Anda di halaman 1dari 2

Belajar Dari Maria Untuk Mengenal Yesus

Dalam kisah injil yang kita dengarkan pada hari ini, Gereja kembali menampakkan peran
Maria sebagai teladan dalam beriman dan berpasrah kepada Kristus. Kita dengarkan bahwa
dalam suatu pesta perkawinan di Kana, yang di Galilea, Maria hadir di sana. Bersama dengan
Maria turut hadir Yesus dan juga murid-muridNya. Ketika kemeriahan pesta belum berakhir,
tiba-tiba ada berita yang sangat mencemaskan yaitu mereka kehabisan anggur. Maria yang
mengetahui berita itu, langsung menemui Yesus. Tetapi jawaban yang diperoleh Maria adalah
mau apakah engkau dariku Ibu? SaatKu belum tiba. Sungguh jawaban yang mengejutkan.
Namun, Maria tetap saja punya keyakinan bahwa kata-kata Yesus itu tidak berakhir di situ.
Sehingga dia berpesan kepada para pelayan supaya melakukan apa yang diperintahkan Yesus.
Maria sangat yakin, Yesus akan melakukan sesuatu. Di akhir kisah kita dengar bahwa Yesus
mengubah air menjadi anggur dan anggur itu adalah anggur yang terbaik.

Keteguhan iman Maria tidak pernah bisa diragukan. Hanya karena imannya yang teguh,
Maria berkata kepada Gabriel, aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.
Walaupun dia tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakannya dan apa yang akan terjadi
padanya. Tetapi berkat kepasrahan itu, keselamatan hadir di dunia.

Ketika Maria dan Yusuf membawa bayi Yesus untuk dipersembahkan di Kenisah,
Simeon berkata bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Maria. Saya memaknai pedang itu
sebagai hal-hal yang terjadi yang tidak diinginkan Maria, dalam posisinya sebagai ibu Yesus.
Pedang yang pertama adalah ketika Maria dan Yusuf mencari Yesus setelah mereka kembali
merayakan paskah di Yerusalem. Yesus tinggal di Bait Allah. Jawaban Yesus atas kekwatiran
Maria ialah mengapa engkau mencari Aku, tidakkah engkau tahu bahwa aku harus tinggal di
rumah Bapa? Pedang yang kedua, kita dengarkan dalam injil hari ini. Yesus bertanya, apa yang
engkau mau dariKu ibu? SaatKu belum tiba.

Sebagai ibu, barangkali perkataan-perkataan seperti itu dapat membuat hati seorang ibu
terluka terlebih jika diucapkan oleh darah dagingnya sendiri. Namun, Maria bukanlah seorang
ibu yang biasa. Dia seorang luar biasa. Semua itu disimpannya dalam hati dan itulah
kekuatannya sebagai seorang beriman.

Melalui peristiwa di Kana ini, saya merenungkan kembali iman seorang Maria. Menurut
penuturan penginjil Yohanes, Maria adalah seorang yang peka akan situasi orang banyak.
Kepekaan itu ditunjukkannya dengan menjadi perantara orang-orang kepada Kristus. Bisa saja
sebenarnya, Maria tidak ambil pusing dengan kurangnya anggur itu. Karena dia hanyalah sebagai
undangan. Namun, Maria mampu merasakan perasaan pemimpin pesta dan mempelai laki-laki
jika mereka sampai kehabisan anggur. Betapa malunya mereka karena tidak dapat menjamu
tetamu dengan baik. Perasaan inilah yang dibawanya kepada Yesus. Hal ini juga menjadi contoh
yang baik. Bisa saja sebenarnya Maria menyuruh para pelayan pergi mencari anggur entah
kemana pun agar para undangan dapat menikmati anggur dalam sukacita pesta. Tetapi itu tidak
dilakukannya. Ia malah datang kepada Kristus dan menceritakan peristiwa itu. Maria datang
kepada orang yang tepat, yang dapat memberikan kelegaan. Meskipun jawaban Yesus kesannya
menolak, namun Maria tetap percaya bahwa Yesus akan mengabulkan permintaannya.

Kepekaan dan keteguhan Bunda Maria menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita.
Dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai religius, sangat mudah bagi kita untuk melihat
kekurangan dan kelemahan orang-orang di sekitar kita. Terkadang energi kita habis hanya untuk
mengumpulkan dan menceritakan kelemahan orang lain. Di sini tampak kelemahan kita, yang
tidak seperti Bunda Maria. Bunda Maria melihat situasi dan peka dan mencari solusi untuk
mengatasinya. Kita tidak. Kita melihat situasi di mana terdapat kekurangan orang lain, kita tidak
mencoba membantunya dia mengatasi kekurangannya atau mencari solusi bagaimana dia lepas
dari kelemahannya itu sehingga dia dapat berkembang bersama-sama dengan kita. Kita malah
menceritakan kelemahan itu kepada orang lain yang sudah pasti juga tidak akan membantu.
Kelemahan orang tersebut menjadi topik pembicaraan yang hangat dan sangat menarik untuk
diperbincangkan sampai berhari-hari. Dengan itu sebenarnya kita ikut memperkeruh suasana.
Seandainya kita seperti Bunda Maria yang peka untuk mencari solusi, dapat dibayangkan
sukacita yang kita rasakan bersama.

Keteguhan Bunda Maria dalam beriman, saya refleksikan dalam hidup doa. Kita
menyebut diri sebagai orang-orang pendoa, karena kita memiliki jadwal doa yang sangat teratur.
Namun, bagaimana peran keteguhan iman dalam doa kita? Dalam doa kita sering memusatkan
perhatian pada kesusahan yang sedang kita alami. Tak dapat memungkiri bahwa kesusahan
membawa kita pada doa yang sangat khusyuk. Kita berpasrah dalam doa sembari menginginkan
Tuhan mengabulkannya secara tiba-tiba. Ketika kita tidak memperoleh apa yang kita harapkan
dalam doa, kita menyerah dan berhenti berdoa. Kita tidak sanggup melihat hal besar yang
dilakukan Yesus tatkala ia “menunda” mengabulkan doa kita. Seandainya kita seperti Maria
yang tetap yakin bahwa Yesus akan melakukan sesuatu dalam pesta itu, dapat dibayangkan
sukacita yang kita alami.

Maria sangat mengenal Yesus, bukan karena Dia lahir dari rahimnya melainkan karena
iman Maria mengenalNya sebagai Allah. Kristus memiliki perhitungan sendiri atau cara
tersendiri dalam menjawab permohonan kita. Kristus terlalu besar untuk kita kurung dalam
kehendak kita masing-masing. Kristus terlalu mulia untuk kita atur sesuai pikiran kita. Kristus
adalah Allah yang selalu memberikan lebih dari yang kita butuhkan. Dan Kristus hanya kita
kenal jika mampu berpasrah kepadaNya sebagaimana telah ditunjukkan oleh Maria.

Anda mungkin juga menyukai