Anda di halaman 1dari 37

Pembuatan Membran Polyvinylideneflouride (PVDF) - Serbuk Biji

Kelor (Moringa Oleifera) Dengan Sintesis TiO2

Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


Ujian Sarjana pada Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang

Oleh :

BAGUS RAMA PUTRA EKA PATRY 122013064

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2018

1
2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. 1
DAFTAR ISI.............................................................................................. 2
ABSTRAK.................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................... 5
1.2 Perumusan Masalah............................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian................................................................ 9
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Moringa Oleifera.................................................................. 11
2.2 Polyvinylideneflouride (PVDF).......................................... 11
2.3 Fotokatalis TiO2................................................................... 13
2.4 Air Limbah Batubara........................................................... 15
2.5 Dampak Pertambangan Batubara........................................ 15
2.6 Analisa Scanning Electron Microscopy................................ 18
2.7 Uji Tarik................................................................................ 19
2.8 Uji Water Uptake............................................................... 21

BAB III METODELOGI PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................. 22
3.2 Alat dan Bahan................................................................... 22
3.3.1 Alat.............................................................................. 22
3.3.2 Bahan........................................................................... 23
3.3 Bagan Alir Penelitian.......................................................... 23
3.4 Uraian Tahapan Penelitian.................................................. 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Analisa SEM (Scanning Elektron Miscroscopy) Membran
PVDF Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Dengan Sintesis
TiO2....................................................................................... 26
4.2 Hasil Uji Tarik Membran PVDF - Serbuk Biji Kelor (Moring
Oleifera) Sintesis TiO2 Dengan Alat Hydraulic Universal Material
Tester, 50 kn................................................................................28
4.3 Hasil Uji Water Uptake Membran PVDF - Serbuk Biji Kelor
(Moringa Oleifera) dengan Sintesis
TiO2...................................................................... 30
3

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan..................................................................................... 33
5.2 Saran............................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 34
4

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan membran PVDF


(Polyvinilydine flouride) – Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) dengan sintesis
TiO2 dan pemanfaatannya terhadap pengolahan limbah cair batubara. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi bahan pembuatan membran
yang memiliki struktur, ukuran pori, kekuatan mekanik dan kemampuan daya
serap air yang baik. Untuk mengetahui struktur dan ukuran pori membran
dilakukan analisa menggunakan Scanning Electron Microscopy. Sementara untuk
mengetahui kemampuan mekanik membran dilakukan uji tarik menggunakan alat
Hydraulic Universal Material Tester, 50 Kn untuk mengetahui nilai regangan,
beban maksimum, dan kekuatan tarik membran. Lalu dilakukan uji water uptake
untuk mengetahui kemampuan daya serap air membran tersebut. Pembuatan
membran pada penelitian ini menggunakan metode Phase Inversion. Phase
Inversion adalah metode proses pengubahan bentuk polimer dari fasa liquid
menjadi solid, dengan kondisi terkendali. Pada metode ini polimer membran
dilarutkan dalam suatu pelarut sampai terbentuk larutan homogen (disebut sebagai
larutan polimer atau casting). Larutan polimer ini kemudian dicetak (casting) dan
dipisahkan menjadi dua fasa dengan cara dikoagulasi / dipadatkan menggunakan
medium tertentu. Dari hasil Scanning Electron Miscroscopy (SEM) dengan
perbesaran 1000 x, komposisi membran yang terbaik berada pada komposisi
Membran A dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3% serta
mempunyai ukuran pori antara 0,1 μm – 2 μm dan dari hasil uji tarik Membran A
dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3% adalah membran dengan
komposisi terbaik, dengan kekuatan tarik 5,33 N/mm2, regangan 0,60% dan beban
maksimum 160 N. Dengan bgitu membran yang dihasilkan memiliki kekuatan
tarik yang besar dikarenakan strukturnya yang rapat, menyebabkan jarak antar
molekul dalam membran semakin rapat pula. Uji water uptake membran sebesar
20%, yang berarti membran tersebut memiliki daya serap air yang baik.

Kata kunci : Membran, PVDF, Scanning Electron Microscopy, Uji tarik, Uji
water uptake.
5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Daerah tingkat 1 Sumatera Selatan mempunyai wilayah seluas 109.254 km2
yang merupakan daerah terluas di pulau Sumatera yaitu sekitar 22,0% dari seluruh
pulau Sumatera atau sekitar 5,4% dari luas seluruh Indonesia. Potensi batubara
yang di miliki Provinsi Sumatera Selatan diketahui mencapai sekitar 85% dari
total cadangan yang terkandung dalam bumi sumatera, atau sekitar 22,24 milyar
ton. Dalam program Sumatera Selatan sebagai lumbung energi nasional, energi
batubara diposisikan sebagai salah satu sumber energi alternatif pasca minyak
bumi (BP3MD Provinsi Sumsel, 2014).
Pengembangan perusahaan pertambangan batubara secara ekonomis telah
mendatangkan hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan kebutuhan dalam
energi maupun sebagai sumber devisa. Pertambangan batubara merupakan salah
satu devisa negara yang saat ini mendapat perhatian khusus, hal ini dikarenakan
kegiatan pertambangan batubara ditanah air tentunya memiliki dampak negatif
bagi makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya. Dampak negatif dari aktifitas
pertambangan batubara bukan hanya menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan, melainkan ada bahaya lain yang saat ini diduga sering disembunyikan
para pengelola pertambangan batubara di Indonesia. Kerusakan permanen akibat
terbukanya lahan, kehilangan beragam jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan
lingkungan lain ternyata hanya bagian dari dampak negatif yang terlihat di depan
mata.
Sebagai contoh menurut Grenpeace Indonesia Lembaga Nirlaba bergerak di
bidang lingkungan, meluncurkan laporan berjudul “Terungkap: Tambang batubara
meracuni air di Kalimantan Selatan”, dengan ini laporan limbah tambang batubara
memilliki keasaman rendah pH sebesar 2,32 – 4,4 dan mengandung kandungan
logam berat mangan (Mn) sepuluh kali lipat, dari besi (Fe) empat puluh kali lipat
yang melebihi ambang batas. Bahkan sampel air mengandung jenis logam berat
yang tak teratur keberadaanya, seperti Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Zinc (Zn),
6

Aluminium (Al), Kromium (Kr), Kobalt (Co), Merkuri (Hg) dan Vanadium (Vn)
(Tempo, Desember 2014).
Pertambangan batubara ternyata menyimpan bahaya lingkungan sangat
berbahaya bagi manusia, yaitu air buangan tambang dari proses pencucian
batubara yang lebih di kenal dengan sludge. Selain tu dihasilkan juga air limbah
yang berasal dari coal processing plant (CPP) yaitu hasil dari pembersihan
crusher batubara. Dimana proses pengiriman batubara ke konsumen, batubara
yang berasal dari tambang sebelum masuk ke angkutan dilakukan
penghancuran/crushing menjadi ukuran kecil. Proses penghancuran tersebut
sebelum batubara masuk ke crusher batubara tersebut disiram dengan air, yang
bertujuan untuk mengurangi debu yang dihasilkan dan menjadikan batubara lebih
bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan pada
saat eksploitasi biasanya batubara bercampur tanah dan batuan. Air limpasan dari
proses inilah yang berpotensi merusak lingkungan karena melarutkan partikel –
parikel mengandung B3 dan terbawa ke badan air sungai sehingga air menjadi
tercemar dan dapat menggganggu kesehatan masyarakat yang mengggunakan air
tersebut maupun biota air yang ada didalamnya, baik secara langsung karena
tingkat keasaman yang tinggi maupun karena peningkatan kandungan logam di
dalam air (air yang bersifat asam mudah melarutkan logam – logam). Saat ini
banyak dari pihak industi pertambangan yang tidak mengekspos secara detail
tentang bahaya air cucian batubara. Limbah cucian batubara yang ditampung
dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam – logam
beracun yang jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan proses pemurnian
pertambangan emas yang menggunakan sianida (CN). Diperkirakan pada tahun
2012 ada 748.000.000 orang seluruh dunia yang tidak mendapatkan akses air
minum, dan konsumsi air minum berkualitas rendah yang telah terkontaminasi
dengan pathogen yang polutan kimia yang dikaitkan dengan sejumlah dampak
kesehatan yang merugikan jangka pendek dan jangka panjang, sekitar 1,5 juta
terjadi kematian manusia (Progress on Drinking Water and Sanitation, 2014)
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengolahan air limbah batubara dilakukan secara kimia dan
fisika dengan menggunakan membran polyvinylidene difluoride (PVDF).
7

Teknologi yang diterapkan berbasis teknologi secara kimia adalah advance


oxidation process (AOP) atau oksidasi tingkat lanjut yang merupakan teknologi
pengolahan limbah dengan prinsip oksidasi tingkat lanjut menggunakan oksidator
kuat dengan menggunakan sintesis TiO2. Proses oksidasi tingkat lanjut ini dapat
digunakan sebagai alternatif pengolahan air limbah batubara yang cukup
ekonomis (Wang et al, 2013). TiO2 memiliki stabilitas termal cukup tinggi, harga
relatif murah, stabilitas kimia yang yang sangat baik, aktifitas fotokatalitik yang
tinggi (Choi, dkk., 2009). Selain itu TiO2 merupakan semikonduktor yang
memiliki titik leleh, fotoaktivitas, kestabilan termal dan kimia tinggi, memiliki
sifat tidak beracun dan juga salah satu katalis yang baik untuk diaplikasikan
dilingkungan karena sifatnya inert secara biologis dan kimia dan harganya relatif
murah (Hoffmann et al, 1995). Berdasarkan sifat – sifatnya tersebut maka TiO2
merupakan fotokatalis yang paling efektif digunakan, sebagai salah satu material
semikonduktor, dan telah banyak diteliti terutama dalam usaha pengolahan
sumber energi matahari dan pengolahan limbah berbahaya (Lu et al, 2008) serta
pengolahan limbah rumah sakit (Chong et al, 2014). Menurut Sudarsan et al,
2015, fotokatalis TiO2 sangat efisien dalam penurunan logam berat Fe, Cr dan Pb
pada air limbah mencapai 96 – 98% dan fotokatalis TiO2 melalui sinar matahari
menunjukan hasil yang lebih tinggi dalam mendegradasi limbah zat warna
dibandingkan dengan TiO2 komersil (Chih.H.S et al, 2016).
Perkembangan teknologi membran telah menarik perhatian besar di bidang
industri dan pengolahan air limbah, dan telah berhasil diterapkan dibanyak sektor
seperti desalinasi air, produksi air ultra – murni, recycling produk dan pengolahan
air limbah. Kinerja pemisahan membran UF micro-wettabillity terutama pada efek
struktur pori dan sifat permukaan (Kong, 1999). Beberapa penelitian yang telah
dilakukan menggunaan membran UF untuk pengolahan limbah cair, minyak (Cao,
2006), polisulfon (PSF), yang tergabung dengan bahan organik seperti alumina
dan titanium dioksida. Teknologi membran polyvinylideneflouride (PVDF) adalah
salah satu membran yang paling baik untuk diterapkan dalam system UF, karena
kegiatan membran PVDF mempunyai antioksidan, ketahanan yang tinggi baik
kimia maupun stabilitas termal, selektivitas yang sangat organik dan mempunyai
sifat mekanik dan pembentukan membran baik (Loukidou et al, 2001 dan Fu Liu
8

et al, 2011). Namun kelemahan dari membran PVDF yaitu permukaan membran
cenderung bersifat hidrofobik, sehingga proses pemisahan yang melibatkan cairan
hidrofolik lebih rendah dari yang seharusnya (Yuliwati, et al 2011, Aurora et al,
2015). Untuk mendapatkan membran yang memiliki kinerja yang sangat baik
dalam pengolahan limbah yang komponennya terbesar air, untuk itu dilakukan
modifikasi permukaan dan pori internal membran digunakan teknik blending
dengan serbuk biji kelor.
Penelitian sebelumnya mengenai pemanfaatan biji kelor (moringa oleifera)
sebagai biokoagulan menunjukan bahwa biji kelor (moringa oleifera) mampu
menurunkan kekeruhan, kadar logam berat pada air limbah penambangan batubara
(Nugeraha et al, 2010). Serbuk biji kelor (moringa oleifera) juga memliki
efektifitas 99,529% untuk menurunkan kadar ion Fe dan 99,355% untuk Mn serta
99,868% kekeruhan dalam air (Srawaili, E. T., 2008). Penelitian M. Hindun
Pulungun, 2007 mengenai pemanfaatan biji kelor (moringa oleifera) untuk
menjernihkan air limbah, menunjukan penurunan turbiditas dari limbah tahu
sebesar 72,71%. Berdasarkan hasil studi eksplorasi bahan koagulan alami dari
tumbuhan dan efeknya terhadap kandungan bakteri coli, biji kelor (moringa
oleifera) dapat mereduksi bakteri ColiI sekitar 28% (Juli et al, 1986). Kelebihan
biji kelor (moringa oleifera) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzil-
isothioncynate yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel – partikel
lumpur serta logam yang terkandung dalam air limbah dan mudah untuk
dibudidayakan di lingkungan sekitar bekas pertambangan industri batubara,
karena tanaman biji kelor (moringa oleifera) merupakan tanaman yang hidup di
daerah dengan ketinggian mulai dari pesisir laut sampai ke daerah dataran tinggi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan data dari forum organisasi masyarakat atau yang disebut
Wahana Lingkungan Hidup di Sumatera Selatan pada tahun 2010 telah terjadi
sebanyak empat kali pencemaran terhadap sungai – sungai yang ada di Sumatera
Selatan, oleh perusahaan pertambangan yang beroperasi di kabupaten Muara Enim
dan Lahat. Adapun sungai tercemar adalah sungai Enim di Muara Enim, sungai
Lematang di Lahat. Menurut laporan penelitian lapangan Manalu (2014), di
kabupaten Muara Enim berdasarkan data lapangan mengenai keadaan air bersih
9

dan lingkungan, karena masih ada sebagian masyarakat khususnya masyarakat


yang menggunakan aliran sungai khususnya orang – orang yang tinggal di pinggir
sungai untuk kebutuhan mencuci begitu juga jamban. Hal ini disebabkan karena
banyak tambang liar, mereka hanya menggali hasil saja tanpa ada pengolahan air
limbah, jadi pada saat turun hujan dan banjir airnya masuk kebadan sungai, dan air
sumur ada berwarna kuning serta berbau karat, dan air sungai – sungai kecil juga
sudah hitam dan menjadi tempat sarang nyamuk.
Melihat data tersebut di provinsi Sumatera Selatan di perkirakan telah
terjadi kerusakan kualitas air seperti berita Greenpeace Indonesia, Lembaga
Nirbala bergerak di bidang lingkungan, meluncurkan laporan berjudul ‘terungkap:
tambang batubara meracuni air di Kalimantan selatan keasaman pH sebesar 2,32 –
4,4 dan mengandung kandungan logam berat Mangan (Mn) sepuluh kali lipat dari
besi (Fe) empat puluh kali lipat yang melebihi ambang batas. Bahkan sampel air
mengandung jenis logan berat yang tak teratur keberadaanya, seperti NIkel (Ni),
Tembaga (Cu), Zinc (Zn), Aluminium (Al), Kromium (Cr), Kobalt (Co), Merkuri
(Hg) dan Vanadium (Vn). Melihat kenyataan diatas timbul suatu pertanyaan :
a. Apakah industri pertambangan batubara belum adanya instalasi pengolahan
air limbah (IPAL) yang baik dan ramah lingkungan.
b. Apakah Dengan Pembuatan Membran polyvinylideneflouride (PVDF) -
Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Sintesis TiO2 akan mampu menjadi
solusi terhadap pengolahan air limbah pertambangan batubara, ditinjau dari
pH, Mn, Fe, Residu tersuspensi, Ni, Cu, Zn, Al, Cr, Co, dan Hg.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan khusus penelitian yang diusulkan adalah:
a. Mengetahui struktur dan ukuran pori Membran Polyvinylideneflouride
(PVDF) - Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Sintesis TiO2 menggunakan
Uji SEM.
b. Mengetahui kekuatan tarik, regangan, dan beban maksimum yang dimiliki
Membran Polyvinylideneflouride (PVDF) - Serbuk Biji Kelor (Moringa
Oleifera) Sintesis TiO2 dengan Uji Tarik.
10

1.4. Manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
Membran Polyvinylideneflouride (PVDF) - Serbuk Biji Kelor (Moringa
Oleifera) Sintesis TiO2 sebagai absorben limbah air hasil penambangan batubara
dapat menghilangkan kandungan logam berat pada air limbah hasil penambangan
batubara.
11

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1. Moringa Oleifera


Moringa oleifera merupakan tanaman yang termasuk pada famili
Moringaceae dapat berupa semak atau dapat pula berupa pohon dengan tinggi 12
m dengan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dan memiliki
kualitas rendah. Daun tanaman ini memiliki karakteristik bersirip tak sempurna,
kecil, berbentuk telur, sebesar ujung jari. Helaian anak daun memiliki warna hijau
hingga hijau kecoklatan. Moringa oleifera mengandung kombinasi senyawa yang
unik yaitu isotiosianat dan glukosinolat. Biji dari tanaman ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan blending untuk pembuatan membran, hal ini karena, biji kelor
merupakan alternatif koagulan organik yang mampu menjadi solusi pada
pencemaran air. Biji kelor dapat digunakan dengan dua cara yaitu biji kering
dengan kulitnya dan biji kering tanpa kulitnya (Ndabigengesere dkk, 1998).
Efektifitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik
bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 kdalton (Sutherland dkk,
1992). Biji buah kelor mengandung senyawa bioaktif rhamnosyloxy-benzil-
isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel
lumpur serta logam yang terkandung dalam limbah suspensi dengan partikel
kotoran melayang dalam air, sehingga sangat potensial digunakan sebagai
koagulan alami untuk membersihkan air dari ion-ion logam terlarut (Teja Dwi
Sutanto, 2007).

2.2. Polyvinylideneflouride (PVDF)


Polyvinylideneflouride atau PVDF adalah polimer murni homopolimer
dibandingkan plastik lainnya, PVDF tidak ditambah stabilator, additives maupun
bahan penstabil. Seperti anti UV, thermostabilizer, pelembut, pelumas atau
penghambat api. Hal ini disebabkan karena sifat kimia polimer PVDF yang inert
(sangat stabil). Karena kemurnian dan kestabilannya, PVDF dipakai sangat luas
dalam industri bahan makanan dan minuman, produk - produk susu dan
turunannya, untuk pipa transport air, serta pengolahan obat dan makanan. PVDF
tahan terhadap proses starilisasi berulang-ulang, tahan terhadap radiasi sinar UV,
12

sinar gama dan oksidasi. PVDF merupakan polymer yang banyak digunakan
sebagai material pembuatan membran. Hal ini karena, PVDF memiliki sifat
resistensi tinggi terhadap oksidasi termasuk oleh ozon, resistensi terhadap
kebanyakan mineral dan asam organik, hidrokarbon alpatik dan aromatik, alkohol
dan pelarut terhalogenasi. PVDF larut pada pelarut apotik dan memiliki sifat fisik
yang stabil pada rentang temperatur -50oC sampai 140oC (US Patent.4,806,209).
PVDF dibuat dengan proses polimerisasi adisi radikal dalam emulsi berair
melibatkan tekanan 10-300 atm dan suhu 10 – 130oC. Inisiator dalam proses ini
adalah salts30, disuccinic acid peroxide31, hydroxyalkylperoxide atau
alkylperoxybutyric acid32. Membentuk radikal bebas yang berperan dalam tahap
rekombinasi radikal dengan radikal membentuk rantai polimer. Kombinasi rantai
polimer melalui radikal diakhiri saat pereaksi habis yang disebut tahap
dismutasi. PVDF (Polyvinylidenefluoride) adalah Polimer paling tangguh diantara
golongan fluorothermoplastik, karena ketahanannya terhadap kimia keras pada
temperatur tinggi, kombinasi dengan kekuatan mekanik yang baik serta
kemudahan diproses. Karena sifatnya yang ekstrim tahan kimia, maka aplikasi
utama PVDF adalah pada industri kimia untuk parts - parts, tangki - tangki, unit
mesin proses yang bersentuhan langsung dengan kimia keras dan juga sebagai
pelapis anti korosi kimia.
Keunggulan PVDF atau plastik kynar antara lain :
- Ringan
- Fleksibel
- Mudah dalam pemrosesan
- Ketahanan yang tinggi dalam tumbukan yang keras
- Piezoelektrisitas : material yang dapat merubah energi mekanik menjadi
energi listrik (direct piezoelectric) atau dari energi listrik menjadi energi
mekanik (inverse piezoelectric). Penggunaan material jenis ini telah
berkembang amat luas terutama dalam bidang teknologi sensor dan aktuator.
- Pyroelektrik : kemampuan suatu material untuk merubah energi termal berupa
foton menjadi energi listrik. (sebagai sensor mekanik, sebagai sensor
inframerah).
13

2.3. Fotokatalis TiO2


TiO2 adalah salah satu material yang banyak diteliti karena sifatnya yang
menarik. Meskipun telah ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu dan telah
diteliti sejak 85 tahun yang lalu namun hingga kini penelitian tentang TiO 2 masih
aktif dan tetap dikembangkan (Hoffmann et al., 1995). TiO2 ditemukan pertama
kalinya pada tahun 1821, dan tahun 1916 telah dikomersialkan sebagai zat
pewarna putih. Titanium oksida atau yang lebih sering disebut titania adalah
keluarga (IV) oksida yang merupakan semikonduktor dengan celah terlarang 3,0
untuk rutil dan 3,2 eV untuk fasa anatase (Hoffmann et al., 1995; Fujishima et al.,
1999). Secara kimia titanium dioksida dituliskan dengan lambang TiO2. Senyawa
ini biasa digunakan sebagai pigmen pada cat tembok (Braun et al., 1992), tabir
surya (Zallen and Moret, 2006) pasta gigi (Yuan and Chen, 2005) solar sel,
sensor, perangkat memori serta sebagai fotokatalis.

Gambar 2.3. TiO2

Titanium memiliki massa jenis yang rendah, tahan karat, memiliki


biokompabilitas yang tinggi dengan tubuh (Supriyanto dkk., 2007) sehingga dapat
digunakan sebagai produk implan dalam tubuh. Kristal TiO2 bersifat asam dan
tidak larut dalam air, asam klorida, asam sulfat encer dan alkohol namun larut
dalam asam sulfat pekat dan asam fluorida.
14

Tabel 2.3. Sifat fisika TiO2


No Sifat Nilai
1. Densitas 4 g.cm-3
2. Porositas 0%
3. Modulus shear 90 Gpa
4. Elastisitas 23 Gpa
5. Resistivitas (25oC) 1012 Ω.cm
6. Resistivitas (700oC) 2,5 x 104
Ω.cm
7. Konstanta dielektrik 1 85
MHz Volt/mil
8. Ekspansi termal RT- 9 x 10-6 K-
1000oC 1

9. Konduktivitas termal 11,7


25oC WmK-1

Titanium dioksida adalah material yang dikenal luas sebagai fotokatalis


didasarkan pada sifat semikonduktornya. Fotokatalisis merupakan suatu proses
reaksi katalis dengan bantuan cahaya tampak (visible light) atau UV. Selain itu,
diantara oksida logam yang lain, titanium dioksida dikenal tidak beracun (non
toxic), memiliki stabilitas termal cukup tinggi, dan kemampuannya yang dapat
dipergunakan berulang kali tanpa kehilangan sifat kataliknya, dapat menyerap
cahaya ultraviolet dengan baik, bersifat inert dalam reaksi, memiliki kemampuan
oksidasi yang tinggi dan termasuk zat organik yang sulit terurai dan secara umum
TiO2 memiliki aktivitas fotokatalisis yang lebih tinggi dari pada fotokatalisis lain
seperti ZnO, CdS, WO2, dan SnO2 (Okamoto et al., 1985). Sifat fotokatalitik
titanium dioksida pertama kali ditemukan oleh Akira fujishime pada tahun 1967
dan diterbitkan pada tahun 1972 (Fujishima et al., 1999).
Titanium dioksida memiliki potensi untuk digunakan dalam produksi
energi sebagai fotokatalis, dapat melakukan hidrolisis yaitu memecah air menjadi
hidrogen dan oksigen. Dalam proses fotokatalis, semikonduktor TiO2
membutuhkan serapan energi yang lebih besar dari selang energinya. Aktifitas
15

fotokatalis ini membutuhkan penyerapan sinar ultraviolet (UV) untuk membentuk


dua pasangan elektron dan lubang (hole). Sebagai fotokatalis yaitu bahan yang
berfungsi mempercepat reaksi yang diinduksi oleh cahaya, TiO2 mempunyai
struktur semikonduktor yang memiliki struktur elektronik yang dikarakterisasi
oleh adanya pita valensi terisi dan pita konduksi yang kosong. Kedua pita tersebut
dipisahkan oleh celah terlarang (band gap energi) sebesar 3,2 eV untuk anatase
dan 3,0 eV untuk fasa rutil. TiO2 dalam fasa anatase mempunyai aktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan fasa rutil, fasa anatase TiO2 memiliki luas
permukaan yang lebih besar dan ukuran yang lebih kecil dibanding rutil
(Matthews, 1992).
Fotokatalis TiO2 dapat menjadi fotodegradasi yang baik untuk penetrasi
limbah, seperti penumbuhan bakteri eschericha coli melalui bantuan sinar
fotokatalis yang telah berhasil dilakukan dan hasilnya bakteri tersebut mati
(Sunada et al., 2003). TiO2 mampu memacu reaksi oksidasi pada polutan dalam
limbah hingga terurai.

2.4. Air limbah Batubara


Air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara adalah air
yang berasal dari kegiatan penambangan batu bara yang meliputi penggalian,
pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang terbuka maupun tambang
bawah tanah. Baku mutu air limbah batu bara adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah batu bara yang akan dibuang atau dilepas ke air
permukaan. Parameter yang dimonitoring pada air limbah kegiatan penambangan
batubara adalah TSS, total Fe dan total Mn (KepMenLH no.113/2003).

2.5. Dampak Pertambangan Batubara


Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek
iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya
vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air,
pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu.
Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah
makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian
16

unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung
sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah
menjadi rawa-rawa.
Salah satu daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia
berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di
Indonesia, pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat
merusak lingkungan dan lahan pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama
pertambangan yang dilakukan secara illegal. Selain menghasilkan asam tambang
yang dapat memasamkan tanah, penggalian tanah dan batu-batuan yang menutup
lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian
(overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah.
Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan
sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi.
Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan
batubara :
1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat
beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang
menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa
direklamasi.
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang
mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen
yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak
penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti
boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi
kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan.
Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru.
Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan
17

seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis


seperti asma dan bronchitis kronis.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara
langsung terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Hasil
penelitian Widyati (2006) dalam Widyati (2010) pada lahan bekas tambang
batubara PT. Bukit Asam Tbk. menunjukkan pH tanah mencapai 3,2 dan pH air
berada pada kisaran 2,8. Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan
unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena
terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan,
1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati
(2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam
berat pada lingkungan tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-
alat yang terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga
menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan
alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan
flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di
sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini
menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal
dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat
mengganggu kesehatan manusia.
Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan
pertambangan relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan
bahkan luas total areal penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai
ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area daratan total)
(Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif kecil,
kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di
permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan
terhadap lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna
menjadi rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi ‘cadangan
mineral menghasilkan perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan
kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal
18

(on-site) ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (off-
site), yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum
terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral. Pengaruh-
pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan penurunan
kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-unsur
beracun dalam air sungai tersebut.

2.6. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)


SEM adalah jenis mikroskop yang menghasilkan gambar sampel dengan
cara memindai permukaan sampel menggunakan sinar elektron yang terfokus.
Elektron tersebut berinteraksi dengan atom yang terdapat dalam sampel sehingga
menghasilkan berbagai sinyal yang memiliki informasi tentang struktur, pori, dan
komposisi permukaan sampel (Stokes, Debbie J. 2008). Identifikasi struktur mikro
lapisan oksida dengan menggunakan SEM tidaklah sekedar pengambilan gambar
dan fotografi, tetapi harus dilakukan dengan teknik dan metode operasi yang
benar, mengingat proses pembentukan image pada alat ini merupakan proses yang
merupakan interaksi korpuskular antara elektron sumber dengan atom pada bahan.
Meskipun sinyal data yang dihasilkan cukup kuat dibandingkan mikroskop optik
atau XRD, tetapi karena seringkali objek pengamatan yang terbilang kecil dan
mengandung komponen non konduktif, seperti lapisan Pasivasi oksida pada
permukaan, SEM dapat memberikan kontras yang relatif rendah terlebih pada
perbesaran tinggi. Oleh karena itu, SEM harus dioperasikan dengan pengaturan
parameter elektron seperti high voltage, spot size, bias, dan beam current juga
astigmatismus yang tepat sehingga diperoleh hasil gambar yang optimal secara
ilmiah dan tidak membreikan interpretasi ganda. Selain itu, proses pengambilan
gambar dan analisa kimia dengan SEM sangat dipengaruhi oleh jenis sampel
berikut cara penanganannya serta teknik preparasinya disamping kemampuan
operasional dari operatornya (Jurnal Forum Nuklir, 2015).
SEM memiliki perbesaran 1.000-40.000 kali, depth of field 4 – 0,4 mm
dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Dengan kombinasi tersebut, SEM memiliki
kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi, sehingga
membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri.
Adapun kemampuan analisa dari SEM antara lain :
19

1. Topografi, yaitu ciri - ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat


memantulkan cahaya, dan sebagainya).
2. Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek.
3. Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di
dalam objek.
4. Informasi kristalografi, yaitu infromasi mengenai bagaimana susunan dari
butir – butir di dalam objek yang diamati.

Gambar 2.6. Scanning Electron Microscopy


Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh sebuah
filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah
tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi
sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya
pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron
melaju menuju katoda. Kemudian electron beam difokuskan ke suatu titik pada
permukaan sampel dengan menggunakan dua buah condenser lens. Condenser
lens kedua (biasa disebut dengan lensa objektif), memfokuskan beam dengan
diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10 – 20 nm. Hamburan elektron, baik
Secondary Electron (SE) atau Back Scaterred Electron (BSE) dari permukaan
sampel akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada
layar CRT.

2.7. Uji Tarik (Tensile test)


Uji tarik, atau yang dikenal juga sebagai uji ketegangan, adalah pengujian
sifat mekanik yang dilakukan terhadap suatu material (Czichos.,Horst,2006),
dimana material tersebut diberikan tekanan terkontrol hingga mengalami
kerusakan. Pengukuran gaya putus membran dilakukan dengan memberi beban
20

atau gaya pada membran sampai terlampaui daerah elastisitasnya, kemudian


mencatat lamanya waktu pembebanan sampai membran mengalami deformasi dan
akhirnya putus (International ASM, 2004). Sifat yang diukur secara langsung
dengan uji tarik adalah kekuatan tarik, kekuatan regangan, dan reduksi maksimum
pada area material (Davis, Joseph R. 2004). Dari pengujian ini, dapat pula
menentukan Modulus young, rasio poisson, kekuatan luluh, dan karakteristik
regangan (Davis, 2004).
Uji Tarik memiliki beberapa tujuan seperti :
1. Menentukan bahan atau benda apa yang akan di aplikasikan.
2. Memprediksi bagaimana material akan bekerja saat digunakan.
3. Menentukan apakah suatu material memenuhi syarat yang sesuai dengan
standard.
4. Menyediakan data standard untuk fungsi ilmiah, teknik, dan penjaminan
mutu.
5. Memberikan sarana pembanding untuk beberapa sampel yang diuji.

Gambar 2.7. Uji Tarik


Prinsipnya uji tarik dilakukan dengan menggunakan mesin yang dapat
memberikan gaya tarik yang cukup kuat pada material dan juga memberikan
cengkraman yang kencang sehingga material tidak terlepas ketika diberikan gaya
tarik. Bahan atau material yang paling sering dijadikan objek untuk uji tarik
adalah rubber dan logam. Kedua bahan ini memiliki sifat yang berbeda dari setiap
prosesnya. Uji tarik memiliki prinsip dasar dari hukum Hooke (Hooke’s law)
dimana regangan (strain) dan rasio tegangan (stress) adalah konstan. Sehingga
hubungan dari strain da stress dapat dirumuskan menjadi :
E = σ/ɛ.......................................(1)
21

Dimana : σ = stress
ɛ = strain
Uji tarik biasanya dilakukan menggunakan Universal Testing Machine. Pada
setiap prosesnya akan didapatkan data material yang bisa dianalisa.

2.8. Uji Daya Serap Air (Water uptake)


Daya serap (swelling) merupakan pengukuran daya serap membran
terhadap air dengan menimbang berat membran sebelum dan sesudah direndam
dalam air. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui benyaknya zat atau bahan
yang terserap oleh membran. Pengujian ini dikenal dengan uji water uptake.
Prinsip dari pengujian ini adalah dengan cara mengukur perbedaan berat membran
kering (Wdry) dan berat membran basah (Wwet). Untuk mendapatkan nilai (Wdry),
dilakukan penimbangan terhadap membran kering, lalu membran direndam
dengan suhu kamar selama 24 jam dalam aquades. Setelah 24 jam, membran
dibersihkan lalu dilakukan penimbangan kembali dan nilai (Wwet) didapatkan dari
hasil timbangan setelah perendaman. Untuk menghitung persentase water uptake
digunakan persamaan berikut :
𝑊 𝑤𝑒𝑡−𝑊 𝑑𝑟𝑦
% Water Uptake = x 100% …….. (2)
𝑊 𝑑𝑟𝑦
22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember
2017 di laboratorium Operasi Teknik Kimia Program Studi Teknik Kimia
Universitas Muhammadiyah Palembang dan penelitian lapangan di lokasi industri
pertambangan batubara di provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat – alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat Spesifikasi Kegunaan
1. pH meter Ketelitian 0,1 Mengukur pH
unit pH
2. Gelas ukur - Mengukur
bahan
3. Becker glass - Tempat bahan
4. Bak Koagulasi - Tempat
mencetak
membrane
5. Timbangan analitik PE 300 Untuk
menimbang
6. Kertas saring - Menyaring
serbuk biji kelor
7. Corong gelas -
8. Magnetik stirrer - Mengaduk
sampel
10. Hot plate - Pemanas
11. Besi pengilas - Menghaluskan
23

2. Bahan
a. Bahan kimia
Titanium Tetra Isopropoksida (TiO2), Polyvinylideneflouride (PVDF), N-
metil-2-Pirolidone (NMP), Aquades, dan Asam asetat.
b. Media
Media yang digunakan dalam penelitian terdiri dari larutan air limbah
industri pertambangan batubara Provinsi Sumatera Selatan.
c. Biji kelor
Didapat dari perkebunan masyarakat di Kota Palembang dan pemesanan
secara online.

3.3. Bagan Alir Penelitian

Pengaktifan Serbuk Biji Kelor Dengan Asam Asetat

Pembuatan Membran

Uji Water Uptake

Uji Scanning Electron Microscopy

Uji Tarik

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian


24

3.4. Uraian Tahapan Penelitian


 Pembuatan Membran PVDF – Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera)
Sintesis TiO2
Tahap Persiapan : Pembuatan membran diawali dengan mengaktifkan
serbuk biji kelor menggunakan asam asetat dengan melakukan
penimbangan serbuk biji kelor menggunakan neraca analitik, pengukuran
asam sulfat yang akan dicampurkan menggunakan gelas ukur, lalu
pengukuran aquades. Setelah semua bahan disiapkan, lakukan
pencampuran serbuk biji kelor, asam sulfat, dan aquades dengan
perbandingan persen berat (12,5%:25%:62,5%). Setelah itu dilakukan
pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam hingga
larutan manjadi homogen. Setelah larutan menjadi homogen, saring larutan
menggunakan kertas saring selama 12 jam, untuk mendapatkan serbuk
dengan kadar air yang lebih sedikit, keringkan serbuk dengan oven selama
15 menit dengan suhu 45oC.
Tahap Pembuatan Membran : Membran yang akan dibuat sebanyak 4
sampel membran. Dengan perbandingan sebagai berikut :
1. Membran A dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3%.
2. Membran E dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 16,67% ;
Serbuk Biji Kelor 13,3% ; TiO2 3,3%.
3. Membran F dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 16,67% ;
Serbuk Biji Kelor 10% ; TiO2 6,67%.
4. Membran G dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 26,67% ;
Serbuk Biji Kelor 3,3% ; TiO2 3,3% .

Komposisi pembuatan membran berdasarkan pada perbandingan tersebut.


PVDF dilarutkan dalam larutan NMP, kemudian ke dalamnya ditambahkan serbuk
biji kelor aktif dan TiO2 dengan perbandingan diatas. Setelah campuran mulai
memadat, campuran dicetak dengan menggunakan wadah cetakan dan kemudian
direndam dalam bak koagulasi yang berisi aquades hingga membentuk lapisan
yang tipis dan pipih. Membran yang telah jadi dilakukan penimbangan basah dan
penimbangan kering untuk mengetahui persentasi water uptake, lalu di potong
25

persegi sama sisi dengan ukuran 5 x 5 cm untuk dilakukan pengujian dengan


Scanning Electron Microscopy (SEM), dan dipotong memanjang untuk uji tarik.

Analisa data : Hasil pengamatan Uji water uptake, uji SEM, dan uji tarik akan di
tampilkan pada tabel untuk dilakukan analisa terhadap data yang didapat.

3.5. Perbandingan Komposisi Pembuatan Membran PVDF – Serbuk Biji


Kelor Dengan Sintesis TiO2
No Membran NMP (ml) PVDF (gr) Serbuk Biji TiO2 (gr)
Kelor (gr)
1. A 100 50 - -
2. E 100 25 20 5
3. F 100 25 15 10
4. G 100 40 5 5

Tabel 3.2. Komposisi membran Pembuatan Membran PVDF – Serbuk Biji Kelor
dengan Sintesis TiO2
.
26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa SEM (Scanning Elektron Miscroscopy) Membran PVDF


Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Dengan Sintesis TiO2.
Pembuatan membran dalam penelitian ini menggunakan metode Phase
Inversion. Phase Inversion adalah metode proses pengubahan bentuk polimer dari
fasa liquid menjadi solid, dengan kondisi terkendali. Proses pemadatan
(solidifikasi) ini diawali dengan transisi dari fasa liquid ke fasa dua liquid (liquid
– liquid demixing). Tahap tertentu selama proses demixing, salah satu fasa cair
(fasa polimer konsentrasi tinggi) akan memadat sehingga akan terbentuk matriks
padat. Pada metode ini polimer membran dilarutkan dalam suatu pelarut sampai
terbentuk larutan homogen (disebut sebagai larutan polimer atau casting). Larutan
polimer ini kemudian dicetak (casting) dan dipisahkan menjadi dua fasa dengan
cara dikoagulasi / dipadatkan menggunakan medium tertentu.

(a) Membran A (b) Membran E

(c) Membran F (d) Membran G

Gambar 4.1 Hasil uji SEM pada sampel Membran PVDF – Serbuk Biji
Kelor dengan Sintesis TiO2
Hasil analisa uji SEM pada Membran PVDF – Serbuk Biji Kelor dengan
sintesis TiO2 ditunjukkan pada Gambar 4.1. Untuk mengetahui bentuk dan struktur
membran, digunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dapat
27

memberikan informasi mengenai struktur, bentuk, dan pori membran. Dengan


SEM, dapat pula diperoleh data mengenai ukuran pori membran, sehingga dari
hasil ini dapat ditentukan standard keseragaman struktur membran yang dapat
digunakan (Mulder, 1991).
Dari hasil Scanning Elektron Miscroscopy (SEM) dengan perbesaran 1000x,
dapat diketahui bahwa ukuran pori dari tiap sampel berbeda. Berdasarkan gambar
yang diperoleh dari Scanning Elektron Miscroscopy (SEM), dapat diketahui
ukuran pori membran sebagai berikut :
(a). Membran A dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3%
mempunyai ukuran pori antara 0,1 μm – 2 μm.
(b). Membran E dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 16,67% ; Serbuk
Biji Kelor 13,3% ; TiO2 3,3% mempunyai ukuran pori antara 0,8 μm – 4 μm.
(c). Membran F dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 16,67% ; Serbuk
Biji Kelor 10% ; TiO2 6,67% mempunyai ukuran pori antara 1 μm – 6 μm.
(d). Membran G dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF 26,67% ; Serbuk
Biji Kelor 3,3% ; TiO2 3,3% mempunyai ukuran pori antara 0,3 μm – 3 μm.

Dari hasil SEM tersebut komposisi membran yang terbaik berada pada
komposisi Membran A. Dari hasil gambar Membran A yang didapat, diketahui
bahwa membran memiliki struktur asimetris. Membran dengan struktur asimetris
akan memiliki kinerja yang lebih baik daripada membran dengan struktur simetri.
Dilihat dari ukuran pori tersebut, membran yang dihasilkan dapat dikategorikan
sebagai membran mikrofiltrasi, karena memiliki pori dengan ukuran antara 0,1
μm – 6 μm. Membran mikrofiltrasi adalah membran dengan struktur asimetris,
yang dibuat dengan proses Loeb – Sourirajan dan mempunyai pori sempurna pada
permukaan membran dengan lapisan pendukung berupa mikropori yang lebih
terbuka. Pori sempurna di permukaan menunjukkan proses pemisahaan,
sedangkan pendukung mikropori memberikan kekuatan mekanik (Baker, 2004).
28

4.2 Hasil Uji Tarik Membran PVDF - Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera)
Sintesis TiO2 Dengan Alat Hydraulic Universal Material Tester, 50 kn.
Uji tarik pada membran perlu dilakukan untuk mengetahui kekuatan yang
dimiliki membran terhadap gaya yang berasal dari luar, yang dapat menyebabkan
kerusakan pada membran, dan mengetahui berapa lama kekuatan membran setelah
digunakan serta ketahanan membran jika digunakan kembali. Uji tarik dilakukan pada
suhu kamar dengan menggunakan alat Hydraulic Universal Material Tester, 50
Kn. Dengan uji tarik ini, dapat diketahui bahwa semakin rapat struktur membran,
berarti jarak antara molekul dalam membran juga semakin rapat, sehingga
mempunyai kekuatan tarik yang kuat. Kekuatan tarik membran PVDF – Serbuk
Biji kelor dapat dilihat dari nilai Load, yaitu nilai kuat tegang membran pada saat
putus dan Stroke, yaitu kekuatan regangan pada saat putus yang dimiliki oleh
membran PVDF – Serbuk Biji Kelor Dengan Sintesis TiO 2.

Tabel 4.2 Data hasil uji kekuatan tarik membran PVDF – Serbuk Biji Kelor
Dengan Sintesis TiO 2.
No Spesimen Luas (mm2) Beban Max Kekuatan Tarik, Regangan
(N) TS (N/mm2) (%)
1 Membran A 30 160 5,33 0,60
2 Membran E 30 139 4,27 0,37
3 Membran F 30 145 4,43 0,40
4 Membran G 30 151 4,89 0,47
29

Gambar 4.2. Grafik hasil Uji Tarik memperlihatkan perbandingan beban


maksimum dan kekuatan tarik

Perbandingan Beban Maksimum dan


Kekuatan Tarik
165
160
155
150
145 Beban Maksimum
140 (N)
135
130
125
5.33 4.27 4.43 4.89

Berdasarkan Tabel 4.2 dan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa membran dengan
komposisi terbaik adalah membran yang memiliki perbandingan PVDF paling
besar yaitu Membran A, dengan kemampuan kekuatan tarik dan regangan yang
baik, hal ini terjadi karena jumlah partikel PVDF yang terdistribusi secara lebih
teratur dalam larutan cetak dan mempersempit ruang yang terbentuk diantara
ikatan polimer PVDF yang terkandung pada membran tersebar secara merata
sehingga kerapatan pori yang dihasilkan menjadi lebih rapat. Hal ini dapat dilihat
pada Membran A dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3%.
Mengacu pada hasil uji tarik tersebut, membran yang dihasilkan memiliki
kekuatan tarik yang besar dikarenakan strukturnya yang rapat, menyebabkan jarak
antar molekul dalam membran semakin rapat, hal ini membuat membran PVDF
yang tidak memiliki komposisi serbuk biji kelor dan sintesis TiO2 akan memiliki
kekuatan tarik yang besar hingga mencapai 5,33 N/mm2 , regangan 0,60% dan
beban maksimal 160 N. Namun sebaliknya, jika komposisi PVDF lebih sedikit
maka kemampuan kekuatan tarik dan regangan yang dimiliki membran tersebut
akan menurun, serta mengakibatkan susunan partikel yang tersebar dalam medium
cetak menjadi tidak merata dan memiliki kerapatan yang kurang baik. Hal ini
dapat terlihat pada Membran E dengan perbandingan NMP 66,67% ; PVDF
16,67% ; Serbuk Biji Kelor 13,3% ; TiO2 3,3% dengan kemampuan kekuatan
30

tarik hanya mencapai 4,27 N/mm2, regangan 0,37% dan beban maksimal 139 N.
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati, Nita et al (2012)
dengan nilai regangan sampel membran sebesar 5,48%, nilai regangan pada
formulasi membran PVDF – Serbuk Biji Kelor dengan sintesis TiO2 yang telah
dianalisis tersebut lebih kecil yaitu sebesar 0,60%. Perbedaan yang signifikan
pada besaran regangan tersebut dapat dipengaruhi oleh komposisi, luas, dan
besaran gaya atau tekanan yang diberikan ketika dilakukan uji tarik. Besarnya
regangan pada membran menunjukkan kemampuan elastisitas membran ketika di
berikan gaya saat uji tarik. Sehingga membran yang dihasilkan pada penelitian ini
memiliki regangan yang relatif kecil.
Menurut Davis, Joseph R dalam Tensile Testing 2nd edition (2004), ketika
material solid diberi sedikit tekanan, rantai antar atom pada material tersebut akan
mengalami regangan, dan ketika tekanan dihilangkan, rantai atom menjadi relax
dan material kembali pada bentuk semula, hal ini disebut elastic deformation.
Sebaliknya ketika material diberi tekanan yang lebih besar, rantai antar atom akan
saling menimpa, sehingga material tidak mampu kembali ke bentuk semula
bahkan ketika tekanan dihilangkan. Kondisi ini disebut plastic deformation.
Kekuatan tarik dan regangan membran, dapat juga dipengaruhi oleh
komposisi non pelarut yang digunakan. Dalam pembuatan membran PVDF –
Serbuk Biji Kelor Dengan Sintesis TiO2, non pelarut yang digunakan adalah H2O,
hal ini mampu menghasilkan proses inversi fasa yang lebih cepat dibandingkan
menggunakan non pelarut lainnya. Membran dengan ukuran pori yang besar
memiliki kemampuan yang lebih kecil dalam mempertahankan ukuran pori nya
ketika diaplikasikan dengan uji alir. Hal ini disebabkan karena, ukuran pori yang
besar tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempertahankan ukuran pori
ketika membran tersebut digunakan. Dengan demikian, membran dengan ukuran
pori yang besar memiliki ketahanan yang kurang baik dibandingkan membran
dengan pori yang lebih rapat dan hanya dapat digunakan dalam beberapa kali saja.
4.3 Hasil Uji Water Uptake Membran PVDF - Serbuk Biji Kelor (Moringa
Oleifera) dengan Sintesis TiO2
Uji Water uptake ditentukan untuk mengetahui banyaknya air yang dapat
diserap oleh membran. Dengan cara mengukur perbedaan berat membran sebelum
31

dan sesudah direndam dalam air. Berat kering (Wdry) diukur dari membran yang
dikeringkan selama 24 jam. Persentase water uptake dapat dihitung dengan
Persamaan 1.
𝑊 𝑤𝑒𝑡−𝑊 𝑑𝑟𝑦
% Water Uptake = x 100% …….. (3)
𝑊 𝑑𝑟𝑦

Kandungan air dalam membran cukup penting ditentukan karena


berhubungan dengan kemampuan daya serapnya terhadap sampel air saat
diaplikasikan. Untuk mendapatkan nilai (Wdry), dilakukan penimbangan terhadap
membran kering, lalu membran direndam dengan suhu kamar selama 24 jam
dalam aquades. Setelah 24 jam, membran dibersihkan lalu dilakukan
penimbangan kembali dan nilai (Wwet) didapatkan dari hasil timbangan setelah
perendaman. Kemudian persentase water uptake dihitung menggunakan
Persamaan 1 dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Uji Water Uptake


Membran PVDF Serbuk Biji Sintesis TiO2 Water uptake
Kelor (%)
A 33,3 % - - 20%
E 16,67% 13,3% 3,3% 20%
F 16,67% 10% 6,67% 20%
G 26,67% 3,3% 3,3% 20%

Table 4.3 menunjukkan nilai water uptake masing – masing membran


dengan variasi PVDF, Serbuk Biji Kelor, dan Sintesis TiO2 yang berbeda. Pada
tabel tersebut persentase water uptake sebesar 20% untuk tiap membrannya, hal
ini menunjukkan bahwa membran memiliki kemampuan yang baik dalam
menyerap air (mengalami swelling).
32
33

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil Scanning Electron Miscroscopy (SEM) dengan perbesaran 1000
x, komposisi membran yang terbaik berada pada komposisi Membran A
dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3% serta mempunyai
ukuran pori antara 0,1 μm – 2 μm. Dari hasil gambar Membran A yang
didapat, diketahui bahwa membran tersebut memiliki struktur asimetris.
Membran dengan struktur asimetris akan memiliki kinerja yang lebih baik
daripada membran dengan struktur simetri.
2. Membran A dengan perbandingan NMP 66,67% dan PVDF 33,3% adalah
membran dengan komposisi terbaik berdasarkan pada hasil uji tarik
dengan kekuatan tarik 5,33 N/mm2, regangan 0,60% dan beban
maksimum 160 N. Dengan bgitu membran yang dihasilkan memiliki
kekuatan tarik yang besar dikarenakan strukturnya yang rapat,
menyebabkan jarak antar molekul dalam membran semakin rapat pula.
3. Membran yang dihasilkan memiliki persentase water uptake sebesar 20%,
dengan demikian, kemampuan membran dalam menyerap air sangat baik.
5.2 Saran
Pembuatan membran pada penelitian ini hanya dilakukan dengan mengubah
variasi perbandingan komposisi pembuatan membran, sehingga pada penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan inovasi kinerja, seperti pengaruh temperatur
pada proses pengadukan, pengaruh waktu pengadutan, dan konsentrasi pelarut yang
juga mempengaruhi kinerja membran.
34

DAFTAR PUSTAKA

Anheden, M. 1995. Photocatalytic Treatment of Waste water From 5-Flouroulacil


Manufacturing. In the 1995 ASMF International Solar Energy Conference.

Ashar., Taufik. Analisa Risiko Asupan Oral Pajanan Mangan dalam Air terhadap
Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Pp. 106 – 111.
Dari: http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/view/265
(diakses pada 2 Agustus 2017).

Aurora.,T.G.,Kusumawati.N. 2015. Influence Blending and Non-Solvent


H2O/C2H5OH Composition to Polyvinyldene Flouride (PVDF)-Chittosan
Membrane performance in the Separation of Rhodamin-B, UNESA
Journal of Chemistry Vol.4, No 1.

Brasquet, C., Rousey, J., Subrenat, E., and Cloirec, P.L. 1996. Adsorption of
Micropollutants onto Fibrous Activated Carbon: Association of
Ultrafiltration and Fibers. Water Science and Technology, 34(9): p. 215-
222.

Cao.X.C.Ma.J.Shi.X.H.Rean.Z.J. 2006. Effect of TiO2 Nanoparticle Size On The


Performance of PVDF membrane, Apply.Surf.Sci.253

Chih-Ho Su.,Chi-Cheng Hu.,Yen-Chun Sun., Yu-Cheng Hsioo. 2016. Highly


Active and Thermo-stable Anatase TiO2 Photocatalysts Synthesized by a
Microwave-assisted Hydrothermal Method, Journal of The Taiwan
Institute of Chemical Engineering.

Choi,J., Park, H., dan Hoffman, M.R. 2009. Combinatorial Doping of TiO2 with
Plastinum (Pt), Chromium (Cr), Vanadium (V), and Nickel (Ni) to
Achieve, Enhanced Photocatalytic Activity with Visible Light Irradiation.
Journal of Materials Research, Vol. 25 page. 149 – 158.

Chong. M.N., Cho. Y.J.,Poh.P.E.,Jin.B. 2014. Evaluation of Titanium Dioxide


Photochatalytic Technology for the Treatment of Reactive Black 5 dye in
35

Synthetic and Real Grey Water Effluents. Journal of Cleaner Production


89.

Considine, Douglas M. 1977. Energy Technology Handbook. New York.McGraw


Hill Inc.

Czichos, Horst (2006). Springer Handbook of Material Measurement Methods.


Berlin: Springer. Pp. 303 – 304.

David, Joseph R. (2004). Tensile testing 2nd ed. ASM International.

Egerton, R.F. 2005. Physical principles of Electron Microscopy: an introduction


to TEM, SEM, and AEM.. Germany : Heidelberg.

Fu Liu., Awanis Hashim., Yutie Liu., Mogharech Abed., Li. K. 2011. Progress in
the Production and Modification of PVDF Membranes. Journal of
membrane Science 375.

Hoffman, M.R., S.T. Martin., W. Choi, dan Bahnemann.D.W. 1995.


Environmental application of semiconductor photocatalysis. Chemical
Reviews. 95

Jurnal Forum Nuklir (JFN), Volume 9, Nomor 2, November 2015.

Kim, J.H., & K.W., Lee, 1998, Effect PEG Additive On Membrane Formation By
Phase Inversion, Journal of Membrane Science, Vol. 138, 153 – 163.

Kong.J.F.,K. 1999. Oil Removal From Oil-in Water Emulsion Using PVDF
Membranes. Membr.Sci.16.p 83 – 93.

L. Gopalakrishnan et al. / Food Science and Human Wellness 5 (2016) 49-56.

Loukidau.M.X.,Zouboulis.A.I. 2001. Comparison of Two Biological Treatment


Processes Using Attached Growth Biomass of Sanitary Landfill Leachate
Treatment. Environ. Poulut. 111 P 273 – 281.
36

Lu.C.H.,Wu.W.H., Kale.R.B. 2008. Micro emulsion-mediated hydrothermal


synthesis of photocatalytic TiO2 powders.J.Hazards. Mat 154

Mulder, M., 1991, Basic Principles of Membrane Technology, Netherlands,


Khewer Academic Publisher.

Ndabigengesere, A., Narasiah, K.S. (1998). Quality of water treated by


coagulation using Moringa Oleifera seeds. Wat. Res., Vol. 32, No.3, pp.
781 – 791.

Nugeraha, Sri Sumiyati., Ganjar Samudro. 2010. Pengolahan Air Limbah


Kegiatan Penambangan Batubara Menggunakan Biokoagulan. Jurnal
PRESIPITASI Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187x. P57-61.

Srawaili, N. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa Oleifera) dalam Menurunkan


Kekeruhan, Kadar Ion Besi dan Mangan Dalam Air. Bandung. Teisi
Program Studi Kimia Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Teknologi Bandung.

Stokes, Debbie J. (2008). Principles and Practice of Variable Pressure


Environmental Scanning Electron Microscopy (VP-SEM). Chichester:
John Wiley & Sons.

Sutherland, J.P.,Folkard, G.K., and Grant, W.D.(1992). Natural Coagulation as


Pilot Scale. 18th WEDC Conf. Proceedings, pp. 55 – 58.

Pulungan, H., 2007. Proses Pengolahan Limbah Tahu dengan Koagulasi Alami,
Makalah Ilmiah Dalam PIT PERMI.2007.

Teja, Dwi Susanto., Adfa, Morina., dan Gustian, Irfan.(2007). Pemanfaatan biji
kelor untuk pembuatan air layak minum sebagai solusi teknologi alternatif
pemecahan masalah air di daerah bekas rawa. Bengkulu. Lembaga
Penelitian, Universitas Bengkulu.

Teja Dwi Sutanto / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : 219-221
US Patent.4,806,209
37

Anda mungkin juga menyukai