Anda di halaman 1dari 16

MODUL PRAKTIKUM

POLIMERISASI GRAFT
Kompetensi:
 Mampu memahami proses polimerisasi secara umum
 Mampu melakukan dan menjelaskan metode polimerisasi graft
 Mampu melakukan dan menjelaskan metode penentuan derajat grafting
pada proses polimerisasi graft

1. PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan polimer yang memiliki sifat sesuai pemanfaatannya,
maka seringkali dilakukan modifikasi melalui fungsionalisasi polimer, yaitu
pemasukan gugus fungsi tertentu pada suatu polimer sebagai pembawa sifat baru
pada polimer tersebut (Irwan dkk., 2002). Berbagai metode modifikasi yang telah
dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat permukaan suatu polimer, antara lain
dengan etsa kimia (chemical etching), pengionan (high energy ion implantation),
radiasi sinar x (Chan, 1994) dan elektron beam (Schulze dkk, 2010). Untuk tujuan
tersebut, salah satu metode yang banyak dikembangkan adalah metode grafting
(penempelan/pencangkokan).
Metode pencangkokan adalah penempelan suatu monomer yang
berpolimerisasi pada permukaan suatu polimer dengan memanfaatkan suatu
inisiator sebagai pemicu (Irwan dkk, 2002). Pencangkokan umumnya terjadi pada
titik-titik yang dapat menerima reaksi transfer, seperti pada karbon-karbon yang
memiliki ikatan rangkap atau pada karbon-karbon yang mempunyai gugus
karbonil (Stevens, 2001). Metode pencangkokan melibatkan pembentukan
titik/pusat aktif berupa radikal bebas atau ion terlebih dahulu pada polimer induk.
Pembentukan pusat aktif pada polimer induk dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu metode kimia dan metode fisika. Dengan metode kimia, radikal terbentuk
pada polimer akibat abstraksi atom hidrogen oleh radikal inisiator seperti BPO
(dibenzoyl peroxide), AIBN (azobisisobutyronitrile) atau bahan pengoksidasi
seperti garam cerium (Moad dkk, 2003). Pembentukan pusat aktif dengan metode
fisika dapat dilakukan dengan berbagai cara, meliputi radiasi laser, elektron beam,
sinar UV, plasma dan radiasi energi tinggi seperti sinar gamma (γ) (El-Sawy and
Sagheer, 2001).
Metode kopolimerisasi cangkok diketahui efisien untuk memodifikasi dan
membuat polimer sehingga polimer akan memiliki sifat-sifat yang diinginkan
dalam aplikasinya. Berbagai gugus fungsi dapat dimasukan ke dalam suatu
polimer dengan metode grafting dengan memilih jenis atau sifat yang dimiliki
oleh monomer yang akan dicangkok.

2. DASAR TEORI
2.1. Kopolimerisasi Cangkok (Graftng)
Pengcangkokan (grafting) pada permukaan bahan polimer merupakan suatu
variasi teknologi yang telah diketahui sangat mempengaruhi kenaikan sifat
permukaan dari suatu bahan polimer. Metode ini sedang sangat berkembang dan
memiliki fungsi yang sangat besar pada berbagai bidang, misalnya pada serat dan
kaca yang akan mempengaruhi dari stabilitasnya secara termal.. Grafting natural
rubber (NR) merupakan salah satu proses modifikasi karet alam dimana pada
rantai karet dicangkokkan senyawa lain (seperti maleat anhidrat) membentuk
suatu kopolimer cangkok (graft). Banyaknya senyawa yang dapat ter-graft dalam
struktur karet alam disebut derajat grafting. Kopolimer adalah polimer yang
terjadi apabila dua macam atau lebih monomer bersatu menghasilkan polimer
yang mengandung lebih dari satu macam kesatuan struktur. Jika suatu monomer A
dan monomer B bereaksi satu sama lain membentuk kopolimer, maka kopolimer
yang dihasilkan seringkali memperlihatkan sifat yang sangat berbeda dari
campuran fisis homopolimer A dan B. Kadang-kadang sifat yang baik dari tiap
homopolimer dapat digabungkan atau dipertahankan dalam kopolimer.
Berdasarkan strukturnya, kopolimer terbagi atas beberapa kelompok yaitu
kopolimer random, kopolimer blok, dan kopolimer cangkok atau grafting
kopolimer.
Grafting kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-molekul
dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama.
Ada 3 macam metode grafting kopolimer yaitu:
1. Grafting from adalah pencangkokkan rantai cabang pada sisi aktif yang
terdapat pada rantai utama (backbone).
2. Grafting to, pembawa sisi aktif adalah rantai cabang.
3. Grafting through, adanya makromer dengan berat molekul (BM) rendah
dengan sisi tidak jenuh sehingga polimer yang sedang tumbuh dapat bereaksi
pada sisi yang tidak jenuh menghasilkan kopolimer graft.
Grafting kopolimer dapat juga disiapkan melalui proses kopolimerisasi
cabang dengan monomer yang akan membentuk rantai utama. Ada 3 metode
umum untuk mempreparasi kopolimer-kopolimer grafting:
1. Monomer dipolimerisasi menjadi polimer dengan percabangan yang terjadi
dari transfer rantai.
2. Monomer dipolimerisasi menjadi polimer yang mempunyai gugus-gugus
fungsional reaktif atau letak-letak yang diaktifkan, misalnya oleh radiasi.
3. Dua polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan
bersama-sama.
Di perlukan tiga komponen untuk berlangsungnya grafting lewat transfer
rantai yaitu : polimer, monomer dan inisiator. Fungsi inisiator adalah untuk
mempolimerisasi monomer sehingga membantu radikal, ion atau kompleks
koordinasi polimerik yang kemudian bisa menyerang polimer asal atau biasa.
Rasio reaktivitas monomer-monomer juga perlu dipertimbangkan untuk
memastikan grafting akan terjadi. Biasanya, campuran homopolimer-
homopolimer terjadi bersamaan dengan kopolimer grafting. Grafting biasanya
terjadi pada letak-letak yang bisa menerima reaksi-reaksi transfer, seperti pada
karbon-karbon yang bersebelahan dengan ikatan rangkap dua dalam polidiena
atau karbon-karbon yang bersebelahan dengan gugus karbonil.
Radiasi yang paling banyak dipakai untuk memberikan letak-letak aktif
untuk kopolimerisasi grafting. Proses ini dikerjakan dengan radiasi ultraviolet
atau cahaya tampak, dengan atau tanpa photosensitizer tambahan atau dengan
radiasi ionisasi, teristimewa yang terakhir. Reaksi-reaksi radikal bebas terlibat
dalam semua kasus. Kesulitan utama adalah bahwa radiasi menimbulkan grafting.
Hal ini sampai batas tertentu telah dihilangkan dengan praradiasi polimer sebelum
penambahan monomer baru. Salah satu metode adalah mempraradiasi polimer
tersebut ketika terdapat udara atau oksigen untuk membentuk gugus-gugus
hidroperoksida di atas kerangkanya. Penambahan monomer berikutnya dan
pemanasan akan menghasilkan polimerisasi radikal pada letak-letak peroksida
yang disertai dengan beberapa homopolimerisasi. Homopolimerisasi ini di inisiasi
oleh radikal-radikal hidroksi yang terbentuk selama homolisis hidroperoksida.
Praradiasi bisa juga dikerjakan ketika tidak ada udara untuk membentuk
radikal-radikal bebas yang ditangkap dalam matriks polimer yang kental
kemudian monomer ditambahkan. Metode ini tidak efisien karena rendahnya
konsentrasi radikal yang bisa ditangkap dan homopolimerisasi masih bisa terjadi
melalui reaksi-reaksi transfer rantai. Radiasi langsung monomer dan polimer
sekaligus telah digunakan secara ekstensif. Di karenakan kopolimerisasi mungkin
terjadi maka monomer dan polimer harus dipilih dengan hati-hati. Pada umumnya,
kombinasi terbaik adalah antara polimer yang sangat sensitif terhadap radiasi,
yakni polimer yang membentuk konsentrasi radikal yang tinggi dan monomer
yang tidak sangat sensitif. Homopolimerisasi bisa dikurangi dengan memberikan
radiasi yang sekejap sedangkan monomer di biarkan berdifusi melewati polimer.
Grafting radiasi terhadap emulsi polimer juga merupakan cara efektif untuk
meminimumkan homopolimerisasi, karena medium reaksi tetap fluida bahkan
pada tingkat konversi yang tinggi. Metode lain dari grafting radiasi melibatkan
radiasi terhadap campuran homopolimer. Lepas dari fakta bahwa sebagian besar
polimer bersifat inkompatibel. Teknik ini pemakaiannya terbatas, karena ikat
silang antara rantai-rantai polimer demikian bisa terjadi dengan kemungkinan
yang sama (Steven, 2001). Sebuah kopolimer graft adalah sebuah polimer dimana
menempel satu atau lebih spesies blok pada rantai. Contoh:
B B
B Graft B Graft
B B
A A A A A A A A A A
B Backbone
B Graft
B

Gambar 2.1. Model Sistematika Kopolimer Cangkok (Bahruddin, 2011)

Keuntungan dari proses grafting kopolimer adalah terbentuknya ikatan dua


monomer yang lebih kuat dibandingkan penggabungan yang terjadi hanya secara
fisik. Effisiensi proses kopolimerisasi secara umum dipengaruhi oleh berat
molekul primer, temperatur, konsentrasi monomer, serta viskositas internal
kopolimer yang terbentuk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daerah grafting pada polimer adalah:
1. Struktur dasar sebuah polimer
2. Struktur dasar monomer dan comonomer
3. Struktur dan konsentrasi inisiator
4. Effisiensi kecepatan proses; effisiensi kecepatan monomer dan inisiator dengan
polimer. Effisiensi kecepatan proses menentukan konsentrasi reaktan
5. Temperatur; proses temperatur yang tinggi secara umum menyebabkan polimer
mengalami degradasi, mengurangi half-life inisiator, mengubah kecepatan atau
ke spesifikan reaksi (Singh, 1992).
Pada proses grafting karet alam oleh MAH, gugus karboksilat yang dimiliki
oleh MAH menggantikan atom hidrogen sehingga karet alam yang dihasilkan
menjadi lebih polar. Sebelum pencangkokan MAH, karet alam dimastikasi
dengan tujuan meningkatkan keliatan karet alam sehingga gugus MAH lebih
mudah ter-grafting pada struktur karet alam. Mekanisme yang mungkin terjadi
pada proses grafting MAH ke struktur karet dapat dilihat pada Gambar 2.2.
CH3 H
CH3 H
O C=C
C=C + O O Heat WWWW CH2 CH WWWWWWWW
WW CH2 CH WWWW Shearing Action

H O
O
O

Natural Rubber (NR) Maleic Anhydride (MAH) Maleated Natural Rubber


(MNR)

Gambar 2.2. Mekanisme Yang Mungkin Terjadi Pada Reaksi Grafting


MAH pada NR (Nakason dkk, 2006)

2.2. Maleat Anhidrat (MAH)


Maleat anhidrat adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan
mentah dalam sintesa resin poliester pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan
aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrat mempunyai
sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil di dalamnya,
ikatan ini berperan dalam reaksi adisi. MAH juga digunakan sebagai bahan kimia
dalam sintesis asam fumarat dengan tartaric, bahan kimia tertentu, resin dalam
berbagai produk, dan dalam bidang farmasi. MAH ini juga digunakan sebagai
monomer untuk resin poliester tak jenuh. Resin ini digunakan terutama dalam
plastik yang diperkuat serat, bahan dengan berbagai aplikasi dan berkembang di
industri berperahu, mobil dan konstruksi (Arifin, 1996).

O O O
Gambar 2.3. Struktur Kimia Maleat Anhidrat (Felthouse, 2001)

Penggunaan lain yang signifikan dari anhidrat maleat adalah dalam


pembuatan resin alkid, yang pada gilirannya digunakan dalam cat dan coating.
Aplikasi lain di mana anhidrat maleat digunakan meliputi produksi bahan kimia
pertanian, asam malat, asam fumarat, dan aditif pelumas.
Maleat anhidrat secara tradisional dimanufaktur dari oksidasi benzena atau
senyawa aromatik lainnya. Sampai dengan tahun 2006, hanya beberapa pabrik
yang masih menggunakan benzena. Oleh karena kenaikan harga benzena,
kebanyakan pabrik menggunakan n-butana sebagai stok umpan. Reaksi di bawah
menggambarkan reaksi pembentukan MAH dari n-butana :

2 CH3CH2CH2CH3 + 7 O2 → 2 C2H2(CO)2O + 8 H2O (Sitepu, 2009)

Tabel 2.1. Karakterisasi Maleat Anhidrat


Deskripsi Berwarna atau padatan putih
Bentuk C4H2O3
molekul
Berat molekul 98,06 g/mol
Titik didih 202oC
Titik cair 52,8oC
Tekanan 0,1 torr 25 oC
Kelarutan Larut dalam air, eter, asetat, kloroform, aseton, etil
asetat, benzena.
Sumber: HSDB (1995)

Terdapat banyak reaksi kimia yang dapat dilakukan oleh maleat anhidrat:
1. Hidrolisis, menghasilkan asam maleat, cis-HO2CCH = CHCO2H. Dengan
alkohol, menghasilkan setengah ester, cis-HO2CCH = CHCO2CH3
2. Maleat anhidrat merupakan dienofil dalam reaksi Diels-Alder
3. Maleat anhidrat (MAH) adalah ligan yang baik untuk kompleks logam
bervalensi rendah, misalnya Pt(PPh3)2(MAH) dan Fe(CO)4(MAH)
Maleated Anhidrat (MAH) banyak digunakan dalam penelitian polimer
karena dapat mengaktivasi permukaan. Aktivasi permukaan merupakan
modifikasi suatu material guna meningkatkan daya rekat permukaan suatu
material dengan material lainnya, seperti antara permukaan parutan karet dengan
aspal atau dengan polipropilena. Metode yang digunakan adalah metode grafting
atau penempelan gugus fungsional yang berfungsi sebagai gugus pengikat.

2.3. Karet Alam (Natural Rubber)


Karet merupakan polimer yang mempunyai sifat elastis, sehingga
dinamakan pula sebagai elastomer. Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang
mengandung atom karbon (C) dan atom hidrogen (H) dan merupakan senyawa
polimer dengan isoprena sebagai monomernya. Pada saat ini karet digolongkan
atas dua bagian yaitu, karet sintetik dan karet alam.
Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik,
terutama dalam hal elastisitas dan daya redam getaran. Rumus empiris karet alam
adalah (C5H8)n. Dengan perbandingan atom-atom karbon dan hidrogen adalah 5:8
dan n menunjukkan banyaknya monomer dalam rantai polimer, yang berat
molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 – 400.000. Bentuk utama karet alam,
terdiri dari 97 % cis – 1,4 – polyisoprene seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Rumus Bangun cis-1,4-Polyisoprene


6 (Steven, 2001)

Melihat kepada rumus bangun dari struktur molekulnya karet alam ini
memiliki sifat antara lain mudah teroksidasi pada suhu tinggi karena memiliki
ikatan rangkap, mampu berkristalisasi dan mempunyai suhu rendah, fleksibel,
tidak tahan terhadap ozon dan minyak (non polar). Karet alam mempunyai daya
lentur tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah
(Spillane, 1989). Komposisi dari karet alam dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komposisi Karet Alam SIR 20
No. Komponen Komponen dalam Komponen dalam
fresh lateks (%) lateks kering (%)
1. Hidrokarbon 36 92-94
2. Protein 1,4 2,5-3,5
3. Karbohidrat 1,6
4. Lipida 1,6 2,5-3,2
5. Persenyawaan Organik Lain 0,4
6. Persenyawaan Anorganik 0,5 0,1-0,5
7. Air 58,5 0,3-1,0
Sumber: Surya (2006)

Dalam bentuk bahan mentah, karet alam banyak digunakan karena pada
saat proses dengan open mill/penggiling terbuka mudah menggulung dan dapat
bercampur dengan berbagai bahan-bahan yang diperlukan di dalam pembuatan
kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam sangat mudah dilengketkan satu
sama lain sehingga banyak digunakan dalam pembuatan barang-barang yang perlu
dilapisi sebelum vulkanisasi dilakukan. Keunggulan daya lengket inilah yang
menyebabkan karet alam sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas
untuk ban radial ataupun dalam pembuatan sol karet yang diproduksi dengan cara
vulkanisasi langsung.
Karet alam merupakan salah satu komoditi alam Indonesia yang sangat
berlimpah. Aplikasi dari karet alam banyak digunakan dalam pembuatan ban dan
juga banyak dikembangkan sebagai pengganti karet sintetik pada material
termoset rubber (TR). Banyak juga dilakukan penelitian tentang termoplastik
elastomer (TPE) berdasarkan karet alam (NR) dan polipropilena (Anoam, 2007).
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang
berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat
elastis. Kelebihan yang dimiliki karet alam (Setiawan dan Andoko, 2005) yaitu:
a. Memiliki daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Tidak mudah panas (low heat build up)
d. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance)
Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat
digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu dan telapak ban
kendaraan. Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga tidak
berbentuk cairan. Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada
sifat karet yang lembut, fleksibel dan elastik. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa
karet alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan
kekentalan yang sangat tinggi. Walaupun begitu, sifat-sifat mekaniknya
menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk memutus rantai
molekulnya agar menjadi lebih pendek. Proses mastikasi mengurangi keliatan atau
viskositas karet alam sehingga akan memudahkan proses selanjutnya saat bahan-
bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat karet alam yang dapat memberikan
keuntungan atau kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik
dalam bentuk karet atau kompon maupun dalam bentuk vulkanisat.
Sifat fisik karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu
viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan
untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada
karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai poli isoprena seperti terlepasnya
benang-benang yang telah dirajut. Hal ini terjadi pada tekanan yang rendah
2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poli isoprena dan satu monomer dengan
monomer yang lain saling tindih akan membentuk kristal.
Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung
sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, sedangkan elastisitas adalah
energi yang diukur segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energi
kepadanya. Elastisitas menunjukkan jarak diantara ujung-ujung rantai poli
isoprena.
2.4. Maleated Natural Rubber (MNR)
Di dalam suatu system yang tidak saling melarutkan (immicible), untuk
meningkatkan dispersi biasanya digunakan coupling agent. Coupling agent
merupakan suatu zat yang menghubungkan setiap konsituen agar terbentuk suatu
system yang saling melarutkan (missible). Prinsip kerjanya sebagai interfase, yang
mempengaruhi adhesi permukaan dan tegangan permukaan. Adhesi permukaan
akan semakin besar dan tegangan permukaan akan menurun dengan penambahan
coupling agent. Akibatnya akan terbentuk system yang saling melarutkan.
Coupling agent yang sering digunakan adalah kopolimer baik tipe blok maupun
tipe cangkok (Sumadi, 2004). Hal ini dikarenakan pada kedua jenis kopolimer ini,
terdapat bagian rantai yang tersusun oleh sekelompok monomer sejenis.
Sebagai contoh, coupling agent akan diaplikasikan pada thermoset rubber
(TR). Pada pembuatan TR akan ditambahkan bahan pengisi (filler) ke dalam
natural rubber. Natural rubber merupakan material non polar sedangkan filler
merupakan material polar, sehingga gaya adhesi dan interfase antara polimer
dengan bahan pengisi sangat lemah, oleh karena itu diperlukan zat penggabung
(coupling agent) yang berfungsi sebagai jembatan penyambung perbedaan sifat
antara karet alam dengan bahan pengisi tersebut. Fungsi dasar dari coupling agent
adalah untuk meningkatkan gaya adhesi dan menurunkan energi permukaan antara
filler dengan karet alam (Nakason dkk, 2006).
Beberapa tahun terakhir, penggunaan maleat anhidrat sebagai senyawa
penghubung (coupling agent) terus dikembangkan terutama untuk memodifikasi
karet alam agar lebih polar. Maleat anhidrat yang dicangkokkan (grafting) ke
molekul karet alam dapat meningkatkan sifat antar muka dan adhesi bahan pengisi
dengan matriks polimer (Machado, 2000). Prinsip umum dari coupling agent
adalah untuk mengurangi energi antar muka antara dua polimer dalam rangka
meningkatkan adhesi. Umumnya, menambahkan coupling agent juga
menghasilkan dispersi halus, serta morfologi lebih teratur dan stabil.
Menambahkan coupling agent umumnya meningkatkan kinerja mekanik dan sifat
permukaan (Robert dan Constable, 2000).
Dengan adanya maleat anhidrat yang dicangkokkan ke dalam gugus poli
pada struktur karet alam membentuk Maleat natural rubber. Maleated natural
rubber memiliki kekuatan tarik (MPa) dan kemuluran (mm) yang meningkat dari
spesimen campuran karet alam dengan bahan lain karena sifat kepolarannya dan
dapat dibuat secara langsung dengan menggunakan berbagai kecepatan mencakup
termal, larutan dan tekanan reaktif.
Karet (bahan elastomer) berbasis MNR saat ini diaplikasikan menjadi dua
jenis, yaitu thermoset rubber dan thermoplastic elastomer. Thermoplastic
elastomer merupakan perpaduan antara thermoset rubber dengan thermoplastic
seperti polipropilen, sedangkan thermoset rubber tidak terdapat thermoplastic di
dalam campurannya (Hargest, 2004). Thermoset rubber memiliki kelebihan
dibanding thermoplastic elastomer, yaitu tahan terhadap temperatur yang ekstrim,
memiliki ketahanan terhadap bahan-bahan kimia, bersifat tahan air, memiliki
ketahanan terhadap sinar UV, tidak mudah terdegradasi sehingga sangat cocok
sebagai bahan dalam pembuatan ban (Graham dan Zhang, 2008). Dalam
pembuatan ban, digunakan sekitar 70% lebih dari karet alam dunia sedangkan
sisanya digunakan dalam pembuatan kabel, o-rings, dan sebagainya (Chapman,
2007).

3. PERCOBAAN
3.1. Tujuan
1. Mempelajari proses polimerisasi graft karet alam.
2. Menentukan derajat grafting pada proses polimerisasi graft karet alam.

3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses grafting polimer ini yaitu:
1. Karet Alam jenis crumb rubber SIR-20 sebagai komponen polimer
2. Maleat Anhidrat (MAH) sebagai komponen graft
3. Toluena sebagai solven pertama
4. Aseton sebagai bahan pengendap
5. Xylen sebagai solven kedua
6. Metanol sebagai pelarut NaOH
7. NaOH sebagai pentiter 0,01 M
8. Air suling sebagai penghidrolisis
9. Indikator PP 1%.

3.3. Alat
Alat yang digunakan pada proses grafting polimer adalah sebagai berikut :
1. Reaktor (gelas kimia 250 ml) yang dilengkapi pengaduk dan pemanas (hot
plate)
2. Peralatan refluks, meliputi labu didih dasar bulat leher tunggal 500 ml,
kondensor liebig, hot plate, dan peralatan titrasi.

3.4. Prosedur
3.4.1. Percobaan 1 (Proses Grafting MAH ke Rantai Polimer Karet Alam)
1. Karet Alam 50 gr dimastikasi dengan cara pemanasan pada suhu 150 oC dalam
reaktor berpengaduk, selama ± 20 menit.
2. Setelah mastikasi, ditambahkan MAH sesuai penugasan dan dilakukan
pengadukan hingga karet alam dan MAH tercampur sempurna (± 10 menit).
Hasil reaksi tersebut menghasilkan produk polimer graft, yaitu maleated
natural rubber (MNR).

3.4.2. Percobaan 2 (Proses Penentuan Derajat Grafting)


1. MNR dari percobaan 1 ditimbang 1,5 gram dan ditambahkan 50 ml toluen.
2. Selanjutnya direfluks pada suhu 110 oC selama 3 jam.
3. Gel yang dihasilkan kemudian diendapkan dengan penambahan aseton
berlebih.
4. Endapan yang dihasilkan disaring dengan penyaring yang terhubung dengan
pompa vakum dan dicuci berkali-kali dengan aseton.
5. Untuk menentukan derajat grafting, 0,3 gram dari endapan yang terbentuk
dilarutkan dalam 30 ml xylen dan direfluks pada suhu 120 oC.
6. Setelah mendidih, ditambahkan 0,2 ml air suling untuk menghidrolisis anhidrat
di dalam asam karboksilat kemudian direfluks selama 2 jam.
7. Untuk menentukan konsentrasi asam karboksilat, larutan dititrasi dengan
NaOH 0,01 M yang dilarutkan dalam metanol (NaOH) pada keadaan panas.
Derajat grafting dihitung dengan persamaan:

(Ichazo dkk, 2010)

Dimana:
Vt = Volum NaOH yang terpakai (L)
Ct = Konsentrasi NaOH dalam NaOH (mol/L)
Ew = Berat molekul maleat anhidrat (98 gr/mol)
W = Berat sampel (gr)

DAFTAR PUSTAKA

Anoam, T., & Nakason, C. (2007). Effect of different types of peroxides on


rheological, mechanical, and morphological properties of thermoplastic
vulcanizatesbased on Natural Rubber/polypropyleneblends, Di dalam
Polymer Testing 26 (2007) 537 – 546.
Arifin. (1996). Carbon Black pada termoplastik elastomeri. Skripsi Sarjana,
Institut teknologi Bandung.
Bahruddin. (2007). Morfologi dan Properti Campuran Karet Alam/Polypropylene
yang Divulkanisasi Dinamik Dalam Internal Mixer. Reaktor, Vol. 11 No.2,
Desember 2007, Hal. : 71-77.
Chan, C.M. 1994. Polymer Surface Modification and Characterization. Munich:
Hanser/Gardner
Chapman, H. (2007). Effect of Filler Loading on Curing Charateristcs and
Mechanical Propeties Thermoplastic Vulcanizate. Departement of Chemical
Engineering.
El-Sawy, N.M. and Sagheer, F.A. 2001. Some investigations on radiation‐
grafting of acrylic acid onto poly(tetrafluoroethylene–ethylene) copolymer
films and its complex with copper salt solution. Polymer International Vo.
47 (3): 324-330
Felthouse, R. T. 2001. Maleic Anhydride, Maleic Acid, And Fumaric Acid.
Huntsman Petrochemical Corporation, Austin Laboratories, Texas.
Graham, & Zhang. (2008). Effects of Epoxidized Natural Rubber. Europan
Polymer Journal 40.
Hargest, S. (2004). Adventages in Extrusion: Thermoset vs Thermoplastic.
<http://www.findarticles.com/p/articles/mi_hb6620/is_2_230/ai_m2909883
4>.
HSDB. (1995). Hazardous Substance Data Bank National Library of Medicine, di
dalam Harahap, H. 2009. Pengaruh Waktu Derajat Grafting aleat Anhidrat
dalam High Density Polyethylene (HDPE) dengan Inisiator Benzoil
Peroksida. Skripsi Sarjana, Universitas Sumatera.
Ichazo, M. N., Albano, C., Gonzales, J., & Pena, J. (2010). Charaterzation of
Natural Rubber/Cassava Starch/Maleat Natural Rubber Formulations,
Revista Latinoamericana de Metalurgia y Materiales, 31(1), 71-84
Irwan, G.S., S. Kuroda, H. Kubota, dan T. Kondo. 2002. Photografting of
methacrylic acid on polyethylene film: Effect of mixed solvents consisting
of water and organic solvent. Journal of Applied Polymer Science Vol. 83
(11): 2454–2461
Irwan, G. 2005. Kopolimerisasi Grafting Campuran N-Isopropilakrilamida dan
Glisidil Metakrilat pada Film Polietilen yang Diinduksi oleh Sinar
Ultraviolet.https://www.researchgate.net/publication/265226417_Kopolime
risasi_Grafting_Campuran_N-
Isopropilakrilamida_dan_Glisidil_Metakrilat_pada_Film_Polietilen_yang_
Diinduksi_oleh_Sinar_Ultraviolet
Machado, A.V., & Covas, J.A. (2000). Monitoring Polyolefin Modification along
the Axis of a Twin-Screw Exstruder II Maleic Anhydride Grafting. Journal
of Polymer Science: Part A (38), 3919-1932.
Moad, G., Y.K. Chong, J. Krstina, T.P.T. Le, A. Postma, E. Rizzardo, and S.H.
Thang. Thiocarbonylthio Compounds [S C(Ph)S−R] in Free Radical
Polymerization with Reversible Addition-Fragmentation Chain Transfer
(RAFT Polymerization). Role of the Free-Radical Leaving Group (R). J.
Macromolecules, Vol. 36 (7): 2256–2272
Nakason, C., Saiwari, S., & Kaesaman, A. (2006). Thermoplastic Vulcanizates
Based on Maleat Natural Rubber/Polypropilen Blends. Polymer
Engineering and Science Department.
Robert, D. Dan R.C. Constable. 2000. Chemical Coupling Agentfor Filled and
Grafted Polypropylene Composite. Handbook of polypropylene and
propylene Composite, Revised and Expanded
Schulze, A., S. Kaczmarek, B. Marquardt, dan r. Schubert. Electron Beam‐ Based
Functionalization of Poly(ethersulfone) Membranes. Macromolecular Rapid
Communications Vol. 31(5): 467-472
Setiawan, D. H., & Andoko, A. (2005). Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Singh, R. P. (1992). Surface Grafting Onto Polyethylene-A Survey of Recent
Development, di dalam Sitepu, I.P. 2009. Pengaruh Konsentrasi Maleat
Anhidratt terhadap Derajat Grafting Maleat Anhidratt dalam High Density
Polyethylene (HDPE) dengan Inisiator Benzoil Peroksida. Skripsi Sarjana,
Universitas Sumatera, Medan.
Sitepu, I. P. (2009). Pengaruh Konsentrasi Maleat Anhidrat Terhadap Derajat
Grafting Maleat Anhidrat Pada High Density Polyethylene (HDPE) Dengan
Inisiator Benzoil Peroksida. Skripsi Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Spillane, J. J. (1989). Komoditi Karet. Kanisius, Yogyakarta.
Steven, M. P. (2001). Polimer, 1st Edition. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Sumadi, A. (2004). Diktat Turunan Material Polimer. Depok, Departemen
Metalurgi dan Material FT UI.
Surya, I. (2006). Buku Ajar Teknologi Karet. Departemen Teknik Kimia Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai