Anda di halaman 1dari 7

BAB III

ANALISIS DAN EVALUASI

3.1 PT. Asahimas Chemical di Cilegon


3.1.1 Proses Produksi Terhadap Kebutuhan
Berdasarkan catatan Kemenperin (Kementerian Perindustrian) selama tahun
2016 tercatat sebanyak 850.000 ton garam dari Australia dan India di produksi
sebagai bahan baku di PT. Asahimas Chemical. Dimana bahan baku garam ini
menghasilkan NaOH sebanyak 700.000 ton, F-NaOH 80.000 ton , HCl 355.000
ton, NaCIO 70.000 ton, VCM 800.000 ton dan PVC 550.000 ton per tahun.
Produk – Produk yang dihasilkan PT. Asahimas Chemical digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pabrik PT. Asahimas Chemical, kebutuhan imdustri kimia
domestik, dan ekspor keberbagai industri di negara lain. Saat ini PT. Asahimas
Chemical tengah mengurangi ekspor lantaran permintaan dalam negeri yang terus
meningkat. Awalnya, porsi pasokan untuk dalam negeri sekitar 60% dan ekspor
40%. Namun, sejak tiga tahun belakangan, perusahaan mulai menurunkan dan
saat ini porsi dalam negeri sudah mencapai 80% dan eskpor 20%.
Caustic soda digunakan dalam proses produksi alumina, bubur kayu, kertas
dan rayon, serta berbagai proses pengolahan air. Permintaan untuk caustic soda
meningkat seiring dengan kemajuan industri. Sedangkan untuk PVC, salah satu
komoditas resin yang utama, cenderung meningkat seiring pertumbuhan ekonomi
dan aplikasi PVC seperti pipa yang umum digunakan dalam infrastruktur dan
pembangunan perumahan.

3.1.2 Proses Produksi Terhadap Lingkungan


Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari beberapa literatur,
kandungan klor (Cl) dalam PVC diketahui memberikan sifat-sifat yang unik bagi
bahan ini. Tidak seperti umumnya bahan plastik yang merupakan 100% turunan
dari minyak bumi, sekitar 50% berat PVC adalah dari komponen klor-nya, yang
menjadikannya sebagai bahan plastik yang paling sedikit mengkonsumsi minyak
bumi dalam proses pembuatannya. Relatif rendahnya komponen minyak bumi

30
31

dalam PVC menjadikannya secara ekonomis lebih tahan terhadap krisis minyak
bumi yang akan terjadi di masa datang serta menjadikannya sebagai salah satu
bahan yang paling ramah lingkungan.
Walaupun PVC merupakan bahan plastik dengan volume pemakaian kedua
terbesar di dunia, sampah padat di negara-negara maju yang paling banyak
menggunakan PVC-pun hanya mengandung 0,5% PVC. Hal ini dikarenakan
volume pemakaian terbesar PVC adalah untuk aplikasi-aplikasi berumur panjang,
seperti pipa dan kabel. Sampah PVC juga dapat diolah secara konvensional,
seperti daur-ulang, ditanam dan dibakar dalam insinerator (termasuk pembakaran
untuk menghasilkan energi).
PVC juga dianggap menguntungkan untuk aplikasi sebagai pembungkus
(packaging). Suatu studi pada tahun 1992 tentang pengkajian daur-hidup berbagai
pembungkus/wadah dari gelas, kertas kardus, kertas serta berbagai jenis bahan
plastik termasuk PVC menyimpulkan bahwa PVC ternyata merupakan bahan
yang memerlukan energi produksi terendah, emisi karbon dioksida terendah, serta
konsumsi bahan bakar dan bahan baku terendah diantara bahan plastik lainnya.
Bahkan sebuah kelompok pecinta lingkungan Norwegia, Bellona, menyimpulkan
bahwa pengurangan penggunaan bahan PVC secara umum akan memperburuk
kualitas lingkungan hidup.
Proses produksi PT. Asahimas Chimcal selain menghasilkan bahan baku,
juga dapat menghasilkan limbah. Limbah ini jika tidak diolah dengan baik maka
akan menibulkan dampak terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan PT.
Asahimas Chemical dibagi menjadi tiga jenis yakni jenis cair, padat dan gas.
Limbah cair PT. Asahimas Chemical mengandung senyawa organik, sedangkan
limbah jenis padat yakni coke yang berasal dari unit cracking EDC ditemukan
mengendap membentuk kerak pada furnance dan limbah tar ditemukan dalam
bentuk lumpur yang mengandung senyawa tembaga. Limbah gas biasanya
mengandung senyawa klorin (Cl2) dan HCl yang harus diolah lebih lanjut dalam
unit inicinerator. Adapun bentuk-bentuk pengolahan yang dapat dilakukan antara
lain adalah sebagai berikut :
32

1) Pengolahan Limbah Gas


Limbah gas dihasilkan dari buangan unit operasi boiler, furnace,
incinerator, dan absorber/stripper dari unit produksi dan diolah menggunakan
kolom absorber. Secara lebih khusus, pengolahan limbah pada Plant PVC-2
dilakukan di waste water treatment dan unit incinerator pada seksi 800, dan HCl
recovery.
Gas klorin (limbah utama) diabsorbsi menggunakan cairan reflux yang
mengandung NaOH untuk menjaga pH pada range 6-8 dan Na2S2O3 untuk
mengabsorpsi kandungan klorin. Selain itu, terdapat sistem koleksi gas buang
untuk mengumpulkan semua gas buang yang mengandung VCM, HCl, klorin
maupun chlorinated organic dan mengirimkannya ke atmospheric vent scrubber
untuk menghilangkan HCl. Air laut sebagai utility unit scrubber harus cukup
untuk membasahi packing agar penyerapan HCl bisa optimum.

2) Pengolahan Limbah Padat


Tujuan pengolahan limbah ini adalah membakar tar (chlorinated
hydrocarbon) yang merupakan produk samping dari proses pabrik VCM-1 dari
hasil cracking EDC. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan mencampur tar
dengan bubuk gergaji agar tidak ada tar. Hasil pembakaran berupa gas CO 2, H2O,
HCl dan abu. Gas HCl ini kemudian diubah menjadi liquid menggunakan unit
quenching.

3) Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair diolah dalam unit waste water treatment yang dibagi menjadi
7 line yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Line 1. Air Tanah (Ground Water)


Sumber : Limbah air yang terserap dalam tanah di sekitar pabrik dan air hujan

Senyawa organik yang ada berupa EDC, Tri Chloro Ethylene, VCM, dll dengan

total organik Karena efek tidak begitu besar maka hanya diatur

keasamannya saja agar netral di jangkauan pH 6-9.


33

Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari air tanah dan air hujan dikirim ke
kolam buffer, lalu ke kolam aerasi untuk menghilangkan senyawa organik. Setelah
itu dikirim ke selokan untuk dicampur dengan limbah yang sudah diolah lainnya.

b) Line 2. Limbah Basa Organik yang mengandung Tembaga


Sumber: Limbah berasal dari VCM -1 yang berisi tembaga, senyawa organik,
COD.

Umpan yang masuk ke line 2 memiliki komposisi COD 1800 ppm, Cu 23 ppm,

senyawa organik 49 ppm, SS 1037 ppm dan keasaman . Kemudian setelah

melewati tahap ini komposisi sludge menjadi 10 ppm senyawa organik, 440 ppm
COD, 45 ppm SS dan 0,9 ppm Cu. (Reff: ASC – WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari VCM-1 dikirim ke kolam aerasi lalu
dikirim ke tangki aerasi untuk mengendapkan SS khususnya kandungan tembaga
melalui proses pengendapan flokulan. Filtrat dialirkan ke PIT untuk mengurangi
COD lagi lalu dicampur dengan lumpur lain kemudian disaring dalam filter untuk
memisahkan cake.

c) Line 3. WD Regenerasi
Sumber: Limbah generasi WD

Kandungan organik cukup rendah yakni sekitar dengan kandungan COD

juga sekitar Tingkat keasaman yang tinggi (pH 6,5 – 8,5) dan

kandungan SS harus diturunkan menjadi 30 ppm. (Reff: ASC -

WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: Limbah generasi WD ditampung di dalam kolam


untuk dinetralisasi. Setelah kadar keasaman sesuai lalu dikeluarkan lewat selokan.
Biasanya kandungan SS yang masih ada dalam limbah harus dikirim ke line 6-1
untuk dilakukan pengolahan lanjut.
34

d) Line 4. Limbah Cair Asam Organik


Sumber: Limbah dari VCM-1 lim

Total limbah yang masuk memiliki kandungan senyawa organik , SS

dan COD dan keasaman yang tinggi. Keluaran yang

diharapkan memiliki komposisi senyawa organik maksimal 0,005 ppm.

Proses Pengolahan Limbah: Limbah asam ditampung dalam kolam untuk


dinetralkan melalui penambahan NaOH hingga pH 5-7. Setelah itu limbah dikirim
ke kolom destilasi untuk memisahkan limbah organiknya. Zat organiknya lalu
ditransfer ke VCM-1 sedangkan sisa air sebagai refluks untuk kolom destilasi.
Limbah yang sudah didestilasi lalu dikirim ke pengolahan berikutnya yakni unit
netralisasi dan clarifier (line-5).

e) Line 5 dan line 6-1 Organic Acid Waste Water dan Old Incine Scrubbing
Sumber: Limbah HCl 19%, SWI (Solid Waste Incinerator), air HCl scrubbing
pembakaran.

Umpan limbah dengan kandungan sejumlah Fe, SS, dan Cu, dengan total

, jumlah senyawa organik kurang dari 5 ppm. Setelah proses dari line

ini kemudian hasilnya tidak lebih dari 50 ppm dengan pH netral. (Reff: ASC -
WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: limbah dari pendinginan HCl 19%, SWI dan limbah
dari line 5 dikirim ke kolam dan dicampur dengan limbah dari line 6-1 untuk
diatur keasamannya. Kemudian limbah dikoagulasikan menggunakan polimer,
dikumpulkan jadi satu dengan idari line 2 untuk diolah sebagai limbah industri
melalui proses dehidrasi. Cairan ini kemudian diatur pH-nya agar sesuai.

f) Line 6-2 C/A Slurry


Sumber: Umpan limbah dengan kandungan COD (>700 ppm) dan senyawa lain
berupa seperti NaCl, NaHCO3, NaSO4 dalam suasana basa. Setelah pengolahan
diharapkan limbah berkurang menjadi 300 ppm dan netral.
35

Proses Pengolahan Limbah: Limbah VCM-2 dengan kandungan COD


dioksidasi melalui kontrol pH dengan ditambahkan NaClO. Sisa NaClO ditangkap
dengan Na2SO3 dan sebelum dibuang, diatur pH-nya menggunakan NaOH.

Gambar 10. Diagram Penanganan Limbah ASC

3.1.3 Kendala dan Tantangan Kedepan Terhadap Kebutuhan Energi


PT. Asahimas Chemical (ASC) mengunakan bahan baku utama berupa
garam dan listrik. Garam yang digunakan sebagai bahan baku bukan garam yang
dihasilkan di Indonesia melainkan berasal dari Australia dan India. Hal ini di
karenakan jumlah produksi garam di Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan
PT. Asahimas, selain itu garam yang ada di Indonesia cenderung mengandung
bayak impuritis (pengotor).Selama ini, mayoritas biaya produksi ASC selalu
meningkat, maka dari itu kebutuhan energi listrik menjadi salah satu kendala
untuk memasok listrik terhadap proses produksi PT. Asahimas Chemical. Dalam
memenuhi kebutuhan listrik PT. Asahimas Chemical masih menggunakan supply
dari Perusahaan Listrik Negara. Kebutuhan listrik PT. Asahimas Chemical dapat
mencapai kurang lebih 160 Megawatt dan kebutuhan ini terus meningkat 5%
setiap tahun nya. Kebutuhan listrik ini kedepannya akan terus meningkat dan PT.
36

Asahimas Chemical tidak dapat terus mengandalkan supply dari PLN. Oleh sebab
itu PT. Asahimas Chemical akan menginvestasikan sekitar US dollar 400 juta
untuk membangun satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 250
Megawatt di Indonesia demi memangkas biaya energi untuk operasinya di Asia
Pasifik. PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2017 dan membakar batubara
murah kualitas rendah yang banyak diproduksi di Indonesia. Rencana
pembangunan PLTU ASC tersebut saat ini memasuki tahap penyusunan Dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kota Cilegon.

Rencananya PLTU milik ASC tersebut akan menggunakan circulating


fluidised bed boilers untuk mengurangi emisi CO2 dan akan bisa membakar bahan
bakar campuran, termasuk biomassa. PLTU ini akan memasok listrik untuk anak
perusahaan Asahi Glass Co Ltd (AGC), Asahimas Chemical, yang tengah
mengupayakan peningkatan kapasitas produksinya di Indonesia pada tahun-tahun
mendatang.

Anda mungkin juga menyukai