Anda di halaman 1dari 7

Tugas Resume

Geologi Geothermal
Hubungan Antara Tektonik, Magmatik, Dan Vulkanisme
dalam Geothermal

Oleh:
Syafrima Wahyu
1406581950

Program Studi Ilmu Fisika


Eksplorasi Geothermal
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
2014
Panas Bumi Adalah sumber energi panas yang terdapat dan terbentuk
didalam kerak bumi yang dapat berupa air panas, dan batuan bersama mineral
ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semua tidak dapat dipisahkan dalam
suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses
penambangan.
Pada dasarnya
terbentuknya sistem Panas
Bumi (Geothermal) sangat
berkaitan dengan teori
tektonik lempeng yaitu teori
yang menjelaskan mengenai
fenomena-fenomena alam
yang terjadi seperti gempa
bumi, terbentuknya
pegunungan, lipatan, palung,
dan juga proses vulkanisme yaitu proses yang berkaitan langsung dengan
geothermal. Teori lempeng tektoknik adalah teori dalam bidang geologi yang
dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan
skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga
menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh
pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun
1960-an.
Tektonisme adalah proses yang terjadi akibat pergerakan, pengangkatan,
lipatan, dan patahan pada struktur tanah di suatu daerah. Yang dimaksud lipatan
adalah bentuk muka bumi hasil gerakan tekanan secara horizontal maupun vertikal
yang menyebabkan lapisan permukaan bumi menjadi berkerut dan melipat. Patahan
adalah permukaan bumi hasil dari gerakan tekanan horizontal dan tekanan vertikal
yang menyebabkan lapisan bumi menjadi retak dan patah.
Ada dua jenis tektonisme, yaitu Epirogenesa dan Orogenesa. Epirogenesa
adalah proses perubahan bentuk daratan yang disebabkan oleh tenaga lambat dari
dalam bumi dengan arah vertikal, baik ke atas maupun ke bawah melewati daerah
yang sangat luas. Ada dua Epirogenesa:
 Epirogenesa positif, yaitu gerakan yang mengakibatkan turunnya lapisan kulit
bumi, sehingga permukaan air laut terlihat naik dan daratan menurun.
 Epirogenesa negatif, yaitu gerakan yang mengakibatkan naiknya lapisan kulit
bumi, sehingga permukaan air laut terlihat turun dan daratan menaik.
Orogenesa adalah pergerakan lempeng tektonis yang sangat cepat dan
meliputi wilayah yang sempit. Tektonik Orogenesa biasanya disertai proses
pelengkungan (warping) dan lipatan (folding) yang terjadi akibat adanya tekanan
pada arah mendatar pada lapisan batuan yang lentur. Lipatan terbentuk dari 2
bentuk dasar yaitu sinklinal dan antiklinal. Macam-macam lipatan antara lain Normal,
asimetris, dan tumpang tindih,
Patahan (faulting) terjadi karena pengaruh tekanan horizontal dan vertikal
yang sangat kuat. Ada 2 jenis patahan yaitu horst dan graben (slenk), dan retakan
(jointing). Salah satu contoh hasil Orogenesa adalah deretan Lekukan Mediterania.
Normal Fault

Reverse Fault Strike-slip Fault


Lapisan litosfer(Kerak Bumi) dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik
(tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-
lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas
astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas
lempeng,baikdivergen (menjauh), konvergen(bertumbukan),ataupun transform (men
yamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan
pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang
batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.
Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut
bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan
dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut
adalah:
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan
mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar
transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri
di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi
yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San
Andreas di California.
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi
ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan
zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika
dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona
subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan
benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua.
Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan
lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air),
sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur
dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas
vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika
Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
Pergerakan lempeng ini diiringi atau didahului oleh pergerakan magma
didalam bumi. Semua gejala di dalam bumi sebagai akibat adanya aktivitas magma
disebut vulkanisme. Gerakan magma itu terjadi karena magma mengandung gas yang
merupakan sumber tenaga magma untuk menekan batuan yang ada di sekitarnya. Jika
aktivitas magma mencapai ke permukaan bumi, maka gerakan ini dinamakan
ekstrusi magma. Ekstrusi magma inilah yang menyebabkan terjadinya gunung api.
Ekstrusi magma tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga bisa terjadi di lautan. Oleh
karena itu gunung berapi bisa terjadi di dasar lautan. Jenis gunung berapi antara
lain:

Terjadinya sumber energi panas bumi di Indonesia serta karakteristiknya


dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang
berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan
lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut
telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi
panas bumi di Indonesia. Tumbukan
antara lempeng India‐Australia di sebelah
selatan dan lempeng Eurasia di sebelah
utara mengasilkan zona penunjaman
(subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di
bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di
kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al,
1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di
bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau
Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang
dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang
dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas
magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih
kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal
dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa
umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir
panas bumi di Sumatera terdapat
Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan
kegiatan gunung api andesitis‐ riolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang
bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan
Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐
basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk
daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi memperlihatkan kesamaan
karakteristik dengan di Pulau Jawa.
Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang
dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India‐Australia dan
lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang
Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber‐ sumber
panas bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat
disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih
dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera,
sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh
sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang
terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat
letusan gunung api yang intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera
umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali
deformasi tektonik atau pensesaran setidak‐tidaknya sejak Tersier sampai
Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas
sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan
permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan
permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi di Pulau Jawa
ataupun di Sulawesi.

Anda mungkin juga menyukai