Anda di halaman 1dari 19

Ilmu Dasar Keperawatan II

OBAT TRADISIONAL
(FITOFARMAKA)

Kelompok 1 IKP 1C Dosen Pengampu


Agri Amalia Azizah,
S.Kep., Ners, M.Kep
ANGGOTA KELOMPOK

1 2 3
Asep Ahmad M.S Cahya Riswara Moch. Gan Gan Ramdani
R.2102020002 R.2102020056 R.2102020095.

.
ANGGOTA KELOMPOK

4 5 6
Nada Nabilah Nicky Candra S Nina Karlina
R.2102020016 R.2102020089 R.2102020048
ANGGOTA KELOMPOK

7 8 9
Rhadella Zilla R Rita Nur Aminah Salma Fauziah Zannah
R.2102020049 R.2102020064 R.2102020031048
ANGGOTA KELOMPOK

10 11 12
Sindhi Yuliani Sinta Gustiani Siti Fatimah Yasmin A
R.2102020070 R.2102020054 R.2102020035
ANGGOTA KELOMPOK

13 14 15
Ummi Hani A Via Oktaviani Zakral Mahara
R.2102020001 R.2102020071 R.2102020067
PEMBAHASAN
FITOFARMAKA
Agenda kita hari ini

Bentuk Sediaan Fitofarmaka

Jenis-jenis Obat Tradisional

Produk Fitofarmaka

Peranan Perawat dalam Penggunaan Obat


PENGERTIAN
FITOFARMAKA Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat
diartikan sebagai sediaan jamujamuan yang
telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Dengan demikian, khasiat
dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih
dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-
jamuan biasa, karena telah memiliki dasar
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam ilmiah yang jelas.
yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis
dan uji klinis bahan baku serta produk Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai
obat herbal tertinggi dari Jamu dan
jadinya telah di standarisir (Badan POM RI
Herbal Terstandar karena proses
2004 ). pembuatannya sudah mengadopsi CPOB
dan sampai uji klinik pada manusia
DASAR PEMIKIRAN
PENGEMBANGAN OBAT
TRADISIONAL MENJADI
FITOFARMAKA
Obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam
usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan
atau dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun
menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan
untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena
bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional
pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia
merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti
dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh
masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat Tradisional
menjadi fitofarmaka.
KRITERIA
FITOFARMAKA
1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
3. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi
4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
TAHAP-TAHAP
PENGEMBANGAN
FITOFARMAKA 1. Tahap Seleksi
2. Tahap Biological
Screening, untuk
menyaring
3. Tahap Penelitian
Farmakodinamik
4. Tahap Pengujian
Toksisitas Lanjut (multiple
doses)
5. Tahap Pengembangan
Sediaan (formulasi)
6. Tahap Uji Klinik Pada
Manusia Ada 4 fase.
PENGUJIAN FITOFARMAKA
Yang terlibat dalam pengujian:
• Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun &
mengusulkan protokol uji fitofarmaka

• Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan,


seperti Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian
atau lembaga penelitian Kesehatan 5

• Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner


yang terdiri dari dokter,apoteker dan tenaga ahli
lainnya yang mempunyai fasilitas, bersedia serta
mampu melaksanakan uji fitofarmaka..
KEUNTUNGAN STANDARDISASI
FITOFARMAKA

• Menghasilkan efek terapeutik


yang konsisten, reproducible &
derajat keamanannya tinggi (dosis
terkontrol).
• Semakin banyak obat
tradisional dengan efikasi klinis
yang dapat diuji pra klinik maupun
klinik.
• Kebanyakan uji klinik telah
menggunakan ekstrak terstandar.
JENIS UJI FITOFARMAKA

1. Uji Toksisitas dibedakan menjadi tiga :


• Uji Toksisitas Akut
• Uji Toksisitas Sub
• Uji Toksisitas Kronik
2. Uji Farmakodinamik/efek farmakologik
Tahap ini dimaksudkan untuk lebih
mengetahui secara lugas pengaruh
farmakologik pada berbagai system
biologik.
3. Uji klinik Fitofarmaka
Pengujian pada manusia, untuk
mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologi tolerabilitas, keamanan dan
manfaat klinik untuk pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit atau pengobatan
segala penyakit.
BENTUK
SEDIAAN
FITOFARMAKA
JENIS-JENIS OBAT
TRADISIONAL YANG
DIKEMBANGKAN MENJADI
FITOFARMAKA 7. Anti herpes genitalis
Sesuai lampiran Permenkes RI 8. Anti hyperlipidemia
No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 9. Anti hipertensi
September 1992 berikut ini adalah daftar 10. Anti hipertiroidisma
obat tradisional yang harus dikembangkan 11. Anti histamine
menjadi Fitofarmaka yaitu : 12. Anti inflamasi (anti Rematik)
1. Antelmintik 13. Anti kanker
2. Anti ansietas (anti cemas) 14. Anti malari.
3. Anti asma 15. Anti TBC
16. Antitusif / Ekspektoransia
4. Anti diabetes (hipoglikemik)
17. Disentri
5. Anti diare
18. Dyspepsia (gastritis)
6. Anti hepatitis kronik 19. Diuretic
PRODUK FITOFARMAKA
1. Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma
(POM FF 031 500 361)
2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT.
Nyonya Meneer (POM FF 032 300
351)
3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT
Dexa Medica (POM FF 041 300 411,
POM FF 041 600 421)
4. Phapros ( POM FF 031 300 031,
POM FF 031 300 041)
5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac)
(POM FF 031 300 011, POM FF 031
300 02
PERANAN PERAWAT DALAM
PENGGUNAAN OBAT FITOFARMAKA
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Keberhasilan promosi kesehatan
sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap
menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk
obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat fitofarmaka.
Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat
membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan
kebutuhan klien. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian
obat-obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua
komponen dari perintah
TERIMA KASIH SUDAH
MENDENGARKAN!

Anda mungkin juga menyukai