Anda di halaman 1dari 126

PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA

MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP


KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI
DALAM EKSTRAK ETANOLIK KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Joice Sola Gratia Sitepu
NIM : 068114103

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA
MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP
KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI
DALAM EKSTRAK ETANOLIK KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Joice Sola Gratia Sitepu
NIM : 068114103

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini hanya kupersembahkan untuk:

Yesus Kristus,
Tuhan, dan Juruselamatku.
Papa dan Mama
Bang Icho dan kak Ikka
Daveed
Teman – temanku
Dan teristimewa
Almamaterku, Sanata Dharma
Yogyakarta
“Tuhan, ajari aku untuk selalu berserah kepada-

MU untuk langkah apapun yang kuambil demi

masa depanku, aku percaya ada rencana Tuhan

yang indah bagiku, aku percaya janji-Mu


Tuhan.”
Tetapi buah Roh ialah….
Kasih,
Sukacita, Tidak ada
Damai Sejahtera, hukum yang
Kesabaran, menentang hal-
Kemurahan, hal itu.
Kebaikan, ( Galatia 5 : 22)
Kesetiaan,
Kelemahlembutan,
Penguasaan diri.

vi
PRAKATA

Terpujilah nama Tuhan kita Yesus Kristus, karena begitu besar Kasih-

Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi dan Dengan Alat Soxhlet

Terhadap Kandungan Kurkuminoid dan Minyak Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik

Kunyit”.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih yang amat

sangat dalam atas bantuan yang diberikan kepada penulis baik bantuan secara

moril maupun materiil kepada :

1. Erna Tri Wulandari M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar

membimbing, memberikan waktu luangnya untuk memberi saran dan kritik

sejak awal penelitian, penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

2. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu

untuk menguji serta memberi kritik dan saran yang membangun.

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan

waktu untuk menguji serta memberi kritik dan saran yang membangun.

4. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt yang amat sangat membantu penulis

dalam menggoreskan buah pikiran ke dalam naskah ini, yang telah dengan

sabar menjawab semua pertanyaan penulis mengenai kurkuminoid, dan yang

telah mau mengorbankan waktu di sela –sela kesibukan mengajar. Saya

sungguh berterimakasih untuk kebaikan Bapak.

vii
viii
ix
INTISARI

Rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) telah digunakan


secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional.
Senyawa aktif dalam rimpang kunyit yang sering digunakan sebagai obat
tradisional adalah kurkuminoid sebagai antiinflamasi dan minyak atsiri berkhasiat
mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental yaitu untuk
membandingkan kadar kurkuminoid dan minyak atsiri dalam kunyit yang
diperoleh secara maserasi dan dengan alat Soxhlet sehingga penelitian ini dapat
membantu produsen obat tradisional yang menggunakan kunyit sebagai bahannya
untuk memperoleh senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri secara maksimal.
Ekstrak rimpang kunyit diekstraksi dengan dua jenis metode yaitu
maserasi dan dengan alat Soxhlet menggunakan penyari etanol, kemudian
dikentalkan dengan rotary vacuum evaporator. Kadar kurkuminoid kemudian
ditetapkan dengan spektrofotometer visible sedangkan kadar minyak atsiri
ditetapkan dengan destilasi Stahl dalam % v/b.
Hasil dari penelitian ini diperoleh kadar kurkuminoid 46,2636%
dari metode maserasi, dan 54,7162% dari metode dengan alat Soxhlet, kemudian
diperoleh juga kadar minyak atsiri 17,2210% dari metode maserasi, dan 19,3105%
dari metode dengan alat Soxhlet. Sehingga diperoleh kesimpulan dari uji T bahwa
metode ekstraksi dengan alat Soxhlet adalah metode yang terbaik untuk
memperoleh kadar kurkuminoid karena berbeda signifikan dengan metode
maserasi, dan untuk minyak atsiri dapat digunakan kedua metode ekstraksi karena
tidak berbeda signifikan.

Kata kunci : maserasi, alat Soxhlet, kurkuminoid, minyak atsiri, kunyit

x
ABSTRACT

Rhizome turmeric plant (Curcuma domestica Val.) have been used


from generation to generation by Indonesian society as a traditional medicine.
Active compounds in the rhizome of turmeric, which is often used as traditional
medicine is curcuminoid as anti-inflammatory and essential oils efficacious to
prevent the release of excessive stomach acid.
This is a quasi-experimental research to compare the content of
curcuminoid in turmeric and essential oils obtained by maceration and with tool of
Soxhlet. The aim is to help the producers of traditional medicines to obtain the
maximum curcuminoid and essential oils.
The rhizome of turmeric was extracted with two kinds of methods
such as maceration and with tool of Soxhlet using ethanol then thickened with a
rotary vacuum evaporator. Curcuminoid then determined by visible
spectrophotometer and essential oils levels set by distillation Stahl in % v/b.
The results are curcuminoid obtained from the maceration method
46.2636%, and with Soxhlet tool method 54.7162%. The essential oils content
obtained from the maceration method is 17.2210% and with Soxhlet tool method
is 19.3105%. The t-test result shows that the with Soxhlet tool extraction method
is the best method to obtained curcuminoid from turmeric. The essential oils can
use both extraction methods.

Key words : maceration, tool of Soxhlet, curcuminoid, essential oil, turmeric

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .…...………………………………………………...... i


HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………… vi
PRAKATA ……………………………………………………………………. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....…………………………………..... ix
INTISARI………………………………………………………....................... x
ABSTRACT………………………………………………………..................... xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………….................. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….......... xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xx
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xxii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………… xxiv
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………....... 1
1. Rumusan masalah ………………………………………………... 6
2. Keaslian penelitian..………………………………………………. 6
3. Manfaat penelitian ….…………………………………………...... 7
B. Tujuan Penelitian .…………………………………………………....... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 8
A. Uraian Kunyit ……………………………………………………......... 8
1. Keterangan botani............................................................................. 8
2. Uraian rimpang kunyit...................................................................... 9
3. Kandungan kimia.............................................................................. 10
4. Khasiat dan kegunaan........................................................................ 10
B. Uraian Kurkuminoid ………………………………………………….. 11
C. Uraian Minyak Atsiri……….…………………………......................... 14

xii
D. Penyulingan Minyak Atsiri ……………………………………………. 15
1. Penyulingan dengan air…………………………………………… 15
2. Penyulingan dengan air dan uap………………………………….. 16
3. Penyulingan dengan uap………………………………………….. 16
E. Uraian Metode Ekstraksi ……………………………………………… 17
1. Tujuan ekstraksi …………………………………………………. 17
2. Jenis – jenis ekstraksi ……………………………………………. 17
a. Cara dingin…………………………………………………….. 17
b. Cara panas……………………………………………………... 18
3. Uraian maserasi…………………………………………………... 19
4. Uraian dengan alat Soxhlet……………………………………….. 20
5. Cairan penyari……………………………………………………. 22
a. Kriteria cairan penyari………………………………………… 22
b. Etanol………………………………………………………….. 22
F. Uraian Ekstrak ……………………………………………………....... 23
1. Definisi ekstrak …………………………………………………... 23
2. Pengelompokan ekstrak ………………………………………….. 23
3. Ekstrak kunyit…………………………………………………….. 24
G. Penguapan Ekstrak Cair……………………………………………….. 24
H. Uraian Spektrofotometri …..………………………………………….. 25
I. Validasi Metode .……………………………………………………… 26
1. Akurasi…………………………………………………………… 26
2. Presisi…………………………………………………………….. 26
3. Linieritas dan rentang……………………………………………. 27
4. Spesifisitas………………………………………………………... 27
5. Limit of Detection dan Limit of Quantitation..……………….…… 28
J. Keterangan Empiris………………………………………………….... 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………..……………... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....………………………………........ 30
1. Jenis penelitian.. …………………………………………...…….. 30
2. Tahapan penelitian ……..………………………………………... 30

xiii
B. Variabel dan Definisi Operasional ……………………………………. 31
1. Klasifikasi variabel…………………………………..……………. 31
a. Variabel bebas…………………………………………………. 31
b. Variabel tergantung……………………………………………. 31
c. Variabel pengacau tidak terkendali.............................................. 31
d. Variabel pengacau terkendali....................................................... 31
2. Definisi operasional………………………………………………. 31
a. Maserasi………………………………………………..………. 31
b. Dengan alat Soxhlet…………………………………………..... 32
c. Ekstrak kunyit maserasi………………………………………... 32
d. Ekstrak kunyit dengan alat Soxhlet..………..…………………. 32
e. Penetapan minyak atsiri……………………………………….. 32
f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit… 32
g. Pengaruh variasi metode ekstraksi……………………..……… 33
C. Bahan atau Materi Penelitian .………………………………………... 33
D. Alat atau Materi Penelitian…………………………………………… 33
E. Jalannya Penelitian ……….…..……………………………………….. 33
1. Identifikasi rimpang kunyit.......…………..……………………… 34
2. Pembuatan simplisia ..............................………………………….. 34
a. Pengumpulan bahan…………………………………………… 34
1) Sortasi basah………………………………………………. 34
2) Pencucian…………………………………………………. 34
3) Perajangan………………………………………………… 35
4) Pengeringan………………………………………………. 35
5) Sortasi kering……………………………………………… 35
6) Pembuatan serbuk simplisia……………………………….. 35
b. Pembuatan ekstrak rimpang kunyit..................……………….. 36
1) Metode maserasi………………………………………….... 36
2) Metode dengan alat Soxhlet……………………………….. 36
c. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit.......................................... 37
d. Penetapan kadar minyak atsiri........….………………………... 37

xiv
e. Penetapan kadar kurkuminoid yang dihitung dalam persen
kurkumin……………………………………………………….. 37
1) Pembuatan larutan stok…………………………………….. 37
2) Pembuatan larutan intermediet…………………………….. 37
3) Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)……… 37
4) Validasi metode…………………………………………… 38
a) Akurasi………………………………………………… 38
b) Presisi………………………………………………….. 39
c) Linieritas dan rentang………………………………….. 39
d) Spesifisitas……………………………..………………. 39
e) Limit of Detection dan Limit of Quantitation..………… 40
5) Pembuatan kurva baku…………………………………….. 40
6) Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel……………… 41
f. Analisa data……………………..……………………………... 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…..………………………… 42
A. Identifikasi Rimpang Kunyit………................……….…..………….... 42
1. Organoleptik………………………………………………………. 42
2. Makroskopis………………………………………………………. 43
3. Mikroskopis……………………………………………………….. 44
B. Pembuatan Simplisia ……….…..……………………………………... 45
1. Pengumpulan rimpang kunyit…………………………………….. 45
2. Sortasi basah ……….…..………………………………………… 45
3. Pencucian rimpang kunyit.……………………………….............. 46
4. Perajangan rimpang kunyit ………………………………………. 46
5. Pengeringan rimpang kunyit .……………………………............. 47
6. Sortasi kering ……….…..………………………………………... 48
7. Pembuatan serbuk ……….…..…………………………………… 48
C. Cara Maserasi ……...…..……………………………………………... 49
D. Cara Dengan Alat Soxhlet…..…………………………………………. 51
E. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit.………………………….......... 52
F. Penetapan Kadar Minyak Atsiri..…………….……………………...... 53

xv
G. Penetapan Kadar Kurkuminoid dengan Spektrofotometri Visible…….. 55
1. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)……………… 56
2. Validasi metode…………………………………………………… 56
a. Akurasi……………………………………………...………. 57
b. Presisi……………………………………………….………. 57
c. Linearitas……………………………………………………. 58
d. Spesifisitas………………………………………….……….. 59
e. Limit of Detection dan Limit of Quantitation..……………… 59
3. Pembuatan kurva baku……………………………………………. 60
4. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel…………………….. 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…..…………………………………. 68
A. Kesimpulan .…..………………………………………………………. 68
B. Saran .…..…………………………………………………………....... 68
DAFTAR PUSTAKA .…..……………………………………………………. 69
LAMPIRAN .…..……………………………………………………………… 75
BIOGRAFI PENULIS .…..…………………………………………………… 101

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel I. Data perbandingan organoleptik rimpang kunyit dan

Materia Medika Indonesia……………................................. 42

Tabel II. Data perbandingan makroskopik rimpang kunyit dan

Materia Medika Indonesia..................................................... 43

Tabel III. Data hasil penetapan kadar minyak atsiri metode ekstraksi

maserasi................................................................................. 55

Tabel IV. Data hasil penetapan kadar minyak atsiri metode ekstraksi

dengan alat Soxhlet............................................................... 55

Tabel V. Hasil rata–rata recovery tiga konsentrasi kurkumin

penentuan akurasi……………………………….................. 57

Tabel VI. Hasil rata – rata tiga konsentrasi kurkumin penentuan

koefisien variasi.................................................................... 58

Tabel VII. Data penentuan persamaan kurva baku………..................... 60

Tabel VIII. Data penetapan kadar kurkuminoid ekstrak hasil maserasi. 65

Tabel IX. Data penetapan kadar kurkuminoid ekstrak hasil dengan

alat Soxhlet........................................................................... 66

Tabel X. Data penimbangan ekstrak rimpang kunyit metode

ekstraksi maserasi................................................................. 76

Tabel XI. Data penimbangan ekstrak rimpang kunyit metode

ekstraksi dengan alat Soxhlet............................................... 76

Tabel XII. Data penimbangan bobot serbuk kurkumin standar.............. 78

Tabel XIII. Data simpangan deviasi, recovery, dan koefisien variasi 80

xvii
tiga replikasi kurkumin..........................................................

Data Limit of Detection dan Limit Of Quantification


Tabel XIV.
kurkumin…………………………………………………... 81

Tabel XV. Data bobot ekstrak orientasi metode ekstraksi maserasi....... 81

Tabel XVI. Data bobot ekstrak orientasi metode ekstraksi dengan alat

Soxhlet................................................................................... 82

Tabel XVII. Data bobot ekstrak replikasi I metode ekstraksi maserasi... 83

Tabel XVIII. Data bobot ekstrak replikasi II metode ekstraksi maserasi.. 83

Tabel XIX. Data bobot ekstrak replikasi III metode ekstraksi maserasi.. 84

Tabel XX. Data bobot ekstrak replikasi IV metode ekstraksi maserasi.. 84

Tabel XXI. Data bobot ekstrak replikasi V metode ekstraksi maserasi... 85

Tabel XXII. Data bobot ekstrak replikasi I metode ekstraksi dengan lat

Soxhlet.................................................................................. 86

Tabel XXIII. Data bobot ekstrak replikasi II metode ekstraksi dengan

alat Soxhlet............................................................................ 86

Tabel XXIV. Data bobot ekstrak replikasi III metode ekstraksi dengan

alat Soxhlet............................................................................ 87

Tabel XXV. Data bobot ekstrak replikasi IV metode ekstraksi dengan

Alat Soxhlet........................................................................... 87

Tabel XXVI. Data bobot ekstrak replikasi V metode ekstraksi dengan

Alat Soxhlet........................................................................... 88

Tabel XXVII. Analisis hasil minyak atsiri menggunakan statistik t–test.… 89

xviii
Tabel XXVIII. Analisis hasil kurkuminoid menggunakan statistik t–test…. 90

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur molekul kurkuminoid………………………….. 12

Gambar 2. Penampang rimpang kunyit dan irisannya……………… 43

Gambar 3. Penampang melintang sampel rimpang kunyit................. 44

Gambar 4. Penampang melintang rimpang kunyit Materia Medika 44

Gambar 5. Grafik kurva baku kurkumin…...…………...................... 61

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom senyawa kurkumin…... 62

Gambar 7. Surat jaminan keaslian kurkumin……………………..... 91

Gambar 8. Alat maserasi……………………………………............. 92

Gambar 9. Alat Soxhlet…………………………………………… 92

Gambar 10. Ekstrak hasil maserasi (kanan) dan ekstraksi hasil

sokletasi (kiri)…………………………………………... 92

Gambar 11. Destilasi Stahl…………………………………………... 92

Gambar 12. Larutan standar kurkumin................................................. 93

Gambar 13. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max ) 93

replikasi 1 kadar 0,1632 mg%..........................................

Gambar 14. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )

replikasi 1 kadar 0,2856 mg%......................................... 94

Gambar 15. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max.)

replikasi 1 kadar 0,4080 mg%.......................................... 94

Gambar 16. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )

replikasi 2 kadar 0,1632 mg%.......................................... 95

Gambar 17. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )

xx
replikasi 2 kadar 0,2856 mg%.......................................... 95

Gambar 18. Panjang gelombang maksimum (λ max.) replikasi 2

kadar 0,4080 mg%............................................................ 96

Gambar 19. Panjang gelombang maksimum (λ max ) replikasi 3 kadar

0,1632 mg%...................................................................... 96

Gambar 20. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )

replikasi 3 kadar 0,2856 mg%.......................................... 97

Gambar 21. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max.)

replikasi 3 kadar 0,4080 mg%.......................................... 97

Gambar 22. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin

replikasi I..….................................................................... 98

Gambar 23. Kurva baku kurkumin replikasi I……………………….. 98

Gambar 24. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin

replikasi II………………………………………………. 99

Gambar 25. Kurva baku kurkumin replikasi II………………………. 99

Gambar 26. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin

replikasi III……………………………………………… 100

Gambar 27. Kurva baku replikasi kurkumin III……………………... 100

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data pengentalan ekstrak rimpang kunyit.................... 76

Lampiran 2. Data bobot ekstrak hasil maserasi dan ekstrak hasil

dengan alat Soxhlet....................................................... 76

Lampiran 3 Penetapan kadar minyak atsiri...................................... 77

Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi larutan stok, intermediet, dan

kurva baku kurkumin.................................................... 78

Lampiran 5. Validasi metode dengan menggunakan kurkumin

standar………………………………………………. 79

Lampiran 6. Orientasi sampel .......................................................... 81

Lampiran 7. Penetapan kadar kurkuminoid dihitung sebagai

persen kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang

kunyit........................................................................... 83

Lampiran 8. Analisis hasil kadar minyak atsiri dan kurkuminoid

pada sampel …………………………………………. 89

Lampiran 9. Surat pernyataan jaminan keaslian bahan kurkumin

standar hasil sintesis………………………................. 91

Lampiran 10. Alat maserasi dan ekstrak hasil maserasi..................... 92

Lampiran 11 Alat dengan alat Soxhlet dan ekstrak hasil dengan

Alat Soxhlet.................................................................. 92

Lampiran 12. Alat pengental ekstrak hasil maserasi dan ekstrak

hasil dengan Alat Soxhlet............................................. 93

Lampiran 13. Penetapan kadar minyak atsiri dengan Destilasi 93

xxii
Stahl…………………………………………………..

Lampiran 14. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ max )

pada larutan kurva baku

………………………...………… 93

Lampiran 15. Penetapan absorbansi larutan kurva baku dan grafik

kurva baku tiga replikasi …..………………………... 98

xxiii
DAFTAR SINGKATAN

EHM = Ekstrak Hasil Maserasi


EHS = Ekstrak Hasil dengan alat Soxhlet
EK = Ekstrak Kental
EKM = Ekstrak Kental Maserasi
EKS = Ekstrak Kental Sokletasi
KV = Koefisien Variansi
LOD = Limit of Detection
LOQ = Limit of Quantitation
MA = Minyak Atsiri
MEM = Metode Ekstraksi Maserasi
MES = Metode Ekstaksi Sokletasi
MMI = Materia MEdika Indonesia
RK = Rimpang Kunyit
SD = Simpangan Deviasi
VRE = Vacuum Rotary Evaporator

xxiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam,

terutama tanaman obat. Tanaman obat penggunaannya dapat dalam bentuk segar,

tunggal maupun campuran, serta dapat berupa ramuan yang lebih dikenal sebagai

obat tradisional. Berdasarkan pengalaman nenek moyang obat tradisional relatif

aman dikonsumsi manusia. Meskipun demikian pembuktian ilmiah tetap

diperlukan (Suharmiati dan Handayani, 2006).

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa obat

tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan

hewan, bahan mineral atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-

temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim,

1992).

Perkembangan teknologi mengakibatkan industri obat-obatan dan obat

tradisional berkembang pesat. Bahan baku berupa simplisia banyak sekali

diminati oleh industri, salah satunya rimpang kunyit (RK) (Rukmana, 1994).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan (Anonim, 2005). Kebutuhan industri terhadap kunyit

tinggi yaitu 1.355 ton/tahun berat segar (Kemala et al ,2000).

1
2

Berdasarkan hasil survei tahun 2003, kebutuhan RK berdasarkan

jumlahnya yang diserap oleh industri obat tradisional di Jawa Timur menduduki

peringkat pertama dan di Jawa Tengah termasuk lima besar bersama-sama dengan

bahan baku obat lainnya (Kemala et al, 2000).

Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah

dan obat yang sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Sebagian besar jamu yang beredar di Indonesia, Malaysia, dan beberapa Negara

lain selalu menggunakan kunyit sebagai salah satu bahan baku (Nugroho, 1998).

Kunyit sudah digunakan dalam pengobatan tradisional bagi beberapa

penyakit misalnya antiinflamasi, alergi dan antibakteri. Bagian tanaman kunyit

yang paling banyak digunakan adalah rimpang (Nurfina, 1998). RK juga

berkhasiat untuk mengobati sakit perut, diare, asma, sakit kepala, keputihan, haid

tidak lancar, dan sebagai ekspektoran (Duke, 2008).

RK mengandung senyawa aktif yang berkhasiat sebagai obat yaitu

kurkuminoid (Oomah, 2000) dan minyak atsiri (MA) (Rukmana, 1994). Warna

kuning dari kunyit disebabkan adanya senyawa kurkuminoid yang merupakan

komponen utama tumbuhan kunyit dan memiliki peran penting dalam aktivitas

antiinflamasi (Chattopadhyay, Biswas, Bandyopadhyay Banerjee, 2004; Sumiati

dan Adnyana, 2004). Zat warna kuning tersebut larut dalam alkohol dan asam

asetat glasial, tetapi tidak dapat larut dalam air dan eter (Tarujaya, 1992;

Windholz, 1981). Senyawa ini terdiri dari campuran senyawa-senyawa kurkumin,

desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksi kurkumin. Dari ketiga senyawa

kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar, yaitu sebesar 50-


3

60% dari total kurkuminoid. Kadar total kurkuminoid sering dihitung sebagai

presentase kurkumin (Sumiati et al, 2004).

Kurkuminoid tergolong senyawa fenol yang memiliki dua cincin fenol

simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto, 1983 yang

diacu dalam Sihombing, 2007) sehingga sering dikatakan juga bahwa

kurkuminoid termasuk golongan polifenol (Oomah, 2000).

Kunyit mengandung senyawa minyak atsiri (MA) (6%) yang terdiri dari

sejumlah monoterpen dan keton seskuiterpen, termasuk zingiberen, kurkumen, α-

dan β-turmeron, tumeon, zingiberen, felandren, sabinen, borneol, sineol

(Wikipedia, 2007; Anonim, 1999). MA dari RK berkhasiat untuk mencegah

keluarnya asam lambung yang berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang

terlalu kuat (Tampubolon, 1981). Selain mengandung kurkuminoid seperti yang

telah disebutkan (Sumiati et al, 2004), kunyit juga mengandung protein, fosfor,

kalium, besi dan vitamin C (Soedibjo, 1998).

Sesuai dengan perkembangan zaman, industri obat –obatan dan obat

tradisional maju pesat, sehingga obat tradisional pun telah berhasil membuat

sediaan galenik atau pembuatan ekstrak. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan

agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang

mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur

dosisnya. (Anief, 1997).

Dalam membuat suatu sediaan galenik, diperlukan peningkatan kualitas

ekstrak. Bila kualitas ekstrak meningkat, maka kualitas sediaan obat tradisional

ikut meningkat. Peningkatan kualitas ekstrak dapat dimulai dari metode ekstraksi
4

yang digunakan untuk dapat menghasilkan ekstrak dengan kandungan senyawa

aktif yang maksimal.

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Anonim, 1986). Metode ekstraksi dibagi menjadi dua jenis, antara lain cara

dingin dan cara panas. Metode ekstraksi yang tergolong cara dingin adalah

maserasi dan perkolasi sedangkan metode ekstraksi yang tergolong cara panas

adalah refluks, dengan alat Soxhlet, digesti, dan infus (Anonim, 2000).

Untuk menunjang peningkatan kualitas ekstrak yang menghasilkan

ekstrak dengan kandungan senyawa aktif secara maksimal, maka pada penelitian

ini dilakukan ekstraksi RK dengan menggunakan metode pembuatan ekstrak RK

secara maserasi dan sokletasi yang akan memberikan hasil yang berbeda, sehingga

dari perbedaan tersebut dapat diketahui metode pembuatan ekstrak yang paling

baik. Senyawa aktif yang diekstraksi dengan kedua metode ekstraksi tersebut

adalah kurkuminoid dan MA sebagai kandungan utama kunyit (Rukmana, 1994).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana (Anonim, 1986) bila

dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Hal ini dikarenakan cara

pengerjaannya sederhana dan peralatannya mudah diusahakan, sederhana, dan

tidak memerlukan alat khusus (Indraswari, 2008; Runadi, 2007).

Pembuatan ekstrak secara maserasi merupakan proses paling cepat

dimana digunakan untuk simplisia yang sudah halus dan memungkinkan

direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat –zatnya akan

larut (Ansel, 1985; Voigt, 1971) dan digunakan untuk penyarian simplisia yang
5

mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986).

Remaserasi merupakan bagian dari maserasi. Remaserasi merupakan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan

seterusnya (Anonim, 2000).

Pembuatan ekstrak dengan alat Soxhlet digunakan untuk simplisia yang

bertekstur lunak dan tidak tahan pemanasan secara langsung karena suhu

pemanasan dapat diatur (Utami, 2009).

RK termasuk simplisia yang lunak, mudah diserbuk sehingga halus dan

memungkinkan perendaman sehingga metode maserasi cocok untuk

mengekstraksi RK. Kandungan kurkuminoid yang terkandung di dalam RK tidak

tahan pemanasan secara langsung karena akan terurai sehingga metode dengan

alat soxhlet cocok digunakan untuk mengekstraksi RK.

Digunakan metode ekstraksi RK secara maserasi (cara dingin) dan

dengan alat Soxhlet (cara panas) untuk mengetahui metode ektraksi terbaik di

antara kedua metode ekstraksi tersebut dalam mengekstraksi kurkuminoid dan

MA yang terkandung dalam RK setelah kurkuminoid dan MA dari masing-

masing metode ekstraksi ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri visible pada

panjang gelombang yang sesuai (Anonim, 1993). Kadar MA dapat ditentukan

dengan membaca jumlah volume MA yang tertampung dalam buret berskala pada

rangkaian alat destilasi air dengan metode destilasi Stahl. Kemudian banyaknya

MA yang telah dibaca dibuat kadarnya dalam % v/b (Anonim, 2004).

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah etanol 95%.

Digunakan etanol sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut yang universal
6

yang dapat menarik hampir sebagian besar senyawa kimia yang terkandung di

dalam herba (Runadi, 2007). Pertimbangan lainnya adalah etanol sebagai penyari

karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral, dan

panas yang diperlukan untuk pemekatan relatif lebih sedikit (Anonim, 1986), juga

etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan mampu

mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim (Voigt, 1994).

Parameter kadar kurkuminoid yang baik dalam RK adalah 33,9% dan

MA kunyit 3,2% (Anonim, 2004). Berdasarkan hal tersebut diharapkan RK

penelitian ini baik dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi (MEM)

maupun metode ekstraksi dengan alat Soxhlet (MES) mengandung kurkuminoid

dan MA sesuai dengan parameter yang baik pada Anonim, 2004.

1. Rumusan masalah

a. Adakah pengaruh metode yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet terhadap

kadar kurkuminoid dalam ekstrak etanolik RK?

b. Adakah pengaruh variasi metode yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet

terhadap kadar MA dalam ekstrak etanolik RK?

2. Keaslian penelitian

Sepanjang kepustakaan yang ditelusuri belum banyak diperoleh

keterangan penelitian tentang pengaruh cara ekstraksi maserasi dan dengan alat

Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid dan MA dalam ekstrak RK.

Penelitian lain yang terkait dengan kunyit: Standarisasi Ekstrak

Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) (Lina, 2009) Perbedaan Kadar

Kurkumin Dalam Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Yang


7

Dibuat Secara Maserasi Dan Perkolasi (Kartika Noor Endah, 1998), dan Ekstraksi

Kurkumin Dari Kunyit (Wahyuni, A. Hardjono, dan Paskalina Hariyantiwasi

Yamrewav, 2004).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

perkembangan ilmu pengetahuan yang menunjang obat tradisional khususnya

dalam bidang pembuatan sediaan galenika untuk produsen obat tradisional dalam

memperoleh kandungan kurkuminoid dan MA yang tinggi.

b. Manfaat praktis

Dari penelitian ini akan diketahui metode ekstraksi RK yang paling

baik dalam memperoleh kandungan kurkuminoid dan MA secara maksimal.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Dapat dipilih metode ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak RK yang

paling baik di antara kedua metode ekstraksi, yaitu maserasi dan dengan alat

soxhlet.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui adanya pengaruh variasi metode ekstraksi secara

maserasi dan dengan alat Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid dan MA

ekstrak RK dengan pelarut etanol 95%.


24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Kunyit

1. Keterangan botani
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan

(perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur

dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia

Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina

(Anonim, 2006).

Kunyit merupakan herba yang memiliki terklasifikasi sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Spesies : Curcuma domestica Valleton

Sinonim : Curcuma longa Linn; Amomum curcuma Jacq; Stissera

curcuma Raevsch; Curcuma domestica Rumph; Curcuma

longa Auct; Amomum Curcuma Murs (Anonim, 2006).

Kunyit memiliki sebutan berbeda dimasing-masing daerah. Beberapa

nama yang digunakan untuk menyebut Kunyit adalah sebagai berikut.

a. Nama Indonesia : Kunyit (Rukmana, 1994).

b. Nama Inggris : Turmeric (Duke, 2008)


9

c. Nama daerah : Kakunye (Sumatera), Kunir (Jawa Tengah), Jange

henda (Kalimantan), Kunyit (Nusa Tenggara), Uinida (Sulawesi), Kurlai

(Maluku), Rame (Irian), Koneng (Sunda) (Anonim, 1985).

2. Uraian rimpang kunyit

RK adalah rimpang Curcuma domestica Valleton (Anonim, 1977).

Pemerian. Bau khas aromatik; rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan

menimbulkan rasa tebal (Anonim, 1977).

Makroskopik. Kepingan : Ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning

jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan; bentuk hampir bundar sampai

bulat panjang, kadang–kadang bercabang; lebar 0,5 cm sampai 3 cm, panjang 2

cm sampai 6 cm, tebal 1 mm sampai 5 mm (Anonim, 1977).

Mikroskopik. Epidermis; Satu lapis sel, pipih berbentuk poligonal,

dinding sel menggabus. Korteks dan silinder pusat: parenkimatik, terdiri dari sel-

sel besar, penuh berisi pati. Butir pati: Tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur

dengan satu sisi membulat; Sel sekresi: Banyak tersebar, bentuk bulat atau

lonjong berisi minyak berwarna kuning jingga yang sebagian mendamar dan

berwarna coklat kekuningan. Berkas pembuluh: Kolateral, tersebar tidak beraturan

pada korteks dan pada silinder pusat, berkas pembuluh di bawah endodermis

tersusun dalam lingkaran, kadang-kadang berkas pembuluh dikelilingi sel

parenkim yang tersusun menjari (Anonim, 1977).


10

3. Kandungan kimia

Zat warna curcuminoid suatu senyawa diarylheptanoide 3 – 4% terdiri

dari curcumin, desmetoxycurcumin dan bidesmethoxy-curcumin. MA 2-5% terdiri

dari seskuiterpen dan turunan phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-

turmeron, alfa dan beta turmeron, curlon, curcumol, atlanton, turmerol (minyak

turmerin yang menyebabkan aroma dan wangi kunyit), beta-bisabolen, beta –

sesquiterphenalendren, zingiberen, ar-curcumen, humulen, arabinosa, fruktosa,

glukosa, pati, tanin dan damar serta mineral, yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb,

Zn, Co, Al, dan Bi (Sudarsono, 1996).

Ada pula literatur yang mengatakan bahwa kunyit mengandung

senyawa MA (6%) yang terdiri dari sejumlah monoterpen dan keton seskuiterpen,

termasuk zingiberen, kurkumen, tumeon, felandren, sabinen, borneol, sineol,

selain yang telah dijelaskan oleh Sudarsono, 1996 (Wikipedia, 2007). Basis warna

kunyit (5%) disebabkan adanya kurkuminoid, 50 – 60% merupakan campuran dari

kurkumin, monodesmetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Anonim,

1999), kunyit juga mengandung protein, fosfor, kalium, besi, dan vitamin C

(Soedibjo, 1998).

4. Khasiat dan kegunaan

RK berkhasiat untuk mengobati sakit perut, diare, asma, sakit kepala,

keputihan, haid tidak lancar, dan sebagai ekspektoran (Duke, 2008). Selain itu

efek farmakologis lainnya, yaitu melancarkan peredaran darah, mempermudah

persalinan, antiradang (anti-inflammatory), antibakteri, memperlancar

pengeluaran empedu (kolagogum), pelembab (moisturizer), antioksidan, dan dapat


11

meningkatkan aktivitas seksual (Winarto, 2003). Khasiat kunyit lainnya, yaitu

sebagai penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan

(Rukmana, 2004).

B. Uraian Kurkuminoid

Kunyit memiliki senyawa yang berkhasiat obat yang disebut dengan

kurkuminoid. Kurkuminoid adalah senyawa yang memberikan warna kuning pada

kunyit (Chattopadhyay et al, 2004 ; Sumiati et al, 2004; Dandekar dan Kaikar,

2002) oleh sebab itu kurkuminoid (kebanyakan berupa kurkumin) banyak menjadi

pusat peneliti (Dandekar et al, 2002). Kurkuminoid terdiri atas kurkumin

sebanyak 50 – 60%, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin (Anonim,

1999). Kurkumin merupakan komponen terbesar dari kurkuminoid sehingga

sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin (Sumiati et al,

2004). Kurkumin murni sangat sulit diperoleh langsung dari RK karena seringkali

tercampur dengan dua turunannya, yaitu demetoksikurkumin dan

bisdemetoksikurkumin (Donatus, 1994).

Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit

(Curcuma longa L.) terdapat juga dalam tanaman temulawak (Curcuma

xanthorrhiza, Roxb.) dan pada tanaman temugiring (Curcuma heyneana, Val. &

Ziep.) (familia Zingiberaceae) (Tonnesen, 1989; Masuda, Isobe, Jitoe, dan

Nakatani, 1992; Masuda et al, 1993; van der Goot, 1997).

Kurkumin (1,7 – bis(4’hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3, 5-dion

(Jaruga, 1998 ; Pan, 1999) memiliki berat molekul 368, 126 (Tonnesen, &
12

Karlsen, 1983; Wikipedia, 2007). Kurkumin tergolong senyawa diarilheptanoid

dengan rumus molekul C 21 O 6 H 2 O (Tonnesen et al, 1985).

Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan

Pelletier (van der Goot, 1997). Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh

Daube pada tahun 1870 dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910

oleh Lampe. Sintesis kurkumin pertama kali dilakukan oleh Lampe dan

Milobedzka pada tahun 1913 (Roughly and Whiting, 1973). Struktur kimia

terlihat pada gambar sebagai berikut.

H
O O

H3CO OCH3

R1 R2

Keterangan :

R 1 = R 2 = OCH 3 Kurkumin

R 1 =H R 2= OCH 3 Demetoksikurkumin

R 1 =R 2= H Bisdemetoksikurkumin

Gambar. I Struktur molekul kurkuminoid (Roughly et al, 1973)

Stabilitas kurkumin sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Dalam

larutan berair dengan pH basa kurkumin mengalami reaksi hidrolisis dan

degradasi pada gugus metilen aktif pada senyawa tersebut (Tonnesen et al., 1985).

Kurkumin akan terdegradasi pada pH di atas 7,2 (Bermawie, Rahardjo, Wahyuno,

dan Ma’mun, 2005). Instabilitas kurkumin juga dipengaruhi oleh adanya cahaya
13

yang menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut (van der

Goot, 1997; Supardjan, dan Meiyanto, 2002) dan oleh sinar ultraviolet

(Bermawie, et al., 2005).

Kurkumin larut dalam asam asetat glasial, alkohol, (Windholz, 1981;

Tarujaya, 1992) dan aseton (Joe, Vijaykumar, Lokesh, 2004; Chattopadhyay et al,

2004; Araujo dan Leon, 2001) tetapi tidak dapat larut dalam air, eter (Windholz,

1981; Tarujaya, 1992).

Kurkuminoid mempunyai aktivitas antiinflamasi (Timmerman, 1995;

Kohli, 2005). Kurkuminoid menghambat senyawa eicosanoid seperti

prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin dengan cara menghambat aktivitas

enzim cyclooxygenase (COX). Kurkuminoid juga menghambat pembentukan

senyawa leukotrien dengan menghambat aktivitas enzim lipoxygenase (LOX)

(Kohli, 2005). Dari tiga senyawa kurkuminoid, kurkumin mempunyai aktivitas

antiinflamasi yang paling kuat dibandingkan senyawa turunannya (Agnam,

Samhoedi, Timmerman, Venie, Sugiyanto, Goot, 1995; Bermawie, 2006; Hadi,

1985; Majeed, Badmaev, Shivakumar, Rajendran, 1995; Punithavathi,

Venkatesan, Babu, 2000; Siddiqui, Cui, Wu, Dong, Zhou, Hu, Simms, Wang,

2006; Goot, 1997).

Kurkumin merupakan golongan senyawa fenol yang sangat penting

sebagai antioksidan (Majeed et al, 1995; Osawa, Sugiyama, Inayoshi, dan

Kawakishi, 1995) karena memiliki dua cincin fenol simetris dan dihubungkan

dengan satu rantai heptadiena (Suwanto, 1983 yang diacu dalam Sihombing,

2007). Kurkumin memiliki dua gugusan hidroksi atau dua gugusan fenol, maka
14

sering disebut sebagai senyawa polifenol (Madigan, 2005; Oomah, 2000;

Wikipedia, 2007).

Kurkumin yang bercampur dengan kedua turunannya yang juga berwarna

kuning yaitu bisdemetoksikurkumin dan desmetoksikurkumin ditetapkan sebagai

kadar kurkuminoid dengan menggunakan spektrofotometri visible (Anonim, 1977;

Anonim, 1993).

C. Uraian Minyak Atsiri

MA merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman

(Anonim, 1985). MA adalah zat berbau yang terdapat dalam berbagai bagian

tanaman, karena menguap bila dibiarkan di udara pada suhu kamar, maka disebut

minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial (Claus, 1959).

MA terdapat pada bagian khusus tanaman, tergantung pada tanaman

tersebut. Pada tumbuhan Zingiberaceae MA terdapat dalam sel –sel rimpang.

Kunyit merupakan salah satu tumbuhan Zingiberaceae sehingga bagian

rimpangnya yang digunakan untuk mengambil MA (Tyler, Brady, Robbers,

1988).

MA atau minyak terbang banyak digunakan dalam industri sebagai bahan

pewangi atau penyedap (flavoring). Selain itu, MA juga banyak digunakan dalam

bidang kesehatan. Beberapa jenis MA dapat digunakan sebagai bahan antiseptik,

analgesik, haemolitik, sedatif, stimulan untuk obat sakit perut, dan bakterisida

(Guenther, 1948). Selain digunakan untuk obat, MA juga digunakan dalam

parfum dan kosmetik, sebagai penyedap rasa makanan (Tyler et al, 1988).
15

Kunyit mengandung MA 2-5% terdiri dari seskuiterpen dan turunan

phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-turmeron, alfa dan beta turmeron,

curlon, curcumol, atlanton, turmerol (minyak turmerin yang menyebabkan aroma

dan wangi kunyit), beta-bisabolen, beta – sesquiterphenalendren, zingiberen, ar-

curcumen, humulen, Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan damar serta

mineral, yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Zn, Co, Al, dan Bi (Sudarsono,

1996).

MA kunyit memiliki berat jenis 0,941, rotasi optik pada suhu 20°C

adalah -190.18, indeks bias pada suhu 20°C adalah 1.5025. Warna MA kuning

dan mempunyai bau yang khas dan rasa pedas (Guenther, 1952).

MA dari RK berkhasiat untuk mencegah keluarnya asam lambung yang

berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang terlalu kuat (Tampubolon, 1981).

D. Penyulingan Minyak Atsiri

Sebagian besar MA umumnya diperoleh dengan cara penyulingan.

Penyulingan didefinisikan sebagai pemisahan komponen–komponen suatu

campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari

masing –masing zat (Guenther, 1948).

Pada industri MA dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu :

1. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air

mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna

tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disulng. Air dipanaskan
16

dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,

mantel uap, pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini

ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Guenther, 1948).

2. Penyulingan dengan air dan uap

Penyulingan ini dilakukan pada material basah ataupun kering yang bisa

rusak karena perebusan. Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di

atas rak –rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai

permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan

berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas

dari metode ini adalah: 1) uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu

panas; 2) bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan

air panas (Tyler et al, 1988; Guenther, 1948).

3. Penyulingan dengan uap

Penyulingan cara ini tidak memerlukan air, uap air panas yang biasanya

bertekanan lebih dari 1 atmosfer dialirkan melalui suatu pipa uap. Peralatan yang

dipakai tidak berbeda dengan penyulingan dengan air dan uap, hanya diperlukan

alat tambahan untuk memeriksa suhu dan tekanan (Anonim, 1985). Uap yang

digunakan adalah uap jenuh, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang

berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan

yang terletak di atas saringan (Guenther, 1948). Penyulingan ini baik digunakan

untuk membuat MA dari biji, akar, kayu yang umumnya mengandung komponen

minyak yang bertitik didih tinggi (Anonim, 1985).


17

E. Uraian Metode Ekstraksi

1. Tujuan ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,

1986).

Ekstraksi dilakukan untuk menyari zat –zat berkhasiat atau zat –zat aktif

dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.

Zat–zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda

demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut

tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone, 1987).

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia

yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan

massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Anonim, 1986).

2. Jenis – jenis ekstraksi


Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, terdiri dari :

a. Cara dingin.

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).


18

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang

jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

b. Cara panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

2) Dengan alat Soxhlet

Dengan alat Soxhlet adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan

alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50 C.
19

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98 C

selama waktu 15-20 menit di penangas air, berupa bejana infus tercelup dalam

penangas air mendidih (Anonim, 2000).

3. Uraian maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya

“merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus

memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan

susunan sel, sehingga zat –zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1985).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dan digunakan untuk

simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga

sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel, maka larutan yang

pekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berlanjut sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan

dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain.

Bila cairan penyari yang digunakan adalah air maka untuk mencegah

timbulnya kapang dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal

penyarian (Anonim, 1986). Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi

terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1994).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan yang

digunakan sederhana, dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah


20

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna, juga adanya kejenuhan

konsentrasi di dalam larutan penyari, di mana konsentrasi di dalam simplisia dengan

di dalam penyari sama (Dinda, 2008).

Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan.

Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk

simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat

perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dengan di

luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu

tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak

diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti penyari malam dan

lain-lain (Anonim, 1986). Cara ekstraksi maserasi ini dilakukan 3 x 24 jam, hal ini

dilakukan supaya senyawa yang terkandung dalam herba tertarik (Runadi, 2007).

4. Uraian dengan alat Soxhlet


Alat Soxhlet adalah suatu suatu alat terbuat dari gelas yang bekerja

secara kontinyu dalam menyari. Pada proses ini sampel yang akan disari

dimasukkan pada alat Soxhlet, lalu setelah dielusi dengan pelarut yang cocok

sedemikian rupa sehingga akan terjadi dua kali sirkulasi dalam waktu 30 menit

(Harborne, 1987).

Adanya pemanasan menyebabkan pelarut ke atas lalu setelah di atas akan

diembunkan oleh pendingin udara menjadi tetesan –tetesan yang akan terkumpul

kembali dan bila melewati batas lubang pipa samping Soxhlet, maka akan terjadi

sirkulasi yang berulang-ulang akan menghasilkan penyarian yang baik (Harborne,

1987).
21

Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantong ekstrak

(kertas, karton, dan sebagainya) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang

bekerja kontinyu. Wadah gelas yang berisi sampel diletakkan di antara labu suling

dan suatu pendingin aliran balik. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap

dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, berkondensasi

di dalamnya, menetes ke atas bahan yang akan diekstraksi dan membawa keluar

bahan yang diekstraksi. Larutan yang terkumpul dalam wadah gelas dan setelah

mencapai tinggi maksimal secara otomatis dipindahkan ke dalam labu dengan

demikian zat yang akan terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan

pelarut murni berikutnya. Pada cara ini bahan terus diperbaharui artinya

dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif (Voigt, 1971).

Keuntungan dengan alat Soxhlet adalah membutuhkan pelarut yang

sedikit dan untuk penguapan pelarut biasanya digunakan pemanasan.

Kelemahannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama sampai

beberapa jam, sehingga kebutuhan energinya tinggi dan dapat berpengaruh negatif

terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu (Voigt, 1971).

Menggunakan Soxhlet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat

dihemat karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi samples.

(Lenny, 2006). Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna

atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali (Utami, 2009).


22

5. Cairan penyari

a. Kriteria cairan penyari

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.

Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: murah dan mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap

dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat yang berkhasiat yang

dikehendaki, tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat, dan diperbolehkan oleh

peraturan (Anonim, 1986).

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan

kemampuannya dalam melarutkan kandungan zat aktif yang maksimal dan

seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1985).

Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran

etanol dan air (Anonim, 1979). Air atau etanol menjadi acuan cairan

pengekstraksi, karena banyak bahan tumbuhan larut dengan air atau etanol (Voigt,

1971).

b. Etanol

Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut yang

universal yang dapat menarik hampir sebagian besar senyawa kimia yang

terkandung di dalam herba (Runadi, 2007). Etanol tidak menyebabkan

pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.

Keuntungan lain dari etanol mampu mengendapkan albumin dan menghambat

kerja enzim (Voigt, 1994).


23

Etanol 95% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang

optimal, di mana bahan pengganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan

pengekstraksi, selain itu ekstrak etanol sulit ditumbuhi kapang dan kuman, dan

tidak beracun (Voigt, 1971).

F. Uraian Ekstrak

1. Definisi ekstrak

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair

(Anonim, 1979) yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar baku yang telah

ditetapkan (Anonim, 2000). Tujuan pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar

zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai

kadar yang tinggi (Anief, 1997).

2. Pengelompokan ekstrak

Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan menjadi : (a) ekstrak

encer (extractum tenue) sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat

dituang, (b) ekstrak kental (EK) (extractum spissum) sediaan ini liat dalam

keadaan dingin dan tidak dapat dituang. EK mengandung air tidak lebih dari 30%,
24

(c) ekstrak kering (extractum siccum) memiliki konsistensi kering dan mudah

hancur. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya

terbentuk suatu produk, yang mengandung air tidak lebih dari 5%, (d) Ekstrak cair

(extractum fluidum), memiliki konsistensi cair dan mudah dituang (Voigt, 1994).

3. Ekstrak kunyit

EK RK adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang tumbuhan Curcuma

domestica Valetton suku Zingiberaceae, mengandung MA tidak kurang dari 3,2%

dan kurkuminoid tidak kurang dari 33,9% (Anonim, 2004).

a. Pemerian :Bentuk: kental; warna: kuning; bau: khas; rasa: agak pahit.

b. Identitas :RK memiliki kandungan kimia berupa: kurkumin,

desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, MA, dan oleoresin.

Senyawa identitas dari RK adalah kurkumin, desmetoksikurkumin, dan

bidesmetoksikurkumin (Anonim, 2004).

G. Penguapan Ekstrak Cair

Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan adalah suhu, waktu, cara

penguapan, dan konsentrasi (Anonim, 1986).

Ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan kandungan pelarutnya

yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk EK yang konsistensinya liat dan

kandungan air yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak cair. Proses

pengentalan ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan menggunakan alat

vacuum rotary evaporator (VRE) .


25

Pengentalan ekstrak cair menggunakan VRE memungkinkan penguapan

larutan pengekstraksi yang lebih cepat karena adanya tekanan dan suhu yang

diatur tidak terlalu tinggi untuk menjaga stabilitas senyawa (Voigt, 1994). Tujuan

ekstrak dikentalkan adalah mempermudah dalam pengukuran dan penimbangan

(Anonim, 2000).

H. Uraian Spektrofotometri

Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara

radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion, atau

molekul, sedang variasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang

ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi. Interaksi antara molekul

yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah

ultraviolet (200 nm-400 nm) dan sinar tampak (400 nm-800 nm) akan

menghasilkan spektra serapan elektronik, spektra serapan ini dapat digunakan

untuk menganalisis kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap

ada hubungannya dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).

Penyimpangan hukum Beer mungkin disebabkan oleh perubahan kimia

atau alat. Hukum Beer mungkin tidak cocok disebabkan oleh adanya perubahan

kadar zat yang dilarutkan, karena adanya asosiasi antar molekul zat atau antara

molekul zat dengan molekul pelarut. Penyimpangan lain mungkin disebabkan

oleh sinar polikromatik, lebar cerah atau sinar menyimpang. Larutan yang

mengandung 1 mg zat tiap 100 ml dalam 1 cm sering mempunyai serapan 0,2

sampai 0,8 (Anonim, 1974).


26

Pada pengukuran serapan suatu larutan selalu diperlukan suatu larutan

blanko. Maksud dari larutan blanko adalah untuk mengatur spektrofotometer

hingga pada panjang gelombang yang digunakan mempunyai serapan nol

(Anonim, 1974).

I. Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode

analisis yang didukung oleh parameter – parameter di bawah ini :

1. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,

2004).

2. Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata –rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel

yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya

dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan


27

memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2% tetapi kriteria ini fleksibel

tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi

laboratorium (Harmita, 2004).

3. Linieritas dan rentang

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)

untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan

konsentrasi (jumlah) analit dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level

terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan

presisi, linieritas, dan akurasi yang bisa diterima (Harmita, 2004). Persyaratan

data linearitas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99

atau r2 ≥ 0,997 (Pelczar, Roger, and Chan, 1977).

4. Spesifisitas

Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur

zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang

mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan

membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau membawa placebo dengan hasil

analisis sampel tanpa penambahan bahan –bahan tadi. Penyimpangan hasil

merupakan selisih dari hasil uji keduanya (Harmita, 2004).

5. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ)

LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi

dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOQ

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
28

criteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui

garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai

b pada persamaan garis linier Y = A + BX, sedangkan simpangan baku blangko

sama dengan simpangan baku residual (Sy/x), sehingga LOD dan LOQ dapat

dihitung menggunakan rumus : LOD = dan LOQ =

(Harmita, 2004).

J. Keterangan Empiris

RK mempunyai kandungan kimia utama yaitu kurkuminoid dan MA

(Rukmana, 2004). Kurkuminoid larut dalam alkohol dan asam asetat glasial, tetapi

tidak dapat larut dalam air dan eter (Windholz, 1981; Tarujaya, 1992).

Maserasi merupakan metode penyarian dengan cara menggojog simplisia

dan pelarutnya lalu merendamnya selama beberapa waktu (Voigt, 1971),

sedangkan dengan alat Soxhlet dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari

secara kontinyu sehingga pelarut menjadi selalu baru ketika melalui kantong

ekstrak serbuk simplisia (Voigt, 1971).

Dengan alat Soxhlet lebih unggul daripada maserasi. Dalam hal ini

keunggulan yang dapat diperoleh dari MES adalah jumlah pelarut yang jauh lebih

sedikit (Lenny, 2006; Voigt, 1971) dibandingkan dengan jumlah pelarut untuk

maserasi. MEM dengan jumlah pelarut lebih boros mengalami kejenuhan,

sehingga dilakukan penggantian pelarut sebanyak 3 kali, inipun tidak berarti

seluruh komponen kurkuminoid dapat terekstraksi dengan baik (Anonim, 1986)

selain itu kadar kurkuminoid yang diperoleh dengan MES lebih banyak
29

dibandingkan MEM hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan dengan alat

Soxhlet menggunakan pemanasan dan menggunakan pelarut etanol sehingga

kurkuminoid terlarut sempurna (Jacobs, 1944; Lenny, 2006).

Kurkumin murni sulit diperoleh karena sering tercampur dengan

turunannya yaitu bisdemetoksikurkumin dan demetoksikurkumin (Donatus, 1994)

sehingga untuk analisa kuantitatif ditetapkan kadar kurkuminoid dengan

menggunakan spektrofotometri visible (Anonim, 1977; Anonim, 1993). Kurkumin

merupakan komponen terbesar dari kurkuminoid sehingga sering kadar total

kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin (Sumiati et al., 2004).

MA kunyit memiliki berat jenis 0,941, rotasi optik pada suhu 20°C

adalah -190.18, indeks bias pada suhu 20°C adalah 1.5025. Warna MA kuning

dan mempunyai bau yang khas dan rasa pedas (Guenther, 1952). MA ditetapkan

kadarnya dalam % v/b menggunakan destilasi Stahl (Anonim, 2004).

Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat

mengetahui perbedaan kandungan kurkuminoid dan MA dalam ekstrak kunyit

dengan variasi metode, yaitu ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan model rancangan quasi eksperimental yaitu

membandingkan kadar kurkuminoid dan MA dalam ekstrak RK dengan variasi

metode secara maserasi dan dengan alat Soxhlet sebagai perlakuan. Penelitian ini

dilakukan di laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Analisis Instrumental

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Tahapan penelitian

a. Identifikasi RK secara organoleptik, makroskopik, dan mikroskopik

b. Pembuatan Simplisia

c. Pembuatan ekstrak RK

1) Ekstraksi dengan metode maserasi

2) Ekstraksi dengan metode dengan alat Soxhlet

d. Pengentalan ekstrak RK

e. Penetapan kadar MA dalam ekstrak RK

f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak RK

30
31

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas

Metode ekstraksi RK, yaitu maserasi dan dengan alat Soxhlet.

b. Variabel tergantung

Kadar kurkuminoid dan MA yang diperoleh dari pengekstrakkan

kunyit secara maserasi dan dengan alat Soxhlet.

c. Variabel pengacau tidak terkendali

Umur RK.

d. Variabel pengacau terkendali

Sumber pembelian RK. Dalam hal ini sumber pembelian RK

merupakan variabel pengacau namun dapat dikendalikan karena pembelian RK

dilakukan hanya pada satu pedagang di pasar Bringhardjo, sehingga diharapkan

bila tanaman kunyit berasal dari satu daerah memiliki kandungan kurkuminoid

dan MA yang sama. Bila berbeda daerah asal, maka dapat mempengaruhi kadar

kurkuminoid dan MA hal ini dikarenakan adanya perbedaan iklim, suhu tanah,

kandungan tanah, keasaman tanah, jenis tanah, umur tanaman, dan faktor lainnya

yang dapat mempengaruhi kadar zat aktif tanaman kunyit (Mariastuty, 2002).

2. Definisi operasional

a. Maserasi

Merupakan metode ekstraksi penggojogan sekaligus perendaman

serbuk RK dengan pelarut etanol 95% sebanyak 1000 ml selama 3 x 24 jam dan
32

setiap 24 jam sekali diganti dengan pelarut etanol 95% sebanyak 1000 ml yang

masih baru.

b. Dengan alat Soxhlet

Merupakan metode ekstraksi berkesinambungan karena pelarut selalu

baru membasahi sampel. Ekstraksi dihentikan apabila warna pelarut dalam tabung

sifon telah bening secara visual.

c. Ekstrak kunyit maserasi

Merupakan hasil penyarian serbuk simplisia RK secara maserasi yang

telah dikentalkan dengan alat VRE sampai volum ekstrak cairnya seperlima dari

volum ekstrak cair semula yang dimasukkan.

d. Ekstrak kunyit dengan alat Soxhlet

Merupakan hasil penyarian serbuk simplisia RK dengan alat Soxhlet

yang telah dikentalkan dengan alat VRE sampai volum ekstrak cairnya setengah

dari volum ekstrak cair semula yang dimasukkan.

e. Penetapan minyak atsiri

Merupakan volume MA yang diperoleh dari masing–masing metode

ekstraksi yakni maserasi dan dengan alat Soxhlet yang dihasilkan dari setiap bobot

penimbangan ekstrak dengan menggunakan destilasi Stahl dan dihitung kadarnya

sebagai % v/b.

f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit

Merupakan jumlah total kurkuminoid yang terukur oleh

spektrofotometer visible yang telah tervalidasi dengan menggunakan kurkumin

baku pada panjang gelombang maksimum 420 nm.


33

g. Pengaruh variasi metode ekstraksi

Merupakan perbedaan secara signifikan kadar kurkuminoid dan MA

antara hasil MEM dan hasil MES setelah dilakukan uji T.

C. Bahan atau Materi Penelitian

1. Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak kental RK yang diperoleh dari

hasil ekstraksi RK dengan larutan penyari etanol.

2. Bahan lain yang digunakan antara lain yaitu Aquadest, aseton p.a. (Merck),

asam borat p.a.(Merck), asam oksalat p.a., etanol teknis 95% (Merck), dan

baku kurkumin yang diperoleh dari PPOT, UGM Yogyakarta.

D. Alat atau Materi Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan,

timbangan analitik, oven, labu berskala, VRE, spektrofotometer UV – Vis SP

3000, pompa vacuum, timbangan, alat-alat gelas, labu alas bulat 1 L, alat Soxhlet,

seperangkat maserator, Corong Buchner, dan kertas saring Whatman No. 4.

E. Jalannya Penelitian

Secara garis besar jalannya penelitian yang dilakukan hingga diperoleh

data berupa kadar kurkuminoid yang dihitung sebagai persen kurkumin dan kadar

minyak astsiri dari ekstrak RK dengan variasi MEM dan dengan alat Soxhlet,

dapat dijelaskan sebagai berikut.


34

1. Identifikasi rimpang kunyit (Anonim, 1977)

Identifikasi dilakukan secara organoleptik, makroskopik, mikroskopik

dengan cara sebagai berikut :

a. Organoleptik : pengawatan warna, bau, dan rasa RK.

b. Makroskopik : pengamatan morfologi RK.

c. Mikroskopik : RK kering direndam dalam air panas sekitar 30 menit, lalu

dibuat irisan melintang dan diamati.

2. Pembuatan simplisia (Anonim, 1985):

a. Pengumpulan bahan

RK yang digunakan sebagai bahan utama dibeli dari Pasar Bringharjo,

Yogyakarta sebanyak 10 kg dari satu orang pedagang. RK yang digunakan

sebagai bahan utama karena merupakan bagian tanaman yang paling banyak

digunakan dan di dalamnya banyak mengandung MA dan kurkumin (Nurfina,

1998; Oomah, 2000; Rukmana, 1994).

1) Sortasi basah

RK yang telah dibeli sebanyak 10 kg kemudian dipisahkan dari tanah

atau pengotor lainnya yang ikut terbawa.

2) Pencucian

Setelah sortasi basah, dilakukan pencucian dengan menggunakan air

bersih untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada RK.

Rimpang yang telah dicuci bersih lalu diangin-anginkan agar kering.


35

3) Perajangan

RK yang telah kering, dirajang dengan pisau stainless steel sehingga diperoleh

irisan tipis dengan ukuran kira-kira 0,5 cm agar rimpang cepat mengering bila

djemur.

4) Pengeringan

Irisan tipis RK tersebut lalu dijemur di bawah sinar matahari dengan

ditutupi kain hitam agar tidak merusak kandungan dalam RK yang bersifat

fotodegradasi, misalnya kurkuminoid. Irisan tipis dijemur dan tidak lupa untuk

dibolak-balik agar pengeringan merata. Pengeringan dihentikan bila irisan RK

kering, yaitu dengan ditandainya irisan RK tersebut mudah dipatahkan. Biasanya

lama pengeringan ini berlangsung 1 hari.

5) Sortasi kering

Irisan RK yang telah kering tersebut dipisahkan dari benda-benda asing

seperti bagian-bagian tanaman asing lainnya yang tidak diinginkan yang masih

tertinggal.

6) Pembuatan serbuk simplisia

Simplisia kunyit yang telah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk dan

diayak dengan ayakan 8/14 sehingga didapatkan serbuk yang homogen. Serbuk

kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang kedap udara (Anonim, 1985;

Bermawie, 2005).
36

b. Pembuatan ekstrak rimpang kunyit

1) Metode maserasi

Ditimbang 100 g serbuk kering kunyit dan dimasukkan ke dalam

maserator ditambah 1,0 L etanol 95 %. Ekstraksi dilakukan selama tiga hari,

setiap 24 jam sekali pelarut diganti dengan pelarut yang baru, prosedur per

harinya adalah bahan dalam alat gelas (Erlenmeyer) digojog dengan alat maserasi

yang telah diatur untuk menggojog selama 6 jam, kemudian alat dengan otomatis

berhenti, kemudian bahan didiamkan sampai mencapai waktu 24 jam. Setelah itu

hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam wadah dengan cara disaring dengan kain

katun agar serbuk tidak ikut masuk ke dalam wadah tertentu. Setelah tiga kali

penggantian pelarut, hasil ekstraksi yang telah ditampung dalam wadah tertentu

yang berwujud ekstrak cair kemudian dikentalkan dengan VRE untuk

mendapatkan ekstrak kental (EK) kunyit. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali.

2) Metode dengan alat Soxhlet

Ditimbang 100 g serbuk kering kunyit dan dimasukkan ke dalam sifon

kemudian ditambahkan dengan 2 kali sirkulasi etanol 95 % (total pelarut ±544,6

ml per replikasi). Ekstraksi dilakukan sampai semua kandungan kimia simplisia

terekstraksi ditandai dengan jernihnya larutan penyari di dalam tabung sifon,

biasanya larutan penyari dalam tabung sifon menjadi jernih bila telah mengalami

20 – 25 sirkulasi. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali sesuai dengan persyaratan

statistik.
37

c. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit

Ekstrak cair yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode maserasi

dan dengan alat Soxhlet dikentalkan dengan menggunakan VRE pada suhu 500C

dan tekanan 72 mbar, kemudian hasil berupa ekstrak cair, dikentalkan

menggunakan oven pada suhu 400C.

d. Penetapan kadar minyak atsiri

Ditimbang 2,0 g ekstrak kental rimpang kunyit dan dimasukkan ke dalam

labu alas bulat, kemudian ditambahkan aquadest 200 ml. Labu dipanaskan dengan

penangas, sehingga penyulingan pun berlangsung selama 6 jam. Setelah selesai,

dibiarkan selama tidak kurang dari 15 menit, volume MA pada labu berskala

dicatat. Kadar MA dihitung dalam % v/b.

e. Penetapan kadar kurkuminoid yang dihitung dalam persen kurkumin

1) Pembuatan larutan stok

Kurang lebih 20,0 mg kurkumin baku yang ditimbang seksama

dilarutkan dalam aseton dengan menggunakan labu ukur 100,0 ml.

2) Pembuatan larutan intermediet

Larutan stok dengan kadar 20 mg % diambil sebanyak 25 ml dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, kemudian diencerkan dengan aseton

hingga tanda sehingga diperoleh larutan intermediet kurkumin dengan kadar 5 mg

%.

3) Penetapan panjang gelombang maksimum (λ maks)

Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,4 ml; 2,0ml

dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian diencerkan dengan aseton
38

sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%, 0,2856 mg %,

dan 0,4080 mg % ini kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 400

nm sampai 700 nm.

4) Validasi metode

Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,4 ml; 2,0ml

dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam labu 25 ml, kemudian diencerkan

dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%,

0,2856 mg %, dan 0,4080 mg % ini kemudian dibaca serapannya pada panjang

gelombang maksimum, kemudian dihitung kadarnya menggunakan persamaan

kurva baku.

(a) Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Larutan

kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg%, 0,2856 mg %, dan 0,4080 mg %

masing – masing konsentrasi dibuat menjadi tiga replikasi. Diukur absorbansinya

dan dihitung kadar kurkuminnya. Masing -masing konsentrasi per replikasi

dihitung persen perolehan kembalinya. Untuk konsentrasi 0,1632 mg% replikasi I,

II, dan III dihitung rata –rata persen recoverynya. Demikian pula untuk 2

konsentrasi lainnya. Setelah semua replikasi per konsentrasi dihitung rata –

ratanya, hitung persen recovery rata –rata untuk tiga konsentrasi. Dari perhitungan

persen recovery rata –rata ini dapat diketahui apakah angka yang didapatkan
39

masuk rentang persen recovery yang dipersyaratkan atau tidak. Bila masuk

persyaratan, maka akurasi metode ini baik.

(b) Presisi

Presisi biasanya dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV) atau

coefficient variation (CV). Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil

yang diperoleh. Prosedurnya hampir sama dengan akurasi, yaitu tiga konsentrasi

dengan tiga replikasi, namun dalam presisi yang dihitung adalah Simpangan

Deviasi (SD) masing–masing replikasi dan konsentrasi dibagi dengan harga rata –

rata replikasi per konsentrasi dikalikan dengan 100%. Setelah didapatkan CV

masing –masing konsentrasi, dihitung CV rata-rata untuk seluruh konsentrasi. CV

rata –rata seluruh konsentrasi kemudian dibandingkan dengan persyaratan presisi

yang baik untuk suatu metode. Bila angka presisi masuk dalam persyaratan maka

presisi metode tersebut baik.

(c) Linieritas dan rentang

Linieritas dan rentang didapatkan dari hasil perhitungan regresi linier

antara absorbansi dengan konsentrasi. Dalam hal ini, dihitung 5 konsentrasi yang

telah diukur absorbansinya untuk 1 kali replikasi. Dibuat 5 konsentrasi dengan 3

replikasi. Kemudian masing –masing replikasi dihitung secara regresi linier dan

didapatkan r. Bila nilai suatu r semakin mendekati 1, maka linieritas dan rentang

metode semakin tinggi.

(d) Spesifisitas

Dalam penelitian ini spesifik yang diukur adalah kurkumin karena

kurkumin merupakan pigmen yang tampak warnanya oleh mata sehingga


40

menggunakan spektrofotometri visible karena panjang gelombangnya berada pada

sinar tampak yaitu antara 400 – 700 nm (Skoog, 1985).

(e) LOD dan LOQ

LOD dan LOQ dihitung secara statistik melalui garis regresi linier, dari

kurva kalibrasi.menggunakan rumus: LOD = 3 Syb/x dan LOQ = 10 Syb/x.

Dihitung menggunakan 5 konsentrasi dan masing –masing absorbansinya dengan

perhitungan regresi linier. Kemudian didapatkan persamaan Y = BX + A, dari

absorbansi larutan baku didapatkan absorbansi (Y’), maka Y yang merupakan

absorbansi seharusnya pada konsentrasi baku yang tepat 0,1632 mg% dikurangi

dengan Y’. Hasil pengurangan Y-Y’ kemudian dipangkatkan. Dilakukan untuk 4

konsentrasi lainnya. Kemudian (Y-Y’)2 dari berbagai konsentrasi ditotal dan

dilakukan perhitungan Sb (y/x) yang memiliki rumus :

Sb ( y/x) =

dihitung LOD dengan rumus 3Sb(y/x) dan LOQ dengan rumus 10 Sb(y/x).

5) Pembuatan kurva baku

Larutan intermediet dengan kadar 5 mg % diambil 0,8 ml; 1,0 ml; 1,4 ml;

1,6 ml; 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian diencerkan

dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan konsentrasi 0,1632 mg %;

0,2040 mg %; 0,2856 mg %; 0,3264 mg% dan 0,4080 mg%, dibaca serapannya

pada panjang gelombang maksimum lalu gambar kurva hubungan antara

konsentrasi larutan dengan serapan.


41

6) Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel

Kadar kurkuminoid ditetapkan dengan spektrofotometri sinar tampak

pada panjang gelombang maksimum. Ekstrak yang mengandung 50,0 mg

kurkuminoid dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan

aseton. Ekstrak yang telah larut aseton dituang ke dalam labu ukur 50,0 ml

melalui kertas saring, diteruskan dengan penambahan aseton hingga tanda batas.

Diambil 2,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml ditambah aseton hingga

tanda. Diambil 1,0 ml dimasukkan dalam labu ukur 25,0 ml dan ditambahkan

aseton hingga tanda. Kemudian dibaca serapannya. Hitung kadar dalam % b/b

dengan perbandingan kurva baku. Dilakukan replikasi sebanyak lima kali.

f. Analisa data

Statistik yang digunakan untuk membandingkan kurkuminoid dengan

metode maserasi dan metode dengan alat Soxhlet adalah metode analisis two

sample t-test dengan taraf kepercayaan 95%. Analisis two sample T-test

merupakan suatu analisis untuk menguji perbedaan dari data dependent (sampel

tergantung). Rumus dasar two sample T-test adalah sebagai berikut :

Dimana :

t = t-test

x 1 = rata-rata kadar kurkuminoid dengan metode ektraksi maserasi

x 2 = rata-rata kadar kurkuminoid dengan metode ektraksi dengan alat Soxhlet


42

s2 p VariansiKadarKurku min oidMetodeMaserasi


=
n1 JumlahSampelMetodeMaserasi

s2 p VariansiKadarKurku min oidMetodeSokletasi


=
n2 JumlahSampelMetodeSokletasi

(De Muth, 1999)

Kriteria uji :

Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, dengan kesimpulan ada

perbedaan yang bermakna antar pasangan kelompok percobaan. Jika t hitung <

t tabel, maka Ho diterima, dengan kesimpulan tidak ada perbedaan yang

bermakna antar pasangan kelompok percobaan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Rimpang Kunyit

Identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi suatu bagian tanaman,

dalam hal ini RK. Apakah RK tersebut setelah diidentifikasi benar- benar

merupakan bagian dari tanaman kunyit. Untuk mengidentifikasinya dilakukan

perbandingan dengan literatur. Literatur yang dipakai adalah Materia Medika

Indonesia (MMI), 1977. Identifikasi dapat dilakukan dengan uji organoleptik,

makroskopis, dan mikroskopis.

1. Organoleptik

Tabel I. Data perbandingan organoleptik RK dan MMI


Pengamatan
Kunyit Sampel MMI
Organoleptik
Bau Khas aromatis Khas aromatik
Agak pahit, agak pedas,
Agak pahit, pedas, lidah
Rasa lama kelamaan
terasa tebal
menimbulkan rasa tebal
Kuning jingga- coklat Kuning jingga – coklat
Warna
kemerahan kemerahan
Hampir bulat, bulat
Bentuk Bulat pipih, bulat panjang
panjang

Dari tabel I didapatkan perbandingan antara MMI dengan sampel secara

organoleptik. Dengan melihat tabel tersebut dapat dipastikan rimpang yang

diidentifikasi merupakan rimpang tanaman kunyit karena bau, rasa, warna, dan

42
43

bentuk rimpang tersebut sudah sesuai dengan karakteristik standar RK secara

organoleptis pada MMI.

2. Makroskopis

Tabel II. Data perbandingan makroskopik RK dan MMI

Jenis Bentuk Warna


Kepingan bulat, ringan, keras
Kunyit tapi rapuh, Jingga kecokelatan
Sampel Diameter= 1,5-3 cm, tebal=
1-3 mm
Kepingan hampir bundar
sampai bulat panjang, ringan, Kuning jingga, kuning jingga
MMI rapuh, kemerahan sampai kuning jingga
Diameter= 0,5 - 3 cm, kecoklatan
tebal= 1- 5 mm

Dari tabel II tersebut dapat dipastikan bahwa rimpang yang diidentifikasi

secara makroskopik merupakan RK karena ciri- ciri makroskopisnya, ditinjau dari

bentuk rimpang sampel telah memenuhi kriteria pada RK pada MMI, yaitu bentuk

kepingan bulat, pada MMI disebutkan kepingan hampir bundar sampai bulat

panjang, dan diameter rimpang sampel 1, 5 – 3 cm dengan tebal 1 -3 mm, telah

memenuhi syarat diameter RK pada MMI, yaitu diameter 0,5 – 3 cm, dan tebal 1-

5 mm. Warna rimpang sampel telah sama dengan kriteria warna RK pada MMI.

Gambar II berikut merupakan gambar RK sampel yang dibandingkan dengan

MMI.

Gambar 2. Penampang rimpang kunyit dan irisannya


44

3. Mikroskopis

Gambar 3. Penampang melintang sampel rimpang kunyit

Gambar 4. Penampang melintang rimpang kunyit MMI

Gambar 3 merupakan gambar mikroskopik penampang melintang sampel

RK. Terlihat bahwa epidermis terdiri dari satu lapis sel hal ini telah sesuai dengan

Materia Medika Indonesia pada Gambar 4, yaitu, epidermis; satu lapis sel. Butir

pati yang terlihat berbentuk bulat telur sesuai dengan MMI, yaitu butir pati bentuk

lonjong atau bulat telur. Sel sekresi dikelilingi oleh parenkim korteks. Berkas
45

pembuluh atau berkas pengangkut sama – sama tersebar tidak beraturan pada

parenkim korteks. Hal ini menunjukkan bahwa rimpang yang diidentifikasi secara

mikroskopis dalam penelitian ini adalah benar- benar rimpang kunyit.

B. Pembuatan Simplisia

1. Pengumpulan rimpang kunyit

RK (10 kg) yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang utuh dan

masih segar yang dibeli dari Pasar Bringhardjo karena Pasar Bringhardjo

termasuk pasar besar yang banyak dikunjungi oleh konsumen. Pembelian

dilakukan hanya kepada satu pedagang saja untuk menyamakan perlakuan.

Pembelian rimpang dilakukan pada musim kemarau (18 Mei 2009) karena pada

musim kemarau kandungan kunyitnya maksimum (Anonim, 2006), diharapkan

kunyit yang telah dibeli pemanenannya dilakukan pada musim kemarau.

Musim kemarau Indonesia terjadi pada bulan April sampai Oktober

(Anonim, 2008) sehingga dapat dipastikan kandungan kunyit yang dipakai pada

penelitian ini memiliki kandungan yang maksimum. Rimpang yang diperoleh

masih banyak terdapat bahan pengotor seperti tanah yang menempel pada

rimpang, kerikil, dan pasir yang menempel pada tanah yang menempel pada

rimpang, oleh karena itu dilakukan sortasi basah terlebih dahulu agar kotoran

yang menempel pada RK dapat dikurangi.

2. Sortasi basah

RK yang telah dikumpulkan selanjutnya dipisahkan dari kotoran–

kotoran yang melekat atau bahan – bahan asing yang dimaksud antara lain tanah,
46

kerikil, pasir, dan sebagainya sebagai langkah awal pengurangan jumlah mikroba.

Mikroba dapat mempercepat pembusukan RK apabila tidak segera dibersihkan.

3. Pencucian rimpang kunyit

Pencucian RK dilakukan setelah sortasi basah dengan air bersih agar

dapat membersihkan RK hasil sortasi basah dengan baik. Air bersih kemudian

ditampung dalam ember, RK hasil sortasi basah dimasukkan ke dalamnya. Sikat

digunakan untuk mempercepat proses pembersihan kunyit.

Setelah semua RK dibersihkan, air yang telah keruh diganti dengan air

bersih, hal ini dilakukan agar didapatkan RK yang bersih. Penggantian air bisa

dilakukan beberapa kali sampai akhirnya air pencucian RK tidak keruh setelah

membilas RK.

RK yang telah bersih kemudian dikeringkan dari air pencucinya dengan

cara diangin–anginkan. Hal ini bertujuan agar rimpang mengering karena dengan

diangin -anginkan dapat mempercepat penguapan air. RK yang kering lebih sulit

ditempeli oleh partikel –partikel asing bila dibandingkan dengan RK yang masih

basah sehingga RK yang kering lebih awet atau lebih sulit membusuk karena

bukan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba.

4. Perajangan rimpang kunyit

Rimpang yang telah bersih dan kering tersebut kemudian memasuki

tahapan perajangan. Perajangan RK bertujuan untuk mempermudah proses

pengeringan simplisia. RK dirajang 3 – 5 mm, apabila irisan semakin tipis maka

akan semakin cepat penguapan airnya, sehingga waktu pengeringan semakin

cepat.
47

5. Pengeringan rimpang kunyit

RK yang telah dirajang kemudian dikeringkan. Pengeringan bertujuan

mendapatkan simplisia agar tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam

wadah yang lebih lama. Penurunan mutu atau perusakan simplisia dapat dihambat

dengan pengurangan kadar air dan penghentian reaksi enzimatik. Kandungan air

dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang

dan jasad renik lainnya.

Pengeringan dalam penelitian ini adalah pengeringan secara tidak

langsung di bawah sinar matahari dengan cara ditutupi dengan kain hitam.

Penutupan dengan kain hitam dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

perubahan–perubahan atau dekomposisi kandungan kimia dalam tumbuhan itu

sendiri dan untuk mencegah terjadinya penguapan MA yang berlebihan yang

terkandung dalam RK. Kurkumin mudah terdegradasi oleh sinar ultraviolet, untuk

memberikan hasil simplisia dengan warna yang baik, pengeringan ditutup dengan

kain hitam hasilnya lebih baik (Bermawie et al, 2005). RK yang sedang dijemur

tersebut kemudian dibolak–balik secara berkala, hal ini bertujuan agar pemanasan

merata (Anjariyah, 2003). Pengeringan dihentikan apabila berbunyi gemerisik

ketika diremas atau simplisia mudah dipatahkan. Mudah dipatahkannya simplisia

menunjukkan bahwa simplisia tersebut kandungan airnya kurang dari 10%

(Nurfina, 1998). Hasil penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak

berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (Anonim, 1985).
48

6. Sortasi kering

Setelah proses pengeringan selesai, maka akan dilanjutkan dengan sortasi

kering. Tujuan sortasi kering untuk memisahkan benda – benda asing seperti

kerikil atau batu –batu kecil atau juga bagian dari simplisia selain rimpangnya

yang mungkin terikut ke dalam simplisia RK ketika proses pengeringan.

Sortasi kering penting dilakukan agar nantinya yang terekstrak benar-

benar hanya RK sehingga didapatkan kadar kurkuminoid dan MA yang berasal

dari RK, bukan dari bagian lain tanaman kunyit (Nurfina, 1998; Oomah, 2000;

Rukmana, 1994).

7. Pembuatan serbuk

RK yang telah kering kemudian diserbuk dengan grinder. Tujuan

penyerbukan adalah untuk memperkecil ukuran simplisia, sehingga semakin luas

permukaan akan berkontak dengan larutan penyari, sehingga penyarian dapat

dilakukan dengan optimal.

Selanjutnya serbuk diayak dengan ayakan dengan ukuran 8/14, agar

didapatkan serbuk yang homogen (Anonim, 1977). Ukuran ayakan 8/14

digunakan karena hasil ayakan dengan nomor tersebut merupakan ukuran optimal

butir serbuk kunyit untuk diekstraksi. Bila ukuran serbuk terlalu besar maka akan

sulit diekstraksi oleh pelarut karena semakin sempit luas permukaannya yang

bersentuhan dengan pelarut dan bila ukuran serbuk terlalu halus maka tidak

menguntungkan sebab pelarut akan sulit dipisahkan dari ampas serbuk yang

tersisa (Voigt, 1994).


49

Hasil penyerbukan simplisia RK kemudian dimasukkan ke dalam wadah

tertutup rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan mencegah

kehilangan bahan selama penanganan dan penyimpanan (Anonim, 1985;

Bermawie et al, 2005).

C. Cara Maserasi

Maserasi ekstrak RK digunakan serbuk simplisia RK dengan cairan

penyari etanol 95% (Anonim, 2004). Digunakan etanol sebagai pelarut karena

etanol merupakan pelarut yang universal yang dapat menarik hampir sebagian

besar senyawa kimia yang terkandung di dalam herba (Runadi, D., 2007) dalam

hal ini kurkuminoid dan MA dalam kunyit.

Pertimbangan lainnya adalah etanol sebagai penyari karena lebih selektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral, dan panas yang diperlukan

untuk pemekatan relatif lebih sedikit (Anonim, 1986), juga etanol tidak

menyebabkan pembengkakan membran sel dan mampu mengendapkan albumin

dan menghambat kerja enzim (Voigt, 1994). Digunakan konsentrasi 95% karena

etanol 95% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal,

dalam hal ini kurkuminoid dan MA dimana bahan pengganggu hanya skala kecil

yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voigt, 1971).

Pada penyarian sering dilakukan pengadukan tujuannya untuk meratakan

distribusi cairan penyari sehingga konsentrasi akan tetap terjaga karena adanya

derajat perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel

(Anonim, 1986).
50

Dilakukan maserasi dengan alat penggojogan selama 3 x 24 jam

(Anonim, 2004). Dilakukan 5 kali replikasi dengan masing – masing replikasi

sebanyak 100 gram serbuk menggunakan etanol 95% sebanyak 1000 ml untuk 24

jam, karena maserasi membutuhkan waktu 3 x 24 jam, maka total pelarut yang

diperlukan adalah 3000 ml untuk satu kali replikasi. (Anonim, 2004). Penggantian

pelarut dilakukan karena larutan telah menjadi jenuh (Anonim, 1986) ditandai

dengan pekatnya warna cairan ekstrak 24 jam pertama yaitu jingga tua sehingga

dilakukan penggantian pelarut yang baru untuk 24 jam kedua, dan 24 jam ketiga

untuk mengoptimalkan penyarian.

Tiap kali penggantian pelarut dilakukan pemisahan maserat dengan

penyaringan. Hal ini bertujuan agar sisa ampas serbuk RK tidak terikut ke dalam

maserat, sehingga didapatkan maserat yang murni bebas partikel serbuk. Bebas

serbuk karena yang akan kita gunakan pada tahap selanjutnya untuk penetapan

kadar kurkuminoid dan MA adalah ekstraknya bukan serbuknya maka dilakukan

penyaringan.

Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain katun dan hasil

saringan ditampung dalam satu wadah untuk per replikasi. Per replikasi agar

diketahui bobot EKnya setelah dilakukan penguapan dengan VRE. Dari ekstrak

hasil maserasi (EHM) ini diperoleh rata – rata bobotnya untuk 5 replikasi

sebanyak 14,7732 gram. Angka ini didapatkan dari membagi total bobot seluruh

replikasi dengan banyaknya replikasi yang dilakukan. Perhitungan bobot rata –

rata ada pada lampiran.


51

D. Cara Dengan Alat Soxhlet

Cara dengan alat Soxhlet ekstrak RK digunakan serbuk simplisia RK

dengan cairan penyari etanol 95%. 100 gram serbuk RK dimasukkan ke dalam

pembungkus kertas saring kemudian diletakkan ke dalam tabung sifon dan

dialirkan dengan etanol 95% sebanyak dua sirkulasi (Harborne, 1987), cairan

penyari akan tertampung di dalam labu alas bulat. Rata –rata jumlah total cairan

penyari 2 sirkulasi dari 5 replikasi untuk 1 replikasi adalah 544,6 ml.

Metode dengan alat Soxhlet dapat dikatakan lebih hemat dalam hal

jumlah pelarut (Lenny, 2006), hal ini dikarenakan prinsip alat ini yaitu pelarutnya

yang setelah menarik kurkuminoid, menguap karena pemanasan (tanpa ada zat

aktif yang ikut menguap) lalu mengalami kondensasi kemudian menetes kembali

sebagai etanol 95% yang baru dan membasahi kembali kertas saring yang berisi

serbuk RK, begitu seterusnya dan pelarutnya tidak pernah habis (Harborne, 1987;

Voigt, 1995). Suhu yang digunakan adalah 50°C karena dianggap optimal dalam

menguapkan pelarut dan tidak merusak senyawa aktif yang terkandung dalam

simplisia. Proses ekstraksi dihentikan apabila pelarut dalam tabung sifon yang

berisi kertas saring berisi serbuk RK telah bening secara visual, bila telah bening

berarti proses ekstraksi telah menempuh 20 -25 kali sirkulasi (Utami, 2006).

Seperti halnya maserasi, ekstrak hasil dengan alat Soxhlet (EHS)

ditampung dalam suatu wadah yang terpisah. Hal ini dilakukan agar diketahui

masing –masing bobot ekstrak per replikasinya sehingga didapatkan rata–rata EK-

nya yaitu 17,3418 gram. Angka ini didapatkan dari membagi total bobot seluruh
52

replikasi dengan banyaknya replikasi yang dilakukan. Perhitungan bobot rata –

rata ada pada lampiran.

E. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit

Ekstrak cair yang telah didapatkan dari kedua jenis metode ekstraksi

yaitu maserasi dan sokletasi diuapkan agar didapatkan EK dengan menggunakan

VRE. Tujuan ekstrak dikentalkan adalah mempermudah dalam pengukuran dan

penimbangan (Anonim, 2000).

Prinsip kerja dari VRE adalah memindahkan pelarut dari sampel dengan

menggunakan sistem evaporasi. Penggunaan VRE bertujuan untuk mempercepat

proses pengentalan, menurunkan tekanan dan menurunkan titik didih komponen

cairan yang dipindahkan sehingga proses pemindahan komponen cairan dapat

terjadi tanpa suhu yang terlalu tinggi (Voigt, 1994).

Hasil evaporasi setelah ± 1,5 jam masih didapatkan ekstrak yang

berbentuk cair namun volumenya jauh lebih sedikit dari volume ekstrak cair awal.

Masih berupa ekstrak cair agar ekstrak lebih mudah dituang dan tidak lengket

pada labu alas bulat VRE.

Ekstrak cair hasil evaporasi kemudian dikentalkan agar mempermudah

dalam pengukuran dan penimbangan (Anonim, 2000) dengan cara diuapkan

dengan oven yang telah diatur suhunya yakni 40°C. selama ± 72 jam. Suhunya

lebih rendah bila dibandingkan dengan pengentalan menggunakan VRE karena

jumlah volume ekstrak cair hasil VRE jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan

volume ekstrak cair sebelum dikentalkan dengan VRE.


53

EK yang dihasilkan oleh masing –masing metode kemudian ditimbang

masing–masing metodenya. Didapatkan ekstrak kental maserasi (EKM) 14,7732

gram dan ekstrak kental dengan alat Soxhlet (EKS) 17,3418 gram. Beda jumlah

bobot EK antara dua metode ekstraksi tersebut adalah, 2,5686 gram.

EKS lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan EKM dikarenakan

prinsip dari metode ekstraksi dengan alat soxhlet yaitu penyarian

berkesinambungan, pelarut etanol yang mengekstraksi RK tertampung di dalam

alas bulat, kemudian dengan pemanasan menguapkan etanol tanpa ada zat aktif

yang terikut menguap dan kemudian mengalami kondensasi menjadi tetesan yang

membasahi sampel RK yang terbungkus oleh kertas saring, sehingga penyarian

pun menjadi lebih efektif bila dibandingkan dengan maserasi.

F. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar MA dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

MA yang terkandung dalam ekstrak RK. MA merupakan salah satu komponen

utama dari RK yang mempunyai efek farmakologi selain kurkuminoid (Rukmana,

1994).

Kadar MA ini dihitung dalam persen v/b yang dilakukan dengan cara

destilasi air dengan alat Stahl karena merupakan metode isolasi MA yang paling

sederhana, ekonomis dan mudah dalam pengerjaannya (Anonim, 2004).

Dilakukan selama 6 jam karena merupakan waktu yang optimum untuk

mengisolasi MA. Penggunaan destilasi air dengan alat Stahl selama 6 jam

(Anonim, 1995). Kadar MA didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus di


54

bawah ini, yaitu dengan memasukkan volume MA yang dibaca pada buret

berskala pada rangkaian alat destilasi air kemudian dibagi dengan bobot ekstrak

kunyit yang dipakai untuk mengisolasi MA kemudian dikalikan 100%.

VolumeMA(ml )
MA%v / b = x100%
BobotEkstrakKunyit ( gram)

Kadar MA yang didapatkan dari kedua metode ini telah sesuai dengan

standar Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu tidak kurang dari

3,2% (Anonim, 2004).

MA dari ekstrak RK yang dimaserasi lebih besar kadarnya bila

dibandingkan dengan MA dari ekstrak RK yang di-Soxhlet dikarenakan metode

maserasi tidak menggunakan panas ketika proses ekstraksi, sedangkan dengan alat

Soxhlet mengalami pemanasan yang berkesinambungan ketika proses ekstraksi,

jadi MA pada metode dengan alat Soxhlet lebih banyak yang menguap.

Berikut dapat dilihat hasil perhitungan kadar MA, dapat terlihat

perbandingan antara kadar MA MEM dengan kadar MA MES.

Tabel III. Data hasil penetapan kadar MA MEM


Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V
Ekstrak kunyit
2,0957 2,0002 2,0111 2,0612 2,1877
(gram)
Vol. MA (ml) 0,4600 0,3400 0,4200 0,3800 0,4000

Kadar ( v %) 21,9500 16,9983 20,8841 18,4359 18,2840


b

Rata-rata (%) 19,3105


SD 2,0376
CV (%) 10,5500
55

Tabel IV. Data hasil penetapan kadar MA MES


Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V

Ekstrak kunyit
2,0182 2,0398 2,0734 2, 3372 2,0247
(gram)
Volume MA
0,3700 0,3500 0,3200 0,3600 0,3600
(gram)
Kadar ( v %) 20,3297 17,1585 15,4336 15,4030 17,7804
b

Rata-rata (%) 17,2210


SD 2,0298
CV (%) 11,7874

Dengan menggunakan uji statistik t-test maka dapat diketahui apakah ada

pengaruh metode ekstraksi dalam pembuatan ekstrak yang mempengaruhi kadar

MA di dalam ekstrak RK.

Didapatkan t hitung dari hasil perhitungan menggunakan rumus uji statistik

t –test yaitu dengan derajat kepercayaan 95% yaitu 1,3594, dimana t tabel = (n 1 +n 2 )

= -1,859 sampai 1,859, jadi t hitung < t tabel → 1,3594 < 1,859 maka Hnull diterima

yaitu kadar MA dari ekstrak RK dengan MEM dan MES tidak berbeda.

Dari hasil perhitungan statistik dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh

metode ekstraksi dalam pembuatan ekstrak yang mempengaruhi kadar MA di

dalam ekstrak RK.

G. Penetapan Kadar Kurkuminoid dengan Spektrofotometri Visible

Kurkumin baku yang digunakan pada penelitian ini merupakan kurkumin

hasil sintesis, bukan hasil isolasi dari RK. Kurkuminoid total yang ditetapkan

kadarnya dihitung sebagai persen kurkumin (Sumiati et al, 2004).


56

1. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ max )

Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui

panjang gelombang dari suatu larutan yang mempunyai absorbansi (serapan)

maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan

menggunakan tiga konsentrasi larutan 0,1632 mg %, 0,2856 mg %, dan 0,4080

mg %. Dipakai tiga konsentrasi karena tiga konsentrasi ini dianggap dapat

mewakili seluruh konsentrasi yang ada dalam penentuan panjang gelombang

maksimum. Scanning panjang gelombang dilakukan dari 400 nm – 700 nm karena

larutan yang dianalisis berwarna kuning kejingga-jinggaan.

Berdasarkan optimasi yang dilakukan diperoleh panjang gelombang

maksimum sebesar 420 nm. Panjang gelombang teoritis kurkuminoid adalah 420

nm (Tonnesen et al, 1983; Anonim, 1993). Berarti hal ini telah sesuai dengan

panjang gelombang teoritisnya. Kuning kejingga-jinggaan rentang panjang

gelombangnya ada pada 400 nm – 435 nm (Day, A. JR. dan Lunderwood A.,

1958).

2. Validasi metode

Metode penetapan kadar yang baik harus memenuhi berbagai kriteria, di

antaranya akurasi, presisi, linieritas dan rentang, spesifisitas, LOD dan LOQ

(Harmita, 2004). Validasi metode digunakan untuk mengetahui apakah metode

yang digunakan telah memenuhi syarat dan dapat memberikan hasil yang valid

dalam penetapan kadar suatu zat dalam sampel. Berikut adalah hasil dari

pengujian metode analisis.


57

a. Akurasi

Akurasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa dekat antara hasil yang

diukur menggunakan suatu metode analisis dengan hasil yang sebenarnya.

Semakin sedikit selisih antara keduanya maka akurasi metode analisis semakin

baik. Akurasi metode analisis dinyatakan dalam recovery. Akurasi yang baik

dengan kadar 10-4 - 10-5 % dinyatakan dalam recovery antara 80 - 110% (Harmita,

2004). 10-1 mg% artinya sama dengan 10-4 % b/v. Dari hasil percobaan yang telah

dilakukan didapatkan pengukuran akurasi:

Tabel V. Hasil rata –rata recovery tiga konsentrasi kurkumin


penentuan akurasi
Kadar teoritis Kadar I Kadar II Kadar III Recovery

(mg %) (mg %) (mg %) (mg %) (% b/v)

0,1516 0,1528 0,1764 98,2026


0,1632
0,2634 0,2480 0,2636 90,4528
0,2856
0,3758 0,3728 0,3852 92,6307
0,4080
Rata-rata recovery 93,7620

Rentang recovery yang diperoleh adalah 90,4528% – 98,2026%. Hasil ini

masuk dalam range 80 – 110% sehingga dapat dikatakan bahwa metode analisis

dalam penetapan kadar kurkumin memenuhi persyaratan akurasi.

b. Presisi

Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil yang diperoleh.

Presisi suatu metode analisis untuk recovery 80 – 110% dikatakan baik jika nilai

presisi < 5,8% untuk keterulangannya (Harmita, 2004). Dipakai presisi karena
58

sampel diukur oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval

waktu yang pendek. Semakin kecil KV yang diperoleh maka semakin baik presisi

metode yang digunakan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh KV :

Tabel VI. Hasil rata –rata tiga konsentrasi kurkumin penentuan KV


C (mg %) KV (%)

0,1632 8,7259

0,2856 3,4643

0,4080 1,7118

Rata – rata KV 4,6340

Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi

yang baik meskipun ada satu replikasi yang melebihi syarat KV yaitu pada

konsentrasi 1, Namun secara keseluruhan sudah memiliki presisi yang baik untuk

menetapkan kadar kurkumin dengan metode spektrofotometri visible. Hal ini

dapat dilihat dari rata –rata KVnya yaitu 4,6340% berada di bawah 5,8%.

c. Linearitas

Linearitas menyatakan hubungan korelasi antara kadar dan absorbansi.

Linearitas dinyatakan dari nilai r yang diperoleh dari kurva baku. Semakin baik

nilai r maka linearitas semakin baik, dimana dengan adanya peningkatan kadar

maka akan terjadi peningkatan absorbansi yang proporsional pula. Metode

dikatakan memiliki linearitas yang baik jika r>0,99 atau r2 ≥ 0,997 (Harmita,

2004). Dari hasil yang diperoleh nilai r = 0,9997, jadi metode yang dipakai

memiliki linearitas yang tinggi.


59

d. Spesifisitas

Spesifisitas menunjukkan kemampuan suatu metode untuk mengukur

senyawa tertentu saja secara akurat dan presisi dalam sampel yang terdiri dari

banyak senyawa lain.

Apabila diperoleh hasil yang lebih kurang sama serta memiliki akurasi

dan presisi yang baik maka metode yang digunakan tersebut dapat dikatakan telah

memenuhi syarat, presisi dari metode tersebut baik. Hal ini bisa membuktikan

bahwa metode penetapan kadar kurkumin memiliki spesifisitas yang tinggi, hal ini

dikarenakan metode spektrofotometri visible ini spesifik dalam mengukur kadar

senyawa yang berwarna, yang memiliki panjang gelombang sinar tampak yaitu

antara 400 - 800 nm (Skoog, 1985).

e. LOD dan LOQ

LOD menunjukkan batas kadar terkecil yang mampu dideteksi oleh

metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, LOD yang

diperoleh adalah sebesar 4, 3777 x 10-3 mg %. Kadar kurkumin agar masih dapat

terdeteksi oleh metode harus minimal ≥ 4, 3777 x 10-3 mg %.

LOQ menyatakan batas kadar terkecil yang mampu dikuantifikasi oleh

metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan nilai LOQ yang
-2
diperoleh 1, 4592 x 10 mg %. Maka kadar kurkumin agar masih mampu

dikuantifikasi oleh metode minimal ≥ 1, 4592 x 10 -3 mg %.

Metode ini valid karena dengan LOD 4, 3777 x 10-2 mg %. masih dapat
-2
dideteksi oleh metode analisis dan dengan LOQ 1, 4592 x 10 mg % masih

mampu dikuantifikasi oleh metode analisis. Sedangkan konsentrasi kurkumin


60

pada kurkumin baku yang paling rendah adalah 0,1516 mg %. Angka ini jauh

lebih besar dari angka LOD dan LOQ yang telah didapat, maka pastilah metode

ini dapat mengkuantifikasi kurkumin baku dengan baik.

3. Pembuatan kurva baku

Seri konsentrasi kurva baku yang digunakan adalah 0,1632 mg %; 0,2040

mg %; 0,2856 mg %, 0,3264 mg % dan 0,4080 mg % karena pada konsentrasi

tersebut nilai absorbansi didapatkan nilai absorbansi yang berkisar antara 0,2 -0,8.

Pada rentang nilai tersebut memberikan linearitas yang tinggi sehingga dengan

adanya penambahan kadar maka akan diikuti oleh kenaikan nilai absorbansi yang

sebanding.

Dari seri konsentrasi baku diperoleh persamaan kurva baku yang dapat

digunakan untuk menghitung kadar kurkumin dalam sampel ekstrak RK. Berikut

adalah hasil yang diperoleh untuk penetapan kurva baku:

Tabel VII. Data penentuan persamaan kurva baku


Replikasi I Replikasi II Replikasi III

C (mg %) Absorbansi C(mg %) Absorbansi C (mg %) Absorbansi


0,1632 0,3360 0,1632 0,3220 0,1632 0,2870
0,2040 0,4000 0,2040 0,4010 0,2040 0,3430
0,2856 0,5420 0,2856 0,5350 0,2856 0,5380
0,3264 0,6080 0,3264 0,6010 0,3264 0,6000
0,4080 0,7320 0,4080 0,7400 0,4080 0,7330
A = 0,0704 A = 0,0507 A = -0,0224
B =1,6336 B = 1,6907 B =1,8836
R = 0,9996 R = 0,9997 R = 0,9960

Persamaan kurva baku Y = BX + A:

I. Y = 1,6336X + 0,0704; II. Y = 1,6907X + 0,0507;

III. Y = 1,8836X – 0,0224


61

Persamaan kurva baku dipilih r yang paling mendekati 1 yaitu persamaan

kurva baku replikasi II dengan persamaan Y = 1,6907X + 0,0507dengan nilai r =

0,9997.

Dipilih r yang paling mendekati 1 karena semakin dekat dengan angka 1

maka linieritasnya akan semakin tinggi, garis yang terbentuk akan semakin linier.

Penambahan konsentrasi akan sebanding dengan penambahan absorbansi

sehingga data yang didapatkan lebih valid bila dibandingkan dengan r yang

kurang mendekati angka 1. Berikut gambar kurva bakunya, tampak garisnya

semakin linier. Penambahan nilai absorbansi berbanding lurus sesuai dengan

penambahan konsentrasinya.

KURVA BAKU

0,8
0,7
0,6
ABSORBANSI

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
KONSENTRASI (mg%)

Gambar 5. Grafik kurva baku kurkumin

4. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel

Kadar kurkuminoid total dalam sampel EK RK ditetapkan sebagai persen

kurkumin (Sumiati et al, 2004) yang diukur dengan menggunakan


62

spektrofotometer visible pada panjang gelombang optimalnya 420 nm (Tonnesen

et al, 1983; Anonim, 1993).

Digunakan spektrofotometer visible karena alat ini mampu untuk

mendeteksi senyawa yang berwarna, yang berada pada panjang gelombang sinar

tampak yaitu 400 – 800 nm (Skoog, 1985). Kurkuminoid merupakan senyawa

berwarna kuning yang ada pada panjang gelombang 420 nm, sehingga alat ini

mampu untuk mendeteksinya. Spektrofotometer visible setelah dilakukan validasi

metode menunjukkan bahwa penggunaan metode ini dapat menghasilkan data

yang valid. Berikut merupakan gugus kromofor yang bertanggungjawab

memberikan warna kuning sehingga dapat menyerap di panjang gelombang sinar

tampak, dan juga gugus auksokrom yang bertanggungjawab untuk memindahkan

elektron sehingga panjang gelombang bergeser dan menjadi lebih panjang

sehingga warnanya pun tampak dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer

visible. Gugus kromofor dan auksokrom tersebut yang mampu menyerap radiasi

elektromagnetik secara maksimum pada panjang gelombang 420 nm.

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom senyawa kurkumin


63

Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan

kurkuminoid dan pelarut harus memiliki panjang gelombang di bawah panjang

gelombang maksimum kurkuminoid agar tidak mengganggu pengukuran

absorbansi kurkuminoid. Pelarut yang digunakan adalah aseton p. a. (pro

analysis) (Joe et a., 2004; Chattopadhyay et al, 2004; Araujo et al, 2001). yang

memiliki panjang gelombang maksimum 330 nm (Willard, 1988), panjang

gelombang ini berada di bawah panjang gelombang kurkuminoid yaitu 420 nm.

Dilakukan penghomogenan ekstrak RK dari semua replikasi dari masing-

masing metode. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan kandungan

kurkuminoid yang mungkin kadarnya berbeda dari replikasi yang satu dengan

replikasi lainnya dalam satu metode dan juga untuk menjamin agar pada saat

pengambilan ekstrak RK, kadar kurkuminoid pada tiap bagiannya sama untuk

setiap metode.

Ekstrak RK dari masing –masing metode kemudian dilakukan penetapan

kadar kurkuminoidnya dengan mengambil cuplikan ekstrak yang mengandung 50

mg. 50 mg kurkuminoid didapatkan dari literatur MMI, karena 50 mg

kurkuminoid dianggap akan memberikan serapan pada range 0,2 -0,8 yang

merupakan range parameter dengan linearitas tinggi.

Namun sebelumnya dilakukan orientasi untuk benar –benar memastikan

bahwa cuplikan 50 mg memang berada pada range 0,2 -0,8 karena bisa saja

hasilnya berbeda dengan apa yang tertulis dalam MMI karena kondisi percobaan

yang berbeda, dan spesifikasi peralatan yang berbeda dengan MMI.


64

Orientasi yang dilakukan mengambil cuplikan EHM sebanyak 102,45 mg

dan menghasilkan absorbansi 0,6370, dan cuplikan EHS sebanyak 148,39 mg dan

menghasilkan absorbansi 1,1160 dengan spektrofotometer visible. Dari orientasi

dapat dipelajari bahwa EHM dengan bobot ekstrak 102,45 mg masih masuk dalam

range 0,2-0,8, sedangkan untuk EHS sebanyak 148,39 telah melewati range yang

ditetapkan. Maka benarlah bahwa dengan bobot ekstrak RK baik dari metode

dengan alat soxhlet maupun maserasi sebanyak 50 mg sudah berada dalam

rentang 0,2- 0,8. Untuk selanjutnya diambil ± 50 mg ekstrak dari setiap replikasi

yang ada pada kedua metode.

Ekstrak RK baik dari hasil maserasi maupun dengan alat Soxhlet

ditimbang ± 50 mg dan dilarutkan dengan aseton sampai batas tanda labu ukur

50,0 ml dan langsung ditutup agar tidak menguap dan tidak ada partikel –partikel

pengotor yang masuk yang dapat mengganggu pengukuran absorbansi

kurkuminoid.

Kemudian 2 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml ditambah aseton

hingga tanda. Dari larutan 10 ml, diambil 1 ml dimasukkan ke dalam labu ukur

25,0 ml, ditambahkan aseton hingga tanda. Prosedur diulangi hingga 5 replikasi

untuk masing- masing metode.

Larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer visible. Dilakukan 5

replikasi karena dipercayai hasil yang diberikan akan valid. Menurut Anonim,

2005 untuk mendapatkan hasil yang valid, harus dilakukan minimum 9 kali

penentuan yang mencakup 3 macam konsentrasi dan masing –masing konsentrasi

direplikasi sebanyak 3 kali. Atas dasar inilah maka hasil penelitian ini valid
65

karena dilakukan penentuan sebanyak 15 kali mencakup 5 konsentrasi dengan

replikasi 3 kali untuk setiap konsentrasinya.

Hasil pengukuran absorbansi ini lalu digunakan untuk menghitung kadar

kurkuminoid dalam masing –masing sample berdasarkan persamaan kurva baku

yaitu Y = 1,6907X + 0,0507. Dipakai persamaan ini karena persamaan inilah

yang memiliki r yang paling mendekati 1, yaitu 0,9997 yang artinya persamaan

inilah yang memiliki linearitas yang paling tinggi.

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa masing –masing metode

ekstraksi baik maserasi maupun dengan alat Soxhlet telah memberikan hasil yang

sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan

Indonesia yaitu sebesar 33, 9%. Perhitungan kadar kurkuminoid terlampir pada

lampiran. Berikut hasil perhitungan kadar kurkuminoid dari kedua metode

ekstraksi.

Tabel VIII. Data penetapan kadar kurkuminoid EHM


Replikasi Replikasi II Replikasi Repikasi Replikasi
I III IV V
Bobot ekstrak awal
55,2200 56,8800 55,9800 58,9800 49,6100
(mg)
Bobot kurkuminoid
23,3989 25,8251 24,7161 26,4855 24,8640
dalam ekstrak (mg)
Kadar kurkumin
42,3740 46,7677 44,1516 41,9059 50,1188
(%)
Rata-rata kadar
46,2636
kurkumin (%)
SD 2,3565
CV (%) 0,0509
66

Tabel IX. Data penetapan kadar kurkuminoid EHS


Replikasi I Replikasi Replikasi Repikasi Replikasi
II III IV V

Bobot ekstrak awal


53,74 00 54,0400 56,1700 54,0000 53,2500
(mg)
Bobot
kurkuminoid 30,4090 30,1872 29,1521 29,3028 25,0118
dalam ekstrak (mg)
Kadar kurkumin
56,5854 55,8608 51,8998 54,2645 29,2718
(%)
Rata-rata kadar
54,7162
kurkumin (%)
SD 1,8031
CV (%) 0,0329

Terlihat bahwa kadar kurkuminoid metode ekstraksi dengan alat Soxhlet

hasilnya lebih banyak bila dibandingkan dengan MEM. Uji T mempertegas

perbedaan kadar kurkuminoid di antara kedua metode tersebut.

Hasil statistik dengan uji T diperoleh t hitung yaitu -6,3702 dimana t tabel =

(n 1 +n 2 ) = (-1,859) - 1,859, jadi t hitung > t tabel → -6,3702 > -1,859 maka Hnull

ditolak, hal ini berarti kadar kurkuminoid dari ekstrak RK dengan MEM dan MES

berbeda signifikan. Dari uji T ini dapat diketahui bahwa ada pengaruh variasi

metode ekstraksi yang terjadi pada proses pembuatan ekstrak RK terhadap kadar

kurkuminoid yang ditetapkan.

MES lebih baik daripada MEM. Dalam hal jumlah volume pelarut

misalnya, satu replikasi metode dengan alat Soxhlet hanya membutuhkan ± 544,6

ml, sedangkan maserasi membutuhkan 3000 ml. Menggunakan Soxhlet dengan

pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat karena terjadinya sirkulasi pelarut
67

yang selalu membasahi sample. (Lenny, 2006) karena kurkuminoid terlarut

sempurna (Jacobs, 1944).

Adanya pemanasan menyebabkan pelarut menguap ke atas dan

mengalami kondensasi sehingga terjadi sirkulasi yang berulang –ulang oleh

pelarut yang selalu baru tanpa ada zat aktif yang terikut ketika proses penguapan,

sehingga akan menghasilkan penyarian yang baik (Harborne, 1987).

Metode dengan alat Soxhlet ini mengekstraksi dengan baik serbuk kunyit

yang terbungkus dalam kertas saring, indikator baik yang dimaksud di sini adalah

bahwa warna pelarut yang telah melewati kertas saring telah menjadi bening

kembali seperti semula, ini artinya pigmen kunyit terekstraksi dengan baik

menggunakan metode ini. Warna kuning larutan hasil ekstraksi dengan alat

Soxhlet lebih pekat bila dibandingkan dengan metode maserasi, ini menunjukkan

kandungan zat aktifnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode maserasi.

Metode maserasi memberikan hasil yang lebih sedikit merupakan

kekurangan dari metode ekstraksi ini (Anonim, 1986), dikarenakan serbuk RKnya

diekstraksi dengan pelarut yang kemudian jumlah konsentrasi kurkuminoidnya

menjadi sama sehingga larutan menjadi jenuh (Dinda, 2008). Ketika jenuh, maka

pelarut harus diganti dengan pelarut yang baru. Namun penggantian harus dibatasi

karena penggunaan pelarut yang terlalu banyak tidak bersifat ekonomis. Meskipun

telah dilakukan penggantian pelarut untuk ketiga kalinya, kurkuminoid tetap saja

masih belum terekstrasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari warna pelarut

masih berwarna kuning yang berarti masih mengandung kurkuminoid, meskipun

telah diganti pelarutnya untuk yang ketiga kalinya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan statistik dengan Uji T menunjukkan bahwa kadar

kurkuminoid antara metode ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet

berbeda signifikan, maka ada pengaruh variasi metode ekstraksi antara

maserasi dan dengan alat Soxhlet untuk kadar kurkuminoid dalam ekstrak

rimpang kunyit, dalam hal ini metode ekstraksi yang paling baik adalah

dengan alat Soxhlet.

2. Dari hasil perhitungan statistik dengan Uji T menunjukkan bahwa kadar

minyak atsiri antara metode ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet tidak

berbeda signifikan. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh variasi metode

ekstraksi antara maserasi dan dengan alat Soxhlet untuk kadar minyak atsiri

dalam ekstrak rimpang kunyit. Kedua metode ekstraksi baik secara maserasi

maupun secara alat soxhlet sama baiknya dalam mengekstraksi rimpang

kunyit untuk mendapatkan minyak atsiri.

B. Saran

Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai validasi metode untuk

penetapan kadar minyak atsiri agar didapatkan kadar minyak atsiri yang valid

sebagai studi perbandingan metode penetapan kadar minyak atsiri.

68
DAFTAR PUSTAKA

Agnam, N., Samhoedi, H., Timmerman, H., Venie, U. A., Sugiyanto, Goot, H.,
1995, The Relationship Between Structure And Inhibition Of
Lipoxygenase Activity of Curcumin Derivatives In International
Symposium On Curcumin Pharmacochemistry ISCP, Yogyakarta

Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Cetakan Ke 6, 169, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta

Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, 1092-1093, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid 1, 47 – 49, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, 63, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 7-15, 105-123, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 1, 11- 25, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta

Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1993, Standard Of Asean Herbal Medicine, Vol. 1, Aksara Buana


Printing, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 27, 63, 1134, 1158, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1999, Monograph On Selected Medicinal Plants, Vol. 1, 118, WHO


Library Cataloguing In Publication Data, Genewa

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat, Cetakan


Pertama, 10 -11, 16, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

69
70

Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, 51, 54,
122 – 123, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta

Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia 28threvision, 2412- 2413, 2748-
2751, 2854- 2855, United States Pharmacopeial Convention Inc.,
Rockville

Anonim, 2006, KUNYIT, http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/kunyit.pdf,


diakses tanggal 17 Juni 2010

Anonim, 2009, Kunyit (Curcuma domestica Val.),


http://apotikhabbatussauda.multiply.com/journal/item/1128/KUNYIT_C
urcuma_domestica_Val._, diakses tanggal 2 Juli 2010

Anjariyah, S., 2003, Pengaruh Cara Ekstraksi (Maserasi Dan Perkolasi) Terhadap
Kadar Relatif Glikosida Asiatikosida Pada Ekstrak Pegagan (Centella
asiatica L. Urb), Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Ansel, 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, 244 -271, 608 – 617, Universitas Indonesia Press,
Jakarta

Araujo C. A. C., Leon, L. L., 2001, Biological Activities Of Curcuma longa L,


Mem Inst Oswaldo Cruz, 723-728,
http://www.academicjournals.org/AJB/PDF/pdf2008/5Nov/Tajbakhsh%2
0et%20al.pdf, diakses tanggal 17 Juni 2010

Bermawie, N., Rahardjo, M., Wahyuno, D., Ma’mun, 2005, Status Teknologi Dan
Panen Tanaman Kunyit Dan Temulawak Sebagai Penghasil Kurkumin,
85, 96, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor

Bermawie, N., 2006, Mengatasi Demam Berdarah Dengan Tanaman Obat, Vol.
28, 6- 8, Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor

Chattopadhyay L., Biswas K., Bandyopadhyay U., Banerjee R. K., 2004,


Turmeric And Curcumin : Biological Actions And Medicinal
Applications. Curr. Sci., 87, 44 -53,
http://www.charakayurveda.com/Article/SPICE%20OF%20LIFE.pdf,
;diakses tanggal 17 Juni 2010

Claus, E., 1959, Pharmacognosy, 6th Edition, Lea and Febiger, Philadelphia
71

Dandekar, Gaikar, 2002, Microwave Assisted Extraction Of Curcuminoids From


Curcuma longa, Separation Science And Technology, 37 (11), 2669 –
2690

Day, A. JR., Lunderwood A., 1958, Quantitative Analysis, 11, Prencite Hall, New
Jersey

De Muth, J.E., 1999, Basic Statistics And Pharmaceutical Statistical Applications,


179, Marcel Dekker, Inc., New York

Dinda, 2008, Ekstraksi, http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html,


diakses tanggal 20 Februari 2010

Duke, J. A., 2008, Handbook of Energy, http: www.hortpurdue.edu, diakses


tanggal 17 Juni 2010

Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian Terhadap


Efek Farmakologi dan Toksikologi, Disertasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Endah, K. N., 2002, Perbedaan Kadar Kurkumin Dalam Ekstrak Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica Val.) Yang Dibuat Secara Maserasi Dan Perkolasi,
Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Kemala, S., Susiarto, Pribadi, E. R., Yuhono, J. T., Yusron, M., Mauludi, L.,
Rahardjo, M., Ferry, Y., Waskito, B., Nurhayati, H., 2000, Studi Serapan
Pasokan Dan Pemanfaatan Tanaman Obat di Indonesia. Laporan Teknis
Penelitian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat APBN
Tahun 2004, 2, 143 – 241, Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat,
Jakarta

Kohli, K., Ali, J., Ansari, M. J., Raheman, Z., 2005, Curcumin : A Natural Anti-
inflammatory Agent, 141 -142, In Indian Journal of Pharmacology,
Jamie Hamdard University, New Delhi

Lenny, S., 2006, Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp, Skripsi, 21, USU Repository,
Medan

Madigan, M., 2005, Brock Biology Of Microorganisme, Prentice Hall, London

Majeed, M., Badmaev, V., Shivakumar, U., Rajendran, P., 1995, Curcuminoids :
Antioxydant Phytonutrients, 32 – 63, Nutri Science Publisher Inc.,
Piscataway, New Jersey
72

Masuda, T., Isobe, J., Jitoe, A., Nakatani, N., 1992, Antioxidative Curcuminoids
From Rhizomes Of Curcuma Xanthorrhiza, Phytochemistry, 31 (10),
3645 -3647

Masuda, T., Jitoe, A., Isobe, J., Nakatani, N., Yonemari, S., 1993, Antioxidative
And Antiiflammatory Curcumin – Related Phenolics from Rhizomes Of
Curcuma domestica, Phytochemistry, 32 (6), 1557 – 1560

Mariastuty, E., 2002, Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Kadar, Indeks Bias,
Dan Perbandingan Kadar Relatif Sineol Dan Borneol MA Rimpang
Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet (L.) J. E. Smith), 2, Skripsi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Nurfina, N. A., 1998, Manfaat Dan Prospek Pengembangan Kunyit, 19 – 21,


Penerbit Trubus Agrawidya, Ungaran

Nugroho, N. A., 1998, Manfaat Dan Prospek Pengembangan Kunyit, 1, 4 - 6,


Penerbit Trubus Agrawidya, Yogyakarta

Oomah, B. D., 2000, Herbs, Botanicals, And Teas, Technomical, Pennsylvania.

Osawa, T., Sugiyama, Y., Inayoshi, M., Kawakishi, S., 1995, Antioxidative
Activity Of Tetrahydrocurcuminoids, Bioscience Biotechnology
Biochemistry, 59 (9), 1609 - 1612

Pan, M. H., Huang, T. M., Lin, J. K., 1999, Drug Metabolism Dispos, 27, 486
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com, diakses tanggal 20 Desember
2009

Pelczar, M. J., Roger, D. R., Chan, E. C. S., 1977, Microbiology, Mc Graw-Hill


Book Company, New York, USA

Punithavathi, D., Venkatesan, N., Babu, M., 2000, Curcumin Inhibition of


Bleomycin – Induced Pulmonary Fibrosis In Rats, Br. Journal
Pharmacology, Vol. 131, 169 -172,

Roughly, P. J., Whiting, D. A., 1973, Experiments In The Biosynthesis of


Curcumin, 2379 – 2388, J. C. S., Perkin

Rukmana, R., 1994, Kunyit, Cetakan Ke 6, 9 -18, 25 – 27, Kanisius, Yogyakarta

Rukmana, R., 2004, Temu –Temuan, Apotik Hidup Di Pekarangan, Kanisius,


Yogyakarta

Runadi, 2007, Isolasi Dan Identifikasi Alkaloid Dari Herba Komfrey (Symphytum
officinale L.), 9, Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung
73

Siddiqui, A. N., Cui, X., Wu, R., Dong, W., Zhou, M., Hu, M., Simms, H. H.,
Wang, P., 2006, The Anti – Inflammatory Effect Of Curcumin In An
Experimental Model Of Sepsis Is Medicated By Up Regulation Of
Peroxisome Proliferation - Activated Receptor Gamma, International
Care Magazine, Vol. 34, 1874- 1882,

Skoog, D., A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3th edition, 183,
Saundees College Publishing, New York

Soedibjo, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 264 – 265,
Balai Pustaka, Jakarta

Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat, 56, PPOT, UGM, Yogyakarta

Suharmiati, Handayani, (2006), Cara Benar Meracik Obat Tradisional, 10 – 11,


Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta

Sumiati T., Adyana I. K., 2004, Kunyit, Si Kuning yang Kaya Manfaat,
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/26968/2/2010mnr.pdf,
diakses tanggal 17 Juni 2010

Supardjan, A. M., Meiyanto, E., 2002, Efek Antiproliferatif Pentagamavunon – 0


Terhadap Beberapa Sel Kanker, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Suwanto, A., Fardiaz, S., 1983. Studies On Antibacterial Activities Of Turmeric


Powder (Curcuma domestica Val.), Undergraduate thesis, IPB, Bogor

Tampubolon, Oswald T., 1981, Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam, Bhatara
Karya Aksara, Jakarta

Tarujaya, I., 1992, Daya Larut, Zat Warna Kurkuminoid Rimpang Temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap Kalsium Batu Ginjal secara In
vitro, Skripsi, 16, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta

Timmerman, H., 1995, New Perspective For Antiinflammatory Drugs In


International Symposium On Curcumin Pharmacochemistry (ISCP),
Yogyakarta

Tonnesen, H. H., 1989, Studies On Curcumin And Curcuminoids, Catalytic Effect


Of Demethoxy And Bisdemethoxy Curcumin On The Peroxydation Of
Linoleic Acid By 15- Lipoxygenase, Internal Journal Pharmacy, Vol.
XV, 51, 179-181
74

Tonnesen, H. H., Karlsen, 1983, Curcuminoid and It’s Compounds, Journal


Chromatography, Vol. 4, 259 -376

Tyler, V. E., Brady, L. R., Robbers, J. E., 1988, Pharmacognosy 9th Edition, 103
– 110, Lea and Febiger, Philadelphia

Utami, Panca Setyawati, 2009, Ekstraksi,


http://pancasetyawatiutami.blogspot.com/2009/11/ekstraksi.html, diakses
tanggal 13 Juli 2010

Van der Goot, H., 2002, The Chemistry And Qualitative Structure – Activity
Relationships Of Curcumin In Recent Development In Curcumin
Pharmacochemistry, Procedings of The International Symposium on
Curcumin Pharmacochemistry, 1995, Edited By Suwijyo Pramono,
Aditya Media, Yogyakarta

Voigt, 1971, Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Pertama,


diterjemahkan oleh Soendani Noerono, 141-142, 163-164,172-178 Gajah
Mada University Press, Yogyakarta

Voigt, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 579 – 582, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta

Wahyuni, A., Hardjono, Paskalina Y., 2004, Ekstraksi Kurkumin Dari Kunyit,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses 2004, ISSN:
1411 – 4216, Jurusan Teknik Kimia, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional,
Yogyakarta

Wikipedia, 2007, Minyak Atsiri,


http://www.id.wikipedia.org/wiki/Minyak_Atsiri, diakses tanggal 17 Juni
2010

Willard, H.H, Merritte, Lynne, Dean, John, and Settle, Frank, 1988, Instrumental
Methods Of Analysis 7th ed, 466- 468, Wadsworth Publ., Belmont, CA.

Winarto, W. P., 2003, Khasiat Dan Manfaat Kunyit, 4-5, Agromedia Pustaka,
Jakarta

Windholz, M., 1981, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals and Drug
Tenth Edition, 2681, Merck & Co, Inc., Rhmany, New York.
LAMPIRAN

75
76

Lampiran 1. Data pengentalan ekstrak rimpang kunyit


a. Menggunakan VRE
Set point : 100 mbar
Suhu : 500C
ΔP% : 50
Setpoint : 72 mbar
ΔP : 10 mbar
Waktu : ± 1,5 jam
b. Menggunakan Oven
Suhu : 400C
Waktu : 72 jam

Lampiran 2. Data bobot ekstrak hasil maserasi dan ekstraksi hasil dengan
alat Soxhlet
Tabel X. Data penimbangan ekstrak RK MEM
Ekstrak Kunyit Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi
I II III IV V
(gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
Bobot Wadah+ Label 62,6033 49,0845 48,6689 49,4272 47,1010
Bobot Wadah + ekstrak 77,5270 63,3117 62,9198 64,3503 62,6420
Bobot Ekstrak 14,9237 14,2272 14,2509 14,9231 15,5410
Rata –Rata EK 14,7732 gram

Tabel XI. Data penimbangan ekstrak RK MES


Ekstrak Kunyit Replikasi I Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi
(gram) II III IV V
(gram) (gram) (gram) (gram)
Bobot Wadah + Label 61,6990 62,3300 62,5588 46.3242 49.5739
Bobot wadah + ekstrak 74,7398 83,6978 83,4052 62.5840 64.7683
Bobot ekstrak 13,0408 21,3678 20,8464 16.2598 15.1944
Rata –Rata EK 17,3418 gram
77

Lampiran 3. Penetapan kadar minyak atsiri

KadarMAHasilDestilasi
a. Kadar MA MEM = x100%
BobotEkstrakYangDidestilasi

0,46ml
Replikasi I : Kadar MA MEM = x100% = 21,9500%
2,0957 g
0,34ml
Replikasi II : Kadar MA MEM = x100% = 16,9983%
2,0002 g
0,42ml
Replikasi III : Kadar MA MEM = x100% = 20,8841%
2,0111g
0,38ml
Replikasi IV : Kadar MA MEM = x100% = 18,4359%
2,0612 g
0,40ml
Replikasi V : Kadar MA MEM = x100% = 18,2840%
2,1877 g

KadarMAHasilDestilasi
b. Kadar MA MES = x100%
BobotEkstrakYangDidestilasi

Replikasi I : Kadar MA MES = 0,37 ml x100% = 20,3297%


2,0182 g
Replikasi II : Kadar MA MES = 0,35ml x100% = 17,1585%
2,0398 g
Replikasi III : Kadar MA MES = 0,32ml x100% = 15,4336%
2,0734 g
Replikasi IV : Kadar MA MES = 0,36ml x100% = 15,4030%
2,3372 g

Replikasi V : Kadar MA MES = 0,36ml x100% = 17,7804%


2,0247 g
78

Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi larutan stok, intermediet, dan kurva


baku kurkumin

a. Pembuatan Larutan Stok

Tabel XII. Data penimbangan bobot serbuk kurkumin standar


Bobot kertas
0,1846 g
kosong
Bobot kertas + zat 0,2050 g
Bobot kertas + sisa 0,1846 g
Zat 0,0204 g

Dilarutkan dengan aseton hingga volumenya 100 ml

Sehingga konsentrasi stok = = 20,4000 mg%

b. Konsentrasi Intermediet (% b/v)

Diambil 25 ml dari larutan stok dan di add hingga 100 ml, sehingga diperoleh
konsentrasi :
C1 . V1 = C2 . V2
20,4 mg% . 25 ml = C 2 . 100 ml
C 2 = 5,1000 mg%

c. Konsentrasi Kurva Baku Sebenarnya (% b/v)

Konsentrasi I
C1 . V1 = C2 . V2
5,1 mg% . 0,8 ml = C 2 . 25 ml
C 2 = 0, 1632 mg% = 1, 6320 x 10-4 % b/v

Konsentrasi II
C1 . V1 = C2 . V2
5,1 mg% . 1,0 ml = C 2 . 25 ml
C 2 = 0,2040 mg% = 2,0400 x 10-4 % b/v
79

Konsentrasi III
C1 . V1 = C2 . V2
5,1 mg% . 1,4 ml = C 2 . 25 ml
C 2 = 0,2856 mg% = 2,856 x 10-4 % b/v

Konsentrasi IV
C1 . V1 = C2 . V2
5,1 mg% . 1,6 ml = C 2 . 25 ml
C 2 = 0,3264 mg% = 3,2640 x 10-4 % b/v

Konsentrasi V
C1 . V1 = C2 . V2
5,1 mg% . 2,0 ml = C 2 . 25 ml
C 2 = 0,4080 mg% = 4,0800 x 10-4 % b/v

Lampiran 5. Validasi metode dengan menggunakan kurkumin standar

a. Akurasi dinyatakan dalam recovery :


Konsentrasi 0,1632 mg %

Replikasi I : %recovery = 0,1516 x100% = 92,8922%


0,1632
0,1528
Replikasi II %recovery = x100% = 93,6274%
0,1632
Replikasi III %recovery = 0,1764 x100% = 108,0882%
0,1632
SD = 8,5691
Rata-rata = 98,2026%
KV = 8,7259%

Konsentrasi II 0,2856 mg %

Replikasi I : %recovery = 0,2634 x100% = 92,2269%


0,2856
0,2480
Replikasi II %recovery = x100% = 86,8347%
0,2856
Replikasi III %recovery = 0,2636 x100% = 92,2969%
0,2856
SD = 3,1336
Rata-rata = 90,4528%
KV = 3,4643%
80

Replikasi III 0,4080 mg %

0,3758
Replikasi I : %recovery = x100% = 92,1078%
0,4080
0,3728
Replikasi II %recovery = x100% = 91,3725%
0,4080
Replikasi III %recovery = 0,3852 x100% = 94,4118%
0,4080
SD = 1,5857
Rata-rata = 92,6307%
KV = 1,7118%

Tabel XIII. Data SD, recovery, dan KV tiga replikasi kurkumin


Replikasi Konsentrasi Konsentrasi SD, Rata –rata
sebenarnya Absorbansi terukur Recovery, dan
(mg %) (mg%) KV
SD = 8,5691
I 0,1632 0,3070 1,5160 Rata-rata =
II 0,1632 0,3090 1,5280 98,2026%
III 0,1632 0,3490 1,7640 KV =
8,7259%
SD = 3,1336
I 2,8560 0,4960 2,6340 Rata-rata =
II 2,8560 0,4700 2,4800 90,4528%
III 2,8560 0,4980 2,6360 KV =
3,4643%
SD = 1,5857
I 4,0800 0, 6860 3,7580 Rata-rata =
II 4,0800 0,6810 3,7280 92,6307%
III 4,0800 0,7020 3,8520 KV =
1,7118%

Absorbansi pada replikasi I dan II untuk konsentrasi 0,1632 mg% berada di bawah

rentang absorbansi kurva baku replikasi II yaitu antara 0,3220 – 0,7400.


81

b. LOD dan LOQ


Tabel XIV. Data LOD dan LOQ kurkumin
C (mg % b/v) Absorbansi y’ y-y’ (y-y’)2
0,1632 0,3220 0,3266 4,6 x 10-3 2,1160 x 10-5
-3
0,2040 0,4010 0,3956 5,4 x 10 2,9160 x 10-5
0,2856 0,5350 0,5336 1,4 x 10-3 0,196 x 10-5
-3
0,3264 0,6010 0,6025 1,5 x 10 0,225 x 10-5
0,4080 0,7400 0,7405 0,5 x 10-3 0,025 x 10-5
Total 5,4780 x 10-5

Y = 1,6907X + 0,0507
Contoh perhitungan y’ :
Y = 1,6907X + 0,0507
Y = 1,6907 (0,1632) + 0,0507
Y = 0,3266

S ( y/x) = = = 2,4671 x 10-3

LOD = = 4,3777 x 10-3 mg %

LOQ = 1,4592 x 10-2 mg %

Lampiran 6. Orientasi sampel

a. Orientasi Sampel Maserasi

Tabel XV. Data bobot ekstrak orientasi MEM


Bobot glass arloji 14433,81 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14543,19 mg
Bobot glass arloji + sisa 14440,74 mg
ekstrak
Zat 102,45 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,6370 = 1,6907x + 0,0507
x = 0, 3468 mg%
82

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,3468 mg% . 25 ml
C 2 = 8,6695 mg% = 8,6695 x 10-3 % b/v

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 8,6695 mg% . 10 ml
C 2 = 43,3480 mg%

43,3480mg 50mg
=
50mg x
2500mg 2
x= = 57,6728 mg dilarutkan dalam 50 ml aseton
43,3480mg
57,6728mg
Kadar kurkumin = x100% = 56,2936% b/b
102,45mg

b. Orientasi Sampel Sokletasi

Tabel XVI. Data bobot ekstrak orientasi MES


Bobot glass arloji 14481,02 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14629,96 mg
Bobot glass arloji + sisa 14481,47 mg
ekstrak
Zat 148,39 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
1,1160 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,6618 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,6618 mg% . 25 ml
C 2 = 16,5450 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 16,5450 mg%. 10 ml
C 2 = 82,7250 mg%
82,7250mg 50mg
=
50mg x
2500mg 2
x= = 30,2206 mg dilarutkan dalam 50 ml aseton
82,7250mg
83

30,2206mg
Kadar kurkumin = x100% = 20,3656% b/b
148,39mg

Lampiran 7. Penetapan kadar kurkuminoid dihitung sebagai persen


kurkumin dalam sampel ekstrak RK

a. Data Perhitungan Kadar Kurkuminoid Untuk MEM

1. MASERASI R I

Tabel XVII. Data bobot ekstrak replikasi I MEM


Bobot glass arloji 14394,28 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14450,66 mg
Bobot glass arloji + sisa ekstrak 14395,44 mg
Zat 55,22 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,3590 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,1823 mg%
C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,1823 mg% . 25 ml
C 2 = 4, 5574 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = mg% . 10 ml
C 2 = 22,7868 mg%

22,7868mg
Kadar kurkumin = x100% = 42, 3740%
55,22mg

2. MASERASI R II

Tabel XVIII. Data bobot ekstrak replikasi II MEM


Bobot glass arloji 14513,36 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14572,19 mg
Bobot glass arloji + sisa 14515,31 mg
ekstrak
Zat 56,88 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,4000 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2066 mg%
84

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2066 mg% . 25 ml
C 2 = 5,1650 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 5,1650 mg% . 10 ml
C 2 = 25,8251 mg%

3. MASERASI R III

Tabel XIX. Data bobot ekstrak replikasi III MEM


Bobot glass arloji 13783,63 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 13892,05 mg
Bobot glass arloji + sisa 13836,07 mg
ekstrak
Zat 55,98 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,3850 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,1977mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,1977mg% . 25 ml
C 2 = 4,9432 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 4,9432 mg% . 10 ml
C 2 = 24,7161 mg%

4. MASERASI R IV

Tabel XX. Data bobot ekstrak replikasi IV MEM


Bobot glass arloji 13457,31 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 13537,69 mg
Bobot glass arloji + sisa 13478,71 mg
ekstrak
Zat 58,98 mg
85

Y = 1,6907x + 0,0507
0, 4090 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2119 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2119mg% . 25 ml
C2 = 5,2971mg%
C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 5,2971 mg% . 10 ml
C2 = 26,4855 mg%

26,4855mg
Kadar kurkumin = x100% = 41,9059 %
58,98mg

5. MASERASI R V

Tabel XXI. Data bobot ekstrak replikasi V MEM


Bobot glass arloji 14480,15 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14530,02 mg
Bobot glass arloji + sisa 14480,41 mg
ekstrak
Zat 49,61 mg
Y = 1,6907x + 0,0507
0,3870 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,1989 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,1989 mg% . 25 ml
C2 = 4,9728 mg%
C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 15,3503 mg%. 10 ml
C2 = 24,8640 mg%
86

b. Data Perhitungan Kadar Kurkuminoid Untuk MES

1. Dengan Alat Soxhlet R I

Tabel XXII. Data bobot ekstrak replikasi I MES


Bobot glass arloji 13457,73 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 13530,70 mg
Bobot glass arloji + sisa 13476,96 mg
ekstrak
Zat 53,74 mg
Y = 1,6907x + 0,0507
0,4620 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2433 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2433 mg% . 25 ml
C 2 = 6,0818 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 6,0818 mg% . 10 ml
C 2 = 30,4090 mg%

2. Dengan Alat Soxhlet R II

Tabel XXIII. Data bobot ekstrak replikasi II MES


Bobot glass arloji 14836,50 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14891,12 mg
Bobot glass arloji + sisa 14837,08 mg
ekstrak
Zat 54,04 mg
Y = 1,6907x + 0,0507
0,4590 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2414 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2414 mg% . 25 ml
C 2 = 6,0374 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 6,0374 mg% . 10 ml
C 2 = 30,1872 mg%
87

3. Dengan Alat Soxhlet R III

Tabel XXIV. Data bobot ekstrak replikasi III MES


Bobot glass arloji 14087,37 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14153,12 mg
Bobot glass arloji + sisa 14096,95 mg
ekstrak
Zat 56,17 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,4450 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2332 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2332 mg% . 25 ml
C 2 = 5,8304 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 5,8304 mg% . 10 ml
C 2 = 29,1521 mg%

4. Dengan Alat Soxhlet R IV

Tabel XXV. Data bobot ekstrak replikasi IV MES


Bobot glass arloji 14394,40 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14451,55 mg
Bobot glass arloji + sisa 14397,55 mg
ekstrak
Zat 54,00 mg
Y = 1,6907x + 0,0507
0,4470 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2344 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2344 mg% . 25 ml
C 2 = 5,8606 mg%
88

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 5,8606 mg% . 10 ml
C 2 = 29,3028 mg%

29,3028mg
Kadar kurkumin = x100% = 54,2645%
54,00mg

5. Dengan Alat Soxhlet R V

Tabel XXVI. Data bobot ekstrak replikasi V MES


Bobot glass arloji 14919,93 mg
Bobot glass arloji + ekstrak 14991,33 mg
Bobot glass arloji + sisa 14938,08 mg
ekstrak
Zat 53,25 mg

Y = 1,6907x + 0,0507
0,4467 = 1,6907x + 0,0507
x = 0,2342 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 1,0 ml = 0,2342 mg% . 25 ml
C 2 = 5,8544 mg%

C1 . V1 = C2 . V2
C1 . 2,0 ml = 5,8544 mg% . 10 ml
C 2 = 29,2718mg%

29,2718mg
Kadar kurkumin = x100% = 54,9705 %
53,25mg
89

Lampiran 8. Analisis hasil kadar minyak atsiri dan kurkuminoid pada

sampel

a. Penetapan kadar MA

Tabel XXVII. Analisis hasil MA menggunakan statistik t –test


Kadar MA MEM Kadar MA MES
(x- )2 MEM (x- )2 MES
(%) (%)

21,9500 6,9670 20,3297 1,0388

16,9983 5,3463 17,1585 4,6311

20,8841 2,4762 15,4336 15,0304

18,4359 0,7649 15,4030 15,2686

18,2840 1,0537 17,7804 2,3412

1= 19,3105 S2A = 4,1520 2= 17,2210 S2B = 7,6620

Statistik t-test

x1 − x 2 19,3105 − 17,2210 2,0895


t hitung = = = = 1,3594
s2 A s2B 4,1520 7,6620 2,3628
+ +
NA NB 5 5

tabel = (n 1 + n 2 ) = -1,859 sampai 1,859

t hitung < t tabel → 1,3594 < 1,859 maka Hnull diterima yaitu kadar MA dari ekstrak

RK dengan MEM dan matode ekstrasksi sokletasi tidak berbeda.


90

b. Penetapan kadar kurkuminoid

Tabel XXVIII. Analisis hasil kurkuminoid menggunakan statistik t –test


Kadar kurkumin (x- )2 MEM Kadar kurkumin (x- )2 MES

MEM (%) (%) MES (%) (%)

45,3740 0,7914 56,5854 3,4939

46,7677 0,2541 55,8608 1,3101

44,1516 4,4605 51,8998 7,9321

41,9059 1,8433 54,2645 0,2040

50,1188 14,8626 54,9705 0,0647

1= 46,2636 S2A = 5,5529 2= 54,7162 S2B = 3,2512

Statistik t-test

x1 − x 2 46,2636 − 54,7162 − 8,4526


t hitung = = = = - 6,3702
s2 A s2B 5,5529 3,2512 1,7607
+ +
NA NB 5 5

t tabel = (n 1 + n 2 ) = -1,859 sampai 1,859

t hitung > t tabel → - 6,3702 < -1,859 maka Hnull ditolak yaitu kadar kurkuminoid

dari ekstrak RK dengan MEM dan MES berbeda.


91

Lampiran 9. Surat pernyataan jaminan keaslian bahan kurkumin standar


hasil sintesis

Gambar 7. Surat jaminan keaslian kurkuminoid


92

Lampiran 10. Alat maserasi dan alat Soxhlet

Gambar 8. Alat maserasi Gambar 9. Alat Soxhlet

Lampiran 11. Ekstrak kental hasil maserasi dan ekstrak kental hasil alat
Soxhlet

Gambar 10. Ekstraksi hasil maserasi (Kanan) dan Ekstraksi hasil alat
Soxhlet (Kiri)

Lampiran 12. Penetapan kadar minyak atsiri dengan Destilasi Stahl

Gambar 11. Destilasi Stahl


93

Lampiran 13. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ max ) pada larutan


kurva baku kurkumin

Gambar 12. Larutan standar kurkumin

Gambar 13. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 1 kadar 0,1632 mg %
94

Gambar 14. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max ) replikasi 1


kadar 0,2856 mg %

Gambar 15. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 1 kadar 0,4080 mg %
95

Gambar 16. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 2 kadar 0,1632 mg %

Gambar 17. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 2 kadar 0,2856 mg %
96

Gambar 18. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 2 kadar 0,4080 mg %

Gambar 19. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 3 kadar 0,1632 mg %
97

Gambar 20. Panjang gelombang maksimum kurkumin(λ max ) replikasi


3 kadar 0,2856 mg %

Gambar 21. Panjang gelombang maksimum kurkumin (λ max )


replikasi 3 kadar 0,4080 mg %
98

Lampiran 14. Penetapan Absorbansi Larutan Kurva Baku dan Grafik


Kurva Baku Tiga Replikasi

Gambar 22. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi I

Gambar 23. Kurva baku kurkumin replikasi I


99

Gambar 24. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi II

Gambar 25. Kurva baku kurkumin replikasi II


100

Gambar 26. Absorbansi kurva baku larutan standar kurkumin replikasi III

Gambar 27. Kurva baku kurkumin replikasi III


BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Joice Sola Gratia Sitepu yang akrab


dipanggil Joice, merupakan anak kedua dari dua bersaudara,
dengan satu kakak Monika Gracella Sitepu, lahir di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 1989 dari pasangan Bapak Benjamin
Sitepu, S. Th dan Dr. Marthaulina Ginting Munthe, MKM.
Penulis lulus dari TK Kristen PSKD Kwitang VIII Jakarta
pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke SD
Katolik Pelangi Kendari dan lulus pada tahun 2001,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1
Kendari dan lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan selanjutnya di SMA Kristen BOPKRI 2 Yogyakarta dan
lulus pada tahun 2006. Penulis memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah pernah menjadi
panitia Sumpahan Apoteker periode Januari 2007/2008, pernah menjadi asisten
dosen Praktikum Farmakognosi Fitokimia 1 pada tahun ajaran 2009/2010, pernah
terlibat sebagai panitia dalam acara Pharmacy Performance and Even Cup pada
tahun 2008 sebagai Koordinator Seksi Dana Dan Usaha (DDU).

101

Anda mungkin juga menyukai