Anda di halaman 1dari 51

RESUME MANAJEMEN RISIKO

Dosen Pengampu :
Abdul Hamid, S.E., M.Hum.

Disusun oleh :

Mardiana (NPM 17030005)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERTOBA


PANGKAL PINANG
2020/2021
BAB 1
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN RISIKO
SEJARAH MANAJEMEN RISIKO

 SEJARAH MANAJEMEN RISIKO


Buku – buku tentang sejarah ekonomi menyebutkan bahwa terdapat kaitan antara risiko
dan bertahan hidup. Pada era terdahulu, rata- rata umur hidup seorang manusia sangat
pendek, berkisar dari umur 30 sampai dengan umur 40 tahun. Mengapa? karena ketika
mencari makan dan tempat berlindung, mereka akan menghadapi risiko dan bahaya dari
terkam binatang buas ataupun risiko lainnya.
Dahulu, ketika bentuk pemerintah pada umunya adalah kerajaan, jika sering membaca
bahwa pelayaran digunakan sebagai salah satu jenis transportasi. pelayaran ini melahirkan
forum pengambilan resiko The Viking, yaitu membuat kapal besar untuk berlayar dari
Skandinavia menuju inggris dan beberapa negara lain dalam upaya mencari tanah baru
untuk dirampas. ini adalah awal mula lahirnya konsep risk return trade off. Perjalanan yang
begitu jauh dan berisiko ditempuh, di antaranya resiko kapal tenggelam atau bertemu bajak
laut, namun apabila berhasil mereka akan mendapatkan tanah luas hasil rampasan.
Tibanya era pedagang rempah pada tahun 350 SM menjadi bukti lahirnya pemanfaatan
risiko yang bisa mendatangkan keuntungan. Sejarah manajemen risiko paling awal lahir
tahun 2100 SM (Hanggraeni, 2010) ketika hammurabi di Babilonia melahirkan konsep
bottomry, yaitu bentuk asuransi perkapalan dimana pemilik kapal dapat meminjam uang
untuk membeli kargo, akan tetapi tidak harus membayar utangnya apabila kapal
pengangkut kargo itu hilang di lautan. Bottomry sendiri yang menjaminkan kapal kepada
orang yang meminjamkan dananya.
Selanjutnya, datanglah era first age dimana perusahaan mulai mempertimbangkan risiko
nonentrepreneurial dalam menjalankan bisnisnya. Asuransi merupakan media yang paling
digemari pada era ini.
Setelah itu, datang tahap second age dimana dengan tetap memakai asuransi, manajemen
risiko mulai memperkenalkan tindakan preventif sebelum risiko terjadi. Dokumen awal
yang mencatat mendokumentasikannya adalah British Standard Institution (BS 5750)
tentang standar kualitas tahun 1979. Manajemen risiko saat itu masih hanya
mempertimbangkan risiko nonentrepreneurial.
Pada tahap ketiga, tidak hanya risiko nonentrepreneurial, manajemen risiko mulai
memperhitungkan risiko entrepreneurial. Manajemen risiko mulai tersentralisasi pada
tindakan preventif. Di masa ini, mulai lahir dokumen Standards Australia of the World
Risk Management Standard AS/NZS 4360:1995 dan Canadian Standard.
Manajemen risiko mulai memberikn perhatian pada laporan keuangan pada tahun1990.
Kemudian, ditahun 1999 Institute of Chartered Accountant mempublikasikan Turnbul
Report untuk pengawasan dan audit ketat untuk setiap bisnis yang mengelola risiko.
 PENGERTIAN RISIKO
Menurut jasa keuangan(2016), risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu
peristiwa tertentu.
Menurut Bessis (2002), risk are uncertainties resulting in adverse variations of probability or
in losses. Menurut Gallati (2003), risiko di definisikan sebagai acondition in which there exist
an exposure to adversity.
Hubbard (2009) mendefinisikan risiko sebagai the probability and magnitude of a loss,
disaster, or other undesirable event. Artinya, risiko adalah probabilitas kerugian, bencana,
atau peristiwa yang tidak diharapkan. Dalam bahasa yang singkat sering dikatakan sebagai
something bad could happen atau sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi.
Menurut Holton (2004), agar terjadi risiko dibutuhkan dua hal, yaitu adanya ketidak pastian
tentang hasil dari suatu eksperimen dan the outcome have to matter in terms of providing
utility ( hasilnya bisa menimbulkan keuntungan/kerugian).
Definisi risiko menurut Vaughan (1978) dalam Darmawai (2016):
1. risiko adalah kans kerugian
2. risiko adalah kemungkinan kerugian
3. risiko adalah ketidak pastian
4. risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan
5. risiko adalah probabilitas suatu hasil berbeda dari yang diharapkan

 PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN RISIKO


Prinsip yang pertama, risiko ada dimana-mana. Individu maupun bisnis hanya
mempunyaai tiga pilihan ketika berurusan dengan risiko, yaitu: penolakan, ketakutan, dan
menerima keberadaan risiko. Risiko yang paling besar akan datang dari hal yang paling tidak
kita sangka dan bentuk yang tidak kita antisipasi.
Prinsip kedua, risiko adalah ancaman dan peluang. risiko merupakan campuran dari
hal yang menguntungkan dan merugikan.
Prinsip ketiga, we are ambivalent about risk and not always rational about the way we
asses or deal with risk. Risiko merupakan kombinasi dari bahaya dan peluang yang
menguntungkan. usaha keras dengan sistem manajemen risiko adalah satu-satunya cara
manusia dapat mengelolanya.
Prinsip keempat, tidak semua risiko yang diciptakan itu sama. risiko datang dfari
sumber-sumber yang berbeda, mengambil bentuk yang berbeda,dan mempunyai konsekuensi
yang berbeda. jika kita memilih memandang risiko melalui mata investor, kita akan
mengakses risiko secara berbeda dan bertindak secara berbeda pula.
prinsip kelima, risiko bisa diukur. untuk mengambil alat yang tepat untuk mengukur
risiko, kita harus paham apa kesamaan berbagai alat tersebut, apa yang berbeda, dan
bagaimana cara menggunakan hasil atau output dari setiap alat.
prinsip keenam. good risk management, alat untuk mengakses risiko dan output dari
penilaian risiko harus dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dari pada proses
lainnya.
prinsip ketujuh, kunci manajemen risiko yang baik adalah berhubungan dengan risiko
yang harus dihindari, risiko yang harus di ambil, dan risiko yang harus dieksploitasi.
pertimbangan dalam pengambilan risiko adalah aspek keuntungan potensial yang akan
didapat dan biaya yang harus dikeluarkan.
prinsip kedelapan, the pay off to better risk management is higher value. untuk
mengelola risiko secara benar, kita harus memahami pengungkit yang menentukan nilai suatu
bisnis.
prinsip kesembilan, risk management is part of every one’s job. mengelola risiko
secara baik ialah inti utama praktik bisnis yang bagus dan merupakan tanggung jawab semua
orang.
prinsip kesepuluh, seccesful risk, taking organization do not get there by accident.
untuk berhasil pada manajemen risiko, kita harus menanamkannya dalam organisasi melalui
struktur dan budayanya.

 RISIKO DAN IMBAL HASIL


Dari sejarah manajemen risiko sebagaimana diuraikan sebelumnya, kita dapat mengetahui
bahwa konsep risk and return telah lama ada. pandangan paling awal menyebutkan bahwa
terdapat pandangan positif antara risiko dan tingkat imbal hasil. semakin tinggi risiko, maka
akan semakin tinggi profit yang didapatkan.

 RISIKO DAN KETIDAK PASTIAN


Risiko datang karena adanya kondisi ketidak pastian. terminologi risiko sering dikacaukan
dengan ketidak pastian. banyak orang yang menyamakan risiko dengan ketidak pastian.
ketidak pastian menurut penulis mengacu pada pengertian risiko yang tidak di perkirakan.
subjek risiko memiliki ukuran kuantitas, diketahui tingkat probabilitas kejadiannya, dan ada
data pendukung mengenai kemungkinan kejadiannya.

 KLASIFIKASI RISIKO
Dilihat dari tipenya, risiko pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua tipe, yaitu risiko
murni dan risiko spekulatip. Risiko murni adalah risiko dimana kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. contohnya yaitu risiko kebkaran dan risiko kecelakaan.
Risiko spekulatip adalah dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan,
misalkan usaha bisnis. dalam bisnis , perusahaan bisa untung maupun bisa rugi . contoh lain
adalah ketika kita melakukan pembelian saham. ada kemungkinan untung ada juga
kemungkinan rugi.
BAB 2
MANAJEMEN RISIKO KORPORASI
PENGERTIAN MANAJEMEN RISIKO

 PENGERTIAN MANAJEMEN RISIKO


Menurut lam (2007), manajemen risiko korporasi atau enterprise risk management adalah
kerangka kerja yang komprehensif dan integratif untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar,
risiko operasional, risiko ekonomi, dan transfer risiko dalam upaya memaksimalkan nilai
perusahaan.
Menurut otoritas jasa keuangan (2016), manajemen risiko adalah serangkaian netedologi dan
prosedure yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha.
Manajemen risiko menurut Hubbard (2009) adalah proses identifikasi, penilaian, dan prioritas
risiko yang diikuti oleh koordinasi dan aplikasi sumber daya ekonomi untuk meminimalkan,
memantau, dan mengawasi kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan.
pengertian amanjemen risiko yang digunakan di dalam bukun ini adalah serangkaian
metedologi dan prosedure yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha, baik risiko kredit, risiko pasar,
risiko operasional maupun risiko lainnya dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan.
 MANFAAT MANAJEMEN RISIKO
Pada dasarnya enterprise risk management adalah integrasi tiga cara yaitu :
1. pengintegrasian organisasi risiko
Di dalam ERM harus ada unit manajemen risiko perusahaan tersentralisasi dan
bertanggung jawab langsung kepada chief executive officer dan direksi dengan
tanggung jawab menyusun kebijakan umum untuk seluruh aktivitas
pengambilan risiko.
2. Pengintegrasian strategi transfer risiko
Pendekatan ERM menggunakan sudut pandang portofolio seluruh jenis risiko dalam
suatu perusahaan dan merasionalkan penggunaan derifativ, asuransi, dan produk-
produk alternatif transfer risiko lainnya untuk melindungi nilai hanya risiko residual
yang tidak dikehendaki manajemen.
3. pengintegrasian manajemen risiko kedalam proses bisnis perusahaan. ERM
mengoptimalkan kinerja bisnis dengan mendukung dan memengaruhi keputusan
penetapan harga, pengolakasian sumber daya dan berbagai keputusan bisnis lainnya.
Bila telah dilaksanakan ERM secara terintegrasi , maka akan di dapat manfaat utama
dalam tiga hal, yaitu :
1. efektivitas organisasi
2. pelaporan risiko
3. kinerja bisnis

 KERANGKA ENTERPRISERISK MANAGEMENT


Otoritas jasa keuangan (2006) menetapkan paling sedikit empat persyaratan penerapan
manajemen risiko secara efektif:
1. pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. kecukupan kebijakan dan prosedure manajemen risiko serta penetapan limit risiko
3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran pemantauan, dan pengendalian risiko serta
sistem informasi manajemen risiko.
4. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Tujuh komponen yang harus dikembangkan dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang
terintegrasi dalam ERM:
1). Tata kelola perusahaan untuk memastikan bahwa dewan komisaris dan direksi telah
membuat proses organisatoris dan kontrol perusahaan dan kontrol perusahaan yang tepat
untuk mengukur dan mengelola risiko lintas perusahaan.
Otoritas jasa keuangan (2016) telah menetapkan wewenang dan tanggung jawab dewan
komisaris berikut ini:
a. menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko.
b. mengevaluasi pertanggung jawaban direksi atau pelaksanaan kebijakan manajemen risiko.
c. mengevaluasi dan memutuskan permohonan direksi yang berkaitan dengan teransaksi yang
memerlukan persetujuan komisaris.
Wewenang dan tanggung jawab direksi adalah :
a. menyusun kebijakan dan strategi manajemen risiko secara tertulis dan komprehensif.
termaauk kedalam kebijakan dan strategi manajemen risiko.
b. bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko dan eksposur risiko yang
di ambil oleh perusahaan secara keseluruhan.
c. mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan direksi.
d. mengembangkan budaya manajemen risiko pada seluruh jenjang organisasi.
e. memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan manajemen
risiko.
f. memastikan bahwa fungsi manajemen risiko telah beroperasi secara indipenden.
g. melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan :
1. keakuratan metodologi penilaian risiko
2. kecukupan implementasi sistem informasi manajemen risiko
3. ketetapan kebijakan, prosedure, dan penetapan limit risiko.
2) Manajemen lini untuk mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam aktivitas
penghasil pendapatan perusahaan, termasuk pengembangan bisnis, manajamen
produk, penentuan harga.
3) Manajemen portofolio untuk mengumpulkan eksposure risiko, mengembangkan pengarus
diversifikasi, dan mengawasi konsentrasi risiko terhadap batas risiko yang dibuat.
4) Perubahan risiko untuk mengurangi eksposur risiko yang dipandang terlalu tinggi atau
dipandang lebih efektif biaya apabila memindahkan ke pihak ketiga dari pada menahannya
dalam portofolio perusahaan.
5) Analisis risiko untuk memberikan perangkat pengukuran analisis dan pelaporan untuk
mengukur eksposur risiko perusahaan dan juga menelusuri pemicu eksternal.
6) Sumber daya data dan teknologi untuk mendukung proses analisis dan pelaporan.
7) Manajamen stakeholder untuk menyampaikan dan melaporkan informasi risiko perusahaan
kepada para stakeholder-nya.
BAB 3
PROSES MANAJEMEN RISIKO

Awal dari proses manajemen risiko adalah pimpinan korporasi harus memiliki kesadaran akan risiko
dan memahami sepenuhmya bahwa risiko ini harus dikelola dengan baik. setelah manajemen
menyadari, seorang pimpinan korporasi harus pula menilai risiko yang harus dikelola tersebut.
Penilaian risiko disesuaikan dengan sifat dan karakteristik risiko. contoh, risiko kebakaran gedung
dapat menggunakan audit fisik dalam penilaiannya. begitu juga dengan risiko bisnis, yang mana juga
tentu saja juga memerlukan riset dan analisis lebih detail.
Lanagkah selanjutnya bagaimana memerlukan risiko yang akan dihadapi. apakah akan dihindari
(nvoid), diminimalisasi(minimize), ditransfer(transfer), disebar(spread), atau diterima(accept). risiko
bisa dihindari apabila dampak terjadinya risiko itu lebih besar bagi korporasi.
langkah terakhir melakukan monitor serta dengan melakukan audit perbaikan guna memastikan
bahwa prosedure operasional diikuti dengan baik.

 IDENTIFIKASI RISIKO
Proses identifikasi risiko perusahaan dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber risiko
yang paling kurang dilakukan terhadap risiko dari produk dan aktivitas prusahaan serta
memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses manajemen
risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan.
 PENGUKURAN RISIKO
Sistem pengukuiran risiko perusahaan digunakan untuk mengukur eksposur risiko perusahaan
sebagai acuan untuk melakukan pengendalian. Sistem pengukuran risiko tersebut paling tidak
dapat mengukur:
1. sensitivitas produk / aktivitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
baik dalam kondisi normal maupun tidak normal
2. kecendrungan perubahan faktor-faktor yang di maksud berdasarkan fluktuasi yang terjadi
di masa lalu dan korelasinya
3. faktor risiko secara individual
4. eksposur risiko secara keseluruhan maupun per risiko, dengan mempertimbangkan
keterkaitan antar risiko
5. seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk perusahaan, termasuk
produk dan aktivitas baru, dan dapat diintegrasikan ke dalam sistem informasi manajemen
perusahaan
Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif. metode ini harus
dipahami oleh treasury manager, chief dealer, komite manajemen risiko, serta satuan kerja
manajemen risiko , dan direktur bidang terkait.
Validasi modal merupakan suatu proses evaluasi tehadap logika internal suatu modal
tertentu. Validasi juga harus dilakukan terhadap modal baru, baik yang dikembangkan sendiri
oleh perusahaan maupun yang dibeli dari vendor. modal yang digunakan oleh perusahaan
harus di evaluasi secara berkala maupun sewaktu-waktu, terutama ketika terjadi perubahan
kondisi pasar yang signifikan.

 PEMANTAUAN RISIKO
Pemantauan dapat dilakukan baik oleh unit pelaksanaan maupun oleh satuan kerja manajemen
risiko. hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan kepada
manajemen dalam rangka mitigasi risiko dan tindakan yang diperlukan. evaluasi terhadap
eksposur risiko dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan risiko yang bersifat
material atau yang berdampak kepada kondisi permodalan perusahaan, antara lain didasarkan
atas penilaian potensi risiko dengan penggunaan historical trend.

 PENGENDALIAN RISIKO
Perusahaan harus memiliki sistem pengendalian sisterm risiko yang memadai dengan
mengacu kepada kebijakan dan prosedure yang telah ditetapkan. proses pengendalian risiko
yang telah diterapkan perusahaan harus disesuaikan dengan ekposur risiko maupun tingkat
risiko yang akan diambil dan toleransi risiko. Langkah-langkah pengendalian risiko dapat
dilakukan dengan metode mitigasi risiko, antara lain lindung nilai dan penambahan modal
untuk menyerap potensi kerugian.
BAB 4
ORGANISASI DAN FUNGSI MANAJEMEN RISIKO
KOMITE MANAJEMEN RISIKO

Keanggotaan komite medik di mana resiko dapat berupa keanggotaan tetap atau tidak tetap sesuai
dengan kebutuhan titik anggota tetap adalah direksi dan pejabat eksekutif yang ditunjuk direktur
utama untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab secara permanen untuk jangka waktu
tertentu, seperti direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan dan direktur yang membawahkan
fungsi manajemen risiko, sedangkan anggota tidak tetap adalah direksi dan pejabat eksekutif yang
terkait dengan topik yang dibahas dan direkomendasikan dalam komite manajemen risiko, seperti
Kepala Divisi treasury untuk topik pengelolaan eksposur suku bunga dan nilai tukar.
Pejabat eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi atau
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan atau operasional perusahaan. Komite
manajemen risiko paling sedikit terdiri atas mayoritas direksi dan pejabat eksekutif terkait. Mayoritas
direksi berarti lebih dari 50% dari seluruh jumlah anggota direksi. Misalnya, jumlah direksi adalah 4
orang, maka mayoritas adalah 3 orang direksi.
Komite manajemen risiko berwenang dan bertanggung jawab untuk memberikan rekomendasi
kepada direktur utama yang mencakup:
1.) Penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan manajemen risiko.
2.) Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan
hasil evaluasi pelaksanaan manajemen risiko.
3.) Penetapan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang tidak sesuai
dengan prosedur normal. Keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan prosedur
normal, antara lain pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan
rencana bisnis bank yang mengambil posisi atau eksposur risiko yang tidak
sesuai dengan limit yang telah ditetapkan

 SATUAN KERJA MANAJEMEN RISIKO


Satuan kerja manajemen risiko merupakan bagian dari struktur organisasi atau bersifat
struktural. Struktur organisasi satuan kerja manajemen risiko harus disesuaikan dengan
ukuran dan kompleksitas usaha perusahaan serta risiko yang melekat pada perusahaan.
Satuan kerja manajemen risiko harus independen terhadap satuan kerja operasional atau
Talking unit dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Yang
dimaksud dengan independen antara lain tercermin dari adanya:
1.) Pemisahan fungsi atau tugas antara satuan kerja manajemen resiko, satuan
kerja operasional atau risk- Talking unit, dan satuan kerja yang melaksanakan
fungsi pengendalian intern.
2.) Proses pengambilan keputusan yang tidak memihak atau menguntungkan
satuan kerja operasional tertentu atau mengabaikan satuan kerja operasional
lainnya. Untuk perusahaan Jasa Keuangan, satuan kerja operasional
diantaranya adalah satuan kerja kredit, treasury dan pendanaan.
Wewenang dan tanggung jawab SKMR meliputi:
1.) Pemantauan pelaksanaan strategi manajemen risiko yang telah disetujui oleh
direksi.
2.) Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan, jenis resiko, atau per jenis
aktivitas fungsional, serta melakukan stress testing. Yang dilakukan guna
mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi manajemen
resiko terhadap kinerja dan pendapatan masing-masing satuan kerja
operasional atau aktivitas fungsional perusahaan.
3.) Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko. Antara lain
dilakukan berdasarkan temuan audit intern atau perkembangan praktik-
praktik manajemen risiko yang berlaku secara internasional.
4.) Pengkajian usulan aktivitas atau produk baru. Berupa yang termasuk dalam
pengkajian penilaian kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas atau
produk baru dan kajian usaha perusahaan perubahan sistem dan prosedur.
5.) Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk
mengukur risiko bagi perusahaan yang menggunakan model untuk keperluan
intern.
6.) Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional atau stalking unit
atau kepada kmr sesuai kewenangan yang dimilikinya.
7.) Menyusun dan menyampaikan laporan profit atau komposisi risiko secara
berkala kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus
dan kmr secara berkala. profil risiko merupakan gambaran secara menyeluruh
atas besarnya potensi risiko yang melekat pada seluruh portofolio atau
eksposur Bank.

 HUBUNGAN SATUAN KERJA OPERASIONAL DENGAN SKM


Satuan kerja operasional wajib menginformasikan eksposur risiko yang melekat pada satuan
kerja yang bersangkutan kepada SKMR secara berkala. Frekuensi penyampaian informasi
eksposur risiko disesuaikan dengan karakteristik jenis resiko.
Termasuk dalam definisi satuan kerja operasional antara lain adalah satuan kerja perkreditan,
treasury, dan pendanaan ataupun bagian-bagian lain di sebuah korporasi. Jadi, bila ada unsur
yang mempengaruhi bisnis di sebuah korporasi, harus disampaikan secara berkala, baik
bulanan, triwulanan, atas sesuai dengan profil risiko dan kompleksitas korporasi.
BAB 5
STATISTIK DALAM MANAJEMEN RISIKO
STATISTIK UNTUK PENGUKURAN MANAJEMEN RISIKO

Metode statistik dapat dipakai untuk melakukan estimasi kemungkinan terjadinya peristiwa di masa
depan. Tidak ada kepastian dalam estimasi statistik karena masa depan titik diketahui dan tidak dapat
dipastikan.
Data statistik tidak hanya digunakan untuk mengetahui, akan tetapi yang lebih penting lagi untuk
digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan dalam upaya pemecahan masalah. Metode statistik
merupakan alat yang berguna untuk melaksanakan estimasi perubahan faktor risiko yang dapat
mengakibatkan kerugian finansial. Risiko finansial didefinisikan sebagai estimasi perubahan faktor
risiko yang dapat mengakibatkan diperolehnya hasil yang tidak diharapkan.

 PERGERAKAN FAKTOR RISIKO DI MASA DEPAN


Harga-harga pasar telah lazim digunakan sebagai perumpamaan untuk menggambarkan
perubahan faktor risiko. Harga pasar digunakan sebagai contoh untuk menggambarkan
perubahan faktor risiko. Untuk mengukur risiko perusahaan akibat perubahan harga pasar di
masa depan, perlu dibuat kena Rio atas seluruh perubahan yang mungkin terjadi dalam suatu
Horizon waktu tertentu. Horizon waktu adalah periode waktu tertentu di masa depan yang
dipilih untuk menyimulasikan perubahan, mungkin 1 hari atau mungkin beberapa tahun.
Salah satu cara untuk menggambarkan perubahan harga pembuatan pohon binomial. Pada
pohon binomial hanya ada dua kemungkinan pergerakan harga pasar sehingga probabilitas
rate naik atau turun sebesar 50%.
Dengan demikian, Setiap perusahaan harus mengelola eksposur melalui penetapan limit
Resiko yang didasarkan pada:
1.) Modal yang tersedia.
2.) Return on capital yang dihasilkan oleh suatu produk.
3.) Tingkat kepentingan suatu produk terhadap bussines plan perusahaan.
4.) Kualitas dan pengalaman Trader.
Jenis distribusi yang sering digunakan dalam manajemen resiko adalah distribusi normal.
DISTRIBUSI NORMAL
Dalam ilmu statistik, ada beberapa konsep pengukuran statistik, yaitu nilai rata-rata, modus,
dan median. Nilai rata-rata merupakan suatu nilai yang cenderung berada di sekitar pusat
distribusi, disebut juga ukuran tendensi Sentral.
Rata-rata atau Mean adalah ukuran nilai rata-rata dari sekumpulan angka. Mean dihitung
dengan menambahkan seluruh angka dalam Sekumpulan data, kemudian dibagi dengan
jumlah data. Misalkan data yang diperoleh adalah 5,10,15,6, nilai Mean adalah
(5+10+15+6)/4=9.
Modus adalah nilai yang paling sering muncul dalam Sekumpulan data. Misalkan data yang
diperoleh adalah 2,1,4,5,5,5,6, nilai modus adalah 5.
Median adalah nilai Tengah dari sekumpulan angka yang telah diurutkan berdasarkan
besarnya. Misalkan data yang diperoleh telah diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar
adalah 1,2,3,4,5,6,7,8,9, medianya adalah 5.
Range adalah selisih antara angka tertinggi dan angka terendah dari sekumpulan angka.
Misalkan data yang kita dapat adalah 5,10,15,30,50, range data tersebut adalah 50 - 5 = 45.
Standar deviasi adalah ukuran jarak sekumpulan angka terhadap nilai rata-rata dari
sekumpulan angka tersebut. Nilai ini diukur dengan menghitung deviasi setiap angka terhadap
rata-ratanya. Standar deviasi dapat digunakan untuk membandingkan tingkat dispersi relatif
dari dua atau lebih Kumpulan data. Kumpulan data yang memiliki standar deviasi 2,9
dikatakan memiliki data yang lebih menyebar dibanding Kumpulan data dengan standar
deviasi 2,30.
Karakteristik distribusi normal bermanfaat untuk digunakan dalam mengestimasi risiko.
Distribusi normal ini diperkenalkan oleh ahli matematika inggris keturunan Perancis bernama
Abraham De moivre tahun 1738. Karakteristik distribusi normal adalah sebagai berikut:
1.) Kurva distribusi normal berbentuk lonceng dan simetris sempurna.
2.) Memiliki nilai mean, modus, dan Median yang sama dan terletak di pusat
distribusi.
3.) Probabilitas suatu angka akan berada di kiri atau kanan rata-rata adalah 50%.
4.) Sekitar 68% dari sekumpulan angka akan berada antara -1 SD dan +1 SD,
95% akan berada antara -2SD dan +2SD, serta 99% akan berada antara-3 SD dan +3 SD
VALUE AT RISK (VAR)
Tentang manajemen risiko sebuah perusahaan yang paling besar adalah mengukur risiko
pasar secara konsisten di antara posisi risiko yang berbeda dan sensitif terhadap sejumlah
harga pasar. Tujuan ini dapat dipenuhi oleh model value at risk (VaR).
Belum adanya modal, limit risiko ditetapkan dalam jumlah instrumen yang dapat dipelihara
sehingga sulit mengevaluasi tingkat resiko setiap limit. Sulit untuk menilai mana diantara dua
limit berikut yang berisi lebih besar Karena limit keduanya dinyatakan dalam satuan yang
berbeda. misalnya:
1.) Maximum boleh memelihara 500 saham perusahaan PT Rania.
2.) Maximum boleh memelihara 200 obligasi yang diterbitkan perusahaan PT
Zaki.
Dengan menggunakan limit VaR, limit biasanya dinyatakan dalam nilai uang seperti berikut:
1.) VaR maksimum sebesar USD 400.000 untuk posisi pada saham PT Rania.
2.) VaR maksimum sebesar USD 40.000 untuk posisi pada obligasi PT Zaki.
Posisi saham diberikan limit risiko 10 kali lebih besar dibandingkan posisi obligasi.
Distribusi dibuat melalui proses dua tahap yaitu: pertama, distribusi harga pasar yang
mungkin terjadi dibuat berdasar data historis. Faktor utama, pembuatan distribusi adalah
menghitung volatilitas historis, yaitu ukuran Seberapa jauh deviasi perubahan harga pasar
terhadap rata-rata. Pola biaya dinyatakan dalam persen per tahun. Volatilitas historis
digunakan sebagai input model untuk simulasi perubahan harga pasar di masa mendatang.
Faktor kedua, evaluasi setiap posisi risiko dengan menggunakan distribusi harga pasar untuk
membuat distribusi perubahan nilai seluruh posisi resiko dari distribusi tersebut, dapat
diperoleh tingkat kerugian yang sesuai dengan tingkat keyakinan yang diharapkan
perusahaan.
Terdapat tiga variabel utama metode value at risk, yaitu :
1. Jumlah data historis yang digunakan dalam perhitungan volatilitas sesuai dengan sel minimal
1 tahun meski bank boleh menggunakan periode yang lebih panjang asalkan konsisten.
2. Horizon waktu sesuai dengan basal, yaitu 10 hari, Meski banyak bank yang menghitung daily
VaR (DvaR) dan kemudian mengonversi nilainya menjadi 10 hari.
3. Tingkat keyakinan yang ditentukan oleh bangsa adalah 99%.
BAB 6
MANAJEMEN RISIKO BISNIS
PENGERTIAN RISIKO BISNIS

 PENGERTIAN RISIKO BISNIS


Menurut badan sertifikasi manajemen risiko (2007), resiko bisnis adalah risiko yang terkait
dengan posisi kompetitif perusahaan dan prospek perusahaan untuk berkembang dalam pasar
yang senantiasa berubah.
Menurut Djohanputro (2008) risiko bisnis adalah potensi penyimpangan hasil korporasi( nilai
perusahaan dan kekayaan pemegang saham) dan hasil keuangan Karena perusahaan
memasuki suatu bisnis tertentu dengan lingkungan industri yang khas dan menggunakan
teknologi tertentu.
Risiko bisnis merupakan salah satu jenis risiko yang tidak dapat ditransfer ke pihak lain.
Sekali perusahaan terjun ke besar tertentu, maka saat itu juga perusahaan akan langsung
menanggung resiko bisnis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa resiko bisnis adalah risiko yang terkait dengan
posisi kompetitif perusahaan dan prospek perusahaan untuk berkembang dalam pasar yang
senantiasa berubah.
Risiko bisnis saat ini telah menjadi perhatian utama direksi dan komisaris perusahaan. Risiko
bisnis meliputi prospek jangka pendek dan jangka panjang terhadap produk dan jasa yang
ada.
 SEKTOR USAHA DAN RISIKO BISNIS
Kunci kesuksesan menghadapi risiko adalah adanya pengendalian dan sikap kehati-hatian
dalam berusaha. Ketika sebuah usaha baru dimulai, pengusaha disarankan untuk memiliki
referensi dan pengalaman sebanyak mungkin. Referensi bisa didapat dari rencana bisnis
perusahaan. dengan demikian, kegagalan dalam berbisnis dapat diminimalkan. Aspek
anggaran, prediksi penjualan dan keuntungan, prediksi masa penurunan penjualan, penciptaan
produk baru ,biaya gaji karyawan, dan keputusan investasi merupakan hal-hal yang perlu
dirumuskan secara matang sebelum sebuah usaha dimulai.
Contoh sektor usaha non keuangan risiko bisnis:
1.) Bisnis pertanian
2.) Bisnis perikanan
3.) Bisnis peternakan
4.) Bisnis minyak dan gas
5.) Bisnis makanan dan minuman
6.) Bisnis pabrik rokok
7.) Bisnis properti
 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BISNIS
Penerapan manajemen risiko bisnis bagi perusahaan yang ideal minimal terdiri atas beberapa
cakupan:
1. Adanya pengawasan akhir dari dewan komisaris dan direksi
2. Adanya kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko
3. Adanya proses identifikasi, pengukuran, Pemantauan dan pengendalian resiko, serta
sistem informasi untuk resiko bisnis.
4. Adanya sistem pengendalian intern

 PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO, SERTA SISTEM INFORMASI UNTUK RISIKO BISNIS
1. Identifikasi risiko bisnis
Perusahaan harus mengidentifikasi dan mengelompokkan deviasi atau penyimpangan
sebagai akibat tidak realisasinya atau tidak efektifnya pelaksanaan rencana yang telah
ditetapkan, terutama yang berdampak signifikan terhadap permodalan perusahaan.
2. Pengukuran risiko bisnis
Dalam upaya mengukur sejauh mana resiko bisnis, rasio yang sering dipakai ada
degree of operating leverage (DOL). Rasio ini adalah perubahan laba operasi dengan
perubahan penjualan.
3. Pemantauan risiko bisnis
Perusahaan wajib memantau dan mengendalikan pengembangan implementasi
rencana bisnis secara berkala. Pemantauan dilakukan antara lain dengan
memperhatikan pengalaman kerugian di masa lalu yang disebabkan oleh risiko bisnis
atau penyimpangan pelaksanaan rencana bisnis.
4. Pengendalian risiko bisnis
Perusahaan harus memiliki sistem dan pengendalian untuk memantau kinerja,
termasuk kinerja keuangan, dengan cara membandingkan hasil aktual dengan hasil
yang diharapkan untuk memastikan bahwa Resiko yang diambil masih dalam batas
toleransi dan melaporkan deviasi yang signifikan kepada dewan direksi.
5. Sistem informasi manajemen risiko bisnis
Perusahaan harus memastikan bahwa sistem informasi manajemen yang dimiliki telah
memadai dalam rangka mendukung proses perencanaan dan pengambilan keputusan
bisnis dan ditinjau secara berkala. Satuan kerja atau fungsi yang melaksanakan
manajemen resiko bisnis bertanggung jawab memastikan bahwa seluruh risiko
material yang timbul dari perubahan lingkungan bisnis dan implementasi rencana
bisnis dilaporkan kepada dewan direksi secara tepat waktu.
6. Sistem pengendalian intern
Penilaian proses penerapan manajemen risiko bisnis yang efektif harus dilengkapi
dengan sistem pengendalian intern yang andal. Penerapan sistem pengendalian intern
secara efektif dapat membantu pengurus perusahaan manajemen aset, menjamin
Tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan
kepatuhan perusahaan terhadap Ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta mengurangi resiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan
pelanggaran aspek kehati-hatian.
BAB 7
MANAJEMEN RISIKO STRATEGIS
PENGERTIAN RISIKO STRATEGIS

 PENGERTIAN RISIKO STRATEGIS


Risiko strategis ada resiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan atau pelaksanaan suatu
keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Strategis bisa timbul antara lain karena kelemahan perusahaan dalam proses formulasi strategi
dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, sistem informasi manajemen yang kurang
memadai koma penetapan tujuan strategis yang terlalu agresif, ketidaktepatan dalam
implementasi strategi, dan kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

 SUMBER RISIKO STRATEGIS


Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya risiko strategis, yaitu kesesuaian strategi
dengan kondisi lingkungan bisnis, pengambilan strategi yang beresiko tinggi dan strategi
beresiko rendah, posisi bisnis perusahaan, dan pencapaian rencana bisnis perusahaan.
KESESUAIAN STRATEGI DENGAN KONDISI LINGKUNGAN BISNIS
Penerapan tujuan strategi berakhirnya perlu mempertimbangkan faktor internal dan eksternal
bisnis perusahaan titik faktor internal yang mempengaruhi aktivitas perusahaan antara lain:
1) visi, misi, dan arah bisnis yang ingin dicapai perusahaan
2) kultur organisasi, terutama apabila penetapan tujuan strategi masyarakatan perubahan
struktur organisasi dan penyesuaian Proses bisnis.
3) faktor kemampuan organisasi yang mencakup sumber daya manusia, infrastruktur, dan
sistem informasi manajemen.
4) tingkat toleransi risiko, yaitu Tingkat kemampuan keuangan perusahaan menyerap resiko.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas perusahaan antara lain: kondisi
makro ekonomi, perkembangan teknologi, dan tingkat persaingan usaha. Semua faktor
internal dan eksternal di atas haruslah diperhatikan oleh perusahaan dalam mengantisipasi
risiko strategi.
 TUJUAN MANAJEMEN RISIKO STRATEGIS
Tujuan utama manajemen risiko strategis adalah untuk memastikan bahwa proses manajemen
risiko dapat meminimalkan kemungkinan dan dampak negatif dari ketidaktepatan
pengambilan keputusan strategis dan kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis.

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO STRATEGIS


Penerapan manajemen risiko strategis bagi perusahaan yang ideal minimal terdiri atas
beberapa cakupan:
1) Adanya pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi.
2) Kebijakan dan prosedur manajemen resiko serta penerapan limit resiko.
3) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem
informasi untuk risiko strategis.
4) Sistem pengendalian intern.
PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
Dewan direksi dan komisaris memiliki kewenangan dan tanggung jawab menyusun dan menyetujui
rencana strategis dan rencana bisnis dan mengkomunikasikan kepada pejabat atau pegawai
perusahaan pada setiap jenjang organisasi.
Direksi bertanggung jawab dalam penerapan manajemen risiko untuk risiko strategis, termasuk
menjamin bahwa sasaran strategis yang ditetapkan telah sejalan dengan misi dan visi, kultur, arah
bisnis, dan toleransi risiko perusahaan. Direksi juga berwenang memberikan persetujuan terhadap
rencana strategis dan setiap perubahannya, serta melakukan tinjauan berkala.
Direksi harus menetapkan satuan kerja atau fungsi yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab
yang mendukung perumusan dan pemantauan pelaksanaan strategis, termasuk rencana strategis dan
rencana bisnis.
Direksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa manajemen risiko strategis telah diterapkan
secara efektif dan konsisten pada seluruh level operasional terkait di bawahnya.
Sumber daya manusia
Perusahaan harus menerapkan sanksi secara konsisten kepada pejabat dan pegawai yang terbukti
melakukan penyimpangan dan pelanggaran terhadap Ketentuan ekstern dan intern cara atau serta kode
etik internal perusahaan.
Organisasi manajemen risiko strategis
Seluruh unit misi dan unit pendukung bertanggung jawab membantu direksi menyusun perencanaan
strategis dan mengimplementasikan strategi secara efektif. United Manchester United pendukung
bertanggungjawab memastikan bahwa praktik manajemen risiko strategis dan pengendalian di unit
bisnis telah konsisten dengan kerangka manajemen risiko strategis secara keseluruhan dan unit bisnis
dan unit pendukung telah memiliki kebijakan, prosedur, dan sumber daya untuk mendukung
efektivitas kerangka manajemen risiko strategis.
Satuan kerja manajemen risiko bertanggungjawab dalam proses manajemen risiko strategis,
khususnya pada aspek-aspek berikut: 1) berkoordinasi dengan seluruh unit bisnis dalam proses
penyusunan rencana strategis, 2) memantau dan mengevaluasi perkembangan implementasi rencana
strategis serta memberikan masukan mengenai peluang dan pilihan yang tersedia untuk
pengembangan dan perbaikan strategis secara berkelanjutan, dan 3) memastikan bahwa seluruh isu
strategis dan pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan strategis telah ditindaklanjuti secara tepat
waktu.
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT
1. Strategi manajemen resiko
Dalam perencanaan strategis, perusahaan wajib mengevaluasi posisi kompetitif perusahaan di
industri. Dalam hal ini perusahaan perlu untuk:
1) memahami kondisi lingkungan bisnis, ekonomi, dan industri dimana perusahaan beroperasi
termasuk Bagaimana dampak perubahan lingkungan terhadap bisnis, produk, teknologi, dan jaringan
komputer Kantor Perusahaan.
2) mengukur kekuatan dan kelemahan perusahaan terkait posisi daya saing, posisi bisnis perusahaan
di industri, dan kinerja keuangan, struktur organisasi, dan manajemen resiko, infrastruktur untuk
kebutuhan bisnis saat ini dan masa mendatang, kemampuan manajerial serta ketersediaan dan
keterbatasan sumber daya perusahaan.
3) menganalisis seluruh alternatif strategi yang tersedia setelah mempertimbangkan tujuan strategis
serta toleransi risiko perusahaan.
2. Kebijakan dan prosedur
Perusahaan harus memiliki kecukupan prosedur untuk dapat mengidentifikasi dan merespons
perubahan lingkungan bisnis. perusahaan harus memiliki prosedur untuk mengukur kemajuan yang
dicapai dari realisasi rencana bisnis dan kinerja sesuai jadwal yang ditetapkan.
3. Limit
Limit risiko strategis secara umum terkait dengan batasan penyimpangan dari rencana strategis yang
telah ditetapkan, seperti limit deviasi anggaran dan limit deviasi target Waktu penyelesaian.
PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN
RISIKO,SERTA SISTEM INFORMASI UNTUK RISIKO STRATEGIS
1. Identifikasi risiko strategis
Perusahaan harus mengidentifikasi dan mengelompokkan deviasi atau penyimpangan sebagai akibat
tidak terealisasi nya atau tidak efektifnya pelaksanaan strategi usaha maupun rencana bisnis yang
telah ditetapkan terutama yang berdampak signifikan terhadap permodalan perusahaan. Perusahaan
harus melakukan analisis resiko terutama terhadap strategi yang membutuhkan banyak sumber daya
atau beresiko tinggi, seperti strategi akuisisi, atau strategi diversifikasi dalam bentuk produk dan jasa.
2. Pengukuran risiko strategis
Dalam mengukur resiko strategis, dapat digunakan indikator atau parameter berupa tingkat
kompleksitas strategi bisnis perusahaan, posisi bisnis perusahaan di industri, dan pencapaian rencana
bisnis.Perusahaan dapat melakukan stress testing terhadap implementasi strategi dalam rangka:
mengidentifikasi Setiap peristiwa atau perubahan lingkungan bisnis yang dapat berdampak negatif
terhadap pemenuhan asumsi awal dari rencana strategis dan, mengukur potensi dampak negatif
peristiwa dimaksud terhadap kinerja bisnis perusahaan, baik secara keuangan maupun non keuangan.
Risiko tinggi adalah representasi representasi dari kondisi nilai risiko strategis lebih dari 10% dari
maksimum nilai kerugian yang mungkin timbul jika bentuk-bentuk risiko strategis tadi terjadi.
1. Pemantauan risiko strategis
Pemantauan dilakukan antara lain dengan memperhatikan pengalaman kerugian di masa lalu yang
disebabkan oleh risiko strategis atau penyimpangan pelaksanaan rencana strategis.
Isu-isu strategis yang timbul akibat perubahan operasional dan lingkungan bisnis yang memiliki
dampak negatif terhadap kondisi bisnis atau kondisi keuangan perusahaan wajib dilaporkan kepada
direksi secara tepat waktu disertai analisis dampak terhadap risiko strategis dan tindakan perbaikan
yang diperlukan.
2. Pengendalian risiko strategis
Perusahaan harus memiliki sistem dan pengendalian untuk memantau kinerja termasuk kinerja
keuangan dengan cara membandingkan hasil aktual dengan hasil yang diperkirakan untuk memastikan
bahwa Resiko yang diambil masih dalam batas toleransi dan melaporkan deviasi yang signifikan
kepada direksi sistem pengendalian resiko tersebut harus disetujui dan ditinjau secara berkala oleh
direksi untuk memastikan kesesuaian yang secara berkelanjutan.
3. Sistem informasi manajemen risiko strategis
Perusahaan harus memastikan bahwa sistem informasi manajemen yang dimiliki telah memadai
dalam rangka mendukung proses perencanaan dan pengambilan keputusan strategis dan ditinjau
secara berkala. Satuan kerja atau fungsi yang melaksanakan manajemen risiko strategis bertanggung
jawab memastikan bahwa seluruh risiko material yang timbul dari perubahan lingkungan bisnis dan
implementasi strategi dilaporkan kepada direksi secara tepat waktu.
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Penerapan sistem pengendalian intern secara efektif dapat membantu pengurus perusahaan menjaga
aset, menjamin Tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan
kepatuhan perusahaan terhadap Ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Sistem
pengendalian intern perusahaan yang andal dan efektif menjadi tanggung jawab dari seluruh satuan
kerja operasional dan satuan kerja Pendukung serta satuan kerja audit intern.

BAB 8
MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL
PENGERTIAN RISIKO OPERASIONAL

 PENGERTIAN RISIKO OPERASIONAL


Risiko operasional oleh risiko akibat ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, Kegagalan sistem, dan adanya kejadian-kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional perusahaan. Risiko operasional dapat bersumber dari sumber daya
manusia, proses internal, sistem dan infrastruktur, serta kejadian eksternal.
Sumber-sumber dari risiko tersebut dapat menyebabkan kejadian-kejadian yang berdampak
negatif pada operasional perusahaan sehingga kemunculan dari jenis-jenis kejadian risiko
operasional merupakan salah satu ukuran keberhasilan atau kegagalan manajemen risiko
operasional. Jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi beberapa
kejadian, seperti kecurangan internal, kecurangan eksternal, praktik Ketenagakerjaan dan
keselamatan lingkungan kerja, nasabah, produk dan praktik bisnis, kerusakan aset fisik,
gangguan Aktivitas bisnis dan Kegagalan sistem, serta kesalahan proses dan eksekusi,
termasuk kecurangan yang timbul akibat aktivitas pencurian uang dan pendanaan terorisme.

 TUJUAN UTAMA MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL


Tujuan utama manajemen risiko operasional kedepan adalah untuk meminimalkan
kemungkinan dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
Kegagalan sistem, atau kejadian-kejadian eksternal.

 SUMBER SUMBER RISIKO OPERASIONAL


Terdapat beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi risiko operasional yang sering
terjadi di Perusahaan. Tantangan mengukur dan mengelola risiko operasional adalah untuk
mengidentifikasi kejadian mana yang merupakan risiko kredit pasar, kredit, atau resiko lain.
Sumber risiko operasional: karakteristik dan kompleksitas bisnis, sumber daya manusia,
teknologi informasi dan infrastruktur pendukung, kecurangan, kejadian eksternal.

 KATEGORI RISIKO OPERASIONAL


Risiko operasional merupakan sesuatu yang strategis dalam manajemen risiko perusahaan ke
depan. Badan sertifikat manajemen risiko mengelompokkan beberapa kategori risiko
operasional, yaitu risiko proses internal, risiko manusia, resiko sistem, risiko hukum, resiko
eksternal. Risiko proses internal adalah risiko yang terkait dengan Kegagalan proses atau
prosedur yang terdapat pada suatu perusahaan. Risiko manusia adalah Resiko yang terkait
dengan karyawan suatu perusahaan. Adalah Resiko yang terkait dengan penggunaan
teknologi dan sistem. Eksternal adalah Resiko yang terkait dengan kejadian yang berada di
luar kendali perusahaan secara langsung. Risiko ini adalah kejadian low frequency high
impact yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak diperkirakan misalnya, terkait terorisme
yang belakangan semakin sering terjadi tidak saja di dunia termasuk di Indonesia.
Risiko hukum timbul dari adanya ketidakpastian kerang dilakukannya suatu tindakan hukum
atau ketidakpastian dalam penerapan atau interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau
ketentuan.
Kategori risiko operasional adalah: risiko internal akibat Kegagalan proses atau prosedur,
resiko manusia, ekosistem akibat penggunaan teknologi dan sistem, risiko eksternal.
 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL
Kewajiban penerapan manajemen risiko operasional di Indonesia baru diterapkan untuk
industri perbankan dan lembaga Jasa Keuangan non bank. Namun, perusahaan ada baiknya
memperhatikan penerapan manajemen risiko operasional tersebut.

PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI


1.) Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi
Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab mengembangkan budaya organisasi
yang sadar terhadap risiko operasional dan menumbuhkan komitmen dalam
mengelola risiko operasional sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Direksi
perusahaan juga harus menciptakan kultur pengungkapan secara objektif atau risiko
operasional pada seluruh elemen organisasi sehingga risiko operasional dapat
diidentifikasi dengan cepat dan dimitigasi dengan tepat. Direksi juga berwenang
menetapkan kebijakan penghargaan, termasuk remunerasi, dan hukumannya efektif
dan terintegrasi dalam sistem penilaian kinerja untuk mendukung pelaksanaan
manajemen risiko yang optimal. Dewan komisaris berwenang dan berkewajiban
memastikan bahwa kebijakan remunerasi perusahaan sesuai dengan strategi
manajemen risiko perusahaan.
2.) Sumber daya manusia
Setiap perusahaan harus memiliki kode etik yang diberlakukan kepada seluruh
pegawai pada setiap jenjang organisasi. Perusahaan harus menerapkan sanksi secara
konsisten kepada pejabat dan pegawai yang terbukti melakukan penyimpangan dan
pelanggaran.
3.) Organisasi manajemen risiko operasional
Manajemen unit bisnis atau unit pendukung merupakan penanggung Resiko yang
bertanggung jawab terhadap proses pada zaman resiko untuk risiko operasional
sehari-hari serta melaporkan permasalahan dan risiko operasional secara spesifik
dalam unit yang sesuai jenjang pelaporan yang berlaku. Dalam satuan kerja
manajemen risiko, perusahaan dapat membentuk unit ide independen atau
menunjuk pejabat yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi manajemen resiko
untuk risiko operasional secara menyeluruh. Unit atau pejabat ini bertugas untuk
membantu direksi dalam mengelola risiko operasional serta memastikan
kebijakan manajemen resiko atau risiko operasional berjalan pada seluruh Tingkatan
organisasi, yang meliputi:
1) membantu direksi dalam menyusun kebijakan manajemen resiko untuk risiko
operasional secara menyeluruh.
2) Mendesain dan menerapkan perangkat untuk menilai risiko operasional dan
pelaporan.
3) Melakukan koordinasi aktivitas manajemen resiko untuk risiko operasional
pada seluruh lintas unit kerja.
4) Menyusun laporan profil risiko operasional yang akan disampaikan kepada
direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite
manajemen risiko.
5) Melakukan pendampingan kepada unit bisnis mengenai isu manajemen
resiko atau risiko operasional dan pelatihan manajemen risiko untuk risiko
operasional.
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT
Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk risiko operasional, perusahaan
perlu menerapkan:
1) Strategi manajemen resiko
Strategi manajemen risiko operasional harus sesuai dengan strategi bisnis secara keseluruhan
yang disusun dengan mempertimbangkan faktor perkembangan ekonomi dan industri
organisasi Bank, termasuk kecukupan sumber daya manusia dan kondisi keuangan bank serta
bauran dan diversifikasi portofolio perusahaan.
2) Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko
Tingkat risiko yang akan diambil merupakan tingkat dari jenis risiko yang bersedia diambil
perusahaan dalam rangka mencapai sasaran korporasi sebagaimana tercermin dalam strategi
dan sasaran bisnis perusahaan. Toleransi risiko adalah tingkat dan jenis risiko yang secara
maksimum ditetapkan perusahaan. Toleransi risiko adalah penjabaran dari tingkat Resiko
yang akan diambil.
BAB 9
MANAJEMEN RISIKO HUKUM

 PENGERTIAN RISIKO HUKUM


Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis yang
dialami suatu perusahaan titik ini timbul biasanya karena kelemahan aspek yuridis yang
disebabkan oleh lemahnya perikatan yang dilakukan oleh perusahaan, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang menyebabkan suatu transaksi yang telah dilakukan perusahaan
menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang akan ada, dan proses litigasi baik yang timbul
dari gugatan pihak ketiga terhadap perusahaan maupun perusahaan terhadap pihak ketiga.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko hukum, antara lain:1) faktor litigasi, 2)
faktor kelemahan perikatan, dan 3) Faktor ketiadaan atau perubahan peraturan perundang-
undangan.
Mitigasi dapat terjadi karena adanya gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga kepada
perusahaan maupun gugatan atau tuntutan tersebut pada dasarnya menimbulkan biaya yang
dapat merugikan kondisi perusahaan titik kelemahan yang dilakukan oleh perusahaan
merupakan sumber terjadinya permasalahan atau sengketa di kemudian hari yang dapat
menimbulkan potensi risiko hukum bagi perusahaan.
 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO HUKUM
Dalam penerapan manajemen risiko hukum, perusahaan perlu menerapkan:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. Kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian.
4. Sistem pengendalian intern
Sumber risiko hukum yaitu:
1. Faktor litigasi
2. Faktor kelemahan perikatan
3. Faktor ketiadaan atau perubahan perundang-undangan.
 PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi perlu didukung oleh Adanya kewenangan dan
tanggung jawab dewan komisaris dan direksi sumber daya manusia, serta organisasi
manajemen risiko hukum.
Dalam hal kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi ini, maka
perusahaan perlu menetapkan mekanisme komunikasi yang efektif dengan melibatkan pejabat
dan karyawan perusahaan atas permasalahan hukum yang dihadapi agar sikap hukum dapat
dicegah dan dikendalikan.
Legal governance adalah suatu tata kelola yang diperlukan untuk membentuk, mengeksekusi,
dan menginterpretasi ketentuan peraturan dan ketentuan internal, termasuk standar perjanjian
yang dipakai.
Direksi sebuah perusahaan juga wajib memastikan terdapatnya legal consistency pada setiap
kegiatan usahanya, yaitu adanya keselarasan antara kegiatan dan aktivitas usaha yang
dilakukan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan suatu kekacauan
dalam perjanjian yang telah dibuat perusahaan.
Legal completeness adalah Upaya yang harus dilakukan korporasi agar seluruh hal yang
diatur oleh undang-undang dan regulasi dapat diimplementasikan dengan baik oleh
perusahaan, termasuk larangan dalam peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, yang diatur secara jelas dalam ketentuan internal perusahaan.
HUBUNGAN STRUKTUR ORGANISASI FUNGSI INDEPENDEN
Untuk memberikan analisis atau nasehat hukum kepada seluruh karyawan di setiap jenjang struktur
organisasi perusahaan perlu memiliki fungsi independen yang diperlukan dalam menilai dan
memantau secara rutin dan kontinu implementasi manajemen risiko hukum. Pada banyak perusahaan,
fungsi independen ini membawahi bidang hukum yang bertanggung jawab secara langsung kepada
Presiden direktur. Fungsi independen ini bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mengevaluasi strategi, kebijakan, dan prosedur manajemen risiko hukum. Fungsi ini juga akan
memberikan masukan kepada dewan komisaris dan direksi. Eksistensi fungsi independen ini
belakangan semakin penting dalam setiap aktivitas perusahaan, termasuk ketika perusahaan akan
merilis produk dan aktivitas baru.
KEBIJAKAN, PROSEDUR DAN PENETAPAN LIMIT
Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, maka setiap perusahaan perlu
menambahkan dalam setiap aspek kebijakannya, yaitu:
1. Strategi manajemen risiko
2. Tingkatan Resiko yang akan diambil atau risk appetite dan toleransi risiko
atau tolerance
3. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
Setiap perusahaan harus memiliki dan melaksanakan prosedur analisis aspek
hukum terhadap produk dan aktivitas barunya. Perusahaan perlu melakukan
evaluasi dan pembaruan kebijakan dan prosedur pengendalian risiko hukum
secara berkala Sesuai dengan perkembangan eksternal dan internal
perusahaan sepanjang menyangkut perubahan dan ketentuan regulasi yang
berlaku
KECUKUPAN PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN
PENGENDALIAN RISIKO
1) Identifikasi risiko hukum
Dalam tahap identifikasi resiko, perusahaan perlu melakukan identifikasi
risiko hukum yang mungkin timbul bagi perusahaan baik karena faktor
litigasi, faktor kelemahan perikatan, maupun Faktor ketiadaan atau perubahan
perundang-undangan.
2) Pengukuran risiko hukum
Perusahaan dapat memiliki metode pengukuran risiko hukum yang
terintegrasi dengan kerangka manajemen resikonya. Sebuah perusahaan dapat
memilih pendekatan kuantitatif maupun kualitatif dalam pengukuran risiko
hukumnya.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur risiko hukum adalah:
1) Potensi kerugian akibat tuntutan litigasi
2) pembatalan perjanjian akibat kelemahan perikatan
3) terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan produk
perusahaan menjadi tidak sejalan dengan ketentuan yang ada.
3. Pemantauan risiko hukum
Perusahaan memiliki sistem dan prosedur pemantauan eksposur risiko toleransi risiko yang
telah ditetapkan yang dilakukan oleh fungsi atau satuan-satuan kerja yang telah ditetapkan.
Hasil pemantauan disampaikan secara berkala kepada direktur utama untuk mendapatkan
tindakan yang diperlukan.
4. Pengendalian risiko hukum
Satuan kerja ataupun fungsi yang membawahi bidang hukum harus melakukan tinjauan secara
berkala terhadap kontrak dan perjanjian antara perusahaan dengan pihak lain, antara lain
dengan melakukan penilaian kembali validitas hak dalam kontrak dan perjanjian. Sedapat
mungkin mencatat dan menyusun dan mencatat setiap kejadian termasuk proses litigasi yang
terkait dengan risiko hukum beserta jumlah potensi kerugian yang diakibatkan kejadian
dimaksud titik pencatatan dapat disusun dalam data statistik yang bisa digunakan untuk
memproyeksikan potensi kerugian aktivitas bisnis perusahaan pada periode tertentu.
SISTEM PENGENDALIAN RISIKO HUKUM
Dalam melakukan penanaman dengan risiko atau resiko hukum, perusahaan perlu memiliki sistem
pengendalian intern untuk risiko hukum, antara lain untuk memastikan tingkat respons perusahaan,
kelemahan aspek yuridis, serta ketiadaan dan atau perubahan peraturan perundang-undangan dan
proses litigasi.
Eksposur adalah nilai atau volume dari suatu aktivitas tertentu yang mewakili Volume atau nilai
keseluruhan aktivitas operasional perusahaan dan nilai ini diperoleh pada akhir hari pengukuran
hukum.

BAB 10
MANAJEMEN RISIKO KEPATUHAN
 PENGERTIAN RISIKO KEPATUHAN
Risiko kepatuhan Allah resiko akibat perusahaan tidak mematuhi atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku di sebuah negara. Risiko
kepatuhan dapat bersumber dari perilaku hukum, yakni perilaku atau aktivitas perusahaan
yang menyimpang atau melanggar dari ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku titik bentuk resiko ini diantaranya berupa ketidakmampuan perusahaan memenuhi
dan melaksanakan aturan perpajakan atau memenuhi ketentuan otoritas lainnya. Risiko ini
juga disebabkan tidak dipatuhinya ketentuan dalam penyediaan produk. Risiko
ketidakpatuhan juga bisa terjadi pada ketidakpatuhan unit operasional perusahaan yang
melanggar kebijakan manajemen terhadap suatu transaksi perusahaan.
Risiko kepatuhan melekat pada risiko perusahaan yang terkait dengan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, mengetahui pembaruan terkini
mengenai Ketentuan dan peraturan serta disiplin pelaksanaan sangat penting.
 SUMBER – SUMBER RISIKO KEPATUHAN
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya risiko kebutuhan di suatu
perusahaan, yaitu jenis dan signifikan pelanggaran yang dilakukan, frekuensi pelanggaran
yang dilakukan atau track record kepatuhan perusahaan, dan pelanggaran terhadap ketentuan
atas transaksi keuangan tertentu.
JENIS SIGNIFIKAN PELANGGAN YANG DILAKUKAN
Cakupan pelanggaran merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dan
komitmen kepada pemegang otoritas, termasuk sanksi yang dikenakan atas pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian, jumlah sanksi denda kewajiban membayar
yang dikenakan kepada perusahaan dan jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang
dilakukan oleh perusahaan merupakan parameter penting dari sumber risiko kepatuhan ini.
FREKUENSI PELANGGAN YANG DILAKUKAN ATAU TRACK RECORD
KEPATUHAN PERUSAHAAN
Frekuensi lebih bersifat historis dengan melihat tren kepatuhan perusahaan selama 3 tahun
terakhir untuk mengetahui apakah jenis pelanggaran yang dilakukan berulang ataukah
memang Atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikan oleh perusahaan. Jenis
dan frekuensi pelanggaran yang sama dengan ditemukan setiap tahunnya dalam 3 tahun
terakhir dan signifikan tindak lanjut perusahaan atas temuan tersebut menjadi penting untuk
melihat pengaruh faktor ini pada risiko kepatuhan.
PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN ATAS TRANSAKSI KEUANGAN
TERTENTU
Dalam aktivitas perusahaan, terdapat kemungkinan dimana perusahaan melakukan
pelanggaran ketentuan transaksi keuangan tertentu yang diatur oleh sebuah standar yang
berlaku umum. Pelanggaran ini terjadi karena aktivitas perusahaan yang melakukan aktivitas
ekspor dan impor yang harus memenuhi standar yang berlaku umum. Sebagai contoh adalah
pelanggaran terhadap ketentuan internasional swaps and derivatives Association.

 TUJUAN UTAMA MANAJEMEN RISIKO KEPATUHAN


Kegagalan manajemen risiko kepatuhan dapat menyebabkan ditutupnya perusahaan oleh
otoritas atau kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen risiko untuk risiko
kepatuhan adalah untuk memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan
kemungkinan dampak negatif dari perilaku perusahaan yang menyimpang atau melanggar
standar yang berlaku secara umum, ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KEPATUHAN
Penerapan manajemen risiko kepatuhan di perusahaan idealnya mencakup:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.
3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko, serta
sistem informasi manajemen risiko kepatuhan.
4. Sistem pengendalian intern
PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
1. Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi
2. Sumber daya manusia
3. Organisasi manajemen risiko kepatuhan
Perusahaan diharapkan dapat memiliki satuan kerja Ketuhanan yang mampu:
1. Membuat langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya
kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha perusahaan pada setiap jenjang
organisasi
2. Memiliki program kerja tertulis dan melakukan identifikasi, pengukuran,
pengawasan, dan pengendalian terkait dengan manajemen risiko kepatuhan
3. Menilai dan mengevaluasi efektivitas, kecukupan, dan kesesuaian kebijakan,
sistem, dan prosedur yang memiliki perusahaan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
4. Melakukan tinjauan atau merekomendasikan pembaruan dan
menyempurnakan kebijakan, ketentuan, sistem, maupun prosedur yang
dimiliki oleh perusahaan agar sesuai dengan ketentuan otoritas dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
5. Melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan,
sistem, prosedur, serta kegiatan usaha perusahaan telah sesuai dengan
ketentuan otoritas dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT
1. Strategi manajemen resiko
2. Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko
3. Kebijakan dan prosedur
4. Limit

PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO, SERTA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO DAN KEPATUHAN
1. Identifikasi risiko kepatuhan
2. Ukuran risiko kepatuhan
3. Pemantauan risiko kepatuhan
4. Sistem informasi manajemen risiko kepatuhan
5. Pengendalian risiko kepatuhan
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Sistem pengendalian intern yang ditetapkan ini setidaknya mencakup:
1. Kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat risiko
kepatuhan yang melekat pada kegiatan usaha
2. Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan
kebijakan dan prosedur manajemen risiko kepatuhan
3. Penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja
operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan pengendalian
4. Struktur organisasi yang menggambarkan kegiatan usaha
5. Pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu
6. Kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap
Ketentuan dan perundang-undangan
7. Kaji ulang yang efektif, independen, dan objektif terhadap prosedur penilaian
kegiatan operasional perusahaan
8. Pengujian dan Kaji ulang terhadap sistem informasi manajemen risiko
9. Dokumentasi lengkap prosedur operasional, cakupan, dan temuan audit
10. Verifikasi dan Kaji ulang berkala terhadap penanganan kelemahan
perusahaan yang bersifat material dan tindakan pimpinan perusahaan untuk
memperbaiki penyimpangan yang terjadi.

BAB 11

MANAJEMEN RISIKO REPUTASI


Seorang ahli finansial yang terkenal, Warren Buffet, pernah berkata, “it takes 20 years to build
reputation and five minutes to ruin it. If you think about that, you will do things differently.” Kasus
individual seperti Tiger Woods tahun 2009 dan japan Airlines di tahun 2010 memberikan pelajaran
berharga betapa pentingnya reputasi untuk dipelihara dan dipertahankan.

Kasus Japan Airlines (JAL), menurut Nova (2001), membuktikan betapa maskapai terbesar
penerbangan di Asia bangkrut dengan menanggung kewajiban hingga 2,32 triliun yen. Kebangkrutan
JAL merupakan yang terbesar dalam sejarah Jepang Pascaperang dunia. Untuk mencegah JAL
ambruk total yang dapat berpengaruh pada 13 ribu mitra bisnis, dibutuhkan keringanan utang hingga
US$7 Miliar dan miliar dollar lain untuk kredit. Kejatuhan JAL makin cepat seiring sulitnya bersaing
melawan AII Nippon Airways yang merupakan rival domestic serta diperparah dengan krisis finansial
global yang terjadi ditahun 2008. Saham JAL terjun bebas dan nilai pasarnya hanya US$150 juta, jauh
berkurang disbanding sebelum bangkrut. Pada 20 februari 2010, saham JAL telahdihapusdari pasar
modal.

 PENGERTIAN RISIKO REPUTASI


Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang
bersumber dari persepsi negative terhadap perusahaan.
Risiko reputasi terjadi akibat kejadian-kejadian yang merugikan reputasi perusahaan,
misalnya pemberitaan negative di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan
nasabah atau hal-hal lain yang bias menyebabkan risiko reputasi. Reputasi dibentuk dari
berbagai atribut, yaitu:

1. Tanggung jawabsosial
2. Daya Tarik emosional
3. Kinerja finansial
4. Produk dan pelayanan
5. Visi dan kepemimpinan
6. Lingkungan tempat kerja

 TUJUAN MANAJEMEN RISIKO REPUTASI


Tujuan utama manajemen risiko reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan
dampak kerugian dari risiko reputasi perusahaan.

 SUMBER RISIKO REPUTASI


Diantara factor tersebut adalah pengaruh reputasi dari pemilik perusahaan dan perusahaan
terkait, pelanggaran etika bisnis, kompleksitas produk dan kerjasama bisnis perusahaan,
frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negative perusahaan, serta frekuensi dan
materialitas keluhan nasabah.

 PENGARUH REPUTASI DARI PEMILIK PERUSAHAAN DAN PERUSAHAAN


TERKAIT
Pengaruh reputasi /berita negative pemilik perusahaan dan atau perusahaan lain yang terkait
dengan perusahaan merupakan salah satu factor yang dapat menyebabkan peningkatan risiko
reputasi pada perusahaan.
 PELANGGARAN ETIKA BISNIS
Pelanggaran etika terlihat, antara lain, melalui transparansi informasi keuangan dan kerjasama
bisnis dengan stake holders lainnya.

 KOMPLEKSITAS PRODUK DAN KERJA SAMA BISNIS PERUSAHAAN


Produk yang kompleks dan kerjasama dengan mitra bisnis dapat terekspos pada risiko
reputasi apabila terdapat kesalahpahaman penngunaan produk/jasa ataupemberitaan negative
pada mitra bisnis.

 FREKUENSI, MATERIALITAS, DAN EKSPOSUR PEMBERITAAN NEGATIF


PERUSAHAAN
Frekuensi dan materialitas pemberitaan, jenis media, dan ruang lingkup pemberitaan negative
perusahaan, termasuk pengurus perusahaan dapat menimbulkan risiko reputasi.

 FREKUENSI DAN MATERIALITAS KELUHAN NASABAH


Frekuensi keluhan nasabah dan materialitas keluhan nasabah tentu saja sangat besar
pengaruhnya pada reputasi perusahaan.

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO REPUTASI


Penerapan manajemen risiko reputasi bagi perusahaan idealnya mencakup adanya:
- Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
- Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
- Proses identifikasi, pengukuran,pemantauan,dan pengendalian risiko serta system
informasi manajemen risiko reputasi
- System pengendalian intern

 PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKS


Dewan komisaris dan direksi harus memberikan perhatian terhadap pelaksanaan manajemen
risiko reputasi oleh unit-unit terkait (humas dan unit bisnis terkait)

 KEBIJAKAN, PROSEDUR,DAN PENETAPAN LIMIT


Perusahaan harus mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis yang memenuhi prinsip-prinsip
transparansi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan pemangku
kepentingan lainnya untuk mengendalikan risiko reputasi.

 PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO, SERTA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO
Perusahaan harus mencatat dan mengarsip setiap kejadian yang terkait dengan risiko
reputasi,termasuk jumlah potensi kerugian yang diakibatkan kejadian dimaksud, dalam suatu
administrasi data. Pencatatan dan pengarsipan data tersebut disusun dalam suatu data statistic
yang dapat digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian pada suatu periode dan
aktivitas tertentu perusahaan.

 SISTEM PENGENDALIAN INTERN


Perusahaan juga perlu mengatasi adanya keluhan nasabah dan gugatan hukum yang dapat
meningkatkan eksposur risiko reputasi dengan melakukan komunikasi dengan nasabah atau
pihak lain untuk menghindari masalah hukum.

BAB 12

MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS


 PENGERTIAN RISIKO LIKUIDITAS
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidak mampuan perusahaan untuk memenuhi utang
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan / atau dari asset likuid berkualitas
tinggi yang dapat di agunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan perusahaan.
Banyak kasus terjadi yang telah membuktikan betapa pentingnya risiko likuiditas.
Diantaranya, kasus Long Tern Capital Management (LTCM) tahun 1998 ketika hedge fund
ini diselamatkan dari kejatuhan oleh 16 counterparty utamanya, belajar dari kegagalan LTCM
ini, banyak perusahaan trading perlu memastikan apakah mereka memiliki akses pendanaan
jangka Panjang melalui berbagai instrument, seperti commited funding lines (misalnya,
komitmen bank umum memberikan pinjaman).

 SUMBER RISIKO LIKUITAS


Terdapat beberapa sumber terjadinya risiko likuiditas pada sebuah perusahaan yaitu
komposisi dari asset, utang, dan transaksi rekening administrative, konsentrasi dari asset dan
utang.

 TUJUAN UTAMA MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS


Tujuan utama manajemen risiko untuk risiko likuiditas adalah meminimalkan kemungkinan
ketidak mampuan perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas. Secara lebih
spesifik, tujuan dari manajemen risiko likuiditas adalah:
1. Memelihara kecukupan likuiditas perusahaan sehingga setiap waktu mampu memenuhi utang
perusahaan yang jatuh tempo
2. Memelihara kecukupan likuiditas perusahaan untuk mendukung pertumbuhan asset
perusahaan yang berkelanjutan
3. Menjaga likuiditas perusahaan pada tingkat yang optimal sehingga biaya atas pengelolaan
likuiditas berada dalam batas yang dapat ditoleransi
4. Menjaga tingkat kepercyaan nasabah terhadap system perusahaan

 KLASIFIKASI RISIKO LIKUIDITAS


Risiko likuiditas dapat diklasifikasikan menjadi likuiditas endogen dan likuiditas eksogen.
Likuiditas endogen adalah likuiditas yang melekat pada setiapjenis.

 TABEL 12-1 SumberRisikoLikuiditas

No Sumber Parameter/Indikator
1. Komposisi dari asset, a. Asset likuid primer dan asset likuid sekunder dibagi
utang dan transaksi total asset. Asset likuid primer adalah asset yang
rekening administratif sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
atas penarikan dana pihak ketiga dan utang jatuh
tempo yang berupa kas, penempatan pada Bank
Indonesia. Aset likuid sekunder adalah sejumlah asset
likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga
dan utang jatuh tempo.
b. Asset likuid primer dan asset likuid sekunder/
pendanaan jangka pendek. Pendanaan jangka pendek
adalah seluruh dana pihak ketiga yang tidak memiliki
jatuh tempo dan atau dana pihak ketiga yang memiliki
jatuh tempo satu tahun atau kurang.
c. Asset likuid primer dan asset likuid
sekunder/pendanaan non-inti. Pendanaan non-inti
adalah pendanaan yang menurut perusahaan relative
tidak stabil atau cenderung tidak mengendap di
perusahaan baik dalam situasi normal maupun krisis.
d. Pendanaan non-inti/total pendanaan. Total pendanaan
adalah sumber dana yang diperoleh oleh perusahaan
baik berupa dana pihak ketiga maupun pinjaman yang
diterima.
2. Konsentrasi dari asset a. Konsentrasi asset.
dan utang Konsentrasi pada asset tertentu atau penyediaan dana
pada sector yang tidak dikuasai perusahaan dapat
mengganggu posisi likuiditas apabila terjadi
penarikan dana dalam jumlah besar.
b. Konsentrasi utang.
Konsentrasi pada penyedia dan besar yang cenderung
sensitive terhadap peringkat kredit dapat
menimbulkan masalah pada posisi likuiditas apabila
terjadi penarikan dana dalam jumlah besar
3. Kerentanan pada Kerentanan perusahaan pada kebutuhan pendanaan dan
kebutuhan pendanaan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
pendanaan tersebut. Indicator penilaian kebutuhan pendanaan
perusahaan pada situasi normal maupun krisis dan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
pendanaan tersebut antara lain melalui analisis laporan profil
maturitas, proyeksi arus kas, dan stress testing.
4. Akses terhadap Kemampuan perusahaan memperole hsumber-sumber
sumber pendanaan pendanaan pada kondisi normal maupun krisis.
Penilaian antara lain difokuskan pada reputasi perusahaan
untuk mempertahankan sumber-sumber pendanaan, kondisi
linikredit, kinerja akses kepada sumber-sumber pendanaan,
dan dukungan perusahaan induk atau intragroup.

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS


Penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bagi perusahaan setidaknya mencakup:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. kebijakan, prosedur, dan penerapan limit
3. proses identifikasi, system pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta system
informasi manajemen risiko
4. system pengendalian intern

 PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI


Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa penerapan
manajemen risiko likuiditas telah sesuai dengan tujuan strategis, skala, karakteristik bisnis,
dan profil risiko likuiditas perusahaan, termasuk memastikan integrase penerapan manajemen
risiko likuiditas dengan risiko-risiko lainnya yang dapat berdampak pada posisi likuiditas
perusahaan.

 KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT


Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit untuk risiko likuiditas,
perusahaan perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit.

 PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO, SERTA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS
Dalam rangka melakukan identifikasi risiko likuiditas, perusahaan harus melakukanan alisis
terhadap seluruh sumber risiko likuiditas. Sumber risiko likuiditas meliputi:
(1) produk dan aktivitas perusahaan yang dapat mempengaruhi sumber dan penggunaan dana,
baik pada posisi asset dan utang maupun rekening administrative; dan
(2) risiko-risiko lain yang dapat meningkatkan risiko likuiditas, misalnya risiko kredit, risiko
pasar, dan risiko operasional

BAB 13

MANAJEMEN RISIKO PASAR


 PENGERTIAN RISIKO PASAR
Risiko pasar adalah risiko pada laporan posisi keuangan dan rekening administrative akibat
perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan secara keseluruhan dari kondisi
pasar, termasuk risiko perubahan harga opsi. Risiko pasar terdiri atas risiko spesifik dan risiko
pasar umum.

Risiko spesifik adalah risiko yang timbul akibat pergerakan atas surat berharg aindividual
yang disebabkan oleh factor-factor yang terkait dengan surat berharga atau penerbitnya.
Misalnya, turunnya harga obligasi akibat memburuknya peringkat kredit penerbitnya.
Risiko umum adalah risiko yang timbul akibat pergerakan harga pasar yang berpengaruh
terhadap beberapa instrument keuangan. Misalnya, turunnya harga Bank Indonesia rate (BI
rate) akan mengakibatkan turunnya suku bunga pasar sehingga berpengaruh terhadap nilai
seluruh instrument yang terkait dengan suku bunga.

 TUJUAN MANAJEMEN RISIKO PASAR


Tujuan utama manajemen risiko pasar adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak
negative akibat perubahan kondisi pasar terhadap asset dan permodalan perusahaan.
Dengan ini, perusahaan diharapkan akan mampu menjaga agar risiko pasar yang diambil
perusahaan berada dalam batas yang dapat ditoleransi perusahaan dan perusahaan memiliki
modal yang cukup untuk menutup risiko pasar

 SUMBER RISIKO PASAR


Aktivitas trading merupakan salah satu kegiatan utama perusahaan. Trading adalah jual beli
instrument keuangan atas nama perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
jangka pendek dari perubahan yang diharapkan atas harga pasar yang menentukan nilai suatu
instrument. Instrument trading diantaranya adalah transaksi spot valas, transaksi fordward
valas, swap valas, pinjaman dan simpanan, obligasi, trading ekuitas, dan trading komoditas.

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PASAR


Penerapan manajemen risiko untuk risiko pasar idealnya mencakup:
1. pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2. kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
3. proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta system informasi
manajemen risiko pasar
4. system pengendalian intern.

BAB 14

MANAJEMEN RISIKO KREDIT

 PENGERTIAN RISIKO KREDIT


Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis perusahaan yang beroperasi
sebagai Lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan sumber risiko kredit yang terbesar.
Banyak kasus yang memeberikan pelajaran akan pentingnya risiko kredit, kasus kredit
property Barclays Bank tahun 1993, kasus Peregrine Investmen Holding tahun 1998, kasus
sovereign risk Obligasi Pemerintah Rusia tahun 1998, kasus kredit sistematik akibat krisis
domestic Jepang tahun 1989, kasus ditutupnya bank komersial Bank IDV di Belanda tahun
2008, dan kasus BPR Tripanca tahun 2008 telah membuktikan kepada kita semua betapa
risiko kredit menjadi sangat fundamental memengaruhi operasional Lembaga keuangan,
termasuk bank.
Penelitian Ahmad dan Ariff (2007) adalah sebuah penelitian yang menarik multinegara, yaitu
Australia, Prancis, Jepang dan Amerika Serikat mewakili negara maju, sedangkan India,
Korea, Malaysia, Meksikodan Thailand mewakili emerging countries.

 TUJUAN MANAJEMEN RISIKO KREDIT


Tujuan utama manajemen risiko kredit adalah memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana
Lembaga keuangan tidak terekspos pada risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada
Lembaga keuangan.
Secara, umum eksposur risiko kredit merupakan salah satu eksposur risiko utama dilembaga
keuangan di Indonesia sehingga kemampuan Lembaga keuangan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko kredit serta menyediakan modal yang cukup
bagi risiko tersebut akan menjadi sangat penting.

 MACAM-MACAM RISIKO KREDIT


1. RISIKO KONSENTRSI KREDIT
Risiko konsentrasi kredit merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan
dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak, industry, sector, dan/atau area geografis
tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam
kelangsungan usaha Lembaga keuangan yang memberikan kredit.

2. RISIKO AKIBAT KEGAGALAN PIHAK LAWAN


Risiko akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) merupakan risiko yang timbul
akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari jenis
transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya transaksi yang dipengaruhi oleh
pergerakan nilai wajar atau nilai pasar.

3. RISIKO AKIBAT KEGAGALAN SETTLEMENT


Risiko kegagalan settlement adalah risiko yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan
atau instrument keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati
dari transaksi penjualan dan atau pembelian instrument keuangan
4. COUNTRY RISK
Country risk adalah risiko yang timbul dari ketidak pastian karena memburuknya kondisi
perekonomian suatu negara, kegagalan suatu negara dalam membayar utang, gejolak social
politik dalam suatu negara, serta kebijakan suatu negara,antara lain rasionalisasi atau
pengambil alihan asset, control nilai tukar,dan atau devaluasi nilai tukar.

PENYEBAB KREDIT MACET


Risiko kredit merupakan musuh utama dari setiap Lembaga keuangan. Risiko kredit ini bisa
terjadi karena beberapa sebab. Bankir senior, Teguh Pudjo Muljono (2001) dalam bukunya
Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, memberikan dua sebab terjadinya kredit gagal,
yaitu factor intern dan factor ekstern.

Faktor Intern Faktor Ekstern

 Adanya self dealing atau tindak  Kegiatan perekonomian


kecurangan dari apparat pengelola makro/kegiatan politik/kebijaksanaan
kredit pemerintah yang diluar jangkauan
bank untuk diperkirakan
 Kurangnya pengetahuan/  Adanya bencana alam dan kejadian
keterampilan para pengelola kredit lain diluar dugaan
 Kurang baiknya system informasi  Adanya itikad baik nasabah yang
manajemen yang dibangun pada diragukan
bank yang bersangkutan
 Lemahnya organisasi dan  Adanya persaingan cukup tajam
manajemen dari bank yang diantara perbankan itu sendiri
bersangkutan sehingga bank yang bersangkutan
tidak mampu untuk melakukan
seleksi risiko usahanya di bidang
perkreditan
 Tidak adanya kebijakan perkreditan  Adanya tekanan-tekanan dari
yang baik pada bank yang berbagai kekuatan politik diluar bank
bersangkutan sehingga menimbulkan kompromi
terhadap prinsip-prinsip kredit yang
sehat
 Kurangnya pengawasan kredit yang  Adanya kesulitan/kegagalan dalam
dilakukan oleh bank yang proses likuiditas dan perjanjian kredit
bersangkutan kepada para nasabah yang telah disepakati antara nasabah
debiturnya dengan bank
 Adanya sikap yang ceroboh, lalai,
dan menggampangkan

BAB 15

ASURANSI UNTUK TRANSFER RISIKO


 PENGERTIAN ASURANSI
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, dikatakan bahwa
asuransi adalah perjanjianan antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis
yang menjadi dasar penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hokum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti.
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran
yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

 USAHA PERASURANSIAN
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, dikatakan bahwa
Usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan
risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau asuransi
Syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi Syariah, reasuransi atau reasuransi
Syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi Syariah.

 MANFAAT DAN BIAYA ASURANSI


Sebagai lembaga keuangan yang telah diatur oleh regulasi dan perundang-undangan, asuransi
memiliki manfaat berikut:
1. Rasa aman dan perlindungan. Tertanggung terhindar dari kerugian-kerugian yang mungkin
timbul.
2. pendistribusian biaya dan manfaart lebih adil. Semakin besar kemungkinan terjadinya suatu
kerugian, semakin besar kerugian yang mungkin timbul sehingga makin besar pula preminya.
3. polis asuransi dapat dijadikan jaminan memperoleh kredit.
4. berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan.
5. Alat penyebaran risiko. Kerugian disebarkan kepada Penanggung.

 PRINSIP DASAR ASURANSI


Dalam kaitan antara manajemen risiko dan asuransi, perlu diperhatikan prinsip dasar
akuntansi. Terdapat lima prinsip dasar asuransi yang harus diperhatikan.
1. Insurable interest
seseorang boleh mengasuransikan barang apabila yng bersangkutan mempunyai kepentingan
atas barang yang dipertanggungkan (pasal 250 KUHD).
2. Utmost good faith
Penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik (pasal 251 KUHD)
3. Indemnity
Dasar penggantian dari penanggung kepada tertanggung dalam kerugian setinggi-tingginya
adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita tertanggung dalam arti tidak dibenarkan
mencari keuntungan dari ganti asuransi.
4. Subrogation
Apabila tertanggung sudah dapat ganti rugi atas dasar indemnity, ia tidak berhak lagi
memeperoleh penggantian dari pihak lain walaupun jelas ada pihak lain bertanggung jawab
pula atas kerugian yang dideritanya,. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada
penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud (pasal 284 KUHD)
5. Proximate cause
6. Proximate cause adalah suatu sebab aktif efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu
peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu kekuatan lain diawali dan
bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen. Asuransi harus paham betul
hubungan risiko yang dijamin polis dengan prinsip Proximate cause.

 PREMI ASURANSI
Di dalam transaksi asuransi,berlaku ungkapan no premium no insurance . Jadi apabila premi
belum dibayar (lunas), maka penanggung (underwriter) belum terikat dalam transaksi untuk
membayar ganti rugi apabila timbul risiko. premi biasanya ditetapkan sekian persen dari
jumlah yang dipertanggungkan.
Sebagai contoh, untuk asuransi kebakaran, maka faktor-faktor yang memengaruhi besarnya
premi adalah:
1. Konstruksi bangunan
2. Lokasi bangunan
3. Terhadap apa saja yang itu dipertanggungkan.

 TRANSFER RISIKO
Terdapat beberap risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian, yaitu risiko murni,
risiko spekulatif, dan risiko individu.

Risiko Murni adalah terdapat ketidak pastian terjadinya suatu kerugian atau, dengan kata lain,
hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan. Misalnya sepeda otor yang
dikendarai tertabrak. Dengan ini, risiko murni terseabut disebut subjek dalam auransi.
Risiko Spekulatif terkait dengan kemungkinan peluang kerugian finansial. Berbeda dengan
risiko murni, risiko spekulatif memiliki kmeungkinan rugi atau untung. Misalnya, investasi
saham atau Bursa Efek.
Risiko Individu dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. terdapat tiga macam risiko, yaitu
risiko pribadi, risiko harta, dan risiko tanggung gugat.

Risiko harta terjadinya kerugian bila memiliki harta sedangkan tanggung gugat adalah risiko
yang diderita akibat kerugian pihak lain.

 RISIKO YANG DAPAT DIASURANSIKAN


Menurut Darmawi (2016), risiko yang dapat diasuransikan harus memenuhi 6 syarat sebagai
berikut:
1. Kerugian potensial cukup besar tapi probabilitasnya tidak tinggi sehingga membuat
perusahaan asuransi dapat bekerja seekonomis mungkin (kelayakan ekonomis)
2. Probabiltas kerugian dapat diperhitungkan
3. Terdapat sejumlah unit yang terbuka (expose) terhadap risiko yang sama (massal dan
homogeny)
4. Kerugian yang etrjadi bersifat kebetulan
5. Kerugian tertentu
6. Bukan risiko catastrophe (Bencana besar dan serentak)
BAB 16

MANAJEMEN RISIKO ASURANSI


 POTRET BISNIS ASURANSI DI INDOESIA
Biro riset info bank (2016) memprediksi pertumbuhan premi asuransi umum pada tahun 2017
akan bergerak di angka 8-13 persen, sedangkan asuransi jiwa 12-17 persen. Terdapat bebrapa
faktor yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di maksud, yaitu membaiknya daya beli
masyarakat, meningkatnya kesadaran masyarakat berasuransi, dan semakin prudent-nya
pengelolaan anggaran pemerintah.

 BISNIS ASURANSI JIWA


sampai dengan tahun 2016, aset bisnis asuransi jiwa di indonesis telah mencapai Rp383,5
Triliun. Pertumbuhan aset setahun dari agustus 2015-agustus 2016 lebih kurang 19,50%.
Premi asuransi jiwa masih di dominasi porsi unit link (produk asuransi yng mengandung
investasi) dengan kontribusi hampir dengan 60 persen. Sampai juni 2016, data menunjukkan
bahwa klaim terbesar asuransi jiwa adalah klaim penarikan sebagian(partial widthdrawl)
sebesar Rp6,37 Triliun.

 BISNIS ASURANSI UMUM


Untuk investasi asuransi, nampak bahwa asuransi jiwa dengan penempatan investasi di
saham, reksa dana dan surat berharga yang di terbitkan negara RI menjadi investasi terbesar.
Sedangkan asuransi umum agak berbeda karena banyak investasi di deposito dan reksadana.
Menarik untuk menjadi renungan bagi kita semua rating kinerja asuransi yang di publikasikan
majalah infobank bulan juni 2016 dengan empat tahun sebelumnya sebagai pembanding.
Kriteria rating dilihat dari risk based capital, likuiditas, dana jaminan, aset yang di
perkenankan atau total aset, rasio kecukupan.

 URGENSI MANAJEMEN RESIKO ASURANSI


Terhitung 1 januari 2016, industri asuransi indonesia telah memasuki babak baru dalam
penerapan manajemen risiko asuransinya. Karena industrusi asuransi harus mengelola risiko
yang di hadapinya sesuai dengan penetapan Otoritas Jasa Keungan dalam peratruran Otoritas
Jasa Keungan Nomor 1/POJK.05/2015 tanggal 23 maret 2015 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Lembaga Jasa Keugan Nonbank (LJKNB).

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO ASURANSI


OJK telah mewajibkan seluruh perusahaan asuransi di indonesia untuk menerapkan
manajemen risko secara efektif. Penerapan manajemen risiko ini harus di sesuaikan denga
tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas asuransi. Penerapan manajemen risiko
asuransi sedikitnya harus mencakup:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi asuransi
2. Kecukupan kebiajakan prosedur dan penetapan limit risiko
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko
4. Sistem informasi manajemen risiko
5. Sistem pengendalian inten yang menyeluruh

 PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI ASURANSI


Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab atas efektivitas penerapan manajemen risiko
di perusahaan asuransi. Dengan demikian, dewan komisaris lain dan direksi harus:
1. Memahami risiko yang dihadapi perusahaan
2. Memberikan arahan yang jelas
3. Melakukan pengawasan dan mitigasi risiko secara aktif
4. Mengembangkan budaya manajemen risiko di perusahaan
5. Memastikan struktur organisasi yang memadai
6. Menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas pada masing-masing satuan kerja
7. Memastikan kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung
penerapan manajemen risiko secara efektif

 KECUKUPAN KEBIJAKAN, PROSEDUR DAN PENETAPAN UNIT


Strategi manajemen risiko asurasnsi dengan mempertimbangkan faktor perkembangan
ekonomi dan industtri serta dampaknya pada risiko organisasi perussahaan, termasuk
kecukupan SDM dan infrastruktur pendukung, kondisi keuangan asuransi termasuk
kemampuan menghasilkan laba dan mengelola risiko yang timbul akibat perubahan faktor
eksernal dan internal serta bauran diversifikasi lini usaha.

 RISIKO STRATEGI
Resiko strategi adalah potensi kegagalan asuransi dalam merealisasikan kewajiban kepada
pemegang polis / tertanggung / nasabah akibat ketidak layakan atau kegagalan dalam
melakukan perencanaan, penetapan, dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis
yant t epat, dan atau kurang reponsifnya asuransi terhadap perubahan eksteranal.
Risiko strategi bersumber dari strategi yang diajalankan asuransi yang tidak sesuai dengan
kondisi lingkungannya, kebijakan asuransi yang diterapkan tidak sesuai dengan posisi
strategis asuransi. Risiko strategi bisa meningkat karena stabilitas politik tidak kondusif,
inflasi tinggi, dan stabilitas keamanan yang kurang.

 RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional adalah potensi kegagalan asuransi dalam merealisasikan kewajiban kepada
tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat ketidak layakan atau kegagalan proses
internal maunusia, sistem teknologi informasi, dan atau kejadian dari luar lingkungan
perusahaan.
Sumber risiko operasional adalah struktur organisasi, SDM, Volume, dan beban kerja yang
dimiliki, tingkat kompleksitas perusahaan yang tinggi, sistem teknologi informasi tidak
memadai, adanya kecurangan dan permasalahan hukum, serta adanya gangguan tehadap
bisnis perusahaan.

 RISIKO ASET DAN LIABILITAS


Risko aset dan liabiltas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam
pengelolaan aset dan pengelolaan liabilitas perusahaan yang menimbulkan kekuarangan dana
dalam pemenuhan kewajiban asuransi kepada pemegang polis. Risiko ini bersumber dari
pengelolaan aset dan liabiltas yang dilakukan dengan tidak baik sehingga kesesuaian aset dan
liabilitas tidak memadai

 RISIKO KEPENGURUSAN
Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan asuransi dalam mencapai tujuan akibat
kegagalan asuransi dalam memelihara komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi
dan integritas tinggi. Pengurus adalah dewan komisaris dan direksi. Sumber risiko
kepengurusan adalah penunjukan dan pemberhentian dewan komisaris dan direksi yag tidak
memadai, komposisi dan proporsi dewan komisaris dan direksi yang tidak mencukupi dan
tidak sesuai kebutuhan asuransi, komposisi dan integritas dewan komisaris dan direksi
asuransi yang tidak memadai dan tidak menunjang tugas dan wewenang dewan komisaris dan
direksi, seta kepemimpinan dewan komisaris dan direksi yang tidak baik.

 RISIKO TATA KELOLA


Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yag baik, ketidak
tepatan gaya manajemen,lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak yang
terlibat langsung atau tidak langsung dengan perusahaan.
Sumber risiko tata kelola adalah karena pedoman tata kelola yang dimiliki asuransi tidak
memadai. Tujuan manajemen risiko tata kelola adalah meminimalkan risiko tidak
terlaksananya tata kelola yang baik di asuransi.

 RISIKO DUKUNGAN DANA (PERMODALAN)


Risiko dukungan dana adalah risiko yang muncul akibat ketidak cukupan dana atau modal
asuransi, termasuk kurangnya akses tambahan dana / modal dalam menghadapi kerugian atau
kebutuhan dana / modal yang tidak terduga.
Kerugian tak terduga akibat meningkatnya rasio klaim diluar perkiraan, hasil investasi yang
buruk, dan lain-lain.

 RISIKO ASURANSI
Risiko asuransi adalah potensi kegagalan asuransi untuk memnuhi kewajiban kepada
tertanggung dan pemegang polis sebagai akibat ketidak cukupan proses seleksi risiko
(underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan atau penanganan
klaim. Sumber risiko asuransi adalah karakteristik bisnis asuransi dan bauran produk. Tujan
manajemen risiko asuransi adalah mwminimalkan kemungkinan ketidak cukupan proses
seleksi risiko, penetapan premi, penggunaan reasuransi, dan atau penanganan klaim sehingga
asuransi tidak dapat memenuhi kewajiban pada pemegang polis.

BAB 17

MANAJEMEN RISIKO DANA PENSIUN


 POTRET DANA PENSIUN DI INDONESIA
Data infobank (2016) memperlihatkan aset dana pensiun telah sampai pada angka Rp233
Triliun. Dari jumlah itu, program pensiun manfaat pasti dari dana pensiun pemberi kerja
masih mendominasi dengan aset Rp148 Triliun. Selanjutnya, program pensiun iuran pasti
menyumbang Rp26 Triliun. Sedangkan, dana pensiun lembaga keuangan (DPLK)
menyumbang Rp59 Triliun.
Keterangan Agustus Desemebr Agustus Growth Growth
2015 2015 2016 YOY *% YTD**%
Aset 195,495 206,593 233,887 19,64 13,21
Investasi 187,457 199,060 224,609 19,82 12,83
Pendapatan inestasi 10,076 16,579 10,350 2,72 -37,98
Hasil usaha setelah pajak 9,093 15,035 9,343 2,75 -37,86
ROI 5,17 8,25 4,69
ROA 4,96 7,93 4,31
Jumlah dana pensiun 264 260 253 -4,17 -2,69
DPPK PPMP 192 190 185 -4,17 -2,69
DPPK PPIP 47 45 43 -3,65 -2,63
DPLK 25 25 25

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DANA PENSIUN


Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2015 tanggal 23Maret 2015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank (LJKNB). otoritas jasa keuangan
telaha mewajibkan seluruh lembaga dana pesiun di indonesia menerapkan manajemen risiko
secara aktif mulai 1 Januari 2016. Penerapan manajemen risiko untuk dana pensiun ini secara
lebih teknis diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.10/SEOJK.05/2016
tanggal 14 April 2016 tentang pedoman Penerapan Manajemen Risiko dan laporan hasil
penilaian sendiri penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan nonbank.
Penerapan manajemen risiko dana pensiun setidaknya harus mencakup:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi dana pensiun.
2. Kecukupan kebijkan prosedur dan penetapan limit risiko.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.
4. Sistem informasi manajemen risiko.
5. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

 RISIKO STRATEGI
Risiko strategi adalah potensi kegagalan dana pensiun dalam merealisasikan kewajiban
kepada peserta akibat ketidak layakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan,
penetapan, dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis yang tepat, dan atau
kurang responsifnya dana pensiun terhadap perubahan ekternal.
Tujuan utama manajemen risiko strategi dana pensiun adalah meminimalkan kemungkinan
terjadinya risiko strategi yang berdampak pada kegiatan usaha dana pensiun.

 RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional adalah potensi kegagalan dana pensiun dalam merealisasikan kewajiban
kepada para peserta, pensiunan, dan pihak yang berhak sebagai akibat ketidak layakan atau
kegagalan proses internal manusia, sistem teknologi informasi, dan atau kejadian dari luar
lingkungan dana pensiun.
Sumber risiko operasional adalah struktur organisasi, SDM, volume dan beban kerja yang
dimiliki, tingkat kompleksitas dana pensiun yang tinggi, sistem teknologi inforasi yang tidak
memadai, adanya kecurangan yang dilakukan dana pensiun dan permasalahan hukum, serta
adanya gangguan terhadap kegiatan usaha.

 RISIKO ASET DAN LIABILITAS


Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam
pengelolaan aset dan pengelolaan liabilitas dana pensiun yang menimbulkan kekurangan dana
dalam pemenuhan kewajiban dana pensiun kepada peserta. Risiko ini bersumber dari
pengelolaan aset dan liabilitas yang dilakukan dengan tidak baik sehingga kesesuaian aset dan
liabilitas tidak memadai.
Tujuan manajemen risiko aset dan liabilitas adalah memastikan dana pesiun mengelola aset
dan liabilitasnya dengan baik sehingga tidak menimbulkan kekurangan dana dalam
pemenuhan kewajiban dana pensiun kepada peserta, pensiunan, dan pihak yang berhak.
Penerapan manajemen risiko aset dan liabilitas dana pensiun setidaknya harus mencakup:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi dana pensiun.
2. Kecukupan kebijakan prosedur dan penetapan limit risiko.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.
4. Sistem informasi manajemen risiko.
5. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

 RISIKO KEPENGURUSAN
Risiko kepengurusan adalah risiko kegagalan dana pensiun untuk mencapai tujuan akibat
kegagalan dalam memelihara komposisi terbaik pengurus yang memiliki kompetensi dan
integritas tinggi. Pengurus adalah dewan komisaris dan direksi. Sumber risiko kepengurusan
adalah peujukan adalah pemberhentian dewan komisris dan direksi yang tidak memadai,
komposisi dan proporsi dewan komisaris dan direksi yang tidak mencukupi dana dan tidak
sesuai kebutuhan dana pensiun, komposisi dan inetgritas dewan komisaris dan direksi dana
pensiun tidak memadai dan tidak menunjang tugas dan wewenang dewan komisaris dan
direksi, serta kepemimpinan dewan komisaris dan direksi yang tidak baik. Risiko
kepengrurusan dapat meningkat karna tidak tersedianya sistem remunerasi memadai bagi
dewan komisasris dan direksi.

 RISIKO TATA KELOLA


Risiko tata kelola adalah potensi kegagalan dalam pelaksanan tata kelola yang baik,
ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian, dan perilaku dari setiap pihak
yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan dana pensiun.

 RISIKO DUKUNGAN DANA


Risiko dukungan dana adalah risiko yang muncul akibat ketidakcukupan dana /modal dana
pensiun, termasuk kurangnya akses tambahan dana/modal dalam menghadapi kerugian atau
kebutuhan dana/modal yang tidak terduga. Dukungan dana mrnggambarkan kemampuandana
pensiun dalam memenuhi kewajiban pada peserta. Risiko dukungan dana bersumber dari
kemampuan pendanaan (pemodalan) yang lemah dan tambahan pendanaan permodalan yang
rendah.

BAB 18

MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN


 POTRET BISNIS LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA
Beberapa tahun kedepan, booming fintench akan menjalari semua multifinance. Selain itu,
multifinance akan menikmati ekspansi ke pembiayaan multiguna, modal kerja, dan ivestasi.
Namun, pekerjaan rumah berupa pembiayaan macet harus segera menjadi perhatian
disamping aspek efisiensi.
Dari sisi pertumbuhan aset, pembiayaan, modal sendiri, laba bersih, pembiayaan bagi aset
total, pembiayaan bagi kewajiban, solvabilitas, biaya operasional dibagi pendapatan
operasional, dan rentabilitas.

 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN


Terhitung 1 Januari 2016, industri lembaga pembiayaan indonesia telah memasuki babak baru
dalam penerapan manajemen risiko lembaga pembiayaannya. Karena industri lembaga
pembiayaan harus mengelola risiko yang harus dihadapinya sesuai dengan penetapan Otoritas
Jasa Keuangan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2015 tanggal 23
Maret 2015 tentang penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan nonbank
(LJKNB). Otoritas jasa keuangan telah mewajibkan seluruh perusahaan lembaga pembiayaan
di indonesia untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif mulai 1 Januari 2016.

 RISIKO STRATEGI
Risiko strategi adalah potensi kegagalan lembaga pembiayaan dalam mencapai tujuan
perusahaan akibat ketidaklayakan atau kegagalan dalam melakukan perencanaan, penetapan,
dan pelaksanaan strategi, pengambilan keputusan bisnis yang tepat, dan atau kurang
responsifnya lembaga pembiayaan terhadap perubahan eksternal.
Tujuan utama manajemen risiko strategi lembaga pembiayaan adalah meminimalkan
kemungkinan terjadinya risiko strategi yang berdampak pada bisnis lembaga pembiayaan.

 RISIKO ASET DAN LIABILITAS


Risiko aset dan liabilitas adalah risiko yang terjadi karena adanya potensi kegagalan dalam
pengelolaan aset dan pengelolaan liabilitas perusahaan yang menimbulkan kekurangan dana
adalam pemenuhan kewajiban lembaga pembiayaan. Risiko ini bersumber dari pengelolaan
aset dan liabilitas yang dilakuka dengan tidak baik sehingga kesesuaian aset dan liabilitas
tidak memadai.
Tujuan manajemen risiko aset dan liabilitas adalah memastikan lembaga pembiayaan
mengelola aset dan liabilitasnya dengan baik sehingga tidak menimbulkan kekurangan dana
dalam pemenuhan kewajiaban lembaga pembiayaan.

 RISIKO PEMBIAYAAN
Risiko pembiayaan adalah potensi kegagalan debitur untuk memenuhi kewajiban kepada
lembaga pembiayaan (leasing). Risiko yang dihadapi leasing ini sebenarnya hampir sama
dengan risiko kredit di bank. Sumbr risiko pembiayaan adalah komposisi portofolio fiutang
pembiayaan dan tingkat konsentrasi yang tinggi strategi penyaluran pembiayaan tidak
memadai, kualitas piutang rendah, kecukupan pencadangan tidak memadai, dan adanya faktor
eksternal debitur. Tujuan manajemen risiko pembiayaan adalah meminimalkan kegagalan
debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada perusahaan. Mengingat
kesamaan sifatnya dengan risiko kredit.

BAB 19
TATA KELOLA KORPORASI

 APAKAH GCG ITU?


Sejak terjadinya kasus Enron pada tahun 2001 dan parmalat pada tahun 2003, dirasakan sekali
kebutuhan akan tata kelola porporasi yang baik. Tata kelola porporasi yang baik dan sesuai
aturan ini lebih dikenal sebagai Good Corporate Goverenance (GCG).
Sejarah perkembangan GCG telah mencatat bahwa, terkait terjadinya banyak kasus skandal
dan keuangan sebagaimana diuraikan diatas, Kongres Amerika Serikat telah mengeluarkan
Sarbanes Oxley Act ditahun 2002. Undang-undang ini mengharsukan perusahaan publik
untuk melakukan evaluasi dan memublikasikan temuan-temuan terkait pengendalian internal
mereka setiap tahun.
Evaluasi pengendalian inetrn dilaksanakan berdasarkan kerangka kerja COSO (Committee Of
Spnsoring Orgnization Of the Tradway Commission) yang telah menetapkan definisi umum
mngenai pengendalian internal dan kerangka kerja efektivitas pengenalian internal.

 PRINSIP-PRINSIP CORPORATE GOVERNANCE


Corporate Governance merupakan serangkaian keterkaitan antara dewan komisaris, direksi,
pihak-pihak yang berkepentingan, serta pemegang saham perusahaan. Corporate Govrnance
menciptakan sebuah struktur yang membantu perusahaan dalam menetapkan sasaran,
menjalankan kegiatan usaha sehari-hari, memerhatikan kebutuhan StkeHolder, memastikan
perusahaan beroperasi secara aman dan sehat, mematuhi hukum dan praturan lain, serta
melindungi kepentingan nasabah.

 STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE


Perusahaan wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi. Pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha ini termasuk dalam
proses penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan, dan langkah-langkah
pengawasan internal. Yang dimaksud dengan “seluruh tingkatan atau jenjang organisasi” bagi
perusahaan adalah mulai dari tingkatan tertinggi, yaitu dewan komisaris dan direksi sampai
dengan tingkatan manajemen terendah.

 PRAKTIK TERBAIK CORPORATE GOVERNANCE


Seoang ahli manajemen risiko, James Lam (2007), memberikan beberapa perasyarat untuk
bisa di emplementasikannya praktik terbaik Corporate Governance:
1. Komunikasi degan para pemangku kepentingan.
2. Independensi pengurus perusahaan.
3. Penilaian kinerja dewan pengurus.
4. Remunerasi eksekutif dan dewan pengurus.

BAB 20

MODEL PENELITIAN MANAJEMEN RISIKO


 TOPIK MANAJMEN RISIKO
Penelitian Mehran, dkk. (2016) membahas tentang bagaiamana menginfestigasi hubungan
antara teknologi, pemasaran, organisasi, dan manajemen risiko komersial terhadap kinerja
pengembangan produk baru. Penelitian ini berbasis kuesioner dengan data ya g dikoleksi dari
industri otomotif di Iran. Berpijak dari landasan teoritis, model di uji dengan statistik
deksriptif dan analisis regresi digunakan untuk mengukur hubungan faktor manajemen risiko
dan pengembangan produk baru.

 TOPIK RISIKO LIKUIDITAS


Pnelitian yang dapat dijadikan referensi tentang risiko likuiditas di indonesia adalah riset
Sukmana dan Suryaningtiyas (2016) yang meneliti determinan risiko likuiditas perbankan
konfensional dan perbankan syariah di indonesia. Dengan menggunakan metode regresi data
penel, peneliti menemukan hubungan yang positif signifikan, yaitu ritern on asset (ROA) dan
nonperforming financing (NPF) dengan risiko likuidits. Hasil penelitian juga menunjukkan
capital adquacy ratio (CAR) negatif dan signifikan dengan risiko likuiditas di bangbang
konvensional.

 TOPIK RISIKO OPERASIONAL


Besarnya profitabilitas suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai macam resiko yang terjadi
yang akan menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi dan dikelola dengan baik.
Penelitian Capriani dan Dana (2016) meneliti pengaruh risiko kredit, risiko operasional, dan
risiko likuiditas terhadap profitabilitas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Denpasar. Jumlah
sampel adalah 10 BPR dengan teknik purposive sampling. Metoe pengumpulan data adalah
metode opserfasi nonpartisipan dengan teknik analisis data regresi liniear berganda. Hasil
analisis menunjukkan bahwa risiko kredit berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
profitabilitas. Risiko operasional berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas.
Risiko likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas.

 RISIKO PASAR
Penelitin risiko pasar termasuk risiko yang paling sering dilakukan oleh peneliti muda. Riset
yang dilakukan terhadap risiko pasar ini dapat dikelasifikasikan dalam jenis manajemen
keuangan.
Diantaranya, riset yang dilakukan oleh Revani Ratna Sari (2016) meneliti pengaruh infesmen
toppurtunities, leverage, ukuran perusahaan, dan risiko pasar terhadap difindend payout ratio
pada indsutri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2011-2014). Sampel adalah
34 perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan infesment opportunities dan leverage memiliki hubungan
negatif signifikan terhadap diffidend payout ratio (DPR), ukuran perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap DPR. Risiko psar tidak memiliki pengaruh teradap DPR.

 TOPIK PERSEPSI RISIKO


Penelitian tentang persepsi risiko adaalah riset yang serin dilakukan oleh peneliti muda. Riset
tentang persepsi risiko yang paling sering dilakukan ini dapat diklasifikasikan pada skripsi
unuk jurusan manajemen pemasaran.
Diantara penelitian itu dilakukan oleh riset Ulumia, dkk. (2016) yan meneliti analisis
pengaruh word of mouth (WOM), pengalaman belanja online, persepsi kemudahan , dan
persepsi risiko terhadap minat belanja online melalui sikap belanja online (studi online store
online Elzatta Hijab). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pria dan wanita
yang belanja di Elzatta Hijab seacara online. Jumlah responden adalah 135 responden. Studi
ini di analisis dengan menggunakan srtuctural equation modeliing (SEM) AMOS software.

Anda mungkin juga menyukai