Makalah Pajak Final

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk


membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi
individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran
rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai
tujuan Negara
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber
terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat
dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam
kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang
dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak
yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara
perlahan-lahan agar mudah dimengerti.

1
Didalam Program keahlian Akuntansi perpajakan adalah salah satu program
keahlian yang ada di SMK yang bertujuan menghasilkan atau memenuhi kebutuhan
tuntutan pangsa kerja berupa tamatan yang bermutu yang mampu bersaing secara
profesional di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam bidang keadminstrasian
dan ketatausahaan, baik dalam usaha pribadi (personal), perkantoran dan usaha
bidang jasa, maupun kelembagaan-kelembagaan lainnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kurikulum yang digunakan pada


jurusan Akuntansi mengacu pada kurikulum yang memuat sejumlah materi inti dan
materi penunjang keprofesian yang terangkum dalam substansi instruksional maupun
non instruksional yang dikemas dalam komponen adaptif, normatif, dan produktif.
Salah satu kompetensi yang diharapkan pada program keahlian akuntansi adalah
kompetensi mengelola administrasi pajak yang diajarkan melalui kompetensi
komponen produktif berupa mata diktat perpajakan.

Dalam mata pelajaran perpajakan, siswa dituntut mampu mengusai hal-hal


yang berkaitan dengan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Siswa
tidak hanya dituntut mampu menguasai materi pembelajaran secara teoretis, tetapi
lebih jauh lagisiswa diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam
bidang perpajakan secara langsung setelah tamat dari pendidikannya. Dengan adanya
tuntutan kualifikasi kompetensi ini, secara ideal siswa yang mengikuti mata diklat
perpajakan harus mampu mengaktulisasikan pengetahuannya dalam bidang
perpajakan secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan.

Mengingat bahwa sektor pajak merupakan sektor penting sebagai salah satu
sumber dana dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, maka para siswa
yang mengikuti mata pelajaran perpajakan ini diharapkan dapat menyebarluaskan
pengetahuan dan pemahaman perpajakan, sehingga pada saatnya kelak baik di
tengah-tengah masyarakat, maupun di lingkungan kerjanya mereka ak.an menjadi
tenaga profesional di bidang perpajakan.

2
Namun pada kenyataannya, menurut Gardner (1991) krisis yang melanda
dunia pendidikan sebahagian berkutat di sekitar masalah kesulitan para siswa
memahami isi materi pelajaran. Sedangkan menurut Nurhadi (2004) hasil
pembelajaran di sekolah dasar dan sekolah menengah di Indonesia menunjukkan
ketidakmampuan anak-anak menghubungkan antara yang dipelajari dan bagaimana
pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari. Gardner
(dalam Santiasa, 2002) berpendapat bahwa penghalang pemahaman bagi siswa
sehingga mereka merasa kesulitan menguasai isi materi pelajaran dapat disebabkan
oleh tiga faktor,

1. Pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat yang kebanyakan


berorientasi pada unitary ways of knowing

2. Substansi kurikulum tidak mengacu kepada kebermanfaatannya bagi siswa di


masa yang akan datang, dan

3. Perumusan pembelajaran juga tidak berfokus pada pemahaman yang dapat


mendemonstrasikan aktivitas yang dapat dilihat, dikritik, dan diperbaiki.

Selain itu di sekolah anak-anak hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengenal
fakta-fakta,sementara keterkaitan antara fakta-fakta dan pemecahan masalah belum
mereka kuasai, akibatnya siswa kurang bergairah dan tidak tennotivasi dalam
mengikuti materi pelajaran (Nurhadi,2004).

Ketidakmampuan siswa menghubungkan pengetahuan yang mereka peroleh


dengan kehidupan nyata, khususnya dalam mencari lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan bidang keterampilan yang mereka peroleh di sekolah juga terjadi pada jurusan
Akuntansi SMK .

Selama ini model pembelajaran yang digunakan lebih bersifat teoretis dengan
metode ceramah dan penyelesaian soal-soal latihan. Jarang sekali diterapkan bentuk
pembelajaran dengan metode praktek yang dikaitkan dengan peristiwa dalam

3
kehidupan sehari-hari. Masalah yang dimunculkan untuk diselesaikan oleh siswa juga
lebih bersifat masalah yang memerlukan pemecahan secara teoretis saja tanpa
dihubungkan atau dikembangkan dalam bentuk aplikasi permasalahan tersebut
dengan kehidupan nyata di masyarakat.

Berdasarkan hasil belajar perpajakan siswa program keahlian akuntansi ini,


terlihat bahwa terdapat kesenjangan antara harapan yang harus dicapai dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, perlu di
identifikasikan terlebih dahulu faktor lain yang menyebabkan terjadinya
permasalahan ini selain model pembelajaran yang digunakan guru. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal di dalam diri siswa yang
berkaitan dengan perolehan prestasi akademik.

Pada umunya masalah akademik yang sering dihadapi siswa program keahlian
Akuntansi SMK Negeri adalah ketidakmampuan dalam mencari cara dan
mengefektifkan kebiasaan belajar. Sebahagian besar siswa dalam belajar telah
terbiasa dengan bimbingan dan tuntunan dari guru, semua pengetahuan yangmereka
peroleh ditransfer dan diberikan secara langsung oleh guru tanpa ada usaha dari siswa
untuk memperoleh pengetahuan tambahan melalui belajar secara mandiri. Meskipun
kebiasaan belajar siswa pada umumnya bervariasi, baik dari segi kualitas maupun
kunatitasnya, namun disadari bahwa kebiasaan belajar ini juga memberi dampak
cukup besar dalam prestasi akademik siswa

Di satu sisi masih banyak siswa yang masih merasa kesulitan dalam
mengefektifkan kegiatan belajar secara mandiri, dan di sisi lain masih banyak guru
yang menggunakan model pembelajaran yang terpola pada urutan kegiatan
penyampaian materi, tugas, dan latihan saja, tanpa memberi arahan pada siswa
tentang bagaimana cara penerapan atau pengaplikasian pengetahuan yang mereka
peroleh dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini siswa hanya diberikan informasi
sebanyak-banyaknya suatu pengetahuan, tanpa mengetahui apa guna dan bagaimana

4
mengaitkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh tersebut dalam
kehidupan nyata.

Untuk mencari pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan


menerapkan model pembelajaran yang tepat. Ada banyak model pembelajaran yang
dapat digunakan agar siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya
dengan kehidupan nyata, salah satu dari model-model tersebut adalah dengan model
pembelajaran simulasi sosial. Pada model pembelajaran ini guru merancang suatu
simulasi yang berkaitan dengan materi mata diktat dan menghubungkannya dengan
kehidupan nyata.

Dengan menerapkan model pembelajaran ini akan tercipta lingkungan belajar


yang dapat menghasilkan umpan balik yang optimal bagi siswa, sehingga siswa dapat
mengetahui apa kegunaan materi pelajaran yang telah diperolehnya dalam kehidupan
nyata

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di identifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Masih rendahnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar
kewajibannya.
2. Kurang efektifnya tindakan penagihan dilihat dari target dan realisasinya.
3. Banyaknya kendala yang dihadapi dalam melaksanakan penagihan pajak
sebagai upaya pencairan tunggakan pajak.
4. Belum maksimalnya tindakan penagihan pajak untuk mencairkan tunggakan
pajak.

5
C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya jenis-jenis pajak dalam penerapannya disekolah maka
penulis membatasi masalah pada Bagaimana cara penerapan Pelajaran Pajak agar
mudah dimengerti oleh siswa SMK.

D. Rumusan Masalah
Adapun Perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Pajak?
2. Apa Pengertian PPh 21 dan Sistematikanya?
3. Apa Pengertian Wajib Pajak?
4. Apa saja Kesulitan siswa dalam mempelajari Pajak Pph 21?
5. Bagaimana Treatmen agar Siswa dapat Memahami Output Yang di Harapkan?

E. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari
permasalahan dalam makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Pajak
2. Untuk mengetahui Pengertian PPh 21 dan Sistematikanya
3. Untuk mengetahui Pengertian Wajib Pajak
4. Untuk mengetahui Kesulitan siswa dalam mempelajari Pajak Pph 21
5. Untuk mengetahui Treatmen yang sesuai agar Siswa dapat Memahami
Output yang di Harapkan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak

1. Pengertian Pajak Secara Hukum


Pengertian pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pengertian pajak tersebut ada beberapa
komponen yang wajib kalian tahu yaitu:

a. Pajak adalah Kontribusi Wajib Warga Negara


b. Pajak bersifat Memaksa untuk setiap warga negara
c. Dengan membayar pajak, kalian tidak akan mendapat imbalan langsung
d. Pajak berdasarkan Undang-Undang

Untuk lebih memahami pengertian pajak berdasarkan undang-undang, akan kami


jelaskan lebih mendetail terkait dengan komponen-komponen yang terkandung dalam
pajak.

2. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli


Selain pengertian umum dan menurut undang – undang, ada pula definisi
pajak menurut para ahli yang tentunya menambah wawasan kita. Diantaranya :
1. Leroy Beaulieu,
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja
pemerintah.

7
2. P.J.A. Adriani,
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.

3. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH,


Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusny digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.

B. Fungsi Pajak
a. Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau
penerimaan (budgetair) : Pajak merupakan salah satu sumber dana yang
digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke
dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.

b. Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend):


Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah

8
pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman
keras.
c. Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : Pajak sebagai
penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan
tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di
masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien
dan efektif.
d. Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan :
Penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

C. Pengelompokkan Pajak

1) Menurut Golongannya
 Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak tanpa hak pelimpahan. Contohnya Pajak Penghasilan.
 Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnyadapat dibebankan
atau dilimpahkan pada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut Sifatnya
 Pajak Subjektif adalah pajak yag berpangkal atau berdsarkan pada
subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : pajak Penghasilan.
 Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhaikan objek tanpa
memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai dan Pajak
penjualan berang mewah.

9
3) Menurut Lembaga Pemungutnya
 Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
dipergunakan untuk rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan barang meah, Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Materai.
 Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
dipergunakan untuk membiayai pemerintah daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
1. Pajak Provinsi Contoh Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar
kendaraan bermotor
2. Pajak Kabupaten/kota contoh Pajak hotel, restoran, hiburan.

D. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan


untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara

1. Self Assessment System


Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang
membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak
yang bersangkutan.Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang
berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang
sudah dibuat oleh pemerintah.
Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai
pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis
pajak pusat. Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan
pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi
pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

10
Namun, terdapat konskuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Karena
wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang
perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk
menyetorkan pajak sekecil mungkin.

Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:

 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri.
 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika
wajib pajak telat lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang
seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.

2. Official Assessment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang


membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau
aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.

Dalam sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak bersifat pasif
dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.

Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat


ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Jadi, wajib pajak tidak
perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan
Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek
pajak terdaftar.

11
Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:

 Besarnya pajak terutang dihitung oleh petugas pajak.


 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan
menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak pe\nuh dalam menentukan besarnya pajak yang
wajib dibayarkan.

3. Withholding System

Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga


yang bukan wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding
System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara
instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan
pajak tersebut.

Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh


Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Nah,
sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pemungutan pajak
ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut.

Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP). Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan
PPh/SPT Masa PPN dari wajib pajak yang bersangkutan.

12
E. Pajak PPH 21
1. Pengertian PPh Pasal 21
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
sebagai Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak


penghasilan melalui Pemotong Pajak PPh Pasal 21. Sehingga sebagai pihak yang
dipotong PPh Pasal 21, maka pihak yang memperoleh penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 berhak mendapatkan Bukti Potong PPh Pasal 21

Sebelum melakukan Pemotongan Pajak PPh Pasal 21, maka Pemotong Pajak
harus terdaftar terlebih dahulu sebagai Pemotong Pajak PPh Pasal 21 di Kantor
Pelayanan Pajak.

Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak mempunyai kewajiban sebagai


Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat dilihat pada Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada saat pendaftaran NPWP.

Pemotong Pajak PPh Pasal 21 mempunyai kewajiban menyetor PPh Pasal 21


ke Bank Persepsi atau kantor Pos dan melaporkan Pemotongan Pajak PPh Pasal 21
tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21.
Dalam melaporkan objek pemotongan PPh Pasal 21 pada SPT Masa PPh Pasal 21
selama satu tahun harus sama dengan biaya-biaya yang merupakan objek PPh Pasal
21 dalam laporan laba rugi sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.

13
2. Pengertian Pemotong PPh Pasal 21
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk Bentuk Usaha
Tetap (BUT), yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Pemotong PPh Pasal 21 terdiri dari :

1. Orang pribadi
2. Badan;
3. Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
atau unit tersebut.
4. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan;
5. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua;
6. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga

14
ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
b. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
7. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
berkenaan dengan suatu kegiatan.

Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan agar dapat menjadi Pemotong PPh
Pasal 21 harus mendaftarkan diri untuk menjadi Pemotong PPh Pasal 21. Pendaftaran
sebagai pemotong PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada saat pendaftaran NPWP atau
setelah pendaftaran NPWP.

Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah menjadi
Pemotong PPh Pasal 21 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang
diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftarran NPWP.

Bukan Pemotong PPh Pasal 21 meliputi :

 Kantor perwakilan Negara asing.


 Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam hal
organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi
internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban
melakukan pemotongan pajak.

15
Syarat bagi Organisasi-organisasi internasional agar tidak menjadi Pemotong
PPh Pasal 21 adalah :

1. Indonesia menjadi anggota organisasi internasional tersebut.


2. Organisasi internasional tersebut tidak menjalankan usaha atau
kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi menerima penghasilan dari Bukan


Pemotong PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut merupakan objek Pajak
Penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Penerima Penghasilan Yang Dipotong Pajak PPh Pasal 21

orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam PER-16/PJ/2016 Tanggal 29 September
2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi, dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk penerima
pensiun.

16
Jenis Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 antara lain :

1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa.
4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama.
5. mantan pegawai.
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.

4. Pengertian Pegawai
Pengertian Pegawai adalah Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja,
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun
tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan
periode tertentu.
Jenis Pegawai berdasarkan cara perhitungan PPh Pasal 21 dibagi menjadi dua
jenis, yaitu :

1. Pegawai Tetap

Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu


secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas,
serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu
yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
dengan syarat yang bersangkutan bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka

17
waktu tertentu dan menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu
secara teratur

2. Pegawai Tidak Tetap / Tenaga Kerja Lepas

Pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang


bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan
yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi
kerja.

Dalam penghitungan pajak penghasilan, Penghasilan yang diterima oleh


Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas tidak boleh dikurangi dengan biaya
jabatan.
Pengurangan yang boleh dilakukan dalam penghitungan pajak penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja
Lepas adalah sebagai berikut :

 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) untuk 1 (satu) bulan apabila


penghasilan diterima sebulan sekali, untuk tahun pajak 2017 adalah sebesar
Rp.4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) untuk 1 (satu) hari apabila diterima
sebagai upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, untuk
tahun pajak 2017 adalah sebesar Rp.450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu
rupiah) sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan
kalender belum melebihi Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah).
 Iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh
Pegawai Tidak Tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
atau badan penyelenggara tunjangan hari tua.

18
Penghasilan Yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja
Lepas antara lain :

 upah harian.
 upah mingguan
 upah satuan
 upah borongan
 upah yang dibayarkan secara bulanan

Contoh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas antara lain :

 Buruh Harian
 Buruh Mingguan
 Tukang Batu
 Kuli Bongkar Muat Barang

5. Pengertian Pegawai Negeri,

Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Pegawai Negeri Sipil yaitu :


a. Pegawai Negeri Sipil Pusat.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia.
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Penghasilan yang diterima oleh Pegawai Negeri ada dua jenis, yaitu :

19
1. Penghasilan yang bersifat rutin
2. Penghasilan yang bersifat tidak rutin

Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Pegawai


Negeri yang dananya bersumber dari APBN dan APBD adalah sebagai berikut :

 Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Pegawai


Negeri adalah berdasarkan PMK Nomor 262/PMK.03/2010 Tanggal 31
Desember 2010 Tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas
Penghasilan Yang Menjadi Beban APBN dan APBD.
 Penghasilan yang bersifat rutin dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
 Penghasilan yang bersifat tidak rutin dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat
final berdasarkan PMK Nomor 262/PMK.03/2010

6. Pengertian Pejabat Negara


Pengertian Pejabat Negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang
Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.

Pejabat Negara terdiri dari atas :

1. Presiden dan Wakil Presiden.


2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan.
4. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua
Badan Peradilan.
5. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung.

20
6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
7. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri.
8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
9. Gubernur dan Wakil Gubernur.
10. Bupati / Walikota dan Wakil Bupati / Wakil Walikota.
11. Pejabat Negara laninya yang ditentukan oleh Undang- undang

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari


jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya
sebagai Pegawai Negeri.

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pejabat Negara adalah berdasarkan PMK


nomor 262/PMK.03/2010 Tanggal 31 Desember 2010 Tentang Tata Cara
Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri
Dan Pensiunannya Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban APBN dan APBD

21
F. Objek Pajak PPh Pasal 21
1. Objek PPh Pasal 21 Yang Tidak Final Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas Penghasilan Yang Menjadi
Beban APBN dan APBD Objek meliputi :

Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN
atau APBD meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:

a. Pejabat Negara, untuk:


 Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan.
 Imbalan tetap sejenisnya.
b. PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. .Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan
teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Termasuk dalam pengertian gaji, uang pensiun, dan tunjangan lain adalah gaji,
uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).

Dalam hal penghasilan tetap dan teratur setiap bulan diterima dalam mata
uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan
tersebut.

PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemerintah atas beban
APBN atau APBD. Tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan terhadap objek pajak
penghasilan tersebut diatas adalah berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

22
PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas Penghasilan Yang Menjadi
Beban APBN dan APBD disetor dan dilaporkan oleh Bendahara Pemerintah yang
melakukan pembayaran penghasilan tersebut.

Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan Yang Tidak Final Bagi Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI, Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas Penghasilan Yang
Menjadi Beban APBN dan APBD adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta 5%


rupiah) (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 15%


sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima (lima belas persen)
puluh juta rupiah)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh 25%


juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima (dua puluh lima
ratus juta rupiah) persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%


(tiga puluh persen)

23
2. Objek PPh Pasal 21 Yang Final Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban
APBN dan APBD meliputi : penghasilan selain penghasilan yang tetap dan
teratur setiap bulan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa
pun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan
bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan dinas.

Dalam hal penghasilan honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun
diterima dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai
tukar (kurs pajak) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
pembayaran penghasilan tersebut.

PPh Pasal 21 yang terutang atas honorarium atau imbalan lain dengan nama
apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat
final ditanggung oleh Penerima Penghasilan. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh
bendahara pemerintah disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan dilaporkan ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftarnya bendahara tersebut dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21.

Kode Jenis setoran untuk PPh Pasal 21 atas penghasilan Yang Final Bagi
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri Dan Pensiunannya Atas
Penghasilan Yang Menjadi Beban APBN dan APBD adalah 411121-402.

24
Pengurang Penghasilan Bruto :

1. Pengertian Biaya Jabatan


Pengertian Biaya Jabatan adalah Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto bagi pegawai tetap.

Besarnya Biaya Jabatan Untuk Tahun Pajak 2018, 2017, 2016, 2015, 2014, 2013
dan 2012 adalah sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto.

Besarnya biaya jabatan setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)


sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun.

Contoh perhitungan biaya jabatan untuk Pegawai Tetap :

 Aditya bekerja sebagai pegawai tetap di PT.Jaya Abadi Sentosa dengan gaji
tetap dan tunjangan sebesar Rp.1.000.000,- sebulan atau Rp.12.000.000,-
setahun.

Biaya jabatan = 5% x 1.000.000 = 50.000 sebulan atau 600.000 setahun

 Amira bekerja sebagai pegawai tetap di PT.Gunung Tinggi Sekali dengan


gaji tetap dan tunjangan sebesar Rp.10.000.000,- sebulan atau
Rp.120.000.000,- setahun.

Biaya jabatan = 5% x 10.000.000 = 500.000 sebulan atau 6.000.000 setahun

 Kumala bekerja sebagai pegawai tetap di PT.Makmur Jaya Abadi dengan gaji
tetap dan tunjangan sebesar Rp.20.000.000,- sebulan atau Rp.240.000.000,-
setahun.

5% x 20.000.000 = 1.000.000 sebulan atau 12.000.000 setahun


Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto = 500.000 sebulan atau
6.000.000 setahun

25
2. Pengertian Biaya Pensiun
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Penerima Pensiun
dalam perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.

Besarnya Biaya Pensiun untuk Tahun Pajak 2018, 2017, 2016, 2015, 2014, 2013
dan 2012 adalah sebagai berikut :

 Biaya Pensiun adalah Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
bagi Penerima Pensiun.
 Besarnya biaya pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp
2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun.

Biaya Pensiun dikurangkan dari Penghasilan Bruto yang diterima oleh Pensiunan
PNS, anggota TNI, Anggota POLRI, Pegawai BUMN dan Karyawan Perusahaan
Swasta.
Contoh Perhitungan Biaya Pensiun:

 Aditya sebagai pensiunan menerima uang pensiun sebesar Rp.1.000.000,-


sebulan atau Rp.12.000.000,- setahun.

Biaya pensiun = 5% x 1.000.000 = 50.000 sebulan atau 600.000 setahun

 Kumala sebagai pensiunan menerima uang pensiun sebesar Rp.5.000.000,-


sebulan atau Rp.60.000.000,- setahun.

5% x 5.000.000 = 250.000 sebulan atau 3.000.000 setahun


Biaya pensiun = 200.000 sebulan atau 2.400.000 setahun

26
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Pengertian PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah besarnya penghasilan yang
menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain
apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha
dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima
penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan
dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2018, 2017 dan 2016 :
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk Tahun Pajak 2018, 2017 dan
2016 sebagai berikut :

 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin;
 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga

1. Pengertian Hubungan Keluarga Sedarah Dalam Garis Keturunan Lurus Satu


Derajat adalah : hubungan keluarga dengan ayah, ibu, dan anak. Sangatlah

27
penting untuk memperhatikan pengertian tentang Hubungan keluarga, karena
dalam beberapa peraturan perpajakan seringkali muncul istilah-istilah tersebut.

Istilah Hubungan Keluarga Sedarah Dalam Garis Keturunan Lurus Satu Derajat
digunakan antara lain pada :

 Perhitungan tanggungan yang dapat ditanggung oleh Wajib Pajak Orang


Pribadi dalam perhitungan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.

Hubungan Keluarga Dalam Garis Keturunan Lurus Satu Derajat dipergunakan


dalam salah satu jenis penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 4 ayat
2 atas pengalihan hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Jadi apabila terjadi pengalihan hak atas tanah dan atau/bangunan dari orang tua
kepada anaknya dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2.

Tarif Pajak PPh Pasal 21

Tarif Pajak PPh Pasal 21 Untuk menghitung besarnya PPh Pasal 21 atas
penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tetap Untuk Tahun Pajak 2017, 2016, 2015,
2014, 2013, 2012, 2010, 2009 adalah : Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut :

28
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 5%


(lima puluh juta rupiah) (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima 15%


puluh juta rupiah) sampai dengan (lima belas persen)
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua 25%


ratus lima puluh juta rupiah) (dua puluh lima persen)
sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)

di atas Rp500.000.000,00 (lima 30%


ratus juta rupiah) (tiga puluh persen)

Contoh Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Pegawai Tetap


Untuk Tahun Pajak 2017 dan 2016 adalah sebagai berikut :

Mikha bekerja sebagai Karyawan Tetap pada CV.Musik Jaya Abadi dengan gaji
setiap bulan sebesar Rp.10.000.000,- . Mikha mempunyai status belum kawin. Mikha
sudah bekerja pada CV.Musik Jaya Abadi sejak Tahun 2013.

29
Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk Tahun Pajak 2016 adalah sebagai berikut :
Gaji 1 bulan : 10.000.000
Biaya Jabatan : 500.000
(5 % x 10.000.000 )
Penghasilan Neto Sebulan : 9.500.000
(10.000.000 - 500.000)
Penghasilan Neto Setahun : 114.000.000
(9.500.000 x 12)
PTKP (TK/0) : : 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak : 60.000.000
(114.000.000 - 54.000.000)
PPh Terutang setahun : 4.000.000
5 % x 50.000.000 = 2.500.000
15 % x 10.000.000 = 1.500.000
PPh Pasal 21 sebulan : 333.333
(4.000.000 / 12 )

Jadi PPh Pasal 21 yang harus dipotong CV.Musik Jaya Abadi atas penghasilan Mikha
adalah

 PPh Pasal 21 setahun sebesar Rp. 4.000.000,-


 PPh Pasal 21 setiap bulan sebesar Rp.333.333,-

30
Tarif Pajak PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Penerima
Pensiun Berkala Yang Dibayarkan Secara Bulanan adalah : Berdasarkan Pasal 17
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima 5%


puluh juta rupiah) (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta


15%
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00
(lima belas persen)
(dua ratus lima puluh juta rupiah)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima


25%
puluh juta rupiah) sampai dengan
(dua puluh lima persen)
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta 30%


rupiah) (tiga puluh persen)

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh


Penerima Pensiun Berkala Yang Dibayarkan Secara Bulanan Tahun Pajak 2017 dan
2016 :

Sutono sebagai pensiunan yang memperoleh uang pensiun bulanan dari Dana
Pensiun Mandiri dengan status menikah tanpa anak memperoleh penghasilan bulanan
berupa uang pensiun sebesar Rp.6.000.000,- setiap bulan

31
PPh Pasal 21 Terutang Atas Uang Pensiun adalah :
Pensiun 1 bulan : 6.000.000
Biaya Pensiun :
200.000
(5 % x 6.000.000 ) (Maksimal 200.000)
Penghasilan Neto sebulan :
5.800.000
(6.000.000-200.000)
Pensiun 1 Tahun :
69.600.000
(12 x 5.800.000)
PTKP (K/0) : :
-Diri Sendiri : 54.000.000 58.500.000
-Status Kawin : 4.500.000
Penghasilan Kena Pajak :
11.100.000
(69.600.000 -58.500.000)
PPh Terutang setahun :
555.000
(5 % x 11.100.000)
PPh Pasal 21 sebulan :
46.250
(555.000/ 12 )

Jadi PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Dana Pensiun Mandiri atas
penghasilan Sutono adalah :

 PPh Pasal 21 setahun sebesar Rp. 555.000,-


 PPh Pasal 21 sebulan sebesar Rp. 46.250,-

Tarif Pajak PPh Pasal 21 Final Untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri
dan Pensiunannya adalah : atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun
yang menjadi beban APBN atau APBD tarif pajak sebagai berikut :

32
 Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama
dan Bintara, dan Pensiunannya.
 Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III,
Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan
Pensiunannya.
 Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara,
PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat
Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

Bendahara mempunyai kewajiban menyetor PPh Pasal 21 Final atas penghasilan


tersebut diatas ke kantor pos atau bank persepsi dengan Kode Jenis Setoran Pajak
411121-402 dan melaporkan PPh Pasal 21 tersebut dengan SPT Masa PPh Pasal 21
setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana bendahara tersebut terdaftar
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21.
 Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan berikut.
 Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah tanggal 20 bulan
berikut.
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan Pensiunannya mempunyai
kewajiban untuk melaporkan penghasilan tersebut diatas setiap tahun dengan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi.

33
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Final :

 Sugino seorang PNS dengan Golongan IIIA di Dinas Kesehatan Pemerintah


Daerah Kabupaten Purbalingga.
 Pada tanggal 15 Maret 2018 Sugino menerima honorarium sebesar
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) dari Bendahara Dinas Kesehatan Pemda
Kab.Purbalingga yang sumber dananya berasal dari APBD.
 Atas honorarium tersebut Bendahara Dinas Kesehatan Pemda
Kab.Purbalingga mempunyai kewajiban memotong PPh Pasal 21 Final
sebesar 5 % x Rp.100.000,00 = Rp.5.000,00 yang harus disetorkan ke Kantor
Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 10 April 2018 dengan Kode
Jenis Setoran Pajak 411121-402 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21
paling lambat tanggal 20 April 2018.

Tarif Pajak PPh Pasal 21 Non Final Untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Polri dan Pensiunannya adalah atas penghasilan teratur dan tetap setiap bulan
dikenakan tarif pajak sebagai berikut :

 Tarif pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak dari penghasilan teratur dan tetap.

Tarif Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak yang


diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan Pensiunannya secara
progresif yaitu sebagai berikut :

34
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta 5%


rupiah) (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 15%


sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima (lima belas
puluh juta rupiah) persen)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh 25%


juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (dua puluh lima
(lima ratus juta rupiah) persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%


(tiga puluh
persen)

 Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif dibulatkan ke


bawah hingga ribuan rupiah penuh.
 Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak.

35
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Untuk Tahun
Pajak 2018 antara lain sebagai berikut :

Ahmad Zakaria pada tahun 2018 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi
dengan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun
sebesar Rp 100.000,00. Ahmad Zakaria menikah tetapi belum mempunyai anak
Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2018 adalah sebagai berikut :

Gaji Sebulan 10.000.000


Pengurangan :
Biaya Jabatan 500.000
Iuran Pensiun 100.000
Jumlah Pengurangan 600.000
Penghasilan Neto Sebulan 9.400.000
(10.000.000 – 600.000)
Penghasilan Neto Setahun 112.800.000
PTKP Setahun :
WP Sendiri 54.000.000
Status Kawin 4.500.000
Jumlah PTKP Setahun 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 54.300.000
(112.800.000 – 58.500.000)
PPh Pasal 21 Terutang :
5 % x 50.000.000 = 2.500.000
15 % x 4.300.000 = 645.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun 3.145.000
PPh Pasal 21 sebulan 262.083
(3.145.000 : 12)

36
G. Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menjawab Setiap Pertanyaan soal pajak

Pertanyaan :

1. Jessica sebagai pegawai bank, penghasilan setiap bulannya sebesar Rp.


2.500.000. Jessica belum menikah. Berapakah pajak terutang setiap bulannya?

Jawaban

1. Seharusnya dengan menggunakan undang-undang 2005, disesuaikan dengan


buku yang dipergunakan siswa SMP Fatahillah:

Penghasilan setahun = Rp. 2.500.000 12 = Rp. 30.000.000

PTKP

-Wajib pajak sendiri = Rp. 12.000.000

-Tambahan istri = Rp. -

-Tambahan Anak = Rp .-

Jumlah PTKP = Rp. 12.000.000

PKP Rp. 18..000.000

PPh dalam setahun: 5% 18..000.000 = Rp. 900.000

PPh per bulan: 900.000 12 = Rp. 75.000

37
Dugaan :

Siswa tidak dapat menghitung pajak penghasilan setiap bulannya Jawaban siswa
berinisial ALD mendapatkan poin 4 dan bobot nilai 10 :

Jessica : 2.500.000 12 = Rp. 30.000.000

PTKP : wajib pajak = Rp. 12.000.000 –

PKP Rp. 18.000.000 : 12 = 1.500.000

PPh : 5% 1.500.000 = 3.750.000

Analisis :

Siswa ALD hanya mendapatkan nilai 4 dari bobot skor penuh 10 karena siswa
hanya dapat mengerjakan sampai tahap PTKP (Penghasilan Tidak kena Pajak)
sebesar Rp. 18.000.000. siswa ALD berhasil menghitung penghasilan neto. Siswa
ALD tidak dapat menghitung PKP (Penghasilan Kena Pajak). Siswa ALD mengalami
kesulitan dalam menentukan rumus perhitungan PKP yang dibuktikan dengan
kesalahan yang dialaminya hal ini dikarenakan ALD langsung membagi 12 (untuk
perhitungan setahun) jumlah PKP sedangkan seharusnya pembagian dilakukan pada
tahap terakhir setelah mengetahui jumlah PPh dalam setahun. Hamper seluruh siswa
mengalami kesulitan mengalami kesulitan yang sama dengan siswa ALD

Wawancara :

Untuk pengecekan keabsahan data peneliti mewawancarai kesulitan yang


dialami siswa ALD. Siswa ALD tidak dapat menghitung PPh dalam setahun
dikarenakan siswa tidak hafal teori dan ketentuan yang berlaku.

38
Kesimpulan :

Siswa ALD tidak dapat menghitung PPh setiap bulan yang harus dikeluarkan
Jessica dikarenakan tidak hafal teori dan ketentuan yang berlaku.

2. Santoso adalah seorang kasir yang berpenghasilan sebesar Rp. 2.000.000. Bapak
Santoso sudah beristeri tidak bekerja. Berapakah pajak terutang yang harus
dibayar Bapak Santoso setiap bulannya?

Jawaban yang benar:

Penghasilan setahun = Rp. 2.000.000 12 = Rp. 24.000.000

PTKP

-Wajib pajak sendiri = Rp. 12.000.000

-Tambahan istri = Rp. 1.200.000

-Tambahan Anak = Rp

Jumlah PTKP = Rp. 13.200.000

PKP Rp. 10.800.000

PPh dalam setahun: 5% 10.800.000 = Rp. 540.000

PPh per bulan: 540.000 12 = Rp. 45.000

39
Dugaan :

Siswa tidak dapat menghitung pajak penghasilan bagi wajib pajak yang sudah
memiliki istri/suami . Jawaban siswa berinisial DH mendapatkan poin 4 dari bobot
nilai 10 :

Santoso : 2.000.000 12 = Rp. 24.000.000

PTKP : -Wajib pajak sendiri = Rp. 12.000.000

-Tambahan istri = Rp. 1.200.000

PKP Rp. 10.800.000 : 12 = 900.000

PPh : 5% 900.000 = 225.000

Analisis :

Siswa DH hanya mendapatkan nilai 4 dari bobot skor penuh 10 karena siswa
hanya dapat mengerjakan perhitungan penghasilan neto dengan benar. Pada tahap
perhitungan PTKP (Penghasilan Tidak kena Pajak). Siswa DH salah dalam
menjumlahkan PTKP. Siswa DH tidak dapat menghitung PKP (penghasilan kena
pajak). Siswa DH mengalami kesulitan dalam menentukan rumus perhitungan PKP
yang dibuktikan dengan kesalahan yang dialaminya hal ini dikarenakan DH langsung
membagi 12 (untuk perhitungan setahun) jumlah PKP sedangkan seharusnya
pembagian dilakukan pada tahap terakhir setelah mengetahui jumlah PPh dalam
setahun.

40
Wawancara :

Untuk pengecekan keabsahan data peneliti mewawancarai kesulitan yang


dialami siswa DH. Siswa DH mengalami kesulitan dalam menjumlahkan PTKP dan
mencari PKP. Sama kasusnya dengan siswa lainnya DH langsung membagi 12 (untuk
menghitung PPh setahun) jumlah PKP dikarenakan siswa tidak hafal susunan
menghitung pajak penghasilan dengan benar. DH tidak dapat menjumlahkan dengan
baik karena DH merasa angka penghasilan santoso besar. DH juga tidak dapat
menyebutkan lapisan tarif pajak penghasilan

Kesimpulan :

DH tidak dapat menghitung pajak bagi wajib pajak yang sudah memiliki istri
atau suami dikarenakan siswa tidak hafal susunan menghitung pajak penghasilan
dengan benar dan tidak hafal lapisan pajak penghasilan.

3. Bambang sebagai guru yang memiliki penghasilan sebesar Rp. 4.000.000.


Bambang sudah menikah dan memiliki 1 orang anak. Berapakah pajak terutang
yang harus dibayar Bambang setiap bulannya?

Jawaban yang benar :

Penghasilan setahun = Rp. 4.000.000 12 = Rp. 48.000.000

PTKP

-Wajib pajak sendiri = Rp. 12.000.000

-Tambahan istri = Rp. 1.200.000

-Tambahan Anak = Rp. 1.200.000

Jumlah PTKP = Rp. 14.400.000

41
PKP Rp. 33.600.000

PPh dalam setahun:

5% Rp.25.000.000 = Rp. 1.250.000

10% Rp. 8.600.000 = Rp. 860.000 - Rp. 2.110.000

PPh per bulan:

2.110.000 12 = Rp. 175.833

Dugaan :

Siswa tidak dapat menghitung pajak penghasilan bagi orang yang sudah
menikah dan memiliki anak Jawaban Siswa AD 4.000.000 12 = Rp. 48.000.000

PTKP

-Wajib pajak sendiri = Rp. 12.000.000

-Tambahan istri = Rp. 1.200.000

-Tambahan Anak = Rp. 1.200.000

Jumlah PTKP = Rp. 14.400.000

PKP Rp. 33.600.000 : 12= 2.800.000

PPh 5% Rp.2.800.000 = Rp. 10.800.000

42
Analisis :

Siswa AD hanya mendapatkan nilai 16 dari bobot skor penuh 25 karena siswa
hanya dapat mengerjakan perhitungan penghasilan neto dengan benar. Pada tahap
perhitungan PTKP (Penghasilan Tidak kena Pajak) siswa AD mampu menyebutkan
PTKP dengan benar. Kesalahan siswa AD tidak dapat menghitung PKP (penghasilan
kena pajak) menentukan rumus perhitungan PKP yang dibuktikan dengan kesalahan
yang dialaminya hal ini dikarenakan AD langsung membagi 12 (untuk perhitungan
setahun) jumlah PKP sedangkan seharusnya pembagian dilakukan pada tahap terakhir
setelah mengetahui jumlah PPh dalam setahun. Kesalahan tersebut dilakukan
berulang-ulang oleh siswa lain juga.

Wawancara:

Siswa AD mengalami kesulitan sesudah menghitung PKP, seingat siswa AD


kalau PKP harusnya dibagi 12.

Kesimpulan :

Siswa AD tidak dapat menghitung pajak penghasilan bagi orang yang sudah
menikah dan memiliki anak dikarenakan kesalahan dalam membagi PKP menjadi 12
terlebih dahulu.

Dari berbagai pernyataan yang diberikan siswa diatas bahwa penyebab


kesulitan internal dalam materi pajak penghasilan adalah

1. siswa tidak mengerti tentang pajak penghasilan karena terlalu banyak


ketentuan-ketentuan dalam menghitung pajak penghasilan,
2. Semangat dan minat belajar yang kurang juga merupakan penyebab
kesulitan belajar yang dialami siswa,
3. Kesulitan dalam menghitung karena angka yang digunakan dalam soal
pajak penghasilan sangat banyak.

43
Adapun kesulitan eksternal yang dialami siswa adalah sebagai berikut :

1. Masalah keluarga yang meyita pikiran dan membuat perasaan siswa tidak
nyaman juga merupakan hambatan yang dirasakan siswa.
2. Fasilitas sekolah seperti buku yang tidak mendetail, ruangan kelas yang
terletak dipojok dan panas, dan peralatan sekolah yang tidak lengkap
membuat siswa kesulitan pada materi pajak penghasilan.
3. Teman yang gaduh juga merupakan hal yang menganggu konsentrasi
dalam belajar sehingga siswa mengalami kesulitan untuk menelaah
pelajaran pajak penghasilan.

H. Hal yang dilakukan agar siswa mudah memahami pelajaran Pajak


1. Siswa diharapkan dapat meningkat motivasi dan konsentrasi dalam
mempelajari pajak penghasilan.
2. Guru diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam materi
pajak penghasilan antara lain :
a. Pemahaman siswa tentang ketentuan-ketentuan pajak penghasilan.
b. Memberikan latihan kepada siswa agar siswa terbiasa untuk
menghitung sehingga pada saat diberikan soal perhitungan pajak
penghasilan siswa dapat mengerjakan dengan baik.
c. Guru diharapkan menggunakan metode yang efektif dan menarik agar
dapat meningkatkan semangat dan konsentrasi siswa.
3. Sekolah diharapkan dapat meningkatkan fasilitas sekolah, antara lain:
a. Menambah fentilasi kelas agar udara segar dapat masuk dan
meningkatkan produktivitas siswa dalam belajar.
b. Mengadakan buku yang lebih lengkap karena buku yang digunakan
siswa sekarang merupakan buku lama dan menghambat siswa untuk
mengetahui perkembangan tarif pajak penghasilan yang berubah
secara berkala.

44
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa PPh Pasal 21


merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau
badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbarupada tahun
2013 untuk memotong PPh Pasal 21.

Dan PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan/dipotong atas


penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Yang
dimana Wajib Pajak tersebut masih belum terdaftar dalam NPWP karena subjek
nya sesungguh nya adalah orang luar negeri yang dinyatakan masih belum
menetap di Indonesia

. B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar tidak hanya
menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya sumber rujukan, tetapi juga mencari
referensi lain yang menyangkut pembahasan tentang supervisi klinis untuk lebih
memahami tentang supervisi klinis tersebut.
.

45
DAFTAR PUSTAKA

http://dista246.blogspot.com/2016/12/makalah-pph-pasal-21.html
https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-perpajakan-pendahuluan-
sejarah.html
https://www.scribd.com/document/328270081/Contoh-Latar-belakang-PPh-21
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=340497&val=5332&title=
Kesulitan%20Belajar%20Perpajakan%20dan%20Pengaruhnya%20terhadap%20Moti
vasi%20Belajar%20Mahasiswa%20Pendidikan%20Ekonomi
http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru
https://www.scribd.com/doc/236560817/PPh-Pasal-21

46

Anda mungkin juga menyukai