Anda di halaman 1dari 34

i

Bidang Unggulan: 3/Energi, Transportasi, dan Lingkungan


Kode/Nama Bidang Ilmu: 445/Teknik Material (Ilmu Bahan)

LAPORAN
HIBAH PENELITIAN MAGISTER TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS UDAYANA

PEMBUATAN FILTER KERAMIK


UNTUK PRODUKSI AIR BERSIH
DARI TANAH LIAT DAN SEKAM PADI

TIM PENGUSUL:
1. Ir.Yenni Ciawi, Ph.D. NIDN: 0018116606
2. Prof.Dr.Ir.I Made Alit Karyawan Salain, DEA. NIDN:
0004046202
3. I Ketut Diartama Kubon Tubuh

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER 2016
ii

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ....................................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................................ iii
Ringkasan ........................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Khusus Penelitian dan Batasan Penelitian Tahun Berjalan .............................. 2
1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian Ini .................................................... 2
1.4 Potensi Hasil Penelitian ................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4
2.1 Penurunan Kualitas Air ................................................................................................. 4
2.2 Penyaringan air ............................................................................................................. 5
2.3 Filter Keramik .............................................................................................................. 6
2.3.1 Keramik ..................................................................................................................... 6
2.3.2 Pembuatan Keramik ................................................................................................... 6
2.3.3 Karbon Aktif .............................................................................................................. 7
2.4 State of The Art Penelitian tentang Filter Keramik ....................................................... 8
2.4.1 Penggunaan Filter Keramik dalam Pengolahan Air Minum ..................................... 9
2.4.2 Keamanan Saringan Keramik untuk Air Minum ........................................................ 9
2.4.3 Aplikasi Filter Keramik dalam Pengolahan Air Limbah ........................................... 10
2.4.4 Aplikasi Bio-keramik dalam Pengolahan Gas ........................................................... 10
2.5 Kuat Tekan Filter Keramik .......................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 12
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 12
3.2 Pembuatan Benda Uji .................................................................................................... 12
3.3 Rancangan Penelitian dan Metode Kerja ..................................................................... 13
3.4 Roadmap Penelitian ...................................................................................................... 14
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN............................................................. 15
4.1 Biaya ……………………….............................................................................................. 15
4.2 Jadwal Kegiatan ............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16
LAMPIRAN 1 JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN ........................................ 19
LAMPIRAN 2 DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN ........... 21
LAMPIRAN 3 SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI ………………………… 22
LAMPIRAN 4 BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI ..................... 23
LAMPIRAN 5 SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN ................... 33
iii

RINGKASAN

Banyaknya kasus kanker di desa-desa di tepi Danau Batur dapat berhubungan dengan pola hidup
masyarakat yang menggunakan air danau dan air sumur di tengah lahan pertanian sebagai air
minum. Air tersebut sudah pasti telah tercemar pupuk dan pestisida dalam sistem pertanian
intensif yang diterapkan oleh para petani. Buktinya tanaman eceng gondok tumbuh dengan subur
dan pendangkalan danau telah terjadi. Masyarakat tidak punya pilihan lain sumber air minum,
sebab itu air ini harus bisa diolah sehingga layak digunakan sebagai air baku air minum.
Pengolahannya harus sederhana dan bisa dijangkau biayanya oleh masyarakat. Salah satu caranya
adalah dengan menyaringnya. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki potensi pembuatan filter
keramik ramah lingkungan dari bahan tanah liat dan sekam padi yang dapat menyaring air kotor
menjadi air bersih (air kelas IV baku mutu air dalam Lampiran 2 Peraturan Pemerintah RI No. 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Bahan yang
dibutuhkan mudah diperoleh, yaitu tanah liat dan bahan pengisi berupa sekam padi. Metode yang
digunakan cukup sederhana yaitu dengan mencampur tanah liat dan bahan pengisi, mencetak,
mengeringkan, dan membakarnya. Aspek yang diteliti adalah pengaruh komposisi bahan
terhadap kualitas filter yang dihasilkan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah laju
alir filtrat, kualitas filtrat, kuat tekan filter.

Kata Kunci: air bersih, saringan keramik, kearifan lokal


4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Bali, secara tradisional, ditemukan saringan air yang terbuat dari batu paras berpori,
bentuknya seperti kendi kecil yang diletakkan di dalam kendi besar yang terbuat dari batu juga.
Bedanya adalah kendi yang besar terbuat dari batu pejal. Air ditaruh di dalam kendi yang besar
dan perlahan-lahan akan meresap dan tersaring ke dalam kendi kecil melalui pori-pori batu. Air
hasil resapan inilah yang diambil sebagai air minum. Kendi saringan ini masih dapat ditemukan
di beberapa tempat di Bali sebagai warisan nenek moyang, tetapi sayangnya tidak diproduksi lagi.
Sementara itu, banyak sumber air di Bali sudah tercemar, termasuk air Danau Batur.
Aktivitas masyarakat sekitar danau seperti mandi, mencuci, bertani, beternak ikan, telah
mencemari air danau yang merupakan sumber air utama sungai dan danau lain di Bali itu. Tanda-
tanda eutrofikasi sangat jelas terlihat. Salah satu buktinya adalah bertambah suburnya tanaman
eceng gondok. Tanaman ini dapat tumbuh dengan cepat dan menyebabkan pendangkalan danau
(Suparta, 2014). Bagi sebagian masyarakat sekitar Danau Batur, danau juga merupakan sumber
air minum. Di sisi lain, akhir-akhir ini, kasus penyakit kanker di Desa Songan, desa terbesar di
tepi Danau Batur, meningkat dengan tajam (Sutika, 2014 dan pengamatan pribadi). Peneliti
mencurigai bahwa air danau dan sumber air lain yang dikonsumsi masyarakat telah tercemar,
terutama oleh kegiatan pertanian intensifikasi yang banyak menggunakan pupuk dan pestisida
serta kegiatan perikanan intensifikasi dengan jaring keramba atau kuramba dalam bahasa lokal
(pengamatan pribadi). Solusi masalah air minum dapat dilakukan dengan membeli air kemasan
atau air isi ulang, yang bukan merupakan opsi yang baik karena menambah pengeluaran
masyarakat. Cara lain adalah dengan menyaring air. Saringan batu tradisional Bali seharusnya
dapat digunakan. Yang menjadi masalah adalah saringan batu ini sudah sulit ditemukan dan tidak
dibuat lagi.
Di belahan dunia lain, di Brasil, Ron Rivera telah mengembangkan saringan keramik
dalam program pottery for peace (Wagoner, tt). Proses pembuatannya dan cara pemakaiannya
sangat sederhana, tetapi manfaatnya sangat luar biasa untuk masyarakat yang tidak terjangkau
fasilitas air bersih, apalagi air minum. Bentuk saringannya berupa pot gerabah, mirip dengan
saringan kendi batu Bali. Perbedaannya adalah arah aliran airnya. Dalam hal ini, air umpan
dimasukkan ke dalam pot dan dibiarkan tersaring keluar pot akibat gravitasi dan ditampung
dalam wadah yang lebih besar.
Dalam versi yang lebih canggih, sebenarnya sudah banyak dijual saringan keramik siap
minum yang diproduksi oleh produsen terkenal, tetapi tentu dengan harga yang sangat mahal.
Beberapa contoh saringan air bersih komersil adalah Navaza (Anonim, tt-a), yang dipasarkan
seharga Rp.1,7 juta dengan laju alir 500 L per jam dengan waktu pakai 2-3 tahun, Rotek
(Anonim, tt-b), saringan keramik SWS untuk kamar mandi dipasarkan dengan harga Rp.120 ribu
(Anonim, tt-c).
5

1.2 Tujuan Khusus Penelitian dan Batasan Penelitian Tahun Berjalan


Tujuan penelitian ini ada tiga, yang pertama adalah menyelidiki komposisi bahan
pembuat saringan keramik dan temperatur bakar terhadap performance saringan, yang ke
dua adalah memproduksi filter keramik ramah lingkungan dengan target khusus produksi
modul filter keramik pada akhir tahun ke-3 (paket teknologi tepat guna) yang murah, mudah
digunakan, kuat (robust), serta mudah diangkut ke tempat terpencil atau ke tempat terkena
bencana yang memerlukan air bersih. Target konsumen saringan ini adalah masyarakat kelas
bawah dan masyarakat di daerah bencana dengan target produksi air bersih. Ke tiga sebagai
tambahan adalah mengetahui struktur kristal keramik yang terbentuk.
Pada tahun ini hanya diteliti mengenai pengaruh komposisi bahan baku filter (tanah
liat dan serbuk gergaji) terhadap kemampuan filter melewatkan air kualitas filtrat yang
dihasilkan serta kuat tekan biskuit keramik berbentuk lempengan.

1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian ini


Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup,
termasuk bagi manusia. Sementara itu, tidak semua sumber air dapat langsung dimanfaatkan
karena berbagai sebab, misalnya air yang terpolusi akibat kegiatan manusia atau akibat
bencana alam. Bahkan, menurut laporan Chrisbiyanto (2014), pada tahun 2015, Indonesia
termasuk negara yang akan menghadapi krisis air bersih.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk memanfaatkan air agar bisa digunakan dan
dikonsumsi, salah satunya adalah dengan penjernihan air. Penjernihan air merujuk ke
sejumlah proses untuk mendapatkan air dengan kualitas tertentu, contohnya air minum, air
untuk proses industri, air untuk aplikasi medis, dan banyak penggunaan lain.
Bagi masyarakat ekonomi lemah yang tidak mempunyai akses terhadap pelayanan air
bersih atau air dari PDAM, salah satu solusi air bersih adalah mengembangkan saringan
keramik murah dengan bahan lokal yang ramah lingkungan dan kuat (robust) sehingga dapat
dimanfaatkan masyarakat di tempat-tempat terpencil dan bahkan di daerah yang terkena
bencana alam. Di Bali, bahan baku saringan keramik ini tersedia berlimpah. Tanah liat dapat
ditemukan di banyak tempat, contohnya di Pejaten, tempat pembuatan genteng tanah liat, di
Gianyar, tempat pembuatan bata merah, bahkan di Desa Batubulan, Gianyar, struktur
tanahnya adalah lempung. Bahan baku lainnya adalah kayu, sekam, dan bahan berkarbon
lainnya tersedia melimpah dan sifatnya terbarukan. Saringan keramik ini direncanakan sangat
6

robust, hemat bahan, mudah dibuat, mudah digunakan, mudah dibawa, murah, sangat ramah
lingkungan, jika tidak terpakai lagi dapat dibuang dengan mudah ke lingkungan tanpa diolah.
Selain itu, sejalan dengan anjuran untuk mengembangkan produk lokal/dalam negeri
dalam rangka melepas ketergantungan pada impor, untuk mengantisipasi kebutuhan air bersih
di masa yang akan datang, maka riset mengenai filter keramik ini sangat layak dan sangat
urgen dilakukan.

1.4 Potensi Hasil Penelitian


Potensi hasil yang bisa didapat di akhir penelitian adalah teknologi tepat guna berupa
modul penyaring keramik yang murah, ringan, mudah digunakan, kuat (robust) sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kebanyakan di daerah terpencil atau di daerah bencana.
Target pemanfaatan modul filter adalah untuk produksi air bersih, bukan air siap minum
(potable wáter). Selain itu, luaran lain yang ditargetkan adalah publikasi di seminar nasional
dan informasi awal untuk paket teknologi tepat guna yang bisa dikembangkan untuk skala
industri.
7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penurunan Kualitas Air


Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu fondasi inti dari
masyarakat yang sehat, sejahtera, dan damai. K u r a n g d a r i 7 5 % r u m a h tangga
di wilayah perkotaan dan kurang dari 53% di pedesaan di Indonesia kekurangan akses air
bersih, yang artinya lebih dari 100 juta orang Indonesia tidak mempunyai akses
langsung terhadap air bersih apalagi air minum sehat (CEDS, 2012). Lebih dari 70% total
penduduk Indonesia tergantung pada air yang diambil dari sumber air yang sudah
terkontaminasi (Thioritz, 2010).
Sistem air bersih dan sanitasi yang baik akan menghasilkan manfaat ekonomi,
melindungi lingkungan hidup, dan vital bagi kesehatan manusia. Tingginya angka kejadian
diare, penyakit kulit, penyakit usus dan penyakit-penyakit lain yang berasal dari air di
kalangan masyarakat berpenghasilan rendah tetap menjadi halangan yang seringkali terjadi
dalam upaya meningkatkan kesehatan anak secara umum. Selain akses yang buruk terhadap
air bersih, kegagalan untuk mendorong perubahan perilaku khususnya di kalangan keluarga
berpenghasilan rendah dan penduduk di daerah kumuh telah memperburuk situasi air bersih
dan sanitasi di Indonesia (Chrisbiyanto, 2014). Tidak hanya di Indonesia, di Bangladesh,
pola serupa juga ditemukan, terutama mengenai kurangnya pengetahuan tentang air minum
sehat (Luoto et al., 2011). Di India, bahkan intervensi pemakaian filter air di rumah tangga
lewat pemakaian filter pot keramik di sekolah-sekolah tidak begitu berhasil meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk memurnikan air untuk minumnya di rumah tangga (Freeman
and Clasen, 2011).
Untuk menghindarkan diri dari penyakit seperti diare, maka air bersih harus
diolah terlebih dahulu agar layak dan sehat untuk diminum. Ada berbagai cara untuk
membuat air bersih agar layak untuk dikonsumsi oleh manusia, salah satunya adalah
dengan penyaringan.

2.2 Penyaringan air


Penyaringan adalah proses pemisahan cairan dari partikel yang terdapat di dalamnya
dengan melewatkan cairan melalui bahan yang permeabel. Menurut Amrih (2005), teknik
penyaringan yang paling sederhana dan mudah menggunakan kain katun yang bersih, yang
dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh, tetapi
8

hasilnya bergantung pada ketebalan dan kerapatan kain. Teknik yang ke dua lebih baik
hasilnya, yaitu menggunakan kapas, yang juga tergantung pada ketebalan dan kerapatan
kapas. Teknik ke tiga adalah aerasi, yaitu mengisikan oksigen ke dalam air sehingga karbon
dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari air dapat
dikurangi atau dihilangkan. Selain itu, partikel mineral yang terlarut dalam air seperti besi
dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan membentuk lapisan endapan yang
nantinya dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi atau filtrasi. Teknik ke empat adalah
saringan pasir lambat (SPL), yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir pada bagian
atas dan kerikil pada bagian bawah. Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku
melewati lapisan pasir terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil. Teknik ke
lima adalah saringan pasir cepat (SPC), sama seperti saringan pasir lambat, tetapi arah
penyaringan air terbalik, yaitu dari bawah ke atas (upflow). Teknik ke-6 adalah gravity-fed
filtering system yang merupakan gabungan dari SPC dan SPL. Air bersih dihasilkan melalui
dua tahap, dengan SPC dulu, kemudian SPL. Untuk mengantisipasi debit air hasil
penyaringan yang keluar dari SPC, digunakan beberapa SPL. Teknik ke-7 adalah saringan
arang, yaitu saringan pasir ditambah dengan satu lapisan arang, yang sangat efektif
menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang dibuat dari kayu atau batok
kelapa, atau lebih baik arang aktif. Saringan arang aktif komersil sudah banyak diproduksi
dengan harga yang relatif mahal, contohnya Navaza (Anonim, tt-a), untuk saringan dengan
produk air untuk mandi dan mencuci, filter yang diklaim dapat digunakan 3-5 tahun dijual
dengan harga Rp1,7 juta-Rp.1,95 juta. Saringan air sederhana/tradisional merupakan
modifikasi dari saringan pasir arang dan saringan pasir lambat, dan menggunakan lapisan
pasir, kerikil, batu, arang, dan ijuk. Teknik yang lain menggunakan filter keramik yang dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat dipersiapkan dan digunakan untuk
keadaan darurat. Campuran perak yang berfungsi sebagai disinfektan dapat ditambahkan
pada filter. Filter dapat disikat untuk membersihkannya (Freeman et al., 2012)
Saringan bentuk lain terbuat dari cadas, bentuknya seperti kendi/lumpang, umum
digunakan oleh masyarakat di beberapa desa di Bali. Air, dari sumur gali atau dari saluran
irigasi sawah, ditempatkan dalam suatu wadah yang di dalamnya diletakkan lumpang batu
dan air akan tersaring ke dalam lumpang melalui pori-pori batu cadas, namun kecepatan
penyaringan relatif rendah bila dibandingkan dengan SPL, apalagi SPC.
9

2.3 Filter Keramik


2.3.1 Keramik
Keramikos dalam bahasa Yunani berarti suatu bentuk dari tanah liat yang telah
mengalami proses pembakaran. N a m u n , saat ini tidak semua keramik berasal dari
tanah liat, tetapi mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk
padat. Pada umumnya, senyawa keramik lebih stabil terhadap panas (sampai 1200°C,
b a h k a n mencapai 2000°C untuk keramik engineering/keramik oksida) dan bahan kimia
dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah feldspar, clay,
kuarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik yang rapuh (brittle), keras dan kaku sangat
ditentukan oleh struktur kristal yang sangat rumit, komposisi kimia, dan mineral
bawaannya. (Black and Kohser, 2012 dan Carter and Norton, 2007)

2.3.2 Pembuatan Keramik


Ada beberapa tahap dalam proses pembuatan keramik, yaitu:
a. Pengolahan bahan
Tujuannya adalah mengolah berbagai bahan baku menjadi badan keramik plastis
yang telah siap pakai yang dapat dilakukan dengan metode basah maupun kering, secara
manual atau dengan mesin. Di dalamnya termasuk pengurangan ukuran butiran (ditumbuk
atau digiling dengan ballmill), penyaringan (60 – 100 mesh), pencampuran,
pengadukan/mixing) secara manual atau dengan mixer, dan pengurangan kadar air dari
bentuk lumpur yang dikentalkan sehingga diperoleh bahan plastis lalu diangin-anginkan atau
diproses dengan filterpress. Tahap terakhir adalah pengulian untuk menghomogenkan massa
badan tanah liat dan membebaskan gelembung-gelembung udara yang mungkin terjebak.
Massa badan keramik yang telah diuli, disimpan dalam wadah tertutup, kemudian diperam
agar didapatkan keplastisan yang maksimal.
b. Pembentukan
Ada tiga teknik pembentukan benda keramik: dengan tangan (handbuilding), diputar
(throwing), dan dicetak (casting). Pembentukan dengan tangan langsung termasuk teknik
pijit (pinching), teknik pilin (coiling), dan teknik lempeng (slabbing). Teknik putar
tahapannya adalah: centering (pemusatan), coning (pengerucutan), forming (pembentukan),
rising (membuat ketinggian benda), refining the contour (merapikan). Dalam teknik cetak
digunakan cetakan/mold gipsum yang dapat dilakukan dengan 2 cara: cetak padat (tanah liat
plastis) dan cetak tuang (tanah liat lumpur/slip). Keunggulannya adalah bentuk dan ukuran
10

prosuk akan sama persis. Pengeringan adalah untuk menghilangkan air plastis yang terikat
pada badan keramik. Ketika badan keramik plastis dikeringkan akan terjadi 3 proses penting:
(1) Air pada lapisan antar partikel lempung mendifusi ke permukaan, menguap, sampai
akhirnya partikel-partikel saling bersentuhan dan penyusutan berhenti; (2) Air dalam pori
hilang tanpa terjadi susut; dan (3) air yang terserap pada permukaan partikel hilang. Tahap-
tahap ini menerangkan mengapa harus dilakukan proses pengeringan secara lambat untuk
menghindari retak/cracking terlebih pada tahap 1 (Norton, 1975/1976). Proses yang terlalu
cepat akan mengakibatkan keretakan karena hilangnya air secara tiba-tiba tanpa diimbangi
penataan partikel tanah liat secara sempurna, yang mengakibatkan penyusutan mendadak.
Untuk itu, pada tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu kamar dan setelah
tidak terjadi penyusutan, baru dengan sinar matahari langsung atau mesin pengering.
c. Pembakaran
Pembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik, yaitu mengubah massa yang
rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan dalam sebuah
tungku/furnace bersuhu tinggi. Beberapa parameter yang mempengaruhi hasil pembakaran:
suhu sintering/matang, atmosfer tungku dan mineral yang terlibat (Magetti, 1982). Selama
pembakaran, badan keramik mengalami beberapa reaksi-reaksi penting, hilang/muncul fase-
fase mineral, dan hilang berat (weight loss). Untuk benda-benda keramik berglasir,
pembakaran biskuit merupakan tahap awal agar benda yang akan diglasir cukup kuat dan
mampu menyerap glasir secara optimal. Biskuit/bisque dibakar pada kisaran suhu 700-
1000oC. Pembakaran biskuit sudah cukup membuat suatu benda menjadi kuat, keras, kedap
air. Pengglasiran dilakukan dengan melapisi biskuit dengan glasir dengan cara dicelup,
dituang, disemprot, atau dikuas. Fungsi glasir pada produk keramik adalah untuk menambah
keindahan, supaya lebih kedap air, dan menambahkan efek-efek tertentu sesuai keinginan.

2.3.3 Karbon Aktif


Karbon aktif adalah karbon padat yang memiliki luas permukaan yang cukup tinggi
berkisar antara 100 dan 2000 m2/g, bahkan melebihi 3000 m2/g karena memiliki pori yang
sangat kompleks yang ukurannya antara 20-500 Angstrom (IUPAC). Sebab itu, karbon aktif
sangat cocok digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas kontak yang besar seperti
adsorpsi (penjerapan) dan katalisis. Dalam kehidupan sehari-hari karbon aktif banyak
digunakan sebagai penjerap bahan beracun termasuk bakteri untuk mengatasi gangguan
pencernaan, juga dalam penyaringan air bersih (US EPA, 2015).
11

Secara umum karbon aktif ini dapat dibuat dari bahan dasar batu bara atau biomasa,
atau bahan lain yang mengandung unsur karbon yang besar. Dewasa ini karbon aktif yang
berasal dari biomasa banyak dikembangkan para peneliti karena bersumber dari bahan yang
terbarukan dan lebih murah. Bahkan karbon aktif dapat dibuat dari limbah biomasa seperti
kulit kacang-kacangan, limbah padat pengepresan biji–bijian, ampas kulit buah, dan lain
sebagainya.
Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pengaktifan secara
fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika pada dasarnya dilakukan dengan cara
memanaskan bahan baku pada suhu yang cukup tinggi (600–9000C) pada kondisi miskin
udara (oksigen), kemudian pada suhu tinggi tersebut dialirkan media pengaktif seperti uap
air dan CO2. Sedangkan pada pengaktifan kimiawi, bahan baku sebelum dipanaskan
dicampur dengan bahan kimia tertentu seperti KOH, NaOH, K2CO3 dan lain sebagainya.
Biasanya pengaktifan secara kimiawi tidak membutuhkan suhu tinggi seperti pada
pengaktifan secara fisika, namun diperlukan tahap pencucian setelah diaktifkan untuk
membuang sisa–sisa bahan kimia yang dipakai. Sekarang ini telah dikembangkan
penggabungan antara metode fisika dan kimia untuk mendapatkan sekaligus kelebihan dari
kedua tipe pengaktifan tersebut (Romanos et al., 2012 dan Bareev et al. ,2001).

2.4 State of the Art Penelitian tentang Filter Keramik


Dalam filter keramik, pembuatan keramik dan karbon aktif dilakukan bersamaan.
Pori-pori dalam keramik dan karbon aktif yang terbentuk selama pembakaran akan secara
bersama-sama berfungsi sebagai filter. Sebayang et al. (2009) menggunakan zeolit alam dan
arang sekam padi mendapatkan bahwa komposisi optimum arang sekam padi adalah 40% b/b
dan 60% zeolit dengan suhu sintering 10000C. Keramik yang dihasilkan mempunyai fasa
mayor mordenite dan fasa minor clinoptilolite dan mempunyai porositas 66,05%. Oyanedel-
Craver and Smith (2008) menemukan bahwa penambahan koloid perak dapat mendeaktivasi
bakteri yang ada dalam air yang disaring, konsentrasi koloid perak berbanding lurus dengan
daya antibakterinya.

2.4.1 Penggunaan filter keramik dalam pengolahan air minum


Sampai saat ini lebih 4 juta masyarakat ekonomi lemah di seluruh dunia yang sudah
menggunakan filter pot keramik (van der Laan et al., 2014). Mellor et al. (2014) juga
mengatakan bahwa aplikasi filter pot keramik efektif mengurangi kejadian diare pada anak
12

batita di Afrika. Namun, dari hasil penelitian selama tiga tahun memperlihatkan bahwa
efektivitas filter pot keramik ini dalam menurunkan kadar bakteri akan hilang setelah tiga
tahun jika perawatan pot tidak dilakukan, pembersihan pot harus dilakukan minimal empat
bulan sekali. Ketersediaan pot pengganti juga menjadi masalah.
Mahlangu et al. (2012). menemukan bahwa pot filter keramik yang dilapisi dengan
perak koloid dapat menurunkan kadar besi, kalsium, magnesium, arsen sehingga memenuhi
baku mutu air minum menurut UU Afrika Selatan dan WHO.
Freeman et al. (2012) melakukan penelitian di India dan menemukan bahwa
penggunaan pot keramik dapat menurunkan kadar TTC (termotolerant coliform) dalam air
minum rumah tangga miskin yang menjadi target studi.
Mwabi et al (2012) membandingkan kinerja beberapa filter keramik (filter pasir
standar, filter zeolit, filter ember, filter tabung, dan filter pot terlapisi koloid) dalam
memurunkan kadar kekeruhan, kadar E.coli dan coliform dan menemukan bahwa pot keramik
yg paling bagus.
Abebe et al. (2014) mendapatkan bahwa penggunaan pot filter dengan kandungan
silver koloid dapat menurunkan kasus diare pada kelompok penderita HIV di Afrika Selatan.
Penggunaan koloid perak sebagai media deaktivasi bakteri dalam filter pot keramik
memperlihatkan bahwa waktu simpan air berpengaruh besar terhadap deaktivasi bakteri.
Sementara itu, deaktivasi virus masih menjadi masalah (van der Laan, 2014).

2.4.2 Keamanan filter keramik untuk air minum


Archer et al. (2011) menemukan bahwa kandungan arsen alami di dalam tanah liat di
Guatemala dapat dikurangi kadarnya dengan membilas saringan keramik berkali-kali.
Kandungan arsen harus diperhatikan. Ambang batas baku mutu menurut WHO adalah 0,01
mg/L. Sementara itu, menurut Zhang et al. (2013), penggunaan filter keramik dalam
pengolahan air minum cukup aman. Produk mikrobial terlarut (soluble microbial product)
yang dihasilkan hanya mempunyai daya mutagenik yang lemah dan bukan merupakan prazat
(precursor) dari produk samping desinfeksi dengan klorinasi. Xiang et al. (2011) melaporkan
bahwa penggunaan biofilter keramik dalam pengolahan air minum cukup efektif menurunkan
kadar senyawa nitrogen dalam air. Dalam hal ini, keramik granul lebih efektif dari keramik
kolom.
13

2.4.3 Aplikasi filter keramik dalam pengolahan air limbah


Han et al. (2013) menemukan bahwa penggunaan partikel keramik dalam pengolahan
limbah organik dapat menurunkan waktu start-up dan temperatur operasi dengan kinerja
penurunan COD dan ammonia yang sama dengan sistem konvensional tanpa filter.
Yamashita dan Yamamoto-Ikemoto (2014) membandingkan penggunaan jenis kayu
yang berbeda bersama-sama dengan serbuk besi dalam mengolah limbah domestik yang
mengandung fosfat dan menemukan bahwa kayu aspen lebih baik kinerjanya daripada kayu
cedar dalam mengurangi kadar nitrat dan fosfat.
Wu et al. (2015) bahkan menggunakan lumpur bekas pengolahan limbah yang
dicampur dengan lempung untuk membuat keramik dan memanfaatkannya dalam pengolahan
sekunder air limbah yang mengandung protein kedelai. Komposisi optimum terdiri atas 25%
lumpur bekas. Filter keramik juga digunakan untuk pengolahan limbah dalam alat trickling
filter (Niu et al., 2014)

2.4.4 Aplikasi Bio-keramik dalam Pengolahan Gas


Marlianto dan Sembiring (tt) menggunakan serbuk kayu damar dalam campuran
kaolin, clay, feldspar, dan kuarsa untuk membuat keramik berpori untuk menyaring gas
buang. Li et al. (2014) menggunakan biokeramik sebagai biotrickling filter yang diinokulasi
dengan Lysinibacillus fusiformis dalam penyaringan gas yang mengandung klorobenzena
(CB) dengan efiesiensi penyaringan sebesar 97,8% dan laju alir maksimum gas CB sebesar
103 gr/m3/jam. Zhao et al. (2014) juga menemukan hal yang hampir sama dalam perlakuan
gas buang industri petrokimia yang mengandung VOC (senyawa organik volátil) yang tak
larut dalam air. Efisiensi degradasi mencapai lebih dari 90%. Filter keramik yang digunakan
berbentuk tumpukan (bed) bola-bola berpori.

2.5 Kuat Tekan Filter Keramik


Salah satu parameter yang akan diukur adalah kekuatan filter. Hal ini berguna karena
aplikasi filter antara lain adalah di tempat-tempat terpencil dan di tempat bencana sehingga
filter harus cukup kuat bertahan selama dalam proses pengangkutan. Untuk filter keramik
yang diaplikasikan untuk gas buang, Marlianto dan Sembiring (tt) mendapatkan harga kuat
tekan 2,5-11,5 N/mm2, sementara Sebayang et al. (2009) mendapatkan harga kuat tekan
sebesar 4,38 Mpa untuk filter keramik berbasis zeolit dan arang sekam padi.
14

Kuat tekan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap beban yang
dilakukan sampai bahan tersebut pecah. Secara umum dapat diketahui hubungan antara
kekuatan terhadap tekanan (pembebanan yang diberikan) adalah seperti di bawah ini.
Fm = P/A
dengan:
Fm = Kuat tekan benda uji setiap perlakuan (Mpa)
P = Beban maksimum yang diberikan hingga benda uji hancur (N)
A = Luas penampang benda uji (mm2)
15

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di UPT Pengembangan Seni dan Teknologi Keramik
dan Porselin Bali, UPT Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana, dan
Laboratorium Bahan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Saringan keramik
yang akan dibuat adalah modul yang berisi biskuit keramik berbentuk lempengan dan
berbentuk kolom yang diharapkan jauh lebih murah dan lebih ringan daripada saringan
keramik berbentuk pot.

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah ballmill untuk menghaluskan dan mencampur bahan
yang sudah disiapkan, alat pencetak, oven/tungku pembakaran untuk membakar saringan,
alat uji kuat tekan (compression test apparatus), spektrofotometer sinar tampak, AAS
(atomic absorption spectrophotometer), seperangkat alat gelas, dan SEM (scanning electron
microscope).

Bahan yang digunakan adalah tanah liat, sekam padi, serbuk gergaji, batok kelapa, air
uji, pelarut, bahan uji COD, BOD.

3.2 Pembuatan Benda Uji


Adapun langkah-langkah pembuatan benda uji secara detil adalah sebagai berikut:
a. Persiapan bahan (Sukarma, 2011)
Persentase pembuatan saringan keramik dilakukan dengan memvariasikan bahan baku
seperti: tanah liat dengan bahan campuran serbuk gergaji yang persentasenya dibuat
bervariasi dari 50%:50% sampai 90%:10%. Bahan baku digiling dengan menggunakan
ballmill selama 3 jam. Variasi komposisi kedua campuran bahan baku dibuat berdasarkan
perbandingan persen massa (Sebayang et al., 2009).
b. Pembentukan
Pencetakan saringan keramik dilakukan dengan alat pencetak sederhana. Untuk
mempermudah pencetakan (lempung tidak menempel pada cetakan) dan mendapatkan hasil
yang bagus tanpa cacat digunakan campuran minyak tanah dan kelapa sawit.
c. Pengeringan
16

Saringan yang telah dibentuk kemudian dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan dalam 2
tahap, yaitu dengan diangin-anginkan di tempat yang terlindung.
d. Pembakaran
Saringan keramik yang telah kering kemudian dibakar pada tungku pembakaran selama 12
jam dengan suhu 9000C. Tahap ini dilakukan di UPT Pengembangan Seni dan Teknologi
Keramik dan Porselin Bali.
e. Pemilihan
Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap ada atau tidaknya pecah-pecah, retak-retak,
perubahan bentuk, suara saringan bila dipukul (nyaring atau tidaknya), ratanya permukaan
dan perubahan warna.

3.3 Rancangan penelitian dan metode kerja


Kekuatan penelitian ini terletak pada kesederhanaan metodenya sehingga diharapkan
keberhasilan penelitian sangat tinggi.
Tahap pertama penelitian adalah pengumpulan sampel tanah liat. Dalam penelitian ini
akan diambil dari bekas galian pondasi rumah di Jl.Dewi Sri, Batubulan. Sampel tanah liat
dapat diambil dari tempat-tempat lain yang struktur tanahnya berupa lempung. Sampel sekam
padi akan diambil dari Tabanan. Luaran tahap ini adalah dokumen foto. Tahap ke dua adalah
pembuatan benda uji. Komposisi awal yang digunakan adalah 60% lempung dan 40% bahan
campuran (sekam padi) (Sebayang et al., 2009). Luaran tahap ini adalah lempengan saringan
keramik kasar (biskuit keramik). Tahap ke tiga adalah pengujian benda uji, yaitu pengukuran
kuat tekan biskuit keramik (Sebayang, 2009). Tahap ke empat adalah pembuatan modul filter.
Rumah filter terbuat dari rakitan wadah plastik yang dasarnya dibuang dan diganti dengan
biskuit keramik yang dihasilkan. Biskuit keramik direkatkan pada wadah dengan lem silikon
bermerek Loxeal (Sikisei Co., Japan) dan tahap ke lima adalah uji coba pemakaian filter
keramik dalam pengolahan air dan kemampuan saringan melewatkan air. Pada tahap ini yang
akan diukur adalah tingkat kekeruhan air umpan dan air hasil saringan. Metode yang
digunakan adalah kolorimetri menggunakan spektrofotometer Spectronic 20 pada panjang
gelombang 600 nm (sinar tampak).
Tahap ke enam adalah ulangan dari tahap ke dua tetapi dengan variasi komposisi
bahan campuran. Akan dilakukan percobaan dengan 4 komposisi bahan campuran (40%-
60%) tergantung pada hasil yang diperoleh dari tahap ke dua. Tahap ke tujuh adalah
pengukuran kualitas air yang telah melewati saringan. Pada tahap ini yang akan diukur
17

adalah kualitas air yang meliputi kekeruhan, COD, BOD, konsentrasi E.coli dan coliform
(Robyt and White, 1990). Luaran tahap ini adalah data hasil analisis air umpan dan air hasil
saringan. Tahap ke delapan adalah pengujian kuat tekan saringan keramik. Tahap ini akan
dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana (ASTM C-170,
Sebayang, 2009). Luaran tahap ini adalah data kuat tekan yang dapat ditanggung oleh
saringan keramik. Tahap ke sembilan adalah pembuatan laporan akhira.

3.4 Roadmap Penelitian Tahun Berjalan dan Jadwal Penelitian


Roadmap penelitian tahun berjalan diberikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Roadmap Penelitian


18

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Tanah Liat


Hasil pengujian tanah liat yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana didapat data sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tanah
No Pengujian Tanah Hasil
1 Kadar Air 49,25 %
2 Berat Jenis 4,62
3 Batas Cair 67,7 %
4 Batas Plastis 36,5 %
5 Indeks Plastis 31,2 %

Dari hasil pengujian tanah liat diketahui tanah sampel termasuk lempung mineral Illite
dan memiliki plastisitas tinggi karena indeks plastis >17%. Langkah-langkah pengujian dapat
dilihat pada lampiran D.

4.2 Hasil Campuran Tanah Liat Dan Sekam Padi


Proses pencampuran tanah liat dan sekam padi dilakukan dengan menggunakan potmill
dengan kapasitas 3 kg. Hasilnya diberikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pencampuran
Campuran Benda Uji
Jenis
No. Tanah Liat Sekam Padi Hasil Campuran
Benda Uji
(%) (kg) (%) (kg)
1 A 80 2,4 20 0,6 Tercampur baik
2 B 85 2,55 15 0,45 Tercampur baik
2 C 90 2,7 10 0,3 Tercampur baik
3 D 95 2,85 5 0,15 Tercampur baik
4 E 97 2,91 3 0,09 Tercampur baik
6 F 100 3 0 0 Tercampur baik

4.3 Pengujian Kelolosan Air Melewati Filter


Pengujian dilakukan menggunakan alat yang sederhana. Air yang digunakan adalah air
yang berasal dari PDAM. Filter yang diuji berjumlah 2 buah dari setiap komposisi benda uji.
Pengujian dilakukan sampai air seluruhnya melewati filter. Hasil pengujian diberikan pada
Tabel 4.3 dan Gambar 4.1.
19

Tabel 4.3 Rata-rata kecepatan aliran air

Rata-Rata 60 menit
No Jenis Benda Uji
pertama (ml/menit)
1 A 8,83
2 B 13,34
3 C 7,84
4 D 10,55
5 E 11,1
6 F 0

Gambar 4.1 Grafik kelolosan air melewati filter

Benda uji B memiliki kecepatan aliran air yang paling lambat di antara benda uji yang
lain, ini dapat disebabkan oleh banyak faktor di antaranya pada proses pencetakan masih
dilakukan secara manual sehingga tekanan yang diberikan dalam proses pencetakan tidak
merata. Tetapi hasil penelitian ini memiliki kecenderungan semakin banyak bahan
pencampur, semakin besar air yang dapat melewati saringan.

4.4 Hasil Pengujian Kualitas Air Tahap Pertama


Air uji yang digunakan adalah dari air Tukad Badung dengan lokasi pengambilan air di
belakang pasar Kumbasari. Parameter yang diuji pada tahap pertama adalah COD, BOD, dan
Kekeruhan, didapat hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.4. Pengujian kualitas air dilakukan
di UPT Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana.
20

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kualitas Air Tahap I


Hasil Analisis
No Kode Sampel Satuan
BOD COD Kekeruhan
1 Air Baku/Umpan mg/L 11,5 36,656 103,393
2 Filter A1 mg/L 5,86 28,322 38,102
3 Filter A2 mg/L 9,71 21,325 8,03
4 Filter B1 mg/L 9,37 30,662 54,797
5 Filter B2 mg/L 5,47 21,658 10,426
6 Filter C1 mg/L 6,83 33,320 100,374
7 Filter C2 mg/L 6,78 32,420 19,693
8 Filter D1 mg/L 4,47 17,993 6,379
9 Filter D2 mg/L 8,91 20,317 35,201
10 Filter E1 mg/L 9,37 30,662 54,797
11 Filter E2 mg/L 5,47 21,658 10,426

Tabel 4.5 Hasil Kualitas Air Benda Uji C2 dan D1


Baku Mutu Air Pergub. Bali
Hasil
No. 8/2007
No Parameter Satuan
Filtrat Benda Uji Kela Kelas Kelas Kelas
Sampel
C2 D1 sI II III IV
1 COD mg/l 36,656 32,420 17,993 10 25 50 100
2 BOD mg/l 11,5 6,78 4,47 2 3 6 12
3 Kekeruhan Mg SiO2/l 103,393 19,693 6,376 - - - -

Dua filter dengan hasil filtrat yang paling baik nilai BOD, COD, dan kekeruhannya
adalah C2 dan D1. Jika dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali No. 8/2007, nilai COD
masuk ke dalam kelas III untuk C2 sedangkan D1 masuk ke dalam kelas II, nilai parameter uji
BOD masuk ke dalam kelas IV untuk C2 sedangkan D1 masuk ke dalam kelas III, sedangkan
nilai kekeruhan tidak tercantum dalam Peraturan Gubernur Bali No. 8/207 tersebut.
Filtrat benda uji C2 masuk ke dalam kelas IV sedangkan filtrat benda uji D1 masuk ke
dalam kelas III. Air kelas III menurut buku peraturan Peraturan Gubernur Bali No. 8/2007
adalah air yang peruntukannya pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertamanan dan peruntukan lainnya yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
21

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian BOD

Hasil pengujian BOD (biological oxygen demand) yang dituangkan dalam grafik, yaitu
banyaknya oksigen dalam ppm yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan
organik mengalami penurunan yang signifikan setelah melewati filtrat D1 menjadi 4,74 dari
air sampel sebesar 11,5, jadi filtrat D1 berhasil menurunkan kadar BOD dalam air.

Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengujian COD


22

Hasil pengujian COD (chemical oxygen demand) yang dituangkan dalam grafik, yaitu
banyaknya oksigen dalam ppm yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan-
bahan organik secara kimia mengalami penurunan setelah melewati filtrat C2 menjadi 14,994
dari air sampel sebesar 36,656, jadi saringan C2 berhasil menurunkan kadar COD dalam air.
Dengan berkurangnya oksigen dapat menghambat kemampuan mikroorganisme untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air.

Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan


Hasil pengujian kekeruhan yang dimasukkan ke dalam grafik menunjukkan hasil, adaya
perubahan kekeruhan dari air sampel sebesar 103,393 menjadi 6,376 pada filtrat B1, jadi
filtrat B1 dapat menurunkan kadar kekeruhan dalam air sampel.

4.5 Hasil Pengujian Tahap II


Pengujian tahap kedua dilakukan di UPT Laboratorium Analitik dan Laboratorium
Biology Universitas Udayana. Pengujian tahap II menggunakan air sampel yang sama dengan
pengujian tahap I hanya saja parameter yang diujikan lebih banyak diantaranya, COD, BOD,
Coliform, dan E.coli. hasil yang diperoleh dituangkan ke dalam Tabel 4.5 dan Grafik.
23

Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan


Hasil pengujian kekeruhan yang dimasukkan ke dalam grafik menunjukkan hasil, adaya
perubahan kekeruhan dari air sampel sebesar 103,393 menjadi 6,376 pada filtrat B1, jadi
filtrat B1 dapat menurunkan kadar kekeruhan dalam air sampel.

4.5 Hasil Pengujian Tahap II


Pengujian tahap kedua dilakukan di UPT. Laboratorium Analitik dan Laboratorium
Biology Universitas Udayana. Pengujian tahap II menggunakan air sampel yang sama dengan
pengujian tahap I hanya saja parameter yang diujikan lebih banyak diantaranya, COD, BOD,
Coliform, dan E.coli. hasil yang diperoleh dituangkan ke dalam Tabel 4.5 dan Grafik.

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tahap II.


Hasil
Kode
No COD BOD5 Coliform E.coli
Sampel
(mg/L) (mg/L) (MPN/100mL) (MPN/100mL)
1 Sampel 9,08 4,38 1100 240
2 A1 9,08 4,27 75 23
3 A2 7,57 3,39 70 4
4 B1 7,27 3,69 110 0
5 B2 7,42 3,58 100 7
6 C1 6,66 3,11 180 0
7 C2 7,72 3,56 210 0
8 D1 5,90 2,93 90 0
24

9
D2 5,90 2,94 93 4
10 E1 7,27 3,69 23 0
11 E2 7,42 3,58 25 25

Tabel 4.7 Hasil kualitas air benda uji D2 dan B2


Baku Mutu Air Pergub. Bali No.
Hasil
Parame 8/2007
No Satuan
ter Filtrat Benda Uji Kelas Kelas Kelas
Sampel Kelas I
D2 B2 II III IV
1 COD mg/L 9,08 6,66 5,90 10 25 50 100
2 BOD mg/L 4,38 3,01 2,94 2 3 6 12
Colifor MPN/1
3 1100 25 23 500 5000 10000 10000
m 00mL
MPN/1
4 E.coli 240 93 0 - - - -
00mL

Jika hasil penelitian air sampel dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali
no.8/2007, nilai air sampel parameter uji BOD masuk dalam kelas III, COD masuk dalam
kelas I, coliform masuk dalam kelas II, sedangkan E.coli tidak masuk dalam kelas manapun,
karena baku mutu air Pergub. Bali No. 8/2007 tidak terdapat E.coli. Dengan demikian air
sampel masuk kedalam kelas III Peraturan Gubernur Bali No. 8/2007.
Pada hasil filtrat benda uji D2, parameter uji BOD masuk pada kelas III, COD masuk
pada kelas I, coliform masuk pada kelas I, dan untuk E.coli tidak masuk kemanapun karena
baku mutu air Peraturan Gubernur Bali No. 8/2007 tidak terdapat nilai untuk E.coli. Maka
untuk hasil air filtrat benda uji D2 masuk dalam kelas II Peraturan Gubernur Bali No.8/2007.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan
lainya yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Untuk hasil filtrat benda uji B2, parameter uji BOD masuk pada kelas II, COD masuk
pada kelas I, Coliform masuk pada kelas I, dan untuk E.coli tidak masuk kemanapun karena
baku mutu air Peraturan Gubernur Bali No. 8/2007 tidak terdapat nilai untuk E.coli. Jadi
untuk hasil filtrat benda uji B2 masuk dalam kelas I. Yaitu air yang peruntukannya dapat
digunakan sebagai air baku air, dan peruntukan lainya yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
25

Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengujian BOD II


Hasil pengujian BOD Tahap II (biological oxygen demand) yang dituangkan dalam
grafik, yaitu banyaknya oksigen dalam ppm yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik mengalami penurunan yang signifikan setelah melewati filtrat D1
menjadi 2.93 dari air sampel sebesar 4.38, jadi filtrat D1 berhasil menurunkan kadar BOD
dalam air sebesar 40%. Dengan berkurangnya oksigen dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dalam air.

Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengujian COD II


Hasil pengujian COD II (chemical oxygen demand) yang dituangkan dalam grafik, yaitu
banyaknya oksigen dalam ppm yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan-
bahan organik secara kimia mengalami penurunan setelah melewati filtrat D1 menjadi 5.90
dari air sampel sebesar 9.08, jadi filtrat D1 berhasil menurunkan kadar COD dalam air
26

sebesar 30%. Dengan berkurangnya oksigen dapat menghambat kemampuan mikroorganisme


untuk mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air.

Grafik Hasil Pengujian Coliform


1200

1000
Rata-rata (mg/L)

800

600
Saringan 1
400 Saringan 2

200

0
Air Baku Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
A1,A2 B1,B2 C1,C2 D1,D2 E1,E2
Jenis Benda Uji

Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengujian Coliform


Hasil pengujian Coliform yang dituangkan dalam grafik, yaitu mikroorganisme yang
mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia mengalami penurunan setelah melewati
filtrat E1 menjadi 23 dari air sampel sebesar 1100 MPN/100mL, jadi filtrat E1 berhasil
menurunkan kadar Coliform dalam air. Dengan berkurangnya oksigen dapat menghambat
kemampuan mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air.
27

Grafik Hasil Pengujian E. coli


300

250
Rata-rata (mg/L)
200

150

100

50

0
Air Baku Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengujian E.coli
Hasil pengujian E.coli yang dituangkan dalam grafik yaitu banyaknya bakteri E.coli
yang terkandung dalam air sampel mengalami penurunan setelah melewati filtrat B1, C1, C2,
D2, dan E1 menjadi 0 dari air sampel sebesar 1100 MPN/100mL, jadi saringan B1, C1, C2,
D2, dan E1 berhasil menurunkan jumlah bakteri E.coli dalam air. Dengan berkurangnya
jumlah bakteri E.coli dapat meningkatkan kualitas air dan dapat digunakan sebagai air baku
air minum yang perlu juga dilakukan pengujian lebih lanjut di Laboratorium Mikrobiologi.

4.6 Pengujian Kuat Tekan


Pengujian kuat tekan ini dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Pengujiana ini sendiri menggunakan mesin
desak. Untuk perhitungan kuat tekan dapat dilihat pada lampiran B. Hasil dari pengujian kuat
tekan dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5.
Tabel 4.8 Hasil pengujian kuat tekan rata-rata
Rata-rata
Kuat Tekan
No Benda UJi No Benda Uji Berat (gr) Kuat Tekan
(MPa)
(MPa)
1 A A1 95 3,564 3,373
A3 98 3,182
2 B B1 152 9,546 9,865
B3 146 10,183
3 C C2 111 4,455 7,001
C4 115 9,546
4 D D1 92 7,001 7,637
28

D3 95 8,273
5 E E5 110 4,582 4,566
E6 105 4,455
6 F F1 175 17,183 16,61
F5 185 16,037

Grafik Kuat Tekan Saringan


18
16
Kuat Tekan (MPa)

14
12
10
8
6
4
2
0
A B C D E F
Jenis Benda uji

Gambar 4.9 Grafik kuat tekan saringan


Dari hasil pengujian kuat tekan yang sudah dilakukan yang terdapat pada Tabel 4.10 dan
Gambar 4.9, saringan F memiliki kuat tekan lebih besar di antara saringan lainya, ini
disebabkan saringan F tidak tercampur dengan sekam padi, hanya tanah liat saja. Dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak tanah liat akan semakin besar kekuatan saringan itu
sendiri.
Dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin sedikit bahan pencampurnya (sekam
padi), semakin besar kuat tekan yang dapat diterima saringan keramik. Hasil tersebut
memiliki kesamaan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Kusuma (2011) yang
mengganti tanah liat dengan lumpur Lapindo pada produksi genteng keramik. Ditemukan
bahwa lumpur memiliki kekuatan yang sama dengan tanah liat setelah menjadi genteng
keramik. Namun, prosesnya memerlukan waktu yang lebih panjang karena lumpur perlu
diturunkan kadar airnya untuk memudahkan proses pencetakan.
29

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Komposisi terbaik bahan baku filter keramik ialah dengan persentase 97% dan sekam
padi 3%, yaitu benda uji D. Kecepatan aliran air benda uji D pada uji kelolosan air
adalah 13,34 ml/menit.
2. Pengujian kualitas air mendapatkan hasil filter no D2 menghasilkan filtrat yang
kualitas airnya paling baik, yaitu BOD = 2.94, COD = 5.90, Coliform = 23, E.coli =
0, dan kekeruhan = 6, 376. Kualitas air meningkat dari kualitas air kelas III menjadi
kualitas air kelas I pada Pergub. Bali No. 8/2007.
3. Kuat tekan yang diterima filter keramik D sebesar 7,637 Mpa.
30

DAFTAR PUSTAKA

Abebe, L.S., Smith, J.A., Narkiewicz, S., Oyanedel-Craver, V., Conaway, M., Singo,
A., Amidou, S., Mojapelo, P., Brant, J., Dillingham, R. (2014). Ceramic water filters
impregnated with silver nanoparticles as a point-of-use water-treatment intervention for
HIV-positive individuals in Limpopo Province, South Africa: a pilot study of
technological performance and human health benefits. J Water Health.12 (2):288-300.
Anonim (2014). Penyerahan hadiah lomba pemenang PKTP. http://www.banglikab.go.id/?
content=berita&mode=73eb4ec1c63ae6fa52c6faf023d3865d. diakses tgl.9 Februari 2015.
Anonim. (tt-a). Navaza, Saringan air. http://www.airminumisiulang.com/product/57/113/
filter_keramik. Diakses tgl.2 Februari 2015.
Anonim. (tt-b). Ceramic water filter project. http://pottersforpeace.com/ceramic-water-filter-
project/. Diakses tgl.10 Februari 2015.
Archer A.R., Elmore, A.C., Bell, E., Rozycki, C. (2011). Field investigation of arsenic
in ceramic pot filter-treated drinking water. Water Sci Technol. 63 (10):2193-8.
Bagreev, A.; Rhaman, H.; Bandosz, T. J (2001). "Thermal regeneration of a spent activated
carbon adsorbent previously used as hydrogen sulfide adsorbent". Carbon 39 (9): 1319–
1326.
Black, J. T. and Kohser, R. A. (2012). DeGarmo's materials and processes in
manufacturing. Wiley. p. 226. ISBN 978-0-470-92467-9.
Carter, C. B. and Norton, M. G. (2007). Ceramic materials: Science and engineering.
Springer. pp.3 & 4. ISBN 978-0-387-46271-4.
Center for Economics and Development Studies Unpad (2012). Akses terhadap air bersih di
Indonesia. http://keberpihakan.org/data/p1%7Ci209%7Cs0%7Ce0. Diakses tgl.1 Februari
2015.
Chrisbiyanto, A. (2014). Indonesia Butuh Air Bersih. http://nasional.sindonews.com/read
/862939/18/indonesia-butuh-air-bersih-1399907826. Diakses tgl.1 Februari 2015.
Das, B.M. (1995). Soil Mechanics. 3th Ed. Pws.Pub.Co.
Donachy, B. (2012). Summaries of Reports and Studies of the Ceramic Water
Purifier. http://www.pottersforpeace.org/ diakses tgl.2 Februari 2015.
Freeman, M.C. and Clasen T. (2011). Assessing the impact of a school-based safe water
intervention on household adoption of point-of-use water treatment practices in southern
India. Am J Trop Med Hyg. 84 (3): 370-8.
Freeman, M.C., Trinies, V., Boisson, S., Mak, G. and Clasen, T. (2012). Promoting
Household Water Treatment through Women's Self Help Groups in Rural India:
Assessing Impact on Drinking Water Quality and Equity. PLoS One 7 (9): e44068.
Han, W., Yue, Q., Wu, S., Zhao, Y., Gao, B., Li, Q., Wang, Y. (2013). Application and
advantages of novel clay ceramic particles (CCPs) in an up-flow anaerobic bio-
filter(UAF) for wastewater treatment. Bioresour Technol. 137: 171-8.
Hardiyatmo, H.C. (2002). Mekanika Tanah I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kusuma, A.A.G.K. 2007. Pemanfaatan Lumpur Lapindo Sebagai Bahan Pengganti Tanah Liat
Pada Produksi Genteng Keramik. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana.
Li, Z.X., Yang, B.R., Jin, J.X., Pu, Y.C., Ding, C. (2014). The operating performance of a
biotrickling filter with Lysinibacillus fusiformis for the removal of high-loading gaseous
chlorobenzene. Biotechnol Lett. 36 (10): 1971-9.
Luoto, J., Najnin, N., Mahmud, M., Albert, J., Islam, M.S., Luby, S., Unicomb, L., Levine,
D.I. (2011). What point-of-use water treatment products do consumers use? Evidence
from a randomized controlled trial among the urban poor in Bangladesh. Plos One 6 (10):
31

e26132.
Mahlangu, O., Mamba, B., Momba, M. (2012). Efficiency of Silver Impregnated Porous Pot
(SIPP) filters for production of clean potable water. Int J Environ Res Public Health. 9
(9): 3014-29.
Marlianto, E. dan Sembiring, A.D. (tt). Pengaruh Aditif Serbuk Kayu dalam Pembuatan
Keramik Berpori untuk Digunakan Sebagai filter Gas Buang.
http://www.researchgate.net/publication/42324045_Pengaruh_Aditif_Serbuk_Kayu_dala
m_Pembuatan_keramik_Berpori_untuk_Digunakan_Sebagai_Filter_Gas_Buang. Diakses
tgl.2 Februari 2015.
Freeman, M, C., Trinies, V., Boisson, S., Mak, G. and Clasen, T. (2012). Promoting
Household Water Treatment through Women's Self Help Groups in Rural India:
Assessing Impact on Drinking Water Quality and Equity PLoS One 7 (9): e44068.
Mellor, J., Abebe, L., Ehdaie, B., Dillingham, R., Smith, J. (2014). Modeling the
sustainability of a ceramic water filter intervention. Water Res. 49: 286-99.
Mwabi, J.K., Mamba, B.B., Momba, M.N. (2012). Removal of Escherichia coli and faecal
coliforms from surface water and groundwater by household water treatment
devices/systems: a sustainable solution for improving water quality in rural communities
of the Southern African development community region. Int J Environ Res Public
Health. 9 (1): 139-70.
Niu, H., Leung, D.Y., Wong, C., Zhang, T., Chan, M., Leung, F.C. (2014). Nitric oxide
removal by wastewater bacteria in a biotrickling filter. J Environ Sci (China). 26 (3): 555-
65.
Osborne, P. (2014). Portable Filter Press. https://www.youtube.com/watch?v=_YyCyobLSJE.
Diakses tgl.2 Februari 2015.
Oyanedel-Craver, V.A. and Smith, J.A. (2008). Sustainable colloidal-silver impregnated
ceramic filter for point-of-use water treatment. Environ Sci Technol. 42 (3): 927-33.
Robyt, J.F. and White, B.J. (1990). Biochemical Techniques Theory and Practice. Waveland
Press, Inc. Prospect Heights, hal. 219.
Romanos, J., Beckner, M., Rash, T., Firlej, L., Kuchta, B., Yu, P., Suppes, G., Wexler,
C. and Pfeifer, P. (2012). Nanospace engineering of KOH activated carbon.
Nanotechnology 23 (1).
Sebayang, P., Muljadi, dan Tetuko, A.P. (2009). Pembuatan Bahan Filter Keramik Berpori
Berbasis Zeolit Alam dan Arang Sekam Padi. Teknologi Indonesia 32 (2): 99-105.
Sukarma, H.R. (2011). Buku Panduan Pembuatan Saringan Keramik. Yayasan Tirta
Indonesia Mandiri www.tirtacupumanik.com.
Suparta, IK. (2014). Legislator Desak Pemda Tangani Pendangkalan Danau Batur.
Antaranews, 14 Agustus 2014. http://bali.antaranews.com/berita/57204/legislator-desak-
pemda-tangani-pendangkalan-danau-batur, diakses tgl.6 Februari 2015.
Sutika, IK. (2014). Danau Batur Bangli Alami Pendangkalan Tujuh Meter. Antaranews, 13
Agustus 2014. http://bali.antaranews.com/berita/57113/danau-batur-bangli-alami-
pendangkalan-tujuh-meter, diakses tgl.6 Februari 2015.
Thioritz, S. (2010). Kajian Solusi Krisis Air Bersih di Indonesia. Mediatek 4 (1): 38-43. US
Environmental Protection Agency (2015). Granular activated carbon.
http://iaspub.epa.gov/
tdb/pages/treatment/treatmentOverview.do?treatmentProcessId=2074826383
van der Laan, H., van Halem, D., Smeets, P.W., Soppe, A.I., Kroesbergen J., Wubbels
G., Nederstigt, J., Gensburger, I., Heijman, S.G. (2014). Bacteria and virus removal
effectiveness of ceramic pot filters with different silver applications in a long term
32

experiment. Water Res. 51: 47-54.


Wu, S., Qi, Y., Yue, Q., Gao, B., Gao, Y., Fan, C., He, S. (2015). Preparation of ceramic
filler from reusing sewage sludge and application in biological aerated filter for soy
protein secondary wastewater treatment. J Hazard Mater. 283: 608-16.
Xiang, H., Lü, X.W., Yang, F., Yin, L.H., Zhu, G.C. (2011). Characteristics of microbial
community and operation efficiency in biofilter process for drinking water purification].
Huan Jing Ke Xue. 32 (4): 1194-201. Abstrak tersedia dalam bahasa Inggris.
Yamashita, T. and Yamamoto-Ikemoto, R. (2014). Nitrogen and Phosphorus Removal from
Wastewater Treatment Plant Effluent via Bacterial Sulfate Reduction in an Anoxic
Bioreactor Packed with Wood and Iron Int J Environ Res Public Health. 11 (9): 9835–
9853.
Zhang, Y., Ye, C., Gong, S., Wei, G., Yu, X., Feng, L. (2013). Soluble microbial products in
pilot-scale drinking water biofilters with acetate as sole carbon source. J Environ Biol. 34
(2 Spec No): 465-9.
Zhao, L., Huang, S., Wei, Z. (2014). A demonstration of biofiltration for VOC removal in
petrochemical industries. Environ Sci Process Impacts. 16 (5): 1001-7.
33

LAMPIRAN
1. JUSTIFIKASI ANGGARAN
Penelitian ini akan dilakukan selama dua tahun dan biaya yang dibutuhkan adalah
sebesar Rp.15.000.000,-. Justifikasi anggaran secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
1.1 Anggaran biaya untuk pelaksana
Anggaran biaya untuk gaji tim peneliti (satuan gaji Rp.30.000/jam, 5 bln/th dan 4mgg/bln)
Tahun I
Nama Peran
Jam/mg Jumlah (Rp.1000)
Dr.Ir. Yenni Ciawi Ketua 4 2.400
Prof.Dr.Ir.I M.Alit Karyawan Salain, DEA Anggota 1 3 1.800
Total 4.200.000

1.2. Anggaran biaya


Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga satuan Harga Peralatan
(Rp1000) Penunjang (Rp.1000)
Blender Penghancur sampel 1 1000 1000
Baki plastik Tempat pengeringan, tempat 100 25 250
pencampur bahan
Pipa paralon ukuran 4 inci Pencetak sampel 1 batang 200 200
Kipas angin Pengering 1 800 800
Saringan kawat Penyaring 1 300 300
Ember bertutup Tempat bahan baku 1 buah 150 150
Kotak plastik besar Tempat peralatan 2 buah 100 200
Tempat sampel Peralatan sampling 1 buah 150 150
Labu Erlenmeyer Analisis sampel 6 buah 30 180
Cawan petri Analisis 10 unit 50 500
Tangkai sebar Analisis 1 unit 50 50
Botol Scott 100 ml Tempat media 1 buah 250 250
Lem epoksi Pembuatan modul 1 paket 250 250
wrap-it ties installing tools Pembuatan modul 1 buah 600 600
Retchet tubing clamp Fermentasi 6 buah 30 180
Baki plastik Tempat pengering sampel 5 100 500
tip biru Mengambil larutan, analisis air 100 1500 150
tip kuning Mengambil larutan, analisis air 100 1500 150
Ember plastik Tempat sampel air 1 buah 75 75
Selang plastik Modul filter 3m 10 30
SUBTOTAL 5915

3. Bahan Habis Pakai


Nama Barang Kegunaan Jumlah Harga satuan Harga Bahan Habis
(Rp.1000) (Rp.1000)
ATK 2000 750
Bahan keramik dan bahan kimia

Tanah liat Bahan utama 50 kg 200 200


Sekam padi Bahan utama 50 kg 2 200
Spiritus Alat bantu analisa 5L 10 50
Pemerikasaan E coli Analisis E.coli 10 100 1000
Alcalit indicator paper pH 1-14 Pemeriksaan kualitas air 100strip 250 250
Pemeriksaan Kadar padatan, Pb, Pemeriksaan kualitas air 3 paket 1650 4950
COD, BOD

Alat Bantu
Sikat tabung Kelengkapan biosafety 1 2 2
34

Lap, sabun antiseptic Kelengkapan biosafety 2 20 40


Kertas tissue Kelengkapan biosafety 20 gulung 1,5 30
sarung tangan Kelengkapan biosafety 1 kotak 40 40
Sprayer Kelengkapan aseptic 1 10 10
aluminium foil Kelengkapan aseptic 1gulung 28 28
SubTotal 6370

4. Perjalanan
Material Justifikasi Perjalanan Kuantitas Harga satuan Biaya Per Tahun
(Rp.1000) (Rp.1000)

Perjalanan ke Tabanan (Asumsi Pengambilan Bahan Baku 1 200 200


sewa mobil) Tanah liat dan sekam padi
Perjalanan seminar 1 300 300

Subtotal 500
5. Lain-Lain
Kegiatan Justifikasi Kuantitas Harga satuan Biaya Per Tahun
(Rp.1000) (Rp.1000)
Administrasi laboratorium Sewa lab&peralatan 1 1.000 1.000
Pendaftaran seminar seminar 1 1.000 1.000
Poster dan material seminar 1 750 750
seminar
Pertemuan Bulanan Konsumsi 3 100 300
Material rapat 3 10 30
Dokumentasi Cetak foto 1 paket 150 150
Penelusuran pustaka Top up pulsa 1 paket 100 100
(internet)
Fotokopi/print pustaka 400 lmbr 0,25 100
Subtotal 2.680
TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN (Rp.1000) 15.000

Anda mungkin juga menyukai