Wa0000
Wa0000
1
2
lebih lama. Merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau
hialin lipid. Penyebabnya: Microatheroma, Lipohyalinosis, hipertensi sekunder
atau vaskulitis nekrosis fibrinoid, hialin arteriosklerosis, amiloid angiopathy
(Price, 2005: 1114-1115).
2) Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar pada stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan
degan lesi ateroskelrotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis dia erteria
karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau ditaut
arteria vertebralis dan basilaris (Price, 2005: 1114-1115).
3) Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya
stroke arteria vertebralis),atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu
arteri distal atau jantung (Price, 2005: 1114-1115).
4) Stroke Kriptogenik
Suatu keadaan dimana pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh
intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas karena sumber penyebabnya
tersembunyi bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif (Price, 2005: 1115)
1.1.3 Etiologi
1.1.3.1 Trombosis serebral
Thrombosis pada arteri serebri yang memasok darah dalam otak atau
thrombosis pembuluh darah intracranial yang menyumbat aliran darah (Kowalak,
2003:334). Thrombosis pembuluh darah besar dengan aliran darah lambat adalah
sebagian besar CVA ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di aorta karotis interna atu yang kebih
jarang, di pangakal arteria serebri media atau di taut arteria vertebralis dan asilaris
(Price, 2002:1114)
Keadaan yang menyebabkan thrombosis:
1) Arterosklerosis
Akibat mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
elastisitas dinding PD. Oklusi mendadak pembuluh darah.
3
hematologi seperti multiple myeloma dan polycythemia vera. Dalam hal ini,
trauma cerebral dapat timbul karena kerusakan sistem organ lain (Cruz,2013).
1.1.3.5 Oklusi Arteri besar
Oklusi arteri besar biasanya diakibatkan oleh emboli yang berasal dari
serpihan artherosklerosis dari dalambiasanya mempengaruhi arteri carotis atau
bersumber dari jantung.sebagian kecil oklusi aretri besar terjadi karena ulserasi
plak dan trombosis (Cruz,2013).
1.1.3.6 Watershed Infarcts
Infark pada batas air dari pembuluh darah muncul pada area paling distal
dari arteri. Hal tersebut dipercaya merupakan penyebab sekunder dari fenomena
embolik atau disebabkan oleh hipoperfusi yang parah, antara lain oklusi pada
carotis dan hipotensi yang berkepanjangan (Cruz, 2013).
1.1.4 Faktor Resiko
1.1.4.1 Yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Faktor resiko terjadinya CVA meningkat pada usia lebih dari 64 tahun
walaupun biasanya CVA terjadi pada orang yang lebih tua, 1/3 kejadian terjadi
pada usia kurang dari 65 tahun (Cruz, 2013).
2) Ras
Orang amerika keturunan afrika memiliki angka kejadian yang lebih tinggi
dari orang kaukasia (Price,2002:1106)
3) Seks
Pria memiliki resiko yang lebih tinggi dari wanita, dengan insiden 62.8 per
100.000 kejadian, sementara wanita 59 per 100.000 kejadian (Cruz, 2011)
4) Keturunan (Cruz, 2013)
Adanya riwayat stroke pada orangtua meningkatkan faktor resiko stroke.
Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain faktor genetic, faktor
life style, penyakit-penyakit yang ditemukan dan Interaksi antara ketiga
mekanisme tersebut. Gangguan spesifik pada gen dengan CVA, merupakan
fenotip yang dapat menunjukkan potensi terjadinya resiko CVA (Cruz, 2013).
5
UTF-8 _m
. zona penurunan perfusi marginal (CBF
<25ml/100gr jaringan) secara bersama disebut iskemik penumbra. Jaringan di
penumbra dapat bertahan hidup selama beberapa jam karena perfusi jaringan
marjinal.
Iskemik cascade
7
pembuluh darah kapiler yang lemah menghasilkan perdarahan petekial atau frank
intraparenchymal hematoma (Cruz,2013)
11) Analisa Gas Darah : Walaupun jarang, pada pasien dengan suspek
hipksemia, gas darah arteri menetapkan keparahan dari hipoksemia dan
mungkin mendeteksi gangguan asam basa. Jika pada trombolitik, punksi
arteri seharusnya dihindari kecuali benar-benar dibutuhkan (Cruz, 2013).
1.1.6 Penatalaksanaan
1.1.6.1 Menurut Muttaqin, 2008
1) Untuk mengobati keadaan akut, berusaha untuk menstabilkan TTV dengan
(Muttaqin, 2008:141):
(1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
(2) Kontrol tekanan darah
(3) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2) Terapi Konservatif
(1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
(2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
(3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisi
atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
(4) Bila terjadi peningkatan TIK, (dengan gejala: bradikardi, ketidak teraturan
pernapasan, peningkatan tekanan darah, muntah proyektil
(Smeltzer,2001:2143) ), TIK normal ≤ 15 mmHg (Price, 2002:2112), hal
yang dilakukan:
- Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
- Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
No movement 4
Motor leg left* (raise 300, hold 5 No drift 0
seconds) Drift 1
Cannot resist gravity 2
7.
No effort against
3
gravity
No movement 4
Motor leg right* (raise 300, hold 5 No drift 0
8. seconds) Drift 1
Cannot resist gravity 2
No effort against
3
gravity
No movement 4
Limb ataxia (finger-nose, heel shin) Absent 0
9. Present in 1 limb 1
Present in 2 limbs 2
Sensory (pinprick to face, arm. Leg) Normal 0
10.
Partial loss 1
Extinction/neglect (double stimultaneous No neglect 0
11. testing) Partial neglect 1
Complete neglect 2
Dysarthria (speech clarity to “mama, Normal articulation 0
baseball, huckleberry, tip-top, fifty-fifty) Mild to moderate
1
12. dysarthria
Near to unintelligible
2
or worse
Best language** (name items, describe No aphasia 0
pictures) Mild to moderate
1
13 aphasia
Severe aphasia 2
Mute 3
Total
0-42
-
Notes:
1. Jika lengan atau kaki tidak bisa dites dikarenakan adanya amputasi atau keterbatasan
lain, maka tidak bisa dilakukan pengetesan dan poin tidak diperhitungkan.
2. NIHSS > 22 maka dipertimbangkan sangat dipertimbangkan dan mungkin diprediksi
peningkatan resiko komplikasi.
3. Skor pada umumnya digunakan sebagai hasil, peningkatan atau kemunduran dari
stroke.
2) Terapi trombolitik
Trombolitik mengembalikan aliran darah serebral diantara beberapa pasien
dengan iskemik stroke akut mengakibatkan gejala hemoragik dapat meningkatan
atau mengatasi resolusi dari defisit neurologis.
3) Antiplatelet
The International Stroke Trial and the Chinese Acute Stroke Trial (CAST)
mendemonstrasikan manfaat pemberian aspirin dan heparin, hasilnya aspirin dapat
mengurangi resiko stroke yang berulang. Aspirin (Bayer Aspirin, Anacin,
Bufferin) memblok sintesis prostaglandin, dimana merubah penghambat
15
- Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
20
- Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Pasien tidak mampu
mengangkat alis, mengerutkan dahi atau menutup mata pada daerah yang
terkena (Cruz, 2013)
- Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli perseptif.
7) Sistem intergumen: jika pasien kekurangan O₂ kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk. Selain itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik (Muttaqin,2008:139).
22
120/80).
Intervensi:
(1) Jelaskan kepada klien (jika sadar) dan keluarganya penyebab dan akibat
peningkatan TIK.
R/ TIK terjadi karena adanya pembengkakan sel dalam serebral yang dapat
mendesak isi kranium dan menyebabkan herniasi batang otak, diabetes
insipidus dan SIADH.
(2) Berikan posisi head up 15-300
R/ perubahan pada TIK akan dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya
herniasi otak.
(3) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan yang berlebihan.
R/ batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
pendarahan ulang.
(4) Kolaborasi dalam pemberian:
Cairan perinfus dengan perhatian ketat.
R/ meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan
intrakranial.
(5) Observasi tanda-tanda status neurologis dengan GCS, keluhan nyeri
kepala, mual muntah, serta TTV.
R/ untuk mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan serta dapat
mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
26
3) PK : peningkatan TIK
Tujuan: tekanan intrakranial pasien terkontrol setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
- Kesadaran composmetis
- TD 100/70-140/90 mmHg (MAP= (2xSP)+DP)
3
- Tidak kejang
27
4) PK : Infeksi Pernapasan
Tujuan : pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5°C
- produksi sputum berkurang atau hilang
- batuk berkurang atau hilang
28
Intervensi :
(1) Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab infeksi
R/ Infeksi disebabkan oleh kurangnya aktivitas mobilitas fisik,
menyebabkan turunnya reflek batuk yang mengakibatkan terjadi stasis
mukus sehingga terjadi perkembangan mikroorganisme pada parenkim
paru yang mengakibatkan infeksi.
(2) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik R/ pemberian
antibiotik dapat memutuskan penyebab dari infeksi.
(3) Observasi tanda-tanda infeksi
R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
(3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
R/ gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
(4) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
R/ mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan
(5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
(6) Berikan satu bantal di bawah aksila
R/untuk mempertahankan lengan menjauh dari dada, untuk mencegah
adduksi bahu yang sakit.
(7) Tempatkan pasien pada posisi telungkup selama 15-30 menit beberapa kali
sehari, dengan satu bantal di tempatkan di bawah pelvis (bila
memungkinkan)
R/membantu meningkatkan hiperekstensi sendi panggul yang esensial
untuk berjalan normal dan membantu untuk mencegah kontraktur pada
panggul fleksi lutut dan panggul.
(8) Observasi kemampuan mobilitas pasien
R/ untuk mengetahui tingkat mobilitas dari pasien
(2) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat.
R/ diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler
(3) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari)
jika tidak ada kontraindikasi.
R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular
(4) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien.
R/ aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic
(5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif,
supositoria, enema)
R/ pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
(4) Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
R/ hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
(5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas
pada kulit.
R/ mempertahankan keutuhan kulit
(4) Pertahankan tempat tidur pada ketinggian agak rendah dan pagar bed
terpasang pada bagian tidak dijaga.
R/ Pasien disorientasi juga mengalami gangguan istirahat dan beresiko
terjatuh dari tempat tidur.
(5) Letakkan pispot di dekat pasien.
R/ Pasien yang beraktivitas di kamar mandi beresiko lebih tinggi cedera.
(6) Observasi adanya jejas dan laporan beresiko terjadi cedera.
R/ Memantau kondisi pasien agar terhindar dari cedera.
bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah,
ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
R/ Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
(6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
R/ menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebihan
(7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
R/ Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak konsistenan dari
persepsi dan integritas kulit.