Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarkis dan
disajikan pada Gambar:
Rona dan Warna
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada
citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan
seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang
gelombang (0,4 – 0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut
spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih
sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya
memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm, atau (0,6 –
0,7) μm. Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan
merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna kuning
Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat
kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah,
kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes et
al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna.
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih mudah bila
dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih. Pernyataan yang senada dapat
diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih
mudah daripada pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun
citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra
multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna
dalam pengenalan obyek. Tiap obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau
warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk
memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola,
ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.
BENTUK
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek
(Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona
sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan
termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah.
Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona,
dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah
bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur yang bentuknya
lebih rinci.
Contoh shape atau bentuk luar:
- Bentuk bumi bulat
- Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.
UKURAN
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obyek
pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur
interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.
Contoh pengenalan obyek berdasarka ukuran:
- Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah
mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.
- Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh
ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi
lapangan tennis, dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
- Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume
kayu bisa ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter
batang pohon.
TEKSTUR
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau
pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes
dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
- Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
- Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan
bertekstur kasar .
- Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
POLA
Pola, tinggi, dan bayangan pada Gambar 1 dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier.
Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur
sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi
banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
Contoh:
- Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis
menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga
pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan
serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola aliran dendritik
pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser
yang telah terkikis (Paine, 1981)
- Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran
dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.
- Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau
vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
BAYANGAN
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau
gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-
kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan
yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Contoh:
- Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari
bayangannya.
- Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1:
5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
- Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
SITUS
Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi pada
Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya
dengan lingkungan sekitarnya.
Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:
- Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett, 1975). Di dalam
pengertian ini, Monkhouse (1974) menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik)
terhadap wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya. Oleh
van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan
atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak
berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.
- Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu
obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini
oleh van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat terhadap
daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor
situs, seperti:
(1) beda tinggi,
(2) kecuraman lereng,
(3) keterbukaan terhadap sinar,
(4) keterbukaan terhadap angin, dan
(5) ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya.
Contoh:
- Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma tersebut
berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya
bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin
sekali nipah.
- Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air
yang baik.
- Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di
sepanjang tepi jalan.
ASOSIASI
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Adanya
keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya
obyek lain.
Contoh:
- Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan
ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang
situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan
gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang tampak
pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
- Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu
(bercabang).
- Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta bentuknya
yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga.
Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya
Sumber : http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/unsur-interpretasi-citra.html
Interpretasi citra adalah tindakan mengkaji foto atau citra dengan maksud untuk
mengenali objek dan gejala serta menilai arti pentingnya objek dan gejala tersebut. Dalam
interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali objek melalui tahapan
kegiatan, yaitu:
1. Deteksi
2. Identifikasi
3. Analisis
Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam
berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup dan sebagainya. Pada
dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu:
1. Pengenalan objek melalui proses deteksi, yaitu pengamatan atas adanya suatu objek. Berarti
penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan
gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda
dan gejala di sekitar kita, penginderaan tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan
dengan mengkaji hasil reklamasi dari foto udara atau satelit. Dalam identifikasi ada tiga ciri
utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan cirri yang terekam oleh sensor yaitu
sebagai berikut:
a. Spektoral, ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang
dinyatakan dengan rona dan warna.
b. Spatial, ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur,
situs dan asosiasi.
c. Temporal, ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.
2. Penilaian atas fungsi objek dankaitan antar objek dengan cara menginterpretasi dan
menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju kea rah terorisasi dan akhirnya
dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh
seorang yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada
kemampuan penafsir citra.
Citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam:
geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Interpretasi citra berlandaskan 9 metode
kunci interpretasi yang dijelaskan oleh Sutanto; 1986 sebagai berikut ini:
a) Rona
Merupakan tingkat kehitaman atau tingkat kegelapan obyek pada citra/ foto , rona merupakan
tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya, dengan mata biasa rona dapat dibedakan menjadi
5 tingkatan putih, kelabu-putih, kelabu, kelabu hitam dan hitam.
b) Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih
sempit dari spectrum tampak, contohnya warna atap pabrik adalah putih, warna taman adalah
hijau, dsb.
c) Bentuk
Merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan
bentuknya saja, contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk; Bangunan Gedung: berbentuk
I, L, U, tajuk pohon alma: berbentuk bintang, Gunung berapi: berbentuk kerucut, dsb.
d) Ukuran
Atribut obyek yang berupa panjang (sungai,jalan), luas (lahan), volume, ukuran ini merupakan
fungsi skala. Misalnya ukuran rumah berbeda dengan ukuran perkantoran, biasanya rumah
berukuran lebih kecil dibandingkan dengan bangunan perkantoran.
e) Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada citra/ foto atau pengulangan rona pada kelompok objek
(permukiman) tekstur dinyatakan dengan kasar (hutan) sedang (belukar) halus (tanaman padi,
permukaan air).
f) Pola
Susunan keruangna merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan
bagi beberapa objek bentukan alamiah, contoh; pola teratur (tanaman perkebunan.Permukiman
transmigrasi), pola tidak teratur: tanaman di hutan, jalan berpola teratur dan lurus berbeda
dengan sungai yang berpola tidak teratur atau perumahan (dibangun oleh pengembang)
berpola lebih teratur jika dibandingkan dengan perumahan diperkampungan.
g) Bayangan
Merupakan kunci pengenalan objek yang penting untuk beberpa jenis objek, misalnya, untuk
membedakan antara pabrik dan pergudangan, dimana pabrik akan terlihat adanya bayangan
cerobong asap sedangkan gudang tidak ada.
h) Situs
Menjelaskan letak objek terhadap objek lain disekitarnya, contoh pohon kopi di tanah miring,
pohon nipah di daerah payau, sekolah dekat lapangan olahraga, pemukiman akan memanjang
di sekitar jalan utama.
i) Assosiasi
Diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Sehingga asosiasi
ini dapat dikenali 2 objek atau lebih secara langsung. Contohnya stasiun KA, terdapat jalur rel
KA.
j) Konvergensi Bukti, ialah penggunaan beberapa unsure interpretasi citra sehingga lingkupnya
menjadi semakin menyempit kea rah satu kesimpulan tertentu . Contoh: TUmbuhan dengan
tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon palem. Bila ditambah unsurinterpretasi
lain, seperti situsnya di tanah becek dan berair payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah
sagu.
Bentang alam dan bentang budaya merupakan objek dari penginderaan jauh. Contoh
pengenalan unsure bentang alam dan bentang budaya dari citra penginderaan jauh oleh Prof.
Dr. Sutanto dalam bukunya penginderaan jauh, tahun 1992.
Sumber = http://laurentiuskapiarsa.blogspot.com/2013/04/interpretasi-citra-penginderaan-
jauh.html
Dalam klasifikasi penutupan lahan, dikenal ada dua cara interpretasi citra yaitu secara visual-
manual dan digital (komputer)-otomatis. Penafsiran/interpretasi secara manual-visual,
sebagaimana arti katanya, merupakan metode interpretasi yang didasarkan pada hasil
penyimpulan visual terhadap ciri-ciri spesifik obyek pada citra yang dikenali dari bentuk, ukuran,
pola, bayangan, tekstur, dan lokasi obyek. Metode ini disebut sebagai metode manual karena
penafsirannya dilakukan oleh manusia sebagai interpreter. Proses interpretasi dapat saja
menggunakan bantuan komputer untuk digitasi on screen, namun justifikasinya tetap dilakukan
secara manual. Out put metode ini berupa data vektor. Metode manual-visual sangat diandalkan
pada masa-masa awal perkembangan ilmu remote sensing dimana produknya masih berupa foto
udara yang diambil dari balon udara atau pesawat terbang.
Penggunaan satelit sebagai wahana dalam remote sensing mengalami perkembangan searah
kemajuan ilmu komputasi. Wahana satelit mampu mendesak penggunaan foto udara disebabkan
kelebihannya dalam hal luas liputan, resolusi temporal (menghasilkan data time series), biaya
perekaman per satuan luas dan analisis geospasial yang bersifat lintas geografis. Pemanfaatan
komputer untuk menafsirkan citra satelit dianggap sangat membantu dalam mengidentifikasi
obyek-obyek di permukaan bumi pada liputan yang sangat luas, contohnya citra landsat.
Dari sinilah berkembang metode penafsiran digital-otomatis, yaitu metode interpretasi obyek di
permukaan bumi yang didasarkan pada hasil pengolahan sistem komputer dalam memanipulasi
data-data citra. Komputer membaca data citra sampai pada tingkatan piksel dimana tiap piksel
penyusun citra dikuantifikasi menjadi Digital Number (DN). Citra tergambarkan karena sensor
satelit menerima gelombang elektromagnetik dari obyek. Intensitas gelombang yang tertangkap
sensor inilah yang diwakili oleh nilai Digital Number (DN).
Tipe penutupan lahan berupa hutan tertutup tajuk atau lahan terbuka akan memantulkan
gelombang elektromagnetik dengan intensitas yang berbeda satu dengan lainnya. Kondisi ini
mengakibatkan nilai DN yang berbeda pula. Analisis citra digital dengan komputer pada
prinsipnya melakukan operasi matematik terhadap nilai Digital Number pada beberapa
komponen sensor (band) yang berbeda sehingga menghasilkan nilai tertentu yang
menggambarkan karakteristik obyek. Dengan prinsip ini, kita lalu mengenal istilah indeks
vegetasi seperti NDVI atau EVI. Out put pengolahan komputer tersebut berbentuk data raster
yang diterjemahkan sebagai jenis-jenis obyek di permukaan bumi.
Untuk dapat memilih manakah yang lebih baik digunakan antara penafsiran visual atau digital-
otomatis untuk analisis penutupan lahan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu tujuan analisis dan
dilakukan pula inventarisasi sumber daya yang dimiliki. Beberapa pertanyaan dapat diajukan
sebagai bahan pertimbangan, diantaranya :
2. Seberapa besar waktu dan tenaga yang dimiliki ? Metode digital-otomatis memiliki
kelebihan terkait efisiensi waktu dan tenaga untuk menganalisis citra digital
dibandingkan metode manual-visual. Metode ini sangat bermanfaat untuk menafsirkan
area yang luas (misalnya penutupan lahan seluruh wilayah Indonesia) dengan tenaga
interpreter yang sangat terbatas.
3. Seberapa bagus kualitas citra yang akan dianalisis ? Kualitas citra di sini dihubungkan
dengan resolusi maupun gangguan-gangguan yang ada pada citra (persentase penutupan
awan, bayangan, gangguan atmosfer, dll). Metode manual-visual unggul dalam
menganalisis citra-citra dengan resolusi spasial yang tinggi atau intensitas gangguan yang
lebih banyak.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membantu interpreter untuk memilih kira-
kira metode apa yang lebih cocok untuk interpretasi, meskipun terkadang interpreter dihadapkan
pada pilihan-pilihan yang sulit.
Peluang Pengembangan
Sebagaimana telah dijelaskan, metode digital-otomatis hadir untuk menjawab kebutuhan untuk
mengefisienkan pengolahan citra digital pada area yang luas dengan jumlah interpreter yang
sangat terbatas, serta membantu interpreter untuk mengkuantifikasi nilai DN yang membedakan
tampilan 2 obyek yang mirip atau sulit dibedakan secara visual. Metode ini juga mampu
menjawab perubahan penutupan lahan melalui operasi matematik nilai DN pada band-band
penyusun citra. Namun demikian, metode ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yang cukup
besar dibandingkan metode manual-visual. Kelemahan yang paling menonjol bersumber dari
keterbatasan kemampuan komputer untuk membaca kunci-kunci interpretasi obyek.
Perkembangan teknologi komputer untuk penafsiran citra saat ini umumnya baru sampai pada
tahap pemanfaatan rona (brightness) sebagai penciri obyek.
Pembacaan hanya mengandalkan rona (brightness) pada metode digital-otomatis menjadi titik
lemah dibandingkan interpretasi manual-visual pada beberapa kondisi sebagai berikut :
Ada obyek-obyek yang secara spesifik dapat diwakili oleh rona (brightness). Namun
terdapat pula obyek-obyek yang sama namun ronanya berbeda, dan sebaliknya ada obyek
yang berbeda namun ronanya sama. Contohnya adalah sungai yang ditampilkan dengan
rona yang berbeda-beda. Sungai besar tampak lebih cerah dibandingkan dengan sungai
kecil.
Sungai ditampilkan dengan rona yang beragam (Sumber gbr : Citra Landsat Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai 2013)
Bagian tertentu dari sungai dan jalan memiliki rona yang sama (Sumber gbr : Citra Landsat
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)
Metode visual dengan mudah membedakan bakau muda yang jarang terhadap savana (Sumber
gbr : Citra Landsat Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai 2013)
Perkembangan produk remote sensing dengan kualitas citra yang cukup tinggi dewasa ini
berpotensi meningkatkan kembali pemanfaatan metode manual-visual. Citra resolusi tinggi
semacam ikonos dan quickbird menyajikan penampilan obyek dengan sangat jelas sehingga
kesalahan tafsir secara visual dapat diminimalisir.
Lahirnya UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial memberi jalan untuk
membangun kelembagaan perpetaan tematik yang lebih efisien di tanah air, baik di tingkat pusat
maupun daerah. UU ini cukup akomodatif terhadap partisipasi pemerintah daerah untuk berperan
aktif dalam pembangunan peta-peta tematik yang dapat diakses publik. Sisi positip pembangunan
kelembagaan ini adalah terfokuskannya upaya penafsiran citra digital oleh para pemangku
kepentingan sesuai wilayah kewenangannya. Tumpang tindih kewenangan pembangunan peta
tematik dapat dikurangi sehingga penuntasan peta tematik menjadi lebih cepat dan sinergis.
Penafsiran dilakukan di tingkat lokal oleh para interpreter yang sangat memahami karakteristik
biogeofisik di wilayahnya masing-masing. Ini sangat kondusif bagi perkembangan interpretasi
citra dengan metode manual-visual.
Di sisi lain, penafsiran digital-otomatis juga masih diperlukan sebagai salah satu cara untuk
mengkuantifikasikan karakteristik tampilan obyek. Metode ini cukup penting khususnya terkait
interpretasinya terhadap gelombang inframerah yang membedakan obyek berdasarkan
karakteristik suhunya. Beberapa penyempurnaan yang cukup mendukung perkembangan metode
ini seperti upaya memperkaya jumlah band/kanal dan meningkatkan nilai bit tiap piksel citra.
Penyempurnaan tersebut dapat meningkatkan kemampuan komputer untuk membedakan 2 obyek
yang memiliki nilai DN yang berdekatan. Contoh terbarunya adalah peluncuran satelit LDCM
(Landsat 8) pada bulan Februari 2013, dimana produknya menyempurnakan tampilan citra
Landsat pada versi-versi sebelumnya.
Untuk analisis penutupan lahan di kawasan hutan, tantangan metode digital-otomatis ke depan
adalah bagaimana metode tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan kunci-kunci identifikasi
di luar nilai derajat kecerahan (rona) pada citra. Salah satu seminar Tesis bidang ilmu komputasi
di IPB Bogor tahun 2012 pernah menyajikan teknik penilaian kualitas buah untuk mempermudah
menyortiran dengan dukungan sistem komputer. Prinsip yang sama bisa jadi dimungkinkan
untuk analisis citra satelit. Sayangnya, karakteristik citra satelit jauh lebih rumit dari pada hanya
tampilan gambar buah. Bukan berarti ini tidak mungkin, perkembangan teknologi ke depan akan
menjawabnya.
Di sisi yang lain, perkembangan remote sensing berbasis teknologi RADAR juga membuka
peluang sekaligus tantangan besar dalam penafsiran metode digital-otomatis di masa mendatang.
Gelombang RADAR mampu meminimalkan bahkan menyingkirkan gangguan-gangguan
radiometrik oleh atmosfer bumi yang selama ini cukup menjadi kendala dalam penafsiran obyek
melalui sistem komputer. Bagi peneliti/pakar, tentu ini sangat menarik. Banyak penelitian
dilakukan untuk menguak lebih banyak peluang-peluang pemanfaatan teknologi ini untuk
menunjang pengembangan ilmu remote sensing .
http://tnrawku.wordpress.com/2013/07/17/perbandingan-penafsiran-citra-visual-dan-digital-untuk-
analisis-penutupan-lahan-di-kawasan-hutan/
Penginderaan jauh ialah berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi
tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi (Lindgren). Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer, tagun 1979,
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala
dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung
terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Estes dan Simonett (1975) dalam Sutanto (1992) mengatakan bahwa interpretasi citra merupakan
perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai
arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi, 2001).
Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada
pengenalan cirri atau karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali
berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona atau warna, tekstur, situs,
asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi
spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan
nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Adapun 8 macam unsure interpretasi foto
udara secara manual antara lain:
e. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan
bagi beberapa objek alamiah. Pola dinyatakan sebagai kompak, teratur, tidak teratur atau agak teratur
(campuran).
f. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Meskipun demikian,
bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru dengan
adanya bayangan menjadi lebih jelas.
g. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Sebagaimana dengan asosiasi Misalnya
permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi
jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran rendah, dan sebagainya.
h. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Contoh: Stasiun kereta api
berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).
http://one-geo.blogspot.com/2009/12/interpretasi-citra-dengan-menggunakan.html