Anda di halaman 1dari 9

III

Pembahasan

3.1 Pengertian Fumigasi

Fumigasi merupakan salah satu usaha pelestarian bahan pustaka yang dilakukan dengan

tindakan pengasapan yang bertujuan mencegah dan mengobati dan melestarikan bahan pustaka

dengan menggunakan fumigan, Razak (1992). Fumigasi merupakan suatu tindakan pengasapan

yang bertujuan mencegah, mengobati dan mensterilkan bahan pustaka. Mencegah dimaksudkan

tindakan yang dilakukan supaya kerusakan lebih lanjut dapat dihindari. Mengobati artinya

mematikan atau membunuh serangga, kuman dan sejenisnya yang telah menyerang dan merusak

bahan pustaka, dan mensterilkan diartikan menetralisasi keadaan seperti menghilangkan bau busuk

dan timbul dari bahan pustaka, menyegarkan udara atau bisa menimbulkan gangguan atau

penyakit. Faktor yang bisa mengakibatkan kerusakan koleksi langka antara lain serangga yang

meliputi silver fish, kecoa, kutu buku, rayap, ngegat dan sejenisnya. Bila dibiarkan bahan pustaka

mengalami kerusakan yang cukup parah, bahkan mungkin tidak bisa diperbaiki kembali, sehingga

perlu dilakukan fumigasi (Razak, 1992).

3.2 Jenis Fumigasi yang Umum Dilakukan

1. Fumigasi perawatan dokumen, arsip dan benda purbakala (benda berharga yang perlu
dilestarikan) bertujuan agar produk dapat bertahan dalam jangka waktu panjang sehingga

nilai produk tersebut relative stabil dan meningkat seiring berjalannya waktu, dikarenakan

produk tersebut memiliki arti yang sangat penting. Biasanya fumigan yang digunakan

adalah fumigan terdaftar yang aman bagi aplikator dan lingkungan. Bahan fumigan untuk

jenis fumigasi ini biasanya menggunakan Phospin, Methyl Bromide, Sulphur Flouride,

Ethyl Formate dengan dosis sesuai dengan ketentuan.

2. Fumigasi hasil pertanian adalah fumigasi untuk perawatan hasil pertanian seperti palawija

dan jenis lainnya agar produk tersebut dapat bertahan dalam waktu panjang, sehingga nilai
produk tersebut relative stabil dan meningkat seiring berjalannya waktu dan dari segi
jumlah atau volume akan tetap karena hama pengganggu telah di eliminasi, dengan

demikian dapat meningkatkan nilai jual produk pertanian tersebut. Bahan fumigan untuk

jenis fumigasi ini biasanya menggunakan Phospin, Methyl Bromide, Sulphur Flouride,

Ethyl Formate dengan dosis sesuai dengan ketentuan.

3. Fumigasi kendaraan darat, laut dan udara, ditujukan untuk kendaraan pembawa produk

agar tetap dalam keadaan steril dari hama dan menjaga performa dari kendaraan tersebut,

menjaga keamanan kendaraan, menjaga kenyamanan berkendara serta menjaga produk

yang dibawa selalu dalam keadaan baik. Bahan fumigan untuk jenis fumigasi ini biasanya

menggunakan Phospin, Methyl Bromide, Sulphur Flouride, Ethyl Formate dengan dosis

sesuai dengan ketentuan.

4. Fumigasi Pra Pengapalan, Eksport dan Import, fumigasi yang ditujukan untuk tempat

sementara pendistribusian logistik seperti container, palka kapal laut dan pesawat,

bertujuan untuk melindungi produk yang dibawa ke tempat pendistribusian agar kondisi

produk tetap aman dan baik dan sebagai perlakuan standar BARANTAN agar penyebaran

penyakit pada tanaman dapat ditekan. Bahan fumigan untuk jenis fumigasi ini biasanya

menggunakan Phospin, Methyl Bromide, Sulphur Flouride, Ethyl Formate dengan dosis

sesuai dengan ketentuan.

3.3 Alat Perlengkapan Fumigasi

A. Ruangan Fumigasi

1. Dapat berbentuk permanen atau bila tidak memungkinkan bisa juga dalam bentuk darurat,

yang disesuaikan dengan instalasi yang diperlukan sesuai kebutuhan.

2. Untuk ruangan yang permanen dapat dilengkapi dengan instalasi pipa gas, dua buah

blower, di mana satu buah berfungsi memasukkan udara bersih, dan satu buah sisanya

untuk membantu mengeluarkan sia-sisa gas yang terdapat dalam ruangan, blower tersebut

terakhir harus mempunyai saluaran penbuang gas di atas atap/bangunan tertinggi.


3. Untuk ruangan darurat dapat terbuat dari bahan kayu, logam dan sejenisnya yang bisa

berbentuk lemari ataupun kotak, sebagai contoh ukuran sederhana; panjang 1,20 cm, lebar

0,75 cm dan tingginya 1,60 cm.

4. Ruangan tidak tembus uadara (kedap udara), agar upaya tidak terjadi kebocoran gas pada

waktu pelaksanaan fumigasi, oleh karena itu sebelum fumigan dimasukan maka semua

lubang, celah atau retakan perlu ditutup dengan plester tape.

B. Alat untuk petugas

1. Jas laboratorium, yang dapat melindungi seluruh bagian badan.

2. Sarung tangan, agar terhindar dari pengaruh bahan kimia.

3. Masker gas, usahakan yang lengkap dengan tabung zat asam atau bisa tabung anti gas

beracun.

4. Lampu halida atau gas detektor, untuk mengetahui atau cek kembali apakah di bagian luar

ruang fumigasi ada kebocoran gas yang keluar, terutama pada sambungan antara tabung

gas dengan pipa, celah-celah pintu, lubang kunci, dinding-dinding pembatas, dan

sabagainya.

C. Bahan-bahan kimia
Penggunaan bahan kimia dapat disesuaikan dengan jenis ruangan yang dimiliki

ataupun kemampuannya petugas. Beberapa bahan kimia yang dapat dipergunakan

membunuh serangga, antara lain:

1. Carbon disulfida (CS2)

2. Carbon tetra chloride (CCl4)

3. Methyl bromide (CH3Br)

4. Thymol cristal, dan lain-lain.


3.4 Proses Fumigasi

Proses Fumigasi menurut Iskandar (2015), sebagai berikut:

1. Persiapan Fumigasi Persiapan yang perlu dilakukan adalah mengatur bahan pustaka yang

akan difumigasi bahan kimianya. Sebaiknya buku-buku diatur sedemikian rupa dalam

posisi berdiri dan terbuka, dengan demikian setiap lembar dari buku-buku tersebut dapat

dicapai oleh gas pembasmi hama secara merata, sebaliknya kalau buku dibiarkan ditaruh

begitu saja maka bagian yang tertutup/terlipat akan sulit dicapai oleh gas pembasmi,

sehingga dimungkinkan serangga yang tersembunyi masih dapat hidup.

2. Pelaksanaan Fumigasi Dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti tersebut di atas,

yang sudah disesuaikan dengan kondisi ruangan dan memperhatikan kemampuan petugas

fumigasi yang dimiliki, maka perlu diperhatikan beberapa hal:

1) Bila menggunakan CS2 dan CCl4 dengan komposisi 1:1, dari setiap liter bahan

yang dapat dituangkan ke dalam nampan, dapat dipergunakan untuk ruangan lebih

kurang 2 M3, dan memerlukan waktu fumigasi selama satu minggu.

2) Bila mempergunakan CH3Br dimanabahan dalam bentuk gas dengan alat bantu

tabung gas, instalasi pipa, timbangan dan sebagainya, maka setiap 1 M3 ruangan

diperlukan 16-32 gram, dan memerlukan waktufumigasi selama 48 jam.

3) Bila mempergunakan thymol crystal, maka untuk 1 M3 ruangan memerlukan bahan


50 gram, dan biarkan bahan pustaka buku berada dalam ruangan selama 48 jam.

4) Bila mempergunakan napthaline 810 gram, fumigasi dapat berlangsung selama 14

hari. 5. Bila mempergunakan phospine (PH3), memerlukan 1-2 tablet per M3, dan

memerlukan waktu fumigasi selama 3-5 hari.

3.5 Tahap Akhir Fumigasi

Sesudah berlangsung pelaksanaan fumigasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,

maka satu buah blower pembuang gas dapat dinyalakan terlebih dahulu dan beberapa saat
kemudian menyusul blower penyerap udara bersih, dan biarkan beberapa saat lamanya sampai
dirasa aman dan udara bersih (bila perlu 24 jam), untuk kemudian barulah bahan pustaka buku

diambil dan disusun kembali ke tempatnya.

Usahakan tempat atau rak yang tersedia untuk menempatkan buku-buku sehabis difumigasi

hendaklah disemprot dan dibersihkan dengan insektisida, agar tempat tersebut menjamin buku-

buku yang sudah difumigasi bebas kuman.

Dengan demikian fumigasi dilakukan dengan jalan memasukkan fumigant dalam

konsentrasi yang cukup untuk mematikan jamur/serangga ke dalam ruangan yang tertutup, dalam

waktu tertentu. Untuk itu keberhasilan fumigasi akan tergantung dari jenis fumigant, konsentrasi

gas dalam ruangan tertutup dan lamanya proses fumigasi berlangsung. Fumigant adalah bahan

kimia yang pada temperatur dan tekanan tertentu akan berubah menjadi gas yang dapat mematikan

jamur atau serangga, sifat fumigant antara lain berupa gas, sangat beracun sebagai racun

pernafasan dan sebagainya.

Setelah gas dilepaskan sebagian ke dalam ruangan fumigasi, untuk mengetahui ada atau

tidaknya kebocoran gas, perlu dideteksi dengan gas detektor atau bisa juga dengan lampu halida

di bagian luar ruang fumigasi terutama sambungan antara tabung dengan pipa, celah pintu, lubang

kunci, dan lain sebagainya. Kemudian setelah diketahui tidak ada kebocoran, maka proses

pengisian pelepasan gas diteruskan sampai mencapai dosis atau konsentrasi yang ditentukan di

mana dosis untuk fumigasi arsip atau kertas berkisar antara 16-32 gram per M3.Akhirnya pintu
diberi tanda peringatan “Awas proses fumigasi sedang berlangsung” atau bisa juga dengan gambar

tengkorak, diikuti dengan tulisan “Awas gas beracun”.

Dengan demikian, setiap petugas fumigasi harus betul-betul sudah terlatih dan

berpengalaman mengetahui sifat fisik maupun bahan kimianya, serta mengetahui cara-cara

mengatasinya bila timbul bahaya. Oleh karena itu, kalau dirasa tidak mengenal betul, terutama

tentang sifat bahan kimia yang akan dipergunakan, sebaiknya tugas-tugas tersebut dapat

diserahkan kepada instansi yang berwenang atau kepada pihak perusahaan yang bergerak dibidang

itu dan bila tidak memiliki ruang khusus untuk fumigasi maka fumigasi dapat dilaksanakan dalam
ruang penyimpanan buku, dengan fumigasi secara frontal atau menyeluruh, tentu saja pihak

perusahaan sudah dapat mengatur sedemikian rupa.

Perusahaan yang profesional di dalam mengurus dan melakukan kegiatan fumigasi atau

pembasmian hama atau serangga adalah perusahaan yang tergabung dalam Ikatan Perusahaan

Pengendalian Hama Indonesia (Indonesian Pest Control Association) yang disingkat IPPHAMI,

yang berkantor pusat di ibukota Jakarta.

3.6 Proses Fumigasi Untuk Persiapan Penetasan Telur

3.6.1 Penetasan

Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak

jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan DOC yang

berkualitas baik.Penetasan dapat dilakukan baik secara alami maupun buatan.Tingkat keberhasilan

antara penetasan alami dan penetasan buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, jika faktor yang

berpengaruh pada daya tetastelur penetasan buatan kurang diperhatikan tidak memungkinkan daya

tetas pada penetasan buatan yang diharapkan dapat lebih baik maka bisa justru lebih buruk dari

penetasan alami. Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor antara lain telur tetas,

mesin tetas dan tata laksana penetasan (Suprijatna et al., 2010). Proses penetasan telur secara alami

yaitu telur dierami oleh induknya untuk ditetaskan dengan melakukan berbagai persiapan dan
perlakuan yang nantinya dibutuhkan oleh telur itu sendiri. Persiapan dan perhatian yang diperlukan

untuk penetasan alami adalah sarang pengeraman. Bentuk sarang pengeraman mempengaruhi daya

tetas telur (Cahyono, 2007).

3.6.2 Telur Tetas

Telur tetas merupakan telur yang dapat ditetaskan untuk digunakan sebagai bibit yang baik

dalam bidang perunggasan, karena telur tetas termasuk peranan yang penting dalam alur

peternakan unggas juga sebagai awal yang menentukan kualitas DOC. Telur tetas adalah telur yang

dihasilkan oleh induk ayam yang telah dikawini oleh pejantannya, hal ini memiliki daya tetas yang
cukup tinggi (Sudradjad, 1995). Telur yang baik berbentuk oval,bentuk telur dipengaruhi oleh
faktor genetis, setiap induk telur berturutan dengan bentuk yang sama, memiliki bentuk yaitu bulat,

panjang, dan lonjong. Namun beberapa induk secara kontiniu bertelur dengan bentuk tidak

sempurna, yaitu berbentuk benjol-benjol, ceper, bulat pada ujungnya dan sebagainya.

Ketidaksempurnaan bentuk yang sama akan ditemukan pada setiap telur yang dihasilkan induk,

beberapa diantaranya bersifat genetis dan yang lainya karena ketidaknormalan oviduk (Suprijatna

et al., 2010).

3.6.3 Proses Fumigasi pada Mesin Tetas Telur

Fumigasi mesin tetas merupakan suatu langkah awal yang penting pada proses penetasan

telur untuk mencegah timbulnya penyakit menular melalui penetasan. Fumigasi juga salah satu

faktor yang sangat mempengaruhi daya tetas telur, oleh karena itu agar proses penetasan berjalan

dengan baik perlu perlakuan fumigasi yang tepat. Daya tetas telur yang mendapat perlakuan

fumigasi lebih tinggi dari pada yang tidak (Siregar, 1975).

Namun jika jenis desinfektan atau dosisnya terlalu tinggi akan menyebabkan kematian

pada embrio, maka dari itu perlu dilakukan pencampuran desinfektan yang sesuai kebutuhan.

Bahan yang tepat dipergunakan untuk fumigasi adalah formalin yang dicampur dengan KMnO4,

dengan dosis pemakaian 40ml formalin + 20gram KMnO4 digunakan untuk ruangan bervolume

2,83 m3 (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

Fumigasi dilakukan satu hari sebelum mesin tetas dipakai meskipun mesin tersebut baru
dibeli. Selama fumigasi berlangsung, sebaiknya mesin tetas dalam kondisi tertutup agar gas yang

dapat membunuh mikroba tidak langsung menguap. Saat fumigasi berlangsung mesin tetas

dihidupkan, hal tersebut bertujuan agar kondisi mesin tetas dapat diupayakan seoptimal mungkin

sehingga dapat menyerupai kondisi alamnya. Mesin tetas dihidupkan selama 2 x 24 jam dengan

suhu antara 37°C sampai 39°C untuk penyesuaian dan stabilitas suhu di dalam ruang penetasan.

3.6.4 Proses Fumigasi pada Telur Tetas

Fumigasi pada telur tetas juga langkah yang penting agar telur terhindar dari bakteri yang

bisa mengganggu perkembangan embrio pada proses penetasan. Fumigasi telur sangat penting
karena kerabang telur mengandung banyak bakteri maupun parasit karena pada proses penetasan,
baik temperatur maupun kelembaban sangat sesuai dengan kebutuhan bakteri dan kapang,

sehingga bakteri dan kapang yang hidup pada proses penetasan akan berkembang biak dengan

cepat (Mahfudz, L.D., 1998).

Fumigasi dilakukan pada saat telur akan diletakan di dalam mesin tetas dengan teknik dan

dosis fumigasi yang sesuai, fumigasi telur tetas yang tidak tepat dapat merusak kutikula telur,

sehingga penguapan telur dengan densifektan (KMnO4 sebanyak 17,5 gram dan formalin 40%

sebanyak 35 ml) merupakan salah satu cara mengurangi kerusakan kutikula (Srigandono, 1997).

Fumigasi yang tidak sesuai juga dapat mempengaruhi pertumbuhan embrio, sehingga perlu

pelaksanaan fumigasi telur yang tepat. Diantara penyebab embrio mengalami mati dini yaitu

karena penyimpanan telur yang kurang baik, terlalu lama dan dosis fumigasi yang terlalu tinggi

(Nuryati, 2002).

Berikut adalah cara fumigasi pada telur tetas :

Cara Fumigasi

1. Tuang KMnO4 atau biasa disebut PK ke dalam panci email (wadah).

2. Tempatkan wadah tersebut di bawah telur.

3. Kemudian secara perlahan-lahan, tuangkan formalin ke dalam wadah tersebut.

4. Secepatnya tutup ruangan tempat fumigasi (mesin tetas) karena campuran formalin dan

KMnO4 akan menghasilkan gas yang pedih bila kena mata.


5. Biarkan fumigasi berlangsung selama 20 menit

6. Buka pintu ruangan tempat fumigasi (mesin tetas)

7. Telur siap ditetaskan.


Daftar Pustaka

Admin-Spartanindo. 2018. Pengertian Fumigasi, Mengapa Fumigasi, dan Jenis Fumigan.

https://spartanindo.com/pengertian-fumigasi-mengapa-fumigasi-dan-jenis-fumigan/. [Diakses

Tanggal 15 Maret 2019]

Cahyono, B. dan Samadi, B. 2007. Cara Mudah Beternak Ayam Hibrida dan Crossbred untuk

Hewan Potong. Jakarta : Pustaka Mina.

Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Mahfudz, L.D. 1998. Manajemen Penetasan Telur Unggas. Semarang : Fakultas Peternakan

Universitas Diponegoro.

Nuryati, T., Sutarto, M. Khamin, dan P.S. Hardjosworo. 2002. Sukses Menetaskan Telur. Edisi ke-

4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Razak, Muhammadin. 1992. Pelestarian Bahan Pustaka Dan Arsip. Jakarta : Program Pelestarian

Bahan Pustaka dan Arsip.

Siregar, A.P., M.H. Togatorop dan Sumarni . 1975 . Pengaruh beberapa tingkat Konsentrasi

kalium permanganat dan formalin 40% untuk penghapus hamakan telur tetas . Bulletin LPP, No.

14 : 34 - 38.

Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air Cetakan ke tiga. Gadjah Mada University press :

Yogyakarta.
Sudradjad. 1995. Beternak Ayam Cemani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng, Mas. 2016. Cara Fumigasi Mesin Tetas yang Baik.

http://www.ternakku.net/2015/09/cara-fumigasi-mesin-tetas-telur.html. [Diakses Tanggal 14

Maret 2019]

Anda mungkin juga menyukai