Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
2011
Stop TB Rencana Aksi Nasional
Kata Pengantar
TIM PENYUSUN
Pengarah
Tjandra Yoga Aditama
Yusharmen
H. M. Subuh
Editor
Dyah Erti Mustikawati
Nani Rizkiyati
Kontributor
Adi Utarini
Ari Probandari
Asik Surya
Carmelia Basri
Chawalit Natpratan
Deni Harbianto
Devi Yuliastanti
Eka Sulistyani
Jan Voskens
Munziarti
Nandy Wilasto
Novayanti R Tangirerung
Sri Retna Irawati
ST Patty
Vanda Siagian
Yodi Mahendradhata
DAFTAR ISI
Daftar Tabel
Daftar Singkatan
Pendahuluan
DOTS, meskipun dalam skala terbatas. Dengan banyaknya jumlah mitra dan penyedia
pelayanan yang terlibat dalam pengendalian TB, intervensi untuk meningkatkan
kapasitas pemerintah dan Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten dalam mengelola
kemitraan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan organisasi profesi penting
dilakukan untuk ekspansi PPM dan promosi ISTC.
ANALISIS SITUASI
oleh Utarini et al (2007) menunjukkan adanya pola pemakaian obat anti TB lini
kedua yang tidak semestinya di rumah sakit yang telah menerapkan strategi DOTS.
Sebanyak 0,75% pasien TB paru dewasa kategori I dan 7,88% pasien TB paru
dewasa kategori II mendapatkan pengobatan hanya obat anti TB lini kedua. Obat
anti TB lini kedua digunakan bersama dengan obat anti TB lini kedua pada 11,6%
pasien TB kategori I dan 12,73% pasien TB kategori II. Ciprofloxasin merupakan
obat lini kedua yang paling banyak dipakai sebagai kombinasi dengan obat lini
pertama. Rendahnya kualitas pengobatan TB di rumah sakit dapat meningkatkan
probabilitas resistensi pengobatan TB pada kasus-kasus yang ditangani oleh rumah
sakit.
Tabel 1. Pencapaian ekspansi DOTS ke berbagai fasilitas pelayanan kesehatan
(2010)
RS Pemerintah RS swasta BUMN TNI dan Polri B/BKPM RSP Total
Jumlah fasyankes 533 867 63 181 28 9 1681
Jumlah fasyankes-DOTS 315 221 22 73 28 8 667
Proporsi fasyankes DOTS 59,1% 25,5% 35% 40,3% 100% 89% 39,7%
Pada tahun 2009 dilakukan pula kajian pelaksanaan DOTS di 18 rumah sakit di
tingkat propinsi oleh Subdit TB, Subdit Rumah Sakit Khusus dan KNCV. Kajian
dilakukan pada tujuh unsur yakni: komitmen rumah sakit dan organisasi tim DOTS,
penemuan penderita, pengobatan, pengawasan pengobatan, pencatatan pelaporan,
jejaring internal dan eksternal, dan sarana prasarana. Hasil kajian menunjukkan
bahwa hanya 17% rumah sakit yang telah melakukan strategi DOTS secara optimal,
sedangkan 39% rumah sakit masih kurang dalam pelaksanaannya. Selain itu,
separuh rumah sakit yang dikaji tidak melakukan proses penemuan kasus sesuai
dengan pedoman yang ada. Selain itu, sebagian besar rumah sakit tidak memiliki
standar prosedur operasional untuk penemuan kasus dan tidak menjalankan sistem
cross-check pemeriksaan mikroskopis sebagai mana mestinya. Hanya 28% rumah
sakit yang menjalankan pedoman pengobatan sesuai strategi DOTS secara optimal.
Kurang dari 40% rumah sakit yang menjalankan pencatatan pelaporan yang
sesuai. Jejaring internal relatif masih lemah di 89% rumah sakit. Sebagian besar
rumah sakit (83%) tidak memiliki sarana seperti unit DOTS atau ruang perawatan
khusus pasien TB yang sesuai dengan standar PPI. Lebih lanjut, kajian tersebut
juga menyimpulkan keterkaitan erat antara komitmen direktur rumah sakit dengan
keberhasilan pelaksanaan strategi DOTS di rumah sakit. Hanya 59% rumah sakit
yang telah memiliki tim DOTS rumah sakit. Di antara rumah sakit yang telah memiliki
tim DOTS, hanya 28% yang berfungsi secara optimal (Kementerian Kesehatan RI,
2010b).
Fakta-fakta diatas menyimpulkan bahwa aspek kualitas masih merupakan menjadi
tantangan pada penerapan strategi DOTS di rumah sakit dan B/BKPM. Sebagai
upaya awal untuk memperbaiki kualitas penerapan strategi DOTS di rumah sakit dan
B/BKPM, diterbitkan buku pedoman manajerial pelayanan TB dengan strategi DOTS
di rumah sakit pada tahun 2010. Buku tersebut diharapkan mampu melengkapi
dan memperkuat pedoman yang telah ada. Lebih lanjut, permasalahan kualitas
pelaksanaan strategi DOTS di rumah sakit telah menumbuhkan wacana tentang
definisi operasional rumah sakit DOTS. Dalam pelaporan program TB nasional
selama ini, kategori rumah sakit DOTS meliputi rumah sakit yang telah dilatih dan
telah melaporkan penemuan kasus dan hasil pengobatannya.
Upaya melibatkan perawat dalam program pengendalian TB di rumah sakit dilakukan
pada tahun 2005 yang diinisiasi melalui Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) cabang Tangerang. Upaya pelibatan perawat dimulai kembali pada tahun
2010 dengan diselenggarakannya pelatihan (ToT) bagi perawat pendidik. Pelatihan
tersebut menggunakan modul Pedoman TB untuk para perawat dalam perawatan
dan pengendalian TB dan TB-MDR. Modul tersebut dibuat oleh Badan Perawat
Internasional (ICN) yang saat ini telah selesai diterjemahkan, tetapi belum terstandar
program pengendalian TB dan Pusdiklat aparatur BPPSDM Kementerian Kesehatan
RI.
Upaya menjalin kemitraan dengan perawat di rumah sakit dipandang sebagai strategi
yang penting. Hal ini karena perawat berpotensi mampu melakukan multi peran dalam
program penanggulangan TB. Perawat berpotensi sebagai care provider, konselor
dan pendidik. Sebagai care provider, perawat dapat berfungsi dalam monitoring
pengobatan, melakukan deteksi dini adanya efek samping obat dan melacak dan
mengembalikan kasus mangkir. Sebagai pendidik, perawat dapat memberikan
edukasi pada masyarakat tentang gejala-gejala TB agar meningkatkan penemuan
suspek TB. Dalam fungsinya sebagai konselor, perawat dapat memberikan alternatif
solusi yang dihadapi mulai diagnosis sampai pengobatan.
Perkembangan pelibatan rumah sakit dan umum, rumah sakit tidak terlepas dari
peran mitra program penanggulangan TB. Sebagai contoh, pelatihan untuk staf
rumah sakit didanai oleh Global Fund Round 1, Round 5 dan USAID. Selain itu,
dengan pendanaan dari TBCAP (USAID) melalui KNCV, ditempatkan 38 Technical
Officer khusus rumah sakit dan tiga Senior Technical Officer khusus rumah sakit
untuk memperkuat ekspansi DOTS di 283 rumah sakit di di delapan provinsi (laporan
KNCV 2010, tidak dipublikasikan). Pedoman penerapan DOTS di rumah sakit telah
diterbitkan pada tahun 2007 oleh program TB nasional.
1.2. Fasilitas pelayanan kesehatan TNI dan POLRI
Kemitraan dengan TNI untuk melaksanakan pelayanan TB dengan strategi DOTS
telah diinisiasi pada tahun 2003, sedangkan POLRI pada tahun 2004. Fasilitas
pelayanan kesehatan TNI meliputi 96 rumkitad, 21 rumkital dan 21 rumkitau.
Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan POLRI sebanyak 43 rumah sakit
Bhayangkara. Disamping itu baik TNI maupun POLRI juga memiliki sekitar 500
klinik/balai pengobatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sampai dengan tahun 2010, telah dicatat beberapa kegiatan kerjasama, yaitu: (1).
Penerbitan buku pedoman penerapan DOTS di fasilitas pelayanan kesehatan AD
dan POLRI; (2). Monitoring evaluasi untuk rumah sakit TNI dan POLRI dilakukan
secara bertahap, yaitu: rumah sakit POLRI (2007 dan 2010), rumah sakit TNI di
pulau Jawa (2008) dan rumah sakit TNI di kawasan barat dan timur (2010) dengan
melibatkan Pusat Kesehatan TNI dan Direktorat Kesehatan AD, Dinas Kesehatan AU
dan AL; (3) Assessment HDL ke rumkitad, rumkitau dan rumkital pada tahun 2010;
(4) kerja sama antara subdit TB dengan Pusat Kesehatan TNI untuk menyusun
Peraturan Panglima TNI tentang pelayanan DOTS di fasilitas pelayanan kesehatan
TNI.
1.3. Dokter praktik swasta, laboratorium swasta dan apotek swasta
Perkembangan kemitraan dengan dokter praktik swasta masih relatif terbatas.
Namun demikian, fondasi bagi pengembangan kemitraan dengan dokter praktik
swasta telah dibangun. Sebagai contoh, pada tahun 2006 dilakukan pilot project
kemitraan dengan praktisi swasta di Medan dan Yogyakarta. Untuk mendukung
kemitraan dengan profesi dokter pada umumnya dan dokter praktik swasta pada
khususnya, Ikatan dokter Indonesia dan enam organisasi profesi lain pada tahun
2006 telah secara resmi mendukung penerapan Internasional Standard for TB Care
(ISTC) edisi pertama.
Isi ISTC edisi pertama telah diadaptasi sesuai dengan konteks Indonesia dan
didiskusikan dengan biro hukum kementerian kesehatan pada tahun 2007. Ringkasan
isi ISTC juga telah dimasukkan dalam Buku Pedoman Nasional Pengendalian TB dan
modul-modul pelatihan TB. ISTC edisi kedua (2009) masih dalam proses adaptasi
untuk implementasi secara nasional.
Untuk pelaksanaan sosialisasi ISTC dibentuk satuan tugas (Task Force) ISTC di tingkat
nasional, terdiri dari organisasi-organisasi profesi bersama Subdit TB. Selanjutnya
dibentuk satuan tugas ISTC di tingkat provinsi yang kemudian melakukan sosialisasi
di beberapa kabupaten/kota. Pada tahun 2009, dilakukan kegiatan evaluasi Task
Force ISTC untuk 21 provinsi. Dari evaluasi tersebut beberapa kendala teridentifikasi,
antara lain: (1) Ketiadaan data yang valid tentang jumlah dokter praktik swasta; (2)
Resistensi dokter spesialis terhadap ISTC; (3) Belum ada mekanisme terstruktur
untuk mengevaluasi dokter praktik swasta yang telah mengikuti sosialisasi ISTC.
Dari total sekitar 98.000 anggota IDI, 7000 dokter telah mengikuti sosialisasi
ISTC, namun baru sekitar 1342 yang melaporkan penemuan kasus pada program
nasional pengendalian TB pada tahun 2009 (data Program TB Nasional 2010, tidak
dipublikasikan). Pada tahun 2007 IDI bersama subdit TB dan organisasi profesi
lainnya telah disusun panduan tata laksana DOTS bagi DPS dan tahun 2008 modul
pelatihan DOTS bagi dokter praktik swasta juga telah dikembangkan. Pelatihan
DOTS bagi dokter praktik swasta telah diuji coba oleh IDI kepada 227 dokter di lima
kota/kabupaten di empat provinsi (Jakarta Timur, Bandung, Cimahi, Malang dan
Padang). Sedangkan PDPI pusat juga telah melatih 23 dokter spesialis paru dan
23 perawat di wilayah DKI. Jumlah total keseluruhan dokter yang sudah dilatih 250
orang (data Subdit TB, tidak dipublikasikan).
Sampai dengan saat ini, belum ada upaya untuk menginisiasi kemitraan dengan
laboratorium swasta. Proyek pilot kemitraan dengan farmasi (apotek swasta) pada
tahun 2006 telah diujicobakan di tiga kota (Denpasar, Semarang, Bandung),
dengan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Buku pedoman
untuk pelayanan farmasi telah diterbitkan pada tahun 2006 dan dalam pedoman
ini telah diuraikan peran farmasi apotek swasta telah. Pada tahun 2009, dilakukan
3. PPM Pembiayaan
Program TB Nasional mulai menyadari bahwa keterlibatan lembaga pembiayaan
swasta berpotensi sebagai target advokasi yang efektif. Direktorat Jenderal PP&PL
telah menandatangai nota kesepahaman dengan PT Jamsostek pada World TB Day
24 Maret 2010. Saat ini Jamsostek melayani 159.811 perusahaan dengan 13
juta pekerja dan keluarganya. Cakupan DOTS oleh Jamsostek diharapkan secara
bertahap meningkat. PT Askes baru dilibatkan untuk pengadaan obat. Jamskesda
dan Jamskesmas selama ini memberikan pembiayaan pengobatan TB untuk pasien
kurang mampu.
2. PPM pembiayaan
• Data Askes/Jamsostek yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan belum
tersedia.
• Kontribusi Askes/Jamsostek dalam program TB belum terevaluasi.
• Asuransi-asuransi pemerintah maupun swasta lainnya belum dilibatkan.
1. Tujuan
Semua pasien TB mendapatkan akses layanan DOTS yang berkualitas dengan
penerapan ISTC oleh seluruh pemberi pelayanan kesehatan.
PERUMUSAN STRATEGI
2011
Kegiatan Unit Pelaksana 2012 2013 2014
TW1 TW2 TW3 TW4
6.1. Strategi PPM Tata Kelola
Pembuatan Pokja TB-IC Nasional pertemuan BUK Dasar, BUK Rujukan, 1 1
Perdalin, Ditjen PAS, Subdit TB,
KNCV
Support Pokja TB-IC Nasional pertemuan BUK Dasar, BUK Rujukan, 1 1 4 4 4
Perdalin, Ditjen PAS, Subdit TB,
KNCV
Revisi pedoman manajerial dan teknis pertemuan BUK Dasar, BUK Rujukan, 1 1
TB-IC Perdalin, Ditjen PAS, Subdit TB,
KNCV
Pengembangan regulasi TB-IC pertemuan BUK Dasar, BUK Rujukan, 1 1
Perdalin, Ditjen PAS, Subdit TB,
KNCV
Menyusun pokja PPM nasional pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 1
Menyusun rencana aksi pokja PPM pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 1
Mengembangkan draft tool untuk pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 1
assessment
Assessment DKI & Jawa Barat pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 2
Pertemuan hasil assessment pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 1
Sosialisasi hasil assessment pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 2
Pembentukan pokja provinsi pertemuan BUK Rujukan, Subdit TB, KNCV 2
Revisi Pedoman Layanan Farmasi pertemuan Binfar, BPOM, IAI, Ditjen P2PL 2
untuk TB
Pertemuan penyusunan regulasi layanan pertemuan Binfar, BPOM, IAI, Ditjen P2PL 4
apotek/farmasi OAT lini I & II
Assessment claim pembiayaan asuransi pertemuan Subdit TB, PT. ASKES,
Jamsostek, asuransi swasta
Pertemuan persiapan 3
Pengumpulan data 9
Diseminasi hasil 1
Penyusunan surat edaran & juklak pertemuan Subdit TB, PT. ASKES, 3
31
32
2011
Kegiatan Unit Pelaksana 2012 2013 2014
TW1 TW2 TW3 TW4
6.4. Strategi PPM Pelayanan kesehatan
6.4.1. Rumah Sakit dan B/BKPM
Supervisi/bimbingan teknis kunjungan Subdit TB & Subdit RS Khusus 20 20 40 40 40
RS
(Pemerintah, Dinkes Provinsi 100 100 200 200 200
BUMN/
Perusahaan, Dinkes Kab/Kota 200 200 400 400 400
Swasta,
TNI/POLRI)
& B/BKPM)
Pertemuan jejaring internal pertemuan Tim DOTS RS & B/BKPM 300 300 300 300 1200 1200 1200
16 32 100 100 100
Pertemuan jejaring eksternal pertemuan Dinkes Prov & Kab/Kota 33 33 66 66 66
Cluster Kab/Kota (RS, 6 14 40 40 40
Puskesmas, B/BKPM, DPS)
Cluster Kab/Kota (RS, 200 250 450 450 450
Puskesmas, B/BKPM, DPS)
Asistensi teknis pertemuan TO PPM 360 360 2520 2520 2520
Penyusunan rencana pengembangan pertemuan Dinkes Prov, Subdit TB, KNCV, 8
HDL Provinsi BUK Rujukan
Pengembangan pedoman klinis dan pertemuan Subdit TB & Subdit RS Khusus 3 4
terapi TB di RS
Pengembangan instrumen akreditasi RS pertemuan Subdit TB & Subdit RS Khusus 3
Pelatihan surveyor akreditasi RS pertemuan Subdit TB & Subdit RS Khusus 1
Tryout tools ke surveyor kunjungan Subdit TB & Subdit RS Khusus 24
Pencetakan pedoman klinis dan terapi eksemplar Subdit TB & Subdit RS Khusus 2000
Pencetakan panduan pengkajian eksemplar Subdit TB, Dit Keperawatan, 1000 1000
keperawatan TB di fasilitas kesehatan PPNI, KNCV
6.4.2. Fasilitas pelayanan kesehatan
TNI dan POLRI
Sosialisasi TNI pertemuan Kemenhan (SR GF R10), 1 2 2
Puskes TNI, Subdit TB
Sosialisasi POLRI pertemuan Pusdokkes POLRI, Subdit TB 1
Pengembangan jejaring internal & pertemuan Kemenhan, Puskes TNI, 1
eksternal TNI Subdit TB
Pengembangan jejaring internal & pertemuan Pusdokkes POLRI, Subdit TB 1
33
34
2011
Kegiatan Unit Pelaksana 2012 2013 2014
TW1 TW2 TW3 TW4
Pencetakan pedoman pelayanan eksemplar Kemenhan (SR GF R10), Puskes 1000
TB DTPK TNI, Pusdokkes POLRI,
Subdit TB
Persiapan AKMS TNI/POLRI pertemuan Kemenhan (SR GF R10), Puskes 3 3
TNI, Pusdokkes POLRI,
Subdit TB
Implementasi AKMS TNI/POLRI pertemuan Kemenhan (SR GF R10), Puskes 1 1 1
TNI, Pusdokkes POLRI,
Subdit TB
Pencetakan buku PerPang TNI eksemplar Kemenhan (SR GF R10), Puskes 1000 1000
TNI, Pusdokkes POLRI,
Subdit TB
Pencetakan pedoman penerapan strategi eksemplar Pusdokkes POLRI, Subdit TB 1000 1000
DOTS faskes POLRI
Pelatihan AKMS pertemuan Kemenhan (SR GF R10), Puskes 3 3
TNI, Subdit TB
6.4.3. Fasilitas pelayanan kesehatan
Lapas/Rutan
Workshop TB-IC pertemuan BUK dasar, KemenkumHAM, 1 1 1
Subdit TB, FHI
Pengembangan Instrumen MonEv TB-IC pertemuan BUK dasar, KemenkumHAM, 1
Subdit TB, FHI
Assessment TB-IC kunjungan BUK dasar, KemenkumHAM, 10 10 20 20
Subdit TB, FHI
Sosialisasi Kanwil KemenkumHAM pertemuan Ditjen PAS, Subdit TB 1
Sosialisasi Kalapas & Karutan pertemuan Ditjen PAS, Subdit TB 7 7 7
Pemeriksaan radiologis orang Ditjen PAS, Subdit TB 420 420 420 420 1680 1680
Finalisasi buku pedoman TB-IC pertemuan Ditjen PAS, Subdit TB 2
Pencetakan buku pedoman TB-IC eksemplar Ditjen PAS, Subdit TB 1000 1000
Koordinasi program TB di lapas pertemuan Ditjen PAS, Subdit TB 1 1 1 1 4 4
6.4.4. Dokter Praktik Swasta
Rapat koordinasi antar organisasi profesi pertemuan IDI (SR) 1 1 4 4
Penyusunan & finalisasi SK Kebijakan pertemuan IDI (SR) 1 2 2
PB IDI untuk sertifikasi DOTS pertemuan IDI (SR) 1 1 4
Koordinasi antara Dinkes Provinsi,
35
36
2011
Kegiatan Unit Pelaksana 2012 2013 2014
TW1 TW2 TW3 TW4
Pencetakan buku ISTC versi panjang & eksemplar IDI (SR) 10000
singkat
6.4.5. Fasilitas pelayanan kesehatan Tempat
kerja/perusahaan
Pengembangan jejaring eksternal & pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 3
internal Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Revisi pedoman penanggulangan TB pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 3
di tempat kerja Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Peningkatan CSR melalui koordinasi pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 1 1 1 1 4 4
dengan Pusat Promosi Kesehatan Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Pencetakan buku pedoman eksemplar Subdit TB, Kemenakertrans, 1000
penanggulangan TB di tempat kerja Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Sosialisasi kepada serikat buruh pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 2
Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Workshop kepada tenaga kesehatan pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 2
perusahaan dan tenaga kesehatan Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
outsourcing APINDO
Advokasi kepada pihak manajemen pertemuan Subdit TB, Kemenakertrans, 2
perusahaan Dit Binkesja, Jamsostek, BUMN,
APINDO
Pelaksanaan RAN PPM TB 2011-2014 harus dimonitor secara berkala dan dievaluasi
secara sistematis. Sebagai tahap awal akan dibentuk Pokja PPM TB Nasional yang
salah satu tugas pokoknya adalah memantau dan mengevaluasi implementasi RAN
PPM TB. Pokja PPM ini akan mengembangkan pedoman monitoring dan evaluasi
RAN PPM TB.
Monitoring akan dilaksanakan oleh Pokja PPM TB setiap enam bulan dalam pertemuan
rutin Pokja dan setiap tahun sebagai bagian dari pertemuan rutin monitoring evaluasi
program TB nasional. Monitoring dan evaluasi RAN PPM TB tidak terlepas dari
monitoring dan evaluasi Stranas TB dan RAN yang lain. Tujuan untuk monitoring
RAN PPM TB adalah untuk: (1) memantau proses dan perkembangan implementasi
RAN PPM TB dengan mengacu pada indikator dan target yang telah ditetapkan
dalam dokumen RAN PPM TB; (2) mengidentifikasi masalah dan kesenjangan pada
waktu implementasi RAN PPM TB; dan (3) mengatasi masalah yang teridentifikasi
dan mengantisipasi dampak dari permasalahan. Para pemangku kepentingan PPM
TB (misal: DitJen BUK, Ditjen PAS, Organisasi profesi, asosiasi RS, asuransi), akan
dilibatkan dalam kegiatan monitoring ini.
Evaluasi RAN PPM TB yang akan dilaksanakan oleh Pokja PPM TB bertujuan antara
lain untuk menganalisis relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan
RAN PPM TB untuk memberikan arah kebijakan PPM TB jangka panjang. Selain
melakukan kajian evaluasi secara khusus (data primer), Pokja PPM TB akan
memanfaatkan berbagai sumber data sekunder untuk kepentingan evaluasi RAN PPM
TB. Data sekunder evaluasi dapat bersumber dari laporan monitoring RAN PPM TB,
pelaporan rutin fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam PPM TB (termasuk
RS pemerintah, swasta, BUMN; B/BKPM; Lapas & Rutan, klinik perusahaan &
BUMN), temuan berbagai hasil riset operasional oleh badan penelitian, perguruan
tinggi, LSM dan evaluasi yang diselenggarakan oleh organisasi internasional (seperti
Joint External Monitoring Mission - yang diselenggarakan setiap tiga tahun dan
evaluasi eksternal lainnya yang terkait PPM TB).
PEMBIAYAAN
RENCANA AKSI NASIONAL PPM
DAFTAR PUSTAKA