Anda di halaman 1dari 70

Ekuivalen adalah

Dua atau lebih pernyataan majemuk yang memiliki nilai kebenaran yang sama

Contoh

(1). Indah sangat cantik dan peramah.


(2). Indah peramah dan sangat cantik.
Kedua pernyataan diatas, tanpa pikir panjang, akan dikatakan ekuivalen atau sama saja.
Dalam bentuk ekspresi logika dapat ditampilkan berikut ini :
A = Indah sangat cantik
B = Indah itu ramah
Ekspresi logikanya adalah : (1). A ^ B
(2). B ^ A
Jika dikatakan kedua ekspresi logika tersebut ekuivalen secara logis, maka dapat ditulis
:(A^B)≡(B^A)
Ekuivalen logis dari kedua ekspresi logika dapat dibuktikan dengan Tabel Kebenaran :
A B A^B B^A
B B B B
B S S S
S B S S
S S S S

Tautology adalah

Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar untuk setiap substansi pernyataan tunggalnya
atau dengan kata lain tautology merupakan pernyataan yang selalu bernilai benar dalam kondisi
apapun

Contoh tautologi dengan menggunakan tabel kebenaran:

1. (p ʌ ~q) p
Pembahasan:

P q ~q (p ʌ ~q) (p ʌ ~q) p

B B S S B
B S B B B

S B S S B
S S B S B

Kontradiksi adalah

kontradiksi adalah pernyataan yang selalu bernilai salah untuk setiap substitusi nilai kebenaran
pernyataan tunggalnya.

Contoh:

1. P ʌ (~p ʌ q)
Pembahasan:

P Q ~p (~p ʌ q) P ʌ (~p ʌ q)

B B S S S
B S S S S

S B B B S

S S B S S

Ini adalah tabel kebenaran yang menunjukkan kontradiksi dengan alasan yaitu semua
pernyataan bernilai salah (F).
Modus Ponens

Modus ponen adalah suatu argumentasi yang bentuknyadapat dinyatakan seperti di


bawah ini:
P q premis
P premis
-------------------------
 q Konklusi

sah tidaknya suatu argmentasi ,dapat dikaji menggunakan tabel kebenaran sebagai
berikut
p q p q (P  q)  p [(P  q)  p]  q
B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Suatu argumentasi dianggap sah atau valid jika argumen tersebut benar untuk setiap
kemungkinan premisnya atau merupakan tautologi untuk semua nilai kebenaran
premis-premisnya.
Dari tabel dapat kita lihat bahwa pada kolom 5 bernilai benar untuk setiap nilai
kebenaran premisnya.
Berikut adalah contoh soal dan pembahasannya:

Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan di kelas maka saya minum di
kelas. Saya makan di kelas. Apakah saya minum di kelas?
Solusi:
Menggunakan Contoh 1 di atas, kita memperoleh kalimat matematika:
p→q
p
Menggunakan Modus Ponens, maka kita bisa menarik kesimpulan q, yang artinya saya
minum di kelas.
------
Diketahui cerita sederhana berikut: Jika saya makan di kelas maka saya minum di
kelas. Jika saya minum di kelas maka ruangan kelas menjadi kotor. Saya makan di
kelas. Apakah ruangan kotor?
Solusi:
Misalkan:
p : saya makan di kelas
q : saya minum di kelas
r : ruangan kelas menjadi kotor
maka, cerita sederhana tersebut dapat dinyatakan dengan
1: p → q
2: q → r
3: p
Menggunakan Modus Ponens untuk kalimat 1 dan kalimat 3, maka kita bisa menarik
kesimpulan q, yang artinya saya minum di kelas. Kalimat-kalimat matematikanya bisa
kita ubah menjadi:
1: p → q
2: q → r
3: p
4: q
Dengan menggunakan Modus Ponens untuk kalimat 2 dan 4, kita memperoleh
kesimpulan r, yang artinya ruangan kelas menjadi kotor.
2. Modus Tollens
Misalkan diketahui premis-premis p  q dan ~q. Dari premis-premis itu dapat diambil
konklusi ~p. Pengambilan kesimpulan dengan cara seperti itu disebut modus tollens
atau kaidah penolakan akibat. Modus tollens disajikan dalam susunan sebagai berikut
P →q premis
~q premis
-------------------------
 ~p Konklusi
contoh
Jika saya makan di kelas maka saya minum di kelas. Saya tidak minum di kelas.
Apakah saya makan di kelas?
Solusi:
kalimat matematika:
p→q
~q
Menggunakan Modus Tollens, maka kita bisa menarik kesimpulan ~p, yang
artinya saya tidak makan di kelas
Untuk menguji keabsahanya dapat dilakukan dengan menggunakan tabel kebenaran
untuk [(p → q) v ~q] → ~p yang merupakan tautologi

3. Silogisme
Misalkan diketahui premis-premis p  q dan q  r. Dari premis-premis itu dapat diambil
konklusi p  r. Pengambilan kesimpulan dengan cara seperti itu disebut kaidah
silogisme. Silogisme disajikan dalam susunan sebagai berikut.
p → q ……. premis 1
q → r ……. premis 2
p → r ……. kesimpulan/
Contoh:
1. Diketahui
Premis 1 : Jika Adi rajin belajar maka Adi lulus ujian
Premis 2 : Jika Adi lulus ujian maka Adi dapat diterima di PTN
Penarikan kesimpulan dari premis–premis tersebut adalah…
Pembahasan:
Misalkan :
p = Adi rajin belajar
q = Adi lulus ujian
r = Adi dapat diterima di PTN
Premis 1 :p→ q
Premis 2 :q→ r
Kesimpulan : ... p → rJika Adi rajin belajar maka adi dapat di terima di PTNUntuk
menguji keabsahannya lihat table kebenaran berikut
Suatu argumen dikatakan valid apabila untuk sembarang pernyataan yang disubsitusikan
kedalam hipotesa, jika semua hipotesa tersebut benar, maka kesimpulan juga benar. Sebaliknya
meskipun semua hipotesa benar tetapi ada kesimpulan yang salah, maka argumen tersebut
dikatakan invalid.
Kalau suatu argumen dan semua hipotesanya bernilai benar maka kebenaran nilai konklusi
dikatakan sebagai ` diinferensikan (diturunkan) dari kebenaran hipotesa `.
Untuk mengecek apakah suatu argumen merupakan kalimat yang valid, dapat dilakukan
langkah – langkah sebagai berikut :
1 Tentukan hipotesa dan kesimpulan kalimat.
2 Buat tabel yang merupakan nilai kebenaran untuk semua hipotesa dan kesimpulan.
3 Carilah baris kritis, yaitu baris dimana semua hipotesa bernilai benar.
4 Dalam baris kritis tersebut, jika semua nilai bernilai benar, maka argumen itu valid. Jika diantara
baris kritis tersebut ada baris dengan nilai kesimpulan yang salah, maka argumen itu invalid.
Modus Ponens
Jika diketahui premis-premisnya p q maka dapat diambil konklusi q. Penarikan kesimpulan
seperti itu disebut dengan Modus Ponens atau Kaidah Pengasingan. Modus Ponens disajikan
dalam susunan sebagai berikut:
Premis 1: p  q
Premis 2 : p
Konklusi: q
Prinsip-prinsip logika yang dipakai dalam Modus Ponens adalah [(p  q)p] q Modus Ponens
dikatakan sah jika pernyataan [(p  q) p]  q maka hasilnya sebuah tautologi. Dengan
demikian, untuk menguji sah atau tidaknya Modus Ponens dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel nilai kebenaran.
Perhatikan contoh berikut:
(P1): Jika air laut surut setelah gempa di laut, maka tsunami datang. p  q
(P2): Air laut surut setelah gempa di laut. p
Q: Jadi tsunami datang q
Penyelesaian:
Misalkan: p adalah proposisi “Air laut surut setelah gempa di laut” dan qadalah proposisi
“tsunami datang”

Tabel kebenaran:
p q pq [(pq)p] [(pq)p] q
B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Dari tabel pada kolom di atas tampak bahwa merupakan tautologi, jadi argumen tersebut sah.
2. Modus Tollens
Jika diketahui premis-premisnya p q dan q maka dapat diambil kesimpulan/konklusi p.
Penarikan kesimpulan seperti itu disebut dengan Modus Tollens atau Kaidah Penolakan. Modus
Tolens disajikan dalam susunan sebagai berikut:
p  q ……. premis 1
~q ……. premis 2
 ~p ……. kesimpulan/konklusi
Prinsip-prinsip logika yang dipakai dalam Modus Ponens adalah [(p  q)q]p Modus
Pollens dikatakan sah jika pernyataan [(pq)q] p maka hasilnya sebuah tautologi.
Dengan demikian, untuk menguji sah atau tidaknya Modus Pollens dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel nilai kebenaran.
Perhatikan contoh berikut:
Periksa kesahihan argumen berikut ini:
(P1): Jika 5 lebih kecil dari 4, maka 5 adalah bilangan prima. pq
(P2): 5 adalah bukan bilangan prima. q
(Q): Jadi 5 tidak lebih kecil dari 4  p
Penyelesaian:
p = 5 lebih kecil dari 4
q = 5 adalah bilangan prima
Tabel kebenaran:
p q pq q (pq)q p [(pq)q]p
B B B S S S B
B S S B S S B
S B B S S B B
S S B B B B B
Dari tabel diatas tampak bahwamerupakan tautologi. Jadi modus tollens merupakan argumentasi
yang sah .

3. Silogisme
a. Silogisme Hipotesis
Jika diketahui premis-premisnya p q dan q r maka dapat diambil kesimpulan/konklusi pr.
Penarikan kesimpulan seperti itu disebut dengan Silogisme Hipotesis. Silogisme menggunakan
sifat menghantar atau transitif dari pernyataan implikasi. Silogisme disajikan dalam susunan
sebagai berikut:
p  q ……. premis 1
q  r ……. premis 2
 p  r ……. kesimpulan/konklusi
Prinsip-prinsip logika yang dipakai dalam Silogisme Hipotesis adalah[(pq)(qr)] (pr).
Silogisme dikatakan sah jika pernyataan [(pq)(qr)](pr) maka hasilnya sebuah
tautologi. Dengan demikian, untuk menguji sah atau tidaknya Silogisme dapat ditentukan dengan
menggunakan tabel nilai kebenaran.
Perhatikan Contoh berikut:
P1: Jika Arimbi selesai makan maka ia mengantuk. p q
P2: Jika ia mengantuk maka ia akan tidur selama lima menit. q r
Q : Jadi, Jika Arimbi selesai makan maka ia akan tertidur selama lima
menit p r
Penyelesaian:
p : Arimbi selesai makan
q : Arimbi mengantuk
r : Arimbi akan tidur selama lima menit

Tabel kebenaran:
p q r p q q r (pq)(qr) p r [(pq)(qr)](pr)
B B B B B B B B
B B S B S S S B
B S B S B S B B
B S S S B S S B
S B B B B B B B
S B S B S S B B
S S B B B B B B
S S S B B B B B

Dari tabel diatas tampak bahwa merupakan tautologi. Jadi silogisme merupakan argumentasi yang
sah .

b. Silogisme Disjungtif
Jika diketahui premis-premisnya pq dan p maka dapat diambil kesimpulan/konklusi q.
Penarikan kesimpulan seperti itu disebut dengan Silogisme Disjungtif.

Silogisme Disjungtif disajikan dalam susunan sebagai berikut:


Premis 1: pq
Premis 2 : q
Konklusi: p
Prinsip-prinsip logika yang dipakai dalam Silogisme Disjungtif adalah[(pq)q] p
Silogisme dikatakan sah jika pernyataan [(pq)q] p maka hasilnya sebuah tautologi.
Dengan demikian, untuk menguji sah atau tidaknya Silogisme Disjungtif dapat ditentukan
dengan menggunakan tabel nilai kebenaran.
Perhatikan Contoh berikut:
P1: Buku logikaku ada di tasku atau tertinggal di rumah pq
P2: Buku logikaku tidak ada ditasku p
Q :Jadi, Buku logikaku tertinggal dirumah q
Penyelesaian:
p : Buku logikaku ada di tas
q : Buku logikaku tertinggal di rumah

p Q pq p (pq)p [(pq)p]q

B B B S S B

B S B S S B

S B B B B B

S S S B S B

Dari tabel diatas tampak bahwa merupakan tautologi. Jadi silogisme merupakan argumentasi yang
sah .
Kenapa siswa sulit membedakan apakah soal tersebut soal permutasi,
kombinasi,multiset atau yang lain :
1. Siswa belum memahami konsep terutama konsep yg berkaitan dengan materi
permutasi kombinasi,multiset atau yang lainnya salah satu contohnya konsep
kaidah pencacahan
2. Siswa belum mampu menangkap informasi yang terkandung dalam pertanyaan
3. Kurangnya kemampuan penalaran dalam memahami soal
4. Tekhnik/metode pembelajaran yang diberikan oleh guru belum tepat, sehingga
tidak ada transfer ilmu kepada siswa

1.Permutasi

1. Permutasi dari unsur-unsur yang berbeda yaitu banyaknya cara untuk menyusun k unsur
dari n unsur yang berbeda.

2. Permutasi dengan beberapa unsur yang sama yaitu banyaknya cara untuk menyusun
unsur a dan b dari n unsur yang tersedia.

3. Permutasi Siklik adalah cara menyusun n unsur yang susunannya membentuk lingkaran.
Kombinasi
Kombinasi adalah susunan yang tidak memperhatikan urutan
Banyaknya kombinasi k unsur yang diambil dari n unsur yang tersedia dinyatakan dalam rumus
kombinasi di bawah.

2. Perbedaan Masalah Permutasi dan Kombinasi

Setelah mengetahui dua rumus tentang permutasi dan kombinasi, hal yang tidak kalah penting
adalah membedakan permasalahan yang termasuk dalam permutasi atau kombinasi. Permasalahan
yang sering muncul berupa soal cerita dan kita dituntut agar bisa membedakan masalah tersebut
termasuk dalam permutasi atau kombinasi. Sehingga, tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan
rumus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perhatikan dua contoh kasus berikut.

Kasus pertama: permasalahan permutasi


Susunan panitia yang terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara akan dibentuk untuk
mensukseskan suebuah acara. Susunan panitia tersebut akan dipilih dari 10 orang terpilih
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Berapakah banyaknya susunan panitia yang dapat
dibentuk?
Kasus ke dua: permasalahan kombinasi
Enam buku akan dipilih dari lima buku Matematika, tiga buku Fisika, dan empat buku Kimia untuk
disumbangkan ke sekolah untuk anak jalanan. Berapakah banyaknya cara yang dapat dilakukan
untuk memilih enam buku tersebut?

Pada kasus pertama, susunan urutan menjadi bagian yang perlu diperhatikan. Kedudukan ketua
untuk orang pertama tentu akan berbeda dengan ketua yang ditempati oleh orang ke tiga. Begitu
juga dengan kududukan untuk posisi lainnya. Sedangkan pada contoh kasus kedua, pemilihan buku
pada urutan pertama dan kedua misalnya adalah buku Matematika pertama dan buku Matematika
ke dua, keduanya merupakan buku Matematika. Sehingga, urutan tidak dipehatikan. Intinya, rumus
permutasi digunakan untuk permasalahan yang memperhatikan urutan. Sedangkan kombinasi
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak memperhatikan urutan.

3. Multiset
Multiset (himpunan ganda) adalah Himpunan yang unsurnya boleh berulang (tidak harus
berbeda)

Contoh multiset
a.) P ∪ Q merupakan suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan multiplisitas
maksimum unsur tersebut pada himpunan P dan Q.
Contoh:

 P = { a, a, a, c, d, d } dan
 Q ={ a, a, b, c, c }, maka
 P ∪ Q = { a, a, a, b, c, c, d, d }

b.) P ∩ Q adalah suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan multiplisitas
minimum unsur tersebut pada himpunan P dan Q.

Contoh:

 P = { a, a, a, c, d, d }, dan
 Q = { a, a, b, c, c }, maka
 P ∩ Q = { a, a, c }

c.) P – Q adalah suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan multiplisitas unsur
tersebut pada P dikurangi multiplisitasnya pada Q, ini berlaku jika selisih multiplisitas
tersebut adalah positif. Jika selisihnya nol atau negatif maka multiplisitas unsur tersebut
adalah nol.

Contoh:

 P = { a, a, a, b, b, c, d, d, e }, dan
 Q = { a, a, b, b, b, c, c, d, d, f }, maka
 P – Q = { a, e }

d.) P + Q, yang didefinisikan sebagai jumlah (sum) dua buah himpunan ganda, adalah suatu
multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan penjumlahan dari multiplisitas unsur
tersebut pada P dan Q.

Contoh:

 P = { a, a, b, c, c }, dan
 Q = { a, b, b, d }, maka
 P + Q = { a, a, a, b, b, b, c, c, d }
1. Modus Ponens

Jika benar dan p benar maka q benar.

Skema argumen dapat ditulis sebagai berikut :

. . . . . . premis 1

p . . . . . . premis 2

. . . . . kesimpulan / konklusi

Dalam bentuk implikasi, argumentasi tersebut dapat dituliskan sebagai

. Argumentasi ini dikatakan sah kalau pernyataan implikasi

merupakan tautologi.

Tabel nilai kebenaran dari

P Q
B B B B B

B S S S B

S B B S B

S S B S B

Dari tabel pada kolom di atas tampak bahwa merupakan tautologi, jadi argumen tersebut sah.

D.2. Modus Tollens

Jika benar dan benar maka p benar

Skema argumen dapat ditulis sebagai berikut:

. . . . . premis 1

~q . . . . . premis 2

~p . . . . . . kesimpulan / konlusi

Dalam bentuk implikasi, modus tollens dapat dituliskan sebagai ,sah atau tidaknya modus tollens
dapat diuji dengan tabel kebenaran sebagai berikut .

Tabel nilai kebenaran

P Q ~p ~q

B B S S B S B

B S S B S S B

S B B S B S B

S S B B B B B

Dari tabel pada kolom 7 tampak bahwamerupakan tautologi. Jadi modus tollens merupakan
argumentasi yang sah .

D.3. Silogisme

Dari premis-premis dan dapat ditarik konklusi . Penarikan kesimpulan seperti ini disebut kaidah
silogisma . Skema argumnya dapat dinyatakan sebagai berikut :

..... premis 1

..... premis 2
... kesimpulan / konklusi

Dalam bentuk implikasi, silogisme dapat dituliskan sebagai . Sah atau tidaknya silogisme dapat diuji
dengan tabel kebenaran sebagai berikut :

Tabel nilai kebenaran .

q r

B B B B B B B

B S B S S S B

S B S B B S B

S S S B S S B

B B B B B B B

B S B S B S B

S B B B B B B

S S B B B B B

Dari tabel pada kolom (8) tampak bahwa merupakan tautologi. Jadi silogisme merupakan
argumentasi yang sah.
Tentukan limit x2/e-x untuk x mendekati negatif tak hingga.

Pembahasan Karena dengan substitusi langsung akan menghasilkan bentuk tak tentu
∞/∞, maka gunakan Aturan L’Hôpital.

Limit ini masih menghasilkan bentuk tak tentu (–∞)/(–∞), sehingga Aturan L’Hôpital
dapat diterapkan kembali.

Jika , maka adalah


Jika dan g(x) = 2x + 4 maka (x) = ...

PEMBAHASAN:

Untuk mencari inversnya, kita gunakan rumus:


JAWABAN: E

18. Jika maka fungsi g adalah g(x) = ...


a. 2x – 1
b. 2x – 3
c. 4x – 5
d. 4x – 3
e. 5x – 4
PEMBAHASAN:

g(x) + 1 = 4(x – 1)
g(x) = 4x – 4 – 1
g(x) = 4x – 5
JAWABAN: C
19. Fungsi f : R--> R dan g : R --> R ditentukan oleh f(x) = 2x + 5 dan g(x) = x
+ 2 maka memetakan x ke ...

Jika f(x) = x – 2011/11. Maka (fοfοfοfοf)(x) adalah . . .

Telusuri polanya terlebih dahulu misalkan f(x) = x + b/c

Dengan demikian
𝑥+𝑏
𝑐
+𝑏
(fοf)(x) =
𝑐

𝑥+𝑏+𝑐+𝑏𝑐
𝑐
=
𝑐

𝑥+𝑏+𝑐
=
𝑐2

𝑥+𝑏+𝑏𝑐
+𝑏
𝑐2
(fοfοf)(x) =
𝑐

𝑥+𝑏+𝑏𝑐+𝑏𝑐2
𝑐2
=
𝑐

𝑥+𝑏+𝑏𝑐+𝑏𝑐 2
=
𝑐3

Untuk itu,

(fοfοfοfοf)(x)
𝑥+𝑏+𝑏𝑐+𝑏𝑐 2 +𝑏𝑐 3 +𝑏𝑐 4
=
𝑐5

Substitusikan b = -2011 dan c = 11


𝑥−2011(1+11+112 +113 +114)
=
115

𝑥−32387155
=
161051

𝑥−32387155
Jadi rumus fungsi dari (fοfοfοfοf)(x) adalah =
161051
Forum m3kb4

Bentuk umum parabola Cx2 + Dx + Ey + F = 0, yang menyinggung di titik P(x1, y1)


maka persamaan garis singgung parabola dapat dituliskan dalam bentuk:
Cx1x + ½D(x + x1) + ½E(y + y1) + F = 0
Soal
Tentukan persamaan garis singgung parabola y = x2 – 2x + 2 melalui titik (a, a).
Jawab:
Persamaan parabola di atas jika dinyatakan dalam bentuk umum akan berbentuk
x2 – 2x – y + 2 = 0
Dengan demikian diketahui bahwa C = 1, D = –2, E = –1, dan F = 2. Diketahui pula x1 = a, y1 = a.
Jika disubstitusikan kedalam persamaan garis singgung Cx1x + ½D(x + x1) + ½E(y + y1) + F = 0
Akan diperoleh :
Cx1x + ½D(x + x1) + ½E(y + y1) + F = 0
1.a.x + ½. -2 ( x + a) + ½ . -1 (y + a) + 2 = 0
ax – 1 (x + a) – ½ (y+a) + 2 = 0
ax – 1x – a – 1/2y – ½ a + 2 = 0
(a – 1 )x – ½ y – 3/2 a + 2 = 0
Karena persamaan diatas masih dalam bentuk pecahan maka untuk menghilangkannya kita
kalikan dengan dua, maka akan diperoleh persamaan:
2 (a -1) x – y – 3a + 4 = 0
(2a – 2 )x – y – 3a + 4 = 0
2ax – 2x – y – 3a + 4 = 0

Jadi persamaan garis singgung parabola y = x2 – 2x + 2 melalui titik (a,a) adalah

2ax – 2x – y – 3a
M3kb5

Cara yang tepat untuk menyelesaikan soal integral tersebut adalah dengan metode substitusi
trigonometri dengan x = a sin y

𝑎 1 1 𝑥 𝑎
Maka ∫−𝑎 √𝑎2 − 𝑥 2 𝑑𝑥 = [2 𝑥√𝑎2 − 𝑥 2 + 2 𝑎2 𝑎𝑟𝑐𝑠𝑖𝑛 (2)]
−𝑎

1 1 1 1
= (2 𝑎√𝑎2 − 𝑎2 + 2 𝑎2 arcsin 1)- (2 (−𝑎)√𝑎2 − 𝑎2 + 2 𝑎2 arcsin⁡(−1))

1 𝜋 𝜋
= 2 𝑎2 ( 2 + 2 )

𝑎2 𝜋
= 2
Persamaan Diferensial Eksak atau PD eksak adalah suatu PD tingkat satu dan berpangkat
satu yang berbentuk M(x,y)dx+N(x,y)dy=0

Untuk persamaan differesial 2(x + y)dy + 2y dx = 0 Bentuk Umumnya adalah 2y dx + (2x+2y) dy = 0

Uji eksak :

Dari persamaan ditentukan M = 2y dan N = 2x+2y

M = 2y maka ∂M∂y = 2

dan N= 2x + 2y maka∂N∂x = 2

karena∂M∂y =∂N∂x

Terbukti bahwa PD diatas adalah PD Eksak

Maka selanjutnya kita bisa menyelesaikannya dengan aturan PD Eksak

F(x,y) = ∫M(x,y) dx + g(y)

F(x,y) = ∫2y dx + g(y)

F(x,y) = 2xy + g(y)

selanjutnya menentukan g'(y)

∂F(x,y)∂y= ∂∂y∫M(x,y) dx +g'(y)

= ∂∂y∫2x dx +g'(y)

= ∂∂y[2xy]+g'(y)

= 2x + g'(y)

dengan

∂F(x,y)∂y= N(x,y)

2x + g'(y) = 2x + 2y

maka g'(y) = 2y

dan

g(y) = ∫g'(y) = ∫2y

g(y) = y2 + c
Maka penyelesaian umum untuk PD diatas adalah

F(x,y) = 2xy + g(y)

F(x,y) = 2xy + y2 + c
Kesebangunan bangun datar

Syarat Dua bangun datar dikatakan sebangun jika dan hanya jika:

1. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar

2. Perbandingan panjang sisi yang bersesuaian adalah sama

Kesebangunan segitiga

Kesebangunan dua segitiga dapat dibuktikan dengan teorema-teorema berikut.

Teorema Sisi-Sisi-Sisi. Jika perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari dua
segitiga adalah sama, maka dua segitiga tersebut sebangun.(s.s.s)

Teorema Sudut-Sudut-Sudut. Jika sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga


besarnya sama maka dua segitiga tersebut sebangun. (sd.sd.sd)

Teorema Sisi-Sudut-Sisi. Jika dua segitiga memiliki dua pasang sisi bersesuaian yang
sebanding dan satu pasang sudut bersesuaian yang sama besar terletak pada masing-
masing segitiga dalam urutan Sisi-Sudut-Sisi maka dua segitiga tersebut adalah
sebangun.(s.sd.s)

Teorema Sudut-Sisi-Sudut. Jika dua segitiga memiliki dua pasang sudut bersesuaian
yang sama besar dan satu pasang sisi bersesuaian yang diketahui perbandingannya,
terletak pada segitiga tersebut dengan urutan Sudut–Sisi–Sudut maka dua segitiga
tersebut sebangun.(sd.s.sd)

Contoh : Kesebangunan pada Denah


Pak Jojon memiliki suatu rumah yang dapat didenahkan sebagai berikut.
Jika luas sebenarnya dari rumah Pak Jojon adalah 54 m², tentukan ukuran sebenarnya dari
rumah Pak Jojon dan luas sebenarnya dari kamar tidur 1!

Pembahasan Diketahui luas sebenarnya dari rumah Pak Jojon adalah 54 m², dengan
perbandingan panjang dan lebarnya 36 : 24 = 3 : 2. Sehingga, panjang dan lebar dari rumah
Pak Jojon dapat dituliskan dalam p = 3x dan l = 2x. Diperoleh,

Karena x adalah ukuran dan tidak boleh negatif, maka kita pilih x = 3 m. Sehingga panjang
dan lebar dari rumah Pak Jojon adalah p = 3 × 3 = 9 m = 900 cm dan l = 2 × 3 = 6 m = 600
cm.
Berdasarkan denah di atas, panjang dan lebar dari kamar tidur 1 secara berturut-turut
adalah 24 – 12 = 12 cm dan 14 cm. Karena denah rumah dan rumah sebenarnya sebangun
maka,
Sehingga diperoleh panjang dan lebar sebenarnya dari kamar tidur 1 secara berturut-turut
adalah 350 cm = 3,5 m dan 300 cm = 3m, yang mengakibatkan luas sebenarnya dari kamar
tidur 1 adalah 3,5 × 3 = 10,5 m².

Contoh 8: Kesebangunan pada Segitiga


Perhatikan gambar berikut!
Jika sudut MKN dan sudut NOM saling berpelurus, tentukan panjang dari ruas garis KN
dan MK!

Pembahasan Misalkan besar sudut MKN adalah θ°, maka besar sudut NOM adalah
180° – θ°. Karena sudut NOL berpelurus dengan sudut NOM, maka besar sudut NOL
adalah 180° – (180° – θ°) = θ°. Didapatkan besar sudut MKN sama dengan besar sudut
NOL, yaitu θ°. Selanjuntya, karena sudut NLO dan sudut MLK saling berhimpit, maka
kedua sudut tersebut kongruen. Sehingga, segitiga NLO dan segitiga MLK sebangun.
Akibatnya,
Jadi, diperoleh KN = 1 cm dan MK = 16 cm.
Jarak dua objek dalam dimensi tiga adalah jarak terpendek yang ditarik
dari kedua objek itu . Jarak dalam geometri ruang meliputi jarak titik ke
titik, jarak titik ke garis, jarak titik ke bidang, jarak garis ke garis, jarak
garis ke bidang dan jarak bidang ke bidang.

1. Jarak Titik ke Titik (Jarak Dua Titik)


Jarak dua titik dinyatakan sebagai panjang garis yang
menghubungkan kedua titik tersebut. Untuk mencari jarak
antara dua titik yang diketahui keterangan panjang, cara yang
umum digunakan dapat menggunakan rumus pythagoras.

soal
Diberikan contoh menentukan jarak antara dua titik sudut pada sebuah kubus berikut ini.

Tentukan jarak:
a. Titik A dan titik C
b. Titik E dan titik C

Jawab:
a. Apabila ditarik garis dari titik A ke titik C maka akan terbentuk garis AC yang
merupakan diagonal sisi ABCD.
Sisi ABCD adalah persegi dengan panjang sisi 8 cm.
b. Apabila ditarik garis dari titik C ke titik E maka akan terbentuk garis CE yang merupakan
diagonal ruang kubus ABCDEFGH.

2. Jarak Titik dan Garis


Jarak antara titik A ke garis adalah panjang garis tegak lurus
titik A ke garis g. Kita perlu melakukan proyeksi titik A pada
garis g terlebih dahulu. Tarik sebuah garis yang
menghubungkan titik A pada garis g. Garis inilah yang menjadi
jarak titik A ke garis g.
Soal
Pada kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 12 cm, titik P adalah tepat ditengah CG, tentukan
jarak titik C ke garis AP!

Pembahasan
Posisi titik C dan garis AP pada kubus sebagai berikut:

Cari panjang AP terlebih dahulu,

dilanjutkan menentukan jarak C ke AP,

3. Jarak Titik ke Bidang


Cara untuk menentukan jarak titik ke Bidang hampir sama
dengan jarak titik ke garis. Langkah pertama yang harus
dilakukan adalah melakukan proyeksi titik pada bidang terkait.
Jarak titik ke bidang dinyatakan oleh jarak titik ke proyeksi titik
pada bidang. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa jarak
antara titik A ke bidang adalah panjang garis tegak lurus dari
titik A ke bidang
Kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 10 cm. Titik I terletak di tengah-tengah rusuk BC.
Tentukan jarak titik I ke bidang AFGD

Pembahasan
Sketsanya seperti berikut

Dari segitiga KLI diperoleh jarak titik I ke bidang AFGH, yaitu panjang dari I ke J dengan data-data
yang diperlukan:
LI = 10 cm, sama dengan panjang rusuk kubus.
KI = 10 cm, sama panjangnya dengan rusuk kubus
KL = 10√2 cm, sama panjangnya dengan diagonal sisi kubus, ingat a√2

Sehingga

KI X LI = KL X IJ
𝐾𝐼⁡𝑋⁡𝐿𝐼 10×10 10
IJ = 𝐾𝐼
= 10√2
=⁡ = 5√2⁡𝑐𝑚
√2
4. Jarak Garis ke Garis

Jarak antara dua garis atau jarak garis ke garis adalah panjang
ruas garis yang menghubungkan antara garis pertama dan garis
kedua, di mana ruas garis tersebut tegak lurus dengan garis
pertama dan garis kedua. Cara yang harus dilakukan adalah
mengambil sebuah titik yang merupakan bagian dari garis
pertama. Kemudian, proyeksikan titik tersebut pada garis kedua.
Sekarang dua titik tersebut terhubung oleh sebuah garis yang
tegak lurus. Garis inilah yang menyatakan jarak garis ke garis.
Soal

Diketahui balok ABCD.EFGH memiliki panjang 8 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 6
cm.Hitung jarak antara garis CD dan garis EF !
Penyelesaian :
Perhatikan Balok ABCD.EFGH !
Garis CD // Garis EF
Jarak CD dan EF = Panjang CF
5. Jarak Garis ke Bidang

Jarak antara garis dan bidang merupakan jarak antara garis


dengan garis proyeksinya pada bidang. Prinsip cara mencari
jarak garis ke bidang hampir sama dengan mencari jarak garis
ke garis. Bedanya, proyeksi pada jarak garis ke garis dilakukan
antara garis ke garis, proyeksi garis ke bidang dilakukan antara
garis ke bidang.
Diketahui kubus ABCD. EFGH dengan panjang rusuk 8 cm. hitunglah jarak garis AE ke
bidang BDHF?

Jawab:

Jarak garis AE ke bidang BDHF diwakili oleh panjang AP. (AP AE) dan (AP  BDHF)
AP = ½ AC(AC BDHF)
= ½.8√2
= 4√2
Jadi jarak garis AE ke BDHF = 4√2 cm.

6. Jarak Bidang ke Bidang

Jarak antara dua bidang atau jarak bidang ke bidang adalah


panjang ruas garis yang saling tegak lurus pada kedua bidang
tersebut. kita perlu melakukan proyeksi titik yang merupakan
bagian dari satu bidang ke titik lain yang merupakan bagian dari
bidang ke dua.Sehingga, jika kedua titik tersebut ditarik garis
lurus akan saling tegak lurus dengan kedua bidang
soal

Diketahui, kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6


cm. Hitunglah jarak bidangAFH ke bidang BDG.

Penyelesaian :

Jarak bidang AFH ke bidang BDG di wakili oleh PQ

PQ = 1/3 CE

Perhatikan ∆ABC, siku-siku di B

Perhatikan ∆EAC, siku-siku di A


Jadi, jarak bidang AFH ke bidang BDG adalah 2√3 cm\
soal

1. Tentukan besar dari x dan y serta keliling layang-layang LOVE!

Pembahasan
Karena sudut-sudut selain sudut puncak dari layang-layang merupakan sudut-sudut yang
kongruen, maka y = 113°. Jumlah sudut dalam segiempat adalah 360°, maka x + y + 90° +
113° = 360°. Sehingga, x = 360° – (113° + 90° + 113°) = 44°.
Sesuai dengan definisi layang-layang, EV = OV = 11 cm. Demikian juga LO = LE = 19 cm.
Sehingga, keliling layang-layang LOVE, K = 19 + 11 + 11 + 19 = 60.
Jadi, nilai x, y, dan keliling layang-layang LOVE secara berturut-turut adalah 44°, 113°, dan
60 cm.
Soal

Sebuah halaman rumah berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 30


meter dan lebar 20 meter. Di sekeliling halaman rumah tersebut akan
dipasang pagar dengan biaya pembuatan pagar Rp50.000,00 per meter.
Tentukan besar biaya yang diperlukan untuk membuat pagar tersebut.

Penyelesaian:
Pembuatan pagar di sekeliling halaman rumah berbentuk persegi panjang
sama dengan menentukan keliling halaman rumah.
K = 2 x (p + l)
K = 2 x (30 + 20)
K = 2 x 50
K = 100 m

Biaya = 100 x Rp50.000,00


Biaya = Rp5.000.000,00

Jadi, biaya untuk pembuatan pagar tersebut Rp5.000.000,00

2. Skala
Skala digunakan untuk mengubah ukuran suatu objek, bila pada translasi operasi
yangdigunakan adalah penjumlahan sedangkan pada skala operasi yang digunakan adalah
perkalian. Untuk melakukan skala dapat menggunakan rumus:
x’ = x * tx
y’ = y * ty
sx dan sy merupakan nilai dari scaling factor terhadap sumbu x dan sumbu y.
Contoh :
Diketahui objek segitiga dengan titik A(10,10), B(30,10), C(10,30) di skala denganscaling
factor (3,2).
Titik A
x’A = xA * tx y’A = yA * ty
= 10 * 3 = 10 * 2
= 30 = 20
A’(30,20)
Titik B
x’B = xB * tx y’B = yB * ty
= 30 * 3 = 10 * 2
= 90 = 20
B’(90,20)
Titik C
x’C = xC * tx y’C = yC * ty
= 10 * 3 = 30 * 2
= 30 = 60
C’(30,60)
Transformasi Regangan (Stretch)
Merupakan suatu transformasi yang memetakan himpunan titik pada bidang ke
himpunan titik lainnya dengan cara memperbesar/memperkecil jarak titik-titik itu ke garis
tertentu (invariant). Perbandingan antara jarak titik peta ke garis invariant dengan jarak
titik semula ke garis invariant disebut factor regangan. Arah garis yang tegak lurus
dengan garis invariant disebut arah regangan.
1. Regangan searah sumbu X
Artinya garis searah sumbu Y ( garis invariant) dengan factor regangan k.

D(xd,yd) = D’(x’d,y’d) C’(x’c,y’c)


C(xc,yc)

A’(x’a,y’a) = A(xa,ya) B(xb,yb) B’(x’b,y’b)

Dimana :
AB = x B’C’ = y’ BC = y
A’B’ = x’ A’C’ = r’ AC = x’
𝐫’ 𝟏
AC = r =⁡k = faktor skala/faktor regangan = ⁡
𝒓 𝒕𝒈⁡𝜶
Maka :
𝐀’𝐁’ 𝐁’𝐂’
= B’C’ = BC
𝑨𝑩 𝐁𝐂’
𝒙′ 𝒓′
= y’ = y
𝒙 𝒓
𝒙′
=k
𝒙
x’ = kx
Dari uraian di atas memperoleh :
x' = kx
y' = y
𝑘 0
Dan matriks tarnsformasi yang bersesuaian ( ).
0 1
2. Regangan searah sumbu Y
Artinya garis searah sumbu X ( garis invariant) dengan factor regangan k.

D’(x’d,y’d) C’(x’c,y’c)

D(xd,yd) C(xc,yc)

A’(x’a,y’a) = A(xa,ya) B(xb,yb) = B’(x’b,y’b)

Dimana :
AB = DC = x B’C’ = A’D’ = y’
A’B’ = D’C’ = x’ BC = AD = y
B’D’ = r’ BD = r’
𝐫’ 𝟏
=⁡k = faktor regangan/faktor regangan = ⁡
𝒓 𝒕𝒈⁡𝜶
Maka :
𝐁’𝐂’ 𝐁’𝐃’
= D’C’ = DC
𝑩𝑪 𝐁𝐃
𝒚′ 𝒓′
= x’ = x
𝒚 𝒓
𝒚′
=𝒌
𝒚

y’ = ky
Dari uraian di atas memperoleh :
x' = x
y' = k y
1 0
Dan atriks tarnsformasi yang bersesuaian ( ).
0 𝑘
3. Regangan dalam Arah sumbu X dan sumbu Y
Regangan dalam Arah sumbu X dan sumbu Y adalah regangan
(tarik/tekan) dalam arah sumbu X dengan faktor skala k1 dan regangan
(tarik/tekan) dalam arah sumbu Y dengan faktor skala k2 memetakan titik
A(x,y) menjadi titik A’(x’,y’).
Untuk menyelesaikannya :
𝑘 0
 Bisa menggunakan matriks dilatasi yaitu ( ), dengan ketentuan k
0 𝑘
yang diatas adalah k1 dan yang di bawah adalah k2. Maka matriks
𝑘1 0
regangan yaitu ( ) untuk k1 ≠ k2.
0 𝑘2
Jadi A’(x’,y’) = A’(k1x,k2y)
 Bisa juga dengan mencari dahulu bayangan titik A(x,y) menggunakan
regangan bayangan terhadap sumbu X maka akan menjadi A’(x1’,y1’)
lalu hasil bayangan terhadap sumbu X di regangkan lagi dengan
regangan terhadap sumbu Y, maka menghasilkan A(x2,y2) dan A(x2,y2)
itulah hasil regangan dalam arah sumbu X dan sumbu Y.

Catatan :

1. Dalam kasus k1 = k2 = k, maka itu menyatakan transformasi dilatasi.


2. Regangan tarik atau ekspansi, jika k > 1.
3. Regangan tekan atau kompresi, jika 0< k < 1
Contoh :

1. Diketahui titik A(2 , -3). Tentukan bayangan titik itu oleh


a. Regangan searah sumbu X dengan faktor skala 4
b. Regangan searah sumbu Y dengan faktor skala – 3
Jawab :
1. a. x’ = kx = (4)2
x’ = 8
y’ = y
y’ = (-3)
y’ = -3

maka A’(8,-3) searah sumbu X.

b. x’ = x = 2
x’ = 2
y’ = ky
y’ = (-3)(-3)
y’ = 9
maka A’(2,9) searah sumbu Y.
Peluang adalah ukuran kemungkinan suatu peristiwa dapat terjadi dari sejumlah total
kemungkinan (jumlah seluruh kejadian yang mungkin terjadi). Menghitung peluang
memerlukan pemakaian logika dan pemikiran dengan derajat ketidakpastian

Peluang suatu kejadian A adalah jumlah peluang semua titik sampel dalam kejadian A.
Jika A adalah suatu kejadian yang terjadi pada suatu pecobaan dengan ruang sampel S,
dimana setiap titik sampelnya mempunyai kemungkinan sama untuk muncul, maka
rumus peluang dari suatu kejadian A ditulis :
P(K) =n(K)/n(S)
Dimana, P(K) = peluang kejadian A
n(K) = Banyak anggota
n(S) = Banyak angota ruang sampel S

Contoh kejadian:
Dalam sebuah dadu ruang sampelnya adalah {1,2,3,4,5,6) maka n(S) = 6 .
Kejadian yang diinginkannya adalah munculnya mata lima sehingga n(K) = 1 (karena
hanya ada 1 sisi bermata lima pada sebuah dadu)
maka peluang munculnya mata dadu lima adalah : P(K) = n(K) /n(S) = 1/6

jika dadu tersebut dilambungkan di atas tanah liat maka peluang muncul mata lima
adalah sama seperti di atas. hal ini dikarenakan angka yang terdapat pada masing –
masing mata dadu hanya satu dan keseluruhan mata dadu ada 6 jadi peluangnya adalah
1/6
Korelasi pada dasarnya merupakan nilai yang menunjukan tentang adanya hubungan
antara dua variabel atau lebih serta besarnya hubungan tersebut, ini berarti bahwa korelasi
tidak menunjukan hubungan sebab akibat. Apabila dipahami sebagai suatu hubungan
sebab akibat, hal itu bukan karena diketahuinya koefisien korelasi melainkan karena
rujukan teori atau logika yang memaknai hasil perhitungan, oleh karena itu analisis korelasi
mensyaratkan acuan teori yang mendukung adanya hubungan sebab akibat dalam
variabel-variabel yang dianalisa hubungannya. Koefisien korelasi untuk 2 buah variabel X
dan Y dengan jumlah data sebesar N, dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh Karl Pearson, yaitu [1]:

Secara sederhana, korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh,
korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan salah satu teknik
analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat
kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat
pula terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel
yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi
positif) atau berlawanan (korelasi negatif).

1. Menentukan korelasi (Hubungan) dua Variabel


Korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh,
korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan
salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara
dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi
karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena kebetulan saja. Dua
variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti
perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif)
atau berlawanan (korelasi negatif).
1. Bagaimana kita menentukan (menjelaskan) korelasi (hubungan) variabel X
dan variabel Y yang sudah diplot pada bidang cartesius?

Korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang


digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat
kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya
hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena kebetulan saja.
Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang
satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan
arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Dengan kata lain variabel bebas X dan variabel terikat Y berkorelasi
apabila terjadi perubahan diantara kedua variabel tersebut baik itu
berkorelasi positif ataupun berkorelasi negative

2. Apa perbedaan arti tidak berkorelasi dan berkorelasi negatif?

Tidak Berkorelasi (0) artinya apabila nilai koefisien korelasi mendekati 0


(nol) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y memiliki korelasi
yang sangat lemah atau berkemungkinan tidak berkorelasi.

Korelasi Negatif adalah korelasi antara dua variabel atau lebih yang
berjalan dengan arah yang berlawanan, bertentangan
maupun sebaliknya. Korelasi negatif terjadi jika antara dua variabel atau
lebih berjalan berlawanan yang berarti jika variabel X mengalami
kenaikan maka variabel Y mengalami penurunan ataupun sebaliknya. Jika
variabel X mengalami penurunan maka variabel Y
mengalami kenaikan.

3. Berikan argumentasi korelasi negatif, nol dan positif

Korelasi positif dua variabel ditunjukan dengan hubungan sebab akibat


yang mengalami perubahan ke arah yang sama, dimana apabila terjadi
penambahan nilai pada variabel X maka akan diikuti terjadinya
penambahan nilai variabel Y.
Korelasi negatif terjadi apabila kedua variabel mengalami perubahan ke
arah yang berlawanan. Jika nilai variabel X meningkat nilai variabel Y
justru mengalami penurunan.

Nol, berarti tidak berkorelasi atau cenderung tidak ada hubungan.


Misalkan nilai dari sekelompok ( sejumlah p siswa tanpa Ani dan Budi
) tersebut adalah
x1 ,x2 , x3 , ... , xp
maka rata-rata nilai mereka adalah
x1+x2 +x3 + ... +xpp= n ..................... x1+x2 +x3 + ... +xp = np
setelah nilai Ani (xA) dan nilai Budi (xB) diikutkan nilai menjadi
x1 ,x2 , x3 , ... , xA, xB, xp
dengan rata-rata
x1+x2 +x3 + ... +xp+xA+xBp + 2= m karena x1+x2 +x3 + ... +xp = np
maka
np+xA+xBp + 2= m
mn = np+xA+xBn(p + 2)
Agar m = n maka
np+xA+xB=n(p + 2)
np+xA+xB=np + 2n
xA+xB= 2n
sehingga agar nilai m = n maka nilai Ani + Nilai Budi = 2 x rata rata nilai siswa
lainnya
Agar m > n maka
np+xA+xB > n(p + 2)
np+xA+xB > np + 2n
xA+xB > 2n
sehingga agar nilai m > n maka nilai Ani + Nilai Budi > 2 x rata rata nilai siswa
lainnya
Agar m > n maka
np+xA+xB < n(p + 2)
np+xA+xB < np + 2n
xA+xB < 2n
sehingga agar nilai m < n maka nilai Ani + Nilai Budi < 2 x rata rata nilai siswa
lainnya
sejumlah p siswa tanpa Ani dan Budi tersebut adalah x1, x2 , x3, ...., xp maka rata-rata nilai mereka
adalah x1 +x2 + x3 + ... + xpp = n ..................... x1 + x2 + x3 + ... + xp = np setelah nilai Ani (xA) dan nilai
Budi (xB) diikutkan nilai menjadi x1 ,x2 , x3 , ... , xA, xB, xp dengan rata-rata x1 + x2 + x3 + ... + xp + xA +
xBp + 2= m karena x1 + x2 + x3 + ... + xp = np maka : np + xA + xBp + 2 = m mn = np + xA + xBn (p + 2)
Agar m = n maka np + xA + xB = n(p + 2) Np + xA + xB= np + 2n xA + xB = 2n sehingga agar nilai m = n
maka nilai Ani + Nilai Budi = 2 x rata rata nilai siswa lainnya Agar m > n maka np + xA + xB > n(p + 2) Np +
xA + xB > np + 2n xA + xB > 2n sehingga agar nilai m > n maka nilai Ani + Nilai Budi > 2 x rata rata nilai
siswa lainnya Agar m > n maka np + xA + xB < n(p + 2) np + xA + xB < np + 2n xA + xB < 2n sehingga agar
nilai m < n maka nilai Ani + Nilai Budi < 2 x rata rata nilai siswa lainnya
Forum Diskusi Modul 5 KB 2

Nama : Dede Farida

Soal :
Misalkan diketahui rata-rata nilai matematika siswa suatu kelas, termasuk siswa Ani dan
Budi adalah m; dan rata-rata nilai matematika siswa kelas tersebut tersebut tanpa Ani
dan Budi adalah n. Diskusikan kapan terjadi m < n, m = n, dan m > n.

Penyelesaian :

Misalkan nilai dari siswa suatu kelas dengan jumlah siswa p adalah x1 ,x2 , x3 , ... , xp
maka rata-rata nilai siswa dikelas tersebut adalah :
x1+x2 +x3 + ... +xp⁡
Rata-rata = =n
𝑝
maka : x1+x2 +x3 + ... +xp = np

Kemudian dimasukan nilai Ani (xa) dan nilai Budi (xb) sehingga rata-ratanya adalah :
x1+x2 +x3 + ... +xp+Xa+Xb⁡
Rata-rata = =m
𝑝+2

karena x1+x2 +x3 + ... +xp = np


maka diperoleh :
np+xa+xb⁡ 1
= m (kalikan dengan )
𝑝+2 𝑛
np+xa+xb⁡ m⁡
=
𝑛⁡(𝑃+2) 𝑛

Jika m = n maka,
np+xa +xb = n(p + 2)
np+xa+xb= np + 2n
xa+xb = 2n
jadi, m = n akan terjadi jika nilai Ani + Nilai Budi = 2 x rata rata nilai siswa lainnya

Jika m > n maka,


np+xA+xB > n(p + 2)
np+xA+xB > np + 2n
xA+xB > 2
Jadi, m > n akan terjadi jika nilai Ani + Nilai Budi > 2 x rata rata nilai siswa lainnya

Jika m < n maka,


np+xA+xB < n(p + 2)
np+xA+xB < np + 2n
xA+xB < 2n
Jadi, m < n maka akan terjadi jika nilai Ani + Nilai Budi < 2 x rata rata nilai siswa
lainnya.
Jadi kesimpulannya:

Agar m = n ,,, jumlah nilai dari Ani dan Budi harus sama dengan 2 kali nilai rata rata kelas
tersebut

Agar m> n,,, jumlah nilai dari Ani dan Budi harus lebih besar dari 2 kali nilai rata rata kelas
tersebut

Agar m< n,,, jumlah nilai dari Ani dan Budi harus lebih kecil dari 2 kali nilai rata rata kelas
tersebut
Sebuah home-industry tekstil membuat dua macam produk tekstil yang sering digunakan
masyarakat dewasa ini, yaitu kemeja “SIIP” dan kaos “JOSS”. Dalam home-industry tersebut,
kemeja dan kaos harus melalui 4 workstation agar dapat menjadi produk siap pakai, yaitu:

 Workstation 1 : pemotongan kain dan pembuatan pola


 Workstation 2 : penjahitan
 Workstation 3 : pressing dan pemeriksaan (quality control)
 Workstation 4 : pengemasan

Pemilik home-industry memiliki 4 operator dan masing-masing operator menangani 1 workstation.


Pemilik mengalokasikan waktu kerja per hari sebanyak 10 jam yang dimulai dari pukul 08.00 hingga
pukul 18.00. Sistem kerja yang diterapkan pada home industry tersebut merupakan sistem kerja
seri, yang artinya proses kerja tersebut dilakukan secara berurutan yang dimulai dari workstation 1
dan berakhir di workstation 4. Pemilik menerapkan waktu kerja per shift, yang dimaksudkan bahwa
workstation 1 akan mendapatkan shift pertama, workstation 2 akan mendapatkan shift kedua, dan
seterusnya. Pemilik menetapkan shift per hari untuk 4 workstation seperti dibawah ini :

 Shift 1 (Workstation 1) : pukul 08.00-09.30


 Shift 2 (Workstation 2) : pukul 09.30-13.00
 Shift 3 (Workstation 3) : pukul 13.00-16.00
 Shift 4 (Workstation 4) : pukul 16.00-18.00

Kapasitas produksi untuk kemeja dan kaos per harinya dalam home-industry tersebut adalah 200
buah dan 120 buah. Produk kemeja dan kaos tersebut memiliki waktu proses per produk yang
berbeda-beda disetiap workstation seperti yang tertera pada Tabel berikut:

Tabel 1. Waktu proses per produk pada setiap workstation

Workstation Waktu yang dibutuhkan (menit) Waktu tersedia per shift


(menit)

Kemeja Kaos

“SIIP” “JOSS”

1 0,45 0,5 90

2 1,05 0,45 210

3 0,9 0,45 180

4 0,6 0,5 120

Pemilik menetapkan harga jual kemeja sebesar Rp35.000,- dan kaos sebesar Rp40.000,-. Pemilik
akan mengambil keuntungan sebesar 45% dari harga jual kemeja dan 50% dari harga jual kaos.
Permasalahan tersebut akan dimodelkan secara matematis untuk agar kita dapat mencari
banyaknya kemeja dan kaos yang harus diproduksi setiap harinya agar keuntungan yang
didapatkan optimal.

Berdasarkan permasalahan diatas, didefinisikan dua buah variable yang menunjukkan masing-
masing jumlah produksi kemeja atau kaos.

Definisi

X1 = Jumlah produksi kemeja

X2 = Jumlah produksikaos

Berdasarkan persentase keuntungan yang diambil dari masing-masing produk, dibentuk fungsi
tujuan sebagai berikut:

Fungsi Tujuan

Memaksimalkan

= 15750 X1 + 20000 X2

Dengan segala keterbatasan yang ada dalam proses produksi, dapat diberikan kendala-kendala
sebagai berikut:

Kendala

0.45 X1 + 0.5 X2 ≤ 90

1.05 X1 + 0.45 X2 ≤ 210

0.9 X1 + 0.45 X2 ≤ 180

0.6 X1 + 0.5 X2 ≤ 120

X1 ≤ 200

X2 ≤ 120

X1 , X2 ≥ 0

Persoalan di atas dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menggunakan
program linear. Metode yang digunakan dalam penyelesaian secara program linear pun beragam,
hingga didapat nilai X1dan X2 yang dapat menghasilkan keuntungan optimal.
karena saya mengajar di SMP,materi yang terkait dengan pemodelan atau model
matematika di jenjang SMP adalah materi persamaan linier dua variabel (SPLDV).SPLDV
bisa diselesaikan dalam menggunakan 4 metode yaitu metode grafik, eliminasi, substitusi,
gabungan (eliminasi dan substitusi).metode yang terakhir ini yaitu metode gabungan yang
sering dipakai oleh siswa untuk menyelesaikan SPLDV karena menurut mereka cara ini
yang paling mudah...berkaitan dengan materi SPLDV ada soal yang harus mereka rubah
terlebih dahulu dari soal cerita kemudian dirubah kedalam bentuk model
matematikanya seperti contoh soal berikut

1. Harga 4 buah pensil dan 5 buku tulis adalah Rp 23.000,00, sedangkan harga 3 buku
tulis dan 2 pensil dengan jenis yang sama Rp 13.000,00. Berapakah harga 5 pensil dan
7 buku tulis tersebut!
2. Dua tahun yang lalu seorang laki-laki umurnya 6 kali umur anaknya. 18 tahun
kemudian umurnya akan menjadi dua kali umur anaknya. Carilah umur mereka
sekarang!

untuk menyelesaikan soal tersebut ada beberapa langkah yang harus kita tempuh yaitu :

 Mengubah kalimat pada soal menjadi model matematika


 Menyelesaikan dengan metode penyelesaian SPLDV
 Menggunakan penyelesaian dari SPLDV pada langkah ke-2 untuk menyelesaikan
permasalahan yang ditanyakan

Terkait dengan soal di atas ada beberapa hal yang menjadi kendala siswa yang saya ajar
dalam menyelesaikan soal SPLDV yaitu:

1. Siswa memiliki daya nalar yang rendah,sehingga belum mampu merubah soal cerita ke
dalam bentuk model matematikanya terutama seperti bentuk soal yang k-2
2. Siswa sudah mampu merubah soal kedalam bentuk matematikanya akan tetapi masih
kurang teliti dalam merubahnya sehingga persamaan yang didapat masih kurang tepat
seperti contoh soal yang pertama.persamaan yang dimaksud adalah 4x + 5y = 23000
dan 2x + 3y = 13000,tetapi jawaban siswa 4x+5y = 23000 dan 3x + 2y = 13000,hal ini
dikarenakan siswa kurang teliti dalam membaca soal
3. Siswa belum menguasai operasi matematika terutama perkalian dan pembagian
sehingga jawaban akhir tidak tepat.ini yang kadang membuat pembelajaran menjadi
lebih lama,karena harus mengajarkan kembali materi yang seharusnya sudah mereka
kuasai.
Langkah-Langkah Pemodelan Matematika

Langkah-langkah dalam pemodelan matematika mengidentifikasikan faktor-faktor yang dominan


berpengaruh, setelah itu kemudian memberikan asumsi-asumsi yang akan diambil. Faktor-faktor yang
berpengaruh dengan perimbangan air dalam sistem hidrologi sawah yang mempengaruhi volume
genangan air sawah. Secara umum, perimbangan air dalam sistem hidrologi berkaitan dengan komponen
air yang masuk dan keluar. Komponen air yang hilang meliputi perkolasi (penyaringan), evatranspirasi,
drainase (penyaluran air) permukaan, dan rembesan. Sedangkan, komponen air yang masuk meliputi
curah hujan dan irigasi. Komponen air yang masuk menyebabkan bertambahnya volume air genangan,
sedangkan komponen air yang keluar menyebabkan berkurangnya volume air genangan. Adapun
beberapa asumsi yang dapat diduga, yakni:
 Tanah sawah sudah dijenuhkan terlebih dahulu sebelum diakukan penggenangan. Hal ini berarti
bahwa volume air yang diperhitungkan hanya volume air yang terdapat pada permukaan. Dengan asumsi
lain, bahwa volume genangan air merupakan hasil kali luas lahan dengan tinggi genangan.
 Tinggi genangan air awal sebesar 50 mm dan pengaliran selanjutnya dilakukan ketika genangan
air sebesar 10 mm (Sulisilawati-Studi kasus daerah irigasi Tinalun: 2002)
 Lamanya waktu penggenangan tidak diperhitungkan
 Kehilangan air hanya terjadi melalui proses perkolasi dan evatranspirasi
 Penambangan volume air terjadi karena adanya curah hujan efektif
 Tidak terjadi kehilangan air karena drainase permukaan dan rembesan
Misalkan hal-hal tersebut di atas dapat disimbolkan sebagai berikut:
V : volume genangan air pada permukaan sawah (mm 3)
h : tinggi genangan air (mm)
p : panjang lahan (mm)
l : lebar lahan (mm)
La : luas lahan (mm2)
P : laju perkolasi (mm/hari)
ET : evatranspirasi (mm/hari)
Ch : laju curah hujan efektif (mm3/hari)
t : waktu yang dibutuhkan dalam satu periode penggenangan (hari)

berdasarkan pemisalan variabel dan asumsi di atas, maka model matematikanya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Lahan tersebut diasumsikan berbentuk persegi dengan panjang p dan lebar l. Dengan demikian, luas
lahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
La = p x l
Misalkan, pada setiap saat t ketinggian genangan air adalah h = h (t)
maka rumus volume ketinggian air setiap saat pada ketinggian h dirumuskan sebagai berikut:
V(t) = La(t) x h(t) ..................................... (1)
Akan ditentukan (dh/dt) saat ketinggian air h. Dengan turunan implisit terhadap t dari kedua ruas
persamaan (1) memberikan :

Ketinggian genangan air akan berkurang karena adanya kehilangan air akibat adanya perkolasi dan
evatranspirasi. Sedangkan, ketinggian air akan bertambah karena adanya penambahan volume air akibat
curah hujan efektif. Dengan demikian ( dV / dt ) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laju perubahan volume air harian karena Evatranspirasi dan Perkolasi sama dengan Luas Lahan dikali
dengan Laju Evatranspirasi dan Perkolasi dimana:
P : laju perkolasi (mm/hari)
ET : evatranspirasi (mm/hari)
Ch : laju curah hujan efektif (mm3/hari)
Dengan demikian laju perubahan ketinggian air dirumuskan sebagai berikut:

Agar diperoleh suatu fungsi h terhadap waktu maka dilakukan integral terhadap t pada kedua ruas dari
persamaan (2)

pada saat t = 0, maka h awal dimisalkan sebagai h0 maka diperoleh:

Sehingga didapat: C = - h0
Karena nilai C = -h0 maka:

jadi, rumus untuk menentukan waktu (t ) yang diperlukan ketika genangan air berkurang hingga h adalah

Dari rumus di atas, diperoleh suatu rumus untuk menentukan lamanya waktu penggenangan dalam hari,
yakni t (hari). Setelah penggenangan dilakukan selama periode t (hari) maka penggenangan selanjutnya
dapat dilakukan.

Teladan:
Suatu lahan pertanian di wilayah Suela-Pringgabaya ditanami Padi. Lahan tersebut berbentuk persegi
panjang dengan luas lahan 200 m 2. Jenis tanah yang dipakai pada lahan tersebut yaitu tanah
berlempung dengan laju perkolasi 2 mm/hari dan laju evatranspirasinya adalah 5 mm/hari. Rata-rata
curah hujan pada daerah tersebut adalah 137.113 mm 3/hari. Ketinggian genangan air mula-mula sesaat
setelah dilakukan pengaliran adalah 5 cm. Berapakah lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu
periode penggengan sehingga air genangan surut sampai dengan 1 cm?
Penyelesaian:
h0 = 50 mm
h = 10 mm
La = 200 m2 = 2 x 108 mm2
ET = 5 mm/hari
P = 2 mm/hari
Ch = 137.113 mm3/hari

Waktu yang diperlukan untuk melakukan sekali penggenangan adalah

Jadi, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali penggenangan adalah 6 hari. Sehingga, 5 hari
setelah dilakukan pengaliran, petani harus kembali melakukan pengaliran air ke lahan sawah.
soal

Sebuah kebun berbentuk persegi panjang ingin dipagari dengan 100 meter pagar kawat. Jika salah satu
sisi kebun adalah tembok yang tidak perlu dipagari, rumuskanlah suatu fungsi yang menyatakan luas
kebun untuk dipagari kawat berdasarkan informasi yang ada pada masalah itu..

Penyelesaian :

Step 1) Diketahui: Sebuah kebun berbentuk persegi panjang.

Kawat yang tersedia 100 meter.

Salah satu sisi panjang tak perlu diberi pagar.

Ditanyakan: Model matematik yang menyatakan luas kebun.

Step 2) Misalkan panjang dan lebar kebun masing-masing adalah x dan y meter. Bagian kebun yang ingin
dipagari adalah 2x +y meter. Karena panjang pagar kawat yang tersedia adalah 100 meter,
diperoleh hubungan 2x + y = 100 .

Step 3) Gambar kebun sebagai berikut.

Tembok

x meter

y meter

Step 4) Dari persamaan 2x + y = 100 diperoleh y = 100 − 2x .


Misalkan luas kebun dinyatakan dengan L(x) , maka model matematika yang dicari adalah

L(x) = xy = x(100 − 2x) = 100x − 2x2 .

Step 3) Gambar kebun sebagai berikut. tembok x meter y meter

Contoh 1 :Sebuah bidang berbentuk persegi panjang dengan selisih panjang dan lebar sama dengan 4
dm. Jika luas bidang 96 dm2 , formulasikanlah suatu fungsi untuk menyatakan luas bidang tersebut.
Penyelesaian : Step 1) Diketahui: Bidang berbentuk persegi panjang, Selisih panjang dan lebar sama
dengan 4 dm, Luas bidang 96 dm2 . Ditanyakan: Formulasi matematik yang menyatakan luas
bidang. Step 2) Misalkan panjang bidang adalah x, sehingga lebar bidang tersebut adalah x – 4.
Sedangkan luas bidang adalah 96 dm2 , dan luas bidang ini adalah panjang kali lebar. Step 3)
Diagramnya Panjang x Lebar x – 4 Luas L(x) Panjang kali lebar Step 4) Formulasi fungsi untuk luas
bidang adalah L(x) = x(x − 4) karena luas bidang sama dengan 96 dm2 maka diperoleh x(x − 4) = 96 .
Jadi untuk masalah di atas diperoleh model matematika x(x − 4) = 96 .
Kesalahan Kesalahan adalah selisih antara hasil pengukuran dengan hasil sebenarnya. Misal hasil
pengukurannya adalah x, maka: 1. Kesalahan mutlak satuan pengukuran terkecil = ketelitian  Batas
atas pengukuran  Batas bawah pengukuran  Hasil pengukuran dapat dituliskan dalam 2.
Kesalahan relatif 3. Prosentase kesalahan Contoh: Hasil pengukuran gula pasir = 3,7 kg. Hitunglah
kesalahan mutlak, kesalahan relatif, prosentase kesalahan, dan batas atas/bawah pengukurannya.
Penyelesaian: Hasil pengukuran = 3,7 kg Maka ketelitiannya adalah = 0,1 kg Kesalahan mutlak = ½ (
0,1 ) = 0,05 kg Batas atas pengukuran = ( 3,7 + 0,05 ) kg = 3,75 kg Batas bawah pengukuran = (3,7 –
0,05 ) kg = 3,65 kg Kesalahan relatif = 0,05 / 3,7 = 0,0135 Prosesntase kesalahan = 0,0135  100% =
1,35% Matematika: APROKSIMASI KESALAHAN - sugiyono | 2 C. Toleransi Toleransi pengukuran
ialah selisih antara pengukuran terbesar yang diterima dan pengukuran terkecil yang diterima.
Misal hasil pengukuran = x; kesalahan mutlak = x, maka:  Batas atas pengukuran  Batas bawah
pengukuran  Toleransi Contoh: Hasil pengukuran tepung beras dituliskan dalam bentuk (4,5 
0,05) kg, tentukan toleransinya. Penyelesaian: Hasil pengukuran , toleransinya Untuk hasil
pengukuran (4,5  0,05) kg, maka toleransinya = 2 (0,05) kg = 0,1 kg D. Jumlah dan Selisih
Pengukuran Misal hasil pengukuran I adalah x dan kesalahan mutlak x. Hasil pengukuran II adalah
y dan kesalahan mutlak y. Bila hasil pengukuran ini dijumlahkan, maka: a. Batas atas, jumlah Batas
bawah, jumlah b. Batas atas, selisih Batas bawah, selisih Contoh: Hasil pengukuran adalah 3,2 kg
dan 1,6 kg. Tentukan batas atas/bawah jumlah pengukuran dan batas atas/bawah selisih
pengukuran. Penyelesaian: Untuk pengukuran 3,2 kg, artinya hasil pengukurannya = (3,2  0,05) kg
Untuk pengukuran 1,6 kg, artinya hasil pengukurannya = (1,6  0,05) kg Maka:  Batas atas, jumlah
= (3,2 + 0,05 + 1,6 + 0,05) kg = 4,90 kg  Batas bawah, jumlah = (3,2 – 0,05 + 1,6 – 0,05) kg = 4,70 kg
 Batas atas, selisih = (3,2 + 0,05) – (1,6 – 0,05) kg = 1,70 kg.  Batas bawah, selisih = (3,2 – 0,05) –
(1,6 + 0,05) kg = 1,50 kg. Matematika: APROKSIMASI KESALAHAN - sugiyono | 3 E. Hasil kali dan
hasil bagi pengukuran-pengukuran Misal hasil pengukuran I hasil pengukuran II Maka batas atas
hasil kali batas bawah hasil kali batas atas hasil bagi batas bawah hasil bagi Contoh: Dua hasil
pengukuran yaitu 4,1 m dan 2 m. Tentukan batas atas/bawah hasil kali pengukuran, dan batas
atas/bawah hasil bagi pengukuran. Penyelesaian: Untuk pengukuran 4,1 m, artinya hasil
pengukurannya (4,1  0,05) m Untuk pengukuran 2 m, artinya hasil pengukurannya (2  0,5) m
Maka:  Batas atas hasil kali = (4,1 + 0,05)  (2 + 0,5) m2 = 10,375 m2 .  Batas bawah hasil kali =
(4,1  0,05)  (2  0,5) m2 = 6,075 m2 .  Batas atas hasil bagi = (4,1 + 0,05) / (2  0,5) m2 = 2,767. 
Batas bawah hasil bagi = (4,1  0,05) / (2 + 0,5) m2 = 1,620
Gunakan kesalahan maksimal yang mungkin dilakukan sebagai kesalahan
mutlak.[9] Karena kesalahan mutlak selalu bernilai positif, gunakan nilai mutlak dari selisih ini
dengan mengabaikan tanda negatif apa pun.[10] This will give you the absolute error.

 Misalnya, jika pengukuran bangunan adalah atau , kesalahan mutlaknya adalah 0,5 kaki (0,5
meter).
Kesalahan Pengukuran

1. Salah Mutlak

Salah Mutlak = ½ ´ Satuan Ukuran Terkecil

Contoh:

Pak Huda menimbang 1 kantong plastik yang berisi buah apel. Angka pada timbangan menunjukkan
2,5 kg. Tentukanlah salah mutlak dari pengukuran yang dilakukan oleh Pak Huda!

Jawab:

Hasil pengukuran = 2,5 kg

Salah mutlak = ½ ´ satuan ukuran terkecil

= ½ ´ 0,1 kg

= 0,05 kg

2. Salah Relatif

Salah relatif = Salah Mutlak per Hasil Pengukuran

Contoh:

Setiap cincin ketika ditimbang ternyata beratnya 0,8 kg. Tentukanlah salah relatif dari pengukuran
tersebut!

Jawab:

Satuan ukuran terkecil = 0,1 gram

Salah mutlak = 1/2 x 0,1 gram = 0,05 gram

Salah relatif = 0,05/0,8 = 0,0625 gram

3. Persentase Kesalahan

Persentase Kesalahan = Salah Relatif x 100%

Contoh:

Sepucuk surat setelah ditimbang, ternyata beratnya 0,8 gram.

Carilah persentase kesalahan pengukuran tersebut!

Jawab:
Satuan ukuran terkecil = 0,1 gram

Salah mutlak relatif = 1/2 x 0,1 gram = 0,05 gram

Salah relatif = 0,05/0,8 = 0,0625 gram

Persentase kesalahan = 0,0625 x 100% = 6,25 %

4. Toleransi

Toleransi = Batas Atas - Batas Bawah

Contoh:

Diketahui hasil pengukuran 65 cm. Tentukanlah nilai toleransinya!

Jawab:

Salah Mutlak = 0,5

Batas atas = Hasil pengukuran + Salah mutlak

= 65 + 0,5 = 65,5 cm

Batas bawah = Hasil pengukuran - Salah mutlak


= 65 - 0,5 = 64,5 cm
Toleransi = Batas atas - Batas bawah
= 65,5 - 64,5 = 1 cm

C. Operasi Hitung Hasil Pengukuran


1. Penjumlahan Hasil Pengukuran
Jumlah maksimum = BA pengukuran I + BA Pengukuran II
Jumlah minimum = BB pengukuran I + BB Pengukuran II
2. Pengurangan Hasil Pengukuran
Selisih maksimum = BA pengukuran I - BB Pengukuran II
Selisih minimum = BB pengukuran I - BA Pengukuran II
3. Perkalian Hasil Pengukuran
Ukuran maksimum = BA pengukuran I x BA Pengukuran II
Ukuran minimum = BB pengukuran I x BB Pengukuran II
Keterangan:
BA = Batas Atas
BB = Batas Bawah
Contoh:
Hasil pengukuran dua buah tali adalah 25 cm dan 24 cm. Tentukanlah:
a. Jumlah hasil pengukuran
b. Selisih hasil pengukuran
c. Perkalian hasil pengukuran
Jawab:
> Hasil pengukuran 25 cm
Batas atas = 25 + 0,5 = 25,5
Batas bawah = 25 - 0,5 = 24,5
> Hasil pengukuran 24 cm
Batas atas = 24 + 0,5 = 24,5
Batas bawah = 24 - 0,5 = 23,5
a. Jumlah maksimum = 25,5 + 24,5 = 50 cm
Jumlah minimum = 24,5 + 23,5 = 48 cm
b. Selisih maksimum = 25,5 - 23,5 = 2 cm
Selisih minimum = 24,5 - 24,5 = 0 cm
c. Ukuran maksimum = 25,5 x 24,5 = 624,75 cm
Ukuran minimum = 24,5 x 23,5 = 575,75 cm
Sebuah roda berputar sebanyak 200 kali dengan jarak tempuh 440 m dan π = 22/7, maka jari-jari
roda adalah …

Pembahasan:

Tahap 1

Untuk mencari yang ditanyakan (jari-jari), kita perlu memasukkannya ke dalam rumus luas atau
keliling lingkaran. Jika sebuah roda berputar sebanyak 200 kali dan sejauh 440 m, maka kita
dapat berkesimpulan bahwa 440 m adalah 200 kali keliling roda tersebut. Maka dari itu, kita bisa
mencari 1 keliling roda dengan membaginya.

Tahap 2

Setelah kita menemukan keliling, maka kita dapat mencari panjang jari-jari roda tersebut.

Tahap 3

Kemudian, konversikan satuan panjang jari-jari tersebut ke dalam satuan panjang yang diminta.

Anda mungkin juga menyukai