B. Kerangka Teori Dekubitus Pencegahan M
B. Kerangka Teori Dekubitus Pencegahan M
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
Data yang di ambil dari bagian rekam medik RS. Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto, angka kejadian luka tekan bervariasi setiap waktunya.
Pada tahun 2009 tercatat 16 pasien rawat inap dan 1 pasien rawat jalan, tahun
2010 ada 25 pasien rawat inap dan 5 pasien rawat jalan, tahun 2011 ada 28
pasien rawat inap dan 16 pasien rawat jalan, 2012 18 rawat inap dan 7 rawat
jalan. Pada di tahun 2013 sampai tanggal 1 april 2013 tercatat ada 2 pasien
rawat jalan dan 4 pasien rawat inap.
Luka tekan mengganggu proses pemulihan pasien, mungkin juga
diikuti komplikasi dengan nyeri dan infeksi sehingga menambah panjang
lama perawatan, bahkan adanya luka tekan menjadi penanda buruk prognosis
secara keseluruhan dan mungkin berkontribusi terhadap mortalitas pasien.
Secara finansial, penanganan luka tekan meningkatkan biaya perawatan.
Dutch Study Found mencatat biaya perawatan untuk luka tekan tertinggi
ketiga setelah biaya perawatan kanker dan penyakit kardiovaskuler (Reddy et
al., dalam Handayani 2010).
Bryant (2007) menyatakan patofisiologi terbentuknya luka tekan
disebabkan oleh mekanisme tekanan konstan yang cukup lama dari luar
(tekanan eksternal). Tekanan tersebut lebih tinggi dari tekanan intrakapiler
arterial dan tekanan kapiler vena sehingga merusak aliran darah lokal jaringan
lunak. Akibatnya jaringan mengalami iskemi dan hipoksia dan jika tekanan
tersebut menetap selama 2 jam atau lebih akan menimbulkan destruksi dan
perubahan irreversibel dari jaringan. Selain itu faktor mekanik lain yang turut
berperan adalah faktor regangan kulit akibat daya luncur ke bawah pada
3
pasien dengan posisi setengah duduk dengan alas tempat tidurnya dan faktor
lipatan kulit dengan alas tempat tidur pada pasien yang kurus, regenerasi sel
yang lambat pada lansia, menurunnya kolagen sehingga elastisitas kulit
berkurang, perfusi kulit yang menurun karena penurunan fungsi sistem
kardiovaskuler dan arteriovena, anemia, status hidrasi yang buruk, alat tenun
yang kotor dan kusut, status gizi (kurang atau lebih), kulit kering, kulit
lembab oleh keringat, urine atau feses. Mekanisme kompensasi awal kondisi
diatas ditandai dengan adanya area hyperemia lokal akibat dilatasi kapiler dan
vena, edema dan kerusakan endotel. Jika tidak teratasi maka akan terjadi
kerusakan pada otot, subkutan dan epidermis.
Penatalaksanaan klien luka tekan memerlukan pendekatan holistik
yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin
ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli
fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek
dalam penatalaksanaan luka tekan antara lain perawatan luka secara lokal dan
tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan
(Potter & Perry, 2005).
Dalam penatalaksanaan luka tekan, maka luka harus dikaji untuk
lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat,
jaringan nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi
maupun epitelialisasi. Luka tekan harus monitor ulang minimal 1 kali per
hari. Pada perawatan rumah banyak monitoring dimodifikasi karena
monitoring mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan.
4
B. Rumusan Masalah
Di Indonesia pasien yang dirawat di rumah sakit terutama di bangsal
penyakit bedah, dan bangsal penyakit dalam banyak yang mengalami luka
tekan. Untuk deteksi dini terhadap adanya luka tekan dan memonitor
perkembangan penyembuhan lukanya diperlukan suatu alat pengkajian yang
dapat menilai derajat luka tekan (Widodo, 2007).
Survei yang dilakukan oleh Widodo (2007) di Rumah Sakit Islam
Surakarta, menyimpulkan bahwa semua perawat belum pernah menggunakan
model skala untuk mengkaji resiko atau memonitor penyembuhan luka tekan,
padahal penggunaan skala sangat penting. Skala digunakan sebagai parameter
ukuran tingkat keparahan luka. Dengan menggunakan skala, perawat akan
tahu apakah luka lebih membaik atau menjadi lebih parah.
Skala “DESIGN” merupakan skala yang diciptakan di Jepang sebagai
parameter dalam memonitor penyembuhan luka tekan. Akan tetapi skala ini
belum bisa digunakan di Indonesia karena belum teruji validitas dan
reliabilitasnya. Maka dari itu peneliti ingin meneliti apakah skala “DESIGN”
ini valid dan reliabel digunakan di Rumah sakit atau klinik di Indonesia
dalam memonitor penyembuhan luka tekan?.
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
skala DESIGN dalam memonitor penyembuhan luka tekan di Indonesia.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat untuk pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat mengembangkan hasil
penelitian ini untuk melakukan monitoring terhadap proses perawatan dan
penyembuhan luka tekan.
2. Manfaat untuk keilmuan keperawatan medikal bedah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam melakukan manajemen
perawatan luka tekan.
3. Manfaat untuk peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
salah satu jenis skala dalam memonitoring penyembuhan luka tekan
sebagai intervensi mandiri keperawatan dalam proses penyembuhan luka
tekan. Penelitian ini juga dapat menjadi awal bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan manajemen perawatan luka tekan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian
yang serupa dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian lain yang
berkaitan yaitu:
1. Penelitian dengan judul “Reliability and validity of DESIGN, a tool that
classifies pressure ulcer severity and monitors healing” oleh Sanada et
al.,(2004). Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas
dari alat pengkajian DESIGN untuk mengkaji luka tekan. Penelitian ini
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Luka Tekan
(3) Kelembaban
Kelembaban kulit yang berlebihan umumnya
disebabkan oleh keringat, urine, feces atau drainase luka.
Penyebab menurunnya toleransi jaringan paling sering
adalah kelembaban oleh urine dan feses pada pasien
inkontinensia. Urine dan feses bersifat iritatif sehingga
mudah menyebabkan kerusakan jaringan, jika dikombinasi
dengan tekanan dan faktor lain maka kondisi kelembaban
yang berlebihan mempercepat terbentuknya luka tekan.
Kelembaban akan menurunkan resistensi kulit terhadap
faktor fisik lain semisal tekanan. Kelembaban yang berasal
dari drainase luka, keringat, dan atau inkontinensia feses
atau urine dapat menyebabkan kerusakan kulit (Potter &
Perry, 2005).
Secara histologis tanda-tanda kerusakan awal
terbentuknya luka tekan terjadi di dermis antara lain berupa
dilatasi kapiler dan vena serta edem dan kerusakan sel-sel
endotel. Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler infiltrat,
agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi
hemoragik perivaskuler. Pada tahap awal ini, di epidermis
tidak didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel
epidermis memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada
keadaan tanpa oksigen dalam jangka waktu yang cukup
16
menjaga alat tenun tetap licin dan kencang, kasur yang rata dan
tebal serta pemberian bantal pada area-area berisiko tekanan
seperti tumit, siku, bahu dan sakrum.
5) Nutrisi
Nutrisi adalah faktor pendukung yang penting untuk
mempertahankan kulit yang sehat dan elastis. Pemberian secara
oral, parenteral maupun melalui sonde feeding sama efektifnya
asalkan jumlah yang diberikan cukup sesuai kebutuhan. Suplemen
nutrisi dapat diberikan jika diperlukan. Beberapa penelitian
menunjukkan nutrien yang penting untuk pencegahan dan proses
penyembuhan luka tekan adalah protein, vitamin C, kalori, zat besi
dan zink (Potter & Perry, 2005).
6) Posisi dan reposisi
Karena penyebab utama luka tekan adalah tekanan yang
terus menerus di suatu tempat maka menghindari penekanan terus
menerus di satu tempat dengan cara reposisi menjadi penting.
Hasil penelitian Defloor et al., (dalam Reddy et al., 2006)
menyatakan perubahan posisi setiap 4 jam di atas matras busa
khusus mampu menurunkan insiden luka tekan dibandingkan
dengan resposisi setiap 4 jam di atas kasur standar. Beberapa
penelitian juga menganjurkan penggunaan posisi miring 30º
dengan cara mengganjal bantal dibagian bokong dan salah satu
kaki.
31
7) Edukasi
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dilakukan secara
terprogram dan komprehensif sehingga keluarga diharapkan
berperan serta secara aktif dalam perawatan pasien. pasien dan
keluarga adalah bagian integral dalam perawatan pasien
khususnya upaya pencegahan luka tekan. Topik pendididkan
kesehatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut etiologi dan
faktor risiko luka tekan, aplikasi penggunaan tool pengkajian
risiko, pengkajian kulit, memilih dan atau gunakan dukungan
permukaan, perawatan kulit individual, demonstrasi posisi yang
tepat untuk mengurangi risiko luka tekan dan dokumentasi data
yang berhubungan (Handayani, 2010).
Potter dan Perry (2005) menyatakan intervensi pencegahan
perawatan kulit meliputi pengkajian kulit secara teratur minimal
satu kali sehari, untuk yang risiko tinggi lebih baik setiap shift,
menjaga kulit tetap bersih dan tidak basah. Ketika membersihkan
kulit sebaiknya menggunakan air hangat dengan sabun yang tidak
mengandung alkohol. Setelah kulit dibersihkan gunakan pelembab
untuk melindungi epidermis dan sebagai pelumas tapi tidak boleh
terlalu pekat. Jika pasien mengalami inkontinensia atau mendapat
makanan melalui sonde agar diperhatikan kelembaban yang
berlebihan akibat terpapar urine, feses atau cairan enteral.
32
Si e ran)
z (uku
0 Tidak ada
1 Lebih kecil dari 4cm²
4cm² atau lebih besar,
2
namun lebih kecil dari
6cm² atau lebih, tetapi
16cm²
s 3 S 6 100cm² atau lebih besar
lebih kecil dari 16cm²
36cm² atau lebih, tetapi
4
lebih kecil dari 64cm²
64cm² atau lebih, tetapi
5
lebih kecil dari 100cm²
3) Inflamasi / infeksi
4) Granulation tissue
Merupakan persentase dari jaringan granulasi pada luka.
5) Jaringan nekrotik.
Ketika jaringan nekrotik dan jaringan non nekrotik
bercampur, jaringan yang mendominasi (antara jaringan
nekrotik dan jaringan nekrotik) seharusnya digunakan untuk
indikator pengkajian.
38
tidak jelas
2 = jelas, ada tepi,
bisa dibedakan
dasar luka.
3 = dapat
diidentifikasi
dengan mudah,
tidak rata sama
dasar.
4 = dapat
diidentifikasi
dengan mudah,
luka
menggelembung
5 = mudah
diidentifikasi,
ada jaringan
scar/fibrotik
4. Undermining 1 = tidak ada
2 = kerusakan < 2 cm
di area manapun
3 = 2 – 4 cm < 50%
batas luka.
4 = 2 – 4 cm,
termasuk > 50%
batas luka.
5 = > 4 cm, terdapat
diseluruh area.
5. Tipe jaringan 1 = Tidak kelihatan
nekrosis 2 = putih atau abu –
abu
3 = jaringan pengikat
hilang, warna
kuning
4 = ada jaringan
pengikat, halus,
warna hitam.
5 = ada banyak
jaringan ikat,
kasar, hitam.
6. Jumlah 1 = tidak ada atau
jaringan mati tidak terlihat
2 = luas kurang dari
25%
3 = 25 – 50% dari
seluruh luka
43
3 = indurasi 2 – 4cm,
< 50% disekitar
luka.
4 = 2 - 4cm, > 50%
disekitar luka
5 = undurasi > 4 cm
diseluruh area
luka
12. Jaringan 1 = luka dikulit atau
granulasi sebagian
2 = jelas, kemerahan,
75% - 100%
terisi oleh
jaringan
granulasi.
3 = jelas,
kemerahan,<
75% dan > 25%
terisi oleh
jaringan
granulasi.
4 = merah muda,
terisi < 25%
jaringan
granulasi
5 = tidak ada
jaringan
granulasi
13. Pembentukan 1 = 100% luka
jaringan tertutup
epitel 2 = 75% - 100% luka
tertutup, jaringan
epitelnya > 0,5
cm.
3 = 50% sampai <
75%, luka
tertutup, jaringan
epitel < 0,5cm
4 = 25% - < 50%
luka tertutup.
5 = kurang dari 25%
luka tertutup
Total score :
45
4. Karakteristik Responden
a) Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah sesuatu yang telah dialami/dihayati
berkenaan dengan memperoleh hasil. Pengalaman kerja tidak
diperoleh dengan waktu singkat, pada umumnya semakin
banyak/lama masa kerja seseorang pada pekerjaan tertentu maka
pengalaman yang didapatkannya semakin banyak, sehingga tingkat
kecakapan atas pekerjaan yang menjadi tugasnya akan semakin tinggi
karena didukung dengan kemampuan kerja dan pengalaman kerja
yang memadai akan membuahkan hasil/kinerja yang tinggi bagi
tenaga kerja itu sendiri, juga menunjukkan kualitas pekerjaan yang
dilaksanakan (Prabandari, 2003).
Wiranata et al., (2012), membagi pengalaman kerja pada
beberapa tingkat , yaitu pengalaman kerja kurang dari 1 tahun, 1
sampai 5 tahun, 6 sampai 10 tahun, dan lebih dari 10 tahun.
b) Tingkat Pendidikan
Menurut Kemendiknas (2013), dalam Undang-Undang No.20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan di
Indonesia dibagi menjadi 2 tingkat yaitu tingkat tingkat pendidikan
dasar 9 tahun (SD, SMP) dan tingkat pendidikan tinggi (SMA, PT).
Pendidikan berperan penting dalam bidang keperawatan. Tingkat
pendidikan menentukan kinerja perawat dalam melakukan rencana
46
B. Kerangka Teori
Dekubitus
Pencegahan
Manajemen Luka
Tekan
Pengkajian
Perawatan
Dukungan Permukaan
Nutrisi
Edukasi
Monitoring
1. Pengalaman Kerja
2. Tingkat Pendidikan DESIGN
3. Pelatihan Perawatan Luka
C. Kerangka Konsep
DESIGN
Validitas
BWAT Reliabilitas
1. Pengalaman Kerja
2. Tingkat Pendidikan
3. Pelatihan Perawatan Luka
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan prediksi hasil penelitian yang didasarkan
pada pemikiran logis dan ilmiah mengenai hubungan yang diharapkan antar
variabel (Saryono, 2011). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Skala DESIGN mempunyai korelasi dan kesesuaian yang baik dengan
skala BWAT dalam memonitor penyembuhan luka tekan.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan rancangan penelitian
analitik observasional yang dilakukan pada satu waktu tertentu (Saryono,
2011). Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi perkembangan
penyembuhan luka tekan dengan menggunakan instrumen DESIGN yang
dibandingkan dengan instrument BWAT.
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan
dalam suatu penelitian (Saryono, 2011). Populasi dapat berupa orang,
benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Danim,
2003). Populasi dalam penelitian ini adalah Sarjana Keperawatan dan
perawat dengan tingkatan pendidikan, pengalaman dan keahlian tentang
perawatan luka yang berbeda-beda.
2. Sampel
51
eksternal yang
berhubungan dengan
penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan
waktu yang biasa
6 Pengalaman Wawancara - Interval
sesuatu yang telah
Kerja dialami/dihayati
berkenaan dengan
memperoleh hasil.
7 Tingkat Wawancara - Ordinal
Jenjang pendidikan atau
Pendidikan sekolah yang telah dicapai
seseorang.
8 Pelatihan kegiatan untuk Wawancara “Ya” untuk Nominal
dibidang memperbaiki kemampuan yang pernah
Luka kerja seseorang dalam mengikuti
memahami suatu pelatihan
pengetahuan praktis dan dan “tidak”
penerapannya, guna untuk yang
meningkatkan belum
keterampilan, kecakapan pernah
dan sikap. mengikuti
pelatihan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala DESIGN. DESIGN
merupakan alat pengkajian luka dekubitus, terdiri dari 7 komponen item (Kedalaman
luka, jumlah eksudat, ukuran luka, infeksi, jaringan granulasi, jaringan mati, dan
kantung luka).
Instrumen berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah BWAT (Bates-
Jensen Wound Assesment Tool). BWAT adalah instrumen pengkajian luka
dekubitus. BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu : Size, Depth,
Edges, Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type,
Exudate Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema,
Pheriperal Tissue Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisation. Ke 13 item
54
tersebut digunakan sebagai pengkajian luka tekan pada pasien. Setiap item di atas
mempunyai nilai yang menggambarkan status luka tekan pasien (Pillen et al., 2009).
Dalam penelitian ini BWAT digunakan sebagai pembanding atau gold standard
untuk menguji kevaliditasan instrumen DESIGN.
1. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar –
benar mengukur apa yang diukur (sensitivitas) dan tidak terukur hal lain yang
selain yang diukur (spesifitas) (Saryono, 2011). Uji validitas instrumen
“DESIGN” ini menggunakan uji korelasi pearson terhadap instrumen BWAT
(Bates-Jensen Wound Assessment tool) sebagai gold standard dengan nilai
2. Reliabilitas
2. Analisis Data
Setelah data terkumpul, data tersebut kemudian diproses dan dianalisis
secara sistematis supaya trends dan relationship bisa dideteksi. Data dianalisis
menggunakan prosedur statistik, memungkinkan peneliti untuk mengurangi,
menyimpulkan, mengorganisasi, mengevaluasi, menginterpretasi dan menyajikan
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
J. Etika Penelitian
Menurut Nursalam (2008), masalah etika pada penelitian yang menggunakan
subyek manusia menjadi isu sentral yang saat ini sedang berkembang. Secara umum
prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi
prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subyek, dan prinsip keadilan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Kelas D E S I G N P
Perawat ahli
0.674 0.924 0.773 0.645 0.714 0.773 1.00
luka
S1 Perawat
0.795 0.851 0.771 0.745 0.617 0.671 1.00
klinik
0.795 0.675 0.901 0.745 0.745 0.745 1.00
D3 Perawat
0.606 0.852 0.898 0.745 0.578 0.578 1.00
Klinik
Sarjana
0.725 0.866 0.950 0.745 0.745 0.745 1.00
Keperawatan
0.315 0.924 0.878 1.00 0.559 0.559 1.00
64
D E S I G N P
0.674 0.804 0.801 0.852 0.461 0.590 0.978
(N) 0,590, dan nilai Pocket (P) sebesar 0.978. Hal ini menunjukkan
bahwa instrument DESIGN reliabel.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Pengalaman kerja (tahun)
Pada penelitian ini responden penelitian terbagi atas 4 kategori
pengalaman kerja, kurang dari 1 tahun, 1-5 tahun, dan 6-10 tahun, dan
lebih dari 10 tahun. Dalam hal ini perawat yang memiliki pengalaman
kerja 6-10 tahun lebih banyak. Hal ini dikarenakan karakteristik
perseorangan tentang pengalaman kerja menyangkut senioritas dan
yunioritas. Asumsi yang sering berlaku dan diyakini adalah pegawai
yang cukup senior dipandang telah memiliki kinerja, pengalaman, dan
pengetahuan yang tinggi sedangkan yang yunior masih perlu
dikembangkan dan dibina lagi (Faizin dan Winarsih, 2008).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faizin
dan Winarsih (2008), lama kerja perawat di bidang kesehatan
berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukan implementasi
rencana asuhan keperawatan, salah satunya melakukan tindakan
perawatan luka pada pasien luka tekan.
Hasil serupa ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh
Sanada et al., (2004), dimana sebagian besar responden mempunyai
pengalaman kerja tentang perawatan luka tekan lebih dari 5 tahun.
66
b. Pendidikan
Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan pendidikan
menunjukkan mayoritas responden berpendidikan Sarjana
keperawatan. Pendidikan dalam hal ini berperan penting dalam bidang
keperawatan khususnya perawatan luka. Tingkat pendidikan
menentukan kinerja perawat dalam melakukan rencana asuhan
keperawatan, implementasi keperawatan dan dokumentasi
keperawatan (Faizin dan Winarsih, 2008).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanada
et al., (2004), dimana sebagian besar responden mempunyai riwayat
tingkat pendidikan Sarjana Keperawatan yang memahami berbagai
penyakit di bidang kesehatan, salah satunya luka tekan. Hal itu
diperkuat dengan sebagian dari responden memiliki pengalaman yang
lebih di bidang perawatan luka.
c. Sertifikat perawatan luka
Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden pernah
mengikuti pelatihan dalam bidang perawatan luka. Pengalaman
mengikuti pelatihan perawatan luka yang diikuti oleh responden
tentunya akan mempengaruhi persepsi bagaimana cara melakukanan
perawatan luka yang baik dan benar. Pelatihan merupakan suatu proses
belajar mengajar terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu serta
sikap agar peserta pelatihan semakin terampil dan mampu
67
bahwa item ini sulit untuk menilai jaringan nekrosis pada foto luka.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sanada et al., (2004), bahwa
item ini memang sulit untuk menjelaskan batas dari jaringan
nekrosis pada foto luka dan item ini sulit untuk mengidentifikasi
ada atau tidaknya jaringan nekrosis hanya dengan menggunakan
foto luka pasien.
g) Pocket (kantong luka)
Pada penelitian ini item Pocket / Undermining (P) memiliki
nilai yang dikategorikan stabilitas tinggi dengan nilai ICC 0.978.
Hal ini menunjukkan bahwa item ini bisa digunakan untuk menilai
kantong luka pada foto luka pasien. Pengukuran pada item ini
sangat obyektif karena melihat dari luas kantong luka yang sudah
diukur oleh peneliti dan dikategorikan sesuai dengan isi item
Pocket / Undermining tersebut.
73
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki keterbatasan.
Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengkajian luka tekan pada pasien tirah baring tidak dapat dilakukan
langsung oleh peneliti dikarenakan penelitiannya mengkaji pasien tirah
baring yang sudah didiagnosa luka tekan oleh perawat.
2. Jumlah pasien luka tekan yang sangat jarang ditemukan di beberapa rumah
sakit tempa penelitian dilaksanakan, sehingga penelitian yang dilakukan
menggunakan foto yang diambil dari rekam medik pasien luka tekan yang
dirawat di rumah sakit Tokyo.
3. Instrumen foto luka yang diteliti oleh responden bukan berasal dari
pengkajian langsung oleh peneliti ke pasien luka tekan di klinik,
melainkan foto yang diambil dari data rekam medik Rumah sakit Tokyo,
sehingga ada kekurangan data penunjang untuk memenuhi penilaian
instrument DESIGN.
74
BAB V
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Memberikan wawasan tambahan bahwa insrumen skala DESIGN
merupakan alat yang digunakan untuk memonitor perkembangan
penyembuhan luka tekan yang diidentifikasi dengan menggunakan foto luka
tekan pasien.
2. Bagi institusi pendidikan
Sumber informasi yang bermanfaat untuk mengembangkan literatur
dalam ilmu keperawatan medikal bedah khususnya dibidang keperawatan
luka. Instrumen skala DESIGN ini dapat dimasukan dalam proses
pembelajaran untuk memperkaya evidence based nursing.
75