semakin banyaknya pembangkit-
pembangkit yang membangkitkan tegangan AC dan DC (PLTS) untuk melayani beban
AC maupun DC.
Kualitas daya minimum harus tetap dijaga seperti frekuensi konstan, tegangan
konstan dan perubahan tegangan/frekuensi dalam level yang dapat diterima.
Perubahan tegangan frekuensi sangat besar dipengaruhi oleh perubahan beban,
sehingga sangatlah tidak mungkin tegangan dan frekuensi terus konstan tetapi akan
terus berfluktuasi mengikuti perubahan beban (daya sistem).

1.3 Kondisi-kondisi Operasi Sistem Tenaga Listrik


Operasi sistem tenaga tidak selamanya normal hal ini dipengaruhi oleh
gangguan-gangguan seperti gangguan kecil (perubahan beban), gangguan besar
seperti gangguan tiga fase, tiga fase ketanah, ganguan antar fase, gangguan dua fase
ke tanah dan ganggun satu fase ke tanah. Gangguan-gangguan ini akan
menyebabkan perubahan kondisi operasi sistem. Gambar 1.2. menunjukkan kondisi-
kondisi operasi sistem.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-5


Pendahuluan

Normal

Restorative Alert

In extremis Emergency

Gambar 1.2. Kondisi-kondisi Operasi Sistem

Gambar 1.2 menunjukkan perubahan-perubahan kondisi operasi sistem. Kondisi


Alert (siaga) dapat terjadi dari kondisi normal atau kondisi emergency (darurat), kondisi
normal dapat diperoleh dari kondisi pemulihan atau kondisi siaga. Kondisi In extremis
(pemadaman) dapat terjadi dari kondisi siaga atau kondisi darurat. Pemadaman sistem
harus dipulihkan, hasil dari kondisi pemulihan, sistem bisa kembali normal atau bisa ke
kondisi siaga.
Pada setiap kondisi operasi sistem terdapat kekangan operasi sistem yang
terpenuhi atau tidak terpenuhi. Kekangan operasi sistem adalah batasan bekerjanya
sistem baik secara individu atau secara bersama-sama. Kekangan pada operasi
sistem terdiri dari kekangan kesamaan (kekengan sistem/bersama) dan kekangan
ketidaksamaam (kekangan individu). Kekangan kesamaan adalah kekangan sebagai
syarat mutlak sistem beroperasi. Sistem beroperasi apabila jumlah total daya yang
dibangkitkan sama dengan jumlah total daya beban ditambahkan dengan rugi-rugi
daya. Kekangan ketidaksamaan adalah kekangan kemampuan operasi setiap
peralatan dalam sistem. Seperti batas minimum dan maksimum daya aktif yang bisa
dibangkitkan dan daya reaktif yang dapat dibangkitkan/diserap oleh pembangkit, batas
daya yang bisa disalurkan oleh saluran transmisi (tergantung jenis pengantar yang
digunakan), kapasitas maksimum transformator, level tegangan pelayanan yang
diijinkan, dll.
Kondisi operasi sistem dapat dihubungkan dengan kondisi kekangan kesamaan
atau ketidaksamaan. Pada kondisi normal, semua kekangan baik kekangan kesamaan
dan ketidaksamaan terpenuhi (semua variabel dalam sistem dalam range normal dan

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-6


Pendahuluan

tidak ada peralatan yang overload). Kondisi siaga terjadi apabila ada beberapa
peralatan yang kekangan ketidaksamaannya terlampaui tetapi tidak mempengaruhi
kinerja peralatan tersebut seperti transformator bisa dibebani sampai dengan seratus
dua puluh persen dari kapasitasnya. Kondisi darurat bisa terjadi apabila hampir semua
peralatan dalam sistem kekangan ketidaksamaannya terlampaui. Apabila kekangan
kesamaannya tidak terpenuhi maka akan terjadi pemadaman (in extremis). Kondisi
pemulihan tidak bisa dilakukan secara otomatis. Pemulihan sistem memerlukan
operator sistem untuk mendapatkan kondisi normal kembali dengan mengatur kembali
sistem sehingga kekangan kesamaan dan ketidaksamaannya sistem terpenuhi.

1.4 Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik


Sistem tenaga listrik mempunyai struktur secara hirarki, secara umum struktur
hirarki sistem tenaga listrik ditunjukkan pada Gambar 1.3. Pool Control Centre adalah
pusat kontrol yang berwenang untuk mengatur kerjasama antara System Control
Centre yang ada dibawahnya. Begitupula System Control Centre mengatur koordinasi
antara Power Plant dengan Transmision Plant. Power Plant terdiri dari unit-unit
pembangkit baik pembangkit termis maupun pembangkit hidro. Transmision Plant
termasuk didalamnya Distribution Centre.
Di Indonesia sistem hirarki juga berlaku untuk sistem kelistrikannya, seperti
Sistem Kelistrikan Jawa-Bali, Sistem Kelistrikan Jawa-Bali dibagi dalam empat area.
Masing-masing area dapat mengelola dan mengatur energi listriknya. Area-area
tersebut adalah Area Satu (Jakarta), Area Dua (Jawa Barat), Area Tiga (Jawa Tengah)
dan Area Empat (Jawa Timur dan Bali). Masing-masing area mempunyai kewenangan
untuk mengoperasikan pembangkit dan penyaluran untuk mendapatkan kondisi
operasi normal dengan tujuan ekonomis. Koordinasi antar area dapat dilakukan atas
kontrol Pool Control Centre (P3B Gandul), apabila salah satu area mengalami defisit
pembangkitan.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-7


Pendahuluan

Gambar 1.3. Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik

Rangkuman
1. Energi listrik untuk dapat mencapai pelanggan listrik, membutuhkan peralatan-
peralatan seperti gardu induk pembangkit, saluran transmisi, gardu induk transmisi,
saluran sub transmisi, gardu induk distribusi, saluran distribusi pimer, gardu
distribsi, saluran distribusi sekunder.
2. Kapasitas cadangan berputar minimum adalah sebesar kapasitas pembangkit
terbesar yang beroperasi pada sistem.
3. Operasi sistem tenaga untuk tujuan ekonomis harus memperhatikan kwalitas
tegangan, frekuensi dan pengaruh operasi terhadap pencemaran lingkungan.
4. Sistem tenaga listrik adalah sistem hirarki, sistem ini mempunyai kewenangan dari
atas ke bawah berdasarkan kondisi dari bawah ke atas.

Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan perbedaan sistem pembangkit listrik jenis PLTU, PLTGU,
PLTN, PLTA, PLTD, PLTS, PLTB, dan PLTMH.
2. Klasifikasikan level tegangan listrik untuk saluran transmisi, sub transmisi, distribusi
primer dan distribusi sekunder.
3. Apa itu efek rumah kaca sebutkan dan jelaskan hal-hal yang menyebabkan efek
rumah kaca.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-8


Pendahuluan

4. Buatlah struktur hirarki dari Sistem Kelistrikan Jawa-Bali dan Sistem Kelistrikan
Lombok.

Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
7. http://ayugiripotter.blogspot.com/2012/01/bagaimana-listrik-bisa-sampai-ke-
rumah.html, diakses 12 Desember 2013.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik I-9


BAB II
METODA-METODA KONTROL
PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan kebutuhan-kebutuhan kontrol untuk operasi
sistem tenaga, hubungan kontrol daya aktif dengan frekuensi, dan daya reaktif
dengan tegangan. Peralatan-peralatan, metoda dan cara pengaturan daya aktif
dan frekuensi. Peralatan-peralatan, metoda dan cara pengaturan daya reaktif
dan tegangan.

Bagan

KD : Dapat menganalisis metoda-metoda


kontrol pada operasi sistem tenaga

I2 : Dapat menjelaskan kontrol daya dan I3 : Dapat menjelaskan kontrol tegangan dan
frekuensi daya reaktif

I1 : Dapat menjelaskan kebutuhan-kebutuhan


kontrol pada operasi sistem tenaga

Pengantar

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menganalisis strategi-


strategi dan metoda-metoda kontrol pada operasi sistem tenaga berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan kontrol pada operasi sistem tenaga yang mendasari kontrol daya
aktif dan frekuensi, kontrol daya reaktif dan tegangan.

II-1
Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

2.1 Kontrol-kontrol Pada Operasi Sistem Tenaga


Kontrol-kontrol pada operasi sistem tenaga melibatkan beberapa kontrol yaitu
kontrol pada sisi pembangkit, dan sisi penyalurannya. Pada sisi pembangkit kontrol
dilakukan pada sisi turbin oleh governor, sisi exiter oleh AVR (automatic voltage
regulator). Sisi penyaluran kontrol dilakukan oleh kompensator dan transformator.
Kompensator dapat berupa kombinasi induktor dan kapasitor untuk mengatur profil
teganagn sistem. Transformator menggunakan tapnya untuk perbaikan profil tegangan
sistem dan pergeseran fasenya untuk mengatur aliran daya aktif dari sistem.
Kontrol pada turbin oleh governor diperlukan untuk menjaga level frekuensi
sistem. Perbaikan/kontrol tegangan pada sisi eksitasi pada sisi pembangkit dilakukan
oleh AVR pada sis eksitasinnya. Blok diagram sistem Turbin – Generator – Sistem
Exiter ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Regulator Tegangan Dan Kontrol Turbin-Governor

Gambar 2.1. memperlihatkan proses pengaturan pembangkitan dilakukan dari


dua sisi yaitu sisi turbin untuk menjaga frekuensi dan sisi exciter untuk menjaga
tegangan keluaran pembangkit (generator). Sumber-sumber energi dari turbin dapat
berasal dari bahan bakar fosil (batubara, minyak, atau gas), bahan bakar nuklir
(Uranium, Plutonium untuk proses fission dan Deuterium, Tritium untuk proses
fussion), potensi air (energi potensial daro air terjun), dan sumber-sember energi
terbarukan seperti energi angin, energi pasang surut air laut, energi matahari, energi
panas bumi, energi panas laut dan lain-lain .

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-2


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Proses pembangkitan energi listrik dari bahan bakar-bahan bakar yang


menggerakkan turbin dapat dikelompokkan dalam tiga proses seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.2. Gambar 2.2.a. adalah proses pembangkitan energi listrik untuk sumber
energi yang berasal dari bahan bakar fossil. Gambar 2.2.b. adalah proses
pembangkitan energi listrik dari sumber energi yang berasal dari bahan bakar nuklir
dan Gambar 2.2.c. adalah proses pembangkitan energi listrik dari sumber energi yang
berasal dari potensi air.

(a)

(b)

RESERVOIR HYDRAULIC MECANICAL ELECTRICAL


GENERATOR
WATER TURBINE ENERGY ENERGY

(c)

Gambar 2.2. Proses Pembangkitan Energi Listrik

Kontrol-kontrol pada operasi sistem tenaga listrik yang melibatkan sisi


pembangkit dan sisi transmisi ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Frekunesi
sistem diatur bersama-sama oleh unit-unit pembangkit dengan mengatur besar
pembangkitan setiap generator sedangkan tegangan sistem dipengaruhi oleh
pembangkitan daya rekatif dari generator-generator pada sistem.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-3


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.3. Kontrol-kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Aliran daya aktif dan daya reaktif dalam jaringan transmisi hampir independen
satu dengan yang lainnya dan dipengaruhi oleh aksi control yang berbeda. Kontrol
daya aktif berhubungan erat dengan kontrol frekuensi dan kontrol daya reaktif
berhubungan erat dengan kontrol tegangan. Hubungan ini dapat dianalisis dari
diagram fasor sistem sederhana Gambar 2.4.(a). Sistem sederhana terdiri dari
pembangkit, saluran dan beban. Pembangkit diwakili oleh sumber tegangan, saluran
oleh parameter impedansi dan beban oleh daya kompleks (P+jQ). Beban pada sistem
adalah beban lagging (beban kombinasi Resitif dan Induktif). Beban ini akan
menghasilkan arus yang tertinggal dengan tegangan sebesar φ seperti pada diagram
fasor Gambar 2.4.b. Kondisi ini, pembangkit harus menghasilkan tegangan dengan

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-4


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

sudut δ, sehingga beban terlayani. Secara detail turunan rumus untuk menghubungkan
kontrol-kontrol frekuensi dan tegangan dapat dituliskan pada persamaan-persamaan
berikut:

(a)

(b)

Gambar 2.4. Diagram Fasor Untuk Transmisi Daya Melalui Impedansi Seri

E 2 = (V + ∆V ) 2 + δV 2 (2.1)

= (V + RI cos φ + XI sin φ ) 2 + ( XI cos φ − RI sin φ ) 2


RP XQ 2 XP RQ 2
E 2 = (V + + ) +( − )
V V V V (2.2)
Keterangan:
RP + XQ
∆V =
V (2.3)
XP − RQ
δV =
V (2.4)
Jika
δV << V + ∆V (2.5)
RP + XQ 2
E 2 = (V + ) (2.6)
V
Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-5
Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

dan
RP + XQ
E −V = = ∆V
V (2.7)
Karena perbedaan aritmatik antara tegangan, diberikan pendekatan dengan:
RP + XQ
V (2.8)
Juga sudut antara fasor tegangan (yaitu sudut transmsisi) δ diberikan oleh:
δV
sin −1
E (2.9)
Keterangan:
XP − RQ
δV =
V (2.10)
Saat X >> R, yaitu untuk parameter jaringan trasmisi secara umum, sehingga:
δV ≈ P dan ∆V ≈ Q (2.11)
Persamaan 2.11 menunjukkan aliran daya antara dua node ditentukan lebih
dominan oleh sudut trasmisi, dan aliran daya reaktif ditentukan lebih dominan oleh
perbedaan magnitud tegangan antara dua node. Dua kenyataan ini adalah dasar yang
penting untuk mengerti kontrol-kontrol pada operasi sstem tenaga.
Kontrol daya aktif dan reaktif membutuhkan pengetahuan pembangkitan daya
aktif dan reaktif dari sebuah pembangkit. Gambar 2.5. memperlihatkan diagram segaris
sebuah generator yang terhubung ke sistem. Generator disimbulkan dengan sebuah
tegangan dibelakang reaktansi. Berdasarkan diagram segaris ini dapat dituliskan
penurunan rumus sehingga diperoleh rumusan untuk pembangkitan daya aktif dan
reaktif.

Gambar 2.5. Generator Terhubung Ke Sistem

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-6


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Daya yang diberikan oleh generator dapat dituliskan oleh persamaan-persamaan


berikut untuk menunjukkan keindependenan pembangkitan daya aktif dan reaktif.

E −V 
S = VI ∗ = V   (2.12)
 jX d 
E dan V adalah:

V = V∠0 0 = terminal tegangan generator


E = E∠δ = tegangan internal generator
dengan:
δ = sudut daya

VE V2 VE  VE V2 
S= ∠(90 − δ ) − j
0
= sin δ + j  cos δ −  (2.13)
Xd Xd Xd Xd Xd 
sehingga,
VE
P = Real(S) = sin δ
Xd (2.14)

VE V2
Q = Im(S) = cos δ −
Xd Xd (2.15)
Pers. 2.14 dan Pers. 2.15, menujukkan pembangkitan daya aktif dan reaktif dari
sebuah generator adalah independen. Nilai daya dipengaruhi oleh Tegangan internal
dan tegangan terminal dari generator. Besar pembangkitan daya aktif generator dapat
dibuatkan kurvanya berdasarkan Pers. 2.14 pada Gambar 2.6.

Pmax

P1

1 c

Gambar 2.6. Kurva Daya Aktif Terhadap Besar Sudut Daya Generator
Berdasarkan kurva Gambar 2.6 pada saat δc = 900 didapatkan:
EV
Pmax =
Xd (2.16)

Keterangan:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-7


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

PMAX adalah batas daya maksimum dari sebuah pembangkit.


δc adalah sudut daya kritis
Diagram fasor yang dapat ditulis untuk kondisi ini (δc = 900) adalah pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Diagram Fasor Limit Stabilitas Steady State Generator

2.2 Kontrol Daya Aktif dan Frekuensi.


Seperti telah diturunkan rumus pada subbab 2.1. yaitu kontrol daya aktif
mempengaruhi frekuensi sistem. Gambar 2.8. menunjukkan cara pengaturan frekuensi
sistem dengan mengatur turbin oleh Governor. Governor adalah peralaton kontrol yang
menagtur suplai uap ke turbin dengan mengatur valve bahan bakar atau uap. Cara
kerja governor ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Sistem Kontrol Governor

Gambar 2.9. menunjukkan perbandingan respon pembangkit terhadap


perubahan beban (beban tiba-tiba berkurang) untuk turbin tanpa governor dan turbin
dengan governor.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-8


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.9. Grafik Dari Torsi Turbin, Torsi Elektris Dan Kecepatan Terhadap Waktu
Saat Beban Mendadak Berkurang

1. Dasar Kecepatan Governing


Kontrol kecepatan dan frekuensi umumnya disebut sebagai Load Frequency
Control (LFC). Sebelum membahas lebih lanjut mengenai LFC, diperlukan
pembahasan keperluan-keperluan dasar kecepatan governing dan kontrol tambahan.
Konsep dasar dari kecepatan governing diilustrasikan secara baik dengan
mempertimbangkan unit generator terisolasi menyuplai beban local seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Konsep Dasar Kecepatan Governing Dari Generator Terisolasi

Keterangan:
Tm = Torsi mekanik Te = Torsi elektris
Pm = Daya mekanik Pe = Daya elektris PL = Daya beban.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-9


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

2. Respon Generator Pada Perubahan Beban


Saat terjadi perubahan beban, akan langsung mempengaruhi output torsi elektris
(Te) dari generator. Ini menyebabkan terjadi perbedaan antara torsi mekanik (Tm) dan
torsi elektris (Te), yang akan menghasilkan variasi kecepatan. Gambar 2.11.
menunjukkan fungsi transfer hubungan antara kecepatan rotor sebagai fungsi dari torsi
listrik dan mekanik.
s = operator laplace
Tm = Torsi mekanik (pu)
Te = Torsi elektris (pu)
Ta = Torsi percepatan (pu)
H = Konstanta inersia (MW-sec/MVA)
Gambar 2.11. Blok diagram
Kecepatan Rotor vs Torsi ∆ωr = deviasi kecepatan rotor (pu)

Hubungan torsi vs kecepatan bisa digantingan dengan hubungan daya mekanik dan
listrik terhadap kecepatan. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan:
P = ωr T (2.17)
Menggunaikan pertimbangan variasi yang kecil (disimbolkan dengan ∆) dari kondisi
inisial (disimbulkan dengan 0), kita dapat tuliskan :
P = P0 + ∆P (2.18)
T = T0 + ∆T
(2.19)
ω r = ω 0 + ∆ω r (2.20)
Persamaan 2.18 sampai dengan persamaan 2.20 dapat ditulis dalam bentuk,
P0 + ∆P = (ω 0 + ∆ω r )(T0 + ∆T )
(2.21)
Dengan mnegabaikan orde yang lebih tinggi, diperoleh:
∆P = ω 0 ∆T + T0 ∆ω r
(2.22)
Sehingga:
∆Pm − ∆Pe = ω 0 (∆Tm − ∆Te ) + (Tm 0 − Te 0 )∆ω r
(2.23)
Pada kondisi steady state, torsi inisial elektris dan mekanis adalah sama (Tm0 = Te0).
Dengan kecepatan, ω0 = 1, maka persamaan 2.23 menjadi:
∆Pm − ∆Pe = ∆Tm − ∆Te
(2.24)
Hubungan fungsi transfer antara kecepatan dan daya dapat dinyatakan dalam termin
∆PM dan ∆PE seperti pada Gambar 2.12.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-10


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.12. Blok Diagram Perubahan Kecepatan vs Perubahan Daya

3. Respon Beban Pada Perubahan Frekuensi


Pada umumnya beban-beban sistem tenaga adalah gabungan dari sejumlah
peralatan elektris. Untuk beban resistif, seperti beban lampu dan beban pemanas,
daya listrik tidak tergantung pada frekuenai. Pada kasus beban-beban motor, seperti
kipas dan pompa, terjadi perubahan daya listrik terhadap perubahan frekuensi karena
perubahan kecepatan motor. Keseluruhan frekuensi tergantung karakteristik dari
beban gabungan yang dapat diekpresikan sebagai berikut :
∆Pe = ∆PL + D∆ω r (2.25)
Keterangan:
∆PL = perubahan beban non sensitif frekuensi

D∆ωr = perubahan beban sensitif frekuensi


D = konstanta redaman beban
Konstanta peredam dinyatakan sebagai persen perubahan dalam beban untuk
satu persen perubahan dalam frekuensi. Nilai tipikal dari D adalah antara 1 sampai 2.
Nilai D = 2 berarti 1 % perubahan dalam frekuensi menyebabkan 2 % perubahan daya
pada beban. Gambar 2.13 adalah blok diagram sistem dengan redaman beban.

Gambar 2.13. Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban


Blok diagram Gambar 2.13 dapat disederhanakan menjadi:

Gambar 2.14. Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban yang Disederhanakan

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-11


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Pengabaian kecepatan governor, respon sistem pada perubahan beban


ditentukan oleh konstanta inersia dan konstanta peredam. Perubahan kecepatan
steady state seperti perbahan pada beban digabungkan dengan variasi dalam beban
karena sensitifitas frekuensi.

4. Governor Isochronous
Isochronous berarti kecepatan konstan. Governor Isochronous mengatur
katup/gate turbin untuk mengatur frekuensi kembali ke nilai nominal atau nilai yang
tetapkan. Gambar 2.15 menunjukkan skema dari sistem kecepatan governing untuk
Governor Isochronous.

Gambar 2.15. Skema Dari Sistem Kecepatan Governing Untuk Governor Isochronous

Kecepatan rotor terukur ωr dibandingkan dengan kecepatan referensi ωo. Sinyal


error (sama dengan deviasi kecepatan) dikuatkan dan diitegral untuk menghasilkan
sinyal control ∆Y yang menggerakkan katup suplai uap pada turbin uap, atau gate
pada kasus hidrolik turbin. Karena aksi reset dari kontroler integral ini, ∆Y akan
mencapai steady state baru hanya pada saat error kecepatan ∆ωr = 0.
Gambar 2.16 menunjukkan respon waktu dari unit pembangkit dengan governor
isochronous, saat terjadi penambahan beban. Penambahan beban menyebabkan
frekuensi sistem berkurang pada nilai yang ditentukan oleh inersia dari rotor, seperti
drop kecepatan sehingga daya mekanik turbin mulai bertambah. Perubahan ini
menyebabkan penambahan kecepatan saat daya turbin lebih dari daya beban.
Kecepatan akan kembali akhirnya pada nilai referensinya dan daya turbin steady state
bertambah sebesar penambahan beban tersebut.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-12


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.16. Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan Governor Isochronous
Saat Ada Penambahan Beban

Governor Isochronous hanya cocok untuk generator yang bekerja sendiri


(standalone). Untuk sistem yang terdiri lebih dari satu pembangkit dibutuhkangovernor
yang memiliki pengaturan kecepatan dengan karakteristik speed drop.

5. Governor dengan Karakteristi Speed-Drop


Governor Isochronous tidak dapat digunakan saat dua atau lebih unit
dihubungkan pada sistem yang sama. Jika masing-masing generator mempunyai
seting kecepatan yang benar-benar sama maka generator-generator ini akan bentrok
antara satu dengan yang lain, masing-masing generator akan mencoba mengontrol
frekuensi sistem pada setingnya masing-masing. Untuk pembagian beban yang stabil
antara dua atau lebih unit yang beroperasi secara paralel, diperlukan governor dengan
karakteristik tertentu sehingga drop kecepatan sebagai akibat dari penambahan beban
dapat ditangani secara bersama-sama antar generator.
Drop kecepatan atau karakteristik regulasi akan diperoleh dengan menambahkan
loop umpan balik steady state sekitar integrator seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.17.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-13


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.17. Governor dengan Karakteristik Speed Drop

a. Persen Regulasi Kecepatan Atau Drop


Nilai R menentukan kecepatan steady state terhadap karakteristik beban dari unit
pembangkit seperti yang ditunjukkan pada Pers. 2.16. Rasio dari deviasi kecepatan
(∆ωr) atau deviasi frekuensi (∆f) terhadap perubahan pada posisi katup/gate (∆Y) atau
output daya (∆P) adalah sama dengan R. Parameter R dinyatakan sebagai regulasi
kecepatan atau drop.
Persen kecepa tan atau perubahan frekuensi
Persen R = * 100
Persen perubahan daya output (2.26)
 ω − ω FL 
=  NL  * 100
 ω0 
Keterangan:
ωNL = kecepatan steady state tanpa beban
ωFL = kecepatan steady state beban penuh
ω0 = kecepatan nominal
Sebagai contoh, regulasi atau drop 5 % berarti perubahan 5 % pada frekuensi
menyebabkan perubahan 100 % pada posisi katup atau daya output.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-14


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.18. Hubungan Daya Dan Frekuensi Untuk Governor Karakteristik Speed Drop

b. Pembagian Beban dengan Unit-unit Paralel


Jika dua atau lebih generator dengan governor karekteristik drop dihubungkan
dengan sistem, perubahan frekuensi akan menyebabkan generator-generator
terhubung ke sistem akan membagi perubahan beban tersbut untuk mengembalikan
frekuensi ke nilai referensinya. Sebagai contoh, dua unit pembangkit dengan
karekteristik drop yang ditunjukkan pada Gambar 2.19. Frekuensi Inisial (f0), dengan
output P1 dan P2. Saat beban (∆PL) bertambah menyebabkan frekuensi turun,
governor-governor menambah outputnya sampai generator-generator ini mencapai
nilai frekuensi baru f’. Jumlah beban yang dilayani oleh masing-masing unit tergantung
pada karakteristik drop
∆f
∆P1 = P1' − P1 =
R1 (2.27)
∆f
∆P2 = P2' − P2 =
R2 (2.28)
Karena:
∆P1 R1
=
∆P2 R2 (2.29)
Jika prosentase regulasi dari unit-unit generator hampir sama, perubahan daya
output dari masing-masing unit generator akan proporsional dari ratingnya masing-
masing.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-15


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.19. Dua Unit Pembangkit Dengan Karekteristik Drop

Gambar 2.20 menunjukkan respon waktu dari unit pembangkit dengan governor speed
drop, jika diberikan penambahan beban. Karena karakteristik drop, penambahan pada
daya output disertai deviasi frekuensi (∆ωss).

Gambar 2.20. Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan Governor Speed Drop

6. Hubungan Frekuensi – Daya


Hubungan frekuensi dan daya pada pembangkit untuk perubahan frekuensi yang
menghasilkan perubahan daya pembangkitan ditunjukkan pada Gambar 2.21.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-16


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.21. Hubungan Frekuensi Sistem vs Daya Pembangit

Hubungan frekuensi-daya pada kondisi steady state untuk turbin-governor dapat


dituliskan:
1
∆Pm = ∆Pref − ∆f
R (2.30)
Keterangan: ∆f adalah perubahan frekuensi, ∆Pm, adalah perubahan output daya
mekanik dari turbin, dan ∆pref adalah perubahan setting daya referensi dan R disebut
konstanta regulasi.
Hubungan frekuensi-daya untuk kondisi steady state antar area dapat ditulis:
∆ Pm = ∆ Pref − β ∆ f
(2.31)
∆Pm = ∆P1 + ∆P2 + ∆P3 + .....
(2.32)
∆ Pref = ∆ Pref 1 + ∆ Pref 2 + ∆ Pref 3 + .....
(2.33)
1 1
β= + + .....
R1 R2 (2.34)

7. Pelepasan Beban di Bawah Frekuensi Normal.


Gangguan sistem dapat menghasilkan pemadanan bertingkat dan terjadi isolasi
antar area-area, hal ini menyebabkan operasi pemisahan antara area. Jika sejumlah
area terbentuk, akan menimbulkan penurunan frekuensi. Kecuali pembangkit pada
area dapat dengan cepat menambah pembangkitannya, penurunan frekuensi sangat
besar dipengaruhi oleh karekteristik sensitif frekuensi beban. Pada beberapa kondisi,
penurunan frekuensi dapat mencapai level yang dapat menyebabkan trip-nya unit

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-17


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

pembangkit turbin uap oleh rele proteksi frekuensi di bawah normal. Untuk menjaga
operasi secara luas dari area yang terpisah pada frekuensi yang lebih rendah dari
frekuensi normal, skema pelepasan beban diterapkan untuk mengurangi beban-beban
terhubung pada level yang dapat dilayani secara aman oleh pembangkitan yang ada.

8. Bahaya Operasi Di Bawah Frekuensi Normal


Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan operasi sistem tenaga
pada frekuensi rendah, keduanya berhubungan dengan unit pembangkitan termal.
a. Masalah pertama mengenai stress getaran pada blade turbine tekanan rendah
yang lama. Pengaruh stress gentaran komulatif (terus-menerus/bertumpuk-
tumpuk) terhadap waktu, pemulihan operasi frekuensi normal sangat penting
untuk cepat dilakukan.
b. Masakah kudua mengenai kenerja dari drive auxiliries plant pada motor induksi.
Pada frekuensi dibawah frekuensi normal, kemampuan plant berkurang karena
pengurangan output pumps feed bolier atau kipas pensuplai udara
pembakaran. Pada kasus plant nuklir, reaktor akan mengalami pemanasan
lebih karena pengurangan aliran atau pendingin yang disebabkan oleh
penurunan frekuensi. Relay frekuensi untuk proteksi frekuesi rendah digunakan
untuk mengantisipasi kondisi ini. Jika penurunan frekuensi berlebihan, unit
pembangkit akan memadamkan sistem tenaga.

9. Batasan-Batasan pada Sistem Penggerak Mula


Penggerak mula (prime mover) mempunyai sejumlah batasan-batasan yang
mempengaruhi kemampuan pada kontrol kekurangan frekuensi:
a. Pembangkitan dapat ditambah hanya pada batas-batas dari cadangan berputar
yang ada dalam masing-masing area yang terpengaruh pada penurunan
frekuensi ini.
b. Beban yang dapat dilayani oleh unit termal dibatasi karena stress termal pada
turbin. Kira-kira 10% dari rate output turbin untuk dapat mengambil beban
secara cepat tanpa menyebabkan kerusakan oleh pemanasan yang terlalu
cepat. Hal ini dapat diikuti oleh penambahan yang lambat kira-kira 2% per
menit.
c. Kemampuan boiler untuk melayani beban akibat penurunan frekuensi yang
tiba-tiba adalah terbatas. Penambahan aliran uap saat katup turbin terbuka
menghasilkan drop tekanan. Penambahan pada input bahan bakar pada boiler

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-18


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

diperlukan untuk mengembalikan tekanan. Ini memerlukan waktu beberapa


menit dan sehingga diperlukan pembatasan drop frekuensi.
d. Kecepatan governor mempunyai keterlambatan 3 sampai 5 detik.

10. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Frekuensi


Asumsikan bahwa area yang terpisah mengabaikan cadangan berputar, maka
diperlukan pengetahuan faktor-faktor yang mempengaruhi kekurangan frekuensi.
kekurangan frekuensi utamanya tergantung pada tiga faktor yaitu: magnitude dari
perubahan beban ∆L, konstanta redaman beban (D) pada area, dan konstanta inersia
(M) yang menggambarkan inersia rotasi total dari generator pada area tersebut.
Pernyataan untuk faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan frekuensi dapat ditulis
sebagai berikut :

 −
t

∆f = −∆L1 − e T K

  (2.35)
Keterangan: K = 1/D dan T = M/D
Sebagai contoh, apabila D = 1.0 pu dan M = 10 sec, pengurangan frekuensi
sebagai waktu (t) adalah :

 −
t
  −
t

 10   10 
∆f = − ∆L1 − e  pu = − ∆L1 − e 60 Hz (2.36)
   
Contoh ini dapat ditampilkan pada Gambar 2.22 untuk menunjukkan kekurangan
frekuensi untuk empat nilai perubahan beban (∆L).

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-19


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Penurunan Frekuensi akibat Pertambahan Beban


60
Kenaikan Beban 0.1 pu
Kenaikan Beban 0.15 pu
58
Kenaikan Beban 0.25 pu
Kenaikan Beban 0.5 pu
56
Frekuesni sistem (Hz)

54

52

50

48

46
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu (s)

Gambar 2.22. Penurunan Frekuensi Akibat Perubahan Beban (Pers. 2.36)

11. Dasar Pemilihan Skema Pelepasan Beban


Berdasarkan Gambar 2.22 dapat dilakukan dasar-dasar untuk pemilihan
frekuensi yaitu dengan skema pelepasan beban. Pertimbangan dalam pemilihan
skema pelepasan beban karena ketidakefisienan pembangkitan untuk proteksi sistem,
skema pelepasan beban ini diperlukan, Skema pelepasan beban secara umum
dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut:
a. 10 % beban dilepas jika frekuensi drop sampai 59.2 Hz,
b. Tambahan 15% beban dilepas saat frekuensi drop sampai 58.8 Hz
c. Tambahan 20 % beban dilepas saat frekuensi mencapai 58.0 Hz
Waktu operasi relay solid state umumnya adalah dalam rentang 0.1 sampai 0.2 detik.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-20


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

2.3 Kontrol Tegangan dan Daya Reaktif


Seperti yang sudah diturunkan pada subbab 2.1. perubahan tegangan sangat
dipengaruhi oleh pembangkitan daya reaktif. Pengaturan tegangan dan daya reaktif
dapat dilakukan dengan AVR. AVR pada sistem pembangkit ada beberapa tipe
berdasarkan kwalitas aksi yang diberikan dalam memperbaiki tegangan pembangkit.
AVR dapat dibedakan berdasarkan kwalitas aksi perbaikan tegangan yaitu AVR tidak
kontinyu dan AVR kontinyu.

1. Aksi AVR tidak Kontinyu


Aksi AVR tidak kontinyu dapat dijelaskan dengan menggunakan blok diagram
seperti pada Gambar 2.23. Blok diagram pada Gambar 2.23. terdiri dari generator DC
penguat terpisah yang digunakan sebagai main exiter. Medan dari main exiter ini
disuplai oleh pilot exiter pada pengoperasiannya. Pengaturan tegangan oleh AVR
dilakukan secara tidak kontinyu ditunjukkan oleh switch (s) pada rangkaian medan
pada main exiter. Saat switch off (terbuka) kumparam medan dari main exiter akan
mendapatkan pengurangan tegangan karena ada drop tegangan pada medan main
exiter oleh resistor (R). Pada saat switch on (tertutup) tidak terjadi drop tegangan
sehingga tidak terjadi pengurangan tegangan yang diberikan oleh pilot exiter. Besar
pengaturan tegangan oleh aksi AVR tidak kontinyu ini hanya ditentukan oleh on/off
switch pada medan dari main eksiter.
Gambar 2.24. menunjukkan pengaruh operasi on/off switch pada main exiter
akan menghasilkan dead band pada pengaturan tegangan oleh AVR tidak kontinyu.
Hal ini disebabkan oleh keterlambatan respon dari proses on/off dalam besaran
tertentu. Keterlambatan ini karena ada proses transien yang terjadi pada mesin DC.
Transien terjadi karena pengaruh perubahan yang tiba-tiba (suplai DC) pada rangkaian
induktif pada mesin DC.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-21


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.23. AVR tidak Kontinyu

Gambar 2.24. Pengaruh dead band pada AVR tidak Kontinyu

2. Aksi AVR Kontinyu


Berbeda dengan aksi AVR tidak kontinyu, aksi AVR kontinyu lebih smooth
karena pengaturan tegangan pada main exiter menggunakan kontrol pada penyearah
yang menggunakan komponen elektronika seperti SCR. Gambar 2.25. menunjukkan
aksi AVR kontinyu pada pengaturan tegangan keluaran generator.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-22


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.25. AVR Kontinyu

Gambar 2.25. memperlihatkan sisi fase a dari generator. Tegangan keluaran


generator oleh trafo tegangan dibaca kemudian disearahkan dan diteruskan ke voltage
regulator untuk dibandingkan dengan tegangan referensi. Perbedaan (error) yang
dihasilkan digunakan untuk mengontrol gate dari SCR. SCR digunakan sebagai
penyearah untuk suplai sumber DC ke main exiter dari generator. Proses pengaturan
tegangan oleh AVR jenis ini akan menghasilkan pengaturan yang smooth. Pengaturan
ini menghidari terjadi dead band seperti pada pengaturan dengan aksi AVR tidak
kontinyu.

3. Pengaruh dari AVR pada Diagram Kinerja Sistem


Berdasarkan kedua tipe dari aksi AVR yang sudah jelaskan sebelumnya, dapat
ditunjukkan perbandingan aksi kontrol untuk keluaran daya aktif 1 pu. Untuk daya aktif
1 pu, aksi AVR kontinyu mempunyai pengaturan daya aktif lebih besar dari pada aksi
AVR tidak kontinyu dan tanpa AVR. Sehingga aksi AVR kontinyu mempunyai banyak
keuntungan apabila dalam sistem daya beban terlalu lagging (faktor daya lebih kecil
dari satu).

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-23


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.26. Perbandingan Kinerja Aksi AVR

Gambar 2.27. menunjukkan pengaruh eksitasi pada sudut transmisi. Gambar


2.27. a. Generator terhubung bus infinite. Gambar 2.27.b. menunjukkan variasi output
daya (P), tegangan yang dibangkitkan (Vg), dan tegangan terminal (Vt) dengan sudut
beban/transmisi (δ) untuk AVR yang ideal. Tegangan generator (Vg) naik secara
eksponesial seiring dengan bertambahnya sudut transmisi dan akan konstan pada
sudut transmisi lebih besar 90 derajat.Tegangan terminal konstan untuk perubahan
sudut transmisi. Daya pembangkit hamper sama dengan tegangan generator tetapi
untuk sudut transmisi lebih besar dari 90 derajat kemampuan daya pembangkit akan
turun.

(a)

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-24


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

(b)
Gambar 2.27. Pengaruh dari Eksitasi pada Sudut Transmisi (δδ)
a. Generator terhubung bus infinite,
b. Variasi output daya (P), tegangan yang dibangkitkan (Vg), dan tegangan terminal (Vt)
dengan sudut beban/transmisi (δ δ) untuk AVR yang ideal.

4. Pembangkitan dan Penyerapan Daya Reaktif


Terdapat beberapa peralatan yang berhubungan dengan pembangkitan dan
penyerapan daya reaktif pada sistem tenaga yaitu:
a. Generator Sinkron, generator sinkron dapat membangkitkan dan meyerap
daya reaktif tergantung pada eksitasinya, ketika overeksitasi, generator
menyuplai daya reaktif, dan saat undereksitasi generator menyerap daya
reaktif. Kemampuan secara kontinyu menyuplai atau menyerap daya reaktif
dibatasi oleh arus medan, arus jangkar, batas.
b. Saluran Transmisi Udara (kawat), tergantung pada arus beban, bisa
menyerap atau memberikan daya reaktif. Pada beban dibawah beban natural
(surge impedansi), saluran transmisi menghasilkan daya reaktif, dan pada
beban diatas beban natural, saluran transmisi menyerap daya reaktif.
c. Kabel Bawah Tanah, Kabel bawah tanah memiliki kapasitansi yang tinggi,
sehingga mempunyai beban natural yang tinggi, apabila selalu dibebani
dibawah beban natural, maka kabel bawah tanah akan selalu membangkitkan
daya reaktif pada semua kondisi operasi.
d. Transformer, transformator selalu menyerap daya reaktif baik pada kondisi
tanpa beban atau kondisi berbeban. Pada kondisi tanpa beban reaktansi
magnetisasi shunt yang mempengaruhi penyerapan daya reaktif secara
dominan, pada beban penuh, induktansi bocor seri yang lebih mempengruhi
secara dominan penyerapan daya reaktif.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-25


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

e. Beban-beban, beban secara umum menyerap daya reaktif. Beben beban


besar seperti beban industri, penyerapan daya reakatif lebih dominan yang
menyebebkan penurunan tegangan. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan
pemasangan kapasitor shunt.

5. Kontrol-Kontrol Tegangan dan Metoda Kontrolnya


Peralatan-peralatan kompensasi biasanya ditambahkan untuk menyuplai atau
menyerap daya reaktif dengan cara pengaturan daya reaktif yang seimbang. Kontrol-
kontrol tegangan dilakukan dengan pengaturan pembangkitan dan penyerapan daya
reaktif pada semua level dalam sistem. Pada unit pembangkit, regulator tegangan
otomatis (AVR) mengontrol eksitasi medan untuk menjaga/memelihara level tegangan
pada terminal generator. Metode tambahan umumnya diperlukan untuk mengontrol
tegangan pada keseluruhan sistem. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk tujuan
ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Sumber-sumber daya reaktif, seperti kapasitor shunt, reaktor shunt, kondensor
sinkron, dan kompensator VAR statik (SVCs)
Kompensator kapasitansi saluran, seperti kapasitor seri,
Transformer regulating, seperti transformer tap changing dan booster.
Kapasitor shunt, reaktor shunt dan kapasitor seri memberikan kompensasi
pasif. Kompensasi jenis ini dipasang pada saluran transmisi atau distribusi, hal ini
memberikan kontribusi kontrol tegangan dengan perbaikan karakteristik jaringan.
Kondensor sinkron dan SVC memberikan kompensasi reaktif, daya reaktif
diserap/disuplai secara otomatis untuk menjaga tegangan bus dimana kompensator
tersebut terhubung. Bersama-sama dengan unit pembangkit, kompensator ini
menentukan tegangan pada bus-bus spesifik pada sistem. Tegangan pada lokasi yang
lain dalam sistem ditentukan oleh aliran daya aktif dan reaktif melalui sejunlah elemen
rangkaian, termasuk peralatan kompensasi pasif (kapasitor dan reaktor).
Berikut ini adalah deskripsi dari karakteristik dasar dan bentuk aplikasi dari
peralatan-peralatan yang digunakan untuk kontrol daya reaktif yaitu:
a. Reaktor Shunt, reaktor shunt digunakan untuk mengkompensasi pengaruh
kapasitansi saluran, saat terjadi kenaikan tegangan pada kondisi saluran
terbuka terbuka atau beban rendah.
b. Kapasitor Shunt, kapasitor shunt menyuplai daya reaktif dan menaikkan
tegangan lokal (tegangan pada bus dimana kapasitor terpasang). Kompesasi
dapat memperbaiki secara tidak langsung keseluruahn tegangan sistem apabila

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-26


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

diterapkan dalam skala luas. Kapasitor shunt mempunyai keuntungan seperti


biaya murah yang murah dan fleksibel dalam instalasi dan operasi. Komponsasi
ini dapat diterapkan pada sejumlah bus pada sistem, hal ini memberikan
kontribusi pada efisiensi dari transmisi dan distribusi daya reaktif. Kekurangan
dari kapasitor shunt adalah output daya reaktifnya proporsional terhadap
kuadrat tegangan. Konsekuensinya, output daya reaktif harus dikurangi pada
tegangan rendah. Aplikasi-aplikasi kapsitor shunt, pada sistem distribusi yaitu
kapasitor shunt digunakan untuk mengkoreksi faktor daya dan konrol tegangan
penyulang. Kapasitor distribusi umumnya diatur secara otomatis menggunakan
rele dari sensor tegangan atau sensor arus. Pada sistem transmisi, kapasitor
shunt digunakan untuk mengkompensasi rugi-rugi daya reaktif (I2X) pada
sistem transmisi untuk mendapatkan level tegangan yang aman selama kondisi
bebn puncak. Bank Kapasitor dengan ukuran yang tepat dapat dihubungkan
pada salah bus tegangan tinggi atau pada lilitan tersier dari transformator
utama.
c. Kapasitor Seri, kapasitor seri dihubungkan seri dengan konduktor saluran
untuk kompensasi reaktansi induktif dari saluran. Hal ini mengurangi rekatansi
transfer antara bus dimana kompensastor ini terhubung. Penambahan daya
maksimum dapat ditransmisikan dan mngurangi rugi-rugi daya reaktif efektif
(I2X). Walaupun kapasitor seri umumnya sangat jarang dipasang untuk kontrol
tegangan seperti ini, akan tetapi kompensator jenis ini memberikan kontribusi
untuk memperbaiki kontrol tegangan dan keseimbangan daya reaktif.
d. Kondesor Sinkron, kondensor sinkron adalah mesin sinkron yang dijalankan
tanpa penggerak mula atau beban mekanik. Pengaturan tegangan dilakukan
dengan pengaturan eksitasi medan, sehingga hal ini dapat menghasilkan
membangkitkan atau menyerap daya reaktif. Regulator tegangan ini dapat
secara otomatis mengatur output daya reaktif untuk menjaga tegangan terminal
yang konstan. Kompensator sinkron mempunyai keuntungan dibandingkan
kompensator statik. Kompensator sinkron memberikan kontribusi pada
kapasitas short-circuit sistem. Produksi daya reaktif tidak dipengaruhi oleh
tegangan sistem. Selama swing daya (osilasi elektromekanik) terjadi pertukaran
energi kinetik antara kondensor sinkron dan sistem tenaga. Selama swing
daya, kondensor sinkron dapat menyuplai sejumlah besar daya reaktif, mungkin
dua kali dari rating kontiyunya. Kira-kira 10% sampai 20% kapasitas beban
penuhnya sampai 30 menit. Tidak seperti bentuk kompensasi shunt lainnya,

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-27


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

kondesnor sinkron memiliki sumber tegangan internal dan lebih dapat


mengatasi kondisi tegangan rendah sistem.
- Sistem VAR Statik, kompensator VAR satsik (SVCs) adalah kompensator
statik dihubungkan shunt dan penyerapan output yang bervariasi untuk
mengontrol parameter spesifik dari sistem daya listrik. Termin statik digunakan
untuk mengindentifikasi bahwa SVC tidak seperti kondensor sikron yang
mempunyai komponen rotasi dan bergerak. SVC terdiri dari kompensator VAR
statik atau peralatan penyerap dan peralatan kontrol yang cocok. Sistem VAR
statik (SVS) adalah pengumpulan dari SVCs dan kapasitor switch mekanik
(MSCs) atau reaktor (MSRs) yang mempunyai output terkoodinasi. Tipe-tipe
dari SVC adalah: Reaktor saturated (SR), Reaktor kontroller thyristor (TCR),
Kapasitor switch thyristor (TSC), Reaktor switch thyristor (TSR), Transformer
kontroled thyristor (TCT), Konverter komutasi saluran atau sendiri (SCC/LCC).

Rangkuman
1. Kontrol daya aktif berhubungan dengan kontrol frekuensi
2. Kontrol daya reaktif berhubungan dengan kontrol tegangan
3. Kontrol daya aktif dan frekuensi dipengaruhi oleh turbin pada generator yang diatur
oleh governor.
4. Governor Ishocronous hanya cocok untuk pembangkit yang beroperrasi sendiri,
sedangkan untuk pembangkit-pembangkit yang parallel dibutuhkan governor yang
dilengkapi dengan karakteristik speed drop.
5. Kontrol daya reaktif dan tegangan dipengaruhi oleh sistem exiter pada generator.
Exiter dari generator dapat berupa AVR tidak kontinyu atau AVR kontinyu. ARV
kontinyu mempunyai pengaturan tegangan yang lebih halus dari pada AVR tidak
kontinyu. AVR non kontinyu menghasilkan dead band.
6. Peralatan-peralatan lain yang mempunyai cara pengaturan daya reaktif yaitu
kondensor sinkron, kapasitor shunt, kapasitor seri, reaktor shunt dan kombinasi
dari kapasitor dan reaktor dengan tambahan pengaturannya yaitu SVC.

Tugas
1. Sistem kecil terdiri dari 4 unit pembangkit 500 MVA yang identik. Konstanta inersia
H pada masing-masing unit adalah 5.0 pada base 500 MVA. Beban berubah 1.5%
untuk 15 perubahan dalam frekuensi. Saat terjadi perubahan beban yang tiba-tiba
drop 20 MW,

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-28


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

a. Tentukan blok diagram sistem dengan konstanta H dan D yang dinyatakan


dalam base 2.000 MVA.
b. Dapatkan perubahan frekuensi, asumsikan bahwa tidak ada aksi dari
kecepatan governor.
2. Sistem tenaga terinterkoneksi, frekuensi 60 Hz mempunyai tiga unit turbin
generator dengan rating 1000, 750, dan 500 MVA. Konstanta regulasi dari masing-
masing unit adalah sama yaitu R = 0.05 pu berdasarkan pada ratingnya masing-
masing. Masing-masing unit beroperasi pada setengah dari rating masing-masing,
jika beban tiba-tiba bertambah 200 MW, tentukan:
a. Karakteristik respon frekuensi area dalam pu (β) pada sistem base 1000 MVA,
b. Drop frekuensi steady state,
c. Penambahan daya output mekanik turbin masing-masing unit. Asumsikan
seting daya referensi dari masing-masing turbin generator tetap konstan. Rugi-
rugi dan ketergantungan beban pada frekuensi diabaikan.
3. Tentukan batasan daya untuk sistem yang ditunjukkan pada Gambar 2.28. untuk
tiga tipe penaturan tegangan. Semua nilai pada besaran dasar 100 MVA, 132 kV.
Diasumsikan bahwa saluran dan transformer dipresentasikan masing-masing
dengan reaktansi seri tunggal.

Gambar 2.28. Pembangkit Terhubung Bus Infinite


Beban pada operasi normal adalah P = 0.8 pu, Q = 0.5 pu

Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-29


Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik

5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik II-30


BAB III
KWALITAS OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Edisi 1

Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
menjaga operasi sistem tenaga listrik yang kontinyu, standar-standar yang
berhubungan dengan kwalitas tenaga listrik terutama kwalitas tegangan dan
frekuensi berdasarkan standar SPLN dan IEC.

Bagan

KD: Mahasiswa dapat menjelaskan kwalitas


operasi sistem tenaga listrik berdasarkan
standar-standar.

I1: Dapat menjelaskan kontinuitas operasi I2: Dapat menjelaskan standar-standar SPLN,
sistem tenaga listrik IEC untuk kwalitas
tenaga listrik

Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menjelaskan kwalitas
operasi sistem tenaga listrik berdasarkan standar-standar SPLN dan IEC terutama
kwalitas tegangan dan frekuensi.

III-1
Kwalitas Operasi Sistem Tenaga Listrik

3.1 Kontinyuitas Operasi Sistem Tenaga Listrik


Kontinyuitas operasi sistem tenaga listrk dapat diperoleh dengan: pertama,
ketersediaan kapasitas pembangkit yang lebih besar dari beban puncak sistem
ditambah rugi-rugi. Besar kapasitas pembangkit erat hubungannya dengan faktor
beban. Faktor beban adalah beban total dibagi dengan beban rata-rata. Faktor beban
tinggi (mendekati satu) berarti penyedian energi yang terjual lebih efektif dari pada
faktor beban rendah. Dengan faktor beban tinggi penyedia listrik tidak perlu
mempersiapkan kapasitas pembangkit yang lebih besar karena kurva beban harian
sistem cenderung flat/datar.
Kedua, kontinyuitas operasi dapat dioptimalkan dengan adanya proteksi yang
optimum dari sistem. Proteksi seharusnya bekerja hanya untuk melepaskan sistem
yang terganggu. Sistem yang tidak terganggu tidak boleh ikut padam. Sehingga sistem
proteksi harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Sensitif, peralatan proteksi harus cukup peka dan mampu mendeteksi gangguan di
kawasan pengamannya. Meskipun gangguan yang terjadi hanya memberikan
rangsangan yang sangat minim.
2. Dependability, peralatan proteksi harus memiliki tingkat kepastian bekerja
(dependability) yang tinggi.
3. Andal, peralatan proteksi harus memiliki keandalan tinggi (dapat mendeteksi dan
melepaskan bagian yang terganggu), tidak boleh gagal bekerja.
4. Selektif, peralatan proteksi harus cukup selektif dalam mengamankan sistem.
Dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin, yaitu hanya
sub sistem yang terganggu saja yang memang menjadi kawasan pengaman
utamanya. Pengaman harus mampu membedakan, apakah gangguan terletak di
kawasan pengaman utamanya, dimana pengaman harus bekerja cepat, atau
terletak di sub sistem berikutnya, dimana pengaman harus bekerja dengan waktu
tunda atau tidak. Untuk menciptakan selektifitas yang baik, ada kemungkinan suatu
pengaman terpaksa diberi waktu tunda (time delay), tetapi waktu tunda tersebut
harus secepat mungkin. Dengan tingkat kecepatan yang baik, maka terjadinya
kerusakan/ kerugian, dapat diperkecil.
Ketiga, disamping perlu adanya proteksi yang optimum untuk sistem, untuk
mejaga kontinuitas penyaluran juga harus dipertimbangkan jadwal perawatan dari
komponen sistem tenaga seperti: unit pembangkit dan transformator pada gardu-gardu
induk. Pemeliharaan ini penting untuk menambah umur pakai peralatan dan

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik III-2


Kwalitas Operasi Sistem Tenaga Listrik

mengoptimalkan kerja peralatan yang sebelumnya sudah bekerja dalam rentang


operasi yang panjang.

3.2 Kwalitas Tenaga Listrik Dan Standar-Standar


Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk menentukan mutu atau kwalitas
tenaga listrik yaitu: tegangan dan frekuensi. Batas toleransi tegangan pelayanan yaitu
pada konsumen TM adalah ±5 %, dan pada konsumen TR adalah maksimum 5 % dan
minimum 10 % (SPLN1:1995). Sedangkan untuk batas toleransi frekuensi adalah ±1 %
dari frekuensi standar 50 Hz.
Standar deviasi frekuensi adalah standar deviasi yang diperbolehkan dari
frekuensi dasarnya. Sebagi contoh untuk Sistem Kelistrikan Jawa-Bali deviasi
frekuensi yang diijinkan adalah 0,5 Hz, artinya untuk frekuensi dasar 50 Hz, berarti
deviasi frekuensi Sistem Kelistrikan Jawa-Bali diperbolehkan antara frekuensi 49.5 Hz
sampai dengan 50,5 Hz. Sedangkan untuk sistem diluar Sistem Kelistrikan Jawa-Bali,
deviasi frekuensi diijinkan sebesar 1.5 Hz. Untuk sistem 50 Hz, deviasi frekuensi yang
diperbolehkan adalah dalam rentang 48.5 Hz sampai dengan 51.5 Hz.

Rangkuman
1. Kontinyuitas pelayanan sangat tergantung dari beberapa faktor antara lain:
kapasitas pembangkit, proterksi yang optimum dari sistem dan perawatan yang
rutin dari peralatan sistem.
2. SPLN 1:1995 mengisyaratkan tegangan pelayanan untuk konsumen listrik adalah
+5% sampai dengan -10% dari tegangan nominal sistem.
3. Standar frekuensi untuk sistem tenaga tidak menjadi ukuran yang pasti, tergantung
dari negara-negara yang mengadopti standar untuk frekuensi listrik(50 Hz atau 60
Hz). Rentang naik turunnya frekuensi akibat perubahan beban diijinkan dalam
rentang toleransi frekuensi adalah ±1 % dari frekuensi standar 50 Hz.

Tugas
1. Hitunglah Faktor Daya dari Sistem Kelistrikan Lombok, dan buatkan kesimpulan
yang berhubungan dengan kontinyuitas pelayanan listrik pada Kelistrikan Lombok.
2. Rangkumlah dari SPLN 1: 1995 mengenai standar tegangan pelayanan.
3. Rangkumlah dari IEC: 60196 untuk standar-standar frekuensi.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik III-3


Kwalitas Operasi Sistem Tenaga Listrik

Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik III-4


BAB IV
PERKIRAAN KEAMANAN
OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan keamanan peralihan, keamanan steady state,
dan analisis contigency pada sistem tenaga listrik.

Bagan

KD: Mahasiswa dapat menganalisis


operasi yang aman untuk
sistem tenaga listrik

I3: Dapat menganalisis


kondisi contingency
sistem tenaga listrik

I1: Dapat menjelaskan keamanan I2: Dapat menjelaskan keamanan


peralihan steady state

Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menganalisis operasi
yang aman untuk sistem tenaga listrik.

IV-1
Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik

4.1 Keamanan Peralihan


Analisis keamanan peralihan/transien berhubungan dengan investigasi
gangguan yang mungkin membawa ketidakstabilan transien seperti kehilangan
sinkronisasi sejumlah pembangkit.
Terdapat dua faktor yang yang mengindentifikasikan stabilitas relatif dari unit
pembangkit yaitu, pertama, sudut daya swing generator selama dan mengikuti kondisi
gangguan. Kedua, waktu clearing kritis. Konstanta inersia (H) dan reaktansi transien
dari unit pembangkit yang mempunyai efek langsung dari kedua faktor tersebut di atas.
Teknik kontrol stabilitas dan desain sistem transmisi juga dilibatkan untuk
menambahkan stabilitas keseluruhan sistem. Skema kontrol termasuk: sistem eksitasi,
kontrol katup turbin, operasi kutub tunggal dari Circuit Breaker dan waktu clearing
gangguan cepat. Strategi desain sistem terarah pada penurunan reaktansi sistem
termasuk: reaktansi transfromator minimum, kompensasi kapasitor seri pada saluran,
dan penambahan saluran
uran transmisi.

4.2 Keamanan Steady State


Keamanan steady state berhubungan dengan situasi dimana kondisi transien
yang diikuti gangguan yang tidak menyebabkan pemadaman, tetapi beberapa
pelanggaran batas/limit tidak dapat ditoleransi dalam waktu lama. Kehilangan
Kehil saluran
transmisi/fasilitas transmisi.
transmisi Sebagai contoh, setelah transien memburuk, mungkin
dihasilkan pada saluran yang overload, atau kondisi tegangan lebih. Sistem mungkin
bisa mentoleransi sejumlah pelanggaran batas untuk periode waktu yang singkat.
Pada sejumlah periode aksi koreksi perlu diambil. Jika aksi korektif tidak mungkin,
maka kondisi sebelum gangguan tidak sangat aman dan beberapa pengukuran
pencegahan harus dilakukan. Tool analisis diperlukan disini yaitu analisis steady state
seperti aliran daya dan metoda analisis yang berhubungan.

4.3 Analisis Contigency Sistem Tenaga Listrik


Analisis kontigensi bertujuan untuk meprediksikan aliran daya dan kondisi
tegangan bus karena sejumlah kejadian seperti pelepasan
pelepasan saluran transmisi,
pelepasan transformator, pelepasan generator, pelepasan beban, pelepasan
kapasitor/reaktor shunt, menutup/membuka peralatan-peralatan
peralatan logik dan lain-lain.
logika
Cara analisis kontigensi
ontigensi adalah dengan menjalankan beberapa kondisi
pelepasan tersebut
but dan melihat perubahan pola aliran daya sistem untuk mengetahui
kondisi-kondisi
kondisi kritis yang diakibatkan oleh pelepasan tersebut.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik IV-2


Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik

Untuk mendapatkan semua informasi dari semua pelepasan yang mungkin


memerlukan kasus simulasi yang begitu besar dan
dan waktu untuk menjalankan simulasi
ini sangat panjang. Sebagai contoh, untuk kasus 300 bus dan 500 saluran,
diperkirakan memerlukan 500 kontigensi. Dengan asumsi setiap analisis kontigensi
memerlukan waktu satu detik maka total waktu yang diperlukan untuk analisis 500
kontigensi kira-kira
kira delapan menit.
Untuk mengatasi waktu yang cukup lama dalam analisis kontigensi, diperlukan
beberapa solusi seperti mengurangi waktu penyelesaian solusi, mengurangi ukuran
jaringan, dan mengurangi jumlah kasus. Untuk mengurangi
mengurangi waktu solusi digunakan
metoda aliran daya yang cepat seperti: Gauss-Siedel,
Gauss Newton-Rapshon,
Rapshon, dan Decouple
Load Flow atau solusi pendekatan menggunakan DC Load Flow, satu iterasi dari
Decouple Load Flow. Bisa juga digunakan hardware yang cepat atau paralel
prosesing.
Pengurangan ukuran jaringan dapat dilakukan dengan mengurangi sistem
eksternal, mengurangi jaringan hanya pada porsi yang menjadi perhatian, dan
pengurangan hanya pada porsi yang menunjukkan perubahan penting untuk
pelepasan baik pelepasan
asan saluran, transformator, beban, dan lain-lain
lain (pengurangan
ini adalah unik untuk setiap kasus).
Pengurangan jumlah kasus, sebagian besar waktu, sebagian besar kasus
dihasilkan pada beban tidak overload dan/atau batas tegangan dan daya reaktif
terlampaui.
ui. Ini menyebabkan dapat diurutkan kasus-kasus
kasus kasus ini dari kasus yang tidak
bermasalah sampai dengan kasus yang sangat kritis. Studi kontigensi hanya dilakukan
pada sejumlah N kritis kasus.
Metoda-metoda
metoda untuk pemilihan kontigensi seperti pemilihan cerdas berdasarkan
b
keputusan operator/engineer
engineer dan penyaringan perhitungan. Pemilihan cerdas
berdasarkan operator didasarkan pada aturan dasar pada konfigurasi jaringan dan
level pembebanan. Sebagai contoh, jika breaker X dan breaker Y terbuka, berikan
saluran Z sebagai
ebagai satu yang harus dijalankan kontigensinya.
kontigensi . Bahayanya adalah bahwa
pengalaman sebelumnya mungkin tidak dapat dipercaya jika konfigurasi jaringan baru
dan level pembebanan terjadi.
Penyaringan perhitungan, pemilihan banyak tujuan dan respon pada perubahan
perub
sistem yang tidak diharapkan. Pertama, simulasikan semua kontigensi dengan
pelaggaran, metoda ini menjalankan solusi yang tepat (DC Power Flow atau satu
iterasi dari Decouple Load Flow) pada semua kontigensi dalam list. Untuk masing-
masing
masing kontigensi, jika pelanggaran dideteksi pada solusi pendekatan, akan

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik IV-3


Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik

dilanjutkan dengan solusi aliran daya penuh,


penuh bila tidak, kontigensi berikutnya dibebani
dan proses berikutnya diulang.
Kedua, Simulasi kasus N kritis kontigensi, solusi pendekatan dibentuk pada
semua
a kontigensi dalam list. Jika pelanggaran dideteksi untuk kontigensi, kontigensi
ditempatkan pada penyaringan kontigensi list. Solusi aliran daya penuh tidak akan
dimulai sampai semua kontigensi berjalan melalui penyaringan dan dirangking
berdasarkan kelebihan
ihan beban atau limit tegangan/daya reaktif yang dilanggar. Hanya N
kasus kritis kontigensi pada masing-masing
masing masing kasus dipilih untuk solusi aliran daya
penuh.
Keuntungan menggunakan metoda pemilihan kontigensi adalah: pertama,
keuntungan waktu CPU dapat menjadi
menjadi faktor, kedua, kontigensi tunggal atau multiple
dapat secara mudah disimulasikan dan dirangking. Kerugian metoda ini adalah
pertama, misskaslifikasi, kontigensi bahwa mempunyai pelanggaran batas termal
diputuskan tidak kritis berdasarkan pada nilai pengukuran
pengukuran kontigensinya. Kedua, alarm
yang salah, kontigensi bahwa tidak mempunyai pelanggaran batas termal pada setiap
cabang diputuskan kritis karena nilai pengukuran kontingensinya. Ketiga, Pemilihan
threshold, pemilihan yang tepat dari nilai threshold untuk meminimalkan kesalahan
alarm dan missklasifikasi adalah
adal sulit jika tidak dimungkinkan. Nilai threshold
seharusnya berubah dengan pembebanan jaringan transmisi. Keempat,
Ke mpat, misskaslifikasi
dan kesalahan alarm bertambah dengan level pembebanan yang mana secara
s eksak
saat pemilihan kontigensi diperlukan.
Pemilihan kontigensi digunakan untuk, pertama, menentukan kontigensi yang
harus disimulasikan secara kontinyu (setiap 20 menit) pada Energi Control Center
(ECC). Kontigensi ini disimuaslikan menggunakan kondisi operasi yang ada dan
ditunjukkan jika pelanggaran termal akan terjadi. Jika kontigensi ini secara aktual
terjadi dan cabang mana termal overload akan terjadi. Kondisi operasi dapat
dimodifikasi pada kondisi beberapa kontigensi disimulasikan untuk menyebabkan
m
pelanggaran batas termal. Kedua, sebagai tool penyaringan untuk perencanaan
operasi. Pemilihan kontigensi akan ditunjukkan saat pemilihan level pembangkit pada
masing-masing
masing unit operasi akan menyebabkan overload termal. Ketiga, pemilihan
kontigensi
ensi kritis untuk perkiraan keterandalan transmisi untuk memutuskan saat
penambahan fasilitas transmisi dibutuhkan.
Pemilihan single dan multiple kontigensi kritis yang menyebakan overload termal
untuk keterandalan transmisi telah menjadi masalah. Keterandalan
Keterandalan transmisi adalah
hanya setepat metoda pemilihan. Lebih jauh, pemilihan kontigensi eksisting hanya

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik IV-4


Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik

dapat merengking kontigensi yang dispesifikasikan. Untuk menyimpan perhitungan


hanya double dan triple kontingensi yang siap adalah yang paling banyak
dispesifikasikan.
akhir ini, prosedur pemilihan baru diusulkan oleh beberapa peneliti yang
Akhir-akhir
berbeda dalam bidang ini. Salah satu prosedur tersebut digunakan untuk mendeteksi
kontigensi yang menyebabkan masalah
mas lah tegangan bus atau yang lebih dikenal dengan
deng
kolep tegangan.

Rangkuman
1. Keamanan
eamanan peralihan/transien berhubungan dengan investigasi gangguan yang
mungkin membawa ketidakstabilan transien.
transien
2. Keamanan steady state berhubungan degan gangguan kecil seperti gangguan
perubahan beban.
3. Analisis kontigensi digunakan untuk memprediksikan aliran daya dan kondisi
tegangan bus karena sejumlah kejadian seperti pelepasan saluran transmisi,
pelepasan transformator, pelepasan generator, pelepasan beban, pelepasan
kapasitor/reaktor shunt, menutup/membuka peralatan logik
logik dan lain-lain.
lain

Tugas
1. Buatlah rincian waktu dan magnitud gangguan yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah termasuk keamanan peralihan atau keamanan steady
state.
2. Buatlah sebuah contoh kasus sistem dengan beberapa bus, dan buatkan
kontigensii yang mungkin dari sistem yang anda buat!.

Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T.,
L 1995, “PLN In-House
House Training Course on Energy
Manajement System”,
System Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik IV-5


Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik

5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik IV-6


BAB V
OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK

Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan Automatic Generation Control, cara pembuatan
kurva karakteristik input/output dari SFC, perhitungan Econimic Dispatch (ED)
untuk pendistribusian beban setiap pembagkit dengan tujuan biaya minimum,
(ED tanpa atau melibatkan rugi-rugi sistem), pentingnya Load Frequency
Control pada sistem dengan beberapa area dan strategi kontrol yang diperlukan
serta cara mengatur operasi unit commitmen untuk operasi ekonomis sistem
tenaga.

Bagan

KD: Mahasiswa dapat mengatur operasi


ekonomis sistem tenaga

I6: Dapat mengatur operasi (on/off) pembangkit


berdasarkan hasil peramalan dengan tujuan
ekonomis dengan melibatkan ED

I4: Dapat menjelaskan I5: Dapat merencanakan


koordinasi ED dan LFC peramalan beban jangka pendek

I2: Dapat menyelesaikan I3: Dapat mengatur frekuensi


Economic Dispatch pada STL beban untuk dua area atau
lebih

I1: Dapat membuat


karakteristik I/O dari
pembangkit Termis

Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa mengatur operasi
sistem tenaga listrik untuk tujuan ekonomis dengan tetap merperhatikan kekangan-
kekangan operasi yang ada (kekangan persamaan dan kekangan ketidaksamaan).

V-1
Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

5.1 Automatic Generation Control


Sistem tenaga listrik adalah sistem terinterkoneksi, di dalam sistem perubahan
frekuensi akan dirasakan oleh semua pembangkit yang terhubung pada sistem
sehingga masing-masing unit pembangkit berusaha mengatur pembangkitannya
berdasarkan governor speed drop masing-masing. Pemilihan pembangkit yang
diprioritaskan untuk memberikan daya yang lebih besar dari pada unit pembangkit lain
adalah dilihat dari karakteristik input/output pembangkit tersebut.
Dalam sistem tenaga yang besar sistem sudah terbagi berdasarkan komando
hirarki seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya. Pada kasus AGC (Automatic
Generation Control), sistem dengan beberapa area harus mempunyai koordinasi yang
jelas untuk mengatur pembagian pembangkitan antar area.

5.2 Kurva Heat Rate dan Kurva Cost Rate


Penyelesaan AGC tidak terlepas dari karakteristik input/output pembangkit yang
umumnya ditunjukkan dengan kurva heat rate dan kurva cost rate. Kurva Heat Rate
adalah kurva hubungan daya output pembangkit (MW) terhadap biaya panas
persatuan waktu (MBTU/jam), sedangkan Kurva Cost Rate adalah kurva hubungan
daya output pembangkit terhadap biaya bahan bakar persatuan waktu (Dollar/jam atau
rupiah/jam).
Kurva heat rate mapun kurva cost rate dapat diperoleh dari SFC (Spesific Fuel
Consumtion) masing-masing unit pembangkit yang beroperasi pada sistem. Kedua
kurva ini dapat dalam bentuk polinomial orde dua atau orde tiga, disamping bentuk
polinomial kurva ini bisa dalam bentuk pasangan bilangan (MW vs MBTU/jam atau MW
vs R/jam). Grafik contoh bentuk kurva ini dapat dilihat pada Gambar 5.1. berikut,

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-2


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Kurva input/output Unit Pembangkit(Polinomial Orde 2)


36

35

34
MBTU/jam

33

32

31

30
0 1 2 3 4 5 6
MW

Gambar 5.1. Contoh Kurva I/O Unit Pembangkit

Disamping bentuk polinomial, data heat rate/caot rate bisa dalam bentuk
pasangan bilangan antara biaya terhadap daya output, contoh seperti pada tabel
berikut:
Tabel 5.1. Data Heat Rate.
MBTU/jam MW
30.6000 1
31.4000 2
32.4000 3
33.6000 4
35.0000 5

Berikut diberikan contoh perhitungan untuk membuat kurva input/output dari


pembangkit yang ada di PLTD Ampenan untuk mesin Mesin sulzer 12 ZV 40/48 (4,8
MW Max). Data pengukuran dan SFC dari pembangkit ini dapat ditabelkan pada tabel
berikut:
Tabel 5.2. Data Karakteristik Mesin Zulzer
kWH
Beban Flowmeter Flowmeter kWHmtr kWHmeter Produksi
No (MW) Waktu awal akhir BBM awal akhir (X100) SFC
1 3,150 18:10-19:10 331279,6 332081,9 802,3 283187 283217 3000 0,267433
2 4,725 14:20-15:20 337125 338339 1214 283405 283451,8 4680 0,259402
3 5,000 15:25-16:25 339923 341218,4 1295,42 283515 283563,5 4850 0,267097
4 5,700 16:30-17:30 338448,1 339911,8 1463,7 283456 283512,5 5650 0,259062

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-3


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Kurva input-outpur Zulzer


2
y = 5,5203x + 199,87x +
1600 158,06
1400 2
R =1
1200
Lt/jam 1000
Cost Rate
800
Poly. (Cost Rate)
600
400
200
0
0,000 2,000 4,000 6,000
MW

Gambar 5.2. Kurva Input/Output Mesin Zulzer 5 MW

5.3 Economic Dispatch pada Operasi Sistem Tenaga Listrik


Ekomoni dispach adalah pendistribusian pembagian beban dari unit-unit
pembangkit yang beroperasi. Pembagian ini berdasarkan kurva karateristik masing-
masing unit pembangkit. Pertimbangan dalam pembagian beban untuk tujuan
ekonomis yaitu kekangan sistem harus terpenuhi yaitu kekangan kesamaan dan
kekengan ketidaksamaan. Kekangan kesamaan sistem dapat dituliskan sebagai
berikut:
∑ = + (5.1)

Keterangan:
n adalah jumlah pembangkit,
PD adalah daya beban,
PLoss adalah rugi-rugi daya.

Kekangan ketidaksamaan yaitu:


P <P <P (5.2)

Dalam operasi, rugi-rugi sistem bisa diabaikan apabila pendistribusian beban


oleh pembangkit tidak melalui saluran transmisi atau unit-unit pembangkit hanya
melayani beban lokal (individu). Penyelesaian pembagian beban dapat dilakukan
dengan mengabaikan rugi rugi salauran, sehingga dalam penyelesaian economic
dispatch dapat dibagi dalam dua penyelesain yaitu penyelesain economic dispatch
tanpa rugi-rugi (melibatkan persamaan linier sehingga bisa diselesaikan secara

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-4


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

langsung) dan penyelesaian economic dispatch dengan rugi-rugi (melibatkan


persamaan non linear sehingga dalam penyelesainnya membutuhkan iterasi,
persamaan non liner muncul karena persamaan rugi-rugi daya saluran sebagi fungsi
pembangkitan).

5.3.1. Economic Dispatch (ED)Tanpa Rugi


Penyelesaian ED tanpa rugi bisa diselesaikan menggunakan persamaan
Lagrange sebagai berikut:

(5.3)

Biaya total pembangkitan dapat dituliskan sbb:

(5.4)

Untuk mendapatkan kondisi optimal maka persamaan lagrange harus diturunkan


terhadap variabel bebasnya dalam hal ini daya dan lamda sehingga diperoleh turunan
pertama sama dengan nol untuk mendapatkan kondisi optimal.

(5.5)

λ adalah biaya pertambahan bahan bakar (incremetal fuel cost), yang dapat dituliskan
berdasarkan turunan pertama diatas adalah:

(5.6)

Kondisi optimal akan diperoleh apabila semua generator beroperasi dengan incremetal
cost yang sama pada beban tertentu.
Sebagai contoh, pada sistem tenaga listrik dengan mengabaikan rugi-rugi
transmisi, beban total 10 pu disuplai oleh dua generator G1 dan G2. Biaya
pembangkitan diberikan oleh persamaan berikut, tentukanlah nilai optimal PG1 dan PG2
untuk beban tersebut.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-5


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

(5.7)

Penyelesaian: diberikan penjabaran penyelesaian dengan komputer sebagai berikut:

(5.8)

(5.9)

(5.10)

(5.11)

Dengan MATLAB dapat dibuatkan programnya sebagai berikut:


% Data Pembangkitan
% =================
clc
clear
fprintf('\nData Pembangkitan (pu) [a b*Pgi a c*Pgi^2 Pmin Pmax]');
% biaya pembangkitan (pu) = [a b*Pgi c*Pgi^2 Pmin Pmax]
Cpg=[.1 1 1 0 10;
1.5 .5 2 0 10]

Pd=input('\nKapasitas beban yang akan ditanggung (pu) = ');


Pdl=Pd;
if Pd < sum(Cpg(:,4)) | Pd > sum(Cpg(:,5)),

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-6


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

fprintf('\nKapasitas beban dibawah atau diatas kapasitas total


pembangkit');
fprintf('\nSTOP !!!! Tidak ADA SOLUSI\n')
break
else
Cpg=[Cpg ones(length(Cpg(:,1)),1)];
Pdd=Pd;
keluar=0;
iter=0;
while keluar ~= 1,
%Lakukan ed untuk pembangkit dengan kekangan kapasitas
iter=iter+1;
alpha=0;
beta=0;
for k=1:length(Cpg(:,1)),
alpha=alpha+(1/(2*Cpg(k,3))*Cpg(k,6));
beta=beta+(Cpg(k,2)/(2*Cpg(k,3)))*Cpg(k,6);
end
lamda(iter)=(Pd+beta)/alpha;

if iter == 1,
for k=1:length(Cpg(:,1)),
Pg(k,1)=1/(2*Cpg(k,3))*((1/alpha*(Pd+beta))-Cpg(k,2));
end
else
for k=1:length(Cpg(:,1)),
if Cpg(k,6) ~= 0,
Pg(k,1)=1/(2*Cpg(k,3))*((1/alpha*(Pd+beta))-Cpg(k,2));
end
end
end
% Pg
% check bila ada pembangkit yang melebihi atau kurang dari
kapasitas
% pembangkitannya
for k=1:length(Cpg(:,1)),
if Pg(k,1) < Cpg(k,4), %check Pg dengan Pmin
Pg(k,1)=Cpg(k,4); %set Pg = Pmin
Pd=Pd-Pg(k,1);
Cpg(k,6)=0;
elseif Pg(k,1) > Cpg(k,5); %check Pg dengan Pmax
Pg(k,1)=Cpg(k,5); %set Pg = Pmax
Pd=Pd-Pg(k,1);
Cpg(k,6)=0;
end
end

deltaP=abs(sum(Pg)-Pdd);
if deltaP < 1e-9,
keluar=1;
end

end
end
% Biaya total pembangkitan
for i=1:length(Cpg(:,1)),
F(i)=Cpg(i,1)+Cpg(i,2)*Pg(i)+Cpg(i,3)*Pg(i)^2;
end

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-7


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Ftot=sum(F)
Pg=Pg
lamda=lamda
Ptot=sum(Pg)
Pd=Pdl

%Plot incremental fuel cost


%d(Cpg)/d(Pg)
figure(1);
clf;
hold on
aa=['b'; 'k'; 'r'; 'c'; 'm'];
ab=['m'; 'c'; 'r'; 'g'; 'b'];
for k=1:length(Cpg(:,1)),
t=Cpg(k,4):.1:Cpg(k,5);
y=2*Cpg(k,3)*t+Cpg(k,2)*ones(1,length(t));
plot(t,y,aa(k))
end
tt=0:.1:max(Cpg(:,5))*1.1;
for k=1:iter,
ak=[ab(k) '-.'];
plot(tt,lamda(k)*ones(1,length(tt)),ak);
end
title(' Incremetal fuel Cost'); grid
axis([min(Cpg(:,4))*.85 max(Cpg(:,5))*1.05 0 15]);
xlabel('Daya P (MW)'); ylabel('lamda ');

Hasil program untuk penyelesaian contoh soal di atas adalah:


Data Pembangkitan (pu) [a b*Pgi a c*Pgi^2 Pmin Pmax]
Cpg =

0.1000 1.0000 1.0000 0 10.0000


1.5000 0.5000 2.0000 0 10.0000

Kapasitas beban yang akan ditanggung (pu) = 10

Ftot =
76.5792

Pg =
6.5833
3.4167

lamda =
14.1667

Ptot =
10
Pd =
10

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-8


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Incremetal fuel Cost


15

10
lamda

Turunan Biaya pembangkit I


Turunan Biaya pembangkit II

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Daya P (MW)

Gambar 5.3. Grafik Perbandingan Incremetal Fuel Cost Pembangkit

Gambar 5.3. menunjukkan biaya operasi generator pertama lebih murah


daripada generator kedua. Hasil untuk beban 10 pu, distribusi pembangkitan adalah:
6.5833 pu untuk generator 1 dan 3.4167 pu untuk generator 2. Ini menunjukkan
generator 1 lebih murah dari generator 2 karena dapat memberikan daya lebih besar.

5.3.2. Economic Dispatch Melibatkan Rugi


Penyelesaian ED dengan rugi-rugi membutuhkan perhitungan rugi-rugi daya
sebagai fungsi pembangkitan. Persamaan rugi daya terhadap pembangkitan
dibutuhkan untuk penyelesaian ini. Berikut adalah persamaan-persamaan untuk
penyelesaian ED dengan rugi.

(5.12)
Kekangan Kesamaan untuk ED dengan rugi sbb:

(5.13)
Dengan metoda lagrange rumusan optimasi untuk permasalahan ini adalah:

(5.14)
Kondisi optimal diperoleh dengan:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-9


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

(5.15)
Keterangan:

Faktor finalty:
Sebagai contoh, diketahui diagram segaris sistem tenaga listrik seperti pada Gambar
5.3. berikut

Gambar 5.4. Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik


Penyelesaian:
Diperlukan penurunan untuk mendapatkan persamaan rugi dari sistem Gambar 5.3.
tersebut. Persamaan rugu dapat diperoleh sebagai berikut:
Pada bus 1, aliran daya nyata diberikan oleh:

(5.16)
Pada bus 2, aliran daya nyata diberikan oleh:

(5.17)
Rugi transmisi diberikan oleh:

(5.18)

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-10


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

(5.19)
Maka,

(5.20)
Sehingga,

(5.21)
Dari hubungan rugi-rugi daya terhadap pembangkitan ini, turunan rugi daya untuk
setiap pembangkit diperoleh:

(5.22)
Konsekuensinya kondisi optimal dapat diperoleh:

(5.23)
Berikutnya dilakukan proses iterasi karena bentuk persamaan optimasi PL fungsi dari
PG dengan langkah iterasi.
Proses Iterasi Untuk ED Dengan Rugi, dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Langkah I (Kondisi inisial, PL=0, Pgi dan λ dari ED tanpa Rugi),
2. Langkah II (Estimasi rugi daya berdasarkan persamaan rugi dan mengupdate nilai
Pgi dari

(5.24)
3. Langkah III (Cek konvergensi, dengan melihat error/kesalahan total pembangkitan
dikurangi daya beban ditambah rugi-rugi), bila sudah dibawah nilai toleransi (nilai

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-11


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

toleransi adalah nilai mendekati nol), iterasi berhenti, solusi didapatkan, bila masih
di atas toleransi kembali ke langkah II

Berikut adalah prohram MATLAB yang dibuat untuk penyelesaian contoh diatas.

clear
clc
% % Termal Dispatch with loss
% % Pl=sistem loss
% % Pg1+...+Pgn=Pd+Pl
% % Lagrange L=sigmaCi(Pgi)+lamda(Pd+Pl-sigma(Pgi))
% % dL/dPgi=dCi/dPgi-lamda(1-dPl/dPgi) = 0
% % dL/dlamda=Pd+Pl-sigma(Pgi)
% % Pinalty faktor
% % lamda=(dCi/dPgi)/(1-dPl/dPgi)
%
% % Fungsi loss thd Pgi
% % Pl=1/200*(Pg1-Pg2-4)^2
% %

CostPgi=[1 1 3;
.5 .5 .5];
Pd=4;
% kondisi inisial (dari ed tanpa rugi)
Pg(1)=0.5;
Pg(2)=3.5;
lamda=4;
alpha=input('alpha = '); % faktor percepatan
keluar = 0;
iter=0;
disp(' lamda Pg1 Pg2 Pd Pl error')
Pl=1/400*(Pg(1)-Pg(2)-2)^2;
deltaP=Pg(1)+Pg(2)-Pl-Pd;
disp([lamda Pg(1), Pg(2), Pd, Pl, deltaP])
% pause
tol = 1e-5;
while keluar ~= 1,
iter=iter+1;
f1=1-1/200*(Pg(1)-Pg(2)-2);
f2=1+1/200*(Pg(1)-Pg(2)-2);
lamda=lamda+alpha*(Pd+Pl-(Pg(1)+Pg(2)));
Pg(1)=1/6*(lamda*f1-1);
Pg(2)=lamda*f2-.5;
Pl=1/400*(Pg(1)-Pg(2)-2)^2;
% pause
deltaP=Pg(1)+Pg(2)-Pl-Pd;
disp([lamda Pg(1), Pg(2), Pd, Pl, deltaP]);
if abs(deltaP) <= tol;
keluar = 1;
end
end
jumlah_terasi=iter

Bila program ini dijalankan akan menghasilkan keluaran sebagai berikut:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-12


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

alpha = .8

lamda Pg1 Pg2 Pd Pl error


4.0000 0.5000 3.5000 4.0000 0.0625 -0.0625
4.0500 0.5252 3.4487 4.0000 0.0606 -0.0866
4.1193 0.5368 3.5179 4.0000 0.0620 -0.0073
4.1252 0.5380 3.5224 4.0000 0.0621 -0.0017
4.1265 0.5382 3.5237 4.0000 0.0621 -0.0002
4.1267 0.5383 3.5238 4.0000 0.0621 -0.0000
4.1267 0.5383 3.5239 4.0000 0.0621 -0.0000

jumlah_terasi =
6

Hasil ED dengan rugi menunjukkan lamda dengan rugi-rugi lebih besar dari ED tanpa
rugi. Distribusi pembangkitan untuk menalangi rugi-rugi lebih dominan ke pembangkit
pertama.
Grafik perbandingan penyelesaian ED tanpa rugi dengan penyelesaian ED
dengan rugi dapat ditunjukkan pada Gambar 5.5. berikut:

Gambar 5.5. Grafik Perbandingan ED Tanpa Rugi Dengan ED Dengan Rugi

5.4 Load Frequency Control


Load Frequency Control (LFC) adalah kontrol frekuensi dengan cara
menambah/mengurangi pembangkitan daya aktif apabila terjadi kekurangan daya pada
sistem akibat kenaikan atau penurunan beban yang menyebakan naik/turunya
frekuensi. LFC mempunyai dua tujuan dasar untuk sistem dengan pembagian area
yaitu :
1. Mengikuti perubahan beban, setiap area harus menjaga error frekuensi steady
state nol.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-13


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

2. Masing-masing area harus menjaga aliran daya pada tie line pada nilai skejulnya,
dengan kata lain masing-masing area harus meyerap bebannya sendiri.

Konsep LFC dapat ditunjukkan seperti pada contoh berikut:

Gambar 5.6. Kasus 2 Area

Saat pertambahan beban pada sistem, bagaimana menentukan area mana bebannya
bertambah?
Untuk menjawab pertnayaan ini dibutuhkan dua pengukuran pada sistem tersebut
yaitu:
Frekuensi,
Ptie (net interchange)
Ptie = +ve daya meninggalkan area (export)
Ptie = -ve daya memasuki area (import)
Untuk kasus 2 area dan pengukuran pada area 1 pada Gambar 5.5. diatas dapat
dibuatkan prosedur untuk operasi LFC sebagai berikut.
Jika ∆f = f – fsched = -ve
∆Ptie = Ptie – Ptie,sched = -ve

Table 5.3. Solusi LFC untuk 2 Area Pengukuran pada Area 1

∆f ∆Ptie Perubahan Aksi Kontrol


beban

-ve -ve (import) ∆PL1 ↑ Pgen,1 ↑

+ve +ve (export) ∆PL1 ↓ Pgen,1 ↓

-ve +ve (import) ∆PL2 ↑ Pgen,2 ↑

+ve -ve (export) ∆PL2 ↓ Pgen,2 ↓

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-14


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Beberapa definisi-definisi dalam LFC seperti ACE (area control error), ACE =
(Ptie-Ptie, sched) + Bf ∆f, Bf = konstanta bias frekuensi. Perubahan Daya referensi ke I
dapat dinyatakan oleh persamaan:

(5.25)

Ki adalah penguat integrator,


Tanda minus menyatakan bila salah satu Ptie mengalir keluar dari area atau frekuensi
adalah rendah, sehingga jika ACE negatif maka area harus menaikkan
pembangkitannya.
Sebagai contoh, Sistem tenaga 60 Hz terdiri dari dua area interkoneksi. Area 1
mempunyai total pembangkit 2000 MW dengan karakteristik respon frek. β1=700
MW/Hz. Area 2 mempunyai total pembangkit 4000 MW dan β2=1400 MW/Hz. Masing-
masing area membangkitkan setengah dari total pembangkitannya. Pada ∆Ptie1 = ∆Ptie2
= 0 dan frek 60 Hz saat beban pada Area 1 tiba-tiba bertambah 100 MW. Tentukan
steady state frekuensi error ∆f dan steady state tie line error masing-masing area untuk
kasus (a). sistem tanpa LFC, (b). dengan LFC, (abaikan rugi-rugi dan ketergantungan
beban pada frekuensi).

Gambar 5.7. Sistem dengan 2 Area untuk Contoh Soal di Atas

Penyelesaian:

a. Pada dua area interkoneksi steady state frekuensi error ∆f adalah sama pada
kedua area,
(∆pm1+ ∆ pm2)=(∆pref1 + ∆pref2) – (β1+ β2) ∆f

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-15


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

(∆pm1+ ∆ pm2) = 100 MW (mengabaikan loss dan ketergantungan beban pada


frekuensi)
(∆pref1 + ∆pref2) = 0, sistem tanpa LFC.
Sehingga:
∆f=-100/2100 = -0.0476 Hz
∆pm1 = 33.33 MW
∆pm2 = 66.67 MW
b. Dengan LFC:
ACE1=∆ptie1 + B1 ∆f1
ACE2=∆ptie2 + B2 ∆f2
Aliran Ptie harus nol, sehingga ∆ptie1 + ∆ptie2 = 0, dan ∆f2 = ∆f1 = ∆f, sehingga:
ACE1=∆ptie1 + B1 ∆f
ACE2=-∆ptie1 + B2 ∆f
Saat steady state ACE1 = ACE2, sehingga
ACE1 + ACE2 = 0 = (B1 + B2) ∆f,
Sehingga ∆f = 0, dan ∆ptie1 = ∆ptie2 = 0, area 1 harus menanggung 100 MW
kenaikan beban dan area 2 menjaga kondisi operasi semula.

5.5 Koordinasi ED dan LFC


Load Frequency Control dan Economic Dispatch mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk memperoleh pengaturan setting daya dari kontrol turbin-governor. ED
khusus untuk penyelesaian unit-unit pembangkit termal saja (menggunakan bahan
bakar fosil). Berikut adalah gambaran koordinasi antara ED dengan LFC.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-16


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Gambar 5.8. Koordinasi antara ED dengan LFC

5.6 Peramalan Beban Jangka Pendek


Peramalan beban sangat dibutuhkan penyedia listrik dangan berbagai alasan
seperti rencana pengembangan sistem kedepan berdasarkan tren kebutuahn energi
listrik, pengoperasian ekonomis dan operasi sistem yang handal dan sistem dapat
beroperasi secara normal. Berdasarkan alasan ini maka peramalan beban dapat
dibedakan berdasarkan kegunaannya yaitu:
A. Peramalan Beban Jangka Panjang.
Peramalan beban jangka panjnag untuk mengetahui pertumbuhan beban untuk
jangka waktu lebih dari bulanan dan tahunan kedepan. Kegunaan dari
peramalan ini adalah untuk perecanaan pengmbangan sistem, operasi dan
pemeliharaan sistem.
B. Peramalan Beban Jangka Pendek
Peramalan beban jangka pendek adalah peramalan beban untuk jangka waktu
7 hari kedepan atau 168 jam kedepan. Kegunaan dari peramalan beban jangka
pendek adalah sebagai dasar penentuan kombinasi pembangkit dalam
melayani beban untuk tujuan ekonomis seperti unit commitmen dan koordinasi
hidro-termal.
C. Peramalan Beban Jangka Sangat Pendek
Peramalan beban jangka sangat pendek adalah peramalan beban untuk jangka
waktu 5-20 menit kedepan. Kegunaan dari peramalan ini adalah untuk

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-17


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

mengetahui kondisi optimal operasi sistem (Optimal Power Flow/Aliran Daya


Optimal) dan prediksi kesalahan pembacaan alat ukur yang dibahas dalam
materi State Estimator.
Peramalan beban jangka pendek sangat dibutukan dalam operasi ekonomis
sistem tenaga. Hasil peramalan ini memberikan informasi besar beban dalam selang
periode 7 hari kedepan sehingga penyedia listrik dapat mempersiapkan dan megatur
kombinasi operasi unit pembangkitnya untuk mendapatkan biaya operasi yang optimal
(terendah).
Metoda-metoda yang dapat digunakan untuk peramalan beban jangka pendek
seperti metoda berdasarkan hari yang sama (bisa dengan penskalaan, atau
pendekatan exponensial), metoda berdasarkan deret waktu (time series), Metoda
berdasarkan sistem pakar (expert system) atau Metoda jaringan syaraf tiruan (ANN).
Masing-masing metoda ini mempunyai keunggulan yang relatif tergantung dari data
historis masing-masing daerah yang memiliki prilaku penggunaan energi listrik yang
berbeda-beda.
Penerapan metoda-metoda peramalan dipengaruhi oleh pemodelan beban.
Pada pemodelan beban pada peramalan beban jangka pendek dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
1. Jam-jam pada satu hari dan spesifik hari dalam satu minggu,
2. Pengaruh cuaca, karena perubahan temperatur, perubahan angin, kelembaban
dan pergerakan awan.
3. Strategi tarif harian,
4. Kejadian-kejadian spesial, program TV spesial, pengaruh politik dan lain-lain,
5. Faktor-faktor yang tidak diketahui secara acak.
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dituliskan rumusan matematis untuk
model beban sebagai berikut:
PL(k) = B(k) + W(k) + S(k) + v(k) (5.26)

Keterangan:
PL(k) = total beban pada jam ke k
W(k) = komponen beban akibat cuaca
B(k) = beban dasar
S(k) = pertambahan beban akibat kejadian spesial
v(k) = komponen beban acak.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-18


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Model beban untuk peramalan bisa berbeda-beda tergantung data historis


beban yang akan diramal/diperkirakan. Model beban memerlukan identifikasi model
untuk mendapatkan hasil peramalan beban dari data historis yang ada. Identifikasi
model beban untuk peramalan beban jangka pendek adalah:
1. Model Sensitif Cuaca
Gambar di bawah menunjukkan data historis yang ditunjukkan oleh titik-titik
pada gambar model beban dapat didekati dengan model sensitif cuaca. Dari
data terlihat pada suhu tertentu terjadi beban dasar, saat suhu turun dan suhu
naik dari suhu yang menghasilkan beban dasar beban sistem naik.

Gambar 5.9. Model Sensitif Cuaca

Rumusan model sensitif cuaca dapat dituliskan sebagai berikut:


PL(k) = B + As∆θ(k) + v(k) (5.27)
∆θ(k)= θ(k)-Ts untuk beban summer dan ∆θ(k)= Tw-θ(k) untuk bebn
winter
2. Model AR (Autoregressive)
Model AR adalah model deret waktu sederhana y(k) dalam bentuk:
y(k) = a1 y(k-1) + a2 y(k-2)….+ an y(k-n) + w(k) (5.28)
ai adalah koefisien yang tidak diketahui,
w(k) adalah gangguan random
3. Model MA (Moving Average)
Model MA adalah model dimana perubahan beban tergantung dari kombinasi
linear dari gangguan acak sekarang dan sebelumnya, dapat ditulis:
y)(k) = w(k) + b1w(k-1)….+bnw(k-n). (5.29)
bi adalah koefisien yang tidak diketahui,
w(k) adalah gangguan random
4. Model ARMA (Autoregressive Moving Average)
Model ARMA adalah kombinasi AR dan MA, yang dinyatakan dengan :

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-19


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

y(k)=∑ai y(k-i) + ∑bj y(k-j) + w(k) (5.30)

Penyelesaian persamaan model beban yang telah didapat dari identifikasi


model dapat diselesaikan dengan menggunakan kriteria WLS (Weighted Least
Squares), yaitu sebuah metoda untuk mengestimasi konstanta-konstanta pada model
beban, sehingga didapatkan sebuah model yang dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan beban berdasarkan inputan kebutuhan model beban, seperti model
sensitifitas cuaca, dengan inputan sushu tertentu akan diketahui perkiraan kebutuhan
beban. Berikut adalah rumusan penyelesaian model beban dengan kriteria WLS.
Diberikan persamaan linear/persamaan model beban
PL(k) = B(k) + W(k) + S(k) + v(k) (5.31)

Keterangan:
PL(k) = total beban pada jam ke k
W(k) = komponen beban akibat cuaca
B(k) = beban dasar
S(k) = pertambahan beban akibat kejadian spesial
v(k) = komponen beban acak.
Dapat didekati dengan persamaan umum penyelesaian kriteria WLS sebagai
berikut:
z = Hx + v (5.32)

Keterangan:
x adalah konstanta yang tidak diketahui pada model beban
H adalah matrik n x m

Estimasi x dengan WLS dapat diselesaikan sebagai berikut:


h(x) =Hx, matrik jacobian sederhana dari H,

Kondisi optimum diberikan oleh:


0 = HT (z - Hx)
= HTz - HTH x
Sehingga hasilestimasi x adalah:
x =(HTH)-1HTz (5.33)

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-20


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Contoh peramalan beban menggunakan kriteria WLS. Diktehui beban PL(k) dan
temperatur θ(k) diberikan pada studi beban sensitif cuaca Tabel 5.4., asumsikan
Ts=75oF, dan v(k)=0, tentukan estimasi terbaik dari B dan As, diberikan oleh:
PL(k)=B + As(θ(k)-Ts) + v(k)

Tabel 5.4. Data Beban Terhadap Suhu

k PL(k) θ(k)
MW
1 1101 77
2 1245 80
3 2010 95
4 1780 90
5 1880 93
6 1794 91
7 1339 82
8 1239 80
9 2147 98
10 1200 79

Penyelesaian, pertama-tama dibuat matrik jacobian H dengan ukuran 10 x 2


(10 data dan 2 variabel yaitu B dan As), dengan bantuan MATLAB diperoleh hasil
sebagai berikut:
clear
clc
%% Data historis
%---------------
suhu = [77 80 95 90 93 91 82 80 98 79]';
Ts=75; % suhu pada beban dasar
Beban = [1101 1245 2010 1780 1880 1794 1339 1239 2137 1200]';
%% penyelesaian WLS
%------------------
H=[ones(length(suhu),1) suhu-Ts*ones(length(suhu),1)];
x=inv(H.'*H)*H.'*Beban;
Twls=H*x;
%% Tampilkan hasil perbandingan
%------------------------------
figure(1);
plot(suhu,Beban,'d',suhu,Twls,'*')
title(' Perbandingan Data Historis vs Hasil Peramalan Kriteria WLS');
ylabel ('Beban (MW)'), xlabel('Suhu oF'); grid
legend('Data Historis',' Hasil Perkiraan WLS');
disp('Hasil= Target');
disp(' WLS');

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-21


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Hasil=[Beban'; Twls']

Bila program tersebut dijalankan maka diperoleh hasil perbandingan data historis
dengan hasil perkiraan WLS sebagai berikut:

Hasil =
1.0e+003 *
1.1010 1.2450 2.0100 1.7800 1.8800 1.7940 1.3390 1.2390 2.1370 1.2000
1.0970 1.2472 1.9979 1.7477 1.8978 1.7977 1.3473 1.2472 2.1481 1.1971

Baris pertama dari Hasil adalah data historis dan baris kedua dari Hasil adalah hasil
perkiraan peramalan dengan WLS. MSE (Mean Square Error) dari perkiraan ini dapat
dihitung dengan persamaan berikut:

1
=

MSE untuk WLS adalah:

MSE=sum((Beban-Twls).^2)/length(Beban)
MSE =
180.9074

Perbandingan Data Historis vs Hasil Peramalan Kriteria WLS


2200

Data Historis
Hasil Perkiraan WLS
2000

1800
Beban (MW)

1600

1400

1200

1000
75 80 85 90 95 100
Suhu oF

Gambar 5.10. Perbandingan Hasil Data Historis dengan Hasil WLS

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-22


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Integrasi model, perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil peramalan yang


diharapkan (MSE kecil), Langkah untuk mendapatkan Model yang dapat
direkomedasikan dan valid dengan metoda-metoda yang ada seperti: similer day (hari
yang sama), time series, expert sistem atau JST ditunjukkan pada flochart berikut:

Gambar 5.11. Identifikasi Model Beban

5.7 Unit Commitment


Naik/turunnya pemakain energi listrik (beban listrik) mengikuti siklus kegiatan
manusia sehari-hari. Kegiatan manusia sehari-hari ditentukan oleh berbagai macam
keperluan seperti, kebutuhan, kenyamanan dan kegiatan-kegaitan lain yang
membutuhkan energi listrik. Kebutuhan energi listrik yang mengikuti siklus kegiatan
manusia harus diimbangi dengan pembangkitan energi listrik oleh penyedia listrik. Pola
kebutuahn energi ini harus diikuti oleh pembangkitan untuk mengurangi biaya
operasional pembangkit. Bisa saja pihak pembangkit menghidupkan semua mesin
yang ada tanpa perlu direpotkan dengan pola kebutuhan energi listrik. Pengoperasian
pembangkit dengan cara ini tentunya sangat merugikan pihak penyedia listrik itu
sendiri, karena biaya operasi yang timbul tidak akan sesuai dengan biaya energi yang
terjual.
Pemenuhan pola kebutuhan energi listrik yang berubah ini untuk tujuan
ekonomis, harus diikuti oleh penjadwalan unit-unit pembangkit yang harus commit (on)

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-23


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

dan unit off dalam siklus tertentu. Pemilihan unit-unit pembangkit yang commit sangat
ditentukan oleh banyak faktor seperti, kondisi pembangkit, biaya bahan bahar (biaya
operasional), dan kekangan-kekangan operasi pembangkit (setiap jenis pembangkit,
PLTU, PLTGU, PLTD, PLTA, dll mempunyai karaktersitik operasi yang berbeda).
Penjadwalan unit-unit pembangkit yang beroperasi ini untuk tujuan ekonomis yang
dimaksud dengan unit commitmen.
Operasi unit commitmen merupakan kombinasi on/off dari beberapa unit
pembangkit yang ada dalam sistem. Sebagai contoh, apabila dalam sistem ada
sejumlah n buah unit pembangkit, maka kombinasi pembangkit yang mungkin
beroperasi adalah sejumlah 2n-1 kombinasi. Dua pangkat n dikarenakan setiap
pembangkit hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu on atau off sehingga untuk
kombinasi n buah pembangkit adalah 2 pangkat n. Penguragan dengan satu
dikarenakan dalam kondisi operasi minimal salah satu pembangkit harus beroperasi.
Kombinasi dua pangkat n menghasilkan satu kombinasi nol sejumlah n pembakit.
Kombinasi nol sejumlah pembangkit ini berarti tidak ada pembakit yang beropeasi
sehingga kombinasi ini tidak menunjukkan operasi pembangkit. Sehingga kombinasi 2
pangkat n harus dikurangi satu yaitu satu kombinasi yang off semua pembangkit.
Kombinasi on/off dari pembangkit akan dipilih sangat ditentukan oleh kapasitas
beban pada sistem. Evaluasi pemilihan dilakukan dengan menghitung biaya optimum
menggunakan perhitungan ekonomi dispatch untuk setiap kombinasi yang mungkin
untuk beban tertentu. Hasil perhitungan economi dispatch dari setiap kombinasi
dibandingkan untuk mendapatkan biaya optimum atau terendah, kombinasi yang
terpilh adalah kombinasi yang memberikan biaya terendah.
Sebagai contoh terdapat tiga unit pembangkit dengan karakteristik input/output
dapat dituliskan sebagai berikut:
= 561.0 + 7.920 + 0.001562
= 310.0 + 7.850 + 0.001940

* = 93.6 + 9.564 * + 0.005794 *

150 + < < 600


100 + < < 400
50 + < * < 200
Periksalah kombinasi on/off setiap pembangkit untuk mendapatkan biaya operasi yang
optimum optimum dari ketiga pembangkit tersebut pada beban PD = 550 MW. Untuk
mendapatkan kombinasi yang menghasilkan nilai optimum untuk beban 550 MW
tersebut maka perlu diperiksa kombinasi yang mungkin dan biaya yang timbul dari

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-24


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

kombinasi tersbut. Tabel 5.4. berikut menunjukkan cara memeriksa kombinasi dan
biaya yang mungkin timbul.
Tabel 5.5. Kombinasi dan Biaya Operasi

Tabel 5.5 menunjukkan untuk beban 550 MW dapat dipenuhi oleh ke tiga sampai
kombinasi ke tujuh. Diantara ketujuh kombinasi tersebut baiya operasi terendah
diperoleh apabila pembangkit satu on dan pembangkit dua dan tiga off. Kombinasi ini
menghasilkan biaya operasi terendah yaitu 5389 R/h.

5.7.1. Kekangan-Kekangan Pada Unit Commitmen


Kekangan atau batasan-batasan operasi pembangkit sangat menentukan
pemilihan kombinasi operasi dari pembangkit. Pembatasan ini diperlukan supaya
kombinasi on/off pembangkit yang akan dijadwalkan dapat mejaga sistem selalu
berada pada kondisi normal dan ekonomi dalam pengoperasiannya. Ada beberapa
kekangan yang harus dipertimbangkan dalam operasi unit commitmen. Kekangan-
kekangan tersebut antara lain:
1. Cadangan berputar/Spining reserve.
Cadangan berputar adalah sisa pembangkitan dari semua pembangkit yang
beroperasi dikurangi dengan semua jumlah beban ditambah dengan rugi-rugi
sistem. Cadangan berputar minimal adalah sebesar kapasitas terbesar dari
pembangkit yang beoperasi. Kapaitas minimal ini harus terpenuhi sehingga
kalau ada satu pembangkit yang gagal beroperasi terutama pembankit yang
terbesar dalam sistem, tidak ada beban dalam sistem yang dilepas. Selain itu
cadangan berputar juga harus mempertimbangkan beberapa hal seperti,
pertama: cadangan berputar harus dialokasikan dengan mempertimbangkan
adanya pembangkit dengan kecepatan respon yang tinggi dan pembangkit
dengan respon yang rendah. Hal ini untuk mengembalikan frekuensi yang turun

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-25


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

dengan cepat akibat lepasnya salah satu pembangkit dari sistem. Kedua,
cadangan berputar harus juga disebar secara merata untuk menghidari batasan
kemapuan transmisi dan untuk mngantisipasi beroperasinya sistem secara
island sistem (beroperasi terpisah-pisah/hilangnya interkoneksi)
2. Kekangan Thermal Unit.
Kekangan ternal unit adalah kekangan untuk unit-unit termal seperti minimum
up time dan minimum down time. Minimum up time adalah interval waktu
minimum dimana suatu unit pembangkit yang baru on (terhubung ke sistem)
tidak boleh dilepas (off) kembali sebelum melewati batas up time-nya. Sebagai
contoh, sebuah unit pembangkit mempunyai minimum up time 2 jam, ini berarti
apabila unit pembangkit itu terhubung ke sistem (on) tidak boleh dilepas (off)
kurang dari 2 jam. Minimum Down Time adalah interval waktu minimum
dimana suatu pembangkit dalam keadaan decommit (off) tidak boleh
dihubungkan kembali (on) sebelum melewati batas Down Time-nya.
3. Kekengan Hidro,
Kekangan hidro adalah kekangan pembangkit dengan sumber tenaga air
(PLTA). Karaktersitik kekangan hidro sangat berbeda dengan kekangan termal.
Kekangan hidro lebih banyak ditentukan oleh tataguna air.
4. Unit Pembangkit Mus Run
Unit pembangkit must run adalah unit pembangkit yang tidak boleh dimatikan
kecuali untuk pemeliharaan unit tersebut. Unti seperti ini kan mngurangi jumlah
kombinasi pembangkit. Sebagi contoh apabila terdapat 5 unit pembangkit dan 2
unit pembangkit must run maka jumlah kombinasi yang mungkin adalah 2
pangkat 3 (3 hasil dari 5 unit dikurangi 2 unit must run). Adanya unit
pembangkit yang must run untuk mensupport tegangan pada jaringan atau
penggunaan uap pada PLTU yang tidak hanya untuk pembangkitan tenaga
listrik saja tetapi juga untuk keperluan lain.
5. Kekangan Bahan Bakar
Kekangan ini diperangaruhi akibat terbatasnya ketersediaan bahan bakar dari
suatu unit pembangkit.
6. Biaya start (Start up Cost)
Biaya start adalah biaya yang diperlukan oleh pembangkit untuk start dari
keadaan tidak beroperasi sampai pembangkit tersebut terhubung ke sistem.
Terdapat 2 macam biaya start yaitu: start dingin (cold start) dan start panas
(banking). Biaya start dingin, kondisi ini terjadi karena pembangkit dilepas dari

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-26


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

sistem (tidak beroperasi) temperatur boler dibiarkan turun dari temeratur


kerjanya, sehingga pada saat akan beroperasi dilakukan pemanasan lagi.
Rumusan untuk biaya start dingin adalah:

(5.34)
Keterangan:

Biaya start panas, kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari
sistem, temperatur boiler tetap dijaga pada temeratur kerja. Rumusan untuk
kondisi ini:

(5.35)
Keterangan:

Perbandingan biaya start dingin dengan biaya start panas ditunjukkan pada
grafik Gambar 5.6 berikut:

Gambar 5.12. Perbandingan Biaya Start Dingin dengan Biaya Start Panas

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-27


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

5.7.2. Metoda-metoda Penyelesaian Unit Commitmen


Terdapat beberapa permasalahan dalam merencanakan jadwal pembangkit
(unit commitment) antara lain:
1. Harus ada pola pembebanan untuk M periode waktu dalam suatu siklus (Pola
pembebanan dapat diperoleh dari hasil peramalan beban jangka pendek/tujuh
hari kedepan/168 jam kedepan seperti yang sudah dibahas pada sub bab 5.4.
2. Terdapat n buah pembangkit yang commit (on) dan dengan output optimum
(menggunakan penyelesaian economic dispatch).
3. Pada M level beban dan batas operasi dari n unit pembangkit, setiap unit
pembangkit dapat mencatu beban individunya dan setiap kombinasi dari unit
pembangkit dapat juga mencatu beban. Berdasarkan hal ini, maka untuk n
buah pembangkit dan M buah level beban akan terdapat:
a. 2n-1 buah kombinasi on/off pembangkit
b. (2n-1)M buah persamaan yang harus diselesaikan.
Jumlah persamaan yang harus diselesaikan menunjukkan penyelesaian unit
commitmen memerlukan dimensi yang sangat besar untuk ruang
perhitungan/penyelesaian persamaan. Kondisi ini diperlukan teknik/metoda untuk
penyelesain persoalan unit commitmen.
Terdapat Metoda-metoda untuk penyelesaian unit commitmen antara lain:
daftar prioritas, dan dinamik programing. Metoda daftar prioritas lebih sederhana dari
pada metoda dinamik programing. Daftar proritas dalah metoda untuk mengurutkan
pembangkit-pembangkit dengan pengurutan dimulai dari pembangkit dengan biaya
produksi rata-rata terendah sampai dengan pembangkit dengan biaya produksi rata-
rata tertinggi (paling boros). Dinamik programing lebih menekankan urutan kombinasi
pembangkit berdasarkan level beban dalam urutan dengan total baiay pembangkitan
dari level beban ke 1 sampai level beban ke M.
A. Metoda Daftar Prioritas
Pada metoda ini kombinasi on/off unit pembangkit didasarkan pada urutan
prioritas. Untuk menentukan urutan prioritas diperoleh dari biaya produksi rata-
rata persatuan output yang didasarkan pada Pmax.

(5.36)
Contoh sebelumnya yaitu:
= 561.0 + 7.920 + 0.001562
= 310.0 + 7.850 + 0.001940

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-28


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

* = 93.6 + 9.564 * + 0.005794 *

150 + < < 600


100 + < < 400
50 + < * < 200

Kombinasi untuk beban 550 MW dapat dapat diurutkan berdasarkan biaya


produksi rata-rata dengan hasil seperti pada Tabel berikut:

Algoritma yang bisa dibuat untuk unit commitmen dengan Metoda Daftar
Prioritas (pada metoda ini setiap level beban mengikut algoritma ini) sebagai
berikut:
1. Pada setiap jam di mana level beban turun, tentukan unit mana yang
dilepas dengan melihat kombinasi unit berdasarkan daftar prioritas, juga
diperhiungkan apakah jumlah daya dari pembangkit yang beroperasi cukup
untuk melayani beben dan cadangan berputar cukup apabila salah satu unit
pembangkit dilepas.
2. Bila tidak mampu, cari unit lain untuk dilepas, dan bila mampu lanjutkan
pada step berikutnya.
3. Tentukan waktu H jam untuk unit yang dilepas akan beroperasi kembali,
dengan asumsi dalam selang H jam tersebut beban akan naik kembali.
4. Jika H jam lebih kecil dari pada minimum down time maka kommitmenya
dapat dipertahankan, bila H jam lebih besar daripada minimum down time
lanjutkan pada step berikutnya.
5. Hitung dua macam biaya, yaitu dengan menganggap unit tidak lepas,
dihitung biaya produksi perjam untuk waktu H jam tersebut dan dengan
menganggap unit dilepas dan akan start kembali, dihitung biaya start untuk
start dingin dan biaya start panas/banking (temperatur boiler dipertahankan
pada temperatur kerja) dari kedua biaya start itu dipilih yang lebih murah.
6. Ulangi prosedur di atas untuk level beban yang lain.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-29


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

B. Metoda Dinamik Prgraming


Aplikasi dari metoda digital untuk memecahkan berbagai persoalan
kontrol dan optimasi dinamis mendorong ilmuwan Dr. Richard Bellman dan
koleganya untuk menemukan metoda dinamik programing. Metoda ini sangat
berguna untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan mengurangi perhitugan
dalam menemukan trayektori optimal. Penyelesaian unit commitmen digunakan
dinamik programing dengan pendekatan maju (forwar approach). Sebelum
mengaplikasikan metoda dinamik programing untuk unit komitmen berikut
adalah sebuah model persoalan yang dapat digunakan untuk memahami
metoda dinamik programing.
Dalam dinamik programing terdapat kondisi-kondisi/istilah yang perlu
dipahami antara lain:
1. State, adalah terminal-terminal dengan kondisi tertentu.
2. Stage, adalah kumpulan dari state pada level tertentu.
Berikut diberikan untuk penyelesaian optimasi dengan dinamik programing
dengan biaya state ke state diketahui.

Gambar 5.13. Contoh Penyelesaian dengan Dinamik Programing

Model Gambar 5.7. berupa model pembiayaan suatu proses yang diawali dari
state A samapi ke state akhir N, dengan melalui banyak pilihan lintasan
pembiayaan. Terdapat 5 stage, dimana setiap stage memiliki beberapa state.
Dari kondisi ini dilakukan penyelesaian dengan metoda dinamik programing

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-30


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

pendekatan maju untuk mencari lintasn pembiayaan yang termurah dari state A
sampai state N. Formulasi dari metoda dinamik programing adalah sebagai
berikut:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-31


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-32


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Gambar 5.14. Hasil Dinamik Programing

Rangkuman
1. AGC adalah kontrol daya aktif yang otomatis pada sistem tenaga.
2. Kurva heat rate atau kurva cost rate adalah kurva yang memberikan gambaran
karakteritik input/output sebuah unit pembangkit.
3. Econimic dispatch adalah pembagian beban pada unit-unit pembangkit yang
beroperasi untuk tujuan ekonomis (mendapatkan biaya operasi terendah biaya
pembangkitan untuk beban tertentu).
4. Load Frequency Control adalah kontrol frekuensi sistem dengan
memperhitungkan/menghidari kerugian saluran. LFC lebih banyak dipakai pada
pengaturan pembagian beban atar area (sistem yang terdiri dari lebih dari satu
area).

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-33


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

5. Peramalan beban jangka pendek sangat dibutuhkan untuk mendapatkan informasi


kebutuhan besar daya yang harus dibangkitkan untuk tujuh hari kedepan (168 jam)
untuk tujuan ekonomis.
6. Unit Commitment adalah suatu cara untuk menentukan kombinasi pembangkit
dalam melayani beban dalam level M beban dalam selang waktu tertentu
(umumnya tujuh hari kedepan, hasil peramalan beban jangka pendek dapat
digunakan sebagai dasar kombinasi pembangkit (UC)) sehingga hasil kombinasi
dari UC ini mendapatkan biaya operasi ekonomis.

Tugas
1. Pusat pembangkit terdiri dari dua generator mensuplai bus beban, kedua generator
mempunyai kekangan ketidaksamaan sebagai berikut: Pmin=100 MW Pmax=625
MW, besar beban adalah:
A. 200 MW B. 500 MW C. 1150 MW

2. Pada studi model sensitif cuaca, data untuk 10 jam didapatkan dengan komponen
sensitif cuaca spt pada tabel. Asumsikan keberadaan keterlanbatan orde pertama
dan pengaruh saturasi, hitunglah estimasi koefisien A0 dan A1 terbaik dan W,

k W(k) ∆θ(K)
0
MW F

1 - 3
2 120 5
3 179 8
4 283 12
5 410 18
6 518 22
7 663 28
8 655 30
9 655 35
10 667 32
11 660 30

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-34


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

3. Untuk Model MA berikut:


y(k) = w(k) – 0.5w(k-1)
Dapatkan ekivalen model AR (Auto Regresive)
4. Selesaikan unit commitmen dengan metoda dinamik prorangmming untuk empat
unit pembangkit dengan karakteristik input output sebagai berikut:
= 561.0 + 7.920 + 0.001562
= 310.0 + 7.850 + 0.001940

* = 93.6 + 9.564 * + 0.005794 *

, = 93.6 + 9.564 , + 0.005794 ,

150 + < < 600


100 + < < 400
50 + < * < 200
75 + < , < 300
Pola pembeban stage awal adalah 550 MW, stage 1 adalah 700 MW, stage 2
adalah 900 MW, stage 3 adalah 400 MW dan stage 5 adalah 450 MW. Biaya
perpindahan state ke state seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 5.15. Gambar Untuk Soal No 4

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-35


Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik

Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik V-36


LAMPIRAN
SILABUS

MATA KULIAH
MANAJEMEN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
EL4117 / 2 SKS
SEMESTER VII

TIM DOSEN
I Made Ari Nrartha, ST., MT
Sultan, ST., MT

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Silabus Matakuliah

SILABUS MATAKULIAH
Jurusan/Prog. Studi : Teknik Elektro, FT, UNRAM
Matakuliah : Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik
Nomor Kode : EL4117
Semester : 7 Tujuh
Kredit (Jam/Semester) : 2 SKS
Mk Prasyarat : Mesin-mesin Listrik, Analisa Sistem Tenaga, Transmisi Tenaga Listrik dan Sistem Distribusi Tenaga Listrik.
Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat mengatur operasi sistem tenaga untuk tujuan kwalitas (SPLN no 1., 1995, IEC 60196, dan Standar
IEEE), operasi yang aman dan ekonomis.

Per
te Kompetensi Metode Pendidikan Pus-
Pokok Bahasan Indikator Subpokok Bahasan Penilaian Waktu
mu Dasar Pembelajaran Karakter taka
an
1. Mahasiswa dapat Pendahuluan a. Dapat menjelaskan a. Komponen Sistem a. Ceramah a. Rasa ingin a. Test 2 x 50 1, 2 ,
menjelaskan struktur Manajemen bagian-bagian sistem Tenaga Listrik b. Tanyajawab tahu essay menit &3
dan kondisi operasi Operasi Sistem tenaga b. Dasar-dasar Operasi c. Penugasan b. Gemar b. Tugas
sistem tenaga Tenaga Listrik b. Dapat menjelaskan Sistem Tenaga membaca
c. Mandiri
(MOSTL) kebutuhan-kebutuhan Listrik
dasar untuk operasi c. Kondisi-kondisi
sistem tenaga. Operasi Sistem
c. Dapat menjelaskan Tenaga Listrik
kondisi-kondisi operasi d. Struktur Hirarki
sistem tenaga. Sistem Tenaga
d. Dapat menjelaskan Listrik
struktur hirarki sistem
tenaga
2, 3 Mahasiswa dapat Metoda-metoda a. Dapat menjelaskan a. Kontrol-Kontrol a. Ceramah a. Cerdas Test 6 x 50 1, 2, 3,
&4 menganalisis metoda Kontrol pada kebutuahan kontrol Pada Operasi b. Tanyajawab b. Kreatif essay dan menit &9
kontrol pada operasi Operasi Sistem pada operasi sistem Sistem Tenaga. c. Latihan c. Rasa ingin perhitung
sistem tenaga Tenaga tenaga. b. Kontrol Daya dan keterampilan tahu an
d. Disiplin
b. Dapat menjelaskan Frekuensi. d. Menyelesai- b. Tugas

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. I-2


Silabus Matakuliah

kontrol daya dan c. Kontrol Tegangan kan masalah


frekuensi dan Daya Reaktif. e. Penugasan
c. Dapat menjelaskan
kontrol teganan dan
daya reaktif
5 Mahasiswa dapat Kwalitas Operasi a. Dapat menjelaskan a. Kontinyuitas a. Ceramah e. Cerdas a. Test 2 x 50 1, 2, 3,
menjelaskan kwalitas Sistem Tenaga kontinuitas operasi Operasi Sistem b. Tanyajawab f. Kreatif essay menit 4, 5
operasi sistem tenaga Listrik sistem tenaga. Tenaga Listrik c. Penugasan g. Rasa ingin b. Tugas &6
listrik. b. Dapat menjelaskan b. Kwalitas Operasi tahu
h. Disiplin
standar-standar SPLN, Sistem Tenaga
IEC untuk kwalitas Listrik Dan
operasi sistem tenaga. Standar-Standar
(SPLN no 1 1995,
IEC 60196 dan
Standar IEEE)

6 Mahasiswa dapat Perkiraan a. Dapat menjelaskan a. Keamanan a. Ceramah a. Rasa ingin a. Test 4 x 50 1, 3, &
& menganalisi operasi keamanan operasi keamanan peralihan, Peralihan b. Tanyajawab tahu essay dan menit 8
7 yang aman untuk sistem tenaga b. Dapat menjelaskan b. Kemanan Steady c. Latihan b. Disiplin perhitung
sistem tenaga listrik lsitrik. keamanan steady state. State keterampilan c. Mandiri an
c. Dapat menganalisis c. Analisis Contigency d. Penugasan b. Tugas
kondisi contingency Sistem Tenaga
sistem tenaga listrik. Listrik.

8 Mahasiswa dapat a. Struktur Hirarki a. Menyelesai- a. Disiplin a. Test 2 x 50


menyelesaikan soal- STL kan masalah b. Mandiri essay dan menit
soal ujian Mid- b. Kondisi-Kondisi c. Jujur perhitung
Semester Operasi an
c. Kontrol Sistem
Tenaga
d. Kwalitas Operasi
Sistem Tenaga
e. Keamanan Operasi
Sistem Tenaga.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. I-3


Silabus Matakuliah

9, Mahasiswa dapat Operasi Eknomis a. Dapat membuat a. Kurva Heat Rate a. Ceramah a. Cerdas a. Test 14 x 50 1, 2, 3,
10, mengatur operasi Sistem Tenaga karakteristik I/O dari dan Kurva Cost b. Tanyajawab b. Kreatif essay dan menit 7
11, ekonomis sistem Listrik pembangkit Termis. Rate. c. Latihan c. Rasa ingin perhitung &
12, tenaga b. Dapat menyelesaikan b. Economic keterampilan tahu an 8
d. Disiplin
13, Economic Dispatch Dispatch pada d. Menyelesaik b. Tugas
e. Mandiri
14 pada STL Operasi Sistem an masalah
dan c. Dapat mengatur Tenaga Listrik. e. Penugasan
15 frekuensi beban untuk c. Load Frequency
dua area atau lebih. Control.
d. Dapat menjelaskan d. Koordinasi ED
koordinasi ED dan dan LFC.
LFC. e. Peramalan Beban
e. Dapat merencanakan Jangka Pendek
peramalan beban f. Unit Commitment
jangka pendek.
f. Dapat mengatur
operasi (on/off)
pembangkit
berdasarkan hasil
peramalan dengan
tujuan ekonomis
dengan melibatkan
ED.
16. Mahasiswa dapat a. Perhitungan ED a. Menyelesaik a. Disiplin Test 2 x 50
menyelesaikan soal- b. Peramalan beban an masalah b. Mandiri essay dan menit
soal final test pendek c. Jujur perhitung
c. Unit Commitment an

DAFTAR PUSTAKA
1. Beng, G., H., dan Tjing L., T., 1995, “PT. PLN In-House Trainning Course On Energy Management Systems”, PT. PLN (Persero) & Nanyang
Technological University Singapore.
2. Wood, A. J., 1984, “Power Generation Operation And Control”, John Wiley & Sons, Inc., New York.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. I-4


Silabus Matakuliah

3. Grainger, J.,J., and Stevenson W., D., Jr., 1994, “Power System Analisys”, MCGraw-Hill, Inc., New York.
4. IEEE-CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, 2004, “Definition and Classification of Power System Stability”, IEEE
Transactions on Power Systems.
5. IEC, “IEC standard frequencies”, ISBN 978-2-88910-067-5
6. SPLN no 1., 1995, “Tegangan-Tegangan Standar”, PLN, Jakarta
7. Kirchmayer, L.K., “Economic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons, Inc., New York.
8. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
9. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley & Sons, Inc., USA

PENILAIAN
- Tugas : 10 %
- Quiz : 10 %
- Ujian Mid Semester : 35 %
- Ujian Akhir Semester : 45 %

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. I-5


Panduan MATLAB

MATLAB Self-do-tutorial (Part 1)

Contents
1.1 Introduction
1.2 Matrices
1.3 Matrix operations and functions
1.4 Graphics

1.1 Introduction
MATLAB is a technical software environment based on matrix manipulations
offering both numerical processing and visualization tools. MATLAB combines
numerical analysis, matrix-computation, signal processing and visualization tools with a
simple user-friendly environment. Problems and solutions are expressed using
statements, which resemble standard mathematical expressions without the need for
developing software using traditional programming techniques such as C, Pascal or
Fortran.
The goal of the self-do-tutorial is offering the student with some basic MATLAB
knowledge enough for a successful completion of the practices of this course. This
means that simplicity has priority over fast execution. Fantasy over creativity.

Attainment targets
The goals of the Self-do-tutorial are to be able:
- to generate and manipulate matrices with MATLAB,
- to visualize results in MATLAB,
- to write MATLAB m-files.

Organization of this chapter


The MATLAB introduction is divided into five subsections. Matrices and matrix-
functions are discussed in the sections 1.2 and 1.3. A detailed description of MATLAB’s
graphical visualization tools is given in Section 1.4

IV-1
Panduan MATLAB

1.2 Matrices
MATLAB works with a single object, an _ _ matrix, possibly including complex
elements. Scalars are treated as _ _ _ matrices, column vectors as _ _ _ matrices and
row vectors as matrices. In this section, we shall describe in details how to work with
matrices, how to write/read variables and how to select submatrices.

Generating matrices
To declare the (row) vector _ with, for example, elements 1, 3 and 4, we can type
the following:

>> a = [1 3 4]
a =
1 3 4

Another way to declare vectors is to use an arbitrary increment between its elements,
for example:

>> b = [0:2:6]
b =
0 2 4 6

or simply:
>> b = 0:2:6
b =
0 2 4 6

This results in an integer vector with an increment of 2 between successive elements.


The default increment size (if not explicitly given) is 1. The transpose of a matrix or a
vector is given by the operation ’, that is,

>> a’
ans =
1
3
4

results in the transposed of the vector _. Special attention should be given to the fact
that the MATLAB operation ’ transposes and complex-conjugates matrices. For
transposition only, use the command .’. The last result of any operation that is not
saved in a specific variable is kept by MATLAB in the special variable ans.
It is possible to generate a column vector by separating the different rows using the
semicolon,
i.e.,

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-2


Panduan MATLAB

>> [1; -3; 4]


ans =
1
-3
4

Of course we can also define vectors with complex elements, using either _ or _ as the
imaginary unit. For example:

>> c = [2+i; -i]


c =
2.0000 + 1.0000i
0 - 1.0000i

but also
>> c = [2-j j]’
c =
2.0000 + 1.0000i
0 - 1.0000i

Note that the ’ operation not only transposes the vector, but also complex conjugates it.
Additionally, one can define a new imaginary unit, for example im unit = sqrt(-1).

A matrix is defined in the same way as a vector. This is done by defining either a row
vector of columns, or a column consisting of rows, where the different rows are
separated by a semicolon, e.g.,

>> A = [[1 4 7]’ [2 5 8]’ [3 6 9]’]


A =
1 2 3
4 5 6
7 8 9

or
>> A = [1 2 3; 4 5 6; 7 8 9]
A =
1 2 3
4 5 6
7 8 9

but also
>> A = [[1;4;7] [2;5;8] [3;6;9]];

Note that MATLAB is case sensitive (a __ A) and that terminating the command line
with a semicolon suppresses the display of its result. This feature will become essential
when we want to display the final result of complex computations, not being interested
in intermediate results. MATLAB includes many built-in functions for automatic matrix
creation. Among these are:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-3


Panduan MATLAB

zeros (matrix with zeros),


ones (matrix with ones),
eye (identity matrix).

Submatrices
MATLAB allows the selection of specific parts of a vector. For instance, to view only the
first
three elements of the vector _, we can type:

>> b(1:3)
ans =
0 2 4

To view the first and third element, type:


>> b([1 3])
ans =
0 4

If we wish to select all the elements beginning at a given position till (and including) the
last element, we can use the variable end:

>> b(2:end)
ans =
2 4 6

Note that the first vector element in MATLAB is indexed 1, and not 0. So,
>> b(0)
??? Index exceeds matrix dimensions.

This is one of the most common error messages an unexperienced MATLAB user will
encounter. Just like vectors, we can select matrix elements, for example the element
(1,2) of matrix _:

>> A(1,2)
ans =
2

or the first two columns


>> A(1:3,1:2)
ans =
1 2
4 5
7 8

The same result can be achieved by typing:


>> A(:,1:2)
ans =
1 2
Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-4
Panduan MATLAB

4 5
7 8

Here, the colon means “all elements”. To select the entire matrix, we thus type:
>> A(:,:)
A =
1 2 3
4 5 6
7 8 9

Variables
We can get the list of all currently defined variables using the commands who and
whos:

>> who
Your variables are:
A a ans b c

>> whos
Name Size Bytes Class
A 3x3 72 double array
a 1x3 24 double array
ans 3x2 48 double array
b 1x4 32 double array
c 2x1 32 double array (complex)
Grand total is 24 elements using 208 bytes

To view the dimension of a specific variable, use the size command, for example:
>> size(b)
ans =
1 4

It is often sufficient to know only the length of a vector. To do so, use the command
length:

>> length(b)
ans =
4

The clear command clears variables:


>> clear c
>> who
Your variables are:
A a ans b

When exiting a MATLAB session, all variables are destroyed. However, with the
command save
it is possible to save all declared variables to the file “matlab.mat” before exiting the
session. Later, when starting a new session, one can read these saved variables by
typing load. It’s also possible to save only specific variables. For example to save the
matrix _ to a file named “A matrix.mat” type:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-5


Panduan MATLAB

>> save A_matrix A

This file can be read later with the command:


>> load A_matrix

If you wish to write data in an ASCII format, use the option -ascii. Use the help function
to view other available options of save (help save).
We can format an output file with the use of the commands fopen, fprintf and
fclose
(see the help information of these commands). Writing the vector _ to a file “a
vector.data” using 6 digit notation of which three following the decimal point, we can
type:

>> fp = fopen(’a_vector.data’, ’w’);


>> fprintf(fp, ’%6.3f %6.3f %6.3f n’, a(1), a(2), a(3));
_

>> fclose(fp);

If fp = 1 (default value), the output will be sent to the standard output (the monitor).

1.3 Matrix operations and functions


In this section, we explore different matrix manipulation techniques.

Matrix operations
As you might have noticed by now, MATLAB uses the standard linear-algebra notation.
Both linear and non-linear operations, like addition, subtraction, multiplying, and raising
to a power (+,-,* and ^, respectively) can be easily achieved. Pay attention to matrix
and vector dimensions.
See the following examples:

>> A*a
??? Error using ==> * Inner matrix dimensions must agree.

>> A*a’
ans =
19 43 67

>> b(2:4)*A
ans =
60 72 84
>> a + b([1 2 4])
ans =
1 5 10

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-6


Panduan MATLAB

It is sometimes desirable to perform element-wise operations. This is done by placing a


point before the mathematical symbol. For example, to raise each element of matrix _
to the power of two, we type:

>> A.ˆ2
ans =
1 4 9
16 25 36
49 64 81

This is not equivalent to


>> Aˆ2
ans =
30 36 42
66 81 96
102 126 150

indicating the matrix product

Matrix functions
MATLAB has many built-in functions. Some (e.g. sin) work on scalars. When called
with a matrix argument, those functions will work on each element separately:

>> sin(b)
ans =
0 0.9093 -0.7568 -0.2794
>> max(sin(b))
ans =
0.9093

In perspective of random variables and stochastic processes functions will be often


work on random outcomes of experiments. On generating random numbers simulating
outcomes and on analyzing outcomes of experiments. In the following we use the
function rand,which generates from a pseudo random number generator a number in
the interval (0,1). Each time you use rand your specific answer will be different from
ours but must have the same properties:

>> rand
ans =
0.0153
>> rand
ans =
0.7468
>> rand
ans =
0.4451

Till now the outcome is shown as the ans. If the value of rand e.g. is compared to a
scalar:

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-7


Panduan MATLAB

>> rand>0.5
ans =
1
>> rand>0.5
ans =
0

only the result is presented and we can’t check the quality of the code. This is typical in
stochastic environments. If not desired, first a variable can be introduced that holds the
generated random number(s):

>> y = rand
y =
0.4186

>> y > 0.5


ans =
0

Other MATLAB functions work on vectors, but column-wise when called with matrix
arguments.
An example is the function max, which returns the largest element of a vector:

>> rand(1)
ans =
0.8381

>> rand(1,4)
ans =
0.9501 0.2311 0.6068 0.4860

>> rand(1,4)
ans =
0.8913 0.7621 0.4565 0.0185

>> max(rand(1,4))
ans =
0.8214
>> X = rand(1,6)
X =
0.9218 0.7382 0.1763 0.4057 0.9355 0.9169

>> max(x)
??? Undefined function or variable 'x'.

>> max(X)
ans =
0.9355

>> Y = rand(3,4)
Y =
0.4103 0.3529 0.1389 0.6038
0.8936 0.8132 0.2028 0.2722
0.0579 0.0099 0.1987 0.1988

>> max(Y)
ans =
0.8936 0.8132 0.2028 0.6038
Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-8
Panduan MATLAB

>> max(Y')
ans =
0.6038 0.8936 0.1988

>> max(max(Y'))
ans =
0.8936

The most powerful functions in MATLAB are the matrix functions. Examples of such
functions are inv which returns the inverse of a matrix, and eig, which returns the
eigenvalues and eigenvectors of a matrix. To find out the right way a function should be
used, you can use the help command:

>> help eig

EIG Eigenvalues and eigenvectors.


E = EIG(X) is a vector containing the eigenvalues of a square
matrix X.

[V,D] = EIG(X) produces a diagonal matrix D of eigenvalues and


a full matrix V whose columns are the corresponding
eigenvectors so that X*V = V*D.

[V,D] = EIG(X,’nobalance’) performs the computation with


balancing disabled, which sometimes gives more accurate results
for certain problems with unusual scaling.

E = EIG(A,B) is a vector containing the generalized eigenvalues


of square matrices A and B.

[V,D] = EIG(A,B) produces a diagonal matrix D of generalized


eigenvalues and a full matrix V whose columns are the
corresponding eigenvectors so that A*V = B*V*D.

See also CONDEIG.

Overloaded methods
help lti/eig.m

So, if we want to compute the eigenvalue decomposition , we can type the following:
>> [S Lambda] = eig(A);

To check that we made no errors, we can execute the following calculation:


>> S*Lambda*inv(S)
ans =
1.0000 2.0000 3.0000
4.0000 5.0000 6.0000
7.0000 8.0000 9.0000

Due to internal number rounding, the result equals to the matrix _ only up to a limited
accuracy. In this example we have

>> A - ans
ans =
1.0e-014 *

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-9


Panduan MATLAB

0.0777 -0.3109 -0.3997


0.2665 0.0888 0
0.3553 0.0888 0.3553

Take care when comparing computed results. A test such as


>> x == 0

can return a 0 (false), while


> abs(x) < 1e-15

can return 1 (true). Rational operators are discussed extensively in Part 2 of this
tutorial.
MATLAB’s output format can be adjusted with the command format (see help format).
If we want to use, for example, a five digit floating-point representation, we type:

>> format short e


>> ans
ans =
7.7716e-16 -3.1086e-15 -3.9968e-15
2.6645e-15 8.8818e-16 0
3.5527e-15 8.8818e-16 3.5527e-15

It is also possible to suppress blank lines in the standard output.

To use a mathematical function without knowing its name in MATLAB, we can use the
command lookfor. This function searches all m-file help entries for a given string. How
such m-files exactly look like will be discussed in detail in Part 3 of this tutorial. Assume
we want to generate random numbers. To find the corresponding MATLAB function, we
can type:

>> lookfor 'random numbers'


RAND Uniformly distributed random numbers.
RANDN Normally distributed random numbers.
RANDOM Generates random numbers from a named distribution.

and we can choose the one that specifically serves our purposes. Note that if the string
contains more than one word we must put quotes (‘.....’) around the string. For an
overview of the most important MATLAB functions commands and variables see [1, pp.
22-35].

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-10


Panduan MATLAB

1.4 Graphics
For the visualization of data we can open a graphical window. The command figure
opens such a window and returns a, for each window unique, integer (a so-called
“handle”), for example

>> h = figure
h =
1

Using get(h)we can view the object properties of the figure (like position, dimension,
etc.).
There are many ways to visualize data. The ones most used are plot for plotting two
dimensional data, and surf and mesh for three dimensional plots. See the available
help information using the help command. To plot, for example, a number of uniformly
distributed outcomes, we can type:

>> n = 1:100;
>> X = rand(1,100);
>> plot(n,X);

Furthermore, we can adjust the plotting range and add a grid.


>> axis([0 200 -0.1 1.1]);
>> grid;
in octave use command

>> gset grid;

Several ways exist for plotting multiple functions at the same time with different colors
and line
types. We can do this with only one plot statement

>> plot(n, X, ’r’, n, X>0.5, ’b’);


>> axis([0 200 -0.1 1.1]);

or separately using the command hold:


>> Y = (X>0.5);
>> plot(X);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> hold on
>> plot(Y, ’r’);
>> Z = Y.*X ;
>> plot(Z, ’g’);

In addition, you can generate two plots in different subplots in one figure (above or next
to each other). To do this, use the command subplot. See the following example.

>> subplot(3,1,1);

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-11


Panduan MATLAB

>> plot(X);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,2);
>> plot(Y);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,3);
>> plot(Z);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);

If desired, the colors of the subplots can be changed, so can the solid-line
presentations. Such a plotting could be:

>> subplot(3,1,1);
>> plot(X, 'bo');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,2);
>> plot(Y, 'r+');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,3);
>> plot(Z, 'gd');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-12


Panduan MATLAB

MATLAB Self-do-tutorial (Part 2)

Contents
2.1 Control statements
2.2 M-files

Attainment targets
The goals of the Self-do-tutorial are to be able:
- to generate and manipulate discrete random variables.

Organization of this chapter


Section 2.1 describes the use of MATLAB’s “for” and “if” constructions, as well as
relational and logical operators. Section 2.2. discusses working with m-files. These files
are used for writing MATLAB script files or for defining new MATLAB functions. Section
2.3. deals with generating samples of discrete random variables and pmf’s.

2.1 Control statements


In this section we study how to use the “for”, “if” and relational operators in MATLAB.
These principally work in the same way as control statements do in most computer
languages, particularly as in C. The for-loop has the folowing general form:

for variable = vector


statements
end

where the loop is iterated once for every value in vector. The general form of the if-
statement is

if relation
statements
end

MATLAB’s rational operators are


< less than
> greater than
<= less than or equal to
>= greater than or equal to
== equal to
~= not equal to

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-13


Panduan MATLAB

Here are some examples:

For-loop
The following commands generate a row vector with elements 1, 2 en 3 using a for-
loop:

>> v = [];
>> for n=1:3
v = [v n]
end

v =

v =

1 2

v =
1 2 3

Note that the use of an empty matrix is allowed (v = []). We can also write these
commands in one line. To do this, we separate commands by a semicolon if the display
of their result should be suppressed or a comma if we want to display the intermediate
result. So, if we are not interested in intermediate results, we type:

>> v = []; for n=1:3, v = [v n]; end

However, don’t use this way in practice! Because of MATLAB’s interpreting nature,
each line is interpreted independently resulting in the allocation of new memory for
vector at each iteration. This significantly lowers performance speed. Compare the
_

three following commands, all giving the same results: To measure the elapssed time,
use the commands tic and toc.

>> vec1 = [1:10e3];


>> for n=1:10e3, vec2(n) = n; end
>> vec3 = []; for n=1:10e3, vec3 = [vec3 n]; end

It is clear that, whenever possible, one should avoid the use of loops. Always try to
vectorize your data!
The same methods can, of course, be used for matrix generation. For example:

>> for m=1:2


for n=1:2
B(m,n) = (m+n)ˆ2;
end
end
>> B

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-14


Panduan MATLAB

B =
4 9
9 16

If-statements
The next example, demonstrating the use of if-statements, determines if a random
number is negative
((sign = -1), positive ((sign = 1), or equal to zero ((sign = 0):

>> number = randn;


>> if (number < 0),
sign = -1;
elseif (number > 0),
sign = 1;
else
sign = 0;
end
>> sign

The brackets around the relations in the if-statements are not compulsory. In many
cases, however, it does enhance code readability. Relations can be combined with the
Boolean array-operators en (logical and, or and not, respectively). For example, if we
__ _ _

wish to determine whether a random number lies within the


interval (0,½], we type:

>> number = randn;


>> if ((number > 0) & (number <= 0.5)),
status = 1;
else
status = 0;
end
>> status

Again, the brackets are optional. We could also have written:

>> status = ((number > 0) & (number <= 0.5))

In addition to the for and if-statements, MATLAB offers the common while and case
statements.
Check their syntax using the help-function.

2.2 M-files
MATLAB can execute statements from a text file. These files (called m-files) must have
the file extension “.m”. There are two types of m-files: script files and function files.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-15


Panduan MATLAB

Script files
A script file contains a series of MATLAB statements. All variables within that file are
global and will conflict with variables having the same name in the current MATLAB
session. As an example, let’s assume that we want to plot a given function as well as
its absolute value, on top of each other, using subplots. The script file will take the
following form:

% script file for plotting a function and its absolute value in two
% subplots. The input data is stored in the variable func.

% check if func exists

if (exist(’func’) ˜= 1),
error(’The variable func does not exist’);
end

% open a figure and plot the function in the upper subplot

figure;
subplot(2,1,1);
plot(func);
set(gca,’fontsize’,8);
xlabel(’x’);
ylabel(’f(x)’);

% plot the absolute value of the function in the bottom subplot

subplot(2,1,2);
plot(abs(func));
set(gca,’fontsize’,8);
xlabel(’x’);
ylabel(’|f(x)|’);

The function exist determines whether variables or functions with a given name are
defined. The function error displays an error message and stops the execution of an m-
file. The % symbol indicates that MATLAB should treat all text from this symbol to the
end of that line as a comment (and ignore it). The first comment lines (until the first
non-remark line) are used by the help function. That applies to every m-file, whether
those comments are at the beginning, or at the end of the file. Thus,

>> help script.m

script file for plotting a function and its absolute value in two
subplots. The input data is stored in the variable func.

Function files
Function files enable the definition of new functions in MATLAB. Function files have the
same status in MATLAB as MATLAB’s internal function. Variables inside a function file
are local by default. However, one can define global variables with the command global.

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-16


Panduan MATLAB

We demonstrate the use of a function file with a simple example, which generates a
matrix of random integers.

function y = rand_int(m,n,range);

% rand_int Randomly generated integer matrix.


% rand_int(m,n) returns an m-by-n such matrix whos
% entries are between 0 and 9.
% rand_int(m,n,range) returns an m-by-n such matrix whos
% entries are between 0 and range.

% check usage

error(nargchk(2,3,nargin));
if (nargin < 3),
range = 9;
end

% generate random integer matrix

y = floor((range+1)*rand(m,n));

The first line declares the function name (rand_int), together with input and output
arguments (m,n,range) and (y). Without this line, the file would be an ordinary script
file.

It is advisable, as is done in the above example, to make use of the built-in MATLAB
functions error, nargchk (check number of arguments) and nargin (number of input
arguments). Using these functions, MATLAB will generate an error message if the
function is being called with the wrong number of arguments. This is very helpfull when
nested function calls are used (when a function is called from within the body of
another function). Try to follow these rules and comment your code for the use of the
help function. This applies also to comments between statements.

Tell the reader in simple words what exactly takes place in the code.

We end this section with an example of a function file with two output arguments. This
function sorts out the elements of a vector in decreasing order. We use MATLAB’s
built-in function for sorting out data in ascending order (see lookfor sort).

function [res,index] = sort_desc(data);

% sort_desc Sort in descending order.


% res = sort_desc(data) sorts the elements of the
vector
% data in descending order. [res,index] = sort(data)
also

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-17


Panduan MATLAB

% returns an index vector index, i.e., res =


data(index).
% When data is complex, the elements are sorted by
% abs(data).
% check usage

error(nargchk(1,1,nargin));

% sort data in ascending order using the MATLAB built-in


% function sort

[res,index] = sort(data);

% reorder the data

[m,n] = size(data);
if (m <= n),
res = fliplr(res);
index = fliplr(index);
else
res = flipud(res);
index = flipud(index);
end

Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-18

Anda mungkin juga menyukai