Anda di halaman 1dari 7

5.

Tatalaksana non farmakoterapi (edukasi, konseling) VCT, PMTCT, PITC dan


Alur rujukan

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada ibu
hamil adalah dengan mencegah perempuan usia reproduksi untuk tertular HIV. Strategi
ini bisa juga dinamakan pencegahan primer (primary prevention). Pendekatan
pencegahan primer bertujuan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi secara
dini, bahkan sebelum terjadinya hubungan seksual. Artinya, mencegah perempuan
muda di usia reproduksi, ibu hamil dan pasangannya agar tidak terinfeksi HIV. Dengan
mencegah infeksi HIV pada perempuan usia reproduksi atau ibu hamil, maka bisa
dijamin pencegahan penularan HIV ke bayi.
Untuk menghindari penularan HIV, pemerintah dan berbagai lembaga swadaya
masyarakat menggunakan konsep “ABCD”, yang artinya :
 A (Abstinence), artinya Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks
bagi orang yang belum menikah
 B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
(tidak berganti-ganti);
 C (Condom), artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan Kondom.
 D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

1. Konseling sebelum dan sesudah tes HIV


Konseling sebelum tes (pra-test) dilakukan untuk mempersiapkan mental
perempuan, ibu hamil dan pasangannya ketika ingin menjalani tes HIV secara
sukarela. Konselor menggali faktor risiko klien dan alasan untuk menjalani tes,
memberikan pengertian tentang maksud hasil tes positif/negatif dan arti masa
jendela, memberikan rasa tenang bagi klien.
Sedangkan konseling sesudah tes (post-test) bertujuan untuk
memberitahukan hasil tes kepada klien. Konselor atau petugas kesehatan yang
terlatih memberikan penjelasan tentang hasil tes yang dilihat bersama dengan
klien. Konselor menjelaskan tentang perlu atau tidaknya dilakukan tes ulang.
Jika hasil tes HIV negatif, konselor menginformasikan dan membimbing klien
agar status HIV-nya tetap negatif. Kepada yang hasilnya HIV positif, konselor
memberikan dukungan mental agar klien tidak putus asa dan tetap optimis
menjalani kehidupan, serta menjelaskan klien tentang upaya-upaya layanan
dukungan untuk ODHA yang bisa dijalaninya.

2. Konseling ARV
Konseling ARV diperlukan oleh ibu hamil HIV positif untuk memahami tentang
manfaat dan bagaimana cara penggunaan ARV selama kehamilan untuk
mengurangi risiko penularan HIV ke bayi. Konseling ARV juga diperlukan oleh
ibu HIV positif pasca melahirkan (jika jumlah sel CD4-nya rendah) untuk tujuan
pengobatan jangka panjang. Konselor atau petugas kesehatan yang terlatih akan
mengingatkan tentang pentingnya aspek kepatuhan minum obat (adherence),
informasi tentang efek samping, serta pentingnya mengontrol efektivitas
pengobatan dan kondisi kesehatan lainnya ke dokter.

3. Konseling Kehamilan
Konseling kehamilan diperlukan oleh seorang perempuan hamil HIV positif.
Konseling berisi tentang masalah-masalah seputar kehamilan yang timbul karena
isu ras, agama, gender, status perkawinan, umur, fisik dan mental, ataupun
orientasi seksual. Tujuan konseling ini adalah untuk membantu ibu hamil dalam
membuat keputusan tepat dan bijak tentang hal terbaik untuk dirinya dan calon
bayinya. Krisis di masa kehamilan ini tidak hanya berdampak pada ibu hamil
saja, dengan demikian diperlukan juga konseling untuk suami, pasangan,
ataupun anggota keluarga dan teman-teman ibu hamil.

4. Konseling Pemberian Makanan pada Bayi


Konseling pemberian makanan bayi diperlukan oleh seorang ibu hamil ataupun
ibu pasca melahirkan untuk memahami cara yang tepat untuk memberikan
makanan kepada bayinya. Bagi ibu hamil HIV positif, konseling pemberian
makanan bayi diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang pilihan
memberikan ASI atau susu formula. Apapun pilihan ibu, perlu diinformasikan
cara yang baik dan benar untuk menjalankan pilihan itu, misalnya cara
pemberian ASI eksklusif, lama pemberian dan kapan menghentikannya, atau
cara pemberian susu formula yang benar.

5. Konseling Psikologis dan Sosial


Konseling psikologis dan sosial diperlukan oleh seseorang yang mengetahui
dirinya telah terinfeksi HIV untuk meningkatkan semangatnya agar tidak putus
asa dan tetap optimis menjalani kehidupan, serta membantunya untuk mengatasi
perlakuan diskriminatif masyarakat terhadap ODHA. Dengan mendapatkan
konseling psikososial ini, diharapkan ODHA senantiasa berfikiran positif untuk
menjaga kesehatan dirinya dan tidak menularkan HIV dari dirinya ke orang lai

PMTCT
Menurut Depkes RI (2008), Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) atau
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), merupakan program pemerintah
untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
Program tersebut mencegah terjadinya penularan pada perempuan usia produktif,
kehamilan dengan HIV positif, penularan dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya..

Sedangkan program PMTCT pada ibu hamil di Indonesia, menjadi kebijakan resmi
pemerintah. Kebijakan ini menurut Depkes RI (2005) mencakup hal-hal penting dalan
tiap langkah intervensi program diantaranya dengan integrasi program, konseling dan
testing HIV sukarela, pemberian obat ARV, persalinan yang aman, serta pemberian
makanan bayi. Langkah dini paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV
pada bayi adalah mencegah perempuan usia reproduktif tertular HIV, dengan mencegah
perempuan muda di usia reproduktif, ibu hamil dan penangana bumil agar tidak
terinfeksi HIV.
Terdapat beberapa strategi yang dilakukan dalam kegiatan PMTCT, antara lain:
1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
3. Pencegahan terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif pada bayi yang
dikandungnya.
4. Merujuk ibu dengan HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten
atau propinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut
5. Dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu positif beserta keluarganya
dengan merujuk ibu HIV positif ke sarana layanan kesehatan tingkat kabupaten atau
propinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut.

VCT
Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing)
adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui status HIV dan dilakukan secara sukarela
serta melalui proses konseling terlebih dahulu.
Sukarela, artinya keinginan untuk melakukan tes HIV harus datang dari kesadaran sendiri
bukan karena paksaan dari orang lain. Ini juga berarti bahwa siapapun tidak boleh
melakukan tes HIV terhadap orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Konseling HIV adalah dialog atau konsultasi rahasia antara klien dengan konselor HIV.
Konseling HIV ini dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV. Konseling sebelum tes (pre
Test) dilakukan untuk memberikan informasi yang lengkap tentang HIV dan AIDS,
keuntungan dan kerugian VCT, menggali faktor–faktor resiko dan cara menguranginya
sehingga klien mempunyai kesiapan untuk melakukan tes HIV.

Sedangkan Konseling Pasca Tes bertujuan untuk mempersiapkan klien menghadapi hasil
tes. Di sini diberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil tes,
kemana dan apa yang harus dilakukan seandainya hasil positif HIV atau negatif dengan
segala konsekuensinya.
Tujuan VCT :
Umum : mempromosikan perubahan perilaku yang dapat mengurangi resiko penyebaran
infeksi HIV
Khusus :
 Menurunkan jumlah ODHA
 Mempercepat diagnosa HIV
 Meningkatkan Penggunaan layanan kesehatan dan mencegah infeksi lain.
 Meningkatkan perilaku hidup sehat

(PITC)
(Provider-Initiated Testing and Counselling) adalah konseling dan tes HIV yang
disarankan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan kepada seseorang yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai suatu komponen standard dari pelayanan medis.
Seseorang yang datang ke pelayanan kesehatan dengan tanda dan gejala terinfeksi HIV,
merupakan tanggung jawab penyelenggara pelayanan kesehatan untuk
merekomendasikan kepada orang tersebut untuk melakukan tes dan konseling sebagai
bagian dari standar rutin dari manajemen klinis, termasuk penyaranan konseling dan tes
pada pasien TB dan seseorang yang dicurigai TB atau penyakit penularan seksual. PITC
juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV terhadap klien yang tidak dikenali dan
tidak dicurigai datang ke pelayanan kesehatan. Tes dan konseling HIV disarankan oleh
penyelenggara pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan yang diberikan kepada
seluruh pasien selama interaksi-interaksi klinis yang dilakukan di pelayanan kesehatan.
Alur Rujukan
Jejaring pelayanan PMTCT komprehensif seperti di atas perlu dibentuk dan
diaktifkan oleh Dinas Kesehatan pada masing-masing Provinsi dengan koordinasi
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi. Bentuk jejaring pelayanan PMTCT
komprehensif dapat dilihat .

Anda mungkin juga menyukai