PENDAHULUAN
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam
memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme
distribusi kekayaan terwujud dalam sekumpulan hukum syara’ yang ditetapkan untuk
menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme ini
dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (misalnya, bekerja) serta
akad-akad muamalah yang wajar (misalnya jual-beli dan ijarah).
Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan
pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan
tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin
saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan
tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir
orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat
penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak.
Terjemahan
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At-Taubah 35).
Amwal : Harta
Batil : Batil
Yaknizuna : Menyimpan
Dzahaba : Emas
Fidhdhata : Perak
Yunfiqu : Menafkahkan
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil
dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menfkahkannya pada jalan allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS.
At-Taubah 34).
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu
dibakar dengannya dhi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At-Taubah
35).
Harta benda yang mereka peroleh dari yang batil itu dan yang mereka simpan
dan timbun itu kelak akan menyiksa mereka. Dan orang-orang yang menghimpun dan
menyimpan emas dan perak lagi tidak menafkahkannya pada jalan Allah, yakni sesuai
dengan ketentuan dan tuntutan-Nya, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka
akan disiksa dengan siksa yang pedih.
Makna Rinci
Menurut Tafsir Qur’an Karim orang-orang yang menyimpan uang emas
dan perak, baik dalam peti atau dalam bank dan tiada dibelanjakannya pada jalan
allah (tidak dikeluarkannya zakatnya), maka berilah ia kabar suka (duka) dengan
siksa yang pedih, yang menimpanya pada hari kiamat. Waktu itu dipanaskan emas
dan perak yang disimpannya itu (atau yang seumpanya) dalam api neraka, hingga
menjadi panas, lalu digosokkan kedahinya, kerusuknya dan kepunggungnya,
seraya dikatakan padanya, “Inilah harta benda yang kamu simpan selama ini
untuk dirimu, maka rasailah olehmu siksaan sebagai balasan, karena kamu
menyimpannya dahulu.
Dalam ayat ini diterangkanlah, bahwa menyimpan uang emas dan perak
haram hukumnya, jika tidak dikeluarkan zakatnya. Tetapi jika tidak dikeluarkan
zakatnya pada tiap-tiap tahun, yaitu 2 ½ %, maka tiadalah haram. Berkata Nabi
Muhammad SAW, “harta-harta yang dibayarkan zakatnya, tiadalah dinamakan
menyimpannya”.
Sebab itu salah sekali orang yang berpendapat, bahwa ayat ini melarang
menyimpan uang emas dan perak, lebih dari keperluan makan yang mesti dan
wajib membelanjakan semua harta benda pada jalan allah (termasuk nafkah yang
perlu untuk anak, istri dsb). Dalam hadist Arabi (Arab Badwi yang datang
bertanya kepada nabi) “Apakah kewajiban saya selain zakat itu?” Berkata Nabi
SAW “Tidak ada, kecuali bersedekah sunat”.
Menurut Tafsir Ruhul Bayan “ya ayyuhal ladzina amanu inna katsiram
minal ahbari” (wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar
ahbar), yaitu para ulama kaum yahudi yang sebagian besar merupakan anak cucu
Harun a.s.
“War ruhbani” (dan ruhban), mereka adalah para penghuni biara dari
kalangan nasrani. Ruhban jamak dari rahib sebagaimana telah dibahas didepan.
“Laya’kuluna amwalan nasi bil bathili” (benar-benar memakan harta
manusia dengan batil). Mereka mengambil harta itu melalui suapan sebagai
imbalan atas pengubahan hukum-hukum dan syari’at, meringankannya dan sangat
permisif (toleran) atas hukumnya. Mereka menciptakan image dikalangan
manusia bahwa mereka sebagian orang cerdik dan ahli dalam mena’wilkan ayat
dan menerangkan tujuan Allah swt, dalam ayat.
Penulis berkata: “Demikian pula perbuatan para mufti dan hakim yang
lalim dizaman sekarang. Mereka mengeluarkan fatwa sesuai dengan selera
pemesannya, menetapkan hukum dengan berdasarkan pendapat yang lemah
bahkan kontradiktifdengan penjelasan. Mereka beranggapan bahwa pendapat itu
merupakan sandaran yang kuat. Mudah-mudahan Allah swt melenyapkan mereka.
Dikatakan: “Tatkala Adam a.s. keluar dari surga, maka menangislah segala
segala perkara yang ada disurga kecuali pohon, mas dan perak. Allah swt
berfirman: “kalaulah dalam kalbu kalian (mas, perak dan pohon) ada belas
kasihan, niscaya kalian akan menangis karena takut kepada-Ku, namun karena
kekerasan kalbunya, aku membakarnya dengan api. Demi kemuliaan dan
keagungan-Ku, tidaklah kalian dicetak menjadi kalung, dinar dan dirham serta
gelang melainkan dengan cara dibakar terlebih dahulu. Sedangkan engkau wahai
pohon senantiasa berada dalam apidan bersedih hingga hari kiamat.
Yauma yuhma ‘alaiha fi nari jahannama (pada hari ia emas dan perak
dipanaskan dalam neraka jahannam). Dikatakan: Hamiyatun naru, artinya: Api itu
panas sekali. Makna ayat: pada hari emas dan perak itu dinmyalakan dengan api
yang sangat panas, dalam neraka jahannam.
Uang 200 dirham zakatnya ialah lima dirham yang diberikan kepada fakir
yang muslim, dengan niat karena allah swt dan untuk meraih keridhoan-Nya. Pemberian
zakat dengan mengharapkan balasan pengganti, bukanlah zakat namanya. Orang yang
mengurus anak yatim, bila memberinya dari zakatnya, maka sah saja, namun menurut
ajaran islam, perawatan anak yatim dipersysaratkan untuk tidak dengan maksud
memiliki. Bilamana pengurus menyerahkan makanan kepada anak yatim, berarti
menyerahkan harta zakat yang dikelolanya. Bila dia tidak menyerahkannya, tidaklah sah
karena tiada unsur pemberian hak milik. Demikianlah pemberian zakat hendaklah tidak
pakai pernyataan seperti agar anak yatim menjadi pelayan pengurusnya. Bila seseorang
memberikan sebagian zakatnyakepada seorang khadam yang bukan budaknya dengan
mengharapkan balasan, yaitu berupa layanan si khadam, maka pemberian zakat itu tidak
bermotivasikan untuk mencari ridho Allah dan ini banyak disepelekan oleh mayoritas
orang. Apabila seseorang memberikan infak kepada kerabatnya dengan niat zakat, maka
zakat itu sah adanya, kecuali infak untuk kerabat itu sudah ditetapkan sebagai
kewajibannya. Sebagian ulama mengatakan: “yang paling baik itu zakat diberikan kepada
saudara-saudaranya, paman-paman dan bibi-bibinya, barulah kepada kerabat jauh, para
tetangga, penduduk sekampung, kemudian kepada penduduk kota dimana dia
bermukim”.
Ayat ini tidak mengecam semua yang mengumpulkan harta apalagi yang
menabungnya untuk masa depan. Kecaman ditujukan kepada mereka yang menghimpun
tanpa menafkahkannya dijalan Allah, yakni tidak melaksanakan fungsi sosial dari harta,
antara lain zakat, dan itulah yang dinamai ayat ini kanz. Atas dasar itu, mereka yang telah
menginfakkan hartanya dan menabung sisanya tidak lah dinamai taknizun.
Ayat ini sangat teliti dan objektif. Ia tidak menyatakan bahwa seluruh
pemimpin yahudi dan nasrani bermoral bejat, tetapi hanya sebagian besar dari mereka.
Memang Al-Qur’an selalu memerhatikanhal tersebut dalam mengecam kelompok tertentu
itu jika ditemukan kecaman dengan menggunakan redaksi yang bersifat umum, pasti
ditemukan sesudahnya pengecualian. Misalnya QS. al-Maidah 5 : 59
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penimbunan harta yang dicintai seperti emas dan perak dan tidak
menafkahkannya di jalan allah merupakan perilaku ekonomi yang diharamkan. Terlebih
bila harta tersebut diperoleh dari jalan yang batil seperti riba. Semua perbuatan tersebut
akan menyebabkan siksa yang pedih. Oleh karena itu, sirkulasi harta mesti perputar
dimasyarakat supaya tidak terkumpul disegolongan orang kaya saja. ”Harta rampasan
fai’ yang diberikan allah kepada rasulnya (yang berasal) dari penduduk beberapa
negeri, adalah untuk allah, rasul, kerabat (rasul), anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan untuk orng-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya
beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan rasul
kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
Dan bertaqwalah kepada allah. Sungguh, allah sangat keras hukumannya”. (QS.
Al-Hasyr : 7)
Referensi