Etiologi
Diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang
panas. Etiologi tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang
dan degenerasi.
Patofisiologi
Gejala klinis
Dapat tidak ada keluhan atau memberikan keluhan berupa mata iritatif, merah dan mungkin
menimbulkan astigmat menyebabkan gangguan penglihatan. Dapat disertai keratitis pungtata
dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari stocker) yang
terletak di ujung pterigium. Terdapat pertumbuhan fibrovaskular yang umumnya terletak di
celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk
segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
Presentasi klinis dapat dibagi menjadi 2 kategori umum.
Satu kelompok pasien dengan pterigium dapat mengalami proliferasi minimal dan
penampilan yang relatif atrofi. Pterygia pada kelompok ini cenderung lebih rata dan lambat
tumbuh dan memiliki insiden kekambuhan yang relatif lebih rendah setelah eksisi.
Kelompok kedua menunjukkan riwayat pertumbuhan yang cepat dan peningkatan komponen
fibrovaskular yang signifikan. Pterygia pada kelompok ini memiliki perjalanan klinis yang
lebih agresif dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi setelah eksisi.
Diagnosis
1. Anamnesis
- Tanyakan apakah menggunakan kacamata atau lensa kontak.
- Tanyakan apakah mata terasa terbakar, gatal atau sepeti kelilipan.
- Tanyakan apakah ada gangguan penglihatan dan mata terasa kabur.
- Tanyakan pekerjaan, apakah pekerjaan yang dilakukan mengharuskan berada
diluar. ruangan yang menjadi tanda seringnya terpapar sinar matahari.
2. Pemeriksaan fisik
- Tes ketajaman visual.
- Tes topografi kornea, digunakan untuk mengukur perubahan kelengkungan pada
kornea.
Penatalaksanaan
Pengobatannya konservatif atau dapat dilakukan pembedahan bila ada gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme iregular. Lindungi mata dengan kacamata pelindung dari sinar
matahari, debu dan udara kering. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu
daoat diberi steroid. Bila terdapat delen beri airmata buatan dalam bentuk salep. Pemberian
vasokonstriktor perlu kontrol selama 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada
perbaikan.
Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi adalah suatu tindakan
bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu penglihatan dan mengurangi
resiko kekambuhan.
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau
hipersensitivitas tipe humoral ataupun selular.
Patofisiologi
Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam
konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau
inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor
(nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam
konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata.
Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan
kornea sebagai Film air mata. Fungsi air mata:
Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti mikrobial
2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar limfoid
3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti
4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga
perkembangbiakan mikroorganisme terhambat
5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata
6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel goblet
kemudian akan digelontor oleh aliran air mata
Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang
berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen
yang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang
dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai
aktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi
yang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T
yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang
produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor
pada permukaan sel mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet
activating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi
oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan
reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga
akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan
menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-
8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4,
IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas.
Gejala
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal,
silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada
konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan.
Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting
untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai
mata berair, kemerahan dan fotofobia.
1. Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa
kulit berwarna darah, keratinisasi
2. Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
3. Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
4. Konjungtiva tarsal dan forniks
5. Adanya papila, folikel dan ukurannya
a. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
b. Membran dan psudomembran
c. Ulserasi
d. Perdarahan
e. Benda asing
f. Massa
g. Kelemahan palpebra
6. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila, ulserasi,
luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
7. Kornea
a. Defek epitelial
b. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
c. Filamen
d. Ulserasi
e. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
f. Vaskularisasi
g. Keratik presipitat
8. Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
9. Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea
Penatalaksanaan
a. Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan
kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator
peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.
b. Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi
pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan
tambahan efek anti-peradangan.
c. Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah
bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan
spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid
yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna
sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.
Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan
(self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan
baik.
Sumber :
Vaughan D. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi Tujuh Belas. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
Jerome P Fisher, MD. Pterygium. 2017. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview. 28 November 2017