Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit

yang menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit.Luka juga

dapat diartikan sebagai interupsi kontinuitas jaringan, biasanya akibat

dari suatu trauma atau cidera. Luka dapat diklasifikasikan secara

umum yaitu; luka akut dan luka kronis (Rohmayanti & Kamal, 2015).

Seseorang yang mengalami luka akan menimbulkan seperti

kerusakan kulit, jaringan otot, bahkan sampai tulang. Penyebab

terjadinya luka dapat disebabkan oleh berbagai macam dan termasuk

jenis lukanya. Luka dapat diketagorikan dalam beberapa kategori yaitu

luka tertutup dan luka terbuka, kemudian luka akut dan luka kronik.

Luka tersebut terdiri dari beberapa kategori yaitu luka abrasi (lecet),

luka laserasi (luka robek), luka kontusio (luka memar), dan luka tusuk

(Suriadi, 2009).

Secara fisiologis, tubuh dapat memperbaiki kerusakan jaringan

kulit (luka) sendiri yang dikenal dengan penyembuhan luka terdiri atas

tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi atau

remodeling. Proses perbaikan sel (penyembuhan luka) bergantung

pada kedalaman luka kulit. Proses ini terjadi secara sederhana

1
2

yangdiawali dengan pembersihan (debris) area luka, pertumbuhan

jaringan baru hingga permukaan datar, dan pada akhirnya luka

menutup (Arisanty, 2013).

Pelayanan keperawatan yang diberikan secara menyeluruh

salah satunya adalah perawatan lukayang harus dilaksanakan sesuai

dengan prosedur tetap. Prosedur perawatan luka ini bertujuan agar

mempercepat proses penyembuhan dan bebas dari infeksi, indikator

adanya infeksi akibat perawatan luka yang tidak baik adalah terjadinya

infeksi nosokomial yang merupakan infeksi yang didapat atau yang

timbul pada waktu pasien dirawat dirumah sakit (Noch, Rompas, &

Kallo, 2015).

Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan harus

sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta selalu menunjukan

sikap dan tingkah laku profesional yang sesuia dengan etika profesi

keperawatan yang merupakan kesadaran dan pedoman yang

mengatur nilai-nilai moral dalam melaksanakan kegiatan profesi

keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan tetap

terjaga (Noch, Rompas, & Kallo, 2015)

Salah satu upaya untuk menjaga keselamatan pasien dengan

menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam setiap

tindakan perawat. Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan dan menghindari tuntutan malpraktik. Setiap system


3

manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO kemudian

disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkompeten untuk

melaksanakannya (Nazvia & Ahas, 2014).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Natasia dan

Loeqijana mengatakan hasil yang didapat menunjukan bahwa

sebagian perawat yang kurang patuh terhadap SPO sebanyak 57,9%

(Natasia & Loeqijana, 2014).

Ada beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan SPO

seperti, motivasi, persepsi, sikap, dan tingkat pendidikan. Penelitian

yang dilakukan oleh (Noch, Rompas, & Kallo, 2015) tentang hubungan

tingkat pendidikan dan sikap dengan pelaksanaan prosedur tetap

perawatan luka dengan menggunakan metode purposive sampling

dan hasil penelitiannya menunjukan nilai P pada tingkat pendidikan

0,003 dan nilai P pada sikap 0,044. Hal ini menunjukan terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dan sikap dengan pelaksanaan

prosedur tetap perawatan luka.

Penelitianyang dilakukan oleh (Natasia & Loeqijana, 2014)

tentang faktor yang mempengaruhi kepatuhan pelaksanaan SPO

asuhan keperawatan dengan menggunakan metode purposive

sampling dan hasil penelitiannya menunjukan nilai P pada motivasi

0,040 dan nilai P pada persepsi 0,026. Hal ini menunjukan terdapat
4

hubungan antara motivasi dan persepsi dengan kepatuhan

pelaksanaan SPO asuhan keperawatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian Instalasi Rekam

Medic RS Ibnu Sina pada bulan agustus-oktober tahun 2015

ditemukan sebanyak 52 pasien yang melakukan perawatan luka

dilantai 2, 284 pasien yang melakukan perawatan luka dilantai 3, dan

21 pasien yang melakukan perawatan luka dilantai 4. Pada tahun 2015

jumblah perawat RS Ibnu Sina 165 orang (RS Ibnu Sina YW UMI,

2013).

Dari permasalahan tersebut diatas, membuat penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul : Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan

Perawatan Luka Sesuai Dengan Standar Prosedur Operasional (SPO)

di Rumah Sakit Ibnu Sina Tahun 2014-2015. Diketahui bahwa kasus

ini merupakan kasus yang sangat penting karena jika tidak dilakukan

sesuai dengan Standar Prosedur Operasional maka luka itu akan

mengalami komplikasi. Hal inilah yang menjadi latar belakang

dilakukannya penelitian.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara usia dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka ?


5

2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dan kepatuhan

perawat dalam pelaksanaan perawatan luka ?

3. Apakah ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka ?

4. Apakah ada hubungan antara persepsi dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai

dengan SPO di RS Ibnu Sina.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara usia dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka.

b. Mengetahui hubungan antara motivasi dengan kepatuhhan

perawat dalam pelaksanaan perawatan luka.

c. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka.

d. Mengetahui hubungan antara persepsi dengan kepatuhan

perawat dalam pelaksanan perawatan luka.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan keilmuan, pengalaman, dan

pengembangan diri peneliti dibidang penelitian.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan Manajemen Rumah Sakit untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan dalam hal ini keperawatan dan tindakan

rumah sakit dalam rangka menanggulangi terjadinya infeksi

nosokomial diantaranya dengan pelaksanaan Standar Prosedur

Operasional (SPO) pada pasien yang menjalani perawatan luka

yang benar.

3. Bagi Institusi

Sebagai referensi atau sumber pustaka tentang pengalaman

perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional

(SPO) perawatan luka di RS Ibnu Sina.

4. Bagi peneliti berikutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi

dan merupakan bahan bacaan untuk peneliti berikutnya.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Luka

1. Defenisi dan Epidemiologi

Luka adalah terputusnya kontuinitas jaringan karena cedera

atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur

anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan

(Arisanty, 2013).

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan

tubuh yang dapat menyebabkan terganggungnya fungsi tubuh

sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (Sujono & Harmoko,

2012).

Luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi.Luka akut

memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat

diprediksi. Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan,

luka trauma dan luka lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka

bedah mencapai 2,30% sampai dengan 18,30%. Pada luka kronik

waktu penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan dikatakan

sembuh jika fungsi dan struktur kulit telah utuh. Jenis luka kronik

yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetic, dan luka

kanker (Meidina & Rosina, 2012).

7
8

Pada umumnya luka dapat sembuh dengan sendirinya. Luka

akan mengalami kegagalan penyembuhan jika ada factor yang

menghambat sehingga luka yang awalnya bisa menjadi luar biasa

sulit untuk sembuh. Ada beberapa faktor yang sangat berbepan

dalam mendukung penyembuhan luka, yaitu faktor local dan faktor

umum (Arisanty, 2013).

Faktor local yang dapat mendukung penyembuhan luka adalah

kondisi luka, seperti hidrasi luka, penatalaksanaan luka, temperatur

luka, adanya tekanan, gesekan, atau keduanya, adanya benda

asing, dan tidak ada infeksi. Faktor umum yang daapat

menghambat penyembuhan luka adalah kondisi pasien secara

umum, seperti faktor usia, penyakit penyerta, vaskularisasi, nutrisi,

kegemukan, gangguan sensasi dan pergerakan, status psikologis,

terapi radiasi, dan obat-obatan (Arisanty, 2013).

2. Macam-macam Luka (vulnus)

Berdasarkan penyebab luka terdiri dari luka mekanik dan luka

non mekanik. Luka mekanik terdiri dari :

a. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam, pinggir luka

rapi.

b. Vulnus contusum atau luka memar akibat cidera jaringan bawah

kulit akibat benturan benda tumpul.


9

c. Vulnus kaceratum atau luka robek akibat mesin atau benda

lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan dalam.

d. Vulnus punctum atau luka tusuk yang kecil di bagian luar

(bagian mulut luka), namun luka tusuk besar di bagian dalam

luka.

e. Vulnus seloferadum atau luka tembak akibat tembakan peluru,

bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.

f. Vulnus morcum atau luka gigitan yang tidak jelas bentuknya

pada bagian luka.

g. Vulnus abrasion atau luka terkikis yang terjadi pada bagian

luka. Tidak sampai ke pembuluh darah (Sujono & Harmoko,

2012).

3. Tipe Luka Berdasarkan Anatomi Kulit

Luka berdasarkan anatomi kulit atau kedalamannya menurut

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) diklasifikasikan

menjadi stadium 1, stadium 2, stadium 3, stadium 4, dan

unstageable.

a. Stadium 1. Luka dikatakan stadium 1 (satu) jika warna dasar

luka merah dan hanya melibatkan lapisan epidermis, epidermis

masih utuh atau tanpa merusak epidermis. Epidermis hanya

mengalami perubahan warna kemerahan, hangat atau dingin,


10

kulit melunak, dan ada rasa nyeri atau gatal. Contoh luka

stadium 1 adalah kulit yang terpapar matahari atau sunburn.

b. Stadium 2. Luka dikatakan stadium 2 (dua) jika warna dasar

luka merah dan melibatkan lapisan epidermis-dermis. Luka

menyebabkan epidermis terpisah dari dermis dan atau

mengenai sebagian dermis (partial thickness). Umumnya

kedalaman luka hingga 0,4 mm, namun biasanya bergantung

pada lokasi luka.

c. Stadium 3. Luka dikatakan stadium 3 (tiga) jika warna dasar

luka merah dan lapisan kulit mengalami kehilangan epidermis,

dermis, hingga sebagian hypodermis (full thickness). Umumnya

kedalaman luka hingga 1 cm (sesuai dengan lokasi luka pada

tubuh bagian mana). Pada proses penyembuhan luka kulit akan

menumbuhkan lapisan-lapisanyang hilang (granulasi) sebelum

menutup (epitelisasi).

d. Stadium 4. Luka dikatakan stadium 4 (empat) jika warna dasar

luka merah dan lapisan kulit mengalami kerusakan dan

kehilangan lapisan epidermis, dermis, hingga seluruh

hypodermis, dan mengenai otot dan tulang (deep fill-thickness)

e. Unstageable. Luka dikatakan tidak dapat ditentukan stadiumnya

(unstageable) jika warna dasar luka kuning atau hitam dan


11

merupakan jaringan mati (nekrosis), terutama jika jaringan

nekrosis 50% berada didasar luka (Arisanty, 2013).

4. Tipe Luka Berdasarkan Warna Dasar Luka

Luka dapat dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau

penampilan klinis luka (clinical appearance).

a. Hitam (black). Warna dasar luka hitam artinya jaringan

nekrosis (mati) dengan kecendrungan keras dan kering.

Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi yang baik dari

tubuh sehingga mati. Luka dengan warna dasar hitam

beresiko mengalami deep tissue injury atau kerusakan kulit

hingga tulang, dengan lapisan epidermis masih terlihat utuh.

b. Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning artinya jaringan

nekrosis (mati) yang lunak berbentuk seperti nanah beku

pada permukaan kulit yang sering disebut dengan slough.

Jaringan inijuga mengalami kegagalan vaskularisasi dalam

tubuh dan memiliki eksudat yang banyak hingga sangat

banyak.

c. Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan

granulasi dengan vaskularisasi yang baik dan memiliki

kecenderungan mudah berdarah. Warna dasar merah

menjadi tujuan klinis dalam perawatan luka hingga luka

dapat menutup.
12

d. Pink. Warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses

epitelisasi dengan baik menuju maturasi. Aritinya luka sudah

menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu

untuk tetap dilindungi selama proses maturasi terjadi

(Arisanty, 2013).

5. Kontaminasi Bakteri Pada Luka

Luka yang terinnfeksi merupakan satu masalah besar dan

kondisi ini memperumit penatalaksanaan perawatan luka. Infeksi

dapat memperberat keadaan luka, mengurangi kekuatan jaringan

yang tumbuh (granulasi), dan merangsang proses inflamasi yang

tidak diinginkan. Infeksi merupakan satu proses yang tahapannya

dimulai dari pertumbuhan kuman dan reaksi tumbuh terhadap

kuman tersebut. Tahapan ini dimulai dari kontaminasi, kolonisasi,

kolonisasi kritis, dan infeksi.

a. Luka kontaminasi. Luka kontaminasi adalah luka yang

terkontaminasi sejumlah bakteri atau mikroorganisme yang

bereplikasi tanpa menimbulkan respon host (tubuh).

b. Luka kolonisasi. Luka kolonisasi adalah luka yang memiliki

sejumblah mikroorganisme dan telah bereplika lebih banyak

sehingga membentuk lapisan tipis dipermukaan luka. Tidak ada

tanda infeksii local dan sistemik, yang ada hanya perubahan

warna pada dasar luka merah.


13

c. Luka kolonisasi kritis. Luka kolonisasi kritis adalah kondisi luka

yang terdapat mikroorganisme bereplikasi dalam jumblah

banyak, namun sudah menimbulkan respon tubuh (host) secara

local.

d. Luka infeksi. Luka infeksi adalah luka dengan replikasi

mikroorganisme lebih dari 10 pangkat lima (>10 5) per gram

jaringan, yang dapat dikketahui melalui kultur cairan (Arisanty,

2013).

6. Tipe Penyembuhan Luka

Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan dari proses

penyembuhan lukanya. Tipe penyembuhan luka dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

a. Penyembuhan primer yaitu penyembuhan luka dengan alat

bantu seperti jaritan, klip atau tape, misalnya; luka operasi

laserasi dan lainnya.

b. Penyembuhan sekunder yaitu penyembuhan luka pada tepi kulit

yang tidak dapat menyatu dengan cara pengisian jaringan

granulasi dan kontraksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple

trauma, ulkus diabetik, dan lainnya

c. Penyembuhan primer yang terlambat atau tersier, yaitu ketika

luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan

perawatan luka atau pembersihan luka secara intensif maka


14

luka tersebut termasuk penyembuhan primer yang terlambat.

Penyembuhan luka tersier diprioritaskanmenutup dalam 3-5 hari

berikutnya. Misalnya luka terinfeksi, luka infeksi pada abdomen

dibiarkan terbuka untuk mengeluarkan drainase sebelum

ditutupkembali, dan lainnya (Rohmayanti & Kamal, 2015).

7. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis.

Proses ini tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang

bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endegon

seperti; umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi

metabolic. Fase-fase penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga

fase, yaitu;

a. Fase inflamasi, yaitu fase yang terjadi ketika awal terjadinya

luka atau cedera (0-3 hari).

b. Fase rekontruksi yaitu fase ini akan dimulai dari hari ke-2

sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini dibagi menjadi fase

destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase.

c. Fase maturasi, merupakan fase remodeling, dimana fungsi

utamanya adalah meningkatkan kekuatan regangan pada luka.

Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi dan


15

ukuran skar. Fase ini biasanya membutuhkan waktu antara 24

hari sampai 1 tahun (Rohmayanti & Kamal, 2015).

8. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Vaskularisasi, luka membutuhkan peredaran darah yang baik.

b. Anemia, dapat memperburuk atau menghambat proses

penyembuhan.

c. Usia, proses penuaan dapat memperlambat proses

penyembuhan luka.

d. Penyakitlain,beberapa penyakit dapat memperlambat

penyembuhan luka, misalnya, diabetes militus dan ginjal.

e. Nutrisi, merupakan unsure utama dalam proses penyembuhan

luka.

f. Kegemuka, obat-obatan, merokok dan stress berpengaruh

terhadap proses penyembuhan luka (Sujono & Harmoko, 2012).

B. Tinjauan Tentang Perawatan Luka

1. Defenisi Perawatan Luka

Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang sering

dilakukan di rumah sakit yang apabila tidak dilakukan dengan

SOP maka kemungkinan terjadi infeksi klinis karena perawatan

luka cukup tinggi dan ini akan menambah tingginya biaya

perawatan dan angka kesakitan pasien. Komplikasi yang dapat

terjadi karena perawatan luka post operasi lain adalah oedema,


16

hematoma, perdarahan sekunder, luka robek, fistula, adesi atau

timbulnya jaringan scar (Uun, Mumpuni, & Toto, 2013).

Perawatan luka tergantung dari derajat luka tersebut, semakin

dalam lapisan kulit yang terkena, maka akan memakan waktu yang

lebih lama. Apalagi pasien memiliki riwayat penyakit yang

memperlama penyembuhan luka seperti diabetes militus

(Rohmayanti & Kamal, 2015).

2. Prinsip Perawatan Luka Umum

Perawatan luka akan tergantung pada jenis luka, berat

ringannya luka, ada tidaknya perdarahan dan resiko yang dapat

menimbulkan infeksi. Prinsip perawatan umum pada luka tipe

umum sebagai berikut.

a. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau larutan

antiseptic

b. Segera pantau luka kemungkinan ada benda asing dalam

luka

c. Bersihkan luka dengan antiseptic atau sabun antiseptic, bila

lukanya dalam, bersihkan dengan normal salin dari pusat

luka kea rah keluar, setelah luka dibersihkan kemudian

lakukan irigasi luka dengan normal salin.

d. Keringkan luka dengan kasa steril yang lembut

e. Berikan antibiotic atau obat antiseptic yang sesuai


17

f. Tutp luka dengan kasa steril dan paten

g. Tinggikan posisi area luka bila ada perdarahan dan

immobilisasi (Suriadi, 2009).

3. Prinsip Perawatan Luka Akut

Beberapa hal yang perlu diingat terkait perawatan luka akut

adalah waktu penyembuhan luka dan proses yang terjadi pada

setiap fasenya. Fase inlamasi (pembersihan luka atau debresi) 0-2

hingga 5 hari, fase poliferasi hingga epitelisasi (luka menutup) 2

hingga 5-21 hari (3 minggu), dan fase maturasi (penguatan

struktur) 21 hari hingga 2-3 tahuN (Arisanty, 2013).

Dalam prinsip perawatan luka akut (pasca-pembedahan) steril,

penanganan luka secara steril, terutama pada fase inflamasi

hingga proliferasi yaitu sekitar 21 hari. Pada usia luka 21 hari, luka

menutup dengan kesempurnaan kulit sekitar 20% sehingga

kemungkinan kuman dapat mengontaminasi luka sangat kecil.Pada

prinsipnya, luka apapun akan mengalami proses penyembuhan

yang sama, yaitu dari inflamasi hingga maturasi, namun beberapa

kondisi menghambat penyembuhan luka. Walaupun melalui proses

penyembuhan yang sama, penatalaksanaan masing-masing luka

akan berbeda yang bergantung pada kondisi luka, factor penyulit,

dan factor lingkungan. Berikut ini adalah hal-hal yang harus


18

diperhatikan selama perawatan luka akut steril sehingga tidak

menyebabkan luka infeksi.

a. Pertahankan prinsip steril selama tindakan dengan:

1) Menggunaka sarung tangan steril,

2) Menggunakan alat-alat steril,

3) Menggunakan balutan steril, dan

4) Meminimalkan kontaminasi selama tindakan.

b. Luka akut steril selama terlindungi akan sembuh dengan

sendirinya

c. Lindungi luka dengan menggunakan balutan penutup yang

dapat meminimalkan kontaminasi kuman dari luar, misalnya

dengan menggunakan balutan (hydrocolloid), kasa dan

transparent film, dll.

d. Ganti balutan minimal setiap 3 hari sekali dan maksimal 7 hari

sekali (sesuaikan dengan kondisi luka) (Arisanty, 2013).

4. Penatalaksanaan Luka Kronis

Penatalaksanaan luka kronis sedikit berbeda dengan luka akut

karena kondisi lukanya berbeda walaupun pada prinsipnya

penatalaksanaan luka sama, yaitu mengontrol dan menghilangkan

penyebabnya (pressure, shear, friction, moisture, neuropathy),

meciptakan dukungan sistemik (nutrisi dan cairan, edema, GDS),

dan menciptakan serta mempertahankan lingkungan luka. Hal yang


19

harus diperhatikan saat merawat luka kronis, adalah sebagai

berikut.

a. Pengkajian berkelanjutan.

b. Persiapan dasar luka merupakan kegiatan spesifik yang wajib

dilakukan pada luka kronis.

c. Kebutuhan penanganan dengan prinsip steril atau bersih

d. Peningkatan berkualitas hidup pasien.

e. Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga.

f. Perbaikan aktivitas sehari-hari pasien hingga kemampuan

optimal (Arisanty, 2013).

Penatalaksanaan luka yang tidak tepat menghambat

penyembuhan luka. Tenaga kesehatan harus memahami proses

penyembuhan luka dan kebutuhan pada setiap fasenya. Kebersihan

luka dan sekitar harus diperhatikan, kumpulan lemak dan kotoran pada

sekitar luka harus selalu dibersihkan. Saat pencucian luka, pilih cairan

pencuci yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang

sehat.Pemilihan balutan (topical therapy) harus disesuaikan dengan

fungsi dan manfaat balutan terhadap luka. Kadang tenaga kesehatan

kurang memperhatikan pentingnya pencucian di setiap penggantian

balutan (Arisanty, 2013).


20

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah


Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Artinnya:

Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai


dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah
Subhanahu wa Taala. (HR. Muslim)

5. Mengganti Verband dan Merawat Luka Sesuai SPO

Prosedur tetap perawatan luka sesuai denganStandar Prosedur

Operasional (SPO) diRumah Sakit Ibnu Sina Makassar yang

diterbitkan pada tahun 2011 sebagai berikut :

a. Pengertian

Mengganti verband luka untuk mencegah trauma (injuri) pada

kulit, membrane mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh

adanya fraktur, dan luka operasi yang dapat merusak permukaan

kulit.

b. Tujuan

1) Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit

dan membrane mukosa

2) Membersihkan luka dari benda asing atau debois.

3) Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan.

4) Memberikan obat pada luka.


21

5) Drainage untuk memudahkan pengeluaran eksudat

6) Mencegah perdarahan

7) Mencegah exsotiasi kulit atau sekitar drain

8) Mempercepat penyembuhan dan member rasa nyaman.

c. Kebijakan

1) Adanya SAK yang diperlakukan di Rumah Sakit

2) Adanya Juknis penerapan SAK yang berlaku dirumah sakit

3) SK Pemberlakuan Prosedur Tetap.

d. Prosedur

1) Pada waktu tertentu (bila diperlukan)

2) Pada waktu rutin (hari ke 4 post operasi)

3) Persiapan alat ;

Bak steril bersih :

a) Pinset anatomi 2 buah

b) Pinset sirurgih 1 buah

c) Gunting jaringan 1 buah

d) Handscoon 1 pasang

e) Hass steril

f) Koom 1 buah berisi betadine

Diluar bak steril :

a) Plester/hepafix

b) Kapas alcohol dalam tempatnya


22

c) Gunting plester

d) Neerbaken 1 buah

e) H2O2 anatu NaCl 0,9%

f) Tempat sampah

g) Supratul/salep/obat-obat sesuai instruksi

e. Cara Kerja

1) Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilaksanakan.

Jawab pertanyaan pasien

2) Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi atau anak

kecil, sebaiknya dalam melakukan tindakan dilakukan oleh 2

orang perawat.

3) Jaga privacy pasien (tutup pintu atau pasang sampiran)

4) Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan.

Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut untuk

menutup pasien bila perlu.

5) Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir, kemudian

keringkan dengan handuk bersih

6) Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau.

Bias dari pasang pada sisi tempat tidur

7) Membuka plester atau balutan, jika menggunakan plester

angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah

luka. Gunakan kapas alcohol untuk melepaskan jika perlu


23

8) Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan

kering dan menggunakan sarung tangan dengan pinset jika

balutan lembab atau ada hass yang dililitkan pada drain

gunakan 2 buah pinset. Angkat balutan menjauhi pasien

(tempat sampah atau kantong plastic)

9) Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan

luka

10) Membersihkan luka menggunakan pinset serugi dan anatomi

dengan hass sterol yang dibasahi dengan cairan antiseptic /

desinfektan, lalu letakkan pinset ujungnya lebih rendah dari

pada pegangannya. Gunakan hass steril satu kali mengoles,

bersihkan dari insisi kearah drain

a) Bersihkan dari atas kebawah dari pada insisi dan dari

tengah keluar

b) Jika ada drain bersihkan sesudah insisi

c) Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer,

bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan

melingkar.

11) Ulangi pembersihan sampai semua dranage terangkat

12) Olesi zalf / powder / supratull. Ratakan powder diatas luka dan

gunakan alat steril untuk menutup luka (hass steril)


24

13) Gunakan verband gulung atau plester (hepapix) untuk

mengamankan penutup luka

14) Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan

15) Rapikan alat dan angkat semua peralatan serta kantong plastic

(tempat sampah) yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan

buang sampah dengan baik.

16) Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir

17) Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada

perawat yang bertanggung jawab. Catat penggantian balutan,

kaji keadaan luka dan respon pasien.

f. Membersihkan daerah drain :

Daerah drain dibersihikan sesudah insisi

Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah terkontaminasi

karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri

dan daerah drain yang paling banyak mengalami kontaminasi. Jika

letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari ujung kearah

drain. Gunakan hass yang lain, kulit sektar drain harus dibersihkan

dengan antiseptic.

g. Unit terkait

1) Ruang rawat inap

2) Ruang rawat jalan

3) UGD
25

4) Ruang OK(RS Ibnu Sina YW UMI, 2013).

C. Tinjauan Mengenai Faktor-Faktor Kepatuhan Perawat

1. Persepsi

Persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap

orang dalam memahami informasi tentang kesehatan. Persepsi

perawat pelaksana dalam melihat pekerjaan dan lingkungannya

dapat memberikan dampak bagi kinerja yang ditunjukan perawat

dalam memberikan pelayanan keperawatan dan persepsi perawat

terhadap pekerjaannya juga mempengaruhi kepatuhan perawat

terhadap pelaksanaan SPO.

Persepsi perawat terhadap pekerjaanya meliputi lingkungan

kerja yang baik anggota kelompok atau tim yang kompak dalam

melaksanakan pekerjaan, yang mendorong perawat merasa

tertantang dengan lingkungan pekerjaan saat ini. Beberapa faktor

yang membentuk persepsi adalah faktor diri (sikap, motif,

kepentingan, pengalaman, penghargaan), faktor situasi ( waktu,

keadaan atau tempat kerja, keadaan sosial), dan faktor target ( hal

baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan) (Natasia

& Loeqijana, 2014).

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat


26

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan (Mamuji & Asrin, 2009).

Tingkat pendidikan merupakan pengetahuan seseorang tentang

kesehatan yang didapat saat bersekolah atau kuliah dulu.

Pendidikan dalam keperawatan sangat berpengaruh dalam

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan dan

kesehatan. Selain itu pendidikan tinggi keperawatan menghasilkan

perawat yang bersikap professional mencakup keterampilan

intelektual, interpersonal, dan teknikal (Noch, Rompas, & Kallo,

2015)

3. Motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan

ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi

dalam bekerja sangat berperan penting karena mendorong

sesorang untuk menyelesaikan pekerjaanya dengan standar yang

benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan.Motivasi kerja

juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Dengan diberlakukannya reward and punishment terhadap

karyawan akan sangat berpengaruh terhadap kinerja. Reward atau

kompensasi adalah alat untuk menciptakan iklim kondusif yang

akan mendorong pegawai untuk bekerja lebih produktif dan

meningkatkan prestasi (Natasia & Loeqijana, 2014)


27

4. Usia

Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan

suatu benda atau makhluk, baik yang hidup mapun mati. Semisal

umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir

hingga waktu umur itu dihitung.

Kategori Usia Menurut Depkes RI (2009) :

a. Masa balita = 0 5 tahun

b. Masa kanak-kanak = 5 11 tahun

c. Masa remaja awal = 12 -16 tahun

d. Masa remaja akhir = 17 25 tahun

e. Masa dewasa awal = 26 35 tahun

f. Masa dewasa akhir = 36 45 tahun

g. Masa lansia awal = 46 55 tahun

h. Masa lansia akhir = 56 65 tahun

i. Masa manula = > 65 (Wibowo, 2014).


28

D. Tinjauan Asuhan Keperawatan Luka

1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat:

Tanda: penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang

gerak pada area yang sakit, gangguan masa otot, dan

perubahan tonus.

b. Sirkulasi

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):

hipotesis (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitras

yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan

nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik), takikardia, distrimia,

pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c. Integritas ego.

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,

kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,

menarik diri dan marah (Taqiyyah & Mohammad, 2013).

d. Eliminasi

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat,

warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,

mengidentifikasi kerusakan otot dalam, penurunan bising


29

usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar

dari 20% sebagai stress penurunan mobilitas/peristaltic gastric.

e. Makanan/cairan.

Tanda: edema jaringan umum, anoreksia, mual muntah.

f. Neurosensori

Gejala: area batas, kesemutan

Tanda: perubahan orientasi, efek, perilaku, penurunan reflex

tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, kerusakan

retinal, penurunan ketajaman penglihatan.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala: berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama

secara eksteren sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan

udara dan perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedaang

derajat dua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar

ketebalan dreajat dua tergantung pada keutuhan ujung saraf,

luka bakar derajat tiga tidak nyeri (Taqiyyah & Mohammad,

2013).

h. Pernapasan

Gejala: terkurung dalam ruangan tertutup, terpajan lama

(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak, batuk, mengi,

partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan

sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera inhalasi.


30

i. Keamanaan.

Tanda: kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak

terbukti selama 3-5 hari yang berhubungan dengan proses

trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tidak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan

pengisisan kapiler lambat pada adanya penurunan curah

jantung yang berhubungan dengan kehilangan cairan.

j. Pemeriksaan diagnostic:

1) LED: mengkaji hemokonsentrasi

2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan

biokimia.

3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji

fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap

4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal

5) Urinalisis menunjukan mioglobin dan hemokromogen

menandakan kerusakan otot pada luka bakar(Taqiyyah &

Mohammad, 2013)

6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap

7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat

menurun pada luka bakar massif

8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera

inhalasi asap.
31

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan yang b.d kehilangan cairan melalui

rute abnormal. Peningkatan kebutuhan: status hipermetabolik,

ketidakcukupan pemasukan.

b. Nyeri yang b.d kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.

Manifulasi jaringan cedera contoh debriment luka.

c. Resiko tinggi infeksi yang b.d pertahanan primer tidak adekuat,

kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatic. Pertahanan

sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, penekanan respon

inflamasi

d. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh

(trauma) (Taqiyyah & Mohammad, 2013).

3. Intervensi

a. Kekurangan volume cairan yang b.d kehilangan cairan melalui

rute abnormal. Peningkatan kebutuhan: status hipermetabolik,

ketidakcukupan pemasukan. Kehilangan pendarahan.

Tujuan: pemulihan volume cairan optimal

Intervensi:

1) Awasi haluaran urine dan berat jenis. Observasi warna urine

dan hemates sesuai indikasi.

R/ : pergantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-

rata haluaran urine 30-50 ml/jam


32

2) Perkiraan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak

3) Pertahankan pencatatan kumulatrif jumblah dan tipe

pemasukan cairan

b. Nyeri yang b.d kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.

Manipulasi jaringan cedera contoh debrimen luka.

Tujuan: nyeri berkurang

Intervensi:

1) Kaji skala nyeri

2) Atur posisi tidur senyaman mungkin

3) Anjurkan klien untuk teknik relaksasi

4) Lakukan prosedur pencucian luka dengan hati-hati

(Taqiyyah & Mohammad, 2013)

c. Resiko tinggi infeksi yang b.d pertahanan primer tidak adekuat;

kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan

sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respon

inflamasi.

Tujuan: tidak terjadinya infeksi

Intervensi:

1) Implementsikan teknik isollasi yang tepat sesuai indikasi

2) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk

semua individu yang dating kontak dengan pasien.


33

3) Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic

ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian

steril/baru.

d. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh

(trauma)

Intervensi;

1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap

tubuhnya

2) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan

prognosis penyakit

3) Dorong klien mengungkapkan perasaannya

Fasilitas kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

(Taqiyah & Mohammad, 2013)


34

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Menurut uraian kepustakaan, dua faktor utama yang dapat

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan

luka adalah tingkat pengetahuan dan persepsi. Namun, penelitian ini

dimaksudkan untuk mencari faktor-faktor dari sampel, maka dari itu

variable yang akan diteliti dibatasi pada variable yang dapat

memberikan gambaran faktor-faktor dari sampel tersebut, yaitu usia,

tingkat pendidikan, persepsi, dan motivasi pada perawat dalam

melakukan pelaksanaan perawatan luka yang sesuai dengan Standar

Prosedur Operasional (SPO).

Berdasarkan peran dan kedudukannya, maka variabel yang

diteliti dikelompokkan atas :

1. Variable Dependen : Kepatuhan perawat dalam perawatan luka

2. Variable Independen : Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti

usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan persepsi

34
35

B. Kerangka konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Usia

Tingkat Pendidikan

Motivasi

Lama Kerja

Kepatuhan Perawat
Persepsi

Terapi Luka

Antibiotic + Debridemen

Topical

Grafik 2-1.Hubungan Antara Variabel

Ket : . : Tidak diteliti

: Diteliti
36

C. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan alat ukur kuisioner dengan cara

mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab

pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan yang diajukan dapat juga

dibedakan menjadi pertanyaan terstruktur, peneliti hanya menjawab

sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan dan tidak terstruktur,

yaitu subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan

yang diajukan secara terbuka oleh peneliti.

1. Kepatuhan Perawat

a. Definisi

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul

akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien

sehingga pasien mengerti rencana dengan segala

konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta

melaksanakannya. Kepatuhan diukur dengan cara kerja

perawat yang sesuai dengan SPO di Rumah Sakit.

b. Kriteria Objektif

Patuh : Apabila dilakukan sesuai SPO >75%


Tidak patuh : Apabila tidak dilakukan sesuai SPO < 75%
37

2. Usia

a. Defenisi

Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup

maupun mati.

Usia diukur menggunakan alat ukur kuisioner yang

diberikan kepada perawat.

b. Kriteria objektif

Dewasa awal : Dikatakan dewasa awal apabila berusia 26-

35 tahun

Dewasa akhir : Dikatakan dewasa akhirapabila berusia 36-45

tahun

3. Tingkat Pendidikan

a. Defenisi

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,

keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang

diturunkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya melalui

pengajaran, pelatihan atau penelitian.

Tingkat pendidikan di ukur menggunakan alat ukur

kuisioner yang diberikan kepada perawat.

b. Kriteria objektif

Professional : Apabila pendidikannya S1 Keperawatan


38

Ners.

Vokasional : Apabila pendidikannyaD-III.

4. Persepsi

a. Defenisi

Persepsi adalah kemampuan responden dalam melihat

pekerjaan atau lingkungannya dan dapat memberikan dampak

bagi kinerja yang ditunjukan responden dalam memberikan

pelayanan kesehatan.

Persepsi diukur menggunakan alat ukur kuisioner yang

berisikan 27 pertanyaan yang akan diberikan kepada perawat.

b. Kriteria objektif

Positif : apabila skorya > 75%

Negative : apabila skornya < 75%

5. Motivasi

a. Defenisi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,

arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai

tujuannya.

Motivasi diukur menggunakan alat ukur kuisioner yang

berisikan 23 pertanyaan untuk diberikan pada perawat

b. Kriteria Objektif

Tinggi : apabila skornya >75%


39

Rendah :apabila skornya < 75%

D. Hipotesis

1. Hipotesis Nol

Tidak ada hubungan antara usia, tingkat pendidikan, motivasi,

dan persepsi dengan kepatuhan perawat dalam perawatan luka di

ruang rawat inap RS. Ibnu Sina.

2. Hipotesis Alternatif

a) Ada hubungan usia dengan kepatuhan perawat dalam

perawatan luka di ruang rawat inap RS. Ibnu Sina

b) Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan perawat

dalam perawatan luka di ruang rawat inap RS. Ibnu Sina

c) Ada hubungan motivasi kerja yang meliputi motivasi kebutuhan

fisiologis, motivasi kebutuhan rasa aman, motivasi kebutuhan

akan penghargaan, motivasi kebutuhan aktualisasi diri dengan

kepatuhan perawat dalam perawatan luka di ruang rawat inap

RS. Ibnu Sina.

d) Ada hubungan persepsi perawat tentang kepatuhan perawat

dengan perawatan luka di ruang rawat inap RS. Ibnu Sina.


40

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian desain cross

sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu

pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen

hanya satu kali pada satu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya

tidak semua subjek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada

waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun

variabel dependen dinilai hanya satu kali saja.

Metode yang akan digunakan untuk memperoleh data dengan

menganalisa kuisioner dimana yang menjadi subjek dalam penelitian

ini adalah perawat pelaksana yang bekerja di Rumah Sakit Ibnu Sina.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai sejak pengambilan data awal pada

tanggal 14 Desember 2015.

40
41

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang

bekerja diRumah Sakit Ibnu Sina Makasar pada lantai 3 sebanyak

30 orang perawat, dan lantai 4 sebanyak 16 orang perawat,

sehingga total populasi yaitu sebanyak 46 orang perawat.

2. Sampel dan Responden

a. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan

memperhatikan strata (tingkatan) didalam populasi.

b. Criteria Inklusi dan Eksklusi

1) Inklusi

Seluruh perawat lantai 3 dan lantai 4

2) Eksklusi

Perawat yang tidak bersedia menjadi responden

c. Besar Sampel

Sampel yaitu perawat yang bekerja di Rumah Sakit Ibnu

Sina dari lantai 3, dan lantai 4. Penentuan besar sampel dalam

penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus Slovin:

n= N

1 + N(d)2
42

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan

(0.5)2

Cara pengambilan sampel:

n= 46

1 + 46 (0,05)2

n= 46

1 + 46 (0,0025)

n= 46

1,116

n= 41

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 41

responden. Setelah besar sampel diketahui, maka langkah

selanjutnya adalah menentukan berapa ukuran sampel untuk

setiap lantai dengan menggunakan Alokasi Proposional.

n1 = N1 x n atau n2 = N2 x n

N N

Keterangan:

n1 : besar sampel dilantai 3

n2 : besar sampel dilantai 4


43

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

N1 : jumlah populasi dilantai 3

N2 : jumlah populasi dilantai 4

Cara pengambilan sampel untuk setiap lantai:

n1 = N1 x n = 30 x 41 = 27

N 46

n2= N2 x n = 16 x 41 = 14

N 46

Jadi, besar sampel masing-masing lantai, yaitu:

Lantai 3 : 27 orang perawat

Lantai 4 : 14 orang perawat

D. Instrument Penelitian

Instrument penelitian ini menggunakan alat ukur kuisioner untuk

masing-masing variabel yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Karakteristik perawat mempunyai 4 pertanyaan mengenai nama,

usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

2. Motivasi mempunyai 23 pertanyaan yang menggunakan skala

Likert dengan menentukan kategori jawaban sebagai berikut :

a. Sangat tidak setuju (1)

b. Tidak setuju (2)

c. Setuju (3)
44

d. Sangat setuju (4)

3. Persepsi mempunyai 23 pertanyaan yang menggunakan skala

Likert dengan menentukan kategori jawaban sebagai berikut :

a. Sangat tidak satuju (1)

b. Tidak setuju (2)

c. Setuju (3)

d. Sangat setuju (4)

Untuk mendapatkan hasil interpretasi, yang harus diketahui adalah

skor tertinggi (X) dan angka terendah (Y) untuk item penilaian

dengan rumus sebagai berikut :

X = skor terendah likert x jumblah responden

Y = skor tertinggi likert x jumblah responden

Untuk mengetahui penilaian interpretasi responden yang harus

dicari adalah hasil nilai yang dihasilkan dengan menggunakan

rumus index % sebagai berikut :

= Total skor / Y x 100

4. Kepatuhan perawat sesuai dengan SPO mempunyai 10

pertanyaan yang menggunakan skala guttman dengan

menentukan kategori jawaban sebagai berikut :

a. Ya (1)

b. Tidak (0)
45

Untuk mendapatkan hasil dari skala guttman dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

pertanyaan x skor tertinggi + pertanyaan x skor terendah

E. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengedarkan kuisioner kepada

setiap responden, observasi dan wawancara langsung dengan

memberikan penjelasan kepada responden bila terdapat hal-hal

yang kurang dimengerti dalam menjawab kuisioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data awal

yang diambil di Rumah sakit yang akan diteliti dan penelitian

sebelumnya dari internet.

F. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Prosedur pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dengan

memeriksa kelengkapan, keseragaman data, kejelasan

pengisisan, dan adanya kesalahan.


46

b. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu

dengan memberi simbol-simbol dari setiap jawaban responden.

c. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam bentuk label terbuka, untuk

memudahkan dalam pengolahan data menurut sifat yang

dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Analisis univariat

yang dilakukan terhadap setiap variabel dan hasil penelitian.

Analisis ini menghasilkan distribusi dan untuk mengetahui masing-

masing variabel yaitu kepatuhan perawat dalam pelaksanaan

perawatan luka dan faktor-faktor kepatuhan perawat.

G. Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan ijin kepada institusi tempat penelitian dilaksanakan. Bila

subyek menolak, maka peneliti tidak memaksa kehendak dan tetap

menghormati hak-hak subyek seperti informed consent (persetujuan),

anonymity (tanpa nama), dan confidentiality (kerahasiaan).


47

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Yayasan Waqaf Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari ruang

administrasi pada profil Yayasan Waqaf Rumah Sakit Ibnu Sina tahun

2016, Rumah Sakit Ibnu Sina merupakan rumah sakit swasta, dahulu

bernama Rumah Sakit 45 yang didirikan pada tahun 1988

berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi

Sulawesi Selatan No.6783/DK-I/SK/TV.1/X/88, tanggal 05 Oktober

1988. Pada hari senin 16 Juni 2003 telah dilakukan penyerahan

kepemilikan berdasarkan akta jual beli No.751/PNK/JB/VII/2003 dari

yayasan Andi Sose kepada yayasan waqaf UMI bapak Almarhum

Prof. DR. H. Abdulrahman A. Basalamah, SE., M.Si. Berdasarkan

hak atas kepemilikan baru ini, maka nama Rumah Sakit 45 diubah

menjadi Rumah Sakit Ibnu Sina Yayasan Waqaf UMI.

Rumah Sakit Ibnu Sina YW UMI dibangun di atas tanah seluas

18.008 M2 dengan luas bangunan 12.025 M2, beralamat jalan letnan

jenderal Urip Sumorhardjo KM 5 No. 264 Makassar. Berdasarkan

surat permohonan dari Yayasan Waqaf UMI kepada Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, menerbitkan surat izin uji coba

47
48

penyelenggaraan operasional Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI pada

tanggal 23 September2003 No. 6703A/DK-VI/PTS-TK/2/IX/2003, dan

pada hari senin tanggal 17 mei 2004 Rumah Sakit Ibnu Sina YW UMI

diresmikan oleh gubernur Sulawesi Selatan bapak H.M. Amin Syam,

serta Rumah Sakit Ibnu Sina YW UMI memperoleh surat izin

penyelenggara Rumah Sakit dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI

No.YM.02.04.3.5.4187, tanggal 26 September 2005.

2. Keadaan Demografi RS. Ibnu Sina YW UMI Makassar

Rumah Sakit Ibnu Sina YW UMI Makassar dibangun di atas tanah

seluas 18.008 M2 dengan luas bangunan 12.025 M2. Rumah Sakit

Ibnu Sina beralamat di jalan Letnan Jenderal Urip Sumohardjo KM 5

No. 264 Makassar yang secara administrasi berbatasan dengan :

Batas Utara : Universitas Muslim Indonesia Makassar

Batas Timur : PT. Bosowa

Batas Barat : Rektorat Universitas Muslim Indonesia

Batas Selatan : Pemukiman penduduk

3. Motto, Visi dan Misi RS. Ibnu Sina YW UMI Makassar

a. Motto :Melayani anda merupakan ibadah danpengabdian

kami
49

b. Visi : Menjadi rumah sakit pendidikan dengan

pelayanan yang islami, unggul dan terkemuka di

Indonesia

c. Misi :

1) Melaksanakan dan mengembangkan pelayanan

kesehatan unggul yang menjunjung tinggi moral dan

etika (Misi pelayanan kesehatan),

2) Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan

kedokteran dan profesional kesehatan lainnya (Misi

pendidikan),

3) Melangsungkan pelayanan dakwah dan bimbingan

spiritual kepada penderita dan pengelola rumah

sakit (Misi dakwah),

4) Mengupayakan perolehan finansial dan berbagai

kegiatan rumah sakit (Misi finansial),

5) Meningkatkan kesejahteraan pegawai (Misi

kesejahteraan).

4. Sumber Daya

a. Sumber daya manusia

Jumlah tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit sangat

menentukan dalam melayani jumlah kunjungan yang semakin

meningkat. Rasio antara jumlah tenaga yang ada dengan


50

jumlah kunjungan pasien belum memadai, tetapi untuk

memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna jasa

pelayanan atau masyarakat, maka jumlah tenaga yang ada

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal, cepat,

efektif serta keamanan dapat terjamin.

Sumber daya yang dimiliki oleh Rumah Sakit Ibnu Sina YW

UMI antara lain adalah :

1) Tenaga Medis :

a) Dokter Umum : 14

b) Dokter Umum MHA/MARS : 2

c) Dokter Spesialis : 124

d) Dokter Gigi : 8

2) Tenaga Keperawatan : 153

3) Tenaga Kefarmasian : 11

4) Tenaga Kesehatan Masyarakat : 10

5) Tenaga Gizi : 3

6) Tenaga Keterapian Fisik : 2

7) Tenaga Keteknisian Medis : 35

a. Fasilitas sarana perawatan

Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan, rumah sakit

perlu ditunjang oleh sarana gedung, antara lain gedung

administrasi, gedung perawatan, gedung laundry, apotek, gedung


51

radiologi dan laboratorium, serta gedung unit gawat darurat.

Sampai saat ini fasilitas sarana gedung yang dimiliki oleh Rumah

Sakit Ibnu Sina YW UMI berfungsi dengan baik.

1) Pelayanan umum

a) Pelayanan Medik Umum

b) Pelayanan Medik Gigi dasar

c) Pelayanan KIA / KB

2) Pelayanan Gawat Darurat

3) Pelayanan Spsialistik Dasar

a) Pelayanan Penyakit Dalam

b) Pelayanan kesehatan anak

c) Pelayanan bedah

d) Pelayanan obstetri dan ginekologi

4) Pelayanan spesialistik penunjang

a) Pelayanan anestesiologi

b) Pelayanan radiologi

c) Pelayanan rehabilitasi medik

d) Pelayanan patologik klinik

e) Pelayanan patologi anatomi

5) Pelayanan medik spesialistik lain

a) Pelayanan spesialis telinga hidung dan tenggorokan

b) Pelayanan spesialis orthopedic


52

c) Pelayanan kesehatan jiwa

d) Pelayanan spesialis penyakit saraf

e) Pelayanan spesialis penyakit mata

f) Pelayanan spesialis penyakit kulit dan kelamin

g) Pelayanan spesialis jantung

h) Pelayanan spesialis urologi

i) Pelayanan spesialis bedah saraf

j) Pelayanan spesialis lainnya

6) Pelayanan sub spesialis terbatas

a) Sub spesialis pelayanan bedah

b) Sub spesialis pelayanan penyakit dalam

c) Sub spesialis pelayanan kesehatan anak

d) Sub spesialis pelayanan kebidanan dan penyakit

kandungan

e) Sub spesialis pelayanan penyakit mata

f) Sub spesialis pelayanan THT

g) Sub spesialis pelayanan kulit kelamin

h) Sub spesialis pelayanan jiwa

i) Sub spesialis pelayanan jiwa

j) Sub spesialis pelayanan orthopedic

k) Sub spesialis lainnya

7) Pelayanan penunjang klinik


53

a) Pelayanan intensif

b) Pelayanan gizi

c) Pelayanan farmasi

d) Pelayanan sterilisasi instrument

e) Rekam medik

8) Pelayanan medis keperawatan diberikan melalui

a) Instalasi rawat jalan

b) Instalasi rawat inap

c) Instalasi bedah pusat/kamar operasi/RR

d) Instalasi gawat darurat

e) Instalasi rawat intensif (ICU/ICCU)

f) Kamar bersalin

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Ibnu Sina Kota Makassar pada tanggal 21 Maret 2April 2015. Hasil

penelitian ini diperoleh melalui kuesioner dan lembar observasi yang

memuat beberapa pernyataan tentang bagaimana usia, tingkat

pendidikan, motivasi kerja perawat serta persepsi perawat dan

kepatuhannya dalam menjalankan SPO pada perawatan luka di

Rumah Sakit Ibnu Sina.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 41 perawat.

Pengambilan sampel menggunakan metode Stratified Sampling,


54

dengan menggunakan pendekatan Cross Sectionaly Study dimana

data yang menyangkut variabel bebas dan variabel tergantung akan

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.Setelah data terkumpul

dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kemudian pengolahan data,

maka berikut ini peneliti akan memaparkan analisa data univariat

terhadap variabel dengan menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentasi serta analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dari

variabel bebas dengan variabel terkait dengan menggunakan

ujistatistik chi-square dengan menggunakan program komputer.

1. Karakteristik Perawat

Tabel 5.1
Distribusi Perawat Berdasarkan Karakteristik Perawat
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina
Kota Makassar

Karakteristik n %
Jenis Kelamin:
Laki-laki 2 4,9
Perempuan 39 95,1
Status kepegawaian:
PNS 5 12,2
Kontrak/Honorer 36 87,8
Total 41 100
Sumber: Data Primer 2016
55

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui Status kepegawaian perawat

terbanyak terdapat pada kontrak/ honorer yaitu sebanyak 36 perawat

(87.8%), kemudian yang berstatus PNS sebanyak 5 perawat (12.2%).

2. Analisis Univariat

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan,
Persepsi, dan Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Ibnu Sina Kota
Makassar

Jumlah
Variabel
n %
Usia :
Dewasa Awal (26-35) 35 85.4
Dewasa Akhir (36-45) 6 14.6
Tingkat Pendidikan :
Profesional (S1 Ners) 14 43.1
Vokasional (D-III) 27 65.9
Motivasi :
Tinggi 4 9.8
Rendah 37 90.2
Persepsi :
Positif 35 85.4
Negatif 5 14.6
SPO Perawatan Luka :
Patuh 36 87.8
Tidak Patuh 5 12.2
Total 41 100

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa kelompok usia yang

terbanyak adalah pada kelompok usia Dewasa awal (26-35) tahun yaitu

sebanyak 35 perawat (85.4%). Pada tingkat pendidikan terbanyak


56

terdapat pada pendidikan Vokasional (D-III) yaitu sebanyak 27 perawat

(65.9%). Sedangkan pada motivasi diperoleh rata-rata perawat yang

memiliki motivasi yang tinggi sebanyak 4 perawat (9,8%) dan sebagian

kecil yang memiliki motivasi rendah sebanyak 37 perawat (90.2%). Dan

pada persepsi diperoleh rata-rata perawat yang memiliki persepsipositif

sebanyak 35 perawat (85.4%) dan sebagian kecil memiliki persepsi

negatif sebanyak 5perawat (14.6%). Dari aspek kepatuhan SPO,

diperoleh rata-rata perawat yang patuh terhadap SPO pada pelaksanaan

perawatan luka sebanyak 36 perawat (87.8%).

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Usia Perawat Dengan Kaptuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai SPO

Tabel 5.3
Hubungan Usia Perawat dengan Kepatuhan Perawat dalam
Pelaksanaan Perawatan luka sesuai SPO di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar

SPO Perawatan Luka


Usia Total P
Perawat Patuh Tidak Patuh Value
n % n % n %
Dewasa awal 30 85.7 5 14.3 35 100
Dewasa akhir 6 100.0 0 0.0 6 100 0.433

Jumlah 36 87.8 5 12.2 41 100


Sumber: Data Primer 2016
57

Berdasarkan tabel 5.3, tentang hubungan usia perawat dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO

bahwa pada usia Dewasa awal (26-35) tahun sebanyak 35 perawat

dengan perawat yang patuh terhadap pelaksanaan perawatan luka

sesuai SPO sebanyak 30 perawat (85.7%) dan perawat yang tidak

patuhsebanyak 5perawat (14.3%), sedangkan pada usia Dewasa akhir

(36-45) sebanyak 6 perawat dengan perawat yang patuh terhadap SPO

perawatan luka sebanyak 6 perawat (100.0%) dan perawat yang tidak

patuh sebanyak 0 perawat (0.0%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square

dengan uji alternatif Fisher's Exact Test dan (0.05) diperoleh nilai

p=0.433. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara usia

perawat dengan kepatuhan perawat pada SPO perawatan luka diruang

Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina kota Makassar.


58

b. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai SPO

Tabel 5.4
Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat dengan Kepatuhan
Perawat dalam Pelaksanaan Perawatan luka sesuai SPO
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Kota
Makassar

SPO Perawatan Luka


Tingkat Total P
Pendidikan Patuh Tidak Patuh Value
n % n % n %
Profesional 12 85.7 2 14.3 14 100
Vokasional 24 88.9 3 11.1 27 100 0.564

Jumlah 36 87.8 5 12.2 41 100


Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.4, tentang tingkat pendidikan perawat dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO,

kategori Vokasional (D-III) sebanyak 27 perawat dengan perawat yang

patuh terhadap pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO sebanyak 24

perawat (88.9%) dan perawat yang tidak patuh sebanyak 3 perawat

(11.1%), sedangkan pada tingkat pendidikan Profesional (S1 Ners)

sebanyak 14 perawat dengan masuk dalam kategori patuh terhadap

SPO perawatan luka sebanyak 12 perawat (85.7%) dan perawat yang

tidak patuh sebanyak 2 perawat (14.3%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square

dengan uji alternatif Fisher's Exact Test dan (0.05) diperoleh nilai
59

p=0.564. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara

tingkat pendidikan perawat dengan kepatuhan perawat pada SPO

perawatan luka diruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina kota

Makassar.

c. Hubungan Motivasi Kerja Perawat Dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perwatan Luka Sesuai SPO

Tabel 5.5
Hubungan Motivasi Kerja Perawat dengan Kepatuhan Perawat
dalam Pelaksanaan Perawatan luka sesuaiSPO diRuang
Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar

SPO Perawatan Luka


Motivasi Total P
Perawat Patuh Tidak Patuh Value
n % n % n %
Tinggi 4 100.0 0 0.0 4 100
Rendah 32 86.5 5 13.5 37 100 0.582

Jumlah 36 87.8 5 12.2 41 100


Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.5, tentang motivasi kerja perawat dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO,

perawat yang memiliki motivasi tinggi sebanyak 4 perawat dengan

perawat masuk dalam kategori patuh terhadap pelaksanaan perawatan

luka sesuai SPO sebanyak 4 perawat (100.0%) dan tidak terdapat

perawat yang tidak patuh,sedangkan pada perawat yang memiliki

motivasi kerja rendah sebanyak 37 perawat dengan masuk dalam


60

kategori patuh terhadap SPO perawatan luka sebanyak 32 perawat

(86.5%) dan perawat yang tidak patuh sebanyak 5 perawat (13.5%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square

dengan uji alternatif Fisher's Exact Test dan (0.05) diperoleh nilai

p=0.582. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara

motivasi kerja perawat dengan kepatuhan perawat pada SPO

perawatan luka diruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina kota

Makassar.

d. Hubungan Persepsi Perawat Dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai SPO

Tabel 5.6
Hubungan Persepsi Perawat dengan Kepatuhan Perawat dalam
Pelaksanaan Perawatan luka sesuaiSPO diRuangRawat
Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar

SPO Perawatan Luka


Persepsi Total P
Perawat Patuh Tidak Patuh Value
n % n % n %
Positif 32 91.4 3 8.6 35 100
Negatif 4 66.7 2 33.3 6 100 0.148

Jumlah 37 87.8 5 12.2 41 100


Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.6, tentang persepsi perawat dengan kepatuhan

perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO, perawat yang

memiliki persepsi positif sebanyak 35 perawat dengan perawat masuk

dalam kategori patuh terhadap pelaksanaan perawatan luka sesuai


61

SPO sebanyak 32 perawat (91.4%) dan perawat yang tidak patuh

sebanyak 3 perawat (8.6%),sedangkan pada perawat yang memiliki

persepsi negatif sebanyak 6 perawat dengan masuk dalam kategori

patuh terhadap SPO perawatan luka sebanyak 4 perawat (66.7%) dan

perawat yang tidak patuh sebanyak 2 perawat (33.3%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square

dengan uji alternatif Fisher's Exact Test dan (0.05) diperoleh nilai

p=0.148. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara

persepsi perawat perawat dengan kepatuhan perawat pada SPO

perawatan luka diruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina kota

Makassar.

C. Pembahasan

1. Hubungan Usia Perawat dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai dengan SPO diRuang Rawat

Inap Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan

menggunakan uji Chi-Square dengan uji alternatif Fisher's Exact Test

dan (0.05) diperoleh nilai p=0.433. Hal ini berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara usia perawat dengan kepatuhan perawat pada

SPO perawatan luka diruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina kota

Makassar.
62

Menurut peneliti tidak adanya hubungan antara usia dengan

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai SPO

disebabkan faktor persepsi atau cara berpikir seseorang tentang SPO

perawatan luka. Seseorang yang memiliki persepsi atau pemikiran

yang positif terhadap pekerjaannya maka mereka akan menerima hal

tersebut sebagai hal yang menyenangkan, sebaliknya bila seseorang

memiliki persepsi yang negatif terhadap lingkungan kerjanya maka

mereka akan menerima hal tersebut sebagai hal yang tidak

menyenangkan.

Menurut pendapat (Pamuji, Kamaludin, & Asrin, 2008) bahwa

pemikiran dewasa awal menunjukan suatu perubahan yang signifikan.

Cara berpikirnya lebih konkrit dan pragmatis. Pada masa dewasa awal

orang biasanya berubah dari mencari pengetahuan menuju

menerapkan pengetahuan, yakni menerapkan apa yang diketahuinya.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang di tuliskan

oleh (Yanti, 2013) dalam penelitiannya bahwa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP

diantaranya yaitu umur. Rentang umur 25-45 tahun merupakan tahap

perkembangan generativitas vs stagnasi, dimana seseorang

memperhatikan ide-ide, keinginan untuk berbagi pengetahuan, dan

meningkatkan kreativitas.
63

Seseorang yang berada ditahap dewasa dini dan dewasa

madya yang dihadapkan pada penyesuaian diri terkait dengan

pekerjaan. Pembagian masa dewasa pada pada usia dewasa dini

dimulai pada umur 20 sampai 35 tahun dan pada usia dewasa madya

dimulai pada umur 36 sampai dengan 45 tahun (Shinta, 2012)

Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan usia

dengan kepatuhan, hubungan dari segi presentase didapatkan

dewasa akhir lebih banyak yang patuh 100.0% dibandingkan dengan

dewasa awal 85.7%. Hal ini menunjukan adanya kecendrungan

dewasa akhir lebih patuh dari pada dewasa awal.

Peneltian sebelumnya yang dilakukan oleh (Kumajas &

Warouw, 2012) mengatakan bahwa perawat pelaksana yang berumur

<32 tahun mempunyai kinerja kurang 53.4% lebih besar dibandingkan

dengan perawat pelaksana umur > 32 tahun 33.7%.

2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai SPO diRuang Rawat Inap

Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan

menggunakan uji chi-square dengan uji alternatif Fisher's Exact Test

dan (0.05) diperoleh nilai p=0.564. Hal ini berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara tingkat pendidikan perawat dengan kepatuhan


64

perawat pada SPO perawatan luka diRuang Rawat Inap Rumah Sakit

Ibnu Sina kota Makassar.

Menurut peneliti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai

SPO disebabkan oleh faktor kurang adanya penyegaran atau

pelatihan mengenai perawatan luka. Produktivitas kerja seseorang

bukan hanya dilihat dari tingkat pendidikannya tetapi seseorang yang

sering mengikuti pelatihan-pelatihan secara intensiv maka mereka

akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik.

Untuk dapat terlaksananya pelayanan yang sesuai dengan

standar tentunya harus didukung dengan pengetahuan, kemampuan

dan ketrampilan. Disamping itu juga harus ditunjang dengan fasilitas

dan sarana rumah sakit yang memadai sehingga pelayanan menjadi

berkualitas dan dapat memusakan masyarakat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang dituliskan oleh

(Pamuji, Kamaludin, & Asrin, 2008) tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan SPO.

Tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu akan menyebabkan

perilaku kepatuhan tinggi atau baik dalam melaksanakan SPO profesi

pelayanan keperawatan.

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, ketrampilan,

dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi


65

ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian

(Noch, Rompas, & Kallo, 2015)

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktifitas atau

kinerja perawat adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan

memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan

pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri

serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada disekitar

kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi

produktivitas kerja (Faizin & Winarsi, 2008)

Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan tingkat

pendidikan dengan kepatuhan, hubungan dari segi presentasi

didapatkan Vokasional (D-III) lebih banyak yang patuh 88.9%

dibandingkan dengan profesional (S1 Ners) 85.7%. Hal ini

menunjukan adanya kecenderungan vokasional lebih patuh

dibandingkan dengan profesonal.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Yanti, 2013)

pendidikan tetap menjadi indikator penting dalam upaya memperbaiki

kinerja perawat kecenderungan untuk mempunyai kinerja lebih baik,

kemampuan secara kognitif dan keterampilan juga semakin

meningkat. Seorang perawat untuk melakukan analisa memerlukan

kemampuan intelektual, interpersonal, dan teknikal yang memadai.


66

3. Hubungan Motivasi Perawat dengan Kepatuhan Perawat Dalam

Pelaksanaan Perawatan Luka Sesuai SPO diRuang Rawat Inap

Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Makassar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan

menggunakan uji chi-square dengan uji alternatif Fisher's Exact Test

dan (0.05) diperoleh nilai p=0.582. Hal ini berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara motivasi kerja perawat dengan kepatuhan

perawat pada SPO perawatan luka diRuang Rawat Inap Rumah Sakit

Ibnu Sina kota Makassar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang dituliskan oleh

(Nazvia & Ahas, 2014) yang menyatakan bahwa perawat dengan

motivasi tinggi lebih banyak yang patuh dalam menerapkan SPO,

sebaliknya perawat dengan motivasi rendah sebagian besar tidak

patuh. Hal ini menunjukan bahwa faktor motivasi mempengaruhi

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai

dengan SPO.

Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan

untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan

organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk

memenuhi suatu kebutuhan individual. Pemahaman motivasi, baik

yang ada dalam diri karyawan maupun yang berasal dari lingkungan

akan dapat membantu dalam peningkatan kinerja.


67

Pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi,

penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga

dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan

motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear

dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah

kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai

dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah

satu bentuk motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran

karyawan, tanggung jawab terhadap waktu kerja yang telah ditetapkan

(Pribadi, 2009)

Mangkunegara mengemukakan bahwa terdapat dua teknik

memotivasi kerja pegawai yaitu pertama Teknik pemenuhan

kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai

merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja dan kedua

Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik

memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi

pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah

AIDDAS yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat),

Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction

(kepuasan) (Brahmasari & Suprayetno, 2011).

Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan motivasi

dengan kepatuhan, hubungan dari segi presentasi didapatkan motivasi


68

tinggi lebih banyak yang patuh 100.0% dibandingkan motivasi rendah

86.5%. Hal ini menunjukan adanya kecendrungan motivasi tinggi lebih

patuh dibandingkan motivasi rendah.

Dalam dunia keperawatan sangat dibutuhkan motivasi yang

tinggi dalam melakukan suatu pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada pasien. Perawat yang memiliki motivasi kerja yang tinggi

cenderung tidak akan mengalami burnout dalam bekerja sehingga

membuat perawat tersebut menjadi malas dalam melakukan

aktifitasnya yaitu melayani dan merawat pasien yang sedang

membutuhkan pelayanannya.

Salah satu hal yang mendasari sifat profesionalisme kerja

perawat tersebut adalah motivasi kerja. Seseorang dikatakan

mempunyai motivasi kerja yang tinggi apabila ia mulai merasakan

adanya bentuk perhatian dan dorongan yang diberikan dari suatu

instansi terkait untuk dirinya dalam rangka menghargai hasil pekerjaan

yang telah dilakukannya sehingga ia akan merasa puas terhadap hasil

pekerjaan yang telah ia kerjakan (Tawale & Nurcholis, 2011)

Beberapa perawat memiliki motivasi untuk bekerja dengan

sebaik-baiknya dan kreatif, sementara yang lainnya hanya merasa

cukup dengan asal selesai mengerjakan tugasnya tanpa memikirkan

hasilnya. Sehingga untuk memberikan pelayanan yang baik kepada

pasien, pimpinan harus benar-benar memperhatikan motivasi perawat,


69

karena motivasi tersebut akan terefleksi dalam pekerjaan mereka.

Banyak perawat menikmati pekerjaan yang dilakukan bersama-sama

dalam satu tim, saling bersosialisasi dalam suasana kerja yang

menyenangkan. Keanggotaan dalam organisasi profesi juga akan

memberikan motivasi, mereka akan menemukan hal-hal yang baru

dan solusi dalam memecahkan masalah klien baik dari organisasi

tersebut maupun dari kolega-kolega mereka (Pribadi, 2009)

4. Hubungan Persepsi Dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan

Perawatan Luka Sesuai SPO di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu

Sina Kota Makassar.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan

menggunakan uji chi-square dengan uji alternatif Fisher's Exact Test

dan (0.05) diperoleh nilai p=0.148. Hal ini berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara persepsi perawat dengan kepatuhan perawat

pada SPO perawatan luka diruang rawat inap Rumah Sakit Ibnu Sina

kota Makassar.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang dituliskan

oleh (Natasia & Loeqijana, 2014) yang menyatakan bahwa persepsi

sangat mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO.

Persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi pada diri

seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan

demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interpretasi yang


70

bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tergantung pada

kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan. Dalam kamus

psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang

terhadap segala sesuatu dilingkungannya dengan menggunakan

indera yang yang dimillikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala

sesuatu yang ada dilingkungan tersebut (Hermawan, 2010)

Persepsi sebagai proses yang melibatkan mental dan

kemampuan kognitif sehingga memungkinkan seseorang dapat

melakukan interprestasi dan memahami segala sesuatu yang ada di

sekelilingnya. Dengan demikian pemahaman terhadap suatu obyek

dalam proses ini merupakan fungsi yang utama. Karena pemahaman

merupakan yang utama dalam persepsi maka kadangkala apa yang

dipersepsikan bisa berbeda dari realitasnya.

Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan persepsi

dengan kepatuhan, hubungan dari segi presentasi didapatkan perawat

dengan persepsi positif lebih banyak yang patuh 91.4% dibandingkan

dengan persepsi negatif 66.7%. Hal ini menunjukan adanya

kecendrungan persepsi positif lebih patuh dibandingkan dengan

persepsi negatif.

Persepsi seseorang bisa berbeda satu sama lainnya, karena

ada faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang dapat


71

mempengaruhi penafsiran seseorang terhadap rangsangan atau data

perseptual adalah dimensi konteks (Pribadi, 2009)

Apabila karyawan memiliki persepsiyang positif terhadap

lingkungan kerja, maka karyawan akan menerima hal tersebut sebagai

hal yang menyenangkan. Sebaliknya, bila karyawan memiliki persepsi

yang negatif terhadap lingkungan kerja, maka karyawan akan

menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan

(Khotimah, 2010).

D. Keterbatasan Penelitian

Hal-hal yang memungkinkan menjadi kelemahan pada

penelitian ini dalam memperoleh hasil yang lebih tepat dan akurat

yaitu, Penelitian ini merupakan pengalaman yang pertama bagi

penelitian sehingga kurangnya pengalaman dan ilmu penunjang yang

dimiliki oleh peneliti guna melaksanakan penelitian yang baik menjadi

hambatan dalam penelitian ini


72

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tidak ada hubungan antara usia dengan kepatuhan perawat dalam

pelaksanaan perawatan luka sesuai dengan Standar Prosedur

Operasional (SPO) di RS Ibnu Sina Kota Makassar

2. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan

perawat dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai dengan

Standar Prosedur Operasional (SPO) di RS Ibnu Sina Kota

Makassar

3. Tidak ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai dengan Standar

Prosedur Operasional (SPO) di RS Ibnu Sina Kota Makassar

4. Tidak ada hubungan antara persepsi dengan kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan perawatan luka sesuai dengan Standar

Prosedur Operasional (SPO) di RS Ibnu Sina Kota Makassar


73

B. Saran 71
1. Bagi tempat penelitian diharapkan dapat memperhatikan

pelayanan kesehatan khususnya dalam pelaksanaan perawatan

luka yang harus dilakukan sesuai SPO.

2. Bagi profesi kesehatan setempat diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan keperawatan medikal bedah khususnya dalam

perawatan luka.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian

dengan judul yang sama karena penelitian ini masih banyak

kekurangannya dan penambahan faktor-faktor lain yang

berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan

perawatan luka sesuai dengan Standar Prosedur Operasional

(SPO)
74

DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, I. P. (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2011). Pengaruh Motivasi Kerja


Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan. Jurnal
Manajemen Kewirausahaan, Vol 10 No 2 , 124-135.

Faizin, A., & Winarsi. (2008). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Perawat Dengan Kinerja Perawat di RSU PANDAN ARANG
KABUPATEN BOYOLALI. Berita Ilmu Keperawtan ISSN 1979-2697,
Vol. 1 , 137-142.

Hermawan, Y. (2010). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Persepsi


Dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Pemeliharaan Kebersihan
Lingkungan. Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas
Siliwangi , 1-15.

Kartika, R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing.


Teknik , 546-550.

Khotimah, K. (2010). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja


Psikologis Dengan Burnout Pada Perawat RSU Budi Rahayu
Pekalongan. Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja, Psikologis dan
Burnout , 1-22.

Kumajas, F., & Warouw. (2012). Hubungan Karakteristik Individu Dengan


Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Datoe
75

Binangkang Kabupaten Bolaang Mangondou. . Karakteristik, Individu,


Kinerja Perawat , 1-8.

Mamuji, T., & Asrin. (2009). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang


Standar Prosedur Operasional (SPO) Dengan Kepatuhan Perawat
Terhadap Pelaksanaan SPO Profesi Pelayanan Keperawatan Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing) , 1-9.

Meidina, S., & Rosina, T. (2012). Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka
di RSUD DR. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jurnal
Keperawatan Klinis , 1-5.

Natasia, N., & Loeqijana, A. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICU RSUD Gambiran
Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya , 21-25.

Nazvia, N., & Ahas, L. (2014). Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICU RSUD Gambiran
Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya , 21-25.

Noch, L., Rompas, S. S., & Kallo, V. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan
dan Sikap Dengan Pelaksanaan Prosedur Tetap Perawatan Luka Di
Ruang Perawatan Bedah Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten
Banggai. ejournal Keperawatan (e-Kep) , 3:1-8.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Potter, & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Pribadi, A. (2009). Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan, Motivasi, dan


Persepsi Perawat Tentang Supervisi Kepala Ruangan Terhadap
Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan diRuang RAwat Inap
RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah Jepara. Tesis , 46-100.

Rohmayanti, & Kamal, S. (2015). Implementasi perawatan luka modern di RS


Harapan Magelang. university Research Coloquium , 2:599-605.
76

RS Ibnu Sina YW UMI. (2013). Standar Prosedur Operasional. Makassar: RS


Ibnu Sina.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Shinta, L. D. (2012). Tingkat Bournout Ditinjau dari Karakteristik Demografis


(Usia.Jenis kelamin,dan Masa kerja) Guru SDN Inklusi diSurabaya.
Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Airlangga , 107-114.

Sinaga, M. (2012). Penggunaan bahan padaperawatan luka di RSUD


DR.DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR. bahan, perawatan
luka , 1.

Smeltzer, S. C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddart. jakarta: buku kedokteran EGC.

Sujono, R., & Harmoko. (2012). Standard Operating Procedure Dalam


Praktik Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suriadi. (2009). Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto.

Taqiyyah, B., & Mohammad, J. (2013). Asuahan Keperawatan Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tawale, E. N., & Nurcholis, G. (2011). Hubungan Antara Motivasi Kerja


Perawat Dengan Kecendrungan Mengalami Burnout Pada Perawar di
RSUD Serui Papua. Insan Vol 13 No 2 , 74-85.

Uun, N., Mumpuni, & Toto, S. (2013). Analisis Hubungan Kepatuhan Perawat
Terhadap Penerapan Metode Universal Precaution Dengan
Penyembuhan Luka Operasi. Jurnal Health Quality , 4:1-76.

Verawati, S. (2015). pengalaman perawatan dalam melaksanakan standar


prosedur operasional perawatan luka. perawatan luka , 19.

Warsito, B. E. (2006). Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksanan Tentang


Fungsi Manajerial Kepala Ruangan Terhadap Pelaksanaan
Manajemen Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang. Manajemen Keperawatan, Persepsi
dan Perawat , 1-114.
77

Wibowo, A. (2014, april 2). Kementrian Kesehatan RI. Pusat Data dan
Informasi , hal. 1-15.

Widyastuti, S. (2012, Februari 21). Masalah Perkembangan Anak Usia


Prasekolah.

Yanti, R. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat, Motivasi, dan Supervisi


Dengan SPO Pemasangan Infus. Jurnal Managemen Keperawatan ,
107-114.

Anda mungkin juga menyukai