Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ADMINISTRASI DAERAH

KELOMPOK VI

NEGARA KESATUAN, FEDERASI, DAN KONFEDERASI

Bari Eka Nugraha (15066677654)


Eros A. Ihsan (1506729954)
Fajar Adibuana (1506747401)
Hana Farida (1506676866)
Matheus Nathanael Siagian (1506724884)
Moudy Rachim Kusuma (150667663)
Muhammad Badru Zaman (1506724644)
Muhammad Fabian Novaldi (1506676134)
Muhammad Ilham B. (1406566060)
Reza T. Akbar (1506747755)
Sandy Semendawai
I. Federalisme

Menurut Graham Smith, istilah federalisme sering mendapat beragam penafsiran dan
penggunaan pada konteks yang berbeda. Kontroversi dapat timbul dalam pengidentifikasian ciri-
cirinya dan pengevaluasiannya. Federalisme bisa dianggap sebagai suatu ideologi yang percaya
bahwa pengaturan ideal urusan-urusan antar manusia adalah dengan melihat perbedaan dalam
persatuan. Daripada membayangkan federalisme sebagai suatu ideologi yang telah berkembang
dan bebas dari pemikiran-pemikiran utama dan tradisional, mungkin paling tepat adalah
menganggap federalisme sebagai sesuatu yang bersifat universal dan terbatas. Pemikiran
universalis tersebut tampak pada tuntutan untuk membentuk unit politik regional yang lebih luas,
seperti halnya pada Uni Eropa. Umumnya, para penasihat federalisme terlibat khusus dalam
kegiatan pemerintahan, selalu menghimbau ke arah pengalihan kekuasaan kepada unit-unit
independen, yang biasanya terkait dengan aksi nyata agar terjadi persatuan sosial dan kemapanan
politis dalam masyarakat yang terbelah-belah.1

Pada esensinya, konsepsi federal beraras pada prinsip partnership yang dibangun da n
diatur dalam sebuah perjanjian, dimana hubungan internal diantara pihak-phak yang bersepakat
didasarkan pada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan serta pengakuan eksistensi
soverenitas dan integrias pihak-pihak yang terlibat. Dalam derajat tertentu, pihak-pihak yang
bersepakat harus menyerahkan sebagian soverenitas kepada struktur baru (federal) untuk
mengatur dan mengurus kewenangan bersama. Dengan demikian, konsepsi federalisme sejatinya
didasarkan kepada konsep sinergi, dimana pada satu sisi setiap individu, kelompok dan satuan
territorial mempunyai kebebasan menentukan pilihan dan kebijakan masing-masing, sementara
pada sisi lainnya, individu, kelompok dan satuan territorial tersebut membentuk perserikatan
terbatas untuk menghasilkan sinergi kerja. Sebagai kerangka politik, federalisme merupakan
prinsip yang mengharuskan keterlibatan individu, kelompok dan satuan-satuan territorial dalam
proses pembuatan kebijakan federal. Kekhususan karakteristik federal dapat dilihat dari
keberadaan fungsi individu, kelompok dan satuan-satuan territorial dalam proses politik
pembuatan kebijakan yang bersifat federal serta kebebasan dalam menentukan kebijakan
internal. Karena itulah, dalam struktur federal, proses politik pembuatan kebijakan berikut

1
Solidaritas Indonesia, Federalisme, Pilihan Masyarakat Majemuk, (Penerbit Solidaritas Indonesia, 1999), hlm. 9-
10.
implementasinya dilakukan melalui negosiasi diantara pihak-pihak yang berserikat. Perserikatan
atau “federal” bukanlah struktur original, melainkan struktur bentukan individu, kelompok dan
atau satuan-satuan teritorial, sehingga hanya mempunyai soverenitas dan integritas struktur yang
terbatas.2

Terminologi federalisme mengandung sejumlah variasi makna. Dalam bahasan ini,


makna federalisme yang dibahas lebih ke dalam kaitannya dengan representasi territorial, yaitu
representasi satuan-satuan regional (negara bagian) dalam pembuatan produk legislatif pada
tingkat nasional. Dalam perdebatan politik, istilah dan konsepsi federalisme sejatinya dibedakan
dengan istilah dan konsepsi federasi. Pertimbangan paling penting untuk membedakan antara
federalisme dan federasi adlah bahwa federalisme sangat sering digunakan sebagai filosofi
politik untk menggambarkan konsep diversity in unity. Berangkat dari pemikiran Piere Joseph
Proudhon, federalisme dengan demikian dipahami secara prinsip sebagai ideologi dan filosofi
politik untuk menjelaskan konsepsi diversity in unity, sebaliknya, terminologi federasi digunakan
untuk mendeskripsikan secara lebih konkret aransemen institusi dari federalisme. Namun
seringkali makna federalisme dan federasi tidak dibedakan, saling menggantikan dan simultan.3

Sebuah stuktur masyarakat dikatakan sebagai pluralis jika sisteem tersebut terdiri dari
bermacam-macam sub kelompok masyarakat yang otonom dan memiliki perwakilan terorganisir
dalam sistem pembuatan keputusan masyarakat tersebut. Karena setiap kelompok masyarakat
tersebut memiliki otonomi, makna pluralisme juga harus menjamin keterlibatan setiap kelompok
masyarakat dalam pembuatan kebijakan dan atau keputusan politik bersama. Dengan demikian,
otonomi dan keterlibatan kelompok masyarakat dalam pembuatan kebijakan bersama,
merupakan dua elemen dalam pluralisme. Pluralisme dapat dibedakan dengan federalisme
melalui komponen teritorial dan derajat otonomi satuan-satuan teritorial yang dimaksud.
Federalisme dibentuk berdasarkan pluralisme teritorial. Elemen teritorial ini menjadi dasar yang
sangat vital dalam struktur politik yang menjelaskan perbedaan antara federalisme dengan
pluralisme lainnya.4

2
Eko Prasojo, Federalisme dan Negara Federal: Sebuah Pengantar, (Depok: Departemen Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005), hlm. 3-4.
3
Ibid, hlm. 4-5.
4
Ibid, hlm. 8-9.
II. Negara Federasi dan Kekuasaan Pemerintahan

Suatu negara Federasi terbentuk dan bereksistensi karena adanya dua atau lebih kesatuan
politik yang sudah atau belum berstatus sebagai negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan
politik yang mewakili mereka sebagai keseluruhan. Kesatuan-kesatuan politik yang tergabung itu
melepaskan kedaulatan (keluar) beserta segenap atribut-atribut kenegaraan lainnya.5 Dari
penggabungan ini, maka lahirlah kemudian suatu negara baru yang berdaulat dalam pencaturan
dunia dan hubungan Internasional. “Federasi” adalah negara dan anggota dari Federasi itu
disebut sebagai Negara Bagian yang memiliki pemerintahan masing-masing tapi tidak memiliki
kedaulatan keluar. Menurut C.F. Strong, Negara Federasi memiliki beberapa kekhasan, antara
lain6:

 The supremacy of the constitution be means of which the federation is established;


 The distribution of powers between the Federal State and the Coordinate States forming
it; and
 Some supreme authority to settle any dispute which may arise between the Federal and
State Autorities

Dalam sebuah Federasi, Konstitusi adalah yang tertinggi. Otoritas terakhir terletak pada
Konstitusi. Masing-masing dari dua tingkat pemerintahan dapat menggunakan kekuatan mereka
hanya seperti yang ditentukan oleh Konstitusi. Supremasi Konstitusi ini berarti bahwa Konstitusi
harus mengikat pemerintah Federal dan negara bagian. Tidak satu pun dari kedua pemerintah.
Harus dalam posisi untuk mengesampingkan ketentuan-ketentuan Konstitusi yang berkaitan
dengan kekuasaan dan status yang harus dinikmati masing-masing7.

Dengan adanya Konstitusi sebagai bentuk keuasaan tertinggi maka kekuatan Konstitusi
ini harus ditekan sehingga tidak digunakan secara sewenang oleh karena itu Konstitusi haruslah
dalam bentuk tertulis. Hal ini juga dimaksudkan Konstitusi tersebut dapat diubah atau

5
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otononomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1978), hlm. 17
6
C.F Strong dalam:Miriam Budiardjo Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta1980,Hal:141
7
Budiono, Federasi atau Otonomi Luas:Sebuah alternative Idealisme Keadilan Hubungan Pemerintah Pusat dan
Daerah, (Jakarta:Bestari, September-Desember 1998),Hlm. 19
diperbaharui karena sudah tidak bersusaian dengan negara. Sehingga Konstitusi pada harus
bersifat kaku untuk membuat pembagian kekuasaan yang jelas antara pusat dan unit.

Prosedur khusus diadopsi untuk mengubah Konstitusi. Prosedur ini sangat rumit.
Alasannya adalah bahwa Konstitusi dianggap sebagai dokumen suci dan baik pusat maupun
negara bagian (unit) setuju bahwa harus ada sedikit amandemen sehingga stabilitas Konstitusi
tetap terjaga. Proses amandemen Konstitusi seharusnya mengikat sehingga tidak ada amandemen
yang harus diberlakukan tanpa persetujuan dari DPR dan legislatif negara bagian.

Ada pemerintahan ganda dalam sebuah federasi. Meskipun ada penyebutan yang jelas
tentang kekuatan pusat dan unit dalam Konstitusi, namun setiap perselisihan yang berkaitan
dengan yurisdiksi dapat muncul di masa depan. Jika terjadi perselisihan semacam itu, pemerintah
pusat dan pemerintah negara bagian akan menafsirkan Konstitusi dengan cara mereka sendiri.
Oleh karena itu, peradilan yang bebas dan tidak memihak harus menafsirkan Konstitusi secara
tidak memihak untuk menyelesaikan perselisihan yurisdiksi, dll.

Kebebasan kehakiman sangat penting sehingga pusat atau negara bagian mungkin tidak
memiliki keputusan yang menguntungkan mereka dengan memberikan tekanan apapun padanya.
Hanya pengadilan bebas yang bisa memberikan keputusan secara independen dan akan berada
dalam posisi untuk memenangkan kepercayaan dari pusat dan negara. Dengan demikian,
stabilitas Federasi bergantung pada pembentukan pengadilan gratis.

John Stuart Mill telah menekankan perlunya sebuah pengadilan yudisial yang tidak memihak
dalam sebuah federasi dengan kata-kata berikut:

 jelas tidak hanya perlu bahwa batasan kewenangan konstitusional masing-masing


(pemerintah pusat dan daerah) harus didefinisikan secara tepat dan jelas, namun bahwa
kekuatan untuk memutuskan di antara keduanya dalam kasus perselisihan seharusnya
tidak berada di salah satu pemerintahan;
 atau di lembaga mana pun yang tunduk padanya, tetapi di kekaisaran tidak tergantung
keduanya;
 harus ada Mahkamah Agung dan sistem pengadilan koordinat di setiap negara bagian
Perhimpunan sebelum mengajukan pertanyaan semacam itu dan negara bagian
Perhimpunan sebelum itu pertanyaan diajukan dan yang penilaiannya pada tahap terakhir
atau banding bersifat final;
 dalam sebuah federasi, Mahkamah Agung dibentuk untuk memutuskan perselisihan
konstitusional, untuk menafsirkan konstitusi dan menjaganya. Di India dan di Amerika
Serikat, Mahkamah Agung melakukan fungsi-fungsi ini dan keputusannya mengikat baik
pusat maupun negara bagian sebagai final. Sedangkan di Swiss, Majelis Federal
menafsirkan Konstitusi. Tribunal Federal tidak dapat menyatakan undang-undang yang
disahkan oleh Majelis Federal sebagai virus ilegal atau ultra, bahkan jika bertentangan
dengan Konstitusi. Tribunal Federal hanya bisa menyatakan virus ultra hukum legislatif
Canton, jika mereka melanggar Konstitusi. Hak ini dilakukan oleh Presidium negara yang
merupakan komite tetap dari Parlemen dan dalam ketiadaannya melakukan banyak
fungsinya.
Untuk mewujudkan suatu Negara Federasi, menurut C.F. Strong diperlukan 2 syarat, yaitu 8:

1. Condition is a sense of nationality among the units federating;


2. Condition is that the federating units, though desiring union, do not desire unity, for if
they desired the latter they would from not a federal but a unitary state.

Federasi dan Pemisahan Kekuatan antar Wilayah

Di sebuah Negara Bagian federal, ada dua pemerintah: pemerintah nasional atau federal
dan pemerintah dari masing-masing unit komponen. Sehingga untuk itu harus ada pemisahan
kekuatan yang jelas sehingga unit dan pusatnya diminta untuk memberlakukan dan membuat
undang-undang di dalam lingkup kegiatan mereka dan tidak ada yang melanggar batas dan
mencoba untuk melanggar fungsi orang lain. Syarat ini terbukti dalam Konstitusi negara federal. 9

Jadwal Ketujuh berisi tiga Daftar Legislatif yang menyebutkan subyek administrasi,
yaitu, Union, State, dan Concurrent Legislative Lists. Daftar Serikat terdiri dari beberapa subjek,
yang lebih penting adalah pertahanan, urusan luar negeri, kereta api, pos dan telegraf, mata uang,
dll. Daftar Negara terdiri dari 66 subjek, termasuk antara lain ketertiban umum, polisi,

8
C.F. Strong, Modern Political Constitutions, An Introduction to the Comparative Study of their History and Existing
Form, (London: Sidgwich and Jackson, 1960), hlm. 99.
9
Affan Gaffar,Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2007, hlm.10
administrasi peradilan, kesehatan masyarakat, pendidikan, pertanian, dll. Daftar Serentak
mencakup 47 subjek termasuk hukum pidana, perkawinan, perceraian, kebangkrutan, serikat
pekerja, listrik , perencanaan ekonomi dan sosial, dll.

Pemerintah Uni menikmati kekuasaan eksklusif untuk membuat undang-undang tentang


subyek yang disebutkan dalam Daftar Serikat. Pemerintah Negara Bagian memiliki wewenang
penuh untuk membuat undang-undang tentang pokok-pokok Daftar Negara dalam keadaan
normal. Dan baik Pusat maupun Negara Bagian tidak dapat membuat undang-undang tentang
pokok bahasan yang disebutkan dalam Daftar Serentak, Kekuasaan residu telah dipegang oleh
Pemerintah Pusat.

Dalam praktik kenegaraan Federal, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian
(lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah Federal
dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian. Pada umumnya kekuasaan yang
dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi10:

1. Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional,


misalnya masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
2. Hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional,
perang dan damai;
3. Hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azasazas pokok hukum
maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya
mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
4. Hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal,
misalnya hal pajak, bea cukai, monopoli, mata uang (moneter);
5. Hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya masalah pos,
telekomunikasi, statistik.

Menurut R. Kranenburg, ada 2 (dua) perbedaan mendasar antara Negara Federasi dan Negara
Kesatuan, antara lain:11

10
C.F Strong;Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Hal.142
11
M.Agus Santoso,Pengalaman Negara Federal di Indonesia:Samarinda,Yuriska Vol.1 No.2,Februari 2010
1. Negara-negara Federasi memiliki “pauvoir Constituant”, yakni wewenang membentuk
undang-undang dasar sendiri serta wewenang mengatur bentuk organisasi sendiri dalam
rangka dan batas-batas Konstitusi Federal. Sedangkan dalam Negara Kesatuan, organisasi
bagian-bagian negara (yaitu pemerintahan daerah) secara garis besarnya telah ditetapkan
oleh pembentuk undang-undang pusat; dan
2. Wewenang pembentuk undang-undang pusat di Negara Federal untuk mengatur hal-hal
tertentu telah terperinci satu per satu dalam Konstitusi Federal, sedangkan dalam Negara
Kesatuan wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan
umum dan wewenang pembentukan undang-undang rendahan (lokal) tergantung pada
badan pembentuk undang-undang pusat.

Federasi dan Hubungannya dengan Negara lain

Wewenang hubungan internasional adalah salah satu yang lazimya dilimpahkan oleh
negara bagian pada pemerintah Federal, sehingga dalam dunia internasional negara Federasi dilihat
sebagai bentuk satu negara saja yang dimana wajahnya adalah pemerintah Federasi. Pelimpahan
kekuasaan ini termasuk dalam kewenangan pertahanan dan keamanan, Konstitusi, keuangan, dan
biaya penyelenggaraan federasi.

III. Perbandingan Negara Federal dan Negara Kesatuan

KESATUAN FEDERAL
Dibentuk berdasarkan persatuan dan Dibentuk berdasarkan persatuan, tapi
kesatuan tidak menginginkan kesatuan

Bersusun tunggal: hanya ada satu Bersusun jamak: negara yang tersusun
pemerintah, yaitu pemerintah pusat dari beberapa negara yang bergabung atas
yang mempunyai kekuasaan serta kepentingan politik atau hal lain untuk
wewenang tertinggi dalam bidang membentuk suatu ikatan kerja sama yang
pemerintahan negara efektif  negara federal dan negara
bagian

Kedaulatan tertinggi ada di Kedaulatan dibagi antara Pemerintah


pemerintah pusat dan tidak ada Federal dan Pemerintah Negara Bagian
pembagian kedaulatan

Hanya ada satu badan legislatif Ada dua badan legislatif, yaitu badan
(pusat) legislatif pusat (federal) dan badan
legislatif negara bagian

Pemerintah daerah secara garis besar Berwenang membentuk UUD sendiri


telah ditetapkan oleh pembentuk (pauvoir constituant) namun tetap tidak
undang-undang pusat. bertentangan dengan UUD pemerintah
federal.

Wewenang pembentukan undang- Wewenang pembentukan undang-undnag


undang pusat ditetapkan dalam suatu pusat di negara federal untuk mengatur
rumusan umum dan wewenang hal-hal tertentu telah diatur dalam
pembentukan undang-undang konstitusi federal.
rendahan (lokal) tergantung pada
badan pembentuk undang-undang
pusat.

Pembagian kekuasaan: Pembagian kekuasaan:


pemerintah daerah diberikan Negara bagian diberikan dan diatur
kekuasaan oleh pemerintah pusat kekuasaannya oleh pemerintah federal
(konstitusi federal).
a. Konstitusi merumuskan secara
tegas wewenang dari pemerintah
negara bagian dan wewenang
selebihnya (reserve powers)
menjadi wewenang pemerintah
federal;
b. Konstitusi merumuskan wewenang
pemerintah federal dan selebihnya
menjadi wewenang pemerintah
negara bagian.

IV. Negara-Negara Federasi

a. Amerika Serikat

Sejarah Amerika Serikat sebagai negara federal sudah dimulai sejak lama, tepatnya sejak
masa koloni inggris. Hubungan politik diantara 13 daerah koloni inggris pada abad ke 17 dan ke
18 yang dilakukan melalui sebuah dokumen konstitusi mengawali otonomi di daerah-daerah
koloni tersebut sekaligus meletakkan pondasi terbentuknya United States of America. Dokumen
konstitusi tersebut memberikan hak kepada setiap provinsi, antara lain untuk memilih dan
dipilih, menentukan besar dan jenis pajak yang dipungut serta hak untuk memilih hakim dalam
proses pengadilan.12Dalam perkembangannya, pada tahun 1765 pemerintah Inggris menghapus
hak daerah-daerah koloni dalam penetapan jenis dan besarnya pajak. Daerah-daerah koloni
melakukan reaksi penolakan sekaligus menuntut kesamaan hak dan status dengan pemerintah
Inggris. Sebagai realisasi terhadap tuntutan tersebut, daerah-daerah koloni membentuk
pemerintahan pusat bersama sementara. Dalam konstitusinya, disamping administrasi
pemerintahan yang terdapat pada masing-masing daerah koloni, terbentuk satu organ
perserikatan "general congress" yang anggotanya terdiri dari anggota-anggota legislatif negara-
negara bagian. General congress dapat membuat keputusan dan memberikan masukan kepada
negara-negara bagian, tetapi tidak memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi, mengawasi, dan
memaksa negara bagian utnuk melaksanakan keputusan tersebut.13

Rancangan susunan pembagian dan pemberian kewenangan kepada pemerintah federal


dimulai pada tahun 1775. Namun demikian, akibat perbedaan kepentingan yang timbul diantara
negara-negara bagian, perserikatan yang terbentuk bukanlah suatu federasi, melainkan sebuak
konfederasi, dengan ikatan yang sangat lemah.14

Usaha membentuk dan menyempurnakan perserikatan negara-negara bagian bekas koloni


inggris di Amerika Utara dalam sebuah ikatan yang lebih kuat, mulai menampakkan hasil pada
konvensi di Philadelpia pada tahun 1787. Adalah George Washington presiden pertama Amerika
yang mengusulkan berbagai perubahan politik ke arah pemberian kekuasaan dan kewenangan
pada pemerintah federal. Dua arus pemikiran muncul dalam konvensi Philadepihia; sebuah
bentuk negara nasional yang meletakkan kekusaan pada pemerintah federal (federasi) atau
sebuah bentuk negara dalam ikatan konfederasi. Konstitusi Amerika Serikat yang kemudian
terbentuk pada tahun 1787 adalah hasil kompromi antara kedua kelompok itu.15

Kompromi tersebut menghasilkan sistem parlemen dua kamar yang terdiri dari house of
representative, dimana anggotanya dipilih sesuau prinsip demokrasi, dan senat yang anggotanya
terdiri dari wakil negara-negara bagian. Sistem dua kamar ini memberikan kekuasaan secara

12
Eko Prasoji, Federalisme dan Negara Federal, cet.1 (Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005), hlm. 61-62.
13
Ibid., hlm. 63-64.
14
Ibid., hlm. 64.
15
Prasoji, Federalisme dan Negara Federal, hlm. 65.
legal dan legitimitif kepada pemerintah federal. Dengan demikian, transisi bentuk konfederasi
ke federasi telah terjadi dalam perserikatan negara-negara bagian di Amerika Utara.
Kewenangan pemerintah federal diperluas dan melipui kewenangan dalam bidang perpajakan
dan kewenangan dalam bidang perdagangan. Konvensi Philadelphia ini masih memberikan
warna aslinya dalam konstitusi yang berlaki di Amerika Serikat saat ini.16

b. Negara Federasi Rusia

Rusia adalah negara terbesar didunia yang membentang luas di dua benua yaitu benua
Asia (bagian Utara Asia) dan benua Eropa (bagian Timur Eropa). Negara yang memiliki nama
lengkap Federasi Rusia (Russian Federation) ini memiliki luas wilayah sebesar 17.098.242km2
atau sekitar 9 kali lebih besar dari wilayah negara kita, Republik Indonesia.17

Rusia merupakan negara yang menggunakan bentuk pemerintahan Federal Semi-


Presidensil Kepala Pemerintahannya adalah Perdana Menteri. Negara Federasi Rusia ini
terbentuk setelah bubarnya Uni Soviet menjadi negara yang berdaulat sendiri. Rusia yang
merupakan negara bagian terbesar dengan penduduk terbanyak di Uni Soviet melanjutkan status
hukum dan sebagai penerus dari Uni Soviet. Ibukota Rusia adalah Kota Moskwa.18

Nama Rusia berasal dari kata ‘Rus’, yang merupakan nama daerah yang ditempati oleh
suku bangsa Timur Slavia. Nama ini menjadi penting dalam perjalanan sejarah, dan negara ini
dinamai ‘Russkaya Zemlya’ (tanah Rusia), yang dapat diterjemahkan sebagai daerah Rusia.19

Untuk membedakan negara Rusia dengan negara-negara lain, kata ‘Rus’ juga
dilambangkan sebagai ‘Rus Kiev’ oleh ahli sejarah modern. Nama ‘Rus’ sendiri berasal dari suku
bangsa Rus, sekelompok orang Varangia (Suku Viking dari Swedia) yang mendirikan negara
Rus.20

Konstitusi Federasi Rusia (25 Desember 1993)- hukum fundamental dari Federasi Rusia,
orang yang memiliki kekuasaan yuridis tertinggi, efek politik dan hukum dengan mana suatu

16
Ibid., hlm. 65-66.
17
Dickson, “Profil Negara Rusia (Russia)” https://ilmupengetahuanumum.com/profil-negara-rusia/, diakses 9
September 2018.
18
Dickson, “Profil Negara Rusia (Russia).
19
KBRI di Moskow, “Rusia” https://www.kemlu.go.id/moscow/id/Pages/Rusia.aspx, diakses 9 September 2018.
20
KBRI di Moskow, “Rusia”.
bangsa yang didirikan prinsip-prinsip dasar organisasi masyarakat dan negara telah
mengidentifikasi subyek kekuasaan negara, mekanisme pelaksanaanya, konsolidasi negara
dilindungi hak, kebebasan dan kewajiban manusia dan warga negara.21

Pada mukadimah dari Konstitusi Federasi Rusia yang disahkan pada 12 Desember 1993
dikatakan, “Kami, Rakyat Multinasional Federasi Rusia, dipersatukan oleh nasib yang sama
di tanah kami, menegaskan hak asasi manusia dan kebebasan, perdamaian sipil dan
kesepakatan, memelihara kesatuan bersejarah negara, melanjutkan dari prinsip-prinsip
umum yang diakui kesetaraan dan penetuan nasib sendiri dari masyarakat menghormati
memori nenek moyang kita, yang teah diteruskan kepada kita mencintai dan menghormati
tanah air kita dan iman dalam keadilan baik dan, menghidupkan kembali kenegaraan
kedaulatan Rusia dan menyatakan yayasan berubah demokratik, berjuang untuk
mengamankan kesejahteraan dan kemakmuran Rusia dan melanjutkan dari rasa tanggung
jawab untuk tanah air sebelum generasi sekarang dan mendatang, dan menyadari diri
sebagai bagian dari masyarakat dunia, dengan ini menyetujui Konstitusi Federasi Rusia.”
Berdasarkan mukadimah yang ada pada Konstitusi Federasi Rusia tersebut, bisa dikatakan bahwa
negara Rusia atau yang bisa disebut dengan Federasi Rusia adalah Negara Federasi berdasarkan
dari nama negara itu sendiri dan tentunya pada bagian pendahuluan yang ada pada Konstitusi
Federasi Rusia ditegaskan dengan kata “kami, rakyat multinasional Federasi Rusia….” Dengan
penegasan tersebut sudah dapat dianggap bahwa Rusia adalah Negara Federal.

V. Republik Indonesia Serikat

Revolusi Kemerdekaan Indonesia menimbulkan reaksi-reaksi yang dilakukan oleh


Belanda dan Sekutunya melalui serangkaian tindakan militer untuk mempertahankan kekuasaan
Belanda di Hindia Belanda.22 Atas kecaman sekutu Belanda, Belanda dan Republik Indonesia
melakukan diplomasi di Linggarjati untuk mengakhiri segala konflik pada 12 November 1948
yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Linggarjati.23

21
SlideShare, “Konsep Negara Hukum” https://www.slideshare.net/essensisense/rechstaat” diakses 9 September
2018.
22
M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, Ed. Ke-3, (Hampshire: Palgrave, 2001), hlm. 265-267
23
Ibid., hlm. 275.
Perjanjian tersebut pada intinya menyatakan bahwa Pemerintah Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia hanya sebatas Jawa, Madura dan Sumatera24 dan membentuk
suatu negara demokratis berbentuk federasi yang disebut dengan Republik Indonesia Serikat 25
yang terdiri atas Republik Indonesia, Borneo, Negara Indonesia Timur26.

Perjanjian Linggarjati tidak menyelesaikan segala konflik yang ada di Indonesia ketika
itu. Belanda memutuskan untuk melancarkan Agresi Militer I dan II untuk mengamankan
kepentingan Belanda di Indonesia.

Konferensi Meja Bundar kemudian diselenggarakan pada 28 Agustus hingga 2 November


1949 untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai kedaulatan yang sebelumnya
menyebabkan dua agresi militer Belanda. Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan
mengenai penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat beserta uni
antara Belanda dan negara-negara jajahannya.27 Penyerahan kedaulatan dilakukan pada 27
November 1949, menandai awal dari Republik Indonesia Serikat.

Berdasarkan Pasal 2 Konstitusi RIS, Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah
Indonesia, yaitu daerah bersama yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam
persetujuan Renville tanggal 17 Januari Tahun 1948:
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan
Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan.

24
Perjanjian antara Belanda dan Indonesia mengenai Perjanjian Linggarjati, Ps. 1
25
Ibid., Ps. 2
26
Ibid., Ps. 4
27
Ricklefs, A History of Modern Indonesia, hlm. 284-285.
b. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yakni Jawa Tengah, Bangka, Belitung,
Riau, Kalimantan Barat (Daerah Istimewa), Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan
Tenggara, dan Kalimantan Timur.
a dan b ialah daerah bagian yang dengan kemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatu
dalam ikatan federasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang ditetapkan dalam
Konstitusi ini dan lagi
c. daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.

Terkait dengan pembagian penyelenggaraan Pemerintahan, di dalam Pasal 52 Konstitusi


RIS dinyatakan bahwa daerah bagian berhak mendapat bagian yang sebesar-besarnya dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan federal oleh perlengkapan daerah bagian itu
sendiri. Untuk itu maka Republik Indonesia Serikat sedapat-dapatnya meminta bantuan daerah-
daerah bagian. Lalu Pasal 54 ayat (1) dan (2) mengatur lebih lanjut terkait penyelenggaraan
seluruh atau sebagian tugas pemerintahan suatu daerah bagian.

Di dalam ayat (1) Pasal 54 Konstitusi RIS dijelaskan bahwa penyelenggaraan seluruh
atau sebagian tugas-pemerintahan suatu daerah bagian oleh Republik Indonesia Serikat atau
dengan kerjasama antara alat-alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat dan alat-alat
perlengkapan daerah bagian yang bersangkutan, hanyalah dapat dilaksanakan atas permintaan
daerah bagian yang bersangkutan itu. Bantuan Republik Indonesia Serikat itu sedapat mungkin
terbatas pada tugas pemerintahan yang melampaui tenaga daerah bagian itu. Berdasarkan aturan
dalam ayat tersebut jelas bahwa urusan Pemerintahan dilaksanakan oleh daerah bagian itu sendiri
dan Republik Indonesia Serikat baru membantu apabila ada permintaan dari daerah bagian
tersebut.

Ayat (2) kemudian mengatur bahwa untuk Republik Indonesia Serikat memulai dan
menyelenggarakan tugas pemerintahan sesuatu daerah tanpa permintaan daerah tersebut, hanya
berkuasa dalam hal-hal yang akan ditentukan oleh Pemerintah federal dengan persesuaian Senat
dan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni apabila daerah bagian itu sangat melalaikan tugasnya, dan
menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.

Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi sementara karena menurut pasal 186 Konstitusi
RIS “Konstituante (sidang pembuat Konstitusi) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-
lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan menggantikan
Konstitusi sementara”. Sifat sementara ini dikarenakan pembentuk Undang-Undang Dasar
merasa belum representatif untuk menetapkan sebuah Undang-Undang Dasar, selain itu
pembuatan konstitusi sementara ini dilakukan secara tergesa-gesa hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehubungan akan dibentuknya Negara Federal.

Pada tanggal 20 Juli 1950 Pemerintah RIS dan Pemerintah RI menyetujui Rancangan
UUDS RI yang selanjutnya diteruskan ke DPR oleh Pemerintah dan kepada Badan Pekerja KNP
oleh Pemerintah RI untuk memperoleh pengesahan. Presiden Soekarno menyatakan terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1950 dihadapan Sidang Istimewa
BP KNP Yogyakarta. UU Federal yang memuat naskah UUDS RI adalah UU No. 7 Tahun 1950
(LN 1950/56) tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus
1950. Dengan begitu 17 Agustus 1950 kembalilah bangsa Indonesia ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 1945.28

28
Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (Jakarta: Serambi, 2005), hlm. 471-472
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1980.

Gaffar, Affan. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007.

Muslimin, Amrah. Aspek-Aspek Hukum Otononomi Daerah. Bandung: Alumni, 1978.

Prasoji, Eko. Federalisme dan Negara Federal. Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005.

Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia since c. 1200. Hampshire: Palgrave, 2001.

Soebagjo, Dewi Triwoelan Wresningsih, et.al. Ilmu Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2015.

Strong, C.F. Modern Political Constitutions, An Introduction to the Comparative Study of their
History and Existing For, London: Sidgwich and Jackson, 1960.

Jurnal:

Budiono. “Federasi atau Otonomi Luas: Sebuah alternatif Idealisme Keadilan Hubungan
Pemerintah Pusat dan Daerah.” Jurnal Bestari (September-Desember 1998).

Hendratno, Edie Toet. “Desentralisasi dengan Sistem Federal dan Pengaruhnya terhadap
Pelaksanaan Fungsi Negara.” Hukum dan Pembangunan 4 (Oktober – Desember 2003).

Skripsi:

Samosir, Richard Ignatius. “Kedudukan dan Fungsi Lembaga Wali Nanggroe dalam Sistem
Pemerintahan Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.” Skripsi Sarjana Universitas
Pasundan Bandung, 2016

Internet:

Dickson. “Profil Negara Rusia (Russia)”. https://ilmupengetahuanumum.com/profil-negara-


rusia/, diakses 9 September 2018

Anda mungkin juga menyukai