Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM KARAKTERISASI BAHAN TAMBANG

ACARA V: ANALISIS PROKSIMAT

EDGAR EUAGGELION PALINTAR

D111 20 1065

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas

penulisan Laporan Karakterisasi Bahan Tambang yang berjudul Analisis Proksimat ini

tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan hasil dari praktikum penyusun yang

dikembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan tentang apa saja mengenai

analisis proksimat yang telah dipraktikumkan.

Penyusunan Laporan ini memiliki tujuan untuk pemenuhan tugas Laporan

Praktikum Karakterisasi Bahan Tambang. Laporan ini juga bertujuan untuk menambah

wawasan tentang ilmu batuan bagi para pembaca terutama bagi para mahasiswa

dalam bidang pertambangan. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang

telah membantu dan mendukung dalam penyusunan, sehingga dapat menambah

pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni dan membagikan

ilmu tersebut kepada pembaca.

Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan pada laporan

ini kiranya mohon dimaafkan karena laporan ini masih jauh dari kata sempurna.

Diharapkan supaya mendapatkan kritik dan saran yang dapat membangun demi

kesempurnaan Laporan ini.

Gowa, Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL..................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Tujuan Praktikum.......................................................................................2

1.3 Manfaat Praktikum......................................................................................2

1.4 Ruang Lingkup Praktikum............................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3

2.1 Batubara....................................................................................................3

2.2 Klasifikasi Rank Pada Batubara 4

2.3 Moisture Content 5

2.4 Mineral Matter 6

2.5 Karakterisasi Kualitas Batubara 7

2.6 Analisis Proksimat 9

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM...............................................................11

3.1 Alat dan Bahan 11

3.2 Prosedur Percobaan 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................19

4.1 Hasil 19

4.2 Pembahasan 22

BAB V PENUTUP...........................................................................................24

iii
5.1 Kesimpulan...............................................................................................24

5.2 Saran.......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rank batubara...................................................................................................4

3.1 Muffle Furnace FO 310......................................................................................11

3.2 Desikator.........................................................................................................11

3.3 Neraca analitik.................................................................................................12

3.4 Cawan.............................................................................................................12

3.5 Spatula............................................................................................................12

3.6 Pinset panjang……............................................................................................13

3.7 Mortar baja......................................................................................................13

3.8 Alkohol............................................................................................................14

3.9 Sampel bubuk kelompok 1................................................................................14

3.10 Menyiapkan alat dan bahan.............................................................................14

3.11 Menyiapkan alat dan bahan.............................................................................15

3.12 Memasukkan sampel ke furnace......................................................................15

3.13 Alkohol...........................................................................................................16

3.14 Alat tulis.........................................................................................................16

3.15 Tisu...............................................................................................................16

3.16 Membersihkan alat.........................................................................................17

3.17 Memasukkan sampel ke cawan........................................................................17

3.18 Menimbang sampel.........................................................................................17

3.19 Memasukkan cawan ke furnace.......................................................................18

3.20 Memasukkan sampel ke furnace......................................................................18

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan tambang yang saat ini masih menjadi primadona adalah batubara, yang

digunakan sebagai salah satu sumber energi primer. Indonesia merupakan salah satu

negara yang memiliki potensi sumberdaya energi dan mineral yang cukup besar,

termasuk didalamnya batubara. Ada 20 provinsi yang memiliki sumberdaya batubara,

dengan Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan tingkat

sumberdaya batubara tertinggi di Indonesia, yaitu setara dengan 82% dari total

sumberdaya batubara di Indonesia. Sumber daya batubara Indonesi mencapai 161,34

miliar ton (MT) dan cadangan sebesar 28,17 MT (Dirjen Mineral dan Batubara, 2013).

Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang

mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batuabara ditentukan oleh maseral dan

mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Umumnya, untuk

menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya

berupa analisis proksimat dan analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk

menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed

carbon), dan kadar abu (ash). Penilaian kualitas batubara ditentukan oleh beberapa

parameter yang terkandung dalam batubara yang ditentukan dari sejumlah analisis di

laboratorium, parameter kualitas batubara umumnya terdiri dari, caloriviv value, total

sulfur, total moisture, ash content (Sukandarrumidi, 2006).

Praktikum Karakterisasi Bahan Tambang acara V kali ini membahas mengenai

analisis proksimat yang merupakan teknik analisa yang digunakan menentukan kualitas

batubara. Oleh karena itu, praktikum kali ini dilakukan agar praktikan mampu

1
mengetahui kegunaan analisis proksimat dan hubungannya dalam sampel yang di

analisis terutama kegunaannya dalam industri pertambangan.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah:

1. Mengetahui tata cara analisis proksimat.

2. Mengetahui klasifikasi batubara berdasarkan hasil analisis proksimat.

3. Mengetahui kaitan kualitas batubara dengan pemanfaatannya.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat yang diperoleh dari praktikum acara V Karakterisasi Bahan Tambang

adalah praktikan diharapkan mengetahui kegunaan analisis proksimat. Mengetahui

peran analisis terhadap sampel yang dianalisis serta mengetahui klasifikasi batubara

yang dianalisis berdasarkan hasil analisis proksimat.

1.4 Ruang Lingkup

Praktikum ini mencakup tentang analisis proksimat, kualitas batubara dengan

pemanfaatannya, serta klasifikasi batubara berdasarkan hasil dari analisis proksimat

yang telah dilakukan. Pada praktikum ini akan menganalisis sampel yang sebelumnya

telah dipreparasi yang kemudian akan diketahui kadar kandungan yang ada pada

sampel tersebut. Praktikum ini dilakukan pada Sabtu, 21 Mei 2022 pukul 07.00 WITA di

Laboratorium Analisis dan Pengolahan Bahan Galian, Departemen Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara

Batubara adalah batuan sedimen organik yang terbentuk dari sisa-sisa macam

tumbuhan, dan telah mengalami dekomposisi atau penguraian oleh adanya proses

biokimia dan geokimia dalam lingkungan bebas oksigen, yang dipengaruh oleh panas

dan tekanan yang berlangsung lama sehingga berubah baik sifat fisik maupun sifat

kimia. Proses pembentukan batubara dapat melalui proses sedimentasi dan skala

waktu geologi. Pada proses sedimentasi, batubara terbentuk dari material

tumbuhtumbuhan, yang terendapkan di dalam suatu cekungan pada kondisi tertentu

(Hadi, 2012).

Nama batubara diduga berasal dari bahasa Inggris Kuno col, yang merupakan

jenis arang yang digunakan pada saat itu. Batubara juga disebut di beberapa daerah,

sebagai batubara laut karena kadang-kadang ditemukan terdampar di pantai, terutama

di timur laut Inggris. Umumnya, batubara tidak ditambang secara luas selama awal

Abad Pertengahan (sebelum tahun 1000 M) tetapi ada catatan tertulis tentang

batubara yang ditambang setelah tanggal tersebut. Namun, penggunaan batubara

berkembang pesat, sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh.

Popularitas yang meningkat ini telah membuat perlu untuk merancang metode yang

dapat diterima untuk analisis batubara, dengan tujuan menghubungkan komposisi

bahan bakar dan sifat dengan perilaku (Speight, 1994).

Batubara adalah batuan padat, rapuh, mudah terbakar, mengandung karbon

yang terbentuk oleh posisi dekomposisi dan perubahan vegetasi oleh pemadatan,

suhu, dan tekanan Ini bervariasi dalam warna dari coklat ke hitam dan biasanya

3
bertingkat. Sumber vegetasi sering berupa lumut dan bentuk tumbuhan rendah

lainnya, tetapi beberapa batubara mengandung sejumlah besar bahan yang berasal

dari precursor. Kayu prekursor tanaman yang akhirnya membentuk batubara

dipadatkan, dikeraskan, diubah secara kimiawi, dan bermetamorfosis oleh panas dan

tekanan selama waktu geologis Batubara diduga terbentuk dari tumbuhan prasejarah

yang tumbuh di ekosistem rawa. Ketika tanaman tersebut mati, biomassa mereka

disimpan dalam lingkungan akuatik anaerobik di mana tingkat oksigen yang rendah

mencegah pengurangan mereka (pembusukan dan pelepasan karbon dioksida)

Endapan batubara, biasanya disebut lapisan atau lapisan, dapat berkisar dari fraksi inci

hingga ratusan kaki dengan ketebalan (Speight, 1994).

2.2 Klasifikasi Rank Pada Batubara

Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya

dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM ( America Society for Testing and Material ).

Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau berdasarkan derajat

metamorphism-nya atau perubahan selama proses coalification (mulai dari lignite

hingga antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan data fixed carbon,

volatile matter dan nilai kalori dalam Btu/lb. Cara pengklasifikasian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31 % maka klasifikasi

didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 grup, yaitu :

a. FC lebih besar dari 98 % disebut meta antrasit.

b. FC antara 92-98 % disebut antrasit.

c. FC antara 86-92 % disebut semi antrasit.

d. FC antara 78-86 % disebut low volatile.

e. FC antara 69-78 % disebut medium volatile.

4
2. Untuk batubara dengan kandungan volatile matter lebih besar dari 31 %, maka

klasifikasi didasarkan atas nilai kalorinya.

a. 3 group bituminous coal yang mempunyai moisture nilai kalori antara

14.000- 13.000 Btu/lb yaitu :

1) High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)

2) High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)

3) High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)

b. Group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moisture nilai kalori antara

13.000-8.300 Btu/lb yaitu :

1) Sub-Bituminuos A coal (11.00013.000) 2) Sub-Bituminuos B coal

(9.00011.000) 3) Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500).

3. Untuk batubara jenis lignit a. 2 group Lignite coal dengan moist nilai kalori di

bawah 8.300 Btu/lb yaitu : Lignit (8.300-6.300).

4. Brown Coal (<6.300).

Tabel 2.1. Spesifikasi ASTM Untuk Bahan Bakar Padat.


Fixed Volatile
carbon matter Heating values
Group
Class
Dry basis
Dry (%) Dry (%)
(Kcal/kg)
Name Symbol
meta-
1. Anthracite anhtrachite ma ˃98 ˃2 7740
  anthracite an 92-98 2.0-8.0 8000
  semianthracite sa 86-92 8.0-15 8300
2. Bituminous low-volatile lvb 78-86 14-22 8741
  medium volatile mvb 89-78 22-31 8640
  high-volatile A hvAb ˂69 ˃31 8160
  high-volatile B hvBb 57 57 6750-8160
  high-volatile C hvCb 54 54 7410-8375
          6765-7410
subbituminous
3. subbituminous A subA     6880-7540
subbituminous
  B subB     6540-7230
subbituminous
  C subC     5990-6860

5
4. Lignite lignite A ligA     4830-6360
  lIgnite B ligB 52 52 ˂5250

2.3 Moisture Content

Moisture Content merupakan banyaknya air yang terkandung dalam batubara

sesuai kondisi lapangan, baik yang terikat secara kimia maupun akibat pengaruh

kondisi luar. Kandungan air total ini sangat dipengaruhi oleh faktor keadaan, seperti

iklim, ukuran butiran, kelembaban, dan sebagainya. Kadar air batubara dapat

dikelompokkan kedalam dua macam, yakni (Nurlela, 2019):

1. Kandungan Air Bebas (Free Moisture)

Kandungan Air Bebas (Free Moisture) Merupakan air yang diserap pada

permukaan batubara akibat pengaruh dari luar. Kadar air bebas sangat

ditentukan oleh kondisi penambangan dan keadaan udara saat penyimpanan

batubara. Kadar air bebas ini dapat hilang dengan cara penguapan alami

misalnya dengan menjemur batubara dibawah terik matahari (air drying).

2. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture)

Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture) Merupakan kandungan air bawaan

yang terintegrasi dalam massa batubara pada saat pembentukan batubara.

Kadar air terikat adalah kadar air yang terperangkap dalam pori batubara

sebagai akibat dari sifat hidroskopi batubara. Kadar air jenis ini baru bisa

dihilangkan bila batubara dipanaskan pada temperatur ± 105 o C.

Moisture content pada batubara paling sedikitnya terdiri atas satu senyawa

kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari

dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat

secara kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat

pada batubara (Permana, 2016).

6
Analisis kadar air (moisture content) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

Moisture (%) = (W2 – W3)/(W2 – W1 )×100%................................(2.1)

Dimana:

W1 : Berat cawan (gram)

W2 : Berat cawan + sampel (gram)

W3 : Berat cawan + sampel setelah dipanaskan (gram)

2.4 Mineral Matter

Keterdapatan dan tipe mineral pada batubara adalah merupakan mineral atau

mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineral-mineral dan material

organik lainnya yang berasosiasi dengan batubara. Adapun secara keseluruhan

mancakup tiga golongan material yaitu mineral dalam bentuk partikel diskrit dan

kristalin pada batubara, unsur atau senyawa dan biasanya tidak termasuk unsur

nitrogen dan sulfur, dan senyawa anorganik yang larut dalam air pori batubara dan air

permukaan. Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada

tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta mineral

yang berasal dari luar rawa atau endapan kemudian ditransport ke dalam cekungan

pengendapan batubara melalui air atau angin dan dapat disebut extraneous atau

adventitious mineral matter. Berdasarkan dari episode pembentukannya

(Mackowsky,1982).

Mineral matter pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu, syngenetic

dan epigenetic. Syngenetic (primary) pada mineral matter adalah mineral yang

terbentuk sebagai detrital maupun authigenic. Umumnya mineral-mineral ini

mempunyai ukuran butir lebih kecil dari mineral epigenetic dan tersebar secara merata

pada batubara. Berdasarkan atas dari kelimpahannya, maka mineral-mineral pada

7
batubara dapat dibedakan atas: dari mineral utama ( major minerals), mineral

tambahan (minor minerals) dan mineral jejak (trace minerals) (Speight, 1994).

Ranton menggolongkan mineral utama jika kadarnya >10% berat mineral

tambahan 1-10% dan mineral jejak 1% berat. Umumnya yang termasuk mineral

utama adalah mineral lempung dan kuarsa sedangkan mineral minor yang umum

adalah karbonat, sulfida dan sulfat. Mineral lempung (clay) adalah merupakan

kelompok yang paling dominan dijumpai pada batubara, sekitar 6080% dari total

mineral matter. Umumnya terdapat sebagai mineral primer yang terbentuk akibat

adanya aksi air atau angin yang membawa material detrital ke dalam cekungan

pengendapan batubara. Distribusi mineral lempung dalam batubara ini dikendalikan

oleh kondisi kimia rawa (Bustin,1989). Spesies mineral lempung umum terdapat dalam

batubara adalah kaolinite, illite dan montmorilonit. Kaolinit ini umumnya terdapat

dalam batubara secara syngenetic yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan,

tersebar pada vitrinit sebagai pengisi rekahan dan lainnya berbentuk speris. Sedangkan

illite biasanya lebih banyak terdapat pada batubara dengan lapisan penutup ( roof)

batuan sedimen marin. Mineral lempung yang terbentuk pada fase ke dua ( secondary),

umumnya dihasilkan oleh adanya transformasi dari lempung fase pertama. Bila

kedalaman penimbunan bertambah, maka proporsi kaolinit berkurang sedangkan illite

bertambah. Asosiasi mineral lempung pada lapisan batubara berupa inklusi halus yang

tersebar dan sebagai pita-pita lempung (tonstein). Kuarsa (SiO 2) adalah merupakan

salah satu mineral oksida yang paling penting terdapat dalam batubara (Tylor, 1998).

Ada dua tipe dari kuarsa yang dapat dibedakan berdasarkan daripada teksturnya yaitu

butiran kuarsa klastik berbentuk bulat jika terendapkan melalui media air dan

berbentuk menyudut jika melalui media angin. Tipe lainnya adalah kuarsa kristal halus

yang terbentuk dari larutan setelah pengendapan batubara. Kuarsa dalam batubara ini

kebanyakan merupakan silika yang terlarut dari hasil pelapukan felspar dan mika.

8
Kuarsa merupakan mineral syngenetic dan jarang ditemukan sebagai epigenetic

(Ranton, 1982).
soi

2.5 Karakterisasi Kualitas Batubara

Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang

mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan

mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Umumnya, untuk

menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya

berupa analisis proksimat. Klasifikasi batubara digunakan dan dikembangkan untuk

tujuan komersial dan properti yang digunakan adalah analisis proksimat yang

memberikan persentase kadar air, zat terbang, kadar abu, karbon tetap dan sulfur

dalam batubara dengan nilai kalor dalam cal/gm. Ada tiga klasifikasi utama, yaitu

klasifikasi American Standards for Testing and Materials (ASTM) yang dikembangkan di

Amerika Serikat, klasifikasi National Coal Board (NCB) yang dikembangkan di Inggris

dan klasifikasi ECE yang dikembangkan oleh Economic Commission of Europe .

Klasifikasi NCB dan ECE juga mencakup sifat kokas batubara (Rao, dkk., 2005).

Tabel 2.1 Jenis batubara berdasarkan hasil analisis proksimat (Speight, 2015).
Antrasit Bituminus Sub-bituminus Lignit

Moisture (%) 3-6 2-15 10-25 25-45

Volatile matter(%) 2-12 15-45 28-45 24-32

Fixed carbon (%) 75-85 50-70 30-57 25-30

Ash (%) 4-15 4-15 3-10 3-15

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya, batubara umumnya dibagi

menjadi lima kelas sebagai berikut (Sulistyo, dkk., 2020):

1. Peat atau gambut

9
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan

bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses

pembentukan batubara.

Gambar 2.2 Endapan gambut (Soejitno,1997).

2. Lignite atau brown coal

Batubara lignit disebut juga batubara muda yaitu batubara yang merupakan

batubara tingkat terendah dari batubara, berupa batubara yang sangat lunak

dan mengandung air 70% dari beratnya.

Gambar 2.3 Batubara lignit (Jannah, 2010).

3. Sub–Bituminous atau Bitumen Menengah

10
Karakteristik batubara sub-bituminous berada diantara batubara lignit dan

bituminous.

Gambar 2.4 Batubara sub-bituminus (Jannah, 2010).

4. Bituminous

Golongan ini merupakan batubara dengan keadaan fisik yang tebal dan

membentuk bongkah-bongkah prismatik, berwarna hitam mengkilap, terkadang

berwarna cokelat tua. Batubara bituminous memiliki nilai kalor yang tinggi,

mengandung 86% karbon dengan sedikit kandungan air, abu, dan sulfur.

Gambar 2.5 Batubara bituminus (Jannah, 2010).

5. Anthracite

11
Batubara antrasit merupakan batubara dengan peringkat tertinggi atau disebut

juga batubara tua. Batubara antrasit berbentuk padat, keras dengan warna

hitam berkilauan, mengandung antara 86%-98% karbon dari beratnya dengan

kandungan air, abu, dan sulfur yang lebih sedikit.

Gambar 2.6 Batubara antrasit (Amin, 2014).

2.6 Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk

mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan. Tujuan analisisadalah

untuk mengetahui secara kuantitatif komponen utama suatu bahan makanan. Analisis

proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan makanan berdasarkan

komposisi kimia dan fungsinya yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar dan berat

ekstrak tanpa nitrogen atau tergolong sebagai karbohidrat (Sudarmadji,2007).

Analisis proksimat merupakan analisis pengujian kimia terhadap moisture, kandungan

abu, kandungan zat terbang, dan kadar karbon yang ditentukan dari serangkaian

metode pengujian standar (standart test methods). Analisis ini dikembangkan sebagai

alat sederhana untuk menentukan distribusi produk yang diperoleh dari sampel

batubara dipanaskan dibawah kondisi tertentu. Dengan pengertian lain, analisis

proksimat memisahkan produk ke dalam empat kelompok, moisture, kandungan zat

12
terbang (terdiri dari gas dan uap selama pirolisis), kadar karbon, fraksi non-volatile dari

batubara, kandungan-kandungan abu, sisa pembakaran anorganik (Speight, 2005).

Moisture yang mengisi penuh pori-pori ini ditentukan sebagai total moisture

dan dipandang sebagai moisture bawaan di dalam sampel yang dikumpulkan dalam

keadaan segar, tidak menunjukkan adanya yang dapat dilihat ( visible) pada

permukaan batubara, tidak dibiarkan menjadi kering setelah pengumpulan sampel, dan

sampel diambil dari muka batubara segar yang belum kering. Apabila sampel tidak

memenuhi kriteria ini, maka moisture bawaan dapat ditaksir dengan penentuan

equilibrium moisture (Muchjidin, 2006). Sementara itu, inherent moisture terdapat di

dalam kapiler zat batubara dan berada dalam tekanan dari kelembaban kapiler air

permukaan. Untuk itu banyak energi yang perlu dikeluarkan untuk mengeluarkan air di

dalam permukaan partikel batubara sehingga menguap. Batubara yang hanya

mengandung inherent moisture, tidak akan mengandung air pada permukaan

partikelnya (Cook, 1999).

Volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel batubara

dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi oleh kadar

moisture). Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah

terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan (Muchjidin, 2006). Parameter

kualitas batubara lainnya adalah Fixed Carbon (FC). FC menyatakan banyaknya karbon

yang terdapat dalam material sisa setelah volatile matter dihilangkan. Fixed Carbon

atau kadar karbon merupakan kandungan utama dari batubara. Kandungan inilah yang

paling berperan dalam menentukan besarnya heating value suatu batubara. Semakin

banyak fixed carbon, maka semakin besar heating value-nya. Nilai kadar karbon

diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar moisture

(kelembapan), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring

dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan

13
sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar yaitu berupa nilai fuel ratio

(Komariah, 2012).

Menghitung nilai volatile matter menggunakan rumus :

%VM = ( % yang terbakar + % yang menguap ) - % M…………………………(2.2)

Keterangan :

VM = Volatile matter

M = Moisture

Kandungan abu (ash) merupakan jumlah residu yang dihasilkan dari

pembakaran batubara. Kandungan abu berasal dari hasil sisa pembakaran batubara.

Keberadaan kandungan abu pada lapisan batubara dikarenakan senyawa organik dan

anorganik yang merupakan hasil dari rombakan material disekitarnya yang bercampur

pada saat transportasi, sedimentasi dan pembatubaraan (Sidiq, 2011). Sementara itu,

kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat

heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Sulfur dalam batubara

thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena sulfur dapat mempengaruhi sifat-

sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas

produk dari besi baja. Oleh karena itu dalam komersial, sulfur dijadikan batasan

garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit (Rismayanti, 2012).

Menghitung presentasi kadar abu dengan menggunakan rumus :

% Abu = (𝑀3−𝑀4)/ (𝑀2−𝑀1) X 100%....................................(2.3)

Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang

menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda

dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor

merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan

oleh suatu benda. Panas yang dilepas oleh batubara bila dibakar di udara merupakan

besaran yang sangat penting dalam menganalisis batubara. Energi yang dibebaskan ini

14
berasal dari adanya interaksi eksotermis senyawa hidrokarbon dengan oksigen.

Material lainnya seperti moisture, nitrogen, sulfur, dan zat mineral juga mengalami

perubahan kimia, tetapi kebanyakan reaksinya endotermis dan akan mengurangi

energi yang sebenarnya ada dalam batubara (Muchjidin, 2006).

Nilai fix carbon didapat dengan rumus :

FC = 100% - % M -% A – VM………………………………………(2.4)

Keterangan :

FC : Fix Carbon %

M : Moisture %

A : Ash %

VM : Volatile matter %

Ada tiga faktor yang mempengaruhi kualitas batubara yaitu umur, temperatur

dan tekanan (Muchidin, 2006):

1. Umur

Umur batubara adalah kapan suatu batubara atau coalification terjadi. Untuk

menyederhanakan periode waktu khususnya pada periode kapan kebanyakan

batubara terbentuk, maka para ahli geologi membuat suatu tabel yang

membagi-bagi umur atau zaman menjadi beberapa periode seperti terlihat

pada tabel 2.2

Tabel 2. Simplified Geological Time Scale.

PERIODE KURUN WAKTU


Quarternary Sekarang – 2 Juta tahun lalu
Tertiary 2 – 65 Juta tahun lalu
Cretaceous 65 – 135 Juta tahun lalu
Jurassic 135 – 180 Juta tahun lalu
Triasic 180 – 225 Juta tahun lalu
Permian 225 – 275 Juta tahau lalu

Carboniferous 275 – 350 Juta tahun lalu

15
Devonian 350 – 410 Juta tahun lalu

2. Temperatur

Temperatur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi rank atau kualitas

batubara. Sumber panas tersebut dapat berasal dari :

a. Geothermal Gradient

b. Igneous Intrusion

3. Tekanan

Efek tekanan sangat berperan pada saat awal pembentukan batubara atau

coalification sampai tercapainya rank high volatile bituminous. Efek ini

merupakan pemerasan atau “squeezing out of the water”.

16
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Praktikum kali ini menggunakan alat dan bahan sebagai penunjang praktikum.

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Muffle Furnace FO 310

Muffle Furnace berfungsi untuk mengeringkan sampel bubuk.

Gambar 3.1 Muffle Furnace FO 310.

2. Desikator

Desikator berfungsi untuk mendinginkan sampel bubuk setelah dipanaskan

muffle furnace.

17
Gambar 3.2 Desikator.

3. Neraca analitik

Neraca analitik berfungsi untuk mengukur berat atau massa sampel bubuk.

Gambar 3.3 Neraca analitik.

4. Cawan

Cawan berfungsi sebagai wadah untuk sampel bubuk.

Gambar 3.4 Cawan.

5. Spatula

Spatula berfungsi untuk memasukkan sampel bubuk ke dalam cawan.

18
Gambar 3.5 Spatula.

6. Pinset panjang

Pinset panjang berfungsi untuk memudahkan dalam memindahkan cawan.

Gambar 3.6 Pinset panjang.

7. Mortar baja

Mortar baja berfungsi untuk mengancurkan batuan menjadi ukuran butir kecil.

19
Gambar 3.7 Mortar baja.

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut.

1. Sampel bubuk

Sampel bubuk berfungsi sebagai objek yang diamati.

Gambar 3.8 Sampel bubuk kelompok 1.

2. Alkohol

Alkohol berfungsi untuk membersihkan alat yang digunakan.

20
Gambar 3.9 Alkohol.

3. Alat tulis

Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil data saat praktikum.

Gambar 3.10 Alat tulis.

4. Tissue

Tissue digunakan untuk membersihkan alat-alat yang sudah digunakan.

21
Gambar 3.11 Tisu.

3.2 Prosedur Praktikum

Prosedur percobaan dalam praktikum kali ini terdiri dari beberapa tahapan yang

yang dilakukan pada hari Sabtu, 21 Mei 2022 pukul 07.00 WITA di LAB APBG

Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Adapun

tahapan-tahapan praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan yang akan dibutuhkan dalam praktikum.

Gambar 3.12 Menyiapkan alat dan bahan.

2. Alat dibersihkan terlebih dahulu dan disterilkan menggunakan alkohol.

Gambar 3.13 Membersihkan alat.

22
3. Memasukkan sampel batubara ke dalam krusibel (cawan) menggunakan

spatula yang telah di sterilkan.

Gambar 3.14 Memasukkan sampel ke cawan.

4. Menimbang sampel yang telah dimasukkan kedalam cawan hingga mencapai

berat 1 gram.

Gambar 3.15 Menimbang sampel.

5. Memasukkan cawan kedalam furnace.

Gambar 3.16 Memasukkan cawan ke furnace.

23
6. Mengatur mesin furnace sesuai dengan suhu dan waktu yang diinginkan. Untuk

menganalisis kadar air pada suhu 105˚C selama 1 jam, kadar abu

menggunakan suhu 750˚C selama 2 jam, serta zat terbang pada suhu 950˚C

selama 7 menit.

Gambar 3.17 Mengatur suhu pada furnace.

7. Mengeluarkan sampel yang telah dikeringkan menggunakan sarung tangan dan

tang krusibel.

Gambar 3.18 Mengeluarkan sampel.

8. Mendinginkan krusibel (cawan) yang berisi sampel ke dalam desikator untuk

menghilangkan air setelah sampel dipanaskan.

24
Gambar 3.19 Mendinginkan sampel.

9. Menghitung massa krusibel (cawan) yang berisi sampel yang telah dibakar

menggunakan timbangan digital.

Gambar 3.20 menimbang sampel.

10. Setelah data dari analisis kadar air didapatkan, maka selanjutnya menganalisis

kadar abu dan zat terbang dari sampel. Prosedur percobaan di atas diulangi

tetapi mengatur suhu yang berbeda pada mesin furnace. Selain itu pada

analisis kadar abu, proses pembakaran dilakukan dua kali.

11. Mencatat data-data hasil percobaan yang didapatkan.

BAB IV

25
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil

Berdasarkan hasil praktikum analisis proksimat meliputi moisture content (kadar

air), volatile matter (zat terbang), ash content (kadar abu) dan fixed carbon (kadar

karbon) dari sampel batubara, sehingga dilakukan perhitungan sebagai berikut, untuk

mengetahui kualitas batubara:

4.1.1 Moisture Content (Kadar Air)

Tabel 4.1 Data Penimbangan Moisture Content


Berat cawan (g) Berat cawan + sampel (g) Berat setelah 105oC (g)
W1 W2 W3
10,2756 11,2756 11,1959

Pada saat melakukan penimbangan cawan kosong dengan menggunakan

weighting machine untuk perhitungan moisture content diketahui berat cawan (W1)

adalah 10,2756 gram. Berat sampel batubara saat dilakukan penimbangan dengan

weighting machine adalah 1,0001 gram. Berat cawan dan sampel (W 2) adalah 11,2756

gram. Setelah itu cawan dan sampel kemudian dimasukkan kedalam muffle furnace

dengan menggunakan spatula pada suhu mencapai 105 oC, selama ±1 jam yang

kemudian didinginkan dengan desicator selama ±10 menit hingga dingin, kemudian

menimbang cawan yang berisi sampel yang telah dipanaskan (W 3), diketahui beratnya

11,1959 gram. Perhitungan analisis kadar air (moisture content) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan persentase berikut berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil praktikum:

W2- W3
Moisture (%) = ×100% …………………………….…….(4.1)
W2- W1

11,2756 - 11,1959
Moisture (%) = ×100%
1 1,2756 - 10,2756

26
Moisture (%) = 7,97 %

Keterangan:

W1 = Berat cawan (gram)

W2 = Berat cawan + Berat sampel sebelum dipijar (gram)

W3 = Berat cawan + Berat sampel setelah dipijar (gram)

4.1.2 Ash Content (Kadar Abu)

Tabel 4.2 Data Penimbangan Ash Content.


Berat cawan (g) Berat cawan + sampel (g) Berat setelah 750oC (g)
W1 W2 W3
11,2534 12,2534 12,2303

Pada saat melakukan penimbangan cawan kosong dengan menggunakan

weighting machine untuk perhitungan moisture content diketahui berat cawan (W1)

adalah 11,2534 gram. Berat sampel batubara saat dilakukan penimbangan dengan

weighting machine adalah 1,000 gram. Berat cawan dan sampel (W 2) adalah 12,2534

gram. Setelah itu cawan dan sampel kemudian dimasukkan kedalam muffle furnace

dengan menggunakan spatula pada suhu mencapai 500 oC, selama ±1 jam. Kemudian

menaikkan suhu hingga 750oC selama ±2 jam yang kemudian didinginkan dengan

desicator selama ±10 menit hingga dingin, kemudian menimbang cawan yang berisi

sampel yang telah dipanaskan (W 3), diketahui beratnya 12,2303 gram. Perhitungan

analisis ash content (Kadar Abu) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

persentase berikut berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum:

W3 - W 1
Ash (%) = ×100%………………………………………(4.2)
W2 - W1
12,2303 - 11,2534
Ash (%) = ×100%
12,2534 - 11,2534
Ash (%) = 97,69 %

Keterangan:
W1 = Berat cawan (gram).

27
W2 = Berat cawan + Berat sampel sebelum dipijar (gram).

W3 = Berat cawan + Berat sampel setelah dipijar (gram).

4.1.3 Volatile Matter (Zat Terbang)

Tabel 4.3 Data Penimbangan Volatile Matter


Berat cawan tertutup+
Berat cawan tertutup (g) Berat setelah 950oC (g)
sampel (g)
W1 W3
W2
17,2995 18,2995 17,8421

Pada saat melakukan penimbangan cawan kosong dengan menggunakan

weighting machine untuk perhitungan moisture content diketahui berat cawan (W1)

adalah 10,3846 gram. Berat sampel batubara saat dilakukan penimbangan dengan

weighting machine adalah 1,0002 gram. Berat cawan dan sampel (W 2) adalah 11,3848

gram. Setelah itu cawan dan sampel kemudian dimasukkan kedalam muffle furnace

dengan menggunakan spatula pada suhu mencapai 950 oC selama 7 menit, kemudian

didinginkan dengan desicator selama ±10 menit hingga dingin, kemudian menimbang

cawan yang berisi sampel yang telah dipanaskan (W 3), diketahui beratnya 10,5085

gram. Perhitungan analisis volatile matter (zat terbang) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan persentase berikut berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil praktikum:

W2 - W 3
VM ( % ) = ×100% - Moisture ( % ) ………………………….(4.3)
W2 - W 1

18,2995 -17,8421
VM ( % ) = ×100% − 7,97 %
18,2995 -17,2995

VM(%) = 45,74 %

Keterangan:

W1 = Berat cawan + tutup (gram)

W2 = Berat cawan + tutup + Berat sampel sebelum dipijar (gram)

28
W3 = Berat cawan + tutup + Berat sampel setelah dipijar (gram)

Berdasarkan perhitungan moisture content, ash content, dan volatile matter

diatas, maka praktikan dapat melakukan perhitungan untuk mengetahui fixed carbon

dari sampel batubara. Perhitungan yang dilakukan pada analisis proksimat

menggunakan rumus persentase untuk analisis kadar karbon tertambat dengan

menggunakan data-data yang telah dihitung diatas. Berikut ini perhitungan fixed

carbon berdasarkan data-data yang telah didapatkan pada saat melakukan kegiatan

praktikum.

FC =100% - ( Moisture+Ash +VM )……………………………….(4.4)

FC = 100% - ( 7,79 % + 97,79 % + 45,74 % )

FC = -51,32 %

Keterangan:

FC = Fixed carbon

Moisture = Moisture content

Ash = Ash content

VM = Volatile matter

4.2 Pembahasan

Analisis proksimat merupakan teknik analisis kualitas pada batubara yang

meliputi analisis pengujian kimia terhadap moisture, kandungan abu, kandungan zat

terbang, dan kadar karbon yang menggunakan cawan sebagai wadah sampel dalam

pengukuran berat sampel. Pengukuran berat cawan (W 1) perlu dilakukan sebagai data

analisis karena cawan merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Praktikum

analisis proksimat kali ini memiliki standar sendiri dalam menentukan berat sampel,

yaitu sebesar 1 gram. Setelah pengukuran sampel dan cawan (W 2) telah dilakukan,

proses selanjutnya adalah proses pemijaran dengan menggunakan furnace. Sampel

29
yang telah dipijar akan dimasukkan ke dalam desikator sampai sampel aman untuk

dipegang. Proses penimbangan sampel dan cawan setelah pemijaran (W 3) akan

kembali dilakukan setelah sampel dikeluarkan dari desikator.

Praktikum kali ini menggunakan sampel batubara yang telah digerus dan diayak

menggunakan ayakan 65 mesh yang menjadi standar analisis proksimat kali ini.

sampel batubara pada praktikum ini memiliki kadar air (moisture) sebesar 7,97 %,

kadar abu sebesar 97,79% , kandungan zat terbang sebesa 45,74% sehingga diperoleh

kadar karbon tertambat sebesar 98,7002 % . Hasil kadar karbon yang tertambat

diperoleh hasil (-) hal ini dikarenakan terjadi human error pada saat melakukan

praktikum sehingga berdasarkan hasil analisis proksimat kali ini menandakan bahwa

batubara yang menjadi sampel uji kali ini merupakan jenis batubara bittuminous.

Batubara bittuminous merupakan jenis batubara yang memiliki nilai kalor yang

tinggi, mengandung 86% karbon dengan sedikit kandungan air, abu, dan sulfur.

30
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis proksimat dilakukan dengan tujun untuk memperoleh kadar kandungan

air, kadar abu, kandungan zat terbang, dan kadar karbon tertambat. Data

analisis proksimat didapatkan melalui praktikum yang dilakukan di laboratorium

berupa berat cawan, berat sampel dan cawan, serta berat sampel dan cawan

setelah pembakaran 105oC selama 1 jam untuk moisture content. Data berupa

berat cawan, berat sampel dan cawan, serta berat sampel dan cawan setelah

pembakaran 500oC selama 1 jam dan suhu 750 oC selama 2 jam untuk ash

content. Data berupa berat cawan bertutup, berat sampel dan cawan bertutup,

serta berat sampel dan cawan bertutup setelah pembakaran 950 oC selama 7

menit untuk volatile matter. Data yang telah dihitung berupa kandungan air,

kadar abu, dan kandungan zat terbang akan diolah untuk mencari nilai

persentase fixed carbon.

2. Hasil analisis proksimat yang telah dilakukan memperoleh sampel batubara

yang menjadi sampel uji merupakan batubara jenis bittuminous karena memiliki

kadar air sebesar 7,97%, kadar abu sebesar 97,79%, kandungan zat terbang

sebesar 45,74%, dan kadar karbon tertambat sebesar -51,32% yang mana

adanya human error saat pengambilan data.

31
3. Pemanfaatan yang akan dilakukan oleh suatu perusahaan sangat berpengaruh

pada kualitas suatu batubara. Batubara dengan berbagai kualitas dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, namun pada dasarnya batubara

digunakan sebagai bahan bakar.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk laboratorium

Keadaan, suasana, dan kebersihan dalam ruang praktikum mohon

dipertahankan. Ruangan praktikum yang bersih juga dapat membuat pratikan nyaman

melakukan praktikum.

5.2.2 Saran untuk asisten

Pengetahuan setiap asisten dapat membantu praktikan untuk lebih cepat

mengerti. Sikap disiplin asisten juga dapat membangun karakter praktikan sehingga

praktikan dapat lebih baik lagi kedepannya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. 2014. Batuan. Jakarta: Kemendikbud.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, 2015, “ Monitoring dan Evaluasi Atas Hasil
Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubawa Provinsi
Bengkulu, Lampung, dan Banten”, Makalah, Jakarta, 22 April 2015.

Hadi, A.I, et al, 2012. Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar
ASTM, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia, Jurusan Fisika, FMIPA. Universitas
Bengkulu, Bengkulu

Jannah, M. 2010. Karakterisasi Produk Biosolubilisasi Batubara Lignit oleh Kapang


Indigenous dari Tanah Pertambangan Sumatera Selatan . Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Mackowsky M.TH, 1982. Minerals and Trace Elements Occuring in Coal, In Stach E. et
al : Stach’s Texbook of Coal Petrology. Geb Borntraeger. Berlin-Stuttgart.

Malaidji, E., Anahariah, Budiman, A. A. 2018. Analisis Proksimat, Sulfur, dan Nilai Kalor
dalam Penentuan Kualitas Batubara di Desa Pattappa Kecamatan Pujananting
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Jurnal Geomine.

Ranton J.J., 1982, Mineral matter in coal In Meyer.

Rao, D. V. S., & Gouricharan, T. Coal Processing and Utilization. India: CRC Press.

Soejitno, H. T. 1997. Batubara Harapan Masa Depan. Jakarta: PT. Rosda Jayaputra.

Sukandarrumidi. 2006. Batubara Dan Pemanfaatannya, (Pengantar Teknologi Batubara


Menuju Lingkungan Bersih). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Speight, J.G. 2005. Handbook of Coal Analysis. Kanada: John Wiley & Sons.

33
Sulistyo, A. B., & Rinaldi, A. 2020. Pemilihan Komposisi Batubara GC-8 atau SMM untuk
Mendapatkan Kualitas dan Biaya Produksi yang Optimum di PT. Vinysea.
Serang. Jurnal InTent. Vol. 3 No. 2.

34

Anda mungkin juga menyukai