Anda di halaman 1dari 17

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Nama : Tn S Umur : 38 tahun


ANAMNESIS
Jenis kelamin : laki-laki Bangsal : Edelweis

IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Purworejo
Agama : Islam
MRS Tanggal : 7 Desember 2010

ANAMNESA (Auto Anamnesa)


Penderita dirawat di bagian penyakit dalam RSSH karena sukar membuka mulut disertai
kaku badan, leher dan kejang-kejang seluruh tubuh yang terjadi secara perlahan-lahan.
± 7 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh sulit membuka mulut, (hanya bisa
masuk 1 jari tangan), selain itu disertai kaku pada leher dan perut serta punggung keras seperti
papan. Penderita mengeluh demam, sakit kepala tidak ada. Penderita mengeluh mengalami kejang
di seluruh tubuh bila mendengar suara gaduh, terutama yang mengejutkan. Penderita juga mengaku
bagian tubuh yang kaku terasa pegal.
Penderita sebelumnya tidak pernah digigit oleh anjing, kucing atau kera. Riwayat luka (+)
seminggu sebelum masuk rumah sakit. Sela antara jari kelingking dan jari manis kaki kiri penderita
tertusuk kayu sedalam 1,5 cm, penderita kemudian mengobati luka tersebut dengan memberinya
betadine dan luka tidak ditutup. Riwayat hipertensi (-), riwayat kencing manis (-).
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRAESENS
Status Internus
Kesadaran : GCS = 13 (E4M6V5)
Gizi : cukup
Suhu Badan : 38,5 º C
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 104 x/m
Pernapasan : 36 x/m
Berat Badan : tidak diukur
Tinggi Badan : tidak diukur

RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Jantung : HR : 104 x/m,Murmur (-),gallop(-)


Paru-paru: vesikuler(+/+) n, ronkhi(-/-),wheezing (-/-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba

Status Lokalis
Muka : risus sardonikus (+)
Mulut : trismus (+)
Abdomen : perut tegang seperti papan (+)

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : brakhiocephalus Deformitas :-
Ukuran : normal Fraktur :-
Simetris : simetris Nyeri fraktur :-
Hematom :- Pembuluh darah : tak ada kelainan
Tumor :- Pulsasi :-

LEHER
Sikap : kaku Deformitas :-
Torticolis : (-) Tumor :-
Kaku kuduk : (+) Pembuluh darah :-

Fungsi motorik Lka Lki Tka Tki


Gerakan Sulit Digerakkan
Kekuatan Sulit Digerakkan
Tonus ↑ ↑ ↑ ↑
Klonus - -
Refleks fisiologis ↑ ↑ ↑ ↑
Refleks Patologis - - - -

LABORATORIUM ( 7 Desember 2010)

DARAH
Hb : 14,8 g/dl
Eritrosit : 4.890.000 g/dl
Leukosit : 16.500 /mm3
Diff Count : 0/0/0/78/14/8
Trombosit : 235.000 /mm3
Hematokrit : 41 %
BSS : 127 mg/ dl
Natrium : 142 mmol /L
Kalium : 3,2 mmol /L

RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

URINE : Tidak Diperiksa


Warna : Sedimen :
Kejernihan : - Eritrosit :
Protein : - Leukosit :
Reduksi :

LIQUOR CEREBROSPINALIS : Tidak Diperiksa

Warna : Protein :
Kejernihan : Glukosa :
Tekanan : NaCl :
Sel : Queckensted :
Nonne : Celloidal :
Pandy : Culture :

PEMERIKSAAN KHUSUS

Rontgen foto cranium :-

Rontgen foto thoraks :-

Rontgen foto columna vertebralis :-

Electroencephalografi :-
Electroneuromyografi :-

Electrocardiografi :-

Arteriografi :-

Pneumografi :-

CT-Scan :-

Lain-lain :-

RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

RINGKASAN
Identifikasi: Tn. S/ laki-laki/38 tahun/ dalam kota/ MRS 7 Desember 2010

ANAMNESA

Penderita dirawat di bagian penyakit dalam RSSH karena sukar membuka mulut disertai
kaku badan, leher dan kejang-kejang seluruh tubuh yang terjadi secara perlahan-lahan.
± 7 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh sulit membuka mulut, (hanya bisa
masuk 1 jari tangan), selain itu disertai kaku pada leher dan perut serta punggung keras seperti
papan. Penderita mengalami penurunan kesadaran. Penderita tidak mengeluh demam atau
sakit kepala. Penderita mengeluh mengalami kejang di seluruh tubuh bila mendengar suara gaduh,
terutama yang mengejutkan. Penderita juga mengaku bagian tubuh yang kram terasa pegal.
Penderita sebelumnya tidak mengalami demam, muntah, dan sakit kepala hebat. Penderita
sebelumnya tidak pernah digigit oleh anjing, kucing atau kera. Riwayat luka (+) seminggu sebelum
masuk rumah sakit. Luka terdapat di sela antara jari kelingking dan jari manis kaki kiri penderita
tertusuk kayu sedalam 1,5 cm, penderita kemudian mengobati luka tersebut dengan memberinya
betadine dan luka tidak ditutup.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN

Kesadaran : kompos mentis fungsi sensorik: tak ada kelainan


Suhu Badan : 39,8 º C fungsi vegetatif: tak ada kelainan
Nadi : 104 x/m fungsi luhur: tak ada kelainan
Pernapasan : 36 x/m GRM: kaku kuduk (+) Lasseque (+)
Kernig (+)
Tekanan Darah : 160/ 100 mmHg gerakan abnormal: tidak ada

Status Lokalis:
Muka: risus sardonicus
Mulut: trismus (+)
Leher: kaku kuduk (+)
Abdomen: perut tegang seperti papan (+)
Status Neurologis:
Nn. Craniales: tak ada kelainan

RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Fungsi motorik Lka Lki Tka Tki


Gerakan Sulit Digerakkan
Kekuatan Sulit Digerakkan
Tonus ↑ ↑ ↑ ↑
Klonus - -
Refleks fisiologis ↑ ↑ ↑ ↑
Refleks Patologis - - - -

DIAGNOSA
Tetanus

PENGOBATAN :
 Non Farmakologi:
Penderita ditempatkan di ruang isolasi
Diet cair
Debridement Luka
 Farmakologi:
1. IVFD RL gtt xx/menit
2. ATS 100.000 IU i.v (Skin Test) (1 ampul = 20.000 IU)
- Hari I : 40.000 IU
- Hari II : 40.000 IU
- Hari III : 20.000 IU
3. Diazepam 100-200 mg/hari i.m/i.v
4. Metronidazol 500 mg/6 jam i.v atau 1 gr/12 jam i.v
5. Paracetamol 3 x 500 mg tab

PROGNOSA :
- quo ad vitam : bonam
- quo ada fungtionam : bonam

RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

DISKUSI

Diagnosa Banding Etiologik:


1. Meningitis:
Gejalanya: Pada penderita:
1. Gejala umum, berupa: - risus sardonikus
- suhu tubuh meningkat - trismus (+)
(subfebris sampai hiperpireksia) - kaku leher
- sakit kepala - perut tegang seperti papan
- kaku kuduk - kejang-kejang
- dapat sampai muntah dan kejang-kejang
2. Gejala Rangsang Meningial (+)
3. Perubahan Liquor Serebrospinalis

2. Rabies
Gejalanya :
- riwayat digigit kucing, anjing atau kera
- gejala prodromal: demam-lesu-mual-tidak nafsu makan, rasa sakit/ sakit tenggorokan, rasa
kesemutan/ panas (terbakar), seperti ditusuk-tusuk, gatal, berdenyut-denyut pada tempat
bekas gigitan.
- Gejala Eksitasi: agitasi/ gelisah, hipersensitif, kejang ”stimulus sensitive myoclonus”,
hipersalivasi, hiperhidrosis, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Hidrofobi, erofobi, fotofobi,
penurunan kesadaran.
- Stadium paralitik: kelumpuhan flaksid.
Pada pasien ini, diagnosis banding rabies bisa disingkirkan.

3. keracunan strychnine (antagonis reseptor glisin). Pada keadaan ini gejala klinis mirip dengan
tetanus tetapi, tidak dijumpai trismus, dan ketegangan perut tidak terlalu nyata. Untuk
membedakannya perlu dilakukan analisa biokimia stychine serum dan urin.
Pada pasien ini, diagnosis banding keracunan strychnine bisa disingkirkan.

RM.06.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

4. Tetanus : riwayat luka, trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, perut tegang seperti papan,
opistotonus, kejang-kejang terutama bila ada rangsangan.

Jadi diagnosa etiologik tetanus pada penderita ini belum dapat disingkirkan.

RM.07.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat
terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus
berusia > 3 tahun dan < 1 minggu (1).
Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan
kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada
laki-laki, kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka
(2)
kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula . Di negara maju, kasus
tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan
selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan
negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah (4).

Batasan
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani,
(3)
dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran . Gejala ini
bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman (1).

Etiologi
Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk
spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan tubuh,
sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan
(5)
manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka . Clostridium
tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik, dapat larut dan
O2 labil (6).

Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan
imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran

RM.08.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.
3. OMP, caries gigi.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril (1).

Patogenesis
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila
ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat
membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala
klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction
serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat
ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior
sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh
pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan
terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA
dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat
masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi
kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul
kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum
yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih,
dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis
merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita
sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan
mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan
teliti (3).

RM.09.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang
lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara
jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara
terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin
panjang (2).
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga
21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul
gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
-Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal
penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami
kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
-Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala
tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan
ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah,
sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot
di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut
akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus).
Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit
bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada,
suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-
langit mulut menjadi terbatas.
-Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.
Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi
spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya,
sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi

RM.010.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan
sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat
adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga
beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran
nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan (5).
Secara klinis, tetanus dibedakan atas :
1) Tetanus lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat
terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang
menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.
2) Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus
merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan
dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas.
Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus.
Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung
yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot,
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada
dalam kesadaran penuh.
3) Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau
otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis
buruk (2).
Komplikasi
1. Laserasi otot
2. Fraktur
3. Eksitasi syaraf simpatis
4. Infeksi sekunder oleh kuman lain
5. Dehidrasi
6. Aspirasi (6).

RM.011.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Langkah Diagnostik
Anamnesis
· Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang
tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.
· Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.
Pemeriksaan fisik
· Adanya kekakuan lokal atau trismus.
· Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.
· Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit (3).

Diagnosis Banding
1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.
2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.
3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.
4. Gangguan psikiatri : histeria (6).

RM.012.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum
Tulang Belakang Otak Saraf Otonom

Tonus otot  Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis


Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan


pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot
-Takikardi
otot

Kekakuan otot Hipoksia berat

 O2 di otak
Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan
Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia


-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya pengetahuan
Ortu

-Dx,Prognosa, Perawatan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

RM.013.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Tatalaksana
Terapi dasar tetanus :
Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi
· Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau
· Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam
Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.
Imunisasi aktif-pasif
· Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa
diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-
6000 IU i.m.
· Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.
Anti konvulsi
Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) :
· Bila datang dengan kejang diberi diazepam :
- neonatus bolus 5 mg iv
- anak bolus 10 mg iv
· Dosis rumatan maximal :
- anak 240 mg/hari
- neonatus 120 mg/hari
· Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan
bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan atau
tanpa kurarisasi.
· Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan
infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)
· Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana
ada gangguan saraf otonom.
Perawatan luka atau port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan jaringan
yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya dilakukan setelah diberi
antitoksin dan anti-konvulsi.

RM.014.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

Terapi suportif
· Bebaskan jalan nafas
· Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi
pasien)
· Pemberian oksigen
· Perawatan dengan stimulasi minimal
· Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak
memperkuat kejang
· Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
· Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
Diberikan pengobatan tetanus dasar
Tetanus sedang
· Terapi dasar tetanus
· Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)
· Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat/sangat berat
· Terapi dasar seperti di atas
· Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi
· Balans cairan dimonitor secara ketat.
· Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium
bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam.
· Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan
b- blocker labetalol (3).

Pencegahan
1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya
jaringan mati dan nanah.
2. Pemberian ATS profilaksis.
3. Imunisasi aktif.
4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu
persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat.

RM.015.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan
serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan (1).

I. Imunisasi aktif
a. Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,
ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).
b. Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia
subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).
II. Pencegahan pada luka
 Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
 Luka ringan dan bersih
- Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
- Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.
· Luka sedang/berat dan kotor
- Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau tetanus imunoglobulin 250-500 U.
Toksoid tetanus pada sisi lain.
- Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus
imunoglobulin 250-500 U (3).

Monitoring
I. Sekuele
 Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih lama.
 Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.
 Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama 1-
2 minggu.

II. Tumbuh Kembang


 Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak mengganggu
tumbuh kembang anak.
 Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh karena
hipoksia yang berat (3).

RM.016.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT PENYAKIT DALAM NO.RM : --

DAFTAR PUSTAKA

1. Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available from :
www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. Accested : Oct 16, 2007.
2. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from :
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Accested : Oct 16, 2007.
3. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus. Available from : www.pediatrik.com.
Accested : Oct 16, 2007.
4. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Available from : www.tempointeraktif.com. Accested : Oct 16,
2007.
5. Tami, 2005. Tetanus, Infeksi yang Mematikan. Available from :
www.jilbab.or.id/content/view/456/36/. Accested : Oct 16, 2007.
6. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.

RM.017.

Anda mungkin juga menyukai