Batubara adalah batuan yang mudah terbakar dan mengandung> 50% material organic oleh berat
dan 70% material karbonan oleh volume termasuk kelembapan, terbentuk dari kompresi dan
alterasi sisa-sisa tumbuhan.
Keterbentukan batubara
-Dibentuk dari hasil alterasi gambut
-Gambut terdiri dari material tanaman yang terakumulasi di lahan basah (rawa-> bogs dan fens)
yang mengalami peatification
Peatification: Dekomposisi parsial tumbuhan pada lingkungan rawa/tergenang air,
melibatkan bakteri pengurai, laju akumulasi pengendapan> laju proses aerobic bakteri
pengurai dan atau laju erosi lokal
-Jika gambut terpendam, gambut akan teralterasi menjadi rank yang berbeda melalui
coalification
Coalification: Proses perubahan gambut yang terpendam di kedalaman tertentu dengan
kondisi geologi tertentu menjadi batubara
Kandungan batubara:
-Maseral: Partikel kecil dari tanaman. Sisa-sisa tumbuhan yang teralterasi dan produk
sampingan…dapat diamati di mikroskop
-Liptinit: Paling terang
-Vitrinit
-Inertinit: Paling gelap
-Mineral: Partikel inorganic. Terdiri dari syngenetic dan diagenetic. Jika jandungan >50%,
namanya menjadi carbonaceous shale. Batubara yang ditambang biasanya memiliki <10% debu
Keduanya menentukan kualitas batubara dan penggunaannya
Batubara utk bahan bakar, pembuatan baja, dan pltu.
Variables that effect coal quality include: • Climate • Latitude • Vegetation • Peat accumulation
rate • Local depositional environment and basin • subsidence rate • Burial history
4 tahap pembentukan batubara
-Tanaman tumbuh, fotosintesis menghasilkan karbohidrat sumber energy. Alga, lumut, tanaman
tingkat tinggi
-Tanaman mati (harus terawetkan di lingkungan rawa)
Mire is now accepted as a general term for peat-forming ecosystems of all types.
Bog is generally confined to ombrotrophic peat-forming ecosystems.
Bog forest consists of ombrotrophic forested vegetation, usually an upper storey of coniferous
trees and a ground layer of Sphagnum moss.
Marsh is an imprecise term used to denote wetlands characterized by floating vegetation of
different kinds including reeds and sedges, but controlled by rheotrophic hydrology.
Fen is a rheotrophic ecosystem in which the dry season water table may be below the surface of
the peat.
Swamps are a rheotrophic ecosystem in which the dry season water table is almost always above
the surface of the sediment. It is an aquatic ecosystem dominated by emergent vegetation.
Floating swamps develop around the fringes of lakes and estuaries and extend out over open
water. These platforms can be thick and extensive particularly in tropical areas.
Swamp forest is a specific type of swamp in which trees are an important constituent, for
example mangrove swamps.
-Peatification
Produk:
Fibric peat (bagian2 tanaman masih dapat dikenali, coarse grained)
Hemic peat (bagian2 tanaman sangat sedikit dikenali (1/3 terdekomposisi, fine grained)
Sapric peat (bagian2 tanaman tak terlihat, fine grained)
Peat di beberapa negara jadi sumber energy, tapi di Indonesia dilarang, karena ketika digali,
muka air tanah turun, lalu peat di atasnya mengering dan melepaskan CO2
-Coalification
Dehydration (lignit-subbitumin)
Bituminuzation (bitumen high volatile)
Debituminuzation (bitumen low volatile)
Graphitization (anthracite)
Factor utama: Gradien geothermal, tekanan, waktu
Terjadi pengurangan CH3 dan O
Jika tahap ini terus berlanjut, maka akan menghasilkan grafit
Perubahan peat ke coal: O kurang, kalori naik, kelembapan naik, makin keras, makin mengkilap
Pada bright coal, cleat lebih banyak. Perbedaan bright/dull tergantung komposisi tanaman.
Klasifikasi kilap batubara berdasarkan berapa banyak bright band pada batubara. Jika dalam dull
coal ada bright band dgn tebal >5 mm, band tersebut dianggap sebagai unit terpisah dari
sekitarnya.
Brightening upward: Dari vegetasi semak menjadi pohon. Terjadi pengisisan rawa hingga penuh
Dulling upward: Dari vegetasi pohon menjadi semak. Cekungan jadi banyak terisi air selama
pengendapan
Coal Microlithotype: Deskripsi batubara berdasarkan pengamatan mikroskopis
Eksplorasi Batubara
Tujuan: Identify coal target based on location, quant, qual, geology factors of mining (fault,
intrusion, etc)
Metode: Desktop study, Foto udara, Pemetaan geologi, drilling, logging, survey geofisika
Tahapan eksplorasi:
• Studi literatur: Cari coal-bearing formation
Di Indonesia terdapat kurang lebih 106 formasi berbatubara. Terbanyak berada di cekungan-
cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan. Beberapa yang paling dikenal • Formasi
Muaraenim di cekungan Sumatra Selatan, • Formasi Tanjung dan Formasi Warukin di cekungan
Barito • Formasi Balikpapan, Formasi Kampung Baru dan Formasi Pulau Balang di cekungan
Kutai. • Karakteristik formasi pembawa batubara di setiap cekungan berbeda beda
• Pengurusan IUP Eksplorasi / Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
• Eksplorasi Tahap Awal (mapping): Output geology map, geomorf map, mpping report, fact
map
Grab sampling, channel sampling (ambil roof dan floor), pillar sampling. Ambil yg segar, jika
ketemu sulfur, ambil 10 cm atas dan bawah. Buat parit lebar 50 cm, dalam 20-50 cm, ambil 2-3
kg per lapisan, simpan di plastic, dinomori.
Batubara kelas 1: tebal 8-10 m, sedimen tipis, luas 3-8 km
Batubara kelas 2: tipis, dari rawa, hanya indikator
• Eksplorasi Tahap Lanjut (drilling)
Cutting drill (eksplorasi awal), core drill, touch core (core di coal, cutting di sedimen
lain)/delineasi.
• FS • Pengurusan IUP • Tambang • Reklamasi
Ultimate: Penentuan jumlah kandungan 5 unsur pada batubara (terkadang ditambah ash & trace
element)
C telepas sebagai CO2, tapi CO2 bisa juga dari mineral karbonat
H terlepas sebagai H2O, tapi H2O bisa juga dari clay mineral atau inherent moisture
N terlepas sebagai NOx, polusi
S muncul sebagai senyawa sulfur atau mineral sulfide (umunya pirit, namun pirit bisa juga
dari bakteri). Pada batubara low sulfur, sulfur dari tanaman itu sendiri. Pada high sulfur berasal
dari sulfat di air laut, di mana reduksi sulfat oleh bakteri anaerobic memunculkan H2S yang
bereaksi dengan zat organic, menjadi pirit. Sulfur menjadi polusi di atmosfer.
Lainnya:
Bentukan sulfur (organic, sulfide, sulfat). Preparasi coal hanya mengurangi sulfur anorganik.
CO2. Mengurangi energi saat pembakaran.
Cl. Korosi
Fosfor. Tidak baik utk metalurgi
Ash. Mengetahui kondisi batubara saat dibakar
Trace element: Studi paleolingkungan
Modelling: Untuk mengetahui kuantitas dan persebaran batubara. Menggunakan data eksplorasi,
korelasi seam, interpretasi struktur, roof, floor. Ketebalan = kedalaman floor-roof. Lalu diketahui
kualitas dsb. Kesulitannnya adalah survey geofis dikit, data core dikit, luasnya tak diketahui.
Untuk kalkulasi volume, tahu variasi kualitas, tahu ketebalan seam yang dapat ditambang,
stripping ratio adalah perbandingan interburden dan overburden, perhitungan ekonomi (depth cut
limit). Outputnya peta isokalori peta ranking coal, isopach map, structural contour map. Stuktur
buat runtuh, air masuk, gas meledak.
Metode tambang
-Surface mining
-Strip mining: Mengupas overburden, lalu disishkan. Bagus unutk seam horizontal.
-Open pit: Mengupas overburden, dibuang di tempat lain.
Peralatan: Shovel, dump truck, bahan peledak
Jika stripping ratio terlalu besar, gunakan highwall mining
Hazard: longsor
-Underground mining (lebih mahal, namun perizinan lebih mudah)
Endapan mineral vertical, sedangkan batubara horizontal. Maka tambang underground batubara
rawan longsor. Lempung lebih rawan longsor
-Room and Pillar mining: Sebagian batubara ditambang (room), sebgian ditinggal sebagai
penopang (pillar). Bisa untuk dipping curam. Bisa dilanjutkan untuk open pit mining.
-Longwall mining: Bagian yang sudah habis dibiarkan longsor, namun penambangan
bergerak menjauhi bagian yang habis. Dipping harus sangat landai, ketebalan konsisten,
tanpa splitting, dan taka da mineral matter. Mesin bor maju dan memiliki roof support.
Mesin akan terus ke depan dan di belakangnya dibiarkan roboh. Batubara lalu ditranspor
dengan conveyor
Hazard:
Faktor geologi: Dipengaruhi oleh strata lunak (lapuk atau tidak), ada akuifer, uncomformity,
sesar, zona lemah lainnya.
Faktor stress:
Jenis hazard:
• Outburst: violent evolution of combustible gases
• Coal dust
• Spontaneous Combustion: Some coals may self-ignite at temperatures below 100°C in the right
conditions of moisture and grain size (harus butir halus, kering). Bisa juga di dalam tanah, cth
burning mountain
• Mass Movement: Mine Subsidence, Roof Falls, Landslide
Penjualan steam coal indonesia selalu tinggi
Analisa Maseral (Organic Petrology)
Maseral: Unit terkecil pada batubara yg dapat dilihat dgn mikroskop. Dapat dibayangkan seperti
mineral di batuan beku. Berguna dalam studi lingkungan dan kualitas.
Tiga jenis maseral utama berdasarkan reflectance:
-Liptinite (grup maseral “hitam”) dari spora, daun
-Vitrinite (abu2) dari batang, akar. Paling dominan di batubara.
-Inertinite (putih) dari kayu yang sudah terbakar, terurai, dan jamur
Semakin tinggi rank batubara, perbedaan antar maseral sulit dilihat, karena makin mengkilap
(reflectance mirip).
Klasifikasi maseral:
Maceral group: Lipt, Vit, In
Maceral subgroup: Based on degree of preservation (intact, macerated, gellified)
Maceral: Based on morphology
Tekstur Vitrinite:
Vitrodetrinite
Corpogelinite
Collodetrinite
Gelinite
Tekstur Inertinite:
Fusinite
Semifusinit
e
Funginite
Secretinite
Tekstur Liptinite:
Cutinite Suberinite
Exsudatonite
Resinite
Sporinite
Chlorophyllinite
Liptodetrinite
Lamalginite
Telalginite
Bituminite
Mineral matters
Analisis maseral menggunakan immersive oil lalu dilihat di mikroskop dengan cahaya terang.
Terkadang pakai etching agar tekstur batubara lebih jelas. Pernghitungan menggunakan point
counting.
Coal Rank
Semakin tinggi reflectance, rank lebih tinggi
Error di gambar 2 bag. 3, 4,5, karena percampuran batubara berbeda sumber
Paleo-environment Indicator
Coal Utilisation
Kegunaan Liptinite: Source Rock
Kegunaan Inertinite: Coking Coal, tapi di Indonesia kandungan inertinite rendah dan dapat
digunakan sebagai coking coal. Coking coal dibagi dua: foundry coal (batubara dengan
temperatur tinggi), metallurgical coal (batubara dengan temperature tinggi dan sumber karbon
untuk baja).