Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HASIL DISKUSI KOMPREHENSIF


KASUS II (Kasus Industri Obat Tradisional)

Kelas Farmasi Industri B Kelompok E


Kelompok E1 Kelompok E2
1. Anasthasia R.P., S.Farm. (11873) 1. Izzaturohmah K., S.Farm. (11944)
2. Annisa R.N., S.Farm. (11881) 2. Lana Elok Fadlila, S.Farm. (11950)
3. Ayu Rafi Azizah, S.Farm. (11890) 3. Maria Queen P.K., S.Farm. (11959)
4. Devi Okta K., S.Farm. (11900) 4. Mutia Larasati, S.Farm. (11968)
5. Dunstania Maria, S.Farm. (11911) 5. Niyel Marius, S.Farm. (11978)
6. Elisabeth Vitria C., S.Farm. (11915) 6. Quamila P., S.Farm. (11990)
7. Erna Mariana S., S.Farm. (11919) 7. Riana Novitasari, S.Farm. (11994)
8. Fransiska L.A.P., S.Farm. (11928) 8. Syafaria Ayu M., S.Farm. (12009)
9. Ika Nur Asita, S.Farm. (11937)

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Wahyono, S.U., Apt.


Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc., Apt.
Dr. Andayana Puspitasari, M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
A. PENDAHULUAN
Kasus Farmasi Industri (22 November 2018)

Permasalahan
- Spesifikasi bahan baku yang dipakai
- Peningkatan klaim khasiat
- Ketepatan metode ekstraksi
- Titi kritis proses produksi dan control kualitas OHT
- Dokumen registrasi OHT

B. Jamu dan Obat Herbal Terstandar


Jamu merupakan obat tradisional Indonesia, menurut Peraturan Kepala
BPOM RI tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Sementara obat herbal terstandar
merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan,
khasiat, secara ilmiah dengan uji pra-klinik dan bahan bakunya telah
distandardisasi.
Pada pasal tiga (3) pada peraturan yang sama, persyaratan obat herbal
terstandar, diantaranya adalah
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra-klinik
- Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
C. Jawaban Permasalahan
1. Syarat Bahan Baku menurut Materia Medica Indonesia jilid V tahun 1989
Bahan baku yang digunakan dalam produksi OHT ini adalah ekstrak
sambiloto, meniran dan temulawak. Sebelumnya, industri terkait telah
memproduksi kapsul jamu dengan kandungan utama yang sama dengan
OHT diatas. Dengan adanya perubahan produk dari jamu menjadi OHT,
kualitas bahan baku yang digunakan juga berubah. Perubahan kualitas
bahan baku ini lebih kepada penyeleksian sumber bahan dan pengujian
kandungan bahan baku yang lebih optimal untuk memastikan bahwa
setiap proses produksi menghasilkan produk yang sama. Bahan baku
dalam pembuatan jamu tidak diperlukan penetapan kualitas yang ketat
karena kandungan jamu kurang memperhatikan keseragaman kualitas
bahan baku pada masing-masing kemasan produk. Sedangkan pada
produk OHT, diperlukan keseragaman kandungan bahan baku pada
masing-masing kemasan, sehingga diperlukan pengawasan bahan baku
yang ketat, yakni pada proses:
- Pengumpulan/pembudidayaan dan pemanenan termasuk
pemotongan pertama dari bahan alamiahnya
- Proses penghalusan dilakukan sesuai dengan CPOTB
- Bahan aktif mulai dari pemotongan awal sampai pengemasan
harus sesuai dengan definisi didalam glosarium
- Tahap ekstraksi mengikuti proses pasca panen atau pasca
pengumpulan (CPOTB)

Selain itu perlu dilakukan dokumentasi untuk mengawasi mutu dari


produk OHT yang ingin dibuat meliputi:
- Spesifikasi
- Prosedur pengambilan sampel
- Prosedur catatan pengujian
- Sertifikat analisis
- Data pemantauan lingkungan
- Catatan validasi metode analisis
- Prosedur dan catatan validasi instrumen
- Perawatan peralatan
Simplisia Bahan Baku menurut Farmakope Herbal Indonesia Edisi
Pertama Tahun 2009
a. Sambiloto (Andrographis paniculata.)

b. Meniran (Phyllanthus urinata.)


c. Temulawak (Curcuma Zanthorryza.)
2. Klaim Khasiat OHT
Berdasarkan informasi bahan alam dari BPOM dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.6 Tahun 2016 tentang formularium obat herbal indonesia,
terdapat beberapa khasiat yang dapat dilakukan klaim dari bahan baku
OHT diatas, yaitu
a. Sambiloto:
- Analgesik antipiretik
- Anti diare
- Anti hiperkolesterolemia
- Anti inflamasi
- Anti kanker
- Anti influenza
- Diabetes melitus
- Hepatoprotektor
- Imunomodulator
- Infeksi saluran pernafasan atas
b. Meniran:
- Immunomodulator
- Peningkat daya ingat
- Obat luka
- Hepatoprotektor
c. Temulawak:
- Analgesik
- hepatoprotektor

Peningkatan klaim perlu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik pasar


terhadap produk tersebut. Klaim khasiat jamu yaitu “menjaga kesehatan”
ditingkatkan/diubah menjadi “meningkatkan daya tahan tubuh” untuk OHT,
yang dibuktikan khasiatnya melalui uji praklinik menggunakan hewan uji
(in vitro, in vivo, toksisitas akut, toksisitas sub kronis, khusus). Untuk uji in
vitro dan in vivo misalnya pengaruh oht terhadap proliferasi sel limfosit,
makrofag pada tikus atau mencit, atau indicator lainnya misalnya
immunoglobulin, atau sel lainnya yang berperan dalam sistem daya tahan
tubuh.
3. Metode ekstraksi dengan metode perkolasi bertekanan sudah mampu
menghasilkan ekstrak yang diinginkan. Dalam Farmakope Indonesia
Herbal Indonesia (2013), ketiga tumbuhan tersebut (sambiloto, meniran,
dan temulawak) dapat diekstraksi secara maserasi, perkolasi, maupun
soxhletasi. Berdasarkan penilitian Pratiwi (2010), ekstraksi dengan
maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi tidak memberikan
perbedaan rendemen yang signifikan. Ekstraksi yang dipilih yatu perkolasi
bertekanan yang bertujuan untuk mempermudah pelarut mencapai
serbuk simplisia, sehingga diperoleh rendemen yang lebih besar.

4. Titik kritis proses produksi terkait perubahan tingkat obat tradisional dari
jamu menjadi obat herbal terstandar
a. Penyiapan dan pemilihan bahan herba
- Pengumpulan atau pembudidayaan dan pemanenan
termasuk pemotongan pertama dari bahan alaminya
- Proses penghalusan dilakukan sesuai dengan CPOTB
- Bahan aktif mulai dari pemotongan awal sampai
pengemasan harus sesuai dengan definisi dalam
glosarium
b. Ekstraksi (perkolasi bertekanan)
- Memperhatikan besarnya tekanan yang digunakan
- Memperhatikan homogenitas serbuk simplisia
- Menguji kandungan dan kadar dengan HPLC atau TLC
c. Pencampuran
- Memperhatikan waktu atau lamanya pencampuran
- Memperhatikan suhu dan kecepatan alat pencampuran
d. Filling
- Memerhatikan sifat alir dan penutupan kapsul
e. Pengemasan
- Memilih kemasan blister yang kompak
- Memperhatikan lembar alumunium dan plastik yang akan
digunakan
- Pengaturan suhu alat press alumunium

Titik kritis proses kontrol kualitas jamu dan OHT:


a. Angka Cemaran Mikroba
b. Kandungan air
c. Angka Kapang Khamir
d. Angka Lempeng Total
e. Nilai aflatoksin
f. Kandungan senyawa yang terkandung
Perbedaan kontrol kualitas dari jamu dan OHT. Untuk OHT perlu uji
praklinik, yaitu uji in vivo dan uji in vitro, uni toksisitas, kisaran dosis,
farmakodinamik (manfaat), dan teratogenik. Jadi, OHT boleh dikonsumsi
jika sudah terbukti aman dan berkhasiat. Sedangkan, jamu hanya
menggunakan bukti empiris yaitu berupa pengalaman dari orang saja,
tidak ada bukti ilmiahnya.

5. Registrasi OHT
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penyusunan dokumen registrasi
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384
tentang Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, menurut Bab IV Pasal 10 Ayat 2 Poin
B Pendaftaran untuk OHT yang dilakukan industri masuk kategori 4 dibagi
dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap pra-penilaian, meliputi kelengkapan, keabsahan dokumen,
dan dilakukan penilaian kategori
b. Tahap penilaian, meliputi dilakukannya proses evaluasi terhadap
dokumen dan data pendukung
Dokumen registrasi yang dibutuhkan untuk pendaftaran OHT berupa:
a. Berkas pendaftaran (Pasal 15 Ayat 1), meliputi formulir atau disket
pendaftaran yang telah diisi dan dilengkapi dengan:
o Rancangan kemasan (etiket, dus, pembungkus, strip, blister,
catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku) dan harus
dilengkapi dengan rancangan warna (Pasal 17 Ayat 1)
o Brosur (mencantumkan informasi terkait obat herbal terstandar)

b. Dokumen administrasi
c. Dokumen pendukung yang terdiri dari (Pasal 16 Ayat 1):
o Dokumen mutu dan teknologi
o Dokumen yang mendukung klaim sesuai jenis dan tingkat
pembuktian
Dokumen-dokumen diatas kemudian dipisahkan menjadi berkas-berkas
terpisah untuk diserahkan kepada BPOM, dengan format berikut (Pasal
19 Ayat 1):
a. Form TA: keterangan dokumen administrasi
b. Form TB: mencakup formula dan cara pembuatan
c. Form TC: dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan
baku dan produk jadi
d. Form TD: meliputi dokumen klaim indikasi, dosis, cara pakai, dan
bets produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aldi Y., Yahdian, dan Dian, 2014, Aktivitas Imunomodulator dari Ekstrak Etanol
Meniran (Phyllanthus niruri.) terhadap Ayam Broiler, Jurnal Sains dan
Farmasi Klinik Volume 1, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga,
Surabaya.

Anonim, 1989, Materia Medica Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim, 2004, Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.04.2411 Tahun 2004


tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan
Alam Indnesia, BPOM Indonesia.

Anonim, 2005, Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim, 2009, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1, Menteri Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim, 2014, Peraturan Kepala BPOM Nomor 12 Tahun 2014 tentang


Persyaratan Mutu Obat Tradisional, BPOM Indonesia.

Azimah D., Yuswanto, dan Wahyono, 2016, Immunomodulator Effect of


Combination of Andrographis paniculata. Herb and Ginger rhizome
Ethanolic Extract on Cell Proliferation of Balb/c Mice Lymphocytes In
Vitro, Majalah Obat Tradisional Volume 21, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Pratiwi, Endah, 2010, Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi,


dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolid dari
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata), Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai