Layanan advokasi adalah layanan BK yang membantu peserta didik untuk memperoleh
kembali hak-hak dirinya yang tidak diperhatikan dan atau mendapatkan perlakuan yang salah
sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas dan terpuji.[1]
2. Deskripsi
Salah fungsi konseling adalah fungsi advokasi yang artinya membela hak seseorang yang
tercederai. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang memiliki berbagai hak yang secara
umum dirumuskan didalam dokumen HAM (Hak Asasi Manusia). Berlandaskan HAM itu
setiap orang memiliki hak-hak yang menjamin keberadaannya, kehidupannya dan
perkembangan dirinya. Fungsi advokasi dalam konseling berupaya memberikan bantuan
(oleh konselor) agar hak-hak yang menjamin keberadaan, kehidupan dan perkembangan
orang atau individu atau klien yang bersangkutan kembali memperoleh hak-haknya yang
selama ini dirampas, dihalangi, dihambat, dibatasi atau dijegal.
Layanan advokasi diterapkan oleh konselor untuk menangani berbagai kondisi tentang
tercederainya hak seseorang terkait dengan pihak lain yang berkewenangan demi
dikembalikannya hak klien yang dimaksudkan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Layanan advokasi dalam konseling bermaksud mengentaskan klien dari suasana yang
menghimpit dirinya karena hak-hak yang hendak dilaksanakan terhambat dan terkekang
sehingga keberadaan, kehidupan dan perkembangannya, khususnya dalam bidang pendidikan
menjadi tidak lancar, terganggu, atau bahkan terhenti atau terputus. Dengan layanan advokasi
yang berhasil klien akan kembali menikmati hak-haknya, yang dengan demikian klien berada
kembali dalam posisi perkembangan diri (yaitu pengembangan pribadi, sosial, belajar, karier,
keluarga, keagamaan, dan atau kemasyarakatan) secara positif dan progresif.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus layanan advokasi dalam konseling adalah membebaskan klien dari
cengkeraman pihak tertentu yang membatasi atau bahkan menghapus hak klien dan masalah
klien teratasi. Karena konseling adalah profesi dalam bidang pendidikan, maka layanan
advokasi dalam konseling dilakukan berkenaan dengan hak-hak klien dalam bidang
pendidikan. Di luar bidang pendidikan, layanan advokasi dapat dilaksanakan oleh konselor
sepanjang pemasalahan klien masih berada dalam kewenangan konselor menanganinya.
C. Komponen Layanan
Layanan advokasi dalam konseling dapat menyangkut komponen yang lebih
bervariasi, baik berkenaan dengan person-person yang terkait maupun variasi kondisi dan
keluasaan materinya. Segenap person tersebut dan kondisi materi yang ada dimanfaatkan
untuk kepentingan klien.
1. Konselor
Konselor sebagai pelaksana layanan advokasi dituntut untuk mampu berkomunikasi,
melobi dan mengambil manfaat sebesar-besarnya dari hubungan dengan pihak-pihak terkait,
dan juga mengolah kondisi dan materi secara optimal. WPKNS (Wawasan, Pengetahuan,
Keterampilan, Nilai dan Sikap) yang ada pada diri konselor cukup luas dan memadai terkait
dengan pelanggaran hak klien yang dilayani dan pihak-pihak terkait.
3. Pihak-pihak Terkait
Pihak terkait pertama adalah person yang memiliki kewenangan untuk mempengaruhi
terimplementasikannya hak klien. Pengaruh dari pihak yang berkewenangan itu dapat dalam
kadar yang bervariasi, pengaruhnya cukup ringan atau sampai amat berat atau bahkan bersifat
final. Pada kasus siswa tersebut di atas pengaruh dari pihak yang dimaksudkan itu bersifat
final, yaitu tidak boleh masuk sekolah dan tidak boleh mengikuti UN.
Untuk kasus siswa SMA itu pihak yang berkewenagan tertinggi adalah kepada sekolah
yang membuat keputusan final terhadap siswa tentang kesempatan masuk sekolah dan
keikutsertaan UN. Pengaruh kepada sekolah adalah bersifat final, keputusan tidak berkadar
100%. Di samping itu ada pihak “tingkat (level) dua”, yaitu guru BK (yang tidak ahli BK),
yang melabeli siswa sebagai “gila” yang menjadi alasan bagi kepala sekolah membuat
keputusan final. Pihak lain lagi yaitu guru yang memberi tugas terlalu amat berat sehingga
tidak mungkin dikerjakan oleh siswa, yang membuat siswa seperti “gila” menurut pandangan
guru BK. Pihak lain adalah orang tua siswa, yang menerima dampak paling berat kedua
selain anaknya yang haknya dicabut itu. Selain itu ada dokter yang memeriksa siswa yang
dilabeli gila itu. Konselor dituntut untuk mampu “menganggap” pihak-pihak terkait itu.
D. Materi Layanan
a. Isi atau materi layanan ADVO terfokus pada ak klien yang terkena perlakuan negatif oleh
pihak atau pihak-pihak tertentu sehingga (sangat) merugikan klien. Materi tersebut bervariasi
terutama kalau dilihat dari perlakuan pencederaan hak klien oleh pihak terkait. Dalam kasus
diatas materi puncak ADVO adalah putusan kepala sekolah yang melarang siswa masuk
sekolah dan ikut ujian. Materi terkait dengan guru BK adalah sikap dan label yang diberikan
kepada siswa; materi terkait dengan guru adalah tugas untuk siswa yang terlalu amat berat,
dan materi terkait dengan orang tua adalah beban orang tua terkait keputusan kepala sekolah.
Dalam layanan advokasi konselor menganggap segenap materi tersebut yang mengarah
kepada terselesaikannya hak siswa berkenaan kegiatan pembelajaran di sekolah dan ikut UN.
b. Berkenaan materi karakter-cerdas, konselor setiap kali mengangkat materi karakter-cerdas
pada berbagai aspek layanan agar seluruh kegiatan layanan isinya diwarnai oleh suasana
perilaku/ penampilan dengan prospektif karakter-cerdas.
E. Asas
Asas kesukarelaan dan asas keterbukaan sangat diperlukan berkenaan penggalian
informasi, kesediaan mengubah ataupun memperbaiki konsep/ pandangan dan sikap
berdasarkan nilai-nilai yang lebih rasional, berdasarkan moral dan progresif, serta kemauan
positif bersama untuk memuliakan harkat dan martabat manusia (HMM) yang ada pada diri
klien dapat dikembangkan melalui teraktualisasikannya kedua asas tersebut.
Asas kegiatan pada diri klien tidak banyak dituntut dari klien, karena ia sebagai
korban memang tidak bisa banyak berbuat, kecuali menunggu hasil akhir layanan advokasi.
Asas kerahasiaan diberlakukan dalam bentuk tidak membesar-besarkan permasalahan yang
terjadi yang akan berdampak negatif bagi pihak-pihak terkait, atau yang akan justru
menyulitkan terlaksananya program yang dilakukan melalui layanan advokasi.
1. Format Kolaboratif
Karena layanan advokasi menyangkut sejumlah pihak terkait, apalagi pihak-pihak tertentu
itu ada yang berdasarkan pada tingkat (level) tertentu sama atau beda, maka format layanan
adalah kolaboratif. Konselor langsung berkomunikasi dengan pihak-pihak yang dimaksud
untuk menggali informasi, kesempatan dan kemudahan, serta kerjasama hal-hal positif
lainnya demi mengembalikan hak klien yang selama ini kurang atau tidak dinikmati oleh
klien.
2. Strategi BMB3
Dalam hubungan dengan pihak-pihak terkait konselor mengembangkan suasana BMB3
(berfikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung jawab) demi terpecahkannya
permasalahan klien dan diperolehnya solusi yang terbaik sehingga klien kembali memperoleh
hak-haknya.
3. Teknik
a. Teknik wawancara, diskusi dan mempertimbangkan bersama pada umumnya dipakai dalam
hubungan dengan pihak-pihak terkait.
b. Studi dokumentasi ataupun data aktual berkenaan dengan kondisi klien dan hal-hal terkait
dengan permasalahan hak dan implementasinya.
c. Solusi tentang pengembalian hak klien diambil dari pihak berkewenangan dapat dengan
diberlakukannya secara bertingkat ataupun atas hasil musyawarah pihak-pihak terkait.
Istilah “mediasi” terkait dengan istilah “media” yang berasal dari kata “medium” yang
berarti perantara. Dalam literatur Islam istilah “mediasi” sama dengan “wasilah” yang juga
berarti perantara. Berdasarkan arti di atas, mediasi bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengantarai atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula terpisah. Juga
bermakna menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda dan mengadakan kontak
sehingga dua pihak yang semula terpisah menjadi saling terkait.Melalui mediasi atau wasilah
dua pihak yang sebelumnya terpisah menjadi saling terkait, saling mengurangi atau
meniadakan jarak, saling memperkecil perbedaan sehingga jarak keduanya menjadi lebih
dekat. Dengan layanan mediasi konselor berusaha mengantarai atau membangun hubungan
diantara mereka, sehingga mereka menghentikan dan terhindar dari pertentangan lebih lanjut
yang merugikan semua pihak.
B. Tujuan
Fokus layanan mediasi adalah perubahan atau kondisi awal menjadi kondisi baru dalam
hubungan antara pihak-pihak yang bermasalah. Tujuan layanan mediasi dibedakan menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus, yakni :
1. Tujuan Umum
Layanan mediasi (MED) pada umumnya bertujuan agar tercapai kondisi hubungan
yang positif dan kondusif diantara para klien, yaitu pihak-pihak yang berselisih.
2. Tujuan khusus
Secara Khusus Layanan mediasi bertujuan agar terjadi perubahan atas kondisi awal
yang negative (bertikai atau bermusuhan) menjadi kondisi baru (kondusif dan
bersahabat) dalam hubungan antara dua belah pihak yang bermasalah. Terjadinya perubahan
kondisi awal yang cenderung negatif kepada kondisi yang lebih positif .
C. Komponen
Proses layanan MED melibatkan konselor dank lien, yaitu dua pihak (atau lebih) yang
sedang mengalami masalah berupa ketidakcocokan diantara mereka.
1. Konselor
Konselor sebagai perencana dan penyelenggara layanan MED mendalami
permasalahan yang terjadi pada hubungan diantara pihak-pihak yang bertikai.Konselor
membangun jembatan diatas jurang yang mengaga diantara dua pihak (atau lebih) yang
sedang bermasalah itu.
2. Klien
Berbeda dari layanan onseling perorangan, pada layanan mediasi konselor
menghadapi klien yang terdiri dari dua pihak atau lebih, dua orang individu atau lebih, dua
kelompok atau lebih, atau kombinasi sejumlah individu dan kelompok
3. Masalah klien.
masalah klien yang dibahas dalam layanan mediasi pada dasarnya adalah masalah
hubungan yang terjadi diantara individu dan atau kelompok-kelompok yang sedang bertikai,
yang sekarang meminta bantuan konselor untuk mengatasinya. Masalah-masalah tersebut
dapat berpangkal pada pertikaian atas kepemilikan sesuatu, kejadian dadakan seperti
perkelahian, persaingan perebutan sesuatu., perasaan tersinggung, dendam dan sakit hati.,
tuntutan atas hak, dsb. Pokok pangkal permasalahan tersebut menjadikan kedua belah pihak
(atau lebih) menjadi tidak harmonis atau bahkan saling antagonistic yang selanjutnya dapat
menimbulkan suasana eksplosif yang dapat membawa malapetaka atau bahkan korban.
D. Asas
Pada dasarnya semua asas konseling perlu mendapat perhatian dan diterapkan dalam
layanan mediasi
1. Asas Kerahasiaan
Layanan mediasi melibatkan lebih dari dua orang, yaitu konselor dan dua orang klien
atau lebih.Identitas pribadi dan segenap materi yang dibicarakan dalam layanan MED
diketahui setidak-tidaknya oleh segenap peserta layanan. Semua orang yang terlibat dalam
pertikaian dan masalah yang dipertikaikan itu bukan rahasia lagi bagi semua orang yang ikut
serta dalam layanan.
Dalam hal seperti diatas, asas kerahasiaan hendaknya ditekankan agar semua orang
yang terlibat dalam layanan (termasuk konselor) tidak menyebarluaskan informasi apapun
kepada siapapun berkenaan dengan orang—orang yang ikut serta menjadi klien dan
permasalahan yang dibahas dalam layanan. Asas kerahasiaan harus dipegang teguh agar
permasallahan yang sedang dicarikan pemecahannya itu tidak justru semakin meluas, atau
pemecahannya menjadi rumit. Dalam layanan mediasi, asas kerahasiaan seperti itu benar-
benar ditekankan oleh konselor untuk dipahami dan diamalkan oleh semua peserta layanan.
2. Asas keterbukaan
Layanan MED diikuti oleh dua orang atau lebih klien.Semua orang yang mengikuti
layanan hendaknya membuka diri seluas-luasnya sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Keterbukaan para peserta layanan secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh
adanya orang ketiga dalam proses layanan, baik orang lan itu dari pihak atau kelompok
sendiri maupun dari lawan yang bertikai. Untuk itu konselor harus bekerja keras untuk
membangun keterbukaan diantara klien, dengan cara :
3. Asas Kesukarelaan
Idealnya semua peserta sejak awalnya bersukarela (self referral) mengikuti layanan
mediasi. Namun hal seperti itu amat sulit terjadi apabila :
- suasana pertikaian diantara kedua belah pihak (yang sebenarnya memerlukan layanan
mediasi) masih marak,
- mereka menganggap mediasi itu tidak perlu,
- mereka masing-masing menganggap perilakunyalah yang benar dan yang lain salah
- pihak yang merasa kuat dan benar menolak mediasi dan pihak yang lemah kurang
memercayai mediasi dari pihak ketiga karena menganggap mediator akan tidak adil, dan
memihak kepada yang kuat sedangkan pihak yang kuat menganggap mediator tidak akan
sanggup menyelesaikan
pihak-pihak yang bertikai dapat memasuki layanan mediasi apabila :
- kedua belah pihak sudah lelah bertikai dan korban sudah cukup banyak, mereka ingin
berdamai, maka dari itu mereka membutuhkan mediator untuk mencari jalan-jalan damai
yang tidak merugikan salah satu pihak
- salah satu pihak merasa kewalahan menghadapi lawannya dan mencari jaan agar pihaknya
tidak terlalu dikalahkan. Pihak ini mencari mediatr untuk mendapatkan keadilan. Kondisi ini
hanya akan membawa kedua belah pihak yang satu lagi menyetujuinya dan mau mundur
selangkah dan tidak begitu sja menghabisi pihak yang berinisiatif mencari perdamaian itu
- kedua belah pihak mempunyai atasan dan para atasan berkehendak membawa anak buah
yang bertikai itu kepada konselor untuk mendapatkan layanan konseling.
Ketiga kondisi tersebut diatas memang dapat mengantarkan pihak-pihak yang bertikai
memasuki layanan mediasi, meskipun derajat kesukarelaan mereka pada awalnya sangat tipis.
Dalam keadaan seperti ini, tugas pertaa konselor adalah membangun keterbukaan semua
peserta layanan melalui cara-cara penerimaan yang baik dan memberiikan penstrukturan yang
didalamnya terkandung pengembangan asas kerahasiaan dan keterbukaan, sehingga mmereka
dapat bersukarela mengikuti proses layanan
4. Asas kekinian
materi pokok yang menjadi focus bahasan dalam layanan mediasi adalah hal-hal yang
bersifat actual, yang menyangkut pikiran, perasaan, persepsi, sikap, dan kemungkinan
tindakan yang ada atau berkembang sekarang.
5. Asas kemandirian.
Dengan layanan mediasi, seluruh peserta layanan diharapkan dapat mengembangkan
kemandirian mereka, dalam berfikir, merasa, berpendapat dan berpandangan, bersikap,
bertindak dan bertanggungjawab (BMB3).Kemandirian itu bersifat dan mengarah kepada hal-
hal positif yang jauh dari suasana pertikaian, permusuhan ataupun persaingan tidak sehat
terhadap pihak-pihak lain sebagaimana hal itu terjadi sebelum layanan mediasi.
6. Asas-asas lainnya
Asas-asas lain dalam konseling, yaitu asas kegiatan, kedinamisan, keterpaduan,
kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus dan tutwuri handayani, pelaksanaannya dalam
layanan mediasi sebagaimana dalam layanan konseling lainnya. Dalam layanan mediasi,
pelaksanaan asas-asas tersebut tertuju kepada sejumlah klien dari dua “kubu” atau lebih dan
memfasilitasi terbinanya hubungan diantara mereka yang semakin kondusif, dan permisif
serta berkembangnya nilai-nilai positif dalam hubungan mereka itu.
Ada dua terknik yang yang diterapkan dalam layanan mediasi antara lain
1. Teknik umum
a) Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk
Suasanan penerimaan harus dapat mencerminkan suasana penghormatan, keakraban,
kehangatan dan keterbukaan terhadap semua calon peserta layanan, sehingga timbul suasana
kondusif proses layanan mediasi.
b) Penstrukturan
Melalui perstrukturan, konselor mengembangkan pemahaman peserta layanan tentang
apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana layanan mediasi itu. Dalam perstrukturan juga
dikembangkan tentang pentingnya asas-asas konseling dalam layanan mediasi terutama asas
kerahasiaan, keterbukaan, dan kesukarelaan. Selain itu juga harus dikembangkan juga
pemahaman terhadap klien bahwa konselor tidak memihak, kacuali kepada kebenaran.
c) Ajakan untuk berbicara
Apabila melalui perstrukturan belum mau berbicara, konselor harus mengajak siswa
agar mau membicarakanya. Ajakan berbicara dapat diawali dengan upaya konselor mencari
tau adanya perselisihan yang dialami para siswa dan bagaimana konselor dapat bertemu
dengan mereka.
Dan teknik umum lainnya ialah sebagai berikut :
a) Kontak mata, kontak psikologis, dorongan minimalis, dan teknik 3M diarahkan kepada tiap
siswa yang sedang berbicara.
b) Keruntutan, refleksi, dan pertanyaan terbuka disampaikan kepada pembicara dan dapat
dijawab oleh peserta selain pembicara. Kehati-hatian konselor sangat dituntut, terlebih
apabila jawaban atas pertanyaan terbuka diberikan oleh pihak lain yang berselisih atau yang
berseberangan dengan pembicara.
c) Penyimpulan dan penafsiran, dan konfrontasi khususnya ditujukan kepada pembicara dan
secara umum boleh ditanggapi oleh peserta lainnya.
d) Transferensi dan kontra transeferensi sangat mungkin muncul diantara para peserta. Oleh
karena itu, konselor harus secara cerdas mengendalikan diri dalam mengemukakan kontra
transferensi.
e) Teknik eksperiensil diterapkan untuk memunculkan pengalaman-pengalaman khusus,
terutama dari peserta yang benar-benar mengalami berkenaan dengan permasalahan yang
sedang dibahas dalam layanan mediasi.
f) Strategi memfrustasikan klien (siswa) dan tiada maaf diterapkan untuk membangun
semangat para peserta dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Konselor (pembimbing)
harus hati-hati dalam menerapkan strategi ini agar tidak menimbulkan sikap mempertahankan
diri atau sikap negatif lain nya.
2. Teknik khusus
Beberapa teknik khusus yang bisa diterapkan dalam mediasi adalah :
a) Informasi dan contoh pribadi, teknik ini diterapakan apabila siswa benar-benar memerlukan.
Informasi harus diberikan secara jelas dan objektif, sedangkan contoh pribadi harus diberikan
secara sederhana dan berlebihan.
b) Perumusan tujuan, pemberian contoh dan latihan bertingkah laku. Teknik ini diarahkan
untuk terbentuknya tingkah laku baru, latihan bertingkah laku, khususnya cara
berhubungan atau berkomunikasi dapat dilakukan melalui teknik kursi kosong.
c) Nasihat, teknik ini diterapkan apabila benar- benar diperlukan. Usahakan tidak memberikan
nasihat. Apabila teknik-teknik yang lain sudah diterapkan secara baik, nasihat tidak
diperlukan lagi.
d) Peneguhan hasrat dan kontrak, teknik ini merupakan tahap pengunci atas berbagai upaya
pengubahan tingkah laku yang telah dilaksanakan. Teguhnya hasrat merupakan komitmen
diri bahwa apa yang telah dilatihkan dan semua hasil layanan mediasi benar-benar
dilaksanakan. Komitmen tersebut dapat disusun dalam bentuk kontrak yang realisasinya akan
ditindaklanjuti oleh klien dan konselor.
2. Himpunan data
Apabila peserta layanan mediasi adalah siswa disekolah, himpunan data yang telah ada
bisa digunakan dalam layanan mediasi. Apapun data yang telah ada dan hendak
digunakan, pengungkapan dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kewenangan
penggunaannya.
3. Konferensi kasus
Menurut prayitno (2004) layanan mediasi merupakan konferensi kasus mini, karena
dihadiri oleh dua pihak yang berselisih atau bertikai dan dilaksankan oleh konselor. Ada tiga
jenis konferensi kasus mediasi, yaitu
a. Konferensi kasus yang dihadiri oleh peserta layanan mediasi dan pihak-pihak yang lain yang
dianggap dapat membantu penyelesaian masalah yang dibahas dalam layanan mediasi.
b. Konferensi kasus yang dihadiri oleh wakil-wakil pihak lain yang dianggap dapat membantu
penyelesaian masalah yang dibahas dalam layanan mediasi.
c. Konferensi kasus yang dihadiri oleh pihak-pihak lain yang dianggap dapat membantu
penyelesaian masalah yang di bahas dalam layanan mediasi, dan tidak diwakili oleh wakil-
wakil peserta layanan.
4. Kunjungan Rumah
KR umumnya dimaksudkan untuk memperluas data yang diperoleh melalui aplikasi
instrumen yang lain dan membina komitmen anggota keluarga yang dikunjungi dalam rangka
penyelesaian masalah yang dibahas dalam layanan. Khusus dalam layanan mediasi, KR
(kunjungan rumah) juga dapat terarah untuk maksud lain seperti, kunjungan rumah yang
dilakukan untuk menjenguk korban perkelahian, adalah bermaksud untuk menjenguk korban
atau menyampaikan hasil-hasil mediasi.
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan menjadi peserta layanan
b. Mengatur dengan calon peserta layanan
c. Menetapkan fasilitas layanan
d. Menyiapkan kelengkapan administrasi
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang meliputi kegiatan
a. Menerima pihak-pihak yang berselisih atau bertikai
b. Menyelenggaraan perstrukturan layanan mediasi
c. Membahas masalah yang dirasakan oleh pihak-pihak yang menjadi peserta layanan
d. Menyelenggarakan pengubahan tingkah laku peserta layanan
e. Membina komitmen peserta layanan demi hubungan baik dengan pihak –pihak lain
f. Melakukan penilain segera (laiseg)
3. Evaluasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan evaluasi terhadaphasil-hasil
layanan mediasi. Fokus evaluasi hasil layanan ialah diperoleh nya pemahaman baru
(understanding) klien, berkembangnya perasaan positif (comfort), dan kegiatan apa yang
akan dilakukan oleh klien (action) setelah proses layanan berlangsung. Evaluasi dalam
layanan mediasi dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
a. Evaluasi atau penilaian segera yang fokusnya adalah understanding (pemahaman baru klien),
comfort (perkembangan perasaan positif), dan action (kegiatan yang akan dilakukan klien
setelah proses layanan berlangsung)
b. Evaluasi atau penilaian jangka pendek. Fokus evaluasi ini adalah kualitas hubungan antara
dua belah pihak yang berselisih. Indikatornya adalah apakah masalah yang ada diantara
mereka sudah benar-benar mereda, sudah hilang sama sekali, atau apakah sudah berkembang
secara harmonis, saling mendukung dan bersifat positif dan produktif
c. Evaluasi atau penilain jangka panjang. Penilaian ini merupakan pendalaman, perluasan dan
pemantapan penilaian segera dan penilaian jangka pendek dalam rentang waktu yang lama
(prayitno, 2004)
Penilaian dalam layanan mediasi dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dalam format
individual atau kelompok. Responden untuk penilaian segera adalah seluruh peserta layanan,
sedangkan untuk responden untuk penilaian jangka pendek dan panjang dapat merupakan
wakil daridari pihak-pihak yang berselilsih atau bertikai.
5. Tindak Lanjut
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menyelenggarakan layanan mediasi
lanjutan untuk membicarakan hasil evaluasi dan memantapkan upaya perdamaian diantara
pihak-pihak yang berselisih atau bertikai.
6. Laporan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Membicarakan laporan yang deperlukan oleh pihatk-pihak peserta layanan mediasi
b. Mendokumentasikan laporan (prayitno, 2004)
H. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Prof, Dr. Prayitno. 2012. Jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling. Padang: Foto Coppy.
Dr, Tohirin, M.Pd. 2012.Bimbingan dan konseling.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Elfi Mu’awana dan Rifa Hidayah.Bimbingan konseling islam disekolah dasar.Jakarta: Sinar
grafika offset.
Amti, Erman dan Marjohan. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Depdikbud.
LAYANAN KONSULTASI BK