Anda di halaman 1dari 52

BAB I

TUJUAN

Berikut ini adalah tujuan praktikum pemeriksaan patologi klinik.


a. Menunjang pemahaman mahasiswa dalam penerapan ilmu kedokteran
dasar yaitu patologi klinik khususnya mengenai hematologi.
b. Melatih keterampilan mahasiswa dalam melakukan pemeriksaan yang
berkaitan dengan hematologi rutin.
c. Mengetahui prosedur dalam melakukan pemeriksaan hematologi
rutin.
d. Mengetahui materi yang berhubungan dengan hematologi.
e. Mengetahui kelainan-kelainan yang berhubungan dengan
abnormalitas pemeriksaan darah.
BAB II
DASAR TEORI

Patologi adalah perubahan struktural dan fungsional pada jaringan dan


organ tubuh yang menyebabkan atau disebabkan oleh penyakit. Patologi klinis
adalah patologi yang diterapkan pada pemecahan masalah klinis khususnya pada
metode laboratorium dalam diagnosis klinis. Salah satu materi dalam patologi
klinik adalah hematologi. Hematologi adalah ilmu yang berkaitan dengan susunan
dan fungsi darah. Darah dari setiap individu dapat dibedakan dengan
menggunakan golongan darah. Golongan darah adalah ciri khusus darah dari
suatu individu yang mencerminkan perbedaan suatu perbedaan jenis karbohidrat
dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Darah manusia dibedakan
menjadi empat macam; A, B, AB, dan O yang masing-masing memiliki
karakteriktik berbeda.
Darah tersusun dari plasma darah dan sel darah. Plasma darah, terdiri dari
albumin, bahan pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai
protein dan garam. Sel darah meliputi sel darah merah atau eritrosit, sel darah
putih atau leukosit, dan trombosit atau platelet. Eritrosit adalah sel darah yang
komposisinya paling banyak.
Eritrosit memiliki bentuk bulat dengan cakram atau cekungan di bagian
tengahnya. Bentuk yang demikian akan memudahkan eritrosit untuk melalui
pembuluh darah. Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa pria + 5 juta/mm3
darah, sedangkan wanita + 4,5 juta/mm3 darah. Besarnya volume sel-sel eritrosit
seluruhnya di dalam 100mm3 darah dan dinyatakan dalam % disebut dengan
hematokrit. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memiliki empat ikatan yang
memudahkan untuk menangkap oksigen. Pemeriksaan yang digunakan untuk
mengukur kadar hemoglobin dalam darah adalah metode Sahli.
Leukosit berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Leukosit terdiri dari sel
bergranula (granulosit) dan sel tak bergranula (agranulosit). Sel bergranula adalah
neutrofil, eosinofil, dan basofil. Neutrofil memiliki granula, memiliki 2-5 lobus,
dan pada wanita, inti neutrofilnya berbentuk gada. Eosinofil memiliki lobus 2-3,
inti memiliki warna biru, dan sitoplasma memiliki warna merah. Basofil memiliki
inti sel berwarna merah dan sitoplasma berwarna biru. Sel tak bergranula
(agranulosit) adalah limfosit dan monosit. Limfosit berukuran besar dan bertaki.
Monosit memiliki sel yang besar dan seperti ginjal. Trombosit atau platelet
merupakan pecahan dari sel megakariosit. platelet berperan dalam pembekuan
darah. Pemeriksaan bilik hitung dapat digunakan untuk menghitung banyaknya
leukosit dalam darah.
Mekanisme pembekuan darah melalui 2 jalur yaitu melalui jalur intrinsik
dan ekstrinsik. Jalur tersebut dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai jalur pembekuan darah tersebut.
a. Jalur Intrinsik
Mencetuskan pembekuan intravaskuler serta pembekuan
sampel darah. Semua unsur yang diperlukan untuk menghasilkan
pembekuan melalui jalur intrinsik tersedia dalam darah. Jalur ini
yang melibatkan tujuh langkah terpisah, berjalan pada saat faktor
XII diaktifkan karena berkontak dengan kolagen yang terpajan di
pembuluh yang cedera atau permukaan benda asing.

Gambar 1 Lintasan Intrinsik


b. Jalur Ekstrinsik.
Mengambil jalan pintas dan hanya memerlukan empat
langkah. Jalur ini, yang memerlukan kontak dengan faktor-faktor
jaringan di luar darah, mengawali proses pembekuan darah yang
keluar ke jaringan. Jika mendapat trauma, jaringan akan mengeluarkan
suatu kompleks protein yang dikenal sebagai tromboplastin jaringan.
Tromboplastin jaringan secara langsung mengaktifkan faktor X,
sehingga melewatkan semua langkah pendahuluan pada jalur
ekstrinsik.

Gambar 2 Lintasan Ekstrinsik

Mekanisme intrinsik dan ekstrinsik biasanya bekerja secara


stimultan. Apabila cedera jaringan menyebabkan ruptur pembuluh,
mekanisme intrinsik menghentikan darah di pembuluh yang cedera,
sementara mekanisme ekstrinsik menyebabkan darah yang keluar ke
dalam jaringan membeku sebelum pembuluh tersebut ditambal.
Biasanya pembentukan bekuan sudah selsesai seluruhnya dalam tiga
sampai enam menit. Setelah bekuan terbentuk, kontraksi trombosit
yang merangkap di dalam bekuan menciutkan jaring fibrin, menarik
tepi-tepi luka di pembuluh saling mendekat, dan akhirnya luka
tertutup. (Sherwood,2001)
Pembekuan darah pada orang normal.
Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah yaitu:
a. Saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh, lalu
darah keluar dari pembuluh
b. Pembuluh darah mengerut atau mengecil
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh
Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman
yang akan menutup luka sehingga darah berhenti keluar dari
pembuluh.

Pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur kecepatan sedimentasi


eritrosit dalam darah yang belum membeku dalam satuan mm/jam. LED
merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses
inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit
kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya
kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan
dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Seperti yang telah dijelaskan, proses pembekuan darah diperlukan untuk


menghambat perdarahan di dalam maupun di luar tubuh. Sedangkan perdarahan
adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut
mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik, sayatan,
atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat

Berdasarkan letak keluarnya darah, pendarahan dibagi menjadi 2 macam,


yaitu:
a. Pendarahan terbuka
Pada perdarahan tebuka, darah keluar dari dalam tubuh.
Tekanan dan warna darah pada saat keluar tergantung dari jenis
pembuluh darah yang rusak. Jika yang rusak adalah pembuluh
arteri (pembuluh nadi), maka darah memancar dan berwarna merah
terang. Jika yang rusak adalah pembuluh vena (pembuluh balik),
maka darah mengalir dan berwarna merah tua. Jika yang rusak
adalah pembuluh kapiler (pembuluh rambut), maka darah
merembes seperti titik embun dan berwarna merah terang.

b. Pendarahan tertutup.
Pada pendarahan tertutup, darah keluar dari pembuluh
darah dan mengisi daerah di sekitarnya, terutama dalam jaringan
otot. Pendarahan ini dapat diidentifikasi dengan adanya memar
pada korban. Bentuk lain dari pendarahan tertutup adalah
pendarahan dalam. Pada pendarahan dalam, darah yang keluar dari
pembuluh darah mengisi rongga dalam tubuh, seperti rongga dalam
perut.
BAB III.
ALAT DAN BAHAN

3.1 PRAKTIKUM I
3.1.1 Laju Endap Darah (LED)
Alat : 1. Tabung westergreen
2. Rak westergreen
Reagen : Natrium sitrat 3, 8%
Bahan : Darah EDTA

3.1.2 Hemoglobin
Alat : 1. Alat untuk mengambil darah vena atau
kapiler
2. Hemometer Sahli
Terdiri dari:
a. Tabung pengencer panjang
12 cm, dinding bergaris angka 2-
22
b. Tabung standar Hb
c. Pipet Hb
d. Pipet HCL
e. Botol tempat aquadest dan
HCl 0,1 N
f. Batang pengaduk

3.1.3 Jumlah Leukosit


Alat : 1. Hemositometer

Terdiri dari:

a. Bilik hitung

b. Pipet leukosit
c. Pipet eritrosit

2. Kaca penutup

3. Mikroskop

Reagen : Larutan Turk terdiri dari:

a. Gentian violet 1 % : 1 ml

b. Asaml asetat glasial : 1 ml

c. Aquadest : 100
ml

Bahan : Darah vena atau darah kapiler

3.2 PRAKTIKUM 2
3.2.1 Jumlah Eritrosit
Alat : Alat untuk mengambil darah vena/kapiler

Hemositometer :

a. Bilik hitung Neubauer Improve

b. Kaca penutup

c. Pipet eritrosit : pipet dengan bola merah dengan skala 0,5-1-


101

Mikroskop

Reagen

Larutan haymen terdiri dari:

a. Na2SO4 Kristal : 5,0 gram

b. NaCl : 1,0 gram


c. HgCl2 : 0,5 gram

d. Aquadest : 200,0 ml

3.2.2 Hematokrit
Alat

1. Alat untuk memeperoleh darah vena / kapiler.

2. Pipet Hematokrit: panjang 7,5 cm dan diameter 1,2 mm.

3. Vasellin

4. Sentrifuge yang dapat memutar dengan kecepatan 16.000 rpm.

5. Skala pembaca Ht

Reagensia : Heparin

Bahan : Darah vena / darah kapiler.

3.2.3 Golongan Darah ABO


Alat : pipet tetes dan object glass
Bahan : darah
Anti-A
Anti-B
3.3 PRAKTIKUM 3
3.3.1 Waktu Perdarahan
Alat :

1. Lancet

2. Kapas alcohol

3. Gelas obyek

4. Kertas saring
5. Stop watch, penggaris
3.3.2 Waktu Pembekuan
Metode Lee dan White (Pemeriksaan Waktu Pembekuan)

Alat :

1. Tabung reaksi

2. Alat pengambilan darah vena

3. Stopwatch

4. Rak Tabung

5. Inkubator (kalau ada)

3.3.3 Rumple Leed


Alat :

1. Tensimeter

2. Stetoskop

3.3.4 Identifikasi Sel


Alat : Mikroskop
Sedian sel darah
BAB IV
CARA KERJA

4.1 PRAKTIKUM I
4.1.1 Laju Endap Darah (LED)
Metode Westergreen

1. Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan


sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat
3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1
(4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel
sebelum diperiksa.
2. Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
3. Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari
getaran maupun sinar matahari langsung.
4. Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.

4.1.2 Hemoglobin
Cara kerja :
a. Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1 N sebanyak 5 tetes
b. Dengan pipet hb isap darah sampai 20 µL jangan sampai ada
gelembung udara yang terhisap
c. Hapus darah yang ada pada ujung pipet
d. Tuang darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan HCL bila
masih ada darah dalam pipet
e. Diamkan 1 menit
f. Tambahkan aquadest tetes demi tetes dan aduk
g. Bandingkan larutan tabung dengan warna larutan standart
h. Persamaan campuran harus tercapai dalam waktu 3-5 menit
i. Amati pada skala di tabung pengencer
4.1.3 Jumlah Leukosit
Cara Kerja :

1. Bilik hitung dicari dengan mikroskop cari kotak sedang sedang dipojok
bilik hitung.

2. Hisap darah dengan pipet leukosit sampai angka 1 pengenceran 10 kali.

3. Hapus darah yang melekat pada ujung pipet.

4. Kemudian dengan pipet yang sama hisap larutan Turk sampai garis skala
11.

5. Hati-hati jangan sampai ada gelembung udara.

6. Angkatlah pipet dari cairan tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu
lepaskan karet penghisap.

7. Kocok dengan arah horizontal selama 15-30 detik.

8. Buang 3 tetesan yang pertama.

9. Tuang pada bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup dan
diletakkan di mikroskop.

10. Lakukan penghitungan sel leukosit dengan pembesaran obyektif 10 x atau


40 x.

Nilai rujukan menurut Dacie :


Dewasa pria : 4-11 ribu/mm3

Dewasa wanita : 4-11 ribu/mm3

Bayi : 10-25 ribu/mm3

1 tahun : 6-18 ribu/mm3

12 tahun : 4,5-13 ribu/mm3

4.2 PRAKTIKUM 2
4.2.1 Jumlah eritrosit
Prinsip pemeriksaan : menghitung sel eritrosit dalam larutan yang
menghancurkan sel-sel lain.

Cara pemeriksaan : serupa menghitung sel leukosit:

a. Bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup diletakkan di


bawah mikroskop.

b. Cari kotak kecil. Atau kotak eritrosit (ditengah).

c. Dengan pipet eritrosit hisap darah sampai angka 1 (pengenceran 100


x). atau sampai angka 0,5 (pengenceran 200 x). bersihkan ujung
pipet.

d. Pertahankan posisi pipet, hisap larutan hayem sampai angka 101

e. Bersihkan ujung pipet

f. Kocok dengan arah horizontal

g. Buang 3 tetes pertama

h. Tetes ke bilik hitung lewat sela-sela kaca penutup


4.2.2 Hematokrit
Cara pemeriksaan :

1. Darah telah di siapkan.

2. Isi tabung kapiler dengan darah sampai ¾ tabung.

3. Bakar ujung tabung yang kosong dengan lampu


spritus atau disumbat dengan vasellin, hingga benar-benar
tertutup.

4. Sentrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3-5 menit.

5. Baca dengan skala hematokrit panjang kolom merah.

Nilai rujukan menurut DACIE :

Pria : 47 ± 7 %.

Wanita : 42 ± 5 %.

Bayi baru lahir : 54 ± 10 %.

3 bulan : 38 ± 6 %.

3-6 bulan : 40 ± 45 %.

10-12 tahun : 41 ± 4 %.

4.2.3 Golongan Darah ABO


Cara kerja :
a. Tetes darah dengan anti-A
b. Tetes darah dengan anti-B pada sisi object glass yang lain
c. Aduk campuran tersebut
d. Amati apakah ada gumpalan atau tidak

4.3 PRAKTIKUM 3
4.3.1 Waktu Perdarahan
Cara pemeriksaan :
1. Cuping telinga tempat pemeriksaan dipijit-pijit atau di gosok supaya
hiperemis.

2. Bersihkan cuping telinga dengan kapas alcohol, biarkan kering.

3. Tusuk cuping telinga dengan lancet sedalam 2-3 mm dan bairkan darah
keluar dengan bebas, saat darah keluar jalankan stopwatch.

4. Isap darah vena yang keluar dengan kertas saring tiap setengah menit
sampai darah berhenti jangan sampai kertas saring menyentuh luka,
hentikan stopwatch saat darah tidak dapat dihisap lagi, dan catat waktu.

Penilaian hasil : Normal 1-3 menit.

4.3.2 Waktu Pembekuan


Cara Pemeriksaan :

1. Siapkan 3 tabung reaksi yang bebas dari kotoran letakkan pada rak.

2. Ambil darah vena 3 cc secara legendaris, saat darah mulai keluar jalankan
stopwatch (catat waktunya).

3. Masukkan sampel darah perlahan-lahan pada 2 tabung pertama dengan


posisi miring masing-masing 1 cc, sisanya masukkan dalam tabung ke-3
sebagai control.

4. Diamkan 2-3 menit, kemudian setiap 0,5 menit tabung 1 digoyang → catat
waktu terjadinya bekuan. Bila sudah timbul bekuan pada tabung 1,
lakukan hal yang sama terhadap tabung ke-2 (goyangkan) → catat
waktunya.

5. Amati tabung ke-3 apakah sudah timbul bekuan, bila belum tampak
bekuannya lakukan hal yang sama seperti tabung yang lain.

Arti klinis

1. Normal : 9-15 menit


2. Memnjang : Kelainan beberapa factor koagulasi (koagulopati) inhibitor
dalam darah missal heparin.

4.3.3 Rumple Leed


Cara Pemeriksaan :

1. Ukur tekanan systole dan diastole, ambil rata-ratanya.

2. Lakukan bendungan pada lengan atas pada tekanan rata-rata tersebut,


maksimal 100 mmHg dan pertahankan selama 10 menit.

3. Baca hasilnya pada volar lengan bawah kira-kira 4 cm dibawah lipat siku
dengan penampang 5 cm.

Penilaian hasil :

1. Normal

Bila dalam waktu 10 menit tidak timbul petechiae pada area


pembacaan atau timbul petechiae kurang dari 5 buah.

2. Positif

Dalam waktu 10 menit timbul 10 atau lebih petechiae.

3. Negatif

Dalam waktu 10 menit atau lebih tidak timbul petechiae atau kurang
dari 10 buah.

4.3.4 Identifikasi Sel


Cara Pemeriksaan :
a. Letakkan sedian pada mikroskop.
b. Amati sel darah putih yang ada
BAB V
HASIL

5.1 PRAKTIKUM 1
5.1.1 Hasil Pengamatan Laju Endap Darah (LED)
Hasil pengamaatan laju endap darah dari campuran reagen natrium
sitrat 3,8 % dengan darah setelah diamati selama 30 menit, adalah sebagai
berikut:

: 12 mm

14 mm

16 mm

Dari hasil pengamatan tersebut, lapisan 1 adalah eritrosit, lapisan 2


adalah leukosit, lapisan 3 adalah plasma darah. Jumlah keseluruhan campuran
adalah 196 mm, maka LED nya 12mm / 30 menit.

5.1.2 Hasil Pengamatan Hemoglobin


Campuran antara reagen HCl (5 tetes) dan darah kemudian
ditambahkan dengan aquadest tetes demi tetes sebagai campuran, hingga
mencapai 12, 4 gr %.

5.1.3 Hasil Pengamatan Jumlah Leukosit


Hasil pengamatan jumlah leukosit menghasilkan bilik hitung yang
dapat dilihat dalam mikroskop berupa:
8 * 7
5

1 9

Maka perhitungan jumlah leukositnya menjadi:


Perhitungan:
5.2 PRAKTIKUM 2
5.2.1 Hasil Pengamatan Jumlah Eritrosit
Pada pengamatan eritrosit dengan contoh darah Ny. Apriyatun
menghasilkan bilik hitung berupa 220 eritrosit.
Perhitungan:

Jumlah eritrosit = Jumlah eritrosit yang dihitung X 400 X 10 X 100


Jumlah Kotak kecil

= 220 X 400 X 10 X 100 = 5,5 juta / mm3 (Normal)


16

5.2.2 Hasil Pengamatan Golongan Darah ABO


Pada pengamatan golongan darah pada sample Ny. Apriyatun
memiliki hasil pada campuran anti-A dengan darah menggumpal dan anti-B
dan darah tidak menggumpal.

5.2.3 Hasil Pengamatan Hematokrit


Pada hasil pengamatan hematokrit dimana darah setelah disentrifuge
dalam pipet hematokrit, pada skala pembaca hematokrit menunjukan angka
40 % .
5.3 PRAKTIKUM 3
5.3.1 Hasil Pengamatan Waktu Perdarahan

Pada pengamatan untuk mengetahui waktu perdarahan dengan


sample darah Tn. Septyan Dwi W. dengan bercak pertama mempunyai
penampang 5 mm dan perdarahan berhenti pada waktu 2 menit 11 detik
(normal)
Dengan batasan normal waktu perdarahan adalah 1- 3 menit.

5.3.2 Hasil Pengamatan Waktu Pembekuan

Pada pembekuan darah yang mengambil sample darah Nn. Dwi


Sartika. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut:

Total Tabung 1 : 1 menit

Tabung 2 : 1.28 menit

Tabung 3 : 1. 39 menit

Sedangkan waktu pengambilan darah : 3 menit

Total keseluruhan waktu pembekuan : 7.07 menit

Hasil pemeriksaan tidak normal, karena batas normal waktu


pembekuan darah adalah 9 – 15 menit. Banyak hal yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan adalah adanya pembekuan darah, kesalahan
sampling, atau pembekuan yang terlalu cepat.

5.3.3 Hasil Pemeriksaan Rumple Leed

Pemeriksaan rumple leed dilakukan dengan membendung vena pada


tekanan tertentu dan mendeteksi adanya kelainan sistem vaskuler dan
trombosit dengan tanda-tanda petechiae yang timbul. Hasil pemeriksaan
menunjukkan terdapat 3 buah petechiae. Tekanan yang digunakan sebesar
100 mmHg.

Jadi, penilaian hasilnya adalah normal, karena pada waktu 10 menit


timbul l petechiae kurang dari 5 buah.
5.3.4 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Sel

Hasil identifikasi sel menunjukan bahwa sel darah yang diamati adalah
sebagai berikut:

1. Basofil batang

Gambar 1. Basofil batang

2. Neutrofil bersegmen

Gambar 2. Neutrofil bersegmen

3. Lymphosit
Gambar 3. Sel lymfosit

4. Eosinophil bersegmen

Gambar 4. Sel eusinofil bersegmen


BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 PRAKTIKUM I
6.1.2 Laju Endap Darah (LED)

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga


disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah
kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan
satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan
jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi
stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak
andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
menyebabkan temuan tidak akurat.

Prosedur

Tujuan :
Hasil pengamatan laju endap darah dari campuran reagen natrium sitrat
3,8% dengan darah setelah diamati selama 30% adalah sebagai berikut.

12 mm

14 mm

16 mm

Dari hasil pengamatan tersebut, lapisan I merupakan eritrosit, lapisan II


merupakan leukosit, dan lapisan III merupakan plasma darah. Jumlah
keseluruhan campuran adalah 196mm. Maka, sediaan yang kelompok B2
amati merupakan darah wanita dewasa dengan LED: 12mm/30menit.

Nilai normal LED pada manusia:

a. Pria 0-15 mm/jam

b. Wanita 0-20 mm/jam

6.1.3 Hemoglobin
Campuran antara reagen HCl(5tetes) dan darah 20mikro kemudian
ditambahkan aquades tetes demi tetes sampai campuran mencapai 12,4gr%.
Jadi, sediaan yang kelompok B2 amati merupakan sediaan darah dari wanita
dewasa. Standar hemoglobin wanita dewasa adalah 11,5-16,5%.

Standar Normal Hemoglobin :

a. Pria Dewasa 12,5-18,0 gr%


b. Wanita dewasa 11,5-16,5 gr%

c. Bayi <3bulan 9,5-13,5 gr%

d. Bayi >3bulan 10,5-13,5 gr%

e. 1 tahun 10,5-13,5 gr%

f. 3-6 tahun 12,0-14,0 gr%

g. 10-12 tahun 11,5-14,5 gr%

Abnormalitas hemoglobin :

Anemia

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada
dibawah normal.

Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka


mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya keseluruh bagian
tubuh.

Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah


hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

Penyebab Anemia

Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat
besi, serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang
pembuatan sel darah merah. EPO adalah hormon yang dibuat oleh ginjal.
Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah
secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel
tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia:

a. Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan


asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut
megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar dengan warna muda
b. Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
c. Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid perempuan
d. Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)

Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi


oportunistik terkait dengan penyakit HIV. Beberapa obat yang umumnya
dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia.

Pada anak-anak, anemia terjadi akibat infeksi cacing tambang, malaria,


atau pun disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

6.1.4 Jumlah Leukosit


Hasil pengamatan jumlah leukosit menghasilkan kotak/bilik hitung yang
diamati pada mikroskop berupa:

8 * 7
5

1 9

Maka, perhitungan jumlah leukositnya menjadi:


Sehingga, dari hasi perhitungan tersebut, sediaan yang kelompok B2
amati merupakan sediaan darah dari wanita dewasa. Standar jumlah leukosit
wanita dewasa adalah 4-11.000/mm3.

Kadar jumlah Leukosit normal pada manusia:

a. Pria 4.000-11.000 /mm3

b. Wanita 4.000-11.000 /mm3

c. Bayi 10-25/mm3

d. 1 tahun 6-18 /mm3

e. 12 tahun 4,5-13/mm3

Kondisi abnormalitas Leukosit :

1. Leukopenia

Berkurangnya jumlah sel darah putih di dalam darah di bawah


5000/mm3 (kamus Kedokteran Dorland edisi 29). Kondisi leukopenia
terjadi bila sumsum tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih
sehingga tubuh tidak terlindung dengan sempurna terhadap banyak
bakteri dan agen lain yang mungkin masuk menginvasi jaringan. (buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11, Guyton & Hall)

2. Leukimia

Produksi sel darah putih yang berlebihan yang tidak terkontrol


disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel
limfogen. Hal ini menyebabkan leukimia, yang biasanya ditandai
dengan jumlah sel darah putih abnormal yang sangat meningkat dalam
sirkulasi darah.

Leukimia dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:

a. Leukimia limfositik

Leukimia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang


bersifat kanker, biasanya dimulai dari nodus limfe atau jaringan
limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya

b. Leukimia Mielogenosa

Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa


muda yang bersifat kanker (karsinogenik) di sumsum tulang dan
kemudian menyebar ke seluru tubuh, sehingga sel darah putih
diproduksi di banyak organ ekstramedular(terutama di nodus limfe,
limpa dan hati).

Pada leukimia ini kadang-kadang proses yang bersifat kanker itu


memproduksi sel yang berdiferensiasi sebagian, menghasilkan apa yang
disebut dengan leukimia netrofilik, leukimia eosinofilik, leukimia basofilik,
atau leukimia monositik. Namun, yang lebih sering terjadi adalahsel leukimia
dengan bentuk yang aneh dan tidak berdiferensiasi, maka leukimia yang
terjadi semakin akut, dan jika tidak diobati sering menyebabkan kematian
dalam beberapa bulan. Pada sel-sel yang berdiferensiasi, prosesnya dapat
berlangsung kronik, kadang begitu lambatnya sampai lebih dari 10-20 tahun.

6.2 PRAKTIKUM 2

6.2.1. Hasil Pengamatan Jumlah Eritrosit

Pada pengamatan eritrosit dengan contoh darah Ny. Apriatun


menghasilkan kotak atau bilik hitung yang dilihat dimikroskop dengan toal
220. Untuk penghitungan Jumlah eritrositnya yaitu :

Jumlah eritrosit = Jumlah eritrosit yang dihitung X 400 X 10 X 100


Jumlah Kotak kecil

= 220 X 400 X 10 X 100 = 5,5 juta / mm3 (Normal)


16
Indeks normal wanita dewasa antara 3,9 – 5,6 Juta/mm3

Abnormal

Berdasarkan jumlah sel dan kadar hemoglobin yang merupakan bagian


penting dari sel erytrosit,kelainan sel darah merah (erytrosit) dibedakan
menjadi anemia bila jumlah atau kadarnya rendah dan polycythemia bila
jumlahnya meningkat. WHO menetapkan kriteria diagnosis anemia bila
kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl, kadar hemoglobin ini biasanya
sebanding dengan jumlah erytrosit dan hematokrit. Sebaliknya, disebut
polycythemia bila kadar hemoglobin lebih dari 18,0 g/dl dan jumlah erytrosit
lebih dari 5,5 juta/uL disertai dengan peningkatan sel leukosit dan platelet.

Dibanding polycythemia, penyakit anemia mempunyai prevalensi yang


lebih tinggi terutama pada wanita. Pasien anemia tampak pucat, lesuh, lemah
dan pusing karena reaksi tubuh yang kekurangan oksigen. Dampak dari
penyakit anemia adalah menurunnya kualitas hidup, kinerja rendah, IQ
rendah, sampai dengan kematian penderitanya. Pada ibu hamil, anemia bisa
berakibat serius pada janin berupa keguguran atau cacat bawaan.

Anemia terjadi karena menurunnya kadar hemoglobin yang terikat pada


sel erytrosit atau jumlah erytrosit yang mengikat hemoglobin kurang.
Penyebabnya dapat oleh karena kegagalan proses synthesis atau kualitas
hemoglobin dan erytrosit yang dihasilkan tidak sempurna, pemecahan
erytrosit abnormal, kehilangan darah masif, intake nutrient kurang atau
merupakan penyakit sekunder akibat penyakit lain.

Berdasarkan morfologi dan ukuran sel erythrosit, anemia


diklasifikasikan menjadi: Anemia mikrositik, anemia normositik dan anemia
makrositik.
Klasifikasi yang lain, membagi anemia berdasarkan penyebabnya
:

a. Iron deficiency anemia

b. Hemoglobinopathies

1. Sickle-cell disease

2. Thalassemia

3. Methemoglobinemia

c. Megaloblastic Anemia

1. Vit. B12 deficiency anemia

2. Folat deficiency anemia

3. Pernicious anemia

d. Hemolytic Anemia

1. Genetic disorders of RBC membrane

a. Hereditary spherocytosis

b. Hereditary elliptocytosis

2. Genetic disorders of RBC metabolism

a. G6PD deficiency

b. Pyruvate kinase deficiency

3. Immune mediated hemolytic anemia

a. Autoimmune hemolytic anemia


b. Alloimmune hemolytic anemia

c. Drug Induced

4. Paroxymal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

5. Dyrect physical damage to RBCs mis


microangiopathic

e. Aplastic Anemia

1. Fanconi anemia

2. Acquired pure red cell aplasia

3. Diamond-Blackfan anemia

a. Mikrositik anemia

Anemia mikrositik terjadi karena karena gangguan sinthesis


atau defect hemoglobin sehingga menyebabkan kadar
hemoglobin yang terikat pada eritrosit menjadi rendah. Karena
kadar hemoglobin rendah menyebabkan ukuran eritrosit lebih
kecil (MCV kurang dari < 80 fl), dan ini merupakan bentuk
kompensasi sel agar dapat lebih mudah kontak dengan oksigen
dengan kadar hemoglobin terbatas .

Anemia mikrositik paling sering disebabkan karena


defesiensi zat besi (anemia defisiensi besi). Besi merupakan
unsur esensial molekul heme, dimana heme merupakan bagian
dari hemoglobin. Anemia defisiensi besi bisa disebabkan karena
intake zat besi kurang atau mal-absorbsi, pendarahan kronis,
keganasan yang menyebabkan pendarahan kronis atau infeksi
cacing.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan hapusan darah
tepi, dan dipastikan dengan menurunnya kadar serum iron (Fe),
unsaturated iron binding capacity (UIBC) meningkat dan kadar
simpanan besi (feritin) menurun.

Diagnosa banding mikrositik anemia selain anemia


defesiensi besi adalah anemia sideroblastik, dimana pada
keduanya didapatkan gambaran morfologi sel eritrosit yang sama
yakni hipokrom mikrositik. Tetapi pada anemia sideroblastik
justru kadar serum iron meningkat, UIBC menurun dan feritin
meningkat. Hal ini terjadi karena kegagalan pengikatan besi pada
molekul hemoglobin (myelodysplastic syndrome) sehingga
terjadi penumpukan besi pada daerah sekitar inti dan
mitokondria. Sideroblas adalah erythroblast dengan granula besi
di sekitar inti yang terlihat pada pengecatan besi.

Penyebab anemia mikrositik yang lain adalah


Hemoglobinopathies, dimana hemoglobin terbentuk dengan
kualitas tidak sempurna. Thalassemia dan sickle cell anemia
adalah kelainan konginetal pada synthesis protein globin yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Struktur abnormal
hemoglobin ini menyebabkan eritrosit lebih mudah beraglutinasi
dan mengalami pemecahan sebelum waktunya.

b. Normositik Anemia

Bila pada anemia mikrositik terjadi kelainan pada


pembentukan hemoglobin, maka pada normositik anemia,
kelainan disebabkan karena sel eritrosit yang merupakan
“kendaraan” hemoglobin, kurang atau tidak cukup jumlahnya.
Penyebabnya bisa pada proses pembuatan sel eritrosit
(erythropoisis) terganggu, kehilangan sel darah merah dalam
jumlah besar atau pemecahan sel yang tinggi.

Karena kadar hemoglobin pada dasarnya cukup untuk


setiap sel eritrosit maka volumenya masih normal (MCV 80 –
100 fl)

Pemecahan sel eritrosit yang tinggi terjadi pada anemia


hemolitik, misalnya pada autoimune hemolytic anemia (AIHA)
atau pada hereditary spherocytosis atau ovalocytosis . Termasuk
dalam AIHA adalah anemia yang disebabkan karena SLE,
Idiopathic, Infectius mononucleosis, paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria. Dalam penderita AIHA tubuh membentuk
antibody abnormal yang bisa berikatan dengan sel eritrosit,
akibat dari ikatan ini sel eritrosit akan mudah lisis.

Pada anemia hemolitik atau pada anemia yang disebabkan


karena pendarahan akut, akan didapatkan peningkatan sel
reticulocyte, yakni sel eritrosit muda yang masih mengandung
sisa-sisa ribosome. Peningkatan reticulosite ini mencerminkan
adanya peningkatan aktifitas erythroid hematopoietic pada
sumsum tulang untuk mengkompensasi kehilangan sel darah
merah pada proses hemolitik maupun kehilangan sel akibat
pendarahan. Peningkatan ini menunjukkan bahwa aktifitas
“pabrik” pembuatan sel eritrosit masih berfungsi. Ini untuk
membedakan penyebab dari kegagalan sinthesis.

Sebaliknya, apabila gangguan terjadi pada proses


erythropoeisis, menurunnya jumlah eritrosit tidak disertai
peningkatan sel reticulocyte. Kasus ini dijumpai pada anemia
aplastik dimana terjadi aplasia pada sel-sel erythropoeisis pada
sumsum tulang atau pada gagal ginjal kronis dimana terjadi
gangguan pada produksi hormone erythropoeisis.
Anemia normositik dalam kenyataannya lebih sering
merupakan secondary anemia, yang merupakan akibat dari
penyakit yang lain misalnya anemia karena penyakit menahun,
nephritis, rheumatoid arthritis, keganasan tanpa pendarahan
kronis dan gagal ginjal kronis.

c.Makrositik Anemia

Termasuk dalam type makrositik anemia adalah anemia


megaloblastik. Anemia ini disebabkan karena proses pematangan
inti sel erythroblast yang terganggu akibat kekurangan vitamin
B12 dan folat yang merupakan zat yang dibutuhkan pada
synthesis DNA. Produk yang dihasilkan akibat gangguan ini
berupa eritrosit makrositik (MCV > 100fl) yang mudah pecah.
Termasuk dalam kategori makrositik anemia adalah anemia
pernisiosa, yang disebabkan karena mal absorbsi vitamin B-12.

6.2.2 Pengamatan Golongan Darah ABO

Pada pengamatan golongan darah, dengan mengambil sample


darah dari Ny. Apriyatun memiliki hasil, pada anti-A darah tersebut
menggumpal dan anti-B tidak menggumpal. Jadi, golongan darah Ny.
Apriyatun bergolongan darah A.

Anti Anti
B A

Gambar 1. Darah setelah diberi anti A dan anti B


Tabel Golongan Darah ABO

Golongan Antigen Antibodi


darah dalam dalam
(fenotip) eritrosit serum

A A Anti B

B B Anti A

AB A dan B -

O - Anti A
dan Anti
B

6.2.3 Pengamatan Hematokrit

Pada hasil pengamatan Hematokrit dimana darah setelah di


sentrifuge didalam pipet hematokrit, pada skala pembaca Hematokrit
menunjukkan angka 40. Sehingga nilai hematokrit adalah 40%.
Gambar 2. Menunjukkan pengamatn hematokrit

6.2.4 Mengamati Nilai Indeks Eritrosit

a. MCV = Hematokrit X 10 = 40 X 10 = 72,7 Femtoliter


Eritrosit (juta) 5,5

Pada penjumlahan MCV ternyata sampel darah adalah abnormal.


Nilai normal 82-92 Femtoliter.

b. MCH = Hemoglobin X 10 = 13 X 10 = 23,6 Pikogram


Eritrosit (juta) 5,5

Pada penjumlahan MCH ternyata sampel darah adalah abnormal.


Nilai normal 27-32 Pikogram.

c. MCHC = Hemoglobin X 100 % = 13 X 100 % = 32,5 %


Hematokrit 40

Pada penjumlahan MCHC ternyata sampel darah adalah normal.


Nilai normal 32-37 %
6.3 PRAKTIKUM 3
6.3.1Waktu Perdarahan

Praktikum ini bertujuan untuk menilai faktor-faktor hemostasis


yang letaknya ekstravaskuler, tetapi keadaan dinding vaskuler dan
trombosit juga berpengaruh.

Percobaan dilakukan sekali dengan mengambil sample darah


yang berasal dari cuping telinga milik Tn. Septyan. Dari hasil
percobaan, didapatkan bahwa waktu perdarahan Tn. Septyan, yaitu 2
menit 11 detik, dengan bercak yang terdapat pada kertas saring
mempunyai penampang 5 mm.

Seseorang dapat dikatakan memiliki waktu perdarahan yang


normal dengan catatan :

a. Pemeriksaan hasil bercak yang dihasilkan pada kertas saring


mempunyai penampang 3-5 mm

b. Waktu perdarahan luka adalah 1-3 menit

Hasil yang didapat, mengindikasikan Tn. Septyan berada dalam


batas normal, dengan panjang penampang bercak 3-5mm dan waktu
perdarahan 2 menit 11 detik.

Apabila waktu perdarahan lebih dari batas normal dikarenakan


jumlah trombosit yang kurang dari normal, 150.000-450.000/mm3, bila
waktu perdarahan lebih dari batas normal dapat disimpulkan bahwa
pasien memiliki penyakit yang berkaitan dengan kurangnya jumlah
trombosit dalam tubuh atau yang disebut dengan trombositopenia.
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi akibat
berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit.
Penyakit yang disebabkan trombositopenia adalah sebagai berikut:

a) Anemi aplastik
b) Leukemia akut
c) Sindrom mielodisplastik
d) Mielosklerosis
e) Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma
f) Mieloma multipel
g) Anemia megaloblastik

Waktu perdarahan setiap orang berbeda-beda itu diakibatkan dari


faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti:

a) Metode yang digunakan; teknik yang tidak tepat – bila


terjadi luka fungsi yang mungkin lebih dalam daripada yang
seharusnya. Bila tetesan darah ditekan paksa pada permukaan
kertas dan tidak menunggu tetesan darah benar-benar terisap
dengan sendirinya pada kertas penghisap, hal ini dapat merusak
partikel fibrin sehingga memperlama perdarahan.
b) Obat aspirin dan antikoagulan dapat memperlama
perdarahan

6.3.2 Waktu Perdarahan

Praktikum ini mempunyai tujuan untuk mengetahui waktu


pembekuan darah, dan hasil dari percobaan ini dapat dijadikan ukuran
aktivitas faktor-faktor koagulasi.

Hasil dari percobaan mengenai waktu pembekuan darah yang


mengambil sample darah vena dari Nn. Dwi Sartika, didapatkan hasil
sebagai berikut:
a) Waktu yang dibutuhkan untuk mengambil darah vena
sampai dimasukkan ke dalam tabung : membutuhkan waktu
3 menit
b) Darah pada tabung 1 : membeku pada waktu 1menit
c) Darah pada tabung 2 : membeku pada waktu 1 menit 28
detik
d) Darah pada tabung 3 : membeku pada waktu 1 menit 39
detik
e) Total keseluruhan waktu pembekuan darah vena Nn. Dwi sartika
adalah : 7 menit 7 detik

Karena waktu pembekuan darah memiliki batasan normal antara


9-15 menit, dapat disimpulkan bahwa waktu pembekuan pada darah
vena Nn. Dwi Sartika dikatakan tidak dalam batasan normal karena
hanya memiliki waktu pembekuan 7 menit 7 detik.

Apabila melihat batasan normal yang ada, dapat disimpulkan Nn.


Dwi Sartika mempunyai gangguan dengan faktor koagulasinya, seperti:

a) Faktor I : Fibrinogen
b) Faktor II : Protrombin
c) Faktor III : Trombokinase
d) Faktor IV : Kalsium
e) Faktor V : Proakselerin adalah substansi yang
terdapat di dalam plasma, bukan di dalam serum,
yang berfungsi saat pembentukan tromboplastin,
baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.
f) Faktor VII : Prokonvertin
g) Faktor VIII : Plasmokinin
h) Faktor IX : Protromboplastin beta
i) Faktor X : Faktor Stuart
j) Faktor XI : Faktor PTA
k) Faktor XII : Faktor Hageman
l) Faktor XIII : Fibrinase

Namun keabnormalan waktu pembekuan darah dapat


dikarenakan kesalahan sampling atau pembekuan darah yang
terlalu cepat.

Disisi lain hasil yang mengindikasikan abnormal ini dapat


mengetahui bahwa pasien tersebut mengidap suatu penyakit yang
berkaitan dengan kekurangan faktor koagulasi seperti penyakit:

a) Hemofilia

Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku


dengan sendirinya secara normal.

b) Von willebrand

Suatu penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan atau


kelainan pada vaktor von willebrand di dalam darah yang
sifatnya diturunkan. Faktor von willebrand adalah suatu
protein yang mempengaruhi fungsi trombosit

c) Trombositosis

Peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000/mm3.

d) Trombositopenia

Suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan


trombosit. Kadar trombosit di dalam plasma darah kurang
dari 200.000 permilimeter kubik.

e) D.I.C (disseminated intravascular coagulation)


Pembekuan intravaskuler tersebar (DIC) adalah sindrom
multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik
normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah
agar tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik,
sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
miovaskuler dari tubuh.

Namun karena Nn. Dwi Sartika tidak memiliki kelainan genetik


dan kelainan faktor pembekuan darah, dapat disimpulkan bahwa
cepatnya waktu pembekuan darah dikarenakan kesalahan dalam
pengambilan sampling darah vena dan waktu pengambilan darah yang
lebih dari 30 detik, sehingga telah terjadi proses pembekuan darah
sebelum pemeriksaan dikerjakan.

6.3.3 Rumple Reed

Tujuan dari pemeriksaan rumple leed ini adalah untuk mendeteksi


kelainan sistem vaskuler dan trombosit.

Percobaan rumple leed dengan probandus Tn. Hasta Adin


dilakukan sekali percobaan pada lengan kanan. Karena Tn. Hasta
memiliki tekanan 125/80 mmHg yang seharusnya dilakukan percobaan
pada tekanan 102, 5 mmHg, namun hanya diberikan tekanan 100 mmHg
sesuai dengan petunjuk dan dipertahankan selama 10 menit. Setelah
dipertahankan selama 10 menit, dengan perubahan warna tangan
menjadi kebiruan, dihitung petechiae yang ada pada lengan bawah Tn.
Hasta Adin yang menunjukan terdapat 3 buah petechiae.

Apabila dilihat dari penilaian hasi rumple leed, yaitu:

a. Dikatakan normal : apabila dalam waktu 10 menit tidak timbul


petechiae pada area pembacaan atau timbul petechiae kurang
dari 5 buah.
b. Dikatakan positif : apabila dalam waktu 10 menit timbul 10
atau lebih petechiae.
c. Dikatakan negatif : apabila dalam waktu 10 menit atau lebih
tidak timbul petechiae atau kurang dari 10 buah.

Seseorang dikatakan tidak normal atau positif apabila timbul petechiae


lebih dari 5 buah, itu dapat disebabkan karena adanya gangguan pada vaskuler
dan gangguan pada trombosit, contohnya adalah:

a) Demam berdarah dengue


b) Kurang vitamin C
c) Purpura
d) Tifus
e) Meningitis
f) Hipertensi
g) Vaskulitis
h) D.I.C
i) Pasca transfusi purpura (reaksi negatif pasca transfusi darah)

Dari hasil rumple leed yang menunjukan hanya terdapat 3 buah petechiae
dalam waktu 10 menit dapat dikatakan Tn. Hasta Adin normal.

6.3.4 Identifikasi Sel

1. Basofil batang

Gamabr 1. basofil batang


Kurang dari 1 % leukosit darah berupa basofil, dan karena itu
basofil sukar ditemukan dalam apusan darah normal. Basofil ini
merupakan leukosit yang bergranuler, dan mempunyai ciri-ciri:

a) Berdiameter 12-15 µm
b) Intinya terbagi dalam lobuli yang tidak teratur dan sering
terhalangi granul-granul spesifik diatasnya.
c) Jumlah di tubuh 0-100 mm3 dalam keadaan normal
d) Granuler spesifiknya berdiameter 5 µm terpulas secara
metakromatik, berwarna biru tua atau coklat
e) Jumlah granuler spesifik pada basofil lebih sedikit dan ukuran
serta bentuk granulnya lebih tidak teratur dibandingkan granul
dari granulosit lain.
f) Granuler spesifiknya mengandung histamin dan heparin

Karena mengandung histamin dan heparin, sel basofil ini fungsinya


adalah sebagai reaksi terhadpa antigen tertentu, misalnya pada
penyakit kulit hipersensitivitas basofil kutaneus, terdapat banyak
basofil di area peradangan.

2. Neutrofil bersegmen

Gambar 2. Neutrofil bersegmen


Neutrofil merupakan 60-70% dari leukosit yang beredar dalam
tubuh, jadi mudah ditemukan dalam apusan darah. Neutrofil
merupakan leukosit yang bergranuler yang mempunyai ciri-ciri:

a) Sitoplasma neutrofil mengandung granul halus berwarna ungu


atau merah muda yang sukar dilihat dengan mikroskop cahaya
biasa, akibatnya sitoplasma neutrofil tampak bening.
b) Inti neutrofil terdiri atas bebrapa lobus yang dihubungkan oleh
benang kromatin halus, jumlah lobus yang lebih sedikit
menunjukan bahwa neutrofil kurang matang atau belum
matang.
c) Pada wanita tampak seperti pemukul drum atau drumstik
d) Neutrofil berumur pendek sekitar 6-7 jam dalam darah dan
memilki jangka hidup selama 1-4 hari dalam jaringan ikat.
e) Jumlah dalam darah normal adalah 2.500-7.500 /mm3
f) Neutrofil bergerak secara amoboid, dan berbentuk bulat

Neutrofil adalah sel fagosit yang aktif terhadap bakteri dan


partikel kecil lainnya, di dalam jaringan, terdapat faktor kemotaktik
yang akan menarik sel neutrofil ke tempat mikroorganisme, dan
kemudian memakan dan menghancurkan bakteri.

Bila di dalam darah kekurangan jumlah neutrofil, dapat dipastikan


seseorang dapat menderita neutropenia, dimana di dalam darah jumlah
sel neutrofil sedikit. Penurunan jumlah neutrofil ini dapat disebabkan
karena berkurangnya pembentukan neutrofil di sumsum tulang atau
karena penghancuran sejumlah besar sel darah putih dalam sirkulasi.
Anemia aplastik menyebabkan neutropenia dan kekurangan jenis sel
darah lainnya. Penyakit keturunan lainnya yang jarang terjadi,
seperti agranulositosis genetik infantil danneutropenia familial, juga
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih.

Pada neutropenia siklik (suatu penyakit yang jarang), jumlah


neutrofil turun-naik antara normal dan rendah setiap 21-28 hari;
jumlah neutrofil bisa mendekati nol dan kemudian secara spontan
kembali ke normal setelah 3-4 hari. Pada saat jumlah neutrofilnya
sedikit, penderita penyakit ini cenderung mengalami infeksi

3. Lymphocyte

Gambar 3 Lymphocyte

Limphocyte merupakan leukosit yang agranuler atau hampir tidak


memiliki sitoplasma. Mencakup sekitar 20-30 % leukosit darah
normal. Dengan jumlah dalam darah adalah 1.500-3.500 /mm3.
Limphocyte ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Inti bulat, berbentuk tapal kuda


b) Berdiameter 6-8 µm di kenal sebagai limphocyte kecil, dan
limphocyte berukuran sedang dan besar dengan diameter 18
µm. Perbedaan ini mempunyai arti fungsional karena limfosit
yang berukuran besar diyakini adalah sel yang telah diaktifkan
oleh antigen spesifik.
c) Limfosit kecil dalam darah memiliki inti sferis dan kadang-
kadang berlekuk, kromatinnya padat dan tampak sebagai
gumpalan kasar sehingga inti terlihat gelap.
d) Sitoplasma limfosit sangat sedikit, bersifat basa lemah dan
berwarna biru muda, dan mengandung granul azurofilik.
e) Sitoplasma limfosit kecil mengandung sedikit mitokondria dan
sebuah kompleks golgi kecil, dan mengandung poliribosom
bebas.
f) Jangak hidup limfosit bervariasi, sebagian hanya hidup
bebrapa hari dan yang lain bertahan di sirkulasi darah
bertahun-tahun lamanya.
g) Terdapat 2 limfosit, yaitu limfosit sel T dan sel B

Limfosit berperan penting dalam mekanisme pertahanan


imunologik tubuh. Bila dirangsang antigen spesifik, sebagian limfosit
(sel B) berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan menghasilkan
antibodi.

Bila seseorang didalam tubunya kekurangan atau mengalami


perbanyakan limfosit, seseorang tersebut dapat mengalami:

1. Leukimia.

Yang menyebabkan leukimia adalah sel limfosit yang


berubah menjadi banyak dan menjadi ganas dengan memakan sel
darah putih umumnya perkembangan ini terjadi di sumsum tulang
dan akhirnya masuk ke dalam sistem peredaran darah
Karena berada dalam aliran darah, maka aneka sel darah lain akan
ikut diserang lalu mengalami kerusakan. Serangan sel limfosit
ganas terhadap sel darah putih ini mengakibatkan sistem daya
tahan tubuh menurun. Akibatnya, anak mudah terkena infeksi.
Sedangkan rendahnya sel darah merah menyebabkan anak pucat
dan lemah.

2. Limfositopenia

Limfositopenia adalah jumlah limfosit yang rendah di


dalam darah (dibawah 1.500 sel/mikroL darah pada dewasa atau
dibawah 3.000 sel/mikroL pada anak-anak).
Penyakit yang dapat menyebabkan limfositopenia:
Kanker (leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin)
Artritis rematoid Lupus eritematosus sistemik Infeksi kronik
Penyakit keturunan yang jarang terjadi (agamaglobulinemia
tertentu, sindroma DiGeorge, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma
imunodefisiensi gabungan yang berat, ataksia-telangiektasi)
AIDS.

Penurunan jumlah limfosit yang sangat drastis bisa


menyebabkan timbulnya infeksi karena virus, jamur dan parasit.

3. Eosinofil bersegmen

Gambar 4. Eosinofil bersegmen

Eosinofil jauh lebih sedikit daripada neutrofil, dan merupakan 2-


4 % leukosit dalam darah. Pada sediaan apusan darah, sel ini
berukuran kurang lebih sama dengan neutrofil dan mengandung
intibilobus yang khas. Jumlah Eosinofil dalam darah normal adalah
berkisar 60-600 /mm3 . ciri yang khas adalah :

a. Terdapat granul spesifik berukuran besar dan lonjing sekitar


200 per sel dan terpulas dengan eosin
b. Granul spesifik mengandung protein yang disebut protein dasar
mayor yang banyak mengandung residu arginin. Protein ini
merupakan 50 % protein total granul dan menyebabkan
terbentuknya sifat eosinofilik di granul tersebut.

Eosinofil sendiri mempunyai fungsi untuk sel fagositik dengan


afinitas khusus terhadap kompleks antigen-antibodi. Sel-sel ini
bertambah banyak selama infestasi parasit dan berperan penting dalam
penghancurannnya.

Apabila eosinofil lebih banyak dari batas normal maka akan


menyebabkan penyakit seperti :

Pneumonia eosinofilik

Pneumonia Eosinofilik (Sindroma Infiltrasi Paru Oleh


Eosinofilia) merupakan sekelompok penyakit paru-paru
dimana eosinofil (salah satu jenis sel darah putih yang terlibat dalam
terjadinya reaksi alergi), muncul dalam jumlah yang banyak di paru-
paru dan di dalam aliran darah. Pada pneumonia eosinofilik terdapat
peningkatan 10-15 kali jumlah eosinofil.
Daftar Pustaka

Johnkueira, Luiz Carlos. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta: EGC

Eroschenko,Victor p. 2003. Atlas Histologi di fiora. Jakarta: EGC

http://agathariyadi.wordpress.com/2009/09/04/mekanisme-perdarahan-abnormal-
serta-diferensiasi-penyakit-terkait-trombositopenia/ diakses pada tanggal
30 April 2010

http://agathariyadi.wordpress.com/2009/09/04/mekanisme-perdarahan-abnormal-
serta-diferensiasi-penyakit-terkait-trombositopenia/ diakses pada tanggal 1
Mei 2010

http://akperku.blogspot.com/2010/03/gangguanabnormalitas-trombosit.html
diakses pada tanggal 1 Mei 2010

http://astaqauliyah.com/article/faktor-yang-mempengaruhi-waktu-perdarahan.html
diakses pada tanggal 1 Mei 2010

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4358.0 diakses pada tanggal 30


April 2010

http://forum.tabloidnova.com/archive/index.php/t-259.html diakses pada tanggal 2


Mei 2010
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091214000029AAmEAtH
diakses pada tanggal 2 Mei 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia diakses pada tanggal 2 Mei 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Hemofilia diakses pada tanggal 30 April 2010

http://januari12.multiply.com/journal/item/29 diakses pada tanggal 30 April 2010

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/hematokrit_30.html diakses pada


tanggal 2 Mei 2010

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/penetapan-kadar-hemoglobin.html
diakses pada tanggal 30 April 2010

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/hitung-eritrosit.html diakses pada


tanggal 2 Mei 2010

http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/indeks-eritrosit.html diakses pada


tanggal 1 Mei 2010

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/01/waktu-perdarahan.html diakses pada


tanggal 1 Mei 2010

http://med.unhas.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=387
diakses pada tanggal 1 Mei 2010

http://medicastore.com/penyakit/166/Penyakit_Hemoglobin_C_S-C_&_E.html
diakses pada tanggal 2 Mei 2010

http://medicastore.com/penyakit/775/Disfungsi_Trombosit.html diakses pada


tanggal 2 Mei 2010

http://medicastore.com/penyakit/775/Disfungsi_Trombosit.html diakses pada


tanggal 1 Mei 2010

http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=552 diakses pada tanggal 1 Mei 2010

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/03/18/102578/Mimisan-
Tanda-Kelainan-Perdarahan diakses pada tanggal 2 Mei 2010

http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/darah.htm diakses pada tanggal


30 April 2010

http://www.indonesiaindonesia.com/f/2397-hemoglobin/ diakses pada tanggal 30


April 2010
http://www.resep.web.id/tips/anemia-penyebab-gejala-dan-diagnosanya.htm
diakses pada tanggal 2 Mei 2010

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/r_susanti.pdf diakses pada tanggal


1Mei 2010

http://yaltafitjeem.blogspot.com/2008/09/patologi-klinik.html?
zx=4b517b7b1bb31832 diakses pada tanggal 1 Mei 2010

Anda mungkin juga menyukai