Anda di halaman 1dari 24

KONSEP RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN

SUMBER DAN JENIS RISIKO

Pembahasan dari Buku Corporate Risk Management


(Karangan Tony Merna dan Faisal Al-Thani)

Disusun oleh:

Nor Isnaini 12010117420101


Florencia Yulistia Kartika O 12010117420105
Aaron Shan Notowidagdo 12010117420107

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
KONSEP RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN
SUMBER DAN JENIS RISIKO

2.1 PENGANTAR
Risiko mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia ; hidup kita beriringan dengan
risiko setiap harinya dan kita mempelajari untuk mengatur pengaruh risiko dalam
kehidupan kita.
Bab ini menjelaskan konsep dari dasar risiko dan ketidakpastian dan memberikan
sejumlah definisi tentang risiko. Dalam bab ini juga mendiskusikan dimensi risiko dan
persepsi dari organisasi. Berbagai sumber dan jenis risiko juga akan dibahas.

2.2 LATAR BELAKANG


Ketidakpastian berpengaruh terhadap setiap investasi. Namun, ketidakpastian menjadi
dapat dipertimbangkan saat tersedia informasi yang cukup tentang ketidakpastian.
Probabilitas yang didasarkan pada kejadian dari setiap peristiwa dan sampai mempunyai
pengaruh terhadap hasil dari peristiwa tersebut. Pengaruhnya dapat ditentukan
berdasarkan dari penyebab dan deskripsi kejadian. Sebagai contoh dari penyebab,
deskripsi dan pengaruhnya dapat digambarkan sebagai berikut : “ Menyeberang jalan
tanpa menengok” kemungkinan terbesar akan mengakibatkan “cedera”.

Ketidakpastian dari
suatu peristiwa

Pengaruh peristiwa pada Probabilitas kejadian


hasil proyek peristiwa

Distribusi probabilitas
nilai akibat

Gambar 2.1 Konsep Risiko (Merna dan Smith 1996)


Gambar 2.1 menggambarkan konsep risiko berkenaan dengan ketidakpastian,
probabilitas, pengaruh dan akibat.
Setelah probabilitas, penyebab, dan pengaruh kejadian dapat ditentukan maka
distribusi probabilitas dapat diperhitungkan. Dari distribusi probabilitas ini, dalam berbagai
kemungkinan, peluang terjadinya risiko dapat ditentukan, sampai mengurangi
ketidakpastian dari peristiwa ini.

2.3 RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN : KONSEP DASAR DAN PRINSIP UMUM


Menurut Chapman dan Ward (1997) : Semua proyek melibatkan risiko - proyek
dengan risiko nol tidak layak dikejar. Organisasi yang lebih memahami sifat dari risiko dan
dapat mengatur risiko dengan lebih efektif tidak hanya dapat menghindari bencana yang
tak terduga namun dapat berkerja dengan margin yang lebih ketat dan kemungkinan yang
kecil, membebaskan sumberdaya untuk upaya yang lain, dan merebut peluang untuk
investasi yang menguntungkan yang mana mungkin ditolak karena terlalu berisiko.
Risiko dan ketidakpastian dibedakan oleh Bussey (1978) dan Marret dan Sykes (1983)
sebagai berikut :
 Suatu keputusan dikatakan berisiko saat ada berbagai kemungkinan dan
saat diketahui probabilitas dapat dilampirkan untuk hasilnya.
 Ketidakpastian ada ketika ada lebih dari satu hasil yang mungkin untuk
suatu tindakan tetapi probabilitas dari setiap hasil tidak diketahui.
Saat ini hampir semua keputusan dalam bidang bisnis didasari oleh kepentingan
keuangan. Para pemimpin bisnis perlu memahami dan mengetahui apakah tingkat
keuntungan dari suatu proyek sesuai dengan risiko yang diambil, dan banyaknya
konsekuensi dalam hal ini kerugian jika risiko itu terjadi. Pada sisi lainnya, para investor
memerlukan beberapa indikasi apakah tingkat keuntungan dari suatu investasi sesuai
dengan tingkat keuntungan minimum mereka, jika investasi tersebut terdampak dari suatu
risiko.
(Merna 2002) menyarankan bahwa : ‘Kita berada di sebuah titik unik di dalam pasar
dimana pemain mulai menyadari bahwa risiko perlu diperhitungkan dan informasi tentang
proyek perlu disediakan untuk semua partisipan dalam transaksi’.
Oleh karena itu indentifikasi dan perhitungan risiko yang berhubungan terhadap
return dari suatu proyek begitu penting. Dengan mengetahui dampak dari laba ataupun
kerugian, pimpinan bisnis dan investor dapat memutuskan apakah setuju atau
membatalkan suatu investasi atau proyek.
2.4 ASAL USUL RISIKO
Asal mula kata ‘risiko’ dianggap dari kata Arab yaitu risq atau dari kata Latin riscum
(Kedar 1970). Kata ‘risq’ dalam bahasa Arab menandakan “segala hal yang telah diberikan
kepada mu (oleh Allah) dan darimana kamu mendapatkan keuntungan” dan hal ini
dikonotasikan sebagai hal yang tidak disengaja dan hasil yang menguntungkan. Namun
kata ‘riscum’ dalam bahasa Latin, semula mengenai suatu tantangan berupa karang
penghalang untuk seorang pelaut dan secara jelas dikonotsikan sebagai hal yang tidak
disengaja tetapi peristiwa yang tidak baik.
Menurut dari bahasa Yunani yang merupakan kata turunan dari bahasa Arab, risiko
merupakan hubungan kemungkinan terhadap hasilnya dan tidak memiliki impliksi positif
maupun negatif. Kata risqué dalam bahasa Perancis memiliki makna negatif namun
kadang -kadang berkonotasi positif, sebagai contoh ‘qui de risquie rien n”a rien’ atau
‘tidak ada yang memberanikan diri untuk tidak mendapatkan apa-apa’ sementara dalam
bahasa Inggris kata risiko pasti terkait dengan hal negatif seperti ‘run the risk’ atau ‘at risk’
yang bermakna terkena bahaya.
Kata risiko masuk di Inggris pada pertengahan abad ke-17, berasal dari kata ‘risque’.
Pada kuartal kedua abad ke-18 bergesernya ejaan risiko dimulai dengan munculnya kata
risiko dalam transaksi asuransi(Flanagan dan Norman 1993). Seiring waktu dan umumnya
penggunaan makna kata risiko berubah menjadi dari hanya menggambarkan hal yang
tidak diinginkan atau tidak terduga, baik atau buruk, dari suatu keputusan atau tindakan
yang terkait dengan hasil yang tidak diinginkan dan peluang terjadinya (Wharton 1992).
Pada penelitian yang lebih lanjut dan literature yang special pada subyek, kata ‘risiko’
digunakan untuk implementasi dari pengukuran peluang suatu hasil, ukuran hasil atau
kombinasi keduanya. Ada beberapa upaya untuk menggabungkan gagasan tentang ukuran
dan peluang dalam satu definisi. Bagi banyak organisasi risiko adalah kata yang terdiri dari
empat huruf yang mereka coba isolasi.
Rowe (1977) mendefinisikan risiko sebagai 'Potensi untuk konsekuensi negatif yang
tidak diinginkan dari suatu peristiwa atau kegiatan' sementara banyak penulis
mendefinisikan risiko sebagai 'Ukuran probabilitas dan keparahan efek buruk'. Rescher
(1983) menjelaskan bahwa ‘Risiko adalah peluang dari hasil yang negatif. Untuk mengukur
risiko, kita harus mengukur komponen yang menentukannya, dan peluang negativitas '.
Cara pengukuran ini harus digabungkan dengan deskripsi dari Gratt (1987) sebagai
‘estimasi risiko biasanya didasarkan pada hasil yang diharapkan dari probabilitas
kondisional dari peristiwa yang terjadi dikalikan konsekuensi dari peristiwa tersebut yang
telah terjadi’
Hal ini mengikuti konsep tersebut, misalnya, bencana yang berpotensi, kata ‘risiko’
mungkin digunakan sebagai sebuah pengukuran besarnya hasil yang tidak diinginkan,
katakan, 2000 kematian, atau probabilitas kejadiannya, katakan, 1 banding 1000 atau
bahkan dua - harapan statistic dua kematian (Wharton 1992). Kadang bertentangan dan
baru -baru ini bermakna lebih komplek atribut dari kata risiko. Sangat disayangkan bahwa
definisi sederhana yang berkaitan erat dengan interpretasi Yunani tidak berlaku - definisi
yang menghindari konotasi apa pun dari hasil yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan atau probabilitas atau ukuran peristiwa.
Model yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa risiko terdiri dari
empat parameter penting: probabilitas terjadinya, tingkat keparahan dampak, kerentanan
terhadap perubahan, dan tingkat saling ketergantungan dengan faktor risiko lainnya. Tanpa
salah satu dari ini situasi atau peristiwa tidak dapat benar-benar dianggap sebagai risiko.
Model ini dapat digunakan untuk menggambarkan situasi risiko dalam pemodelan
investasi apa pun untuk analisis risiko.
Penggunaan model risiko membantu mengurangi ketergantungan pada penilaian
mentah dan intuisi. Input ke model disediakan oleh manusia, tetapi otak diberikan sistem
untuk mengoperasikannya (Flanagan dan Norman 1993).

Kerentanan terhadap perubahan


atau pengaruh eksternal :
 Peluang
 Hasil dari sisi atas atau bawah

Keparahan dampak Probabilitas kejadian (tinggi/


(tinggi/rendah) rendah)
 Intensitas ancaman  Probabilitas yang
(potensi kerusakan) Risk bervariasi (0-1)
 Kontinuitas yang  Frekuensi (tinggi/rendah)
bervariasi dalam hal biaya
atau waktu

Tingkat ketergantungan dengan faktor


risiko lainnya

Gambar 2.2 Parameter Tipe Risiko


Model menyediakan cadangan untuk intuisi yang tidak dapat diandalkan. Model ini
dapat menjadi gagasan yang memiliki dua peran :
1. Menghasilkan jawaban
2. Tindakan sebagai alat komunikasi, memunculkan faktor-faktor yang mungkin tidak
dipertimbangkan.
Model menyediakan mekanisme dimana risiko dapat dikomunikasi melalui sistem.
Sistem manajemen risiko adalah suatu model yang menyediakan sarana untuk identifikasi,
klasifikasi dan analisis dan respon terhadap risiko.

2.4.1 Dimensi Risiko


Dimensi risiko merupakan kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan
dalam setiap waktu yang secara konseptual simple namun sulit diterapkan. Karena tidak
memberikan clue pada suatu konteks dan bagaimana risiko dilalui. Sebagian besar orang
menganggap risiko dalam tiga komponen : sesuatu yang buruk terjadi, peluang terjadinya,
dan konsekuensi jika hal tersebut terjadi. Ketiga komponen risiko ini dapat digunakan
sebagai struktur dasar penilaian risiko. Kaplan dan Gerrick (1981) mengajukan tiga
rangkaian untuk mencatat risiko yang terdiri dari kesatuan scenario atau kejadian yang
serupa (kejadian yang buruk), probabilitas kejadian yang berlangsung (peluang kejadian
buruk), dan akibat yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
Langkah - langkah dalam mendefinisikan dan mengukur risiko ;
1. Mendefinisikan kata buruk dengan mengidentifikasi sasaran dari organisasi dan
sumber -sumber yang terkena dampak.
2. Mengidentifikasi scenario yang dapat mengancam sumberdaya nilai.
3. Mengukur keparahan atau besarnya dampak

2.5 KETIDAKPASTIAN
Istilah risiko dan ketidakpastian dapat digunakan secara bergantian tetapi memiliki
beberapa makna yang berbeda, dimana risiko mengacu pada kejadian yang dapat
diprediksi secara statistic dan ketidakpastian untuk suatu variabilitas tidak dapat diprediksi
yang tidak diketahui secara umum.
Hetland (2003) percaya bahwa pernyataan berikut menjelaskan ketidakpastian :
 Risiko adalah implikasi dari fenomena yang tidak pasti
 Implikasi dari fenomena yang tidak pasti bisa saja diinginkan atau tidak
diinginkan
 Ketidakpastian dan implikasinya butuh dipahami supaya dikelola dengan
baik.
Smith et al (2006) membagi risiko kedalam 3 kategori :
1. Known risks mencakup variasi kecil dalam produktivitas dan perubahan dalam biaya
bahan dan hal yang tidak bisa terelakkan dari dalam proyek konstruksi dan
manufaktur.
2. Known unknowns merupakan peristiwa risiko yang kejadiannya bisa diprediksi atau
diduga baik dengan probabilitas kejadiannya atau kemungkinan efek yang
diketahui.
3. Unknown unknowns merupakan probabilitas peristiwa yang kejadian dan efek tidak
dapat diduga meskipun dari praktisi yang berpengalaman.

Situasi ketidakpastian sering terjadi selama tahap awal suatu proyek disebut epistemic.
Fenomena ketidakpastian epistemic dapat ditimbulkan oleh sejumlah faktor, seperti :
 Kurangnya kejelasan dalam merancang permasalahan
 Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi solusi alternative dalam permasalahan
 Jumlah dan kualitas informasi yang tersedia
 Sifat pengambilan keputusan yang futuristic
 Tujuan yang harus dipenuhi dalam pengambilan keputusan
 Tingkat kepercayaan mengenai tahap implementasi pasca-keputusan
 Jumlah waktu yang tersedia
 Kualitas dari pembuat keputusan

Ketidakpastian melekat pada peristiwa yang dampak risikonya tinggi menunjukkan


ketidaktahuan yang lebih besar daripada risiko yang diukur pada peristiwa yang sama.
Rafferty (1994) mengembangkan sebuah ‘rangkaian kesatuan antara risiko - ketidakpastian’
seperti yang terlihat pada tabel dibawah .

Tabel 2.1 Risk-uncertainty continuum

RISK UNCERTAINTY

Quantifiable Non-quantifiable

Statistical Assesment Subjective Probability

Hard Data Informed opinion


2.6 SUMBER RISIKO
Ada banyak sumber risiko yang harus diperhitungkan organisasi sebelum keputusan
dibuat. Oleh karena itu penting bahwa sumber-sumber risiko ini tersedia, sehingga
memungkinkan dilakukannya identifikasi, analisis, dan respons yang diperlukan. Sumber
risiko diringkas dalam Tabel 2.2 terjadi pada waktu yang berbeda dalam suatu investasi.
Risiko dapat spesifik untuk tingkat perusahaan, seperti politik, keuangan dan risiko -risiko
hukum. Pada tingkat bisnis strategis, risiko ekonomi, alam, dan pasar mungkin perlu
dinilai sebelum suatu proyek disetujui. Risiko proyek dapat spesifik untuk suatu proyek,
seperti risiko teknis, kesehatan dan keselamatan, risiko operasional dan kualitas. Namun,
pada tingkat proyek, manajer proyek harus yakin bahwa risiko yang terkait dengan fungsi
bisnis perusahaan dan strategis dinilai dan dikelola sepenuhnya. Dalam banyak kasus
bisnis, risiko yang dinilai pada awalnya di tingkat perusahaan dan strategis harus dinilai
ulang ketika proyek berlangsung, karena risiko dapat memengaruhi proyek yang sedang
berjalan.

Tabel 2.2 Tipikal sumber risiko dalam project bisnis menurut Merna dan Smith 1996

Pokok Perubahan dan ketidakpastian bergantung pd/ di sebabkan oleh:

Kebijakan Pemerintah, opini public,perubahan ideology, dogma,


Politik
undang-undang, kekacauan(perang,teroris, kerusuhan)
Lahan terkontaminasi atau tanggungjawab polusi,perijinan,
gangguan- gangguan( seperti suara), perijinan, opini publik, internal/
Lingkungan
kebijakan perusahaan,persyaratan UU lingkungan /regulasi/
penerapan atau dampak
persyaratan perijinan, dampak social-ekonomis, kebijakan dan
Perencanaan
penerapan/praktik, penggunaan lahan, , opini publik

Pasar Permintaan, persaingan, kepuasan konsumen,keusangan,fashion

Kebijakan keuangan, perpajakan, inflasi,tingkat suku bunga, nilai


Ekonomi
tukar

Keuangan asuransi, margin, kebangkrutan, pembagian risiko

Kondisi tanah yang tidak dapat diduga, cuaca, gempa bumi,


Alam
kebakaran/ledakan, penemuan arkeologi.
Definisi, strategi perekrutan, persyaratan kinerja, standar,
kepemimpinan, organisasi (kematangan, kemampuan, komitmen, dan
Proyek
pengalaman), perencanaan dan kualitas kontrol, tenaga kerja dan
sumber daya , komunikasi dan budaya
Teknis Desain yang mencukupi, operasi yang efisien, kehandalan.
Regulator Perubahan regulator

Kesalahan,ketidakmampuan,pengacuhan,kelelahan, kemampuan
Human
komunikasi, budaya, lembur.

Kriminal Kurangnya keamanan, vandalism,pencurian,penipuan, korupsi


Regulasi (seperti, kesehatan dan keamanan di tempat kerja), zat yang
Keamanan berbahaya, tabrakan, jatuh, banjir, kebakaran dan eksploitasi.

hal-hal yang berhubungan dengan perubahan perundang-undangan,


Hukum
baik di Inggris maupun di EU

Sumber risiko merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja proyek


maupun bisnis, dan risiko muncul ketika efek baik dari ketidakpastian dan dampak yang
signifikan terhadap kinerja proyek maupun bisnis. Sejalan dengan definisi tujuan proyek
dan kriteria kinerja memiliki pengaruh yang fundamental terhadap tingkat risiko proyek.
Secara definisi penetapan dana yang terbatas atau target waktu dengan sumberdaya yang
tidak mencukupi membuat sebuah proyek lebih berbiaya dan waktu yang berisiko, sejak
pencapaian dari target lebih tidak pasti jika target ‘ketat’. Sebaliknya, pengaturan waktu
yang lamban atau ketentuan kualitas menyiratkan waktu yang mepet atau kualitas risiko.
Namun, target yang tidak tepat merupakan sumber risiko itu sendiri, dan gagalnya
menyatakan perlunya level minimum dalam kinerja terhadap kriteria tertentu secara
otomatis menghasilkan risiko dalam dimensi tersebut. Misalnya, sebuah perusahaan
menetapkan target yang tidak mampu dicapai untuk SBU kemudian kemungkinan besar
bahwa pengerjaan proyek oleh SBU akan mengalami hutang sebagai risiko untuk
memenuhi pencapaian target.
Morris dan Hough (1987) beranggapan pentingnya pengaturan sasaran yang jelas dan
kriterian kinerja yang menggambarkan persyaratan dari berbagai pihak, termasuk para
pemegang saham yang tidak selalu dianggap sebagai para pemain (misalnya, otoritas
regulasi). Perbedaan sasaran proyek yang diadakan oleh pihak pihak yang tertarik dan
pemegang saham dan pihak -pihak terkait diantara sasaran proyek yang berbeda perlu
dihargai. Strategi dalam menagtur risiko tidak dapat dipisahkan dari strategi dalam
mengatur atau mencapai tujuan proyek.
Apapun tujuan kinerja yang digarisbawahi, focus dalam kesuksesan proyek dan
ketidakpastian terhadap pencapaiannya mempengaruhi risiko yang digambarkan dalam
istilah ‘ancaman kesuksesan’. Jika kesuksesan sebuah proyek, SBU, diukur semata mata
dalam pencapaian biaya yang relatif terhadap beberapa target atau komitmen, maka risiko
dapat didefinisikan dalam ancaman kesuksesan yang diajukan oleh rencana yang diberikan
dalam ukuran kemungkinan kelebihan biaya dan kemungkinannya. Ini dapat disebut ‘
intensitas ancaman’.
Dari prespektif ini langkah untuk menghitung esensial manajemen risiko tentang
menghilangkan atau mengurangi kemungkinan kinerja yang buruk. Sayangnya, karena
menghasilkan apresiasi risiko proyek yang sangat terbatas. Seringkali sama pentingnya
untuk menghargai sisi positif dari ketidakpastian, yang mungkin memberikan peluang
daripada ancaman.
Pada kesempatan yang baik mungkin jadi penting dari sudut pandang moral. Moral
tinggi sebagai pusat manajemen risiko yang baik seperti halnya manajemen tim secara
umum. Jika tim proyek terlibat dalam ancaman, kesuraman selanjutnya akan merusak
proyek. Pencarian yang sistematis untuk peluang, dan manajemen yang bersedia
menanggapi peluang yang diidentifikasikan oleh mereka yang bekerja pada semua level
(yang mungkin memiliki implikasi jauh diluar jangkauan penemu), dapat memberikan
dasar untuk membangun moral yang sistematis.
Umumnya, penting untuk menghargai bahwa risiko proyek pada dasarnya adalah
kekejaman yang sangat kompleks dengan pentingnya impliksi perilaku. Definisi sederhana
seperti ‘ risiko adalah probabilitas risiko yang terjadi dikalikan dampaknya’ mungkin nilai
mereka dalam keadaan yang special, tapi penting untuk menghadapi kompleksitas tentang
apa sebenarnya manajemen risiko proyek jika kesuksesan ingin dicapai saat berusaha
mengelola risiko ditingkat manapun dalam organisasi.

2.7 JENIS-JENIS RESIKO


2.7.1. Resiko Proyek (Project Risks)
Ketentuannya adalah bukan hanya mengatur resiko fisik dari suatu proyek,
tetapi juga pihak lain dalam suatu proyek dapat mengatur resiko yang dimilikinya
secara individu. Sebagai contoh adalah divisi International Finance Corporation (IFC)
dari Bank Dunia. Resiko dan ketidakpastian merupakan turunan dari segala proyek
dan investor dalam proyek atau aset komersial akan terpapar resiko dalam
keseluruhan siklus hidup dari suatu proyek. Kedua fase dalam suatu proyek yang
memiliki kemungkinan besar terpapar pada resiko adalah sebagai berikut, yaitu:
- Tahap Pelaksanaan (Pre-Completion)
Relatif pada resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan atau
konstruksi
- Tahap Operasional (Post-Completion)
Relatif pada resiko-resiko operasional, tahun-tahun awal operasional memiliki
angka resiko yang lebih tinggi.
Thompson dan Perry (1992) menyatakan resiko paling parah yang dapat
terjadi dalam suatu proyek adalah sebagai berikut, yaitu:
- Kegagalan untuk mempertahankan perkiraan biaya
- Kegagalan untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
- Kegagalan untuk mencapai segala ketentuan kualitas dan operasional
Banyak praktisi manajemen proyek yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
mempengaruhi resiko yang berkaitan dengan suatu proyek, yaitu sebagai berikut:
- Ukuran suatu proyek
- Kematangan teknologi (baik dari metode, teknik, dan material)
- Kompleksitas dari suatu struktur proyek
Peningkatan ukuran pada suatu proyek pada umumnya akan meningkatkan
kompleksitas, termasuk di dalamnya adalah kompleksitas dari administrasi,
manajemen, kosmunikasi di antara peserta dan seterusnya.

Gambar 2.3. Timeline dari Resiko Finansial


Sumber: Merna

2.7.2. Resiko Global (Global Risk)


Berasal dari sumber eksternal pada lingkungan proyek, walaupun resiko global
ini seringkali dapat diprediksi, tetapi dampaknya pada hasil memiliki kemungkinan
tidak dapat selalu dikontrol dalam elemen-elemen yang ada dalam suatu proyek.
Menurut Merna dan Smith (1996), empat resiko global utama adalah resiko
polisyik, legal, komersial dan lingkungan.Seringkali keempat tipe resiko ini
dikategorikan sebagai resiko tidak terkontrol. Pada normalnya resiko ini akan diatasi
pada tingkat perusahaan dan seringkalo memutuskan apakah suatu proyek akan terus
dilaksanakan atau tidak
2.7.3. Resiko Elemental (Elemental Risks)
Berasal dari sumber internal pada lingkungan protek dan biasanya dapat
dikontrol melalui elemen-elemen yang ada dalam suatu proyek.Menurut Merna dan
Smith (1996), empat resiko elemental utama adalah konstruksi/manufaktur,
operasional, finansial serta pendapatan.Resiko-resiko seperti ini pada umumnya
dianggap sebagai resiko yang dapat dikontrol dan seringkali memiliki hubungan pada
tahap yang berbeda dari suatu proyek serta dapat diakses secara utama pada SBU
maupun tahap proyek.

2.7.4. Resiko Holistik (Holistic Risk)


Kebanyakan organisasi telah mengembangkan mekanisme manajemen resiko
untuk mengatasi resiko-resiko yang tidak dapat diasurasi yang berhubungan dengan
proyek. Pada kebanyakan kasus, idenfikasi, analisis serta respons dari resiko dilihat
sebagai elemen terpenting untuk memuaskan pelanggan dan juga pemegang saham
dari proyek lain.
Menurut Davies (2000) terdapat resiko yang diasosiasikan dengan aset yang
tidak memiliki wujud seperti saham, reputasi, nilai, teknologi, properti intelektual
(pada umumnya adalah data, paten dan hak cipta), perubahan pada metode/strategi,
persepsi pemegang saham, keamanan perusahaan dan kualitas dari produk.
Manajemen resiko holistik merupakan proses di mana suatu organisasi pada awalnya
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua ancaman kepada tujuan dan dengan
melakukan hal seperti itu berarti mengatur ancaman-ancaman dari dalam, dengan
mengadaptasi struktur manajemen yang sudah ada. Manajemen resiko holistik
mengarah pada elemen-elemen yang diidentifikasi pada Tumbull Report (1999) dan
berupaya untuk mengurangi ketidaknyamanan dari pemegang saham.

2.7.5. Resiko Statis (Static Risk)


Hal ini hanya berhubungan pada potensi kerugian di mana orang-orang
menaruh perhatian pada meminimalisasi kerugian dengan menghindari resiko
(Flanagan dan Norman, 1993). Contoh dari hal ini adalah resiko kehilangan pasar
dari suatu produk atau merk barang dengan tidak mengambil resiko dalam
memperkenalkan produk baru atau barang pada pasar yang sama. Banyak organisasi
yang telah berkembang mencoba mengurangi resiko ini dengan memasuki usaha
bersama dengan perusahaan yang lebih dinamis, seringkali pada keadaan ekonomi
yang substansial.
2.7.6. Resiko Dinamis (Dynamic Risk)
Berkaitan langsung dengan memaksimalkan peluang-peluang. Resiko dinamis
dapat diartikan bahwa akan terdapat potensi keuntungan dan juga potensi kerugian.
Resiko dinamis merupakan pertaruhan dari sesuatu yang pasti demi mendapatkan
sesuatu dari hal yang tidak pasti.Setiap keputusan manajemen memiliki elemen dari
resiko dinamis dan diatur oleh peraturan praktis dari pengambilan keputusan. Selama
suatu proyek, kerugian dan keuntungan yang didapat dari pengambilan resiko dapat
diplot satu sama lain dan dikomparasi (Flanagan dan Norman, 1993).

2.7.7. Resiko Turunan (Inherent Risk)


Cara suatu resiko ditangani bergantung pada dasar dari suatu bisnis dan cara
suatu bisnis diorganisasi secara internal. Perusahaan energi merupakan perusahaan
yang berkecimpung pada bisnis yang memiliki resiko turunan, ancaman dari
kebakaran dan ledakan selalu ada, sama juga seperti resiko dari kerusakan
lingkungan. Institusi finansial pada sisi lain memiliki resiko turunan yang lebih rendah
pada kebakaran dan ledakan dibandingkan dengan perusahaan minyak, tetapi
terekspos pada jenis resiko yang lain. Walaupun beigtu, tingkat perhatian yang
diberikan untuk mengatur resiko dalam suatu industri adalah hal yang sama penting
dengan resiko turunan dalam setiap kegiatan operasional yang harus selalu dilakukan
pada aktivitas industri tersebut.

2.7.8. Resiko Kontingen (Contingent Risk)


Hal yang terjadi ketika suatu organisasi terkena dampak secara langsung dari
adanya suatu peristiwa adalah suatu area yang berada di atas kontrol langsung di
mana tidak ada ketergantungan satu sama lain, sebagai contoh seperti supplier yang
lemah. Pada normalnya, persentase dari keseluruhan nilai proyek dikesampingkan
terlebih dahulu untuk mengantisipasi resiko-resiko tertentu sebelum terjadi.
Hussain (2005) menyatakan bahwa seluruh lelang harus dilengkapi oleh amplop
resiko, sehingga klien dapat memahami resiko-resiko yang diidentifikasi oleh masing-
masing peserta lelang untuk menentukan biaya potensial tambahan atau simpanan.
Amplop resiko ini dikembangkan berdasarkan pada hal sebagai berikut, yaitu:
- Analisis dari masing-masing resiko berdasarkan probabilitasnya terjadi
- Analisis dari masing-masing resiko dan dampaknya pada suatu proyek apabila hal
itu terjadi
- Rating prioritas dari keseluruhan kepentingan akan masing-masing resiko
- Tindakan preventif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resiko
- Tindakan cadangan untuk mengurangi dampak apabila suatu resiko terjadi
Amplop resiko dapat digunakan oleh klien untuk mengidentifikasi scenario paling
buruk dan dapat membantu dalam menyusun anggaran yang realistis. Biaya untuk
mengatur masing-masing resiko yang diidentifikasi peserta lelang dapat dibandingkan
oleh klien dengan cara yang sama. Hussain (2005) menyatakan bahwa amplop resiko
harus menjadi bagian esensial dari proses lelang atau tender.

2.7.9. Resiko Kustomer (Customer Risk)


Ketergantungan akan satu klien menyebabkan kerapuhan karena klien
tersebut dapat menghentikan kerja sama, atau diambil alih oleh perusahaan
competitor. Resiko ini dapat diatur dengan memperluas jaringan kustomer /
pelanggan (International Journal of Project and Business Risk Management 1998).

2.7.10. Resiko Fiskal/Peraturan (Fiscal/Regulatory Risk)


Untuk dapat mengatur resiko-resiko ini, suatu bisnis harus dapat memprediksi
perubahan potensial pada suatu lingkungan. Contoh dari hal ini adalah Railtrack Plc,
yaitu sebuah perusahaan yang terdaftar pada London Stock Exchange, dimasukkan ke
dalam posisi administrasi oleh UK Transport Secretary tanpa konsultasi apapun dari
pemberi pinjaman maupun pemegang saham. Pemegang saham yang mengambil
resiko berdasarkan naik dan turunnya nilai di pasar saham dengan cepat diberi
kesadaran akan adanya resiko ini.

2.7.11. Resiko Pengadaan (Purchasing Risk)


Resiko pengadaan merupakan bagian penting dari realitas komersial modern
tetapi akhir-akhir ini subjek ini telah mengalami rekognisi dalam karya akademisi
terkemuka dan juga ahli teori manajemen. Banyak bisnis mendesain dan
mengimplementasi sistem pengaturan kinerja baru dan menemukan suatu tantangan
dalam mengembangkan pengukuran untuk beberapa elemen kunci dari kontribusi
pengadaan yang akan diperhatikan sebagai strategi.Resiko-resiko ini dialamatkan
sebagai praktisi yang memimpin di area resiko yang lebih luas dan memiliki
kemungkinan untuk diidentifikasi secara benar secara terminologi seperti manajemen
ketidakpastian (International Journal of Project Business Risk Management 1998).

2.7.12. Resiko Reputasi (Reputation/Damage Risk)


Resiko ini bukan merupakan resiko yang muncul sendiri, melainkan
konsekuensi dari resiko yang lain seperti penipuan, bangunan yang hancur, kegagalan
mengatasi komplain, dan kekurangan respek dari orang lain. Hal ini merupakan absen
dari kontrol yang mengakibatkan kerusakan dibandingkan dengan peristiwa itu
sendiri.Pada situasi setelah kejadian buruk, perusahaan dapat memiliki imej positif
apabila media dapat ditangani dengan baik (International Journal of Project Business Risk
Management 1998).

2.7.13. Resiko Organisasi (Organisational Risk)


Infrastruktur yang buruk dapat menghasilkan kontrol yang lemah dan
komunikasi yang buruk dengan dampak yang bervariasi pada setiap bisnis.Rantai
komunikasi yang baik dapat mengarah kepada manajemen resiko yang efektif. Hal ini
hanya bisa terjadi apabila anggota dari tim dan divisi memiliki kesadaran penuh akan
tanggung jawab mereka dan melaporkan sesuai dengan struktur organisasi, khususnya
di antara tingkatan yang berbda dalam suatu organisasi.

2.7.14. Resiko Interpretasi (Interpretation Risk)


Hal ini terjadi apabila manajemen dan staff dari suatu organisasi tidak dapat
berkomunikasi secara efektic karena masing-masing bahasa profesional mereka
(jargon).Insinyur, akademik, ahli kimia, dan banker memiliki bahasa tersendiri.
Bahkan kata yang sama di profesi yang sama dapat memiliki arti yang berbeda pada
UK dan USA.

2.7.15. Resiko It (It Risk)


Industri IT merupakan salah satu industri yang memiliki kecepatan bertumbuh
tinggi pada saat ini.Suatu perusahaan bergantung pada IT yang efektif.Tetapi masih
banyak proyek IT yang mengalami tingkat kegagalan yang tinggi (Ellis et al.
2002).Jiang dan Klein (2001) menyatakan bahwa dimensi dari resiko suatu proyek
bergantung pada ukuran proyek, pengalaman pada teknologi, aplikasi teknikal dan
kompleksitas. Resiko perangkat lunak diidentifikasi secara regular adalah sebagai
berikut, yaitu:
- Ukuran proyek
- Tujuan tidak jelas yang salah dipahami
- Kekurangan komitmen dari manajemen senior
- Kegagalan untuk mendapat keikutsertaan dari pengguna
- Jadwal tidak realistis
- Kemampuan yang tidak mumpuni
- Ketentuan yang disalahpahami
- Fungsi perangkat lunak yang salah
- Perkenalan perangkat lunak
- Kegagalan untuk memenuhi ekspektasi pengguna

2.7.16. Resiko OPEC (The OPEC Risk)


Saat buku ini ditulis, harga minyak telah meningkat mencapai $93 per barrel,
konsekuensi yang bukan hanya berupa situasi di Timur Tengah, melainkan
ketidakpastian pada negara-negara penghasil minyak lainnya. Walaupun ‘membeli di
depan’ menjadi respons yang umum akan resiko ini, tetapi fluktuasi besar pada harga
minyak membuat teknik ini menjadi pilihan yang beresiko. Komoditi lain seperti baja,
aluminium, kayu, semen dan juga material biasa yang digunakan pada suatu proyek
industri juga mengalami kenaikan pada harga sebagai akibat dari tingkat ekonomi
yang meningkat. Banyak perusahaan konstruksi yang menerapkan ‘membeli di depan’
pada material-material ini untuk mengatasi resiko yang berkaitan dengan harga dan
ketersediaan.

2.7.17. Resiko Proses (Risk Process)


Resiko ini ditimbulkan oleh proses manajemen proyek itu sendiri. Resiko
proyek muncul ketika ketentuan fundamental yang dibutuhkan untuk menjalankan
suatu proyek telah ditentukan. Proses manajemen dan pengambilan keputusan untuk
mengoperasikan sebuah proyek, termasuk di dalamnya adalah metode komunikasi
dan dokumentasi yang diaplikasikan dalam proyek ini, akan menjadi area dari resiko
itu sendiri.Harus diperhatikan mengenai resiko turunan dalam melaksanakan seluruh
siklus proyek. Chapman dan Ward (1997) percaya bahwa resiko analisis keseluruhan
harus menjadi bagian dari proses dari suatu proyek.

2.7.18. Heuristics
Apapun industrinya, tipe suatu organisasi atau cara manajemen, kontrol dari
suatu resiko yang memiliki hubungan terhadap faktor manusia akan mengakibatkan
kesuksesan dari suatu proyek maupun portofolio.Faktor manusia memiliki konstribusi
pada suatu kesuksesan proyek, ataupun kegagalan, dicerminkan dalam segala
tindakan yang dilakukan pada tahap perencanaan, desain dan pelaksanaan dari
masing-masing proyek.Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan untuk
mengidentifikasi keuntungan-keuntungan yang diekspektasikan oleh partisipan yang
melaksanakan pendekatan terstruktur pada manajemen resiko (Newland
1997).Termasuk di dalamnya adalah keuntungan secara langsung maupun tidak
langsung. Keuntungan secara langsung meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu:
- Rencana proyek yang terbentuk lebih baik dan dapat dicapai, jadwal dan anggaran
- Meningkatnya kemungkinan bagi suatu proyek untuk memenuhi target
- Alokasi rencana yang tepat
- Alokasi yang lebih baik bagi rencana cadangan untuk mengatasi resiko
- Kemampuan untuk menghindari pengambilan proyek yang tidak layak
- Identifikasi resiko terbaik bagi owner
Keuntungan secara tidak langsung melingkupi hal-hal sebagai berikut, yaitu:
- Komunikasi yang membaik
- Pengembangan pemahaman yang sama mengenai tujuan dari suatu proyek
- Meningkatnya semangat tim
- Memfokuskan perhatian manajemen pada ancaman yang nyata
- Memfasilitasi pengambilan resiko yang tepat
- Mendemonstrasikan pendekatan profesional kepada kustomer/pelanggan.

2.7.19 Resiko Decommisioning


Decommisioning adalah suatu resiko untuk mengembalikan rencana operasional
yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi coklat atau status hijau. Sebagai contoh
adalah perusahaan tambang yang diharuskan untuk melakukan perbaikan lingkungan
pada lahan yang digali pada akhir masa penambangan. Karakteristik dari resiko ini
adalah adanya konsekuensi finansial dan ditetapkan sebelum suatu proyek dijalankan.

2.7.20 Resiko Institusi


Istilah “institusi” digunakan untuk menyimpulkan resiko yang disebabkan oleh
perilaku suatu organisasi. Biasanya dogma, birokrasi, budaya, dan pelatihan yang
buruk dapat meningkatkan resiko ini, terutama resiko murni.

2.7.21 Resiko Subjektif dan Resiko yang Dapat Diterima


Resiko subjektif adalah resiko yang ditimbulkan dari adanya perasaan terancam
akan sesuatu. Resiko ini dapat disebabkan oleh tingkat resiko individu atau preferensi
resiko. Resiko ini dapat dipengaruhi oleh tingkat keparahan konsekuensi dari resiko,
faktor psikologis, dan kemiripan resiko.
Resiko yang dapat diterima adalah jumlah dari resiko subjektif yang dapat
diterima dengan baik oleh individu atau organisasi. Dalam beberapa kasus, resiko ini
diperlakukan seolah-olah perusahaan tidak merasa terancam.
2.7.22 Resiko Murni dan Resiko Spekulatif
Resiko murni adalah resiko yang hanya menawarkan probabilitas kehilangan dan
rugi. Resiko ini hanya menampilkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Resiko spekulatif adalah resiko yang menghasilkan untung atau rugi dan
diharapkan menawarkan antara konsekuensi yang disenangi atau tidak disenangi.
Salah satu contoh resiko ini adalah resiko bisnis.

2.7.23 Resiko Fundamental dan Resiko Partikular


Resiko fundamental adalah resiko yang mempengaruhi seluruh atau lingkungan
sosial khusus yang tidak dapat dikendalikan oleh organisasi dan individu. Resiko ini
hanya dapat diatur dengan mengurangi efek resiko. Salah satu contoh resiko ini
adalah bencana alam.
Resiko partikular adalah resiko yang dapat dikendalikan untuk membuat pilihan
manajemen resiko yang ada lebih luas.

2.7.24 Resiko Iatrogenik


Resiko ini ditimbulkan dari aksi yang dilakukan untuk mengurangi resiko lainnya.
Sebagai contoh adalah pemasangan sistem keamanan pada mobil dapat menimbulkan
pembajakan mobil oleh pencuri. Resiko yang ditimbulkan dapat memiliki dampak
lebih besar dibandingkan resiko awalnya.

2.7.25 Resiko Teknologi Destruktif


Resiko ini didefinisikan sebagai kemungkinan yang timbul akibat adanya
teknologi baru yang menggantikan teknologi lama sehingga teknologi lama menjadi
usang. Teknologi destruktif diyakini menimbulkan ancaman yang lebih besar untuk
mendirikan bisnis namun juga menciptakan peluang yang lebih baik.

2.7.26 Resiko yang Diketahui dan Virtual


Diketahui melalui sains adalah sebagai contoh bakteri kolera yang harus dilihat
melalui mikroskop dan membutuhkan pelatihan sains untuk memahaminya.
Diketahui secara langsung adalah sebagai contoh resiko memanjat pohon,
mengendarai sepeda, atau mengendarai mobil yang secara langsung pada aksi dan
konsekuensinya. Resiko virtual adalah resiko yang tidak dipahami secara menyeluruh
atau akibat yang tidak disetujui oleh ilmuwan. Sebagai contoh adalah pemanasan
global, mobile phone, dan perawatan laser mata yang timbul dari adanya imajinasi.
2.7.27 Force Majeure
Force majeure adalah adanya kewajiban yang dapat dikeluarkan dari sebuah
kontrak untuk adanya disrupsi pada keberlanjutan bisnis yang disebabkan oleh
sesuatu yang abnormal dan tidak dapat diprediksi. Sesuatu yang abnormal dan tidak
dapat diprediksi tersebut dapat dicontohkan sebagai peperangan, bencana alam, dan
kerusuhan. Kontrak yang sangat menekankan pada waktu dan kesensitifan dapat
membatasi perlindungan dari force majeure untuk mengantisipasi pihak yang
menyalahgunakan klausul ini. Sebagai contoh, adanya kerusuhan dapat membatasi
terkirimnya barang namun tidak dengan waktu pembayaran dari barang yang sudah
terkirim.
Pentingnya terdapat klausul force majeure dalam kontrak tidak dapat
dikesampingkan karena dapat membebaskan pihak dari kewajiban dalam kontrak.
Apa yang diperbolehkan menjadi sumber force majeure masih menjadi perdebatan.
Sebagai contoh, perusahaan tambang harus melakukan penelitian terlebih dahulu
pada kondisi geologis daerah tambang sebelum mencapai kesepakatan kontrak
meskipun resiko geologis dapat dimasukkan dalam kasus force majeure.
Hal yang patut diingat adalah dalam hukum internasional, force majeure mengarah
pada tekanan yang tidak dapat dihindari atau melebihi batas kendali dari negara
sehingga membuat kewajiban internasional tidak mungkin dilaksanakan.

2.7.27.1 Tipikal Klausul Force Majeure


Tidak ada satupun pihak yang dapat dimintai tanggung jawab untuk
melaksanakan obligasinya apabila disebabkan oleh aktivitas alam (banjir, kebakaran,
gempa bumi, dan lain-lain), peperangan, invasi, revolusi, dan lain sebagainya. Pihak
yang memasukkan force majeure sebagai alasan harus menunjukkan langkah-langkah
yang dilakukan untuk meminimasi jeda waktu atau kerusakan yang disebabkan oleh
kejadian tak terduga, sehingga pihak lain dapat memperkirakan tindakan pencegahan.

2.7.27.2 Kejadian dalam Force Majeure


Kejadian-kejadian yang menyebabkan force majeure terbatas dalam apa yang ditulis
di kontrak yang hanya terjadi jika:
1. Kejadian-kejadian tidak dapat dikendalikan oleh pihak yang terlibat
2. Kejadian-kejadian tidak dapat dicegah, dihindari, atau dihilangkan oleh pihak
yang terlibat
3. Kontraktor telah mendaftar semua penyebab yang mungkin untuk menghindari
dampak dari kejadian tersebut yang sesuai dengan kemampuan kontraktor untuk
membangun atau mengoperasikan fasilitas tersebut
4. Kejadian tersebut tidak berdampak langsung atau tidak langsung atas kesalahan
yang dilakukan oleh kontraktor untuk melakukan kewajibannya dalam proyek
5. Pihak yang terlibat telah memberikan peringatan dari kejadian kepada pihak lain
sehingga dapat dirancang dampak serta tindakan yang akan diambil.

2.7.27.3 Instansi dalam Force Majeure


Kejadian-kejadian yang dapat mengakibatkan terjadinya force majeure adalah:
1. Peperangan atau adanya gencatan senjata
2. Demonstrasi, vandalisme, dan tindakan kerusuhan lainnya
3. Ledakan, kebakaran, gempa bumi, dan bencana alam lainnya
4. Aksi industri dari pekerja
5. Radiasi atau kontaminasi dari nuklir
6. Perintah, legislasi, atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau komisi
yudisial
7. Kejadian iklim yang tidak terduga atau kondisi tanah yang tiba-tiba berubah yang
dapat mengubah kondisi lokasi
8. Jeda dalam mendapatkan wewenang pemerintah
9. Kejadian-kejadian lain yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak terlibat

2.8 PERSEPSI RESIKO


Menurut MacCrimmon dan Wehrung dalam Merna dan Thani (2008)
mengungkapkan bahwa karakteristik orang dalam merespon situasi beresiko berbeda-
beda. Seorang trapeze performer tidak bertindak hati-hati dalam masalah keuangan,
sementara seorang commodity broker tidak berhati-hati secara fisik. Terdapat tiga
kategori pengambil resiko, yaitu risk taking, risk neutral, dan risk averse.
Bukti empiris yang menyangkut respons individu sering tidak dihiraukan dalam
proses analisis resiko. Pengalaman, subjektivitas, dan cara mempetakan resiko
menjadi kunci penting dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang penting
mempengaruhi perilaku kelompok dan konsekuensi dari implementasi metode.
Subjektivitas adalah kunci untuk menilai resiko. Terdapat kemungkinan untuk
terlalu mengestimasi resiko yang besar dan kemungkinan konsekuensi yang sulit
diketahui, sehingga perlu difokuskan pada kejadian berpeluang rendah namun
memiliki dampak yang besar dibandingkan beresiko tinggi dengan konsekuensi yang
rendah. Bukti menunjukkan bahwa orang tidak memahami, percaya, atau secara
akurat mengestimasi suatu probabilitas.
Resiko dirasakan oleh pemangku kepentingan yang berbeda pada tingkat bisnis
yang berbeda. Sebagai contoh, tingkat korporat akan merasakan resiko yang berkaitan
dengan politik, hukum, regulasi, reputasi, dan faktor finansial yang mempengaruhi
korporat dan SBU. Resiko ini dinilai dengan metode kualitatif. SBU akan
mempertimbangkan resiko secara detil pada bisnis sendiri dan mempertimbangkan
resiko terkait bisnis. Dalam tingkat proyek, penilaian yang lebih detil dalam
kuantitatif akan membahas proyek tertentu.

2.9 PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM INVESTASI


Setiap investasi memiliki pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal.
Pemegang saham yang menyediakan dana dalam bentuk ekuitas harus waspada
terhadap resiko perusahaan. Meskipun pemegang saham menganggap resiko seperti
menahan atau menjual saham, keputusan yang diambil entitas perusahaan dapat
menurunkan secara tajam nilai saham mereka.
Definisi pemangku kepentingan menurut Johnson dan Scholes dalam Merna dan
Thani (2008) adalah setiap individu atau kelompok dalam organisasi yang memenuhi
tujuan masing-masing dan siapa yang diandalkan oleh perusahaan. Penting untuk
memasukkan pemangku kepentingan eksternal yang sering memberikan dampak pada
proyek. Mills dan Turner membentuk PEST (Political, Economic, Social, and
Technology)analysis untuk menginvestigasi posisi pemangku kepentingan dalam
proyek. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis pengaruh dari setiap pemangku
kepentingan terhadap politik, ekonomi, sosial, dan teknologi pada posisi korporat,
bisnis, dan tingkat proyek.
Winch mengungkapkan sangat penting untuk mengkategorikan tipe pemangku
kepentingan yang berbeda untuk analisis dan manajemen masalah. Klasifikasi tingkat
pertama adalah pemangku kepentingan internal dan eksternal. Pemangku kepentingan
internal dapat dibagi menjadi sisi permintaan dan penawaran. Pemangku kepentingan
eksternal dapat dibagi menjadi sektor publik dan privat. Pengkategorian ini dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3
Pemangku Kepentingan Internal dan Eksternal
Pemangku Kepentingan Internal Pemangku Kepentingan Eksternal
Sisi Permintaan Sisi Penawaran Privat Publik
Klien Arsitek Penghuni Lokal Agen Regulasi
Pakar Keuangan Insinyur Pemilik Tanah Pemerintah Lokal
Pekerja dari Klien Kontraktor Utama Pemerhati Pemerintah
Lingkungan Nasional
Konsumen dari Kontraktor Dagang Arkeolog
Klien
Penyewa dari Klien Pemasok Bahan
Baku
Pemasok dari Klien

Para manajer harus fokus pada individu atau kelompok yang dapat menghambat
mereka menghasilkan kesuksesan dalam proyek. Ini menunjukkan kepentingan para
pemangku kepentingan tidak harus selalu positif.

2.9.1 Identifikasi Pemangku Kepentingan


Dalam tingkat individual, identifikasi dimulai dengan proses mendapatkan
informasi tentang kontribusi yang mungkin pada resiko bisnis selama dan setelah
siklus investasi dan merupakan langkah pertama dalam menangani faktor manusia
dalam manajemen resiko. Informasi kunci didapatkan dari kemampuan pemangku
kepentingan, persepsi, nilai, dan motivasi. Dalam masa sekarang, manajer proyek
banyak mengabaikan pemangku kepentingan eksternal yang sulit dikendalikan. Oleh
karena itu, banyak kontributor proyek dan resiko yang ada tidak diselesaikan dengan
proses analisis resiko.

2.9.2 Perspektif Pemangku Kepentingan


Perspektif pemangku kepentingan adalah sebagian yang penting dalam
manajemen resiko karena melihat cara pemangku kepentingan menginterpretasikan,
sebagai contoh adalah proyek, tujuannya, pemangku kepentingan lain, pendapatan
dan kerugian yang mungkin, dan hubungan antar investasi atau proyek. Faktor yang
penting dalam resiko adalah perspektif yang berbeda dan persepsi pemangku
kepentingan dalam tugas, posisi, dan tujuan mereka.
Membangkitkan perspektif pemangku kepentingan akan mengidentifikasi area
potensial dan menghasilkan pendekatan posisi dan tanggung jawab yang bervariasi
serta perilaku yang berbeda dalam resiko dan manajemen resiko. Selain itu, dapat
memungkinkan adanya pengembangan strategi intervensi yang tepat untuk
mengurangi resiko dan ketidakpastian melalui manajemen resiko proyek.

2.9.3 Persepsi Pemangku Kepentingan


Resiko sering dikonsepkan sebagai bahaya atau kegagalan untuk menyampaikan
waktu dan ongkos dibandingkan dengan ketidakpastian mengenai hasil yang pasti dari
tindakan yang direncanakan dan proses dari proyek. Persepsi manajer dalam
menentukan resiko tergantung pada pengendalian yang melenceng. Area yang ambigu
menyebabkan ketidaknyamanan psikologis pada manajer proyek dan mendorong
mereka untuk tidak mengeksplorasi masalah lebih dalam. Faktor budaya juga
mempengaruhi miskonsep dan kesalahpahaman. Persepsi pemangku kepentingan
individu adalah lensa untuk menilai suatu permasalahan. Persepsi tersebut merupakan
proses sosial dan subjektif sehingga tidak mudah untuk disederhanakan menjadi
model matematis resiko. Proses kuantifikasi yang rumit, seperti analisis resiko
kuantitatif, menyebabkan manajer enggan untuk mengenal area lain yang sulit atau
tidak mungkin untuk dikuantifikasi. Hal ini menyebabkan banyak resiko potensial
yang belum dikenali.

KESIMPULAN

Risiko adalah ciri manusia yang keberadaan tidak dapat dihindari dan seiring waktu
manusia telah mengembangkan cara untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang
terus berubah. Filosofi yang sama terlihat membentuk praktik manajemen risiko
modern.
Salah satu alasan pengembangan manajemen risiko adalah kegagalan proyek untuk
memenuhi anggaran mereka, tanggal penyelesaian, kualitas dan kinerja atau
pendapatan yang cukup untuk melakukan pembayaran pokok dan bunga. Pelajaran
yang dapat dipetik dari setiap proyek yang gagal berfungsi sebagai pengantar yang
berguna untuk kebutuhan kinerja yang lebih baik dalam manajemen risiko.
Jelas semua risiko perlu dinilai di semua tingkatan. Risiko perusahaan dapat
memengaruhi perusahaan dalam hal reputasi atau kemampuan untuk meningkatkan
keuangan, SBU perlu mempertimbangkan risiko yang terkait dengan portofolio
proyek. Manajer proyek harus yakin tentang mengelola risiko yang terkait dengan
proyek dan bahwa risiko di luar kewenangannya telah dinilai di tingkat perusahaan
dan SBU. Manajemen di semua tingkatan harus menyadari bahwa risiko dapat
memberikan manfaat dan tidak boleh dianggap murni secara negatif.

STUDI KASUS

Resiko Decommisioning
Bagi perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia, risiko ini harus menjadi
komitmen dalam pelaksanaan operasional kegiataannya,seperti yang tercantum dalam
Peraturan Menteri ESDM No.26 Th.2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan
yang baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dimana perusahaan
dituntut untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah pertambangan baik setelah akhir sebagian atau seluruh
kegiatan pertambangan.
Contoh :
PT. Bukit Asam
Perusahaan ini salah satu contoh perusahaan penambangan yang memperhatikan
risiko decommisioning. Dalam perencanaan kegiatannya, perusahaan ini sejak awal
telah memperhitungkan kelestarian lingkungan melalui kegiatan reklamasi, revegetasi
dan paska tambang. Misal ;
Pada area yang sudah tidak memiliki prospek dalam jangka panjang maka dilakukan
kegiatan pasca tambang seperti pada tambang Ombilin
Pada area yang masih memiliki prospek dalam jangka panjang, maka perusahaan
melakukan revegetasi rutin yang berupa menanami areal dimaksud dengan tanaman
perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan.
Pada area lahan bekas tambang yang telah benar-benar selesai dari kegiatan
penambangan, maka perusahaan melakukan reklamasi sebagai bentuk pemanfaatan
lahan bekas tambang. Seperti Hutan Raya Enim
Berdasarkan laporan tahunan alokasi dana untuk bina lingkungan pada tahun 2017
sebesar 79 Miliar, dengan profit 5.9 Triliun, yang berarti ada sebesar 1.3% dana yang
dihabiskan untuk menaggulangi risiko decommisioning .

Anda mungkin juga menyukai