Anda di halaman 1dari 36

BAB 4

STUDI PETROGENESA

4.1. Metodologi

Studi petrogenesa terdiri dari dua tahapan, yaitu pengamatan petrografi dan
analisis geokimia batuan (whole rock). Analisis petrografi dilakukan untuk
mengamati kelimpahan fenokris dan masa dasar batuan, komposisi plagioklas
serta tekstur batuan dan mineral pada sayatan tipis. Analisis geokimia dilakukan
untuk mengetahui proses diferensiasi magma, jenis magma, dan posisi tektonik
terbentuknya magma tersebut. Hasil analisis geokimia akan ditampilkan dalam
bentuk diagram Harker, tabel CIPW Norm, diagram seri magma, diagram seri
tektonik, dan diagram laba-laba.

Pengamatan petrografi dilakukan pada tiga puluh tiga sayatan tipis yang diambil
dari sembilan belas satuan lava. Sampel ini diambil dari dua Khuluk dan lima
Gumuk yaitu Khuluk Dieng pada Gumuk Seroja, satuan Sel, dan Khuluk Sundoro
yang dibagi lagi menjadi lima Gumuk yaitu Gumuk Pagerluhur, satuan SPl,
Gumuk Kembang, terdiri dari satuan SKl 1, SKl 2, SKl 3, Gumuk Kekep, satuan
SKek, Gumuk Watu, terdiri dari satuan SWl dan SWk, dan pada Khuluk Sundoro
sendiri terdapat satuan Sl 1, Sl 2, Sl 3, Sl 4, Sl 5, Sl 8, Sl 9, Sl 10, dan Sk. Analisis
geokimia dilakukan pada dua puluh sampel yang diambil dari sembilan satuan
yang ada (lihat Lampiran C, Data Geokimia). Pada data unsur utama (major
elemen), analisis lebih lanjut akan dilakukan jika pada data tersebut memenuhi
syarat-syarat seperti nilai LOI < 4% dan galat maksimal jumlah unsur utama
adalah + 2%. Berdasarkan syarat tersebut, diketahui bahwa semua data major
element dapat dianalisis lebih lanjut (lihat Tabel 4.1). Lalu terdapat datasekunder
yang visitasi dari Prambada dkk. (2016) mengenai geokimia Gunung Sundoro
yang juga dianalisis bersama data primer sebagai pembanding hasil analisis.

Studi Petrogenesa 93
Tabel 4.1. Jumlah sampel yang digunakan dalam analisis geokimia
Satuan Khuluk Gumuk Analisis Analisis
Unsur Utama Unsur Jejak
Sk 1 1
Sl 10 0 2
Sl 9 0 1
Sl 8 0 1
Sl 5 0 1
Sl 4 0 1
Sl 3 0 1
Sl 2 0 1
Sundoro
Sl 1 0 2
SWk 1 1
Watu
SWl 0 1
SKek Kekep 1 1
SKl 3 1 2
SKl 2 Kembang 0 1
SKl 1 0 1
SPl Pagerluhur 1 1
DSel Dieng Seroja 0 1

4.2. Analisis Petrografi

Pengamatan petrografi untuk mengamati tekstur khusus pada batuan dan mineral,
komposisi plagioklas tiap satuan, dan kelimpahan fenokris yang ada pada sayatan
tipis. Pengamatan tekstur batuan dan tekstur mineral dilakukan untuk mengetahui
kondisi magma yang ada. Tekstur batuan dan tekstur mineral dianalisis mengacu
pada tekstur ditulis oleh MacKenzie dkk. (1982). Pada daerah penelitian tekstur
batuan yang teramati anatara lain vitrofirik, trakhitik, pilotasitik, hyalofitik,
embayment, poikilitik, dan rim mineral opak. Sedangkan untuk tekstur-mikro
plagioklas mengacu kepada Renjith (2014) yang membagi tekstur-mikro
plagioklas menjadi delapan tekstur antara lain coarse sieve, fine sieve, fine-scale
oscillatory zoning, rounded zone corner, resorption surface, syneusis,
glomerocryst, shallow-tail, microlites, broken crystal (lihat Tabel 4.2).

Studi Petrogenesa 94
Tabel 4.2. Representasi dan interpretasi tekstur-mikro plagioklas (Renjith, 2014).
Tekstur Deskripsi Interpretasi
Coarse-sieve Disolusi yang diakibatkan tingkat
variasi dekompresi adiabatik pada
magma tidak jenuh H2O.

Fine-sieve Disolusi parsial akibat reaksi dengan


magma lebih kaya unsur Ca.

Fine Konveksi yang dipicu perubahan


oscillatory fisika-kimia skala kecil pada interaksi
zoning kristal dan lelehan.

Rounded zone Disolusi minor ketika kristal berpindah


corner pada suatu gradient magmatic.

Resorption Disolusi intensif dan dalam waktu yang


surface lama selama bereaksi dengan magma
lebih primitif.

Synneusis Tingkat magmatik turbulen yang


berhubungan dengan konveksi.

Glomerocrysts Penggabungan kristal secara spasial.

Swallow-tail Pertumbuhan cepat akibat proses


crystal undercooling yang berhubungan
dengan proses erupsi.

Microlites Pelepasan gas atau eksolusi air yang


dipicu oleh undercooling yang
berhubungan dengan proses erupsi.

Broken crystal Dekompresi yang berhubungan dengan


erupsi yang kuat. (erupsi eksplosif).

Tekstur batuan yang terlihat pada analisis petrografi antara lain vitrofirik,
ttrakhitik, hyalofitik, intersetal, dan poikilitik (Tabel 4.3)

Studi Petrogenesa 95
Tabel 4.3. Tekstur batuan dan mineral yang terdapat pada sayatan tipis batuan pada daerah penelitian

Tekstur Batuan Tekstur Mineral


Satuan Gumuk Opaque
Porfiritik Trakhitik Pilotaksitik Hyalofitik Intersetal Poikilitik Embayment
Rim
Sk v v v v
Sl 10 v v v v v v
Sl 9 v v v v v
Sl 8 v v v v
Sl 7 v v v v
Sl 6 v v v v v
Sl 5 v v v v
Sl 4 v v v v v
Sl 3 v v v v
Sl 2 v v v v
Sl 1 v v v v
SWk v v v v
Watu
SWl v v v v v v
SKek Kekep v v v v
SKl 3 v v v v v
SKl 2 Kembang v v v
SKl 1 v v v v v
SPl Pagerluhur v v v v
DSel Seroja v v v v v

Studi Petrogenesa 96
4.2.1. Tekstur Batuan

4.2.1.1. Porfiritik

Tekstur ini dijumpai pada semua satuan yang ada di daerah penelitian. Tekstur ini
dicirikan dengan perbedaan ukuran kristal yang cukup jelas. Ukuran kristal yang
halus dinamakan massa dasar dan ukuran kristal yang besar dinamakan fenokris.
Fenokri-fenokris pada sayatan umumnya dikelilingi oleh massa dasar. Tekstur ini
terbentuk akibat adanya perbedaan kecepatan pembentukan dan fraksionasi
kristal. Fenokris akan terbentuk lebih dahulu diikuti oleh pembentukan massa
dasar oleh penurunan temperatur yang relatif cepat. Hornblenda dan olivin pun
ditemukan di beberapa satuan. Massa dasar yang umum dijumpai antara lain gelas
vulkanik, plagioklas, mineral opak, dan piroksen. Bentuk tekstur ini dapat dilihat
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tekstur porfiritik yang ada pada sayatan tipis satuan batuan Lava
Andesit Piroksen Kembang 2 (SKl 2).

4.2.1.2. Trakhitik

Tekstur ini ditemukan pada satuan yang berada pada Gumuk Watu, Gumuk
Kembang, dan Gumuk Sundoro. Tekstur ini dicirikan dengan kehadiran massa
dasar plagioklas yang berbentuk mikrolit yang menunjukkan keseragaman arah
(MacKenzie dkk., 1982). Tekstur ini menunjukkan keterdapatan proses aliran
selama proses pendinginan berlangsung. Kenampakan dari tekstur ini dapat dilihat
pada gambar 4.2.

Studi Petrogenesa 97
Gambar 4.2. Tekstur trakhitik yang ada pada sayatan tipis satuan batuan Lava
Andesit Sundoro 2 (Sl 2).

4.2.1.3. Pilotaksitik

Tekstur ini ditemukan hampir pada semua Gumuk dan Khuluk yang ada
pada daerah penelitian. Tekstur memiliki bentuk yang hampir mirip dengan
trakhitik namun dibedakan dengan susunan mikrolet plagioklas yang cenderung
sub-paralel (MacKenzie dkk., 1982). Mikrolit plagioklas juga hadir disertai
dengan mikrokristalin lain. Tekstur ini terbentuk juga karena aliran magma atau
lava yang mempengaruhi penyusunan mikrolit-mikrolit plagioklas pada batuan
beku, namun pengaruh aliran tidak terlalu dominan sehingga penyusunannya
cenderung sub-paralel. Aliran biasanya bersifat aliran lambat atau pada aliran lava
yang kental (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Tekstur trakhitik yang ada pada sayatan tipis satuan batuan Lava
Andesit Sundoro 5 (Sl 5).

Studi Petrogenesa 98
4.1.2.4. Hyalofitik

Tekstur ini ditemukan pada semua Gumuk dan Khuluk yang ada pada
daerah penelitian. Tekstur ini memiliki kenampakan berupa mikrolit plagioklas
dijumpai bersamaan mikrokristalin piroksen dengan arah yang tidak beraturan,
dan dijumpai dalam massa dasar gelas (MacKenzie dkk., 1982). Kenampakan dari
tekstur ini ditampilkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Tekstur trakhitik yang ada pada sayatan tipis satuan batuan Lava
Andesit Piroksen Kembang 3 (SKl 3).

4.1.2.5. Intersetal
Tekstur ini ditemukan pada semua Khuluk dan Gumuk yang ada pada
daerah peneliian. Tekstur ini dicirikan dengan adanya kenampakan gelas vulkanik
yang mengisi ruang-ruang di antara tubuh kristal plagioklas (MacKenzie dkk.,
1982). Tekstur ini sering ditemukan pada batuan beku vulkanik intermediet atau
basa seperti andesit hingga basalt. Tekstur ini terbentuk ketika mineral plagioklas
yang telah terbentuk lebih dahulu keluar bersamaan dengan aliran lava ke
permukaan, sehingga terjadi pendinginan secara cepat yang menyebabkan
terbentuknya gelas vulkanik di sekeliling mineral plagioklas. Kenampakan dari
tekstur ini pada sayatan tipis dapat dilihat pada gambar 4.5.

Studi Petrogenesa 99
Gambar 4.5. Tekstur intersetal yang ada pada sayatan tipis satuan batuan Kubah
Lava Andesit Piroksen Kekep (SKek ).

4.1.2.6. Poikilitik
Tekstur ini teramati pada beberapa satuan batuan yang berada di Khuluk Sundoro,
Gumuk Watu, dan Gumuk Seroja. Tekstur ini menunjukkan kenampakan adanya
inklusi mineral-mineral secara acak dan tidak teratur pada suatu tubuh kristal
mineral yang besar yang terbentuk akibat mineral yang menginklusi telah
terbentuk lebih dahulu yang diikuti oleh pembentukan mineral yang teriinklusi.
Mineral ini terbentuk melalui pendinginan secara perlahan sehingga mineral yang
terbentuk dapat membentuk kristal yang besar. Keadaan ini akan menyebabkan
mineral yang besar tampak diinklusi oleh mineral-mineral yang lebih kecil
(MacKenzie dkk., 1982). Kenampakan tekstur ini pada sayatan dapat dilihat pada
Gambar 4.6

Gambar 4.6. Tekstur poikilitik (diabatasi oleh garis kuning) yang ada pada
sayatan tipis satuan batuan Lava Andesit Piroksen Watu (SWl ).

Studi Petrogenesa 100


4.2.2. Tekstur Pada Mineral

Tekstur pada mineral sendiri dibagi lagi menjadi dua pokok pembahasan yaitu
tekstur pada mineral pada umumnya dan mikro tekstur pada plagioklas feldspar
(lihat Tabel 4.4).

4.2.2.1. Tekstur Mineral Umum

Tekstur yang paling banyak ditemukan dari analisis petrografi berupa tekstur rim
mineral opak dan embayment pada mineral.

4.2.2.1.1. Rim mineral opak

Tekstur ini terdapat pada Gumuk Kembang, satuan SKl 3 dan SKl 1, satuan Lava
Andesit Piroksen Watu, dan pada Khuluk Sundoro, satuan Sl 4 , Sl 5, Sl 8, dan Sl
10. Tekstur ini dicirikan oleh kehadiran mineral hidrat seperti hornblenda, pada
umumnya, yang dikelilingi oleh mineral opak. Tekstur ini terbentuk akibat
hilangnya gugus hidrat pada berlangsungnya diferensiasi magma. Hilangnya
gugus hidrat pada mineral ini menyebabkan tekanan air di dalam magma menjadi
turun yang. Kenampakan dari tekstur ini dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. Tekstur rim mineral opak (opaque rim) pada mineral hornblenda
yang terdapat pada sayatan tipis satuan Lava Andesit Sundoro 10.

Studi Petrogenesa 101


4.2.2.1.2. Embayment

Tekstur embayment ditemukan hampir pada semua sayatan yang dianalisis.


Tekstur ini terbentuk akibat adanya disolusi dari kristal yang telah terbentuk
akibat bagian dari kristal diresorbsi oleh larutan magma dengan temperatur yang
lebih tinggi. Tekstur embayment cenderung terebentuk ketika pertumbuhan
kristal berlangsung secara tidak stabil (Donaldson dan Henderson, 1987).
Kenampakan dari tekstur ini dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. Tekstur embayment yang tedapat pada mineral opak (panah kuning)
yang terdapat pada sayatan Lava Andesit Piroksen Sundoro 9.

4.2.2.2. Tekstur Mikro Pada Plagioklas Feldspar

Deskripsi tekstur mikro pada plagioklas feldspar mengacu kepada Renjith (2014),
setidaknya terdapat sepuluh mikro-tekstur plagioklas yang pembentukannya
disebabkan oleh proses-proses tertentu (lihat Tabel 4.2.). Deskripsi tekstur
plagioklas dapat digunakan untuk mengetahui proses yang berlangsung sebelum
magma keluar ke permukaan.Pada daerah penelitian sendiri dilakukan deskripsi
mikro-tekstur plagioklas yang diikuti dengan penghitungan keterdapatan tekstur
secara kualitatif (lihat Tabel 4.4.). Untuk kenampakan masing-masing tekstur
pada sayatan tipis yang dianalisis dapat dilihat pada gambar 4.9. Dari tabel 4.9
dapat diketahui bahwa tekstur coarse sieve dan fine sieve dijumpai hampir pada
semua sayatan.

Studi Petrogenesa 102


Tabel 4.4. Hasil analisis keterdapatan dan kelimpahan kuantitatif mikro-tekstur plagioklas feldspar pada daerah penelitian.
Tekstur Plagioklas Feldspar
Satuan Gumuk Rounded
Coarse- Fine- Fine Oscilatory Resorption Swallow- Broken
Zone Synneusis Glomerocrysts
Sieve Sieve Zoning surface tail crystal crystal
Corner
Sk vvv v v v v
Sl 10 vvv v v v v v v
Sl 9 v vv v v vv
Sl 8 vvv v v v v v v
Sl 7 vvv v v vv v v
Sl 6 v v v v vv v
Sl 5 v vvv v v v v
Sl 4 vvv v v vv v
Sl 3 vv v v v v v
Sl 2 v v v vv
Sl 1 v vvv v v v vv
SWk vv v vv v v
Watu
SWl v v v v v v
SKek Kekep v vv v vv v
SKl 3 vv v v v v v v
SKl 2 Kembang vvv v v vv v
SKl 1 v vv v v v v
SPl Pagerluhur v v v v vv v
DSel Seroja vv v v v vv
Keteranga: v = hadir dalam jumlah sedikit, vv = hadir dalam jumlah banyak, vvv = hadir dalam jumlah sangat banyak.

Studi Petrogenesa 103


Studi Petrogenesa 104
Gambar 4.9. Kenampakan miro-tekstur plagioklas yang terdiri dari (A) Coarse
Sieve dari satuan Sl 4, (B) Fine Sive dari satuan Sl 1, (C) Fine
Oscilatory Zoning dari satuan Sl 8, (D) Rounded Zone Corner dari
satuan Sk, (E) Resorption surface dari satuan Sl 7, (F) Synneusis
dari satuan Sel,(G) Glomerocrysts dari satuan Sl 2, (H) Swallow-
tail crystal dari satuan SKek, dan (I) Broken crystl dari satuan Sl 5.

Studi Petrogenesa 105


4.2.3. Perbandingan Kehadiran Mineral

Perbandingan kehadiran mineral digunakan untuk mengetahui kondisi magma


pada saat proses diferensiasi berlangsung (lihat Tabel 3.2). Selain itu
perbandingan kelimpahan fenokris dan massa dasar digunakan untuk mengetahui
derajat fraksionasi kristal (lihat Tabel 3.3). Perbandingan komposisi plagioklas
juga digunakan untuk juga dapat dipakai untuk mengetahui kejadian diferensiasi
magma yang terjadi (lihat Tabel 3.4). Perbandingan-perbandingan yang dilakukan
nantinya akan digunakan dalam pembahsan mengenai kondisi tektonik yang
membentuk batuan.

4.2.3.1. Plagioklas

Plagioklas merupakan mineral penyusun utama pada semua satuan lava yang
ditemukan pada daerah penelitian. Ukuran dan bentuk fenokris plagioklas
beragam pada setiap Gumuk.
Tabel 4.5. Ukuran dan bentuk kristal fenokris plagioklas pada daerah penelitian.
Plagioklas
Satuan Gumuk
Rentang Ukuran (mm) Bentuk Kristal
Sk Sundoro Pusat 2,7 - 0,02 euhedral - subhedral
Sl 10 Sundoro Pusat 3,125 - 0,01 euhedral - subhedral
Sl 9 Sundoro Pusat 2,25 - 0,01 euhedral - subhedral
Sl 8 Sundoro Pusat 2,75 - 0,025 euhedral - subhedral
Sl 7 Sundoro Pusat 2,5 - 0,05 euhedral - subhedral
Sl 6 Sundoro Pusat 1,25 - 0,01 euhedral - subhedral
Sl 5 Sundoro Pusat 2 - 0,0125 euhedral - subhedral
Sl 4 Sundoro Pusat 2,125 - 0,01 euhedral - subhedral
SWk Watu 2,5 - 0,01 euhedral
SWl Watu 4,0 - 0,025 euhedral - subhedral
Sl 3 Sundoro Pusat 1,125 - 0,025 euhedral - subhedral
Sl 2 Sundoro Pusat 3,0 - 0,025 euhedral - subhedral
SKek Kekep 2,75 - 0,01 euhedral - subhedral
Sl 1 Sundoro Pusat 3,0 - 0,01 euhedral - subhedral
SKl 3 Kembang 1,8 - 0,013 euhedral - subhedral
SKl 2 Kembang 3,0 - 0,025 euhedral - subhedral
SKl 1 Kembang 2,75 - 0,012 euhedral - subhedral
SPl Pagerluhur 2,0 - 0,0125 euhedral - subhedral
Sel Seroja 2,0 - 0,025 euhedral

Studi Petrogenesa 106


Secara keseluruhan ukuran fenokris berada pada rentang dengan bentuk kristal
euhedral dan subhedral – euhedral (lihat Tabel 4.5) dengan rentang ukuran kristal
4,0 mm hingga 0,01 mm. Bentuk massa dasar dari plagioklas berbentuk mikrolit
dan juga kriptolit. Komposisi plagioklas pada daerah ini umumnya berkisar pada
komposisi Andesine hingga Labradorite. Plagioklas dengan komposisi rata-rata
tertinggi berada pada satuan Sundoro Lava 2 (Sl 2) dan terendah berada pada
satuan Sundoro Lava 3 (Sl 3).

4.2.3.2. Piroksen

Piroksen merupakan mineral yang juga hadir pada semua Gumuk dan Khuluk
pada daerah penelitian. Ukuran dan bentuk fenokris plagioklas juga beragam pada
setiap Gumuk (Tabel 4.6). Secara keseluruhan fenokris berukuran antara 3,25 –
0,01 mm dengan bentuk fenokris euhedral – subhedral, subhedral, dan subheral –
anhedral. Massa dasar piroksen hadir dalam bentuk mikrolit.

Tabel 4.6. Ukuran dan bentuk kristal fenokris piroksen pada daerah penelitian.
Piroksen
Satuan Gumuk
Rentang Ukuran (mm) Bentuk Kristal
Sk Sundoro Pusat 1,0 - 0,025 subhedral - anhedral
Sl 10 Sundoro Pusat 1,5 - 0,0375 subhedral
Sl 9 Sundoro Pusat 2,4 - 0,05 euhedral -subhedral
Sl 8 Sundoro Pusat 1,75 - 0,025 subhedral - anhedral
Sl 7 Sundoro Pusat 0,375 - 0,05 subhedral
Sl 6 Sundoro Pusat 1,25 - 0,02 euhedral -subhedral
Sl 5 Sundoro Pusat 0,5 - 0,05 subhedral - anhedral
Sl 4 Sundoro Pusat 3,25 - 0,02 euhedral -subhedral
SWk Watu 2,5 - 0,1 euhedral -subhedral
SWl Watu 1,5 - 0,05 subhedral - anhedral
Sl 3 Sundoro Pusat 0,5 - 0,025 euhedral -subhedral
Sl 2 Sundoro Pusat 0,02 - 0,5 subhedral - anhedral
SKek Kekep 3,0 - 0,0125 euhedral -subhedral
Sl 1 Sundoro Pusat 1,625 - 0,03 euhedral -subhedral
SKl 3 Kembang 1,5 - 0,02 euhedral -subhedral
SKl 2 Kembang 1,5 - 0,0325 euhedral -subhedral
SKl 1 Kembang 3,0 - 0,05 euhedral -subhedral
SPl Pagerluhur 1,25 - 0,025 subhedral - anhedral
Sel Seroja 0,6 - 0,02 euhedral -subhedral
.

Studi Petrogenesa 107


4.2.3.3. Hornblenda

Mineral hornblenda hanya terdapat pada beberapa satuan yang ada pada daerah
penelitian. Hornblenda yang ditemukan bisanya hadir bersamaan dengan tekstur
rim mineral opak. Secara umum fenokris berukuran pada rentang 0,1 hingga 2,125
mm dengan bentuk kristal euhedral, euhedral – subhedral, dan anhedral (Tabel
4.7). Pada daerah penelitian hornblenda jarang ditemukan sebagai massa dasar.

Tabel 4.7. Ukuran dan bentuk kristal fenokris hornblenda pada daerah penelitian.
Hornblenda
Satuan Gumuk
Rentang Ukuran (mm) Bentuk Kristal
Sk
Sl 10 2,125 - 0,1 euhedral
Sl 9
Sl 8 0,575 - 0,325 euhedral - subhedral
Sundoro Pusat
Sl 7
Sl 6
Sl 5
Sl 4 0,325 - 0,04 euhedral
SWk
Watu
SWl 1,25 - 0,05 euhedral - subhedral
Sl 3 0,25 - 0,025 anhedral
Sundoro Pusat
Sl 2
SKek Kekep
Sl 1 Sundoro Pusat
SKl 3
SKl 2 Kembang
SKl 1
SPl Pagerluhur
Sel Seroja

4.2.3.4. Mineral Opak

Mineral opak ditemukan pada semua satuan batuan di daerah penelitian. Ukuran
dari fenokris mineral opak beragam pada daerah penelitian. Secara keseluruhan
fenokris berukuran 2,0 – 0,01 mm dengan bentuk kristal euhedral - subhedral, dan

Studi Petrogenesa 108


euhedral – anhedral (Table 4.7). Massa dasar mineral opak hadir dalam bentuk
mikrolit mineral.

Tabel 4.7. Ukuran, bentuk kristal, dan komposisi fenokris mineral opak pada
daerah penelitian.
Mineral Opak
Satuan Gumuk Primer Sekunder
Rentang Ukuran (mm) Bentuk Kristal
(%) (%)
Sk 0,5 - 0,05 euhedral-subhedral 7,6 2,4
Sl 10 0,75 - 0,01 euhedral-anhedral 2,3 4,7
Sl 9 0,5 - 0,02 euhedral-anhedral 5,32 1,68
Sl 8 Sundoro 0,375- 0,02 euhedral-subhedral 4,55 2,45
Sl 7 Pusat 2,0 - 0,015 euhedral-subhedral 5,2 2,8
Sl 6 0,875 - 0,0325 euhedral-anhedral 4,13 2,87
Sl 5 1,0 - 0,05 euhedral-subhedral 1,6 5,4
Sl 4 0,75 - 0,015 euhedral-anhedral 6,3 3,7
SWk Watu 0,75 - 0,05 euhedral-anhedral 5,52 2,48
SWl Watu 0,5 -0,0625 euhedral-subhedral 4,76 2,24
Sl 3 Sundoro 1,25 - 0,05 euhedral-subhedral 4,48 2,52
Sl 2 Pusat 0,5 - 0,0625 euhedral-anhedral 4,83 2,17
SKek Kekep 0,75 - 0,01 euhedral-anhedral 5,12 2,88
Sundoro
Sl 1 1,625 - 0,02 euhedral-anhedral
Pusat 2,32 5,68
SKl 3 0,7 - 0,01 euhedral-anhedral 2,7 7,3
SKl 2 Kembang 0,5 -0,01 euhedral-subhedral 4,9 2,1
SKl 1 1,625-0,02 euhedral-anhedral 4,97 2,03
SPl Pagerluhur 0,5-0,025 euhedral-subhedral 7,37 3,63
Sel Seroja 0,625 - 0,0125 euhedral-subhedral 5,8 4,2

4.2.3.5. Gelas Volkanik

Gelas vulkanik merupakan komponen massa dasar batuan vulkanik pada daerah
penelitian. Gelas volkanik hadir pada semua satuan batuan dengan persentase
beragam. Gelas volkanik menjadi penciri utama bahwa batuan mengalami proses
pendinginan yang cepat. Proses pendinginan yang cepat menunjukkan bahwa
pembentukan batuan secara ekstrusif.

Studi Petrogenesa 109


4.3. Analisis Geokimia

Analisis geokimia pada studi petrogenesa digunakan untuk mengetahui sifat


magma dari kandungan dan komposisi kimianya. Analisis kandungan kimia ini
dapat digunakan untuk interpretasi lingkungan tektonik tempat terbentknya
magma tersebut. Analisis geokimia ini antara lain meliputi diagram Harker,
CIPW Norm, seri magma, dan seri tektonik. Analisis Harker digunakan untuk
mengetahui proses diferensiasi magma. Analisis CIPW digunakan untuk
menentukan tingkat kejenuhan silika yang akan berdampak pada tipe letusan.
Analisis seri tektonik digunakan untuk mengetahui hubungan unsur-unsur yang
terbentuk dengan lingkungan tektonik terbentuknya magma.

4.3.1. Diagram Harker

Diagram Harker merupakan diagram variasi yang digunakan untuk mengetahui


hubungan antara kadar SiO2 dengan unsur utama yang lainnya (Rollinson, 1973).
Diagram ini digunakan dalam studi petrogenesa untuk mengetahui fraksionasi
kristal seperti yang dijelaskan oleh Bowen (1928). Data yang dianalisis pada
diagram ini terdiri dari dua sumber, yaitu data primer (berasal dari data yang
diambil di lapangan) dan data sekunder (data yang didapatkan dari literatur dan
dari penelitian sebelumnya). Jumlah data primer yang dianaliss adalah dua puluh
data dengan nilai LOI < 2.5% dan telah dilakukan normalisasi (Lihat Lampiran C,
Data Geokimia). Dengan memanfaatkan diagram ini akan dijelaskan perubahan
komposisi magma saat fraksionasi kristal terjadi (Gambar 4.10).

Gambar 4.10. Diagram Harker.

Studi Petrogenesa 110


Gambar 4.10. Diagram Harker (lanjutan) yang menunjukkan proses differensiasi
magma pada daerah penelitian.
Pada diagram Harker diatas terdapat perbandingan delapan unsur utama terhadap
kadar SiO2 yaitu Al2O3, CaO, P2O5, MgO, Fe2O3, K2O, Na2O, dan TiO2.
Perbandingan kedelapan unsur ini terhadap kadar SiO2 dapat menunjukkan proses
diferensiasi magma. Berdasarkan grafik yang ada diketahui bahwa nilai MgO,
Fe2O3, dan TiO2 mengalami penurunan seiring dengan kenaikan kadar SiO2.
Diketahui bahwa ketiga unsur utama ini dibawa dalam mineral mafik seperti
olivin dan piroksen yang jika fraksionasi kristal berjalan secara normal maka
komposisi mafik sedangkan kadar SiO2 akan naik. Selain itu terdapat penurunan
kadar CaO seiring bertambahnya kadar SiO2 yang diikuti dengan kenaikan kadar
Na2O. Kedua unsur utama ini merupakan unsur yang dibawa oleh mineral

Studi Petrogenesa 111


plagioklas yang mengalami akan substitusi antara komposisi Ca dengan Na ketika
tingkat SiO2 bertambah.

Gambar 4.11. Diagram Harker perbandingan antara kadar SiO2 dengan beberapa
unsur penjejak.

Sedangkan pada unsur Al2O3 memiliki korelasi negatif dengan SiO2 di mana
kadar Al2O3 akan turun seiring naiknya kadar SiO2. Hal ini dikaitkan dengan
kehadiran High Alumunium Basalt (Kuno, 1960). Menurut Kuno (1960) HAB
merupakan magma yang dibentuk dari pelelehan sebagan dari periodotit mantel.
Namun menurut Babansky (1983 dalam Ariskin, 1999) HAB merupakan magma
yang terbentuk dari lelehan parsial kerak samudera termasuk di dalamnya
pengumpulan material sedimen pada zona pelelehan. Kenaikan kadar P2O5 seiring
dengan naiknya kadar SiO2, disebabkan oleh kenaikan kadar volatil ketika proses
penurunan temperatur terus berlangsung, yang mengkompensasi magma yang
tidak jenuh silika (Yagi, 1953).

Dari diagram Harker yang membandingkan antara unsur penjejak dengan unsur
utama (Gambar 4.11) diketahui bahwa hasil regresi yang menunjukkan nilai R2
yang mendekati 1 untuk unsur Zr dan Rb, namun nilai R2 untuk unsur Barium dan
Stronsium sangat kecil. Hal ini diinterpretasikan karena adanya kontaminasi dari
kerak (sub-lithospheric crustal) yang menyebabkan naiknya kadar Sr dan Ba
(Pearce, 1983).

Studi Petrogenesa 112


Tabel 4.8. Tabel komposisi mineral normatif yang didapatkan dari data sekunder Gunung Sundoro (Prambada dkk., 2016).

Kode Weight Norm (wt %)


Gumuk Total
Sampel Kuarsa Plagioklas Ortoklas Diopside Hiperstene Ilmenite Magnetite Apatite
1 6,63 59,15 11,82 5,03 11,39 1,42 3,81 0,74 99,99
2 6,38 58,77 11,70 5,59 11,49 1,42 3,90 0,74 99,99
Sundoro 14 6,80 58,58 11,17 5,88 11,59 1,41 3,86 0,72 100,01
Pusat 20 9,96 59,87 12,06 1,19 10,66 1,31 4,15 0,79 99,99
29 10,54 59,29 13,00 3,01 8,54 1,20 3,62 0,81 100,01
32 4,59 58,10 10,40 9,95 10,33 1,98 3,99 0,67 100,01
Watu 15 8,55 58,37 11,82 5,04 9,96 1,33 4,22 0,72 100,01
Kembang 27 1,19 59,62 5,97 6,26 21,60 1,90 3,00 0,46 100,00
Kekep 24 6,65 63,87 8,92 1,75 12,73 1,33 3,78 0,97 100,00
Kekep 25 6,57 62,50 8,86 3,28 12,62 1,33 3,87 0,97 100,00

Tabel 4.9. Tabel komposisi mineral normatif yang didapatkan dari data primer pada daerah penelitian.
Kode Weight Norm (wt %)
Gumuk Total
Sampel Kuarsa Plagioklas Ortoklas Diopside Hiperstene Ilmenite Magnetite Apatite Zirkon Na2SO4
Pagerluhur SD30-03 0,09 66,93 4,61 2,50 20,07 2,15 3,15 0,49 0,01 0,01 100,01
Kekep SD 19-04 2,45 68,22 5,97 4,53 14,37 1,42 2,48 0,58 0,01 0,04 100,07
Pusat SD 34-01A 6,81 60,53 9,40 4,31 12,58 1,46 4,20 0,72 0,01 0,05 100,07
Watu SD 31-02 9,19 61,30 8,63 3,38 11,93 1,39 3,61 0,58 0,03 0,02 100,06
Kembang SD 12-03 2,30 63,79 6,91 6,17 15,68 1,73 2,84 0,60 0,01 0,02 100,05

Studi Petrogenesa 113


4.3.2. CIPW Norm

Metode CIPW (Cross, Iddings, Pirsson, dan Washington) Norm merupakan


batuan yang biasanya digunakan pada batuan vulkanik atau batuan yang memiliki
komposisi gelas (Winter, 2001). Metode ini menggunakan perbandingan molar
data kimia batuan untuk mengetahui persentasi mineral normatif. Kehadiran
mineral ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat kejenuhan silika pada
magma (lihat Tabel 4.8 dan Tabel 4.9).

Berdasarkan data mineral normatif primer yang didapatkan, diketahui bahwa


kondisi magma di daerah penelitian bersifat jenuh hingga lewat jenuh silika
(Tabel 4.10). Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis CIPW di mana terdapat
mineral normatif kuarsa dan hipersten serta tidak terdapat mineral normatif olivin,
leusit, dan nefelin. Mineral normatif kuarsa ini biasanya terkandung pada gelas
vulkanik.

Tabel 4.10. Tabel tingkat kejenuhan silika di dalam magma berdasarkan data
mineral normatif primer.
Tingkat Kejenuhan Silika
Sangat Tidak Jenuh Tidak Jenuh Jenuh Lewat Jenuh
Sundoro
G Watu
U Kekep
M Kembang
U
K Pagerluhur
Nepheline, Leucite Olivin Hipersten Kuarsa

Kondisi magma yang jenuh hingga lewat jenuh silika biasanya diikuti dengan
nilai kadar volatil yang juga tinggi yang menyebabkan naiknya tekanan pada
dapur magma. Volatil pada umumnya memiliki densitas yang rendah dan mampu
berdifusi dengan magma dan cenderung berada pada bagian atas dari dapur
magma. Naiknya tekanan pada dapur magma akan menyebabkan terjadinya
erupsi. Jika tekanan pada dapur magma sangat besar maka erupsi yang dihasilkan
akan bersifat eksplosif.

Studi Petrogenesa 114


4.3.3. Seri Magma

Analsis seri magma digunakan untuk mengetahui jenis dan afinitas magma yang
ada di daerah penelitian dan kaitannya dengan lingkungan tektonik terbentuknya
magma tersebut. Data kimia yang digunakan berupa unsur utama berupa SiO2,
FeO, Fe2O3, Na2O, MgO, MnO, P2O5, Al2O3, dan K2O serta unsur jejak berupa
Zr, Ti, V, dan Sr. Data kimia akan dianalisis dalam dua jenis diagram yaitu
diagram dua variabel dan diagram tiga variabel. Diagram yang digunakan dalam
analisis seri magma mengacu kepada Rollinson (1993), dan Wilson (2007).
Analisis seri magma dilakukan dengan menggunakan data primer dan data
sekunder yang didapatkan dari Prambada dkk. (2016).

Gambar 4.12. Diagram klasifikasi batuan Total Alkali vs Silikat (Le Bas dkk., 1986).

Gambar 4.13. Diagram seri magmatik menurut Le Maitre dan Rickwood (1989 dalam
Rollinson (1993)).

Studi Petrogenesa 115


Gambar 4.13. Diagram seri magmatik dan klasifikasi batuan menurut Ewart (1982).

Gambar 4.14. Diagram seri magmatik menurut Irvine dan Baragar (1971).

Gambar 4.15. Diagram seri magmatik menurut Peccerillo dan Taylor (1976) (gambar di
sebelah kiri), dan menurut Irvine dan Baragar (1971) (gambar di sebelah
kanan).

Studi Petrogenesa 116


Gambar 4.16. Diagram seri magmatik dan lingkungan tektonik menurut Shervias (1982)
(gambar di sebelah kiri), dan diagram seri magmatik menurut Winchester dan
Floyd (1976) (gambar di sebelah kanan).

Gambar 4.17. Diagram seri magmatik dan lingkungan tektonik menurut Pearce dan Cann
(1973) (gambar di sebelah kiri), dan diagram seri magmatik menurut
Miyashiro dan Shido (1975) (gambar di sebelah kanan).

Studi Petrogenesa 117


Gambar 4.18. Diagram segitiga seri magmatik menurut Irvin dan Baragar (1971) (gambar di
sebelah kiri), dan diagram segitiga seri magmatik dan lingkungan tektonik
menurut Pearce dan Cann (1973) (gambar di sebelah kanan).

Gambar 4.18. Diagram segitiga seri magmatik dan lingkungan tektonik menurut Mullen
(1983).

Analisis dengan menggunakan diagram Total Alkali vs Silicate (Le Bas dkk., 1986)
diketahui bahwa jenis batuan yang ada di daerah penelitian terdiri dari basalt, basaltik
andesit, dan andesit (lihat Gambar 4.12). Pada diagram Le Maitre dan Rickwood
(1989) diketahui lebih lanjut bahwa seri magma pembentuk batuan adalah Medium-K

Studi Petrogenesa 118


Calc Alkaline (lihat Gambar 4.13). Namun dari diagram Ewart (1982) diketahui bahwa
beberapa batuan berkomposisi andesit basaltik memiliki seri magma High-K Calc-
Alkaline (lihat Gambar 4.14). Pada diagram seri magmatik Irvine dan Baragar (1971)
menunjukkan seri magmatik berupa sub-alkalin. Hasil pengeplotan pada diagram
Pecerillo dan Taylor (1976) dan Irvine dan Baragar (1971) menunjukkan bahwa seri
magma pembentuk batuan bersifat kalk-alkali (lihat Gambar 4.15). Hasil pengeplotan
dengan meggunakan diagram Miyashiro dan Shido (1975) menunjukkan seri magma
bersifat kalk-alkali hingga campuran antara kalk-alkali dan tholeitik. Selain itu
pengeplotan pada diagram Winchester dan Floyd (1976) juga menunjukkan seri
magma bersifat tholeitik (lihat Gambar 4.16). Pada diagram AFM (Irvine dan Baragar,
1971), diketahui seri magma bersifat kalk-alkali dan beberapa sampel menunjukkan
sifat tholeitik (lihat Gambar 4.18). Pengeplotan pada diagram Mullen (1983)
menunjukkan bahwa seri magma umumnya bersifat kalk-alkali dan beberapa sampel
bersifat tholeitik. Hasil pengeplotan pada kelima gumuk menunjukkan bahwa magma
memiliki afinitas yang sama. Menurut Bronto (2006) afinitas magma yang sama
menunjukkan bahwa magma bersifat co-magmatic.

Analsis dengan memanfaatkan unsur jejak dilakukan dengan beberapa diagram. Hasil
analisis dengan memanfaatkan diagram Pearce dan Cann (1973) menunjukkan seri
magma bersifat kalk-alkali, namun beberapa sampel besifat tholeitik. Analisis dengan
memakai diagram Shervias (1982) menunjukkan bahwa seri magma bersifat kalk-
alkali (lihat Gambar 4.17). Analisis unsur jejak Zirkon, Titanium, dan Strontium pada
diagram Pearce dan Cann (1973) menunjukkan bahwa seri magma bersifat kalk-alkali.
Hasil analisis dari beberapa diagram akan disimpulkan pada tabel 4.11 dan tabel 4.12.

Tabel 4.11. Hasil analisis seri magma dengan menggunakan data unsur jejak.
Seri Magma
Diagram Unsur Jejak
Tholeitik Kalk-Alkaline Sohnsonitik

Ti/Zr (Pearce dan Cann,


1973
Ti/100, Zr, Sr/2 (Pearce
dan Cann, 1973)
Ti/V (Shervias, 1982)

Studi Petrogenesa 119


Tabel 4.12. Hasil analisis seri magma dengan menggunakan data unsur utama.

Dari analisis yangdilakukan terhadap unsur utama dan unsur jejak, dapat
disimpulkan bahwa daerah penelitian memiliki afinitas magma Kalk-Alkali (lihat
Tabel 4.11 dan Table 4.12). Afinitas magmatik kalk-alkali umumnya hadir pada
lingkungan tektonik konvergen. Hal ini juga didukung dari analisis petrografi di
mana keterdpatan plagioklas pada sayatan tipis cenderung berkomposisi Andesine
hingga Labradorite dan tidak hadirnya mineral kuarsa pada sayatan (Hughes, 1982
dan Mc Birney, 1993).

4.3.4. Seri Tektonik


Analisis seri tektonik dilakukan dengan menggunakan data unsur utama seperti
MnO, TiO2, P2O5, K2O, FeO, MgO, dan Al2O3, dan juga unsur jejak seperti Zr, V,
Ti, Ba, Sr, dan Rb. Data kimia yang ada akan diolah dengan beberapa diagram
yaitu diagram laba-laba (spider diagram), diagram segitiga, dan diagram dua
variabel. Analisis seri tektonik dilakukan dengan memanfaatkan data primer.

Analisis menggunakan diagram laba-laba dilakukan pada lima sampel batuan pada
daerah penelitian. Kelima sampel dinormalisasi terhadap komposisi N-MORB dan
kemudian dibandingkan dengan data yang didapatkan dari literatur. Untuk tatanan
tektonik Busur Kepulauan digunakan data South-West Pacific, sedangkan untuk

Studi Petrogenesa 120


tatanan tektonik Batas Kontine Aktif digunakan data Andean Volcanic Rocks,
kedua data ini diambil dari Ewart (1982) (Gambar 4.19).

Gambar 4.18. Diagram laba-laba pada batuan basaltik andesit dan basalt yang dinormalisasi
dengan komposisi NMORB.

Penjelasan lebih detail tentang hasil perbandingan antara masing-masing sampel


dengan data dari literatur (Ewart,1982) dijelaskan di dalam tabel 4.13.

Tabel 4.13. Hasil perbandingan antara data literatur dengan data primer untuk
menjelaskan lingkungan tektonik.
Normalisasi N-MORB Kode Sampel Keterangan
SWP Basalt
Sout-west Pacific Island-
SWP Basaltik Andesit
arc
SWP Andesit
AV_Basalt
Andean volcanic_active
continental AV_Basaltik Andesit
AV_Andesit
SD 30-03 Island-arc
Basalt Sundoro SD 19-04 Island-arc
SD 12-03 Island-arc
Island-arc / active continental
Basaltik-Andesit Sundoro SD 34-01A margin
SD 31-02 active continental margin

Studi Petrogenesa 121


Dari analisis diagram laba-laba yang telah dilakukan diketahui bahwa pada
umumnya sampel dari daerah penelitian berasal dari lingkungan tektonik Busur
Kepulauan.

Gambar 4.19. Diagram segitiga (kiri) yang menjelaskan lingkungan tektonik


pembentukan magma oleh Pearce dkk., (1977) dan (kanan) yang
membedakan lingkungan tektonik tempat pembentukan basalt oleh
Pearce dkk., (1975).

Dari hasil analisis menggunakan kedua diagram diatas diketahui bahwa batuan terbentuk
pada daerah dengan lingkungan tektonik Spreading Center Island dan basalt yang ada di
lapangan merupakan basalt yang terbentuk pada daerah kontinental (Gambar 4.19).

Gambar 4.20. Diagram seri tektonik Ti vs Zr (Pearce, 1981 dalam Rollinson, 1993).

Studi Petrogenesa 122


Perbandingan kadar titanium terhadap zirkon pada diagram Perace (1981) (lihat
Gambar 4.19) menunjukkan bahwa batuan terbentuk dari arc lava. Namun dari
diagram ini tidak diketahui lebih lanjut apakah lava yang ada berasal dari busur
kepuluan atau active kontinental margin. Hasil analisis yang telah dilakukan akan
dirangkum dalam tabel 4.14 untuk melihat kecenderungan linkungan tektonik
pembentukan batuan.

Tabel 4.14. Interpretasi lingkungan tektonik dengan menggunakan unsur jejak dan unsur
utama.
Diagram Lingkungan Tektonik
Ti vs Zr (Pearce dan Cann, 1973) Busur Kepulauan
TiO2 vs MnOx10 vs P2O5x10 (Mullen, 1983) Busur Kepulauan
Spreading center Island, Island acr,
FeO vs MgO vs Al2O3 (Pearce dkk., 1973)
active kontinental margin.
TiO2 vs K2O, vs P2O5 (Pearce dkk., 1975) Kontinental
Ti vs Zr (Pearce dan Cann, 1981) Arc Lava

Hasil analisis diagram laba-laba, diagram segitiga, dan diagram dua variabel
menunjukkan bahwa lingkungan tektonik tempat terbentuknya batuan secara umum
adalah pada Busur Kepulauan (Tabel 4.14). Hal ini didukung dengan seri magma yang
umumnya bersifat kalk-alkali, dan kelimpahan jumlah fenokris yang sebagian besar
berada di atas 35 persen. Jumlah fenokris yang berlimpah disebabkan oleh derajat
fraksionasi kristal yang cukup tinggi. Jenis magma kalk-alkalin biasanya terbentuk pada
lingkungan tektonik konvergen (Gambar 4.21) .

Gambar 4.21. Hubungan seri magma dan lingkungan tektoniknya (Wilson, 2007). Kotak merah
merupakan karakter dari lingkungan tektonik daerah penelitian.

Studi Petrogenesa 123


4.4. Kondisi Magmatisme
Berdasarkan analisis petrografi diketahui bahwa komposisi mineral pada daerah
penelitian didominasi oleh plagioklas.Pada daerah penelitian, komposisi An plagioklas
secara umum berada pada kisaran Andesin hingga Bitownit. Jika proses fraksionasi
kristal berlangsung secara normal maka komposisi plagioklas akan terus berkurang dari
Anorthit menjadi Albit dan batuan yang keluar pada fasa paling akhir akan cenderung
memiliki komposisi lebih sodik. Diagram analisis komposisi An plagioklas pada daerah
penelitian secara sederhana dapat menjelaskan keberjalanan proses magmatisme di
daerah penelitian (Gambar 4.22).

Gambar 4.22. Diagram komposisi An plagioklas pada daerah penelitian.

Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa terdapat dua jenis proses yaitu proses naiknya
kadar An pada plagioklas, ditandai dengan warna biru, dan turunnya kadar An, ditandai
dengan warna kuning. Naiknya komposisi An secara relatif menunjukkan adanya suplai
magma baru dengan komposisi lebih basa. Injeksi magma baru ini umumnya
digambarkan sebagai proses pencampuran magma (magma mixing) atau asimilasi.
Turunnya komposisi An secara relatif menunjukkan bahwa proses differensiasi magma
berjalan secara normal.

Selain itu hasil analisis mikro-tekstur pada plagioklas (lihat Tabel 4.4) juga dapat
digunakan sebagai perbandingan proses yang terjadi pada dapur magma secara lebih
spesifik (lihat Tabel 4.15).

Studi Petrogenesa 124


Tabel 4.15. Penjelasan secara spesifik proses yang dominan terjadi di dapur magma
yang didasarkan kepada deskripsi mikro-tekstur plagioklas.
Proses pada Dapur Magma
Satuan Gumuk Injeksi
Dekompresi Pendinginan Erupsi
magma Konveksi
adiabatik secara cepat eksplosif
primitif
Sk 1 3 2 - -
Sl 10 1 3 2 4
Sl 9 3 1 2 - -
Sl 8 1 2 3 5 4
Sl 7 2 1 3 4 -
Sl 6 2 1 3 - 4
Sl 5 2 1 4 3 5
Sl 4 1 2 3 4 -
SWk 2 3 1 4 -
Watu
SWl 2 1 3 4
Sl3 1 2 3 - -
Sl2 3 1 2 - -
Skek Kekep 2 1 3 4 -
Sl 1 3 1 2 - -
SKl 3 1 3 2 4 -
SKl 2 Kembang 1 2 3 4 -
SKl 1 3 1 2 4 -
SPl Pagerluhur 2 1 - 3
Sel Seroja 1 3 4 5 2
Keterangan: Proses yang dominan terjadi di dalam dapur magma diurutkan dari 1 hingga 5,
dimana 1 = paling dominan, 2 = sangat dominan, 3 = dominan, 4 = ada, 5 =
minor, - = tidak berpengaruh.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dekompresi adiabatik dan injeksi magma yang
lebih primitif menjadi proses yang paling dominan terjadi di dalam dapur magma.
Ketika injeksi magma yang lebih primitif terjadi seharusnya diikuti dengan kenaikan
kadar An di dalam plagioklas.

Berdasarkan analisis pada diagram Harker (lihat Gambar 4.10) diketahui bahwa kondisi
magma pada daerah penelitian umumnya dikontrol oleh proses fraksionasi kristal.
Proses asimilasi dan pencampuran magma juga memegang peranan penting dalam
proses pembentukan magma, hal ini dibuktikan dengan dominannya tekstur fine sieve
pada beberapa satuan. Kesimpulan dan interpretasi kondisi magma akan ditampilkan
pada tabel berikut (lihat Tabel 4.16 dan Gambar 4.23).

Studi Petrogenesa 125


Tabel 4.16. Interpretasi kondisi dan proses yang berlangsung pada magma di daerah penelitian.
Tekstur Mineral
Kandungan Diagram
Satuan Gumuk Opaque Interpretasi Kondisi Magma
Plagioklas An Harker
Rim
Sk D - M/A F-M/A Fraksionasi - Dekompresi - Magma Mixing
Sl 10 D D F F-M/A Fraksionasi - Dekompresi - Magma Mixing
Sl 9 A/M - F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing
Sl 8 D D M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi - Dekompresi
Sl 7 A/M - M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi
Sl 6 A/M - F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing
Sl 5 A/M D M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi - Dekompresi
Sl 4 D D M/A F-M/A Magma Mixing - Dekompresi - Fraksionasi
SWk K - F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing - Konveksi
Watu
SWl A/M D M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi - Dekompresi
Sl3 D - F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing - Dekompresi
Sl2 A/M - M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi
Skek Kekep A/M - M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi
Sl 1 A/M - M/A F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi
SKl 3 D D F F-M/A Dekompresi - Fraksionasi - Magma Mixing
SKl 2 Kembang D - F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing - Dekompresi
SKl 1 A/M D F F-M/A Fraksionasi - Magma Mixing - Dekompresi
SPl Pagerluhur A/M - F F-M/A Magma Mixing - Fraksionasi
Sel Seroja D - - - Dekompresi
Keterangan: A = Asimilasi, M = Magma mixing, F = Fraksionasi Kristal, D = Dekompresi Adiabatik, K = Konveksi.

Studi Petrogenesa 126


Gambar 4.23. Urutan differensiasi magma pada daerah penelitian dan proses yang berlangsung di dalamnya.

Studi Petrogenesa 127


Studi Petrogenesa 128

Anda mungkin juga menyukai