Buku Ajar Mostl
Buku Ajar Mostl
Oleh:
I Made Ari Nrartha, ST., MT
Sultan, ST., MT
Segala puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugrah yang telah Beliau limpahkan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan buku ajar mata kuliah dengan judul Manajemen Operasi Sistem
Tenaga Listrik, dengan segala keterbatasan penulis menyadari sepenuhnya bahwa
buku ajar ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga buku ajar ini
bermanfaat bagi kelancaran proses ngajar-mengajar Mata Kuliah Manajemen Operasi
Sistem Tenaga Listrik.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan syukur dan menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Mataram yang terus mendorong dan memberikan
semangat untuk membuat buju ajar dalam rangka meningkatkan daya saing
Universitas Mataram baik di Indonesia maupun di dunia global.
2. Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Mataram yang telah mendukung dan
menyediakan fasilitas untuk menyelesaikan buku ajar ini.
3. Ketua Jurusan Teknik Elektro yang telah memfasilitasi tempat dan
menyediakan waktu untuk menyelesaikan buku ajar ini.
4. Ibu dan Bapak Dosen Teknik Elektro dan mahasiswa/mahasiswi yan telah
memberikan dukungan dan bantuan untuk penyelesaian buku ajar ini.
Bila ada yang tidak berkenan kami minta maaf sebelumnya. Sekian dan terima kasih.
Tim Penyusun
ii
TINJAUAN MATA KULIAH
iii
E. MANFAAT MATA KULIAH
Mahasiswa mempunyai kemampuan untuk pengatur operasi setiap komponen
sistem tenaga listrik untuk tujuan kwalitas (SPLN no. 1, 1995, IEC 60196 dan
standar IEEE), operasi yang aman dan ekonomis.
BAB V
KD 5 : Dapat mengatur operasi ekonomis
sistem tenaga
BAB IV
KD 4 : Dapat memperkirakan operasi
yang aman untuk sistem tenaga listrik
BAB 1
KD 1 : Dapat menjelaskan struktur dan
kondisi operasi sistem tenaga
G. PENILAIAN
Penilaian dilakukan berdasarkan tugas individu, tugas kelompok, quiz, ujian tegah
semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS). Penilaian tugas diberikan
berdasarkan prosentase kesungguhan dalam mengerjakan tugas. Quiz, UTS dan
UAS dinilai dari hasil pengerjaan soal-soal essay. Prosentase nilai untuk masing-
masing item tersebut adalah:
Tugas : 10%
Quiz : 10%
UTS : 35%
UAS : 45%
iv
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Komponen Sistem Tenaga Listrik ........................................................... I-2
1.2 Dasar-dasar Operasi Sistem Tenaga Listrik ............................................ I-4
1.3 Kondisi-kondisi Operasi Sistem Tenaga Listrik ....................................... I-5
1.4 Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik ..................................................... I-7
v
5.5 Koordinasi ED dan LFC ........................................................................... V-16
5.6 Peramalan Beban Jangka Pendek ........................................................... V-17
5.7 Unit Commitment ................................................................................... V-23
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1 : Silabus Mata Kuliah
Lampiran 2 : SPLN no. 1, 1995.
Lampiran 3 : IEC 60196
Lampiran 4 : Panduan MATLAB.
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Data Heat Rate .................................................................................... V-3
Tabel 5.2 Data Karakteristik Mesin Zulzer............................................................ V-3
Tabel 5.3 Solusi LFC untuk 2 Area Pengukuran pada Area 1 ............................. V-14
Tabel 5.4 Data Beban Terhadap Suhu ................................................................ V-21
Tabel 5.5 Kombinasi dan Biaya Operasi ............................................................. V-25
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Proses Pendistribusian Listrik dari Sumber Ke Konsumen ............ I-4
Gambar 1.2 Kondisi-kondisi Operasi Sistem ...................................................... I-6
Gambar 1.3 Struktur Hirarki Sistem Tenaga Listrik ............................................. I-8
Gambar 2.1 Regulator Tegangan Dan Kontrol Turbin-Governor ......................... II-2
Gambar 2.2 Proses Pembangkitan Energi Listrik ............................................... II-3
Gambar 2.3 Kontrol-kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik ....................... II-4
Gambar 2.4 Diagram Fasor Untuk Transmisi Daya Melalui Impedansi Seri ....... II-5
Gambar 2.5 Generator Terhubung Ke Sistem ..................................................... II-6
Gambar 2.6 Kurva Daya Aktif Terhadap Besar Sudut Daya Generator ............... II-7
Gambar 2.7 Diagram Fasor Limit Stabilitas Steady State Generator ................... II-8
Gambar 2.8 Sistem Kontrol Governor ................................................................. II-8
Gambar 2.9 Grafik Dari Torsi Turbin, Torsi Elektris Dan Kecepatan
Terhadap Waktu Saat Beban Mendadak Berkurang ........................ II-9
Gambar 2.10 Konsep Dasar Kecepatan Governing Dari Generator Terisolasi ..... II-9
Gambar 2.11 Blok diagram Kecepatan Rotor vs Torsi........................................... II-10
Gambar 2.12 Blok Diagram Perubahan Kecepatan vs Perubahan Daya .............. II-11
Gambar 2.13 Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban ............................. II-11
Gambar 2.14 Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban
yang Disederhanakan ...................................................................... II-11
Gambar 2.15 Skema Dari Sistem Kecepatan Governing
Untuk Governor Isochronous ........................................................... II-12
Gambar 2.16 Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan
Governor Isochronous Saat Ada Penambahan Beban .................... II-13
Gambar 2.17 Governor dengan Karakteristik Speed Drop ................................... II-14
Gambar 2.18 Hubungan Daya Dan Frekuensi Untuk Governor
Karakteristik Speed Drop ................................................................. II-15
Gambar 2.19 Dua Unit Pembangkit Dengan Karekteristik Drop ........................... II-16
Gambar 2.20 Respon Waktu Dari Unit Pembangkit
Dengan Governor Speed Drop ........................................................ II-16
Gambar 2.21 Hubungan Frekuensi Sistem vs Daya Pembangit ............................ II-17
Gambar 2.22 Penurunan Frekuensi Akibat Perubahan Beban (Pers. 2.36) ........... II-20
Gambar 2.23 AVR tidak Kontinyu.......................................................................... II-22
Gambar 2.24 Pengaruh dead band pada AVR tidak Kontinyu ............................... II-22
viii
Gambar 2.25 AVR Kontinyu .................................................................................. II-23
Gambar 2.26 Perbandingan Kinerja Aksi AVR ...................................................... II-24
Gambar 2.27 Pengaruh dari Eksitasi pada Sudut Transmisi (δ) ............................ II-25
Gambar 2.28 Pembangkit Terhubung Bus Infinite ................................................. II-29
Gambar 5.1 Contoh Kurva I/O Unit Pembangkit .................................................. V-3
Gambar 5.2 Kurva Input/Output Mesin Zulzer 5 MW ........................................... V-4
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Incremetal Fuel Cost Pembangkit .................. V-9
Gambar 5.4 Diagram Segaris Sistem Tenaga Listrik ........................................... V-10
Gambar 5.5 Grafik Perbandingan ED Tanpa Rugi Dengan ED Dengan Rugi ...... V-13
Gambar 5.6 Kasus 2 Area ................................................................................. V-14
Gambar 5.7 Sistem dengan 2 Area untuk Contoh Soal di Atas ........................... V-15
Gambar 5.8 Koordinasi antara ED dengan LFC ................................................. V-17
Gambar 5.9 Model Sensitif Cuaca ..................................................................... V-19
Gambar 5.10 Perbandingan Hasil Data Historis dengan Hasil WLS ..................... V-22
Gambar 5.11 Identifikasi Model Beban ................................................................ V-23
Gambar 5.12 Perbandingan Biaya Start Dingin dengan Biaya Start Panas ........... V-27
Gambar 5.13 Contoh Penyelesaian dengan Dinamik Programing ......................... V-30
Gambar 5.14 Hasil Dinamik Programing .............................................................. V-33
Gambar 5.15 Gambar Untuk Soal No 4 ............................................................... V-35
ix
“ Persembahan yang dilakukan tanpa diketahui maknanya
Edisi 1
BAB I
PENDAHULUAN
Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan komponen-komponen sistem tenaga listrik,
dasar-dasar operasi sistem tenaga listrik, kondisi-kondisi operasi sistem tenaga
listrik dan struktur hirarki sistem tenaga listrik.
Bagan
Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menjelaskan
kebutuhan-kebutuhan dasar untuk operasi sistem tenaga yang meliputi: bagian-bagian
sistem tenaga, kebutuhan-kebutuhan dasar operasi, kondisi-kondisi operasi dan
struktur hirarki sistem tenaga listrik.
I-1
Pendahuluan
tegangan DC tinggi atau sebaliknya) yang kapasitas totalnya sama dengan atau lebih
besar dari kapasitas total pembangkit yang masuk ke gardu induk. Perubahan ke
tegangan tinggi sangat penting untuk mengurangi rugi-rugi daya penyaluran listrik, rugi
daya (I2R). Disamping dapat mengurangi rugi-rugi, tegangan tinggi juga mempunyai
efek negatif yaitu menghasilkan medan listrik yang tinggi sehingga dibutuhkan desain
ruang bebas untuk saluran adalah lebih luas.
Gardu induk penurun tegangan mempunyai peralatan yang sama seperti gardu
induk penaik tegangan. Pada gardu ini tegangan diturunkan kembali menjadi tegangan
subtransmisi atau tegangan distribusi primer. Perubahan tegangan dapat dilakukan
oleh transformator yaitu dengan pertama, mengubah jumlah lilitan sisi primer atau sisi
sekender transformator, kedua, membuat hubungan pada sisi primer dan sisi sekunder
berbeda. Untuk jumlah kumparan sisi primer dan sisi sekender yang sama, apabila
transformator ingin difungsikan sebagai penaik tegangan maka sisi primer
dihubungkan dengan hubung delta dan sisi sekunder dihubungkan dengan hubung
bintang, berlaku sebaliknya untuk transformator yang difungsikan sebagai penurun
tegangan.
Beban-beban listrik dapat berupa beban tiga fase seperti beban motor-motor
tiga fase. Beban ini tidak akan mempengaruhi keseimbangan sistem tiga fase.
Kenyataan di lapangan beban tidak semuanya adalah beban tiga fase sehingga daya
setiap fase dari sistem tiga fase akan tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini harus
dihilangkan dengan sistem pentanahan pada sisi transformator di gardu induk atau
gardu distribusi.
Normal
Restorative Alert
In extremis Emergency
tidak ada peralatan yang overload). Kondisi siaga terjadi apabila ada beberapa
peralatan yang kekangan ketidaksamaannya terlampaui tetapi tidak mempengaruhi
kinerja peralatan tersebut seperti transformator bisa dibebani sampai dengan seratus
dua puluh persen dari kapasitasnya. Kondisi darurat bisa terjadi apabila hampir semua
peralatan dalam sistem kekangan ketidaksamaannya terlampaui. Apabila kekangan
kesamaannya tidak terpenuhi maka akan terjadi pemadaman (in extremis). Kondisi
pemulihan tidak bisa dilakukan secara otomatis. Pemulihan sistem memerlukan
operator sistem untuk mendapatkan kondisi normal kembali dengan mengatur kembali
sistem sehingga kekangan kesamaan dan ketidaksamaannya sistem terpenuhi.
Rangkuman
1. Energi listrik untuk dapat mencapai pelanggan listrik, membutuhkan peralatan-
peralatan seperti gardu induk pembangkit, saluran transmisi, gardu induk transmisi,
saluran sub transmisi, gardu induk distribusi, saluran distribusi pimer, gardu
distribsi, saluran distribusi sekunder.
2. Kapasitas cadangan berputar minimum adalah sebesar kapasitas pembangkit
terbesar yang beroperasi pada sistem.
3. Operasi sistem tenaga untuk tujuan ekonomis harus memperhatikan kwalitas
tegangan, frekuensi dan pengaruh operasi terhadap pencemaran lingkungan.
4. Sistem tenaga listrik adalah sistem hirarki, sistem ini mempunyai kewenangan dari
atas ke bawah berdasarkan kondisi dari bawah ke atas.
Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan perbedaan sistem pembangkit listrik jenis PLTU, PLTGU,
PLTN, PLTA, PLTD, PLTS, PLTB, dan PLTMH.
2. Klasifikasikan level tegangan listrik untuk saluran transmisi, sub transmisi, distribusi
primer dan distribusi sekunder.
3. Apa itu efek rumah kaca sebutkan dan jelaskan hal-hal yang menyebabkan efek
rumah kaca.
4. Buatlah struktur hirarki dari Sistem Kelistrikan Jawa-Bali dan Sistem Kelistrikan
Lombok.
Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
7. http://ayugiripotter.blogspot.com/2012/01/bagaimana-listrik-bisa-sampai-ke-
rumah.html, diakses 12 Desember 2013.
Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan kebutuhan-kebutuhan kontrol untuk operasi
sistem tenaga, hubungan kontrol daya aktif dengan frekuensi, dan daya reaktif
dengan tegangan. Peralatan-peralatan, metoda dan cara pengaturan daya aktif
dan frekuensi. Peralatan-peralatan, metoda dan cara pengaturan daya reaktif
dan tegangan.
Bagan
I2 : Dapat menjelaskan kontrol daya dan I3 : Dapat menjelaskan kontrol tegangan dan
frekuensi daya reaktif
Pengantar
II-1
Metoda-metoda Kontrol pada Operasi Sistem Tenaga Listrik
(a)
(b)
(c)
Aliran daya aktif dan daya reaktif dalam jaringan transmisi hampir independen
satu dengan yang lainnya dan dipengaruhi oleh aksi control yang berbeda. Kontrol
daya aktif berhubungan erat dengan kontrol frekuensi dan kontrol daya reaktif
berhubungan erat dengan kontrol tegangan. Hubungan ini dapat dianalisis dari
diagram fasor sistem sederhana Gambar 2.4.(a). Sistem sederhana terdiri dari
pembangkit, saluran dan beban. Pembangkit diwakili oleh sumber tegangan, saluran
oleh parameter impedansi dan beban oleh daya kompleks (P+jQ). Beban pada sistem
adalah beban lagging (beban kombinasi Resitif dan Induktif). Beban ini akan
menghasilkan arus yang tertinggal dengan tegangan sebesar φ seperti pada diagram
fasor Gambar 2.4.b. Kondisi ini, pembangkit harus menghasilkan tegangan dengan
sudut δ, sehingga beban terlayani. Secara detail turunan rumus untuk menghubungkan
kontrol-kontrol frekuensi dan tegangan dapat dituliskan pada persamaan-persamaan
berikut:
(a)
(b)
Gambar 2.4. Diagram Fasor Untuk Transmisi Daya Melalui Impedansi Seri
E 2 = (V + ∆V ) 2 + δV 2 (2.1)
dan
RP + XQ
E −V = = ∆V
V (2.7)
Karena perbedaan aritmatik antara tegangan, diberikan pendekatan dengan:
RP + XQ
V (2.8)
Juga sudut antara fasor tegangan (yaitu sudut transmsisi) δ diberikan oleh:
δV
sin −1
E (2.9)
Keterangan:
XP − RQ
δV =
V (2.10)
Saat X >> R, yaitu untuk parameter jaringan trasmisi secara umum, sehingga:
δV ≈ P dan ∆V ≈ Q (2.11)
Persamaan 2.11 menunjukkan aliran daya antara dua node ditentukan lebih
dominan oleh sudut trasmisi, dan aliran daya reaktif ditentukan lebih dominan oleh
perbedaan magnitud tegangan antara dua node. Dua kenyataan ini adalah dasar yang
penting untuk mengerti kontrol-kontrol pada operasi sstem tenaga.
Kontrol daya aktif dan reaktif membutuhkan pengetahuan pembangkitan daya
aktif dan reaktif dari sebuah pembangkit. Gambar 2.5. memperlihatkan diagram segaris
sebuah generator yang terhubung ke sistem. Generator disimbulkan dengan sebuah
tegangan dibelakang reaktansi. Berdasarkan diagram segaris ini dapat dituliskan
penurunan rumus sehingga diperoleh rumusan untuk pembangkitan daya aktif dan
reaktif.
E −V
S = VI ∗ = V (2.12)
jX d
E dan V adalah:
VE V2 VE VE V2
S= ∠(90 − δ ) − j
0
= sin δ + j cos δ − (2.13)
Xd Xd Xd Xd Xd
sehingga,
VE
P = Real(S) = sin δ
Xd (2.14)
VE V2
Q = Im(S) = cos δ −
Xd Xd (2.15)
Pers. 2.14 dan Pers. 2.15, menujukkan pembangkitan daya aktif dan reaktif dari
sebuah generator adalah independen. Nilai daya dipengaruhi oleh Tegangan internal
dan tegangan terminal dari generator. Besar pembangkitan daya aktif generator dapat
dibuatkan kurvanya berdasarkan Pers. 2.14 pada Gambar 2.6.
Pmax
P1
1 c
Gambar 2.6. Kurva Daya Aktif Terhadap Besar Sudut Daya Generator
Berdasarkan kurva Gambar 2.6 pada saat δc = 900 didapatkan:
EV
Pmax =
Xd (2.16)
Keterangan:
Gambar 2.9. Grafik Dari Torsi Turbin, Torsi Elektris Dan Kecepatan Terhadap Waktu
Saat Beban Mendadak Berkurang
Keterangan:
Tm = Torsi mekanik Te = Torsi elektris
Pm = Daya mekanik Pe = Daya elektris PL = Daya beban.
Hubungan torsi vs kecepatan bisa digantingan dengan hubungan daya mekanik dan
listrik terhadap kecepatan. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan:
P = ωr T (2.17)
Menggunaikan pertimbangan variasi yang kecil (disimbolkan dengan ∆) dari kondisi
inisial (disimbulkan dengan 0), kita dapat tuliskan :
P = P0 + ∆P (2.18)
T = T0 + ∆T
(2.19)
ω r = ω 0 + ∆ω r (2.20)
Persamaan 2.18 sampai dengan persamaan 2.20 dapat ditulis dalam bentuk,
P0 + ∆P = (ω 0 + ∆ω r )(T0 + ∆T )
(2.21)
Dengan mnegabaikan orde yang lebih tinggi, diperoleh:
∆P = ω 0 ∆T + T0 ∆ω r
(2.22)
Sehingga:
∆Pm − ∆Pe = ω 0 (∆Tm − ∆Te ) + (Tm 0 − Te 0 )∆ω r
(2.23)
Pada kondisi steady state, torsi inisial elektris dan mekanis adalah sama (Tm0 = Te0).
Dengan kecepatan, ω0 = 1, maka persamaan 2.23 menjadi:
∆Pm − ∆Pe = ∆Tm − ∆Te
(2.24)
Hubungan fungsi transfer antara kecepatan dan daya dapat dinyatakan dalam termin
∆PM dan ∆PE seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.14. Blok Diagram Sistem Dengan Redaman Beban yang Disederhanakan
4. Governor Isochronous
Isochronous berarti kecepatan konstan. Governor Isochronous mengatur
katup/gate turbin untuk mengatur frekuensi kembali ke nilai nominal atau nilai yang
tetapkan. Gambar 2.15 menunjukkan skema dari sistem kecepatan governing untuk
Governor Isochronous.
Gambar 2.15. Skema Dari Sistem Kecepatan Governing Untuk Governor Isochronous
Gambar 2.16. Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan Governor Isochronous
Saat Ada Penambahan Beban
Gambar 2.18. Hubungan Daya Dan Frekuensi Untuk Governor Karakteristik Speed Drop
Gambar 2.20 menunjukkan respon waktu dari unit pembangkit dengan governor speed
drop, jika diberikan penambahan beban. Karena karakteristik drop, penambahan pada
daya output disertai deviasi frekuensi (∆ωss).
Gambar 2.20. Respon Waktu Dari Unit Pembangkit Dengan Governor Speed Drop
pembangkit turbin uap oleh rele proteksi frekuensi di bawah normal. Untuk menjaga
operasi secara luas dari area yang terpisah pada frekuensi yang lebih rendah dari
frekuensi normal, skema pelepasan beban diterapkan untuk mengurangi beban-beban
terhubung pada level yang dapat dilayani secara aman oleh pembangkitan yang ada.
−
t
∆f = −∆L1 − e T K
(2.35)
Keterangan: K = 1/D dan T = M/D
Sebagai contoh, apabila D = 1.0 pu dan M = 10 sec, pengurangan frekuensi
sebagai waktu (t) adalah :
−
t
−
t
10 10
∆f = − ∆L1 − e pu = − ∆L1 − e 60 Hz (2.36)
Contoh ini dapat ditampilkan pada Gambar 2.22 untuk menunjukkan kekurangan
frekuensi untuk empat nilai perubahan beban (∆L).
54
52
50
48
46
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu (s)
(a)
(b)
Gambar 2.27. Pengaruh dari Eksitasi pada Sudut Transmisi (δδ)
a. Generator terhubung bus infinite,
b. Variasi output daya (P), tegangan yang dibangkitkan (Vg), dan tegangan terminal (Vt)
dengan sudut beban/transmisi (δ δ) untuk AVR yang ideal.
Rangkuman
1. Kontrol daya aktif berhubungan dengan kontrol frekuensi
2. Kontrol daya reaktif berhubungan dengan kontrol tegangan
3. Kontrol daya aktif dan frekuensi dipengaruhi oleh turbin pada generator yang diatur
oleh governor.
4. Governor Ishocronous hanya cocok untuk pembangkit yang beroperrasi sendiri,
sedangkan untuk pembangkit-pembangkit yang parallel dibutuhkan governor yang
dilengkapi dengan karakteristik speed drop.
5. Kontrol daya reaktif dan tegangan dipengaruhi oleh sistem exiter pada generator.
Exiter dari generator dapat berupa AVR tidak kontinyu atau AVR kontinyu. ARV
kontinyu mempunyai pengaturan tegangan yang lebih halus dari pada AVR tidak
kontinyu. AVR non kontinyu menghasilkan dead band.
6. Peralatan-peralatan lain yang mempunyai cara pengaturan daya reaktif yaitu
kondensor sinkron, kapasitor shunt, kapasitor seri, reaktor shunt dan kombinasi
dari kapasitor dan reaktor dengan tambahan pengaturannya yaitu SVC.
Tugas
1. Sistem kecil terdiri dari 4 unit pembangkit 500 MVA yang identik. Konstanta inersia
H pada masing-masing unit adalah 5.0 pada base 500 MVA. Beban berubah 1.5%
untuk 15 perubahan dalam frekuensi. Saat terjadi perubahan beban yang tiba-tiba
drop 20 MW,
Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
menjaga operasi sistem tenaga listrik yang kontinyu, standar-standar yang
berhubungan dengan kwalitas tenaga listrik terutama kwalitas tegangan dan
frekuensi berdasarkan standar SPLN dan IEC.
Bagan
I1: Dapat menjelaskan kontinuitas operasi I2: Dapat menjelaskan standar-standar SPLN,
sistem tenaga listrik IEC untuk kwalitas
tenaga listrik
Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menjelaskan kwalitas
operasi sistem tenaga listrik berdasarkan standar-standar SPLN dan IEC terutama
kwalitas tegangan dan frekuensi.
III-1
Kwalitas Operasi Sistem Tenaga Listrik
Rangkuman
1. Kontinyuitas pelayanan sangat tergantung dari beberapa faktor antara lain:
kapasitas pembangkit, proterksi yang optimum dari sistem dan perawatan yang
rutin dari peralatan sistem.
2. SPLN 1:1995 mengisyaratkan tegangan pelayanan untuk konsumen listrik adalah
+5% sampai dengan -10% dari tegangan nominal sistem.
3. Standar frekuensi untuk sistem tenaga tidak menjadi ukuran yang pasti, tergantung
dari negara-negara yang mengadopti standar untuk frekuensi listrik(50 Hz atau 60
Hz). Rentang naik turunnya frekuensi akibat perubahan beban diijinkan dalam
rentang toleransi frekuensi adalah ±1 % dari frekuensi standar 50 Hz.
Tugas
1. Hitunglah Faktor Daya dari Sistem Kelistrikan Lombok, dan buatkan kesimpulan
yang berhubungan dengan kontinyuitas pelayanan listrik pada Kelistrikan Lombok.
2. Rangkumlah dari SPLN 1: 1995 mengenai standar tegangan pelayanan.
3. Rangkumlah dari IEC: 60196 untuk standar-standar frekuensi.
Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan keamanan peralihan, keamanan steady state,
dan analisis contigency pada sistem tenaga listrik.
Bagan
Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa menganalisis operasi
yang aman untuk sistem tenaga listrik.
IV-1
Perkiraan Keamanan Operasi Sistem Tenaga Listrik
Rangkuman
1. Keamanan
eamanan peralihan/transien berhubungan dengan investigasi gangguan yang
mungkin membawa ketidakstabilan transien.
transien
2. Keamanan steady state berhubungan degan gangguan kecil seperti gangguan
perubahan beban.
3. Analisis kontigensi digunakan untuk memprediksikan aliran daya dan kondisi
tegangan bus karena sejumlah kejadian seperti pelepasan saluran transmisi,
pelepasan transformator, pelepasan generator, pelepasan beban, pelepasan
kapasitor/reaktor shunt, menutup/membuka peralatan logik
logik dan lain-lain.
lain
Tugas
1. Buatlah rincian waktu dan magnitud gangguan yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah termasuk keamanan peralihan atau keamanan steady
state.
2. Buatlah sebuah contoh kasus sistem dengan beberapa bus, dan buatkan
kontigensii yang mungkin dari sistem yang anda buat!.
Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T.,
L 1995, “PLN In-House
House Training Course on Energy
Manajement System”,
System Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
Edisi 1
Diskripsi Bab
Pada bab ini dijelaskan Automatic Generation Control, cara pembuatan
kurva karakteristik input/output dari SFC, perhitungan Econimic Dispatch (ED)
untuk pendistribusian beban setiap pembagkit dengan tujuan biaya minimum,
(ED tanpa atau melibatkan rugi-rugi sistem), pentingnya Load Frequency
Control pada sistem dengan beberapa area dan strategi kontrol yang diperlukan
serta cara mengatur operasi unit commitmen untuk operasi ekonomis sistem
tenaga.
Bagan
Pengantar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan bisa mengatur operasi
sistem tenaga listrik untuk tujuan ekonomis dengan tetap merperhatikan kekangan-
kekangan operasi yang ada (kekangan persamaan dan kekangan ketidaksamaan).
V-1
Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik
35
34
MBTU/jam
33
32
31
30
0 1 2 3 4 5 6
MW
Disamping bentuk polinomial, data heat rate/caot rate bisa dalam bentuk
pasangan bilangan antara biaya terhadap daya output, contoh seperti pada tabel
berikut:
Tabel 5.1. Data Heat Rate.
MBTU/jam MW
30.6000 1
31.4000 2
32.4000 3
33.6000 4
35.0000 5
Keterangan:
n adalah jumlah pembangkit,
PD adalah daya beban,
PLoss adalah rugi-rugi daya.
(5.3)
(5.4)
(5.5)
λ adalah biaya pertambahan bahan bakar (incremetal fuel cost), yang dapat dituliskan
berdasarkan turunan pertama diatas adalah:
(5.6)
Kondisi optimal akan diperoleh apabila semua generator beroperasi dengan incremetal
cost yang sama pada beban tertentu.
Sebagai contoh, pada sistem tenaga listrik dengan mengabaikan rugi-rugi
transmisi, beban total 10 pu disuplai oleh dua generator G1 dan G2. Biaya
pembangkitan diberikan oleh persamaan berikut, tentukanlah nilai optimal PG1 dan PG2
untuk beban tersebut.
(5.7)
(5.8)
(5.9)
(5.10)
(5.11)
if iter == 1,
for k=1:length(Cpg(:,1)),
Pg(k,1)=1/(2*Cpg(k,3))*((1/alpha*(Pd+beta))-Cpg(k,2));
end
else
for k=1:length(Cpg(:,1)),
if Cpg(k,6) ~= 0,
Pg(k,1)=1/(2*Cpg(k,3))*((1/alpha*(Pd+beta))-Cpg(k,2));
end
end
end
% Pg
% check bila ada pembangkit yang melebihi atau kurang dari
kapasitas
% pembangkitannya
for k=1:length(Cpg(:,1)),
if Pg(k,1) < Cpg(k,4), %check Pg dengan Pmin
Pg(k,1)=Cpg(k,4); %set Pg = Pmin
Pd=Pd-Pg(k,1);
Cpg(k,6)=0;
elseif Pg(k,1) > Cpg(k,5); %check Pg dengan Pmax
Pg(k,1)=Cpg(k,5); %set Pg = Pmax
Pd=Pd-Pg(k,1);
Cpg(k,6)=0;
end
end
deltaP=abs(sum(Pg)-Pdd);
if deltaP < 1e-9,
keluar=1;
end
end
end
% Biaya total pembangkitan
for i=1:length(Cpg(:,1)),
F(i)=Cpg(i,1)+Cpg(i,2)*Pg(i)+Cpg(i,3)*Pg(i)^2;
end
Ftot=sum(F)
Pg=Pg
lamda=lamda
Ptot=sum(Pg)
Pd=Pdl
Ftot =
76.5792
Pg =
6.5833
3.4167
lamda =
14.1667
Ptot =
10
Pd =
10
10
lamda
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Daya P (MW)
(5.12)
Kekangan Kesamaan untuk ED dengan rugi sbb:
(5.13)
Dengan metoda lagrange rumusan optimasi untuk permasalahan ini adalah:
(5.14)
Kondisi optimal diperoleh dengan:
(5.15)
Keterangan:
Faktor finalty:
Sebagai contoh, diketahui diagram segaris sistem tenaga listrik seperti pada Gambar
5.3. berikut
(5.16)
Pada bus 2, aliran daya nyata diberikan oleh:
(5.17)
Rugi transmisi diberikan oleh:
(5.18)
(5.19)
Maka,
(5.20)
Sehingga,
(5.21)
Dari hubungan rugi-rugi daya terhadap pembangkitan ini, turunan rugi daya untuk
setiap pembangkit diperoleh:
(5.22)
Konsekuensinya kondisi optimal dapat diperoleh:
(5.23)
Berikutnya dilakukan proses iterasi karena bentuk persamaan optimasi PL fungsi dari
PG dengan langkah iterasi.
Proses Iterasi Untuk ED Dengan Rugi, dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Langkah I (Kondisi inisial, PL=0, Pgi dan λ dari ED tanpa Rugi),
2. Langkah II (Estimasi rugi daya berdasarkan persamaan rugi dan mengupdate nilai
Pgi dari
(5.24)
3. Langkah III (Cek konvergensi, dengan melihat error/kesalahan total pembangkitan
dikurangi daya beban ditambah rugi-rugi), bila sudah dibawah nilai toleransi (nilai
toleransi adalah nilai mendekati nol), iterasi berhenti, solusi didapatkan, bila masih
di atas toleransi kembali ke langkah II
Berikut adalah prohram MATLAB yang dibuat untuk penyelesaian contoh diatas.
clear
clc
% % Termal Dispatch with loss
% % Pl=sistem loss
% % Pg1+...+Pgn=Pd+Pl
% % Lagrange L=sigmaCi(Pgi)+lamda(Pd+Pl-sigma(Pgi))
% % dL/dPgi=dCi/dPgi-lamda(1-dPl/dPgi) = 0
% % dL/dlamda=Pd+Pl-sigma(Pgi)
% % Pinalty faktor
% % lamda=(dCi/dPgi)/(1-dPl/dPgi)
%
% % Fungsi loss thd Pgi
% % Pl=1/200*(Pg1-Pg2-4)^2
% %
CostPgi=[1 1 3;
.5 .5 .5];
Pd=4;
% kondisi inisial (dari ed tanpa rugi)
Pg(1)=0.5;
Pg(2)=3.5;
lamda=4;
alpha=input('alpha = '); % faktor percepatan
keluar = 0;
iter=0;
disp(' lamda Pg1 Pg2 Pd Pl error')
Pl=1/400*(Pg(1)-Pg(2)-2)^2;
deltaP=Pg(1)+Pg(2)-Pl-Pd;
disp([lamda Pg(1), Pg(2), Pd, Pl, deltaP])
% pause
tol = 1e-5;
while keluar ~= 1,
iter=iter+1;
f1=1-1/200*(Pg(1)-Pg(2)-2);
f2=1+1/200*(Pg(1)-Pg(2)-2);
lamda=lamda+alpha*(Pd+Pl-(Pg(1)+Pg(2)));
Pg(1)=1/6*(lamda*f1-1);
Pg(2)=lamda*f2-.5;
Pl=1/400*(Pg(1)-Pg(2)-2)^2;
% pause
deltaP=Pg(1)+Pg(2)-Pl-Pd;
disp([lamda Pg(1), Pg(2), Pd, Pl, deltaP]);
if abs(deltaP) <= tol;
keluar = 1;
end
end
jumlah_terasi=iter
alpha = .8
jumlah_terasi =
6
Hasil ED dengan rugi menunjukkan lamda dengan rugi-rugi lebih besar dari ED tanpa
rugi. Distribusi pembangkitan untuk menalangi rugi-rugi lebih dominan ke pembangkit
pertama.
Grafik perbandingan penyelesaian ED tanpa rugi dengan penyelesaian ED
dengan rugi dapat ditunjukkan pada Gambar 5.5. berikut:
2. Masing-masing area harus menjaga aliran daya pada tie line pada nilai skejulnya,
dengan kata lain masing-masing area harus meyerap bebannya sendiri.
Saat pertambahan beban pada sistem, bagaimana menentukan area mana bebannya
bertambah?
Untuk menjawab pertnayaan ini dibutuhkan dua pengukuran pada sistem tersebut
yaitu:
Frekuensi,
Ptie (net interchange)
Ptie = +ve daya meninggalkan area (export)
Ptie = -ve daya memasuki area (import)
Untuk kasus 2 area dan pengukuran pada area 1 pada Gambar 5.5. diatas dapat
dibuatkan prosedur untuk operasi LFC sebagai berikut.
Jika ∆f = f – fsched = -ve
∆Ptie = Ptie – Ptie,sched = -ve
Beberapa definisi-definisi dalam LFC seperti ACE (area control error), ACE =
(Ptie-Ptie, sched) + Bf ∆f, Bf = konstanta bias frekuensi. Perubahan Daya referensi ke I
dapat dinyatakan oleh persamaan:
(5.25)
Penyelesaian:
a. Pada dua area interkoneksi steady state frekuensi error ∆f adalah sama pada
kedua area,
(∆pm1+ ∆ pm2)=(∆pref1 + ∆pref2) – (β1+ β2) ∆f
Keterangan:
PL(k) = total beban pada jam ke k
W(k) = komponen beban akibat cuaca
B(k) = beban dasar
S(k) = pertambahan beban akibat kejadian spesial
v(k) = komponen beban acak.
Keterangan:
PL(k) = total beban pada jam ke k
W(k) = komponen beban akibat cuaca
B(k) = beban dasar
S(k) = pertambahan beban akibat kejadian spesial
v(k) = komponen beban acak.
Dapat didekati dengan persamaan umum penyelesaian kriteria WLS sebagai
berikut:
z = Hx + v (5.32)
Keterangan:
x adalah konstanta yang tidak diketahui pada model beban
H adalah matrik n x m
Contoh peramalan beban menggunakan kriteria WLS. Diktehui beban PL(k) dan
temperatur θ(k) diberikan pada studi beban sensitif cuaca Tabel 5.4., asumsikan
Ts=75oF, dan v(k)=0, tentukan estimasi terbaik dari B dan As, diberikan oleh:
PL(k)=B + As(θ(k)-Ts) + v(k)
k PL(k) θ(k)
MW
1 1101 77
2 1245 80
3 2010 95
4 1780 90
5 1880 93
6 1794 91
7 1339 82
8 1239 80
9 2147 98
10 1200 79
Hasil=[Beban'; Twls']
Bila program tersebut dijalankan maka diperoleh hasil perbandingan data historis
dengan hasil perkiraan WLS sebagai berikut:
Hasil =
1.0e+003 *
1.1010 1.2450 2.0100 1.7800 1.8800 1.7940 1.3390 1.2390 2.1370 1.2000
1.0970 1.2472 1.9979 1.7477 1.8978 1.7977 1.3473 1.2472 2.1481 1.1971
Baris pertama dari Hasil adalah data historis dan baris kedua dari Hasil adalah hasil
perkiraan peramalan dengan WLS. MSE (Mean Square Error) dari perkiraan ini dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
1
=
MSE=sum((Beban-Twls).^2)/length(Beban)
MSE =
180.9074
Data Historis
Hasil Perkiraan WLS
2000
1800
Beban (MW)
1600
1400
1200
1000
75 80 85 90 95 100
Suhu oF
dan unit off dalam siklus tertentu. Pemilihan unit-unit pembangkit yang commit sangat
ditentukan oleh banyak faktor seperti, kondisi pembangkit, biaya bahan bahar (biaya
operasional), dan kekangan-kekangan operasi pembangkit (setiap jenis pembangkit,
PLTU, PLTGU, PLTD, PLTA, dll mempunyai karaktersitik operasi yang berbeda).
Penjadwalan unit-unit pembangkit yang beroperasi ini untuk tujuan ekonomis yang
dimaksud dengan unit commitmen.
Operasi unit commitmen merupakan kombinasi on/off dari beberapa unit
pembangkit yang ada dalam sistem. Sebagai contoh, apabila dalam sistem ada
sejumlah n buah unit pembangkit, maka kombinasi pembangkit yang mungkin
beroperasi adalah sejumlah 2n-1 kombinasi. Dua pangkat n dikarenakan setiap
pembangkit hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu on atau off sehingga untuk
kombinasi n buah pembangkit adalah 2 pangkat n. Penguragan dengan satu
dikarenakan dalam kondisi operasi minimal salah satu pembangkit harus beroperasi.
Kombinasi dua pangkat n menghasilkan satu kombinasi nol sejumlah n pembakit.
Kombinasi nol sejumlah pembangkit ini berarti tidak ada pembakit yang beropeasi
sehingga kombinasi ini tidak menunjukkan operasi pembangkit. Sehingga kombinasi 2
pangkat n harus dikurangi satu yaitu satu kombinasi yang off semua pembangkit.
Kombinasi on/off dari pembangkit akan dipilih sangat ditentukan oleh kapasitas
beban pada sistem. Evaluasi pemilihan dilakukan dengan menghitung biaya optimum
menggunakan perhitungan ekonomi dispatch untuk setiap kombinasi yang mungkin
untuk beban tertentu. Hasil perhitungan economi dispatch dari setiap kombinasi
dibandingkan untuk mendapatkan biaya optimum atau terendah, kombinasi yang
terpilh adalah kombinasi yang memberikan biaya terendah.
Sebagai contoh terdapat tiga unit pembangkit dengan karakteristik input/output
dapat dituliskan sebagai berikut:
= 561.0 + 7.920 + 0.001562
= 310.0 + 7.850 + 0.001940
kombinasi tersbut. Tabel 5.4. berikut menunjukkan cara memeriksa kombinasi dan
biaya yang mungkin timbul.
Tabel 5.5. Kombinasi dan Biaya Operasi
Tabel 5.5 menunjukkan untuk beban 550 MW dapat dipenuhi oleh ke tiga sampai
kombinasi ke tujuh. Diantara ketujuh kombinasi tersebut baiya operasi terendah
diperoleh apabila pembangkit satu on dan pembangkit dua dan tiga off. Kombinasi ini
menghasilkan biaya operasi terendah yaitu 5389 R/h.
dengan cepat akibat lepasnya salah satu pembangkit dari sistem. Kedua,
cadangan berputar harus juga disebar secara merata untuk menghidari batasan
kemapuan transmisi dan untuk mngantisipasi beroperasinya sistem secara
island sistem (beroperasi terpisah-pisah/hilangnya interkoneksi)
2. Kekangan Thermal Unit.
Kekangan ternal unit adalah kekangan untuk unit-unit termal seperti minimum
up time dan minimum down time. Minimum up time adalah interval waktu
minimum dimana suatu unit pembangkit yang baru on (terhubung ke sistem)
tidak boleh dilepas (off) kembali sebelum melewati batas up time-nya. Sebagai
contoh, sebuah unit pembangkit mempunyai minimum up time 2 jam, ini berarti
apabila unit pembangkit itu terhubung ke sistem (on) tidak boleh dilepas (off)
kurang dari 2 jam. Minimum Down Time adalah interval waktu minimum
dimana suatu pembangkit dalam keadaan decommit (off) tidak boleh
dihubungkan kembali (on) sebelum melewati batas Down Time-nya.
3. Kekengan Hidro,
Kekangan hidro adalah kekangan pembangkit dengan sumber tenaga air
(PLTA). Karaktersitik kekangan hidro sangat berbeda dengan kekangan termal.
Kekangan hidro lebih banyak ditentukan oleh tataguna air.
4. Unit Pembangkit Mus Run
Unit pembangkit must run adalah unit pembangkit yang tidak boleh dimatikan
kecuali untuk pemeliharaan unit tersebut. Unti seperti ini kan mngurangi jumlah
kombinasi pembangkit. Sebagi contoh apabila terdapat 5 unit pembangkit dan 2
unit pembangkit must run maka jumlah kombinasi yang mungkin adalah 2
pangkat 3 (3 hasil dari 5 unit dikurangi 2 unit must run). Adanya unit
pembangkit yang must run untuk mensupport tegangan pada jaringan atau
penggunaan uap pada PLTU yang tidak hanya untuk pembangkitan tenaga
listrik saja tetapi juga untuk keperluan lain.
5. Kekangan Bahan Bakar
Kekangan ini diperangaruhi akibat terbatasnya ketersediaan bahan bakar dari
suatu unit pembangkit.
6. Biaya start (Start up Cost)
Biaya start adalah biaya yang diperlukan oleh pembangkit untuk start dari
keadaan tidak beroperasi sampai pembangkit tersebut terhubung ke sistem.
Terdapat 2 macam biaya start yaitu: start dingin (cold start) dan start panas
(banking). Biaya start dingin, kondisi ini terjadi karena pembangkit dilepas dari
(5.34)
Keterangan:
Biaya start panas, kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari
sistem, temperatur boiler tetap dijaga pada temeratur kerja. Rumusan untuk
kondisi ini:
(5.35)
Keterangan:
Perbandingan biaya start dingin dengan biaya start panas ditunjukkan pada
grafik Gambar 5.6 berikut:
Gambar 5.12. Perbandingan Biaya Start Dingin dengan Biaya Start Panas
(5.36)
Contoh sebelumnya yaitu:
= 561.0 + 7.920 + 0.001562
= 310.0 + 7.850 + 0.001940
Algoritma yang bisa dibuat untuk unit commitmen dengan Metoda Daftar
Prioritas (pada metoda ini setiap level beban mengikut algoritma ini) sebagai
berikut:
1. Pada setiap jam di mana level beban turun, tentukan unit mana yang
dilepas dengan melihat kombinasi unit berdasarkan daftar prioritas, juga
diperhiungkan apakah jumlah daya dari pembangkit yang beroperasi cukup
untuk melayani beben dan cadangan berputar cukup apabila salah satu unit
pembangkit dilepas.
2. Bila tidak mampu, cari unit lain untuk dilepas, dan bila mampu lanjutkan
pada step berikutnya.
3. Tentukan waktu H jam untuk unit yang dilepas akan beroperasi kembali,
dengan asumsi dalam selang H jam tersebut beban akan naik kembali.
4. Jika H jam lebih kecil dari pada minimum down time maka kommitmenya
dapat dipertahankan, bila H jam lebih besar daripada minimum down time
lanjutkan pada step berikutnya.
5. Hitung dua macam biaya, yaitu dengan menganggap unit tidak lepas,
dihitung biaya produksi perjam untuk waktu H jam tersebut dan dengan
menganggap unit dilepas dan akan start kembali, dihitung biaya start untuk
start dingin dan biaya start panas/banking (temperatur boiler dipertahankan
pada temperatur kerja) dari kedua biaya start itu dipilih yang lebih murah.
6. Ulangi prosedur di atas untuk level beban yang lain.
Model Gambar 5.7. berupa model pembiayaan suatu proses yang diawali dari
state A samapi ke state akhir N, dengan melalui banyak pilihan lintasan
pembiayaan. Terdapat 5 stage, dimana setiap stage memiliki beberapa state.
Dari kondisi ini dilakukan penyelesaian dengan metoda dinamik programing
pendekatan maju untuk mencari lintasn pembiayaan yang termurah dari state A
sampai state N. Formulasi dari metoda dinamik programing adalah sebagai
berikut:
Rangkuman
1. AGC adalah kontrol daya aktif yang otomatis pada sistem tenaga.
2. Kurva heat rate atau kurva cost rate adalah kurva yang memberikan gambaran
karakteritik input/output sebuah unit pembangkit.
3. Econimic dispatch adalah pembagian beban pada unit-unit pembangkit yang
beroperasi untuk tujuan ekonomis (mendapatkan biaya operasi terendah biaya
pembangkitan untuk beban tertentu).
4. Load Frequency Control adalah kontrol frekuensi sistem dengan
memperhitungkan/menghidari kerugian saluran. LFC lebih banyak dipakai pada
pengaturan pembagian beban atar area (sistem yang terdiri dari lebih dari satu
area).
Tugas
1. Pusat pembangkit terdiri dari dua generator mensuplai bus beban, kedua generator
mempunyai kekangan ketidaksamaan sebagai berikut: Pmin=100 MW Pmax=625
MW, besar beban adalah:
A. 200 MW B. 500 MW C. 1150 MW
2. Pada studi model sensitif cuaca, data untuk 10 jam didapatkan dengan komponen
sensitif cuaca spt pada tabel. Asumsikan keberadaan keterlanbatan orde pertama
dan pengaruh saturasi, hitunglah estimasi koefisien A0 dan A1 terbaik dan W,
k W(k) ∆θ(K)
0
MW F
1 - 3
2 120 5
3 179 8
4 283 12
5 410 18
6 518 22
7 663 28
8 655 30
9 655 35
10 667 32
11 660 30
Daftar Pustaka
1. Bang, G. H., dan Tjing, L.T., 1995, “PLN In-House Training Course on Energy
Manajement System”, Pusdiklat PLN.
2. Kirchmayer, L.K., “Econimic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
3. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and
Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
4. Smith, C.B., 1981, “Energy Management Principles, (Applications Benefits
Savings)”, Pergamon Press, USA.
5. Wood, A.J., & Wollenberg, B.F., 1996, “Power Generation Operation and Control”,
John Wiley & Sons, Inc., New York.
6. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley &
Sons, Inc., USA
MATA KULIAH
MANAJEMEN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
EL4117 / 2 SKS
SEMESTER VII
TIM DOSEN
I Made Ari Nrartha, ST., MT
Sultan, ST., MT
SILABUS MATAKULIAH
Jurusan/Prog. Studi : Teknik Elektro, FT, UNRAM
Matakuliah : Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik
Nomor Kode : EL4117
Semester : 7 Tujuh
Kredit (Jam/Semester) : 2 SKS
Mk Prasyarat : Mesin-mesin Listrik, Analisa Sistem Tenaga, Transmisi Tenaga Listrik dan Sistem Distribusi Tenaga Listrik.
Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat mengatur operasi sistem tenaga untuk tujuan kwalitas (SPLN no 1., 1995, IEC 60196, dan Standar
IEEE), operasi yang aman dan ekonomis.
Per
te Kompetensi Metode Pendidikan Pus-
Pokok Bahasan Indikator Subpokok Bahasan Penilaian Waktu
mu Dasar Pembelajaran Karakter taka
an
1. Mahasiswa dapat Pendahuluan a. Dapat menjelaskan a. Komponen Sistem a. Ceramah a. Rasa ingin a. Test 2 x 50 1, 2 ,
menjelaskan struktur Manajemen bagian-bagian sistem Tenaga Listrik b. Tanyajawab tahu essay menit &3
dan kondisi operasi Operasi Sistem tenaga b. Dasar-dasar Operasi c. Penugasan b. Gemar b. Tugas
sistem tenaga Tenaga Listrik b. Dapat menjelaskan Sistem Tenaga membaca
c. Mandiri
(MOSTL) kebutuhan-kebutuhan Listrik
dasar untuk operasi c. Kondisi-kondisi
sistem tenaga. Operasi Sistem
c. Dapat menjelaskan Tenaga Listrik
kondisi-kondisi operasi d. Struktur Hirarki
sistem tenaga. Sistem Tenaga
d. Dapat menjelaskan Listrik
struktur hirarki sistem
tenaga
2, 3 Mahasiswa dapat Metoda-metoda a. Dapat menjelaskan a. Kontrol-Kontrol a. Ceramah a. Cerdas Test 6 x 50 1, 2, 3,
&4 menganalisis metoda Kontrol pada kebutuahan kontrol Pada Operasi b. Tanyajawab b. Kreatif essay dan menit &9
kontrol pada operasi Operasi Sistem pada operasi sistem Sistem Tenaga. c. Latihan c. Rasa ingin perhitung
sistem tenaga Tenaga tenaga. b. Kontrol Daya dan keterampilan tahu an
d. Disiplin
b. Dapat menjelaskan Frekuensi. d. Menyelesai- b. Tugas
6 Mahasiswa dapat Perkiraan a. Dapat menjelaskan a. Keamanan a. Ceramah a. Rasa ingin a. Test 4 x 50 1, 3, &
& menganalisi operasi keamanan operasi keamanan peralihan, Peralihan b. Tanyajawab tahu essay dan menit 8
7 yang aman untuk sistem tenaga b. Dapat menjelaskan b. Kemanan Steady c. Latihan b. Disiplin perhitung
sistem tenaga listrik lsitrik. keamanan steady state. State keterampilan c. Mandiri an
c. Dapat menganalisis c. Analisis Contigency d. Penugasan b. Tugas
kondisi contingency Sistem Tenaga
sistem tenaga listrik. Listrik.
9, Mahasiswa dapat Operasi Eknomis a. Dapat membuat a. Kurva Heat Rate a. Ceramah a. Cerdas a. Test 14 x 50 1, 2, 3,
10, mengatur operasi Sistem Tenaga karakteristik I/O dari dan Kurva Cost b. Tanyajawab b. Kreatif essay dan menit 7
11, ekonomis sistem Listrik pembangkit Termis. Rate. c. Latihan c. Rasa ingin perhitung &
12, tenaga b. Dapat menyelesaikan b. Economic keterampilan tahu an 8
d. Disiplin
13, Economic Dispatch Dispatch pada d. Menyelesaik b. Tugas
e. Mandiri
14 pada STL Operasi Sistem an masalah
dan c. Dapat mengatur Tenaga Listrik. e. Penugasan
15 frekuensi beban untuk c. Load Frequency
dua area atau lebih. Control.
d. Dapat menjelaskan d. Koordinasi ED
koordinasi ED dan dan LFC.
LFC. e. Peramalan Beban
e. Dapat merencanakan Jangka Pendek
peramalan beban f. Unit Commitment
jangka pendek.
f. Dapat mengatur
operasi (on/off)
pembangkit
berdasarkan hasil
peramalan dengan
tujuan ekonomis
dengan melibatkan
ED.
16. Mahasiswa dapat a. Perhitungan ED a. Menyelesaik a. Disiplin Test 2 x 50
menyelesaikan soal- b. Peramalan beban an masalah b. Mandiri essay dan menit
soal final test pendek c. Jujur perhitung
c. Unit Commitment an
DAFTAR PUSTAKA
1. Beng, G., H., dan Tjing L., T., 1995, “PT. PLN In-House Trainning Course On Energy Management Systems”, PT. PLN (Persero) & Nanyang
Technological University Singapore.
2. Wood, A. J., 1984, “Power Generation Operation And Control”, John Wiley & Sons, Inc., New York.
3. Grainger, J.,J., and Stevenson W., D., Jr., 1994, “Power System Analisys”, MCGraw-Hill, Inc., New York.
4. IEEE-CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, 2004, “Definition and Classification of Power System Stability”, IEEE
Transactions on Power Systems.
5. IEC, “IEC standard frequencies”, ISBN 978-2-88910-067-5
6. SPLN no 1., 1995, “Tegangan-Tegangan Standar”, PLN, Jakarta
7. Kirchmayer, L.K., “Economic Operation of Power Systems”, John Wiley & Sons, Inc., New York.
8. Machowski, J., Bialek, J.W., Bumby, J.R., 1998, “Power System Dynamics and Stability”, John Wiley & Sons Ltd, England.
9. Miller, T.J.E., 1982, “Reactive Power Control in Power Systems”, John Wiley & Sons, Inc., USA
PENILAIAN
- Tugas : 10 %
- Quiz : 10 %
- Ujian Mid Semester : 35 %
- Ujian Akhir Semester : 45 %
Contents
1.1 Introduction
1.2 Matrices
1.3 Matrix operations and functions
1.4 Graphics
1.1 Introduction
MATLAB is a technical software environment based on matrix manipulations
offering both numerical processing and visualization tools. MATLAB combines
numerical analysis, matrix-computation, signal processing and visualization tools with a
simple user-friendly environment. Problems and solutions are expressed using
statements, which resemble standard mathematical expressions without the need for
developing software using traditional programming techniques such as C, Pascal or
Fortran.
The goal of the self-do-tutorial is offering the student with some basic MATLAB
knowledge enough for a successful completion of the practices of this course. This
means that simplicity has priority over fast execution. Fantasy over creativity.
Attainment targets
The goals of the Self-do-tutorial are to be able:
- to generate and manipulate matrices with MATLAB,
- to visualize results in MATLAB,
- to write MATLAB m-files.
IV-1
Panduan MATLAB
1.2 Matrices
MATLAB works with a single object, an _ _ matrix, possibly including complex
elements. Scalars are treated as _ _ _ matrices, column vectors as _ _ _ matrices and
row vectors as matrices. In this section, we shall describe in details how to work with
matrices, how to write/read variables and how to select submatrices.
Generating matrices
To declare the (row) vector _ with, for example, elements 1, 3 and 4, we can type
the following:
>> a = [1 3 4]
a =
1 3 4
Another way to declare vectors is to use an arbitrary increment between its elements,
for example:
>> b = [0:2:6]
b =
0 2 4 6
or simply:
>> b = 0:2:6
b =
0 2 4 6
>> a’
ans =
1
3
4
results in the transposed of the vector _. Special attention should be given to the fact
that the MATLAB operation ’ transposes and complex-conjugates matrices. For
transposition only, use the command .’. The last result of any operation that is not
saved in a specific variable is kept by MATLAB in the special variable ans.
It is possible to generate a column vector by separating the different rows using the
semicolon,
i.e.,
Of course we can also define vectors with complex elements, using either _ or _ as the
imaginary unit. For example:
but also
>> c = [2-j j]’
c =
2.0000 + 1.0000i
0 - 1.0000i
Note that the ’ operation not only transposes the vector, but also complex conjugates it.
Additionally, one can define a new imaginary unit, for example im unit = sqrt(-1).
A matrix is defined in the same way as a vector. This is done by defining either a row
vector of columns, or a column consisting of rows, where the different rows are
separated by a semicolon, e.g.,
or
>> A = [1 2 3; 4 5 6; 7 8 9]
A =
1 2 3
4 5 6
7 8 9
but also
>> A = [[1;4;7] [2;5;8] [3;6;9]];
Note that MATLAB is case sensitive (a __ A) and that terminating the command line
with a semicolon suppresses the display of its result. This feature will become essential
when we want to display the final result of complex computations, not being interested
in intermediate results. MATLAB includes many built-in functions for automatic matrix
creation. Among these are:
Submatrices
MATLAB allows the selection of specific parts of a vector. For instance, to view only the
first
three elements of the vector _, we can type:
>> b(1:3)
ans =
0 2 4
If we wish to select all the elements beginning at a given position till (and including) the
last element, we can use the variable end:
>> b(2:end)
ans =
2 4 6
Note that the first vector element in MATLAB is indexed 1, and not 0. So,
>> b(0)
??? Index exceeds matrix dimensions.
This is one of the most common error messages an unexperienced MATLAB user will
encounter. Just like vectors, we can select matrix elements, for example the element
(1,2) of matrix _:
>> A(1,2)
ans =
2
4 5
7 8
Here, the colon means “all elements”. To select the entire matrix, we thus type:
>> A(:,:)
A =
1 2 3
4 5 6
7 8 9
Variables
We can get the list of all currently defined variables using the commands who and
whos:
>> who
Your variables are:
A a ans b c
>> whos
Name Size Bytes Class
A 3x3 72 double array
a 1x3 24 double array
ans 3x2 48 double array
b 1x4 32 double array
c 2x1 32 double array (complex)
Grand total is 24 elements using 208 bytes
To view the dimension of a specific variable, use the size command, for example:
>> size(b)
ans =
1 4
It is often sufficient to know only the length of a vector. To do so, use the command
length:
>> length(b)
ans =
4
When exiting a MATLAB session, all variables are destroyed. However, with the
command save
it is possible to save all declared variables to the file “matlab.mat” before exiting the
session. Later, when starting a new session, one can read these saved variables by
typing load. It’s also possible to save only specific variables. For example to save the
matrix _ to a file named “A matrix.mat” type:
If you wish to write data in an ASCII format, use the option -ascii. Use the help function
to view other available options of save (help save).
We can format an output file with the use of the commands fopen, fprintf and
fclose
(see the help information of these commands). Writing the vector _ to a file “a
vector.data” using 6 digit notation of which three following the decimal point, we can
type:
>> fclose(fp);
If fp = 1 (default value), the output will be sent to the standard output (the monitor).
Matrix operations
As you might have noticed by now, MATLAB uses the standard linear-algebra notation.
Both linear and non-linear operations, like addition, subtraction, multiplying, and raising
to a power (+,-,* and ^, respectively) can be easily achieved. Pay attention to matrix
and vector dimensions.
See the following examples:
>> A*a
??? Error using ==> * Inner matrix dimensions must agree.
>> A*a’
ans =
19 43 67
>> b(2:4)*A
ans =
60 72 84
>> a + b([1 2 4])
ans =
1 5 10
>> A.ˆ2
ans =
1 4 9
16 25 36
49 64 81
Matrix functions
MATLAB has many built-in functions. Some (e.g. sin) work on scalars. When called
with a matrix argument, those functions will work on each element separately:
>> sin(b)
ans =
0 0.9093 -0.7568 -0.2794
>> max(sin(b))
ans =
0.9093
>> rand
ans =
0.0153
>> rand
ans =
0.7468
>> rand
ans =
0.4451
Till now the outcome is shown as the ans. If the value of rand e.g. is compared to a
scalar:
>> rand>0.5
ans =
1
>> rand>0.5
ans =
0
only the result is presented and we can’t check the quality of the code. This is typical in
stochastic environments. If not desired, first a variable can be introduced that holds the
generated random number(s):
>> y = rand
y =
0.4186
Other MATLAB functions work on vectors, but column-wise when called with matrix
arguments.
An example is the function max, which returns the largest element of a vector:
>> rand(1)
ans =
0.8381
>> rand(1,4)
ans =
0.9501 0.2311 0.6068 0.4860
>> rand(1,4)
ans =
0.8913 0.7621 0.4565 0.0185
>> max(rand(1,4))
ans =
0.8214
>> X = rand(1,6)
X =
0.9218 0.7382 0.1763 0.4057 0.9355 0.9169
>> max(x)
??? Undefined function or variable 'x'.
>> max(X)
ans =
0.9355
>> Y = rand(3,4)
Y =
0.4103 0.3529 0.1389 0.6038
0.8936 0.8132 0.2028 0.2722
0.0579 0.0099 0.1987 0.1988
>> max(Y)
ans =
0.8936 0.8132 0.2028 0.6038
Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik Lamp. IV-8
Panduan MATLAB
>> max(Y')
ans =
0.6038 0.8936 0.1988
>> max(max(Y'))
ans =
0.8936
The most powerful functions in MATLAB are the matrix functions. Examples of such
functions are inv which returns the inverse of a matrix, and eig, which returns the
eigenvalues and eigenvectors of a matrix. To find out the right way a function should be
used, you can use the help command:
Overloaded methods
help lti/eig.m
So, if we want to compute the eigenvalue decomposition , we can type the following:
>> [S Lambda] = eig(A);
Due to internal number rounding, the result equals to the matrix _ only up to a limited
accuracy. In this example we have
>> A - ans
ans =
1.0e-014 *
can return 1 (true). Rational operators are discussed extensively in Part 2 of this
tutorial.
MATLAB’s output format can be adjusted with the command format (see help format).
If we want to use, for example, a five digit floating-point representation, we type:
To use a mathematical function without knowing its name in MATLAB, we can use the
command lookfor. This function searches all m-file help entries for a given string. How
such m-files exactly look like will be discussed in detail in Part 3 of this tutorial. Assume
we want to generate random numbers. To find the corresponding MATLAB function, we
can type:
and we can choose the one that specifically serves our purposes. Note that if the string
contains more than one word we must put quotes (‘.....’) around the string. For an
overview of the most important MATLAB functions commands and variables see [1, pp.
22-35].
1.4 Graphics
For the visualization of data we can open a graphical window. The command figure
opens such a window and returns a, for each window unique, integer (a so-called
“handle”), for example
>> h = figure
h =
1
Using get(h)we can view the object properties of the figure (like position, dimension,
etc.).
There are many ways to visualize data. The ones most used are plot for plotting two
dimensional data, and surf and mesh for three dimensional plots. See the available
help information using the help command. To plot, for example, a number of uniformly
distributed outcomes, we can type:
>> n = 1:100;
>> X = rand(1,100);
>> plot(n,X);
Several ways exist for plotting multiple functions at the same time with different colors
and line
types. We can do this with only one plot statement
In addition, you can generate two plots in different subplots in one figure (above or next
to each other). To do this, use the command subplot. See the following example.
>> subplot(3,1,1);
>> plot(X);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,2);
>> plot(Y);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,3);
>> plot(Z);
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
If desired, the colors of the subplots can be changed, so can the solid-line
presentations. Such a plotting could be:
>> subplot(3,1,1);
>> plot(X, 'bo');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,2);
>> plot(Y, 'r+');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
>> subplot(3,1,3);
>> plot(Z, 'gd');
>> axis([0 100 -0.1 1.1]);
Contents
2.1 Control statements
2.2 M-files
Attainment targets
The goals of the Self-do-tutorial are to be able:
- to generate and manipulate discrete random variables.
where the loop is iterated once for every value in vector. The general form of the if-
statement is
if relation
statements
end
For-loop
The following commands generate a row vector with elements 1, 2 en 3 using a for-
loop:
>> v = [];
>> for n=1:3
v = [v n]
end
v =
v =
1 2
v =
1 2 3
Note that the use of an empty matrix is allowed (v = []). We can also write these
commands in one line. To do this, we separate commands by a semicolon if the display
of their result should be suppressed or a comma if we want to display the intermediate
result. So, if we are not interested in intermediate results, we type:
However, don’t use this way in practice! Because of MATLAB’s interpreting nature,
each line is interpreted independently resulting in the allocation of new memory for
vector at each iteration. This significantly lowers performance speed. Compare the
_
three following commands, all giving the same results: To measure the elapssed time,
use the commands tic and toc.
It is clear that, whenever possible, one should avoid the use of loops. Always try to
vectorize your data!
The same methods can, of course, be used for matrix generation. For example:
B =
4 9
9 16
If-statements
The next example, demonstrating the use of if-statements, determines if a random
number is negative
((sign = -1), positive ((sign = 1), or equal to zero ((sign = 0):
The brackets around the relations in the if-statements are not compulsory. In many
cases, however, it does enhance code readability. Relations can be combined with the
Boolean array-operators en (logical and, or and not, respectively). For example, if we
__ _ _
In addition to the for and if-statements, MATLAB offers the common while and case
statements.
Check their syntax using the help-function.
2.2 M-files
MATLAB can execute statements from a text file. These files (called m-files) must have
the file extension “.m”. There are two types of m-files: script files and function files.
Script files
A script file contains a series of MATLAB statements. All variables within that file are
global and will conflict with variables having the same name in the current MATLAB
session. As an example, let’s assume that we want to plot a given function as well as
its absolute value, on top of each other, using subplots. The script file will take the
following form:
% script file for plotting a function and its absolute value in two
% subplots. The input data is stored in the variable func.
if (exist(’func’) ˜= 1),
error(’The variable func does not exist’);
end
figure;
subplot(2,1,1);
plot(func);
set(gca,’fontsize’,8);
xlabel(’x’);
ylabel(’f(x)’);
subplot(2,1,2);
plot(abs(func));
set(gca,’fontsize’,8);
xlabel(’x’);
ylabel(’|f(x)|’);
The function exist determines whether variables or functions with a given name are
defined. The function error displays an error message and stops the execution of an m-
file. The % symbol indicates that MATLAB should treat all text from this symbol to the
end of that line as a comment (and ignore it). The first comment lines (until the first
non-remark line) are used by the help function. That applies to every m-file, whether
those comments are at the beginning, or at the end of the file. Thus,
script file for plotting a function and its absolute value in two
subplots. The input data is stored in the variable func.
Function files
Function files enable the definition of new functions in MATLAB. Function files have the
same status in MATLAB as MATLAB’s internal function. Variables inside a function file
are local by default. However, one can define global variables with the command global.
We demonstrate the use of a function file with a simple example, which generates a
matrix of random integers.
function y = rand_int(m,n,range);
% check usage
error(nargchk(2,3,nargin));
if (nargin < 3),
range = 9;
end
y = floor((range+1)*rand(m,n));
The first line declares the function name (rand_int), together with input and output
arguments (m,n,range) and (y). Without this line, the file would be an ordinary script
file.
It is advisable, as is done in the above example, to make use of the built-in MATLAB
functions error, nargchk (check number of arguments) and nargin (number of input
arguments). Using these functions, MATLAB will generate an error message if the
function is being called with the wrong number of arguments. This is very helpfull when
nested function calls are used (when a function is called from within the body of
another function). Try to follow these rules and comment your code for the use of the
help function. This applies also to comments between statements.
Tell the reader in simple words what exactly takes place in the code.
We end this section with an example of a function file with two output arguments. This
function sorts out the elements of a vector in decreasing order. We use MATLAB’s
built-in function for sorting out data in ascending order (see lookfor sort).
error(nargchk(1,1,nargin));
[res,index] = sort(data);
[m,n] = size(data);
if (m <= n),
res = fliplr(res);
index = fliplr(index);
else
res = flipud(res);
index = flipud(index);
end