Anda di halaman 1dari 42

Tugas Mandiri

Nama : Ahmad Yudhistira Wahyu Putra

NIRM : 07. 2. 2. 17. 2395

Kelompok : 1

I. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia peternakan kini semakin pesat dalam berbagai hal. Hal ini terlihat dari
banyak hal yang dapat kita lihat saat ini mulai dari sektor pakan manajemen pemeliharaan dan asek
lingkungan ternak yang semakin modern dan canggih. Bukan hanya itu saja aspek lain yang kini
menjadi patokan dalam pemeliharaan ternak secara baik dan memenuhi standar adalah prinsip
manajemen pemeliharaan sesuai dengan Animal Welfare.

Menurut Undang-Undang No 41 tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,


kesejahteraan hewan/Animal welfare diartikan sebagai segala urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan
ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia. Kesejahteraan hewan memiliki 3 aspek penting yaitu science atau
mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan yang berbeda dari sudut pandang hewan,
etika yaitu mengenai bagaimana sebaiknya manusia memperlakukan hjewan, hukum yaitu mengenai
bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.

Byukan hanya itu saja patokan yang biasanya diguakan dalam penentuan kelayakan
penerapan Animal Welfare pada lingkungan peternakan mulai dari Unggas, Sapi potong/perah,
kambing adalah penerapan prinsip 5 kebebasan meliputi : Ternak yang dipelihara harus bebas dari
rasa haus dan lapar, Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa ketidak nyamanan/ penyiksaan
fisik, Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit, Ternak bebas untuk
mengekspesikan perilaku alamiah, Ternak bebas dari ketakutan dan rasa tertekan.Pengabaian yang
dilakukan pada lima prinsip diatas biasanya sering terjadi dilingkungan masyarakat peternakan yang
nantinya mengakibatkan banyak kerugian.

Penerapan 5 prinsip diatas dapat kita lihat dari manajemen pemeliharaan yang dilakukan
dengan patokan sebagai berikut : 1. Pakan dan air minum 2. Kesehatan Hewan 3. Kandang dan
pemeliharaan ternak 4. Recording/Catatan Ternak. 5. Sumber daya manusia yang kompeten. Bila
penerapan kelima prinsip animal walfare tersebut telah dilakukan dan juga penerapan manajamen
yang sesuai jga dilakukan maka peternakan tersebut dapat dikatakan memenuhi standart dalam
penerapan Kesrawan/Animal walfare.
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Lingkungan Pemeliharaan Unggas Berdasarkan Prinsip Animal Welfare

2.1.1 Sarana dan Prasarana

A. Prasarana

1. Lahan dan Lokasi


Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014 Lahan dan lokasi usaha pembibitan ayam
asli dan ayam lokal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. letak ketinggian lahan memperhatikan wilayah sekitarnya, topografi dan fungsi


lingkungan;
2. bebas dari agen penyakit yang membahayakan;
3. lahan diberi pagar keliling;
4. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) atau Rencana Detail Tata Ruang
Daerah (RDTD);
5. mudah diakses atau terjangkau alat transportasi; dan
6. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL).
2. Air dan Sumber Energi
Tersedia cukup air bersih sesuai baku mutu, dan sumber energi antara
lain listrik sebagai sumber penerangan, pemanas sesuai kebutuhan dan peruntukannya.
B. Sarana
Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014, Sarana usaha pembibitan ayam asli dan
ayam lokal yang baik meliputi bangunan, alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan,
bibit,pakan, dan obat hewan.
1. Bangunan
Bangunan untuk usaha pembibitan ayam asli dan ayam lokal yang baik meliputi jenis
bangunan, konstruksi bangunan, dan tata letak bangunan.
1. Jenis Bangunan
Jenis bangunan terdiri dari:
1) kandang ayam;
2) kandang isolasi;
3) ruang penyimpanan pakan, obat dan peralatan;
4) ruang fumigasi;
5) ruang penyimpanan telur;
6) ruang penetasan;
7) ruang penanganan DOC (sexing, seleksi, vaksinasi dan pengemasan); dan
8) unit penampungan dan pengolahan limbah (digester).
Selain jenis bangunan tersebut di atas hendaknya mempunyai bangunan kantor
untuk urusan administrasi dan mess bagi karyawan perusahaan pembibitan.

2. Konstruksi Bangunan
Konstruksi bangunan harus:
1) menjamin sirkulasi udara dan menjaga kandang tidak lembab serta dijaga alas
kandang tetap kering;
2) memperhatikan faktor keselamatan kerja, keamanan, kenyamanan dan
kesehatan bagi peternak dan ternaknya; dan
3) daya tampung kandang sistem litter :

No. Umur (minggu) Ekor/m2


1. 0-6 30
2. 6-12 20
3. 12-18 10
4. > 18 7
Sumber: Permentan Nomor 79 Tahun 2014
3. Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan kandang dan bangunan lainnya dalam lokasi pembibitan ayam
asli dan ayam lokal:
1) dikelilingi pagar yang dapat menjamin keamanan, dan pagar pintu masuk
dilengkapi desinfektan;
2) letak kandang dengan bangunan lain bukan kandang harus terpisah;
3) posisi kandang membujur dari timur ke barat atau sebaliknya;
4) kandang ayam untuk yang berbeda kelompok umur harus terpisah atau disekat
satu sama lain;
5) jarak antara tiap kandang minimal 1 kali lebar kandang dihitung dari tepi atap
kandang;
6) kandang dan ruang penetasan terpisah; dan
7) ruang kantor dan ruang karyawan harus terpisah dari daerah perkandangan.
Jenis Perkandangan yang Umum digunakan :

Gambar 1. Kandang Panggung


Gambar 2. Kandang Close House

Gambar 3. Kandang Postal

Gambar 4. Kandang Tipe Batrai


Penyediaan Tempat Minun Yang selalu tersedia

2. Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan


Alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan dalam pembibitan ayam asli dan ayam
lokal yang baik, antara lain:
1. tempat pakan dan minum sesuai dengan umur;
2. sarang (nest);
3. tempat telur (egg tray);
4. alat penerangan;
5. induk buatan (brooder);
6. timbangan;
7. alat potong paruh (debeaker);
8. alat pengukur suhu (thermometer);
9. mesin tetas;
10. kemasan DOC;
11. alat peneropongan telur (candling);
12. alat sanitasi kandang (sprayer); dan
13. alat pembersih kandang.
3. Bibit
1. bibit ayam yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas menular;
2. bibit ayam yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu; dan
3. bibit diutamakan berasal dari pembibitan ayam.
4. Pakan
Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk ayam asli dan ayam
lokal.

5. Obat Hewan
1. obat hewan yang dipergunakan harus memiliki nomor pendaftaran obat hewan;
2. obat hewan yang dipergunakan sebagai imbuhan dan pelengkap pakan meliputi
premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan peruntukannya; dan
3. penggunaan obat hewan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang obat hewan.

2.1.2 Cara Pembibitan

Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014, dalam usaha pembibitan ayam asli dan
ayam lokal diperlukan ayam yang baik. Untuk memperoleh ayam yang baik dilakukan
melalui pemilihan betina (indukan) dan jantan (pejantan), pemberian pakan, perkawinan,
pola pemeliharaan, penanganan telur tetas dan penetasan serta penanganan DOC, dan
pencatatan.

A. Pemilihan Betina (Indukan) dan Jantan (Pejantan)


Untuk memperoleh betina dan jantan yang baik harus memenuhi persyaratan:
1. berasal dari tetua yang memiliki produktivitas, fertilitas, dan daya tetas telur tinggi;
2. umur betina minimal 5 (lima) bulan dan jantan minimal 8 (delapan) bulan; dan
3. sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM) bibit
ayam.
B. Pemberian Pakan
Bahan pakan diutamakan bersumber dari bahan pakan lokal. Pakan dapat diberikan dalam
bentuk halus (mash), butiran (crumble) atau pellet, dengan kandungan nutrisi sesuai
Persyaratan Teknis Minimal (PTM) sebagaimana tercantum pada Tabel.
Tabel: Kandungan Nutrisi ayam sesuai perkembangan umur (jantan dan betina)

Kandungan Kandungan Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Umur Ayam


No Nutrisi
0–1 1–6 6 – 14 14 – 18 Induk Bibit dan
(minggu) (minggu) (minggu) (minggu) Pejantan Dewasa
Produktif
1. Kadar air 14 % 14 % 14 % 14 % 14 %
(KA)
maksimal
2. Energi 2800 kkal 2800 kkal 2800 kkal 2750 kkal 2800 kkal
metabolis ME/kg ME/kg pakan ME/kg ME/kg ME/kg pakan
(ME) pakan pakan pakan
3. Protein kasar 21 % 19 % 17 % 15 % 16 %
(PK)
4. Kalsium (Ca) 0,9 % 1% 1% 1% 3,25 %
5. Phosphor (P) 0,5 % 0,4 % 0,5 0,5 0,5 %
6. Serat kasar 5% 5% 5% 5% 5%
(SK) maksimal
7. Aflatoksin 50 ppb 50 ppb 50 ppb 50 ppb 50 ppb
(maksimal)
8. Asam amino 0,9% 0,9 % 0,9 % 0,9 % 0,9 %
lysine
9. Asam amino 0,4 % 0,4 % 0,4 % 0,4 % 0,4 %
metionin
10. Vitamin E - - - - 80 mg/kg
pakan
11. Mineral Zn - - - - 100 mg/kg
pakan

Jenis-Jenis bahan dan Pakan Unggas :

Gambar 1. Macam Bahan Pakan

Gambar 2. Pakan Pellet

C. Perkawinan

Perkawinan ayam dilakukan dengan cara kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB).
1. untuk kawin alam perbandingan antara jantan dan betina 1:5;
2. untuk IB agar diperoleh fertilitas yang tinggi:
1. setiap pengambilan semen dari 1 (satu) ekor pejantan dapat digunakan pada 10
(sepuluh) ekor betina;
2. IB dilakukan pada sore hari setelah jam 14.00 setelah sebagian besar ayam sudah
bertelur.
D. Pola Pemeliharaan
Pola pemeliharaan ayam asli dan ayam lokal dilakukan dengan cara intensif dan semi
intensif.
1. Intensif
Pola pemeliharaan intensif dilakukan dengan cara mengelola seluruh kebutuhan hidup
dan kesehatan ayam di dalam kandang.
2. Semi Intensif
Pola pemeliharaan semi intensif dilakukan dengan cara mengelola sebagian kebutuhan
hidup dan kesehatan ayam di dalam kandang dan dalam umbaran secara terbatas.

E. Penanganan Telur Tetas dan Penetasan serta Penanganan DOC


1. Penanganan Telur Tetas
1. telur yang akan ditetaskan hendaknya berasal dari betina (induk) dengan produktivitas
yang baik;
2. sebelum ditetaskan, telur diseleksi sesuai persyaratan untuk telur tetas berdasarkan
bobot minimal 36 gram/butir, bentuk telur oval, dan kondisi fisik kerabang halus serta
tidak retak; dan
3. telur disimpan pada suhu 22-25°C paling lama 5 (lima) hari.
2. Penetasan
1. penetasan dilakukan dengan mesin tetas yang kapasitasnya disesuaikan dengan
kebutuhan; dan
2. selama penetasan, suhu dan kelembaban diatur sesuai dengan kebutuhan.
3. Penanganan DOC
Penanganan DOC dilakukan sebagai berikut:
1. DOC dikeluarkan dari mesin tetas setelah bulu kering;
2. DOC yang tidak memenuhi syarat kualitas di culling;
3. DOC yang akan didistribusikan harus sudah divaksin Marek’s untuk bibit dan
vaksin Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis Disease (IBD) untuk pedaging;
4. pendistribusian bibit harus disertai dengan catatan program vaksinasi yang telah dan
yang seharusnya dilakukan;
5. kemasan DOC harus sesuai dengan SNI; dan
6. pemisahan antara jantan dan betina (sexing).

F. Pencatatan
Dalam usaha pembibitan ayam asli dan ayam lokal perlu dilakukan pencatatan, yang
meliputi:
1. bobot DOC;
2. bobot badan dan umur pertama bertelur;
3. produksi telur;
4. produksi telur tetas;
5. fertilitas dan daya tetas;
6. produksi DOC yang layak didistribusi (salable chick);
7. persentase kematian anak ayam sampai dewasa;
8. program vaksinasi;
9. jenis penyakit dan penanggulangannya; dan
10. pemasukan bibit (tanggal, asal, jumlah, jenis kelamin dan kondisi).
2.1.3 Kesehatan Hewan

Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014, dalam usaha pembibitan ayam asli dan
ayam lokal yang baik harus diperhatikan kaidah kesehatan hewan antara lain situasi penyakit
hewan, tindakan pengamanan penyakit hewan, dan pelaksanaan biosecurity.

A. Situasi Penyakit Hewan


Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014 Ayam asli dan ayam lokal yang akan dibibitkan
harus bebas dari agen penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi seperti
Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Salmonella sp, Infectious Bursal Disease
(IBD), dan Marek’s Disease.

B. Tindakan Pengamanan Penyakit Hewan


Tindakan pengamanan penyakit hewan meliputi pola pelayanan teknis kesehatan hewan dan
manajemen pelayanan kesehatan hewan.

1. Pola pelayanan teknis kesehatan hewan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan


hewan kelompok dan perusahaan, pelayanan aktif kesehatan hewan, dan pelayanan pasif
kesehatan hewan.
a. pelayanan kesehatan hewan kelompok, dilakukan melalui pendekatan kelompok;
b. pelayanan kesehatan hewan perusahaan, dilakukan dokter hewan perusahaan dengan
pengawasan oleh dokter hewan instansi berwenang;
c. pelayanan aktif kesehatan hewan dilakukan melalui surveilans dengan cara
pengambilan contoh spesimen secara terprogram dan periodik ke lokasi pembibitan
oleh petugas teknis pusat kesehatan hewan, laboratorium kesehatan hewan daerah,
dan/atau Balai/Balai Besar Veteriner; dan
d. pelayanan pasif kesehatan hewan dilakukan berdasarkan laporan dari peternak,
perusahaan peternakan atau masyarakat atas kejadian kasus penyakit hewan di
lokasi pembibitan.

2. Manajemen Pelayanan Kesehatan Hewan


Manajemen pelayanan kesehatan hewan dilakukan melalui pendekatan tata kelola kerja
petugas teknis, tata kelola kader kesehatan hewan kelompok, dan tata kelola data dan
informasi kasus penyakit hewan dan produksi.
a. tata kelola kerja petugas teknis dilakukan melalui penerapan pelayanan teknis secara
terpadu dengan melibatkan petugas fungsional yang membidangi fungsi perbibitan,
pakan, budi daya, dan kesehatan hewan;
b. tata kelola kader kesehatan hewan kelompok dibentuk pada setiap lokasi binaan
kelompok yang berperan sebagai petugas informasi yang membantu petugas teknis
dalam penanganan kasus penyakit hewan sesuai dengan kompetensinya; dan
c. tata kelola data dan informasi kasus penyakit hewan dan produksi dilakukan untuk
mengefektifkan pelayanan teknis melalui penerapan kartu kesehatan hewan mulai
dari tingkat peternak sampai di tingkat kelompok.

C. Pelaksanaan Biosecurity
Pelaksanaan biosecurity pada pembibitan ayam asli dan ayam lokal yang baik pada
perusahaan peternakan sebagai berikut:
1. Tata Laksana
a. lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan di pintu masuk dilakukan
penyemprotan desinfektan;
b. tata letak bangunan/kandang sesuai dengan peruntukannya;
c. rumah tempat tinggal, kandang ayam, dan kandang hewan lain ditata pada lokasi
yang terpisah;
d. area parkir efektif, berpagar, dan diberi gerbang; dan
e. prosedur yang ketat keluar masuknya staf dan pengunjung ke peternakan.
2. Tindakan Desinfeksi dan Sanitasi
a. desinfeksi dilakukan pada setiap orang, peralatan dan kendaraan yang keluar masuk
lokasi peternakan;
b. tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan disediakan dan diganti
setiap hari serta ditempatkan di dekat pintu masuk lokasi kandang/peternakan;
c. pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk barang seperti produk ternak, pakan,
kotoran ternak, alas kandang dan litter yang dapat membawa virus;
d. semua barang sebelum masuk ke lokasi peternakan dilakukan desinfeksi;
e. setiap orang yang akan masuk ke lokasi kandang harus mencuci tangan dengan
sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki ke dalam tempat/bak cairan
desinfektan;
f. mencegah keluar masuknya tikus (rodensia), serangga, dan ternak lain yang dapat
berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi peternakan;
g. kandang, tempat makan dan minum, kotoran kandang dibersihkan secara berkala
sesuai prosedur;
h. tidak membawa ayam mati atau sakit keluar dari areal peternakan;
i. ayam yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan dikubur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
j. kotoran ayam diolah misalnya dibuat kompos sebelum dikeluarkan dari area
peternakan; dan
k. air kotor hasil penyucian agar langsung dialirkan keluar kandang secara terpisah
melalui saluran limbah ke tempat penampungan limbah.

2.1.4 Pelestarian Lingkungan

Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014, dalam melakukan usaha pembibitan ayam
asli dan ayam lokal harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup antara lain:
1. mencegah pencemaran lingkungan hidup dan timbulnya erosi;
2. mencegah suara bising, bau busuk, dan pencemaran air;
3. membuat unit pengolahan limbah sesuai dengan kapasitas produksi untuk menghasilkan
pupuk organik;
4. membuat saluran dan tempat pembuangan kotoran;
5. membuat tempat pembakaran atau penguburan bangkai ayam; dan
6. membuat sirkulasi udara.

2.1.5 Sumber Daya Manusia

Menurut Permentan Nomor 79 Tahun 2014, Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam
pembibitan ayam asli dan ayam lokal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani;
2. Mempunyai keterampilan sesuai bidangnya dan memahami risiko pekerjaan; dan
3. Mampu menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

2.2 Lingkungan Pemeliharaan Sapi Perah Berdasarkan Prinsip Animal Welfare

(Permentan Nomor 55 Tahun 2006) menjadi patokan dasar dalam penyusunan


materi tinjauan pustka ini karena dalam sumber ini merupakan patokan utama yang
digunakan di indonesia.

2.2.1 Sarana dan Prasarana

A. Lokasi

Lokasi usaha pembibitan sapi perah harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut :

1. Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan


Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD) setempat;
2. Mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi perah serta dapat ditetapkan
sebagai wilayah sumber bibit ternak;
3. Terkonsentrasi dalam satu kawasan atau satu Village Breeding Center
(VBC) atau satu unit pembibitan ternak;
4. Tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum setempat, untuk
peternakan yang sudah berbentuk perusahaan dibuktikan dengan izin
tempat usaha;
5. Memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah
yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan;
6. Jarak antara usaha pembibitan sapi perah dengan usaha pembibitan unggas
minimal 1.000 meter;
7. Didukung oleh infrasktruktur yang baik.
(Permentan Nomor 55 Tahun 2006)

B. Lahan
Lahan untuk usaha pembibitan sapi perah harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

1. Bebas dari jasad renik patogen yang membahayakan ternak dan manusia;

2. Sesuai dengan peruntukannya menurut peraturan perundang - undangan


yang berlaku.
(Permentan Nomor 55 Tahun 2006)

C. Sumber Air dan alat penerang

Usaha pembibitan sapi perah hendaknya memiliki sumber air yang


memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Sumber air tersedia tidak jauh dari kandang/kelompok peternakan atau
dapat mengalir dengan mudah mencapai kandang dalam jumlah yang
cukup;
2. Air minum yang memenuhi baku mutu air yang sehat tersedia sepanjang
tahun dalam jumlah sesuai kebutuhan;
3. Penggunaan air untuk keperluan kebersihan kandang dan peralatan tidak
mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat sekitar;
4. Usaha pembibitan sapi perah agar menyediakan alat penerang sesuai
kebutuhan.
(Permentan Nomor 55 Tahun 2006)

D. Bangunan dan Peralatan

1. Untuk pembibitan sapi perah diperlukan bangunan, peralatan, persyaratan


teknis dan letak kandang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bangunan kandang
A. kandang sapi laktasi;
B. kandang kering kandang;
C. kandang beranak;
D. kandang pedet;
E. kandang dara;
F. kandang pejantan;
G. kandang kawin;
H. kandang isolasi.

b. Bangunan lain
A. gudang pakan dan peralatan;
B. unit pemerahan;
C. unit kamar susu;
D. unit pengolah susu;
E. unit penampungan dan pengolahan limbah;
F. unit sanitasi, sterilisasi, penanganan kesehatan;
G. unit perkawinan ternak;
H. instalasi air bersih;
I.bangunan kantor dan tempat karyawan.

c. Peralatan
A. tempat pakan dan tempat minum;
B. alat pemotong dan pengangkut rumput;
C. alat pembersih kandang dan pembuatan kompos;
D. peralatan kesehatan hewan;
E. peralatan pemerahan dan pengolahan susu;
F. peralatan sanitasi kebersihan;
- peralatan pengolahan limbah.
d. Persyaratan teknis kandang
A. konstruksi harus kuat;
B. terbuat dari bahan yang ekonomis mudah diperoleh;
C. sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
D. drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah
dibersihkan;
E. lantai dengan kemiringan 5% tidak licin, tidak kasar, mudah
kering dan tahan injak;
F. luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung;
G. kandang isolasi dibuat terpisah.

e. Letak kandang memenuhi persyaratan sebagai berikut:


A. mudah diakses terhadap transportasi;
B. tempat kering dan tidak tergenang saat hujan;
C. dekat sumber air, atau mudah dicapai aliran air;
D. tata letak dengan bangunan lain sedemikian rupa yang
memudahkan kegiatan, pengaturan drainase dan pembuangan
limbah sehingga tidak terjadi pencemaran;
E. kandang isolasi terpisah dari kandang/bangunan lain.
F. cukup sinar matahari, kandang tunggal menghadap timur, kandang
ganda membujur utara-selatan;
G. tidak mengganggu lingkungan hidup;
- memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi
(Permentan Nomor 55 Tahun 2006)

Gambar 1. Jenis kandang penerapan kesejah teraan hewan yang ideal

2.2.2 Kesehatan Hewan

Untuk memperoleh hasil yang baik, pembibitan sapi perah harus


memperhatikan persyaratan kesehatan hewan yang berdasar pada
Permentan Nomor 55 Tahun 2006) meliputi :

1. Situasi penyakit
Pembibitan sapi perah harus terletak di daerah yang tidak terdapat
gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit radang limpa (Ánthrax),
kluron menular (Brucellosis), tuberculosis, anaplasmosis, leptospirosis,
salmonelosis dan piroplasmosis.

2. Pencegahan/Vaksinasi

a. pembibitan sapi perah harus melakukan vaksinasi dan pengujian/tes


laboratorium terhadap penyakit hewan menular tertentu yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
b. mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai
dalam kartu kesehatan ternak;
c. melaporkan Kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan
setempat terhadap kemungkinan timbulnya kasus penyakit, terutama
yang diduga/dianggap sebagai penyakit hewan menular;
d. penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan dan
diperhitungkan secara ekonomis;
e. pemotongan kuku dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sekali;
f. setiap dilakukan pemerahan harus dilakukan uji mastitis;
g. dilakukan tindakan Biosecurity.

2.2.3 Pelestarian Lingkungan

Setiap usaha pembibitan sapi perah hendaknya selalu memperhatikan


Permentan Nomor 55 Tahun 2006) yang memberikan aspek pelestarian
lingkungan, antara lain dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut :

1. Menyusun rencana pencegahan dan penanggulangan pencemaran


lingkungan sebagaimana diatur dalam :

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL);
c. Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).

2. Melakukan upaya pencegahan pencemaran lingkungan, sebagai berikut :

a. mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan di


areal peternakan;
b. mencegah terjadinya polusi dan gangguan lain seperti bau busuk,
serangga, pencemaran air sungai dan lain-lain;

c. membuat dan mengoperasionalkan unit pengolah limbah


peternakan (padat, cair, gas) sesuai kapasitas produksi limbah yang
dihasilkan. Pada peternakan rakyat dapat dilakukan secara kolektif oleh
kelompok.

2.3 Lingkungan Pemeliharaan Sapi Potong Berdasarkan Prinsip Animal Welfare

2.3.1 Sarana dan Prasarana

(Permentan Nomor 46 Tahun 2015) menjadi patokan dasar dalam penyusunan


materi tinjauan pustka ini karena dalam sumber ini merupakan patokan utama yang
digunakan di indonesia.

A Prasarana

1. Lokasi

Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) Lokasi usaha budi daya sapi potong harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) atau Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah
Kabupaten/Kota (RDTRD) serta sesuai dengan daya dukung lahan;
b memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL);
c terpisah dengan lokasi usaha budi daya ternak lainnya;
d jarak antara lokasi usaha budi daya sapi potong dengan lokasi usaha budi daya ternak
lainnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis risiko yang dilaksanakan oleh dinas
kabupaten/kota yang menyelenggarakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan;
e mempunyai akses transportasi; dan
f tersedia sumber pakan.

2. Lahan

(Permentan Nomor 46 Tahun 2015), Letak dan ketinggian lahan dari wilayah
sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan, sehingga kotoran dan limbah
yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan, tidak ditemukan penyakit hewan menular
yang berhubungan dengan reproduksi dan produksi sapi potong serta dapat
membahayakan manusia, hewan yang dibudidayakan. Lahan yang dijadikan lokasi budi
daya sapi potong tidak pernah ditemukan kasus anthrax.

3. Air dan Sumber Energi

Tersedia sumber air bersih dan sumber energi yang cukup sesuai kebutuhan dan
peruntukannya.

B Sarana
Sarana untuk usaha budi daya sapi potong yang baik meliputi betina dan pejantan, sapi
potong, pakan, alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan, obat hewan, dan bangunan.

1. Betina dan Pejantan

Betina dan pejantan yang akan dikembangbiakkan harus memenuhi persyaratan antara
lain:

a. sehat dan bebas penyakit hewan menular yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter hewan yang berwenang;
b. memiliki organ reproduksi normal dan sehat;
c. tidak memiliki cacat fisik dan genetik;
d. dapat berasal dari sapi lokal atau impor yang merupakan rumpun/galur murni atau
persilangan;
e. pejantan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)/Persyaratan Teknis Minimal
(PTM) menurut rumpun/galur sapi potong;
f. pejantan mempunyai libido tinggi dan kualitas sperma yang baik; dan
g. jika menggunakan semen cair atau semen beku, sesuai persyaratan SNI.

2. Sapi Potong

Sapi potong untuk usaha penggemukan harus memenuhi persyaratan antara lain:
a. sehat dan bebas penyakit hewan menular yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter hewan yang berwenang;
b. dapat berasal dari sapi lokal atau impor yang merupakan rumpun/galur murni atau
persilangan; dan
c. jantan umur 2-3 tahun.

3. Pakan

Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) Pakan diberikan untuk memenuhi


kebutuhan hidup pokok dan produksi yang menggunakan pentabelan dengan SNI
sebagai acuan sebagai berikut:

a. tersedia pakan yang cukup dalam jumlah dan mutu (sesuai SNI mutu pakan sapi
potong);
b. pakan yang diberikan dapat berasal dari pakan yang diolah sendiri atau pakan
pabrikan;

c. pakan yang diolah sendiri diuji di laboratorium pengujian mutu pakan yang
terakreditasi baik milik pemerintah maupun swasta untuk menjamin kandungan
nutrisi dan keamanan pakan;
d. dilarang menggunakan pakan yang dicampur dengan hormon tertentu dan/atau
antibiotik imbuhan pakan, darah, daging, dan/atau tulang;
e. untuk pola pemeliharaan ekstensif, ketersediaan pakan pada padang rumput
disesuaikan dengan kapasitas tampung;
f. pemberian pakan hijauan segar minimal 10% dari bobot badan dan pakan
konsentrat sekitar 1-2% dari bobot badan; dan
g. jumlah dan jenis pakan yang diberikan harus disesuaikan dengan tujuan produksi,
umur, dan status fisiologi ternak serta memenuhi persyaratan standar mutu yang
ditetapkan.
SNI Mutu Pakan Sapi Potong sebagai berikut:

Sapi Potong

No Kandungan Nutrisi

Penggemukan Induk Pejantan

1. Kadar air (maks) (%) 14 14 14

2. Protein Kasar (min) (%) 13 14 12


Sapi Potong

No Kandungan Nutrisi

Penggemukan Induk Pejantan

3. Lemak kasar (maks) (%) 7 6 6

4. TDN (min) % 70 65 65

5. Abu (maks) (%) 12 12 12

6. Calsium (Ca,%) 0,8 – 1,0 0,8 – 1,0 0,5 – 0,7

7. Phospor (P,%) 0,6 – 0,8 0,6 – 0,8 0,3 – 0,5

200 200

8. Aflatoksin maksimum (ppb) 200

9. NDF (maks) % 35 35 30

10. UDP (min) % 5,2 5,6 4,2

Pakan Yang Sering Digunakan dalam manajemen pemeliharaan Sapi Perah :


Gambar 1. Pakan Konsentrat

Gambar 2, Pakan Hijauan

Gambar 3. Pakan Olahan (Fermentasi, Hay Dll)

4. Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan


(Permentan Nomor 46 Tahun 2015) , Peralatan yang dibutuhkan dalam usaha budi
daya sapi potong mudah digunakan, dibersihkan dan tidak mudah berkarat, antara lain:
a. tempat pakan dan tempat minum;
b. alat pemotong dan pengangkut rumput;
c. alat pengolah tanah;
d. timbangan pakan dan timbangan sapi;
e. mesin giling butiran dan mixer (jika membuat pakan konsentrat sendiri);
f. mesin pencacah rumput (chopper);
g. alat pemotong tanduk (dehorned);
h. alat identitas ternak;
i. alat penerangan;
j. alat pembersih kandang;
k. alat desinfeksi; dan
l. peralatan kesehatan hewan.

5. Obat Hewan

a. obat hewan yang digunakan harus sesuai dengan peruntukan dan memiliki nomor
pendaftaran;
b. obat hewan yang digunakan sebagai imbuhan dan pelengkap pakan meliputi
premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan peruntukannya; dan
c. penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang obat hewan.

6. Bangunan
Dalam usaha budi daya sapi potong diperlukan bangunan sebagai berikut:
a. Kandang

Kandang terdiri dari:


1) kandang pejantan;
2) kandang induk;
3) kandang beranak;
4) kandang pembesaran;
5) kandang pedet;
6) kandang penggemukan;
7) kandang isolasi;
8) kandang jepit;
9) paddock untuk penggembalaan; dan
10) cattle yard untuk penanganan sapi.
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)

7. Kontruksi Kandang
a. konstruksi harus kuat, mudah diperoleh, tahan lama, aman bagi ternak dan
mudah dibersihkan;
b. drainase dan saluran pembuangan limbah yang baik;
c. mempunyai ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara;
d. luasan memenuhi persyaratan daya tampung;
e. kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum sesuai kapasitas
kandang;
f. kandang untuk isolasi ternak sakit atau diduga sakit ditempatkan pada bagian
belakang;
g. kandang untuk isolasi ternak yang baru datang ditempatkan pada bagian
depan;
h. kandang membujur dari barat ke timur;
i. sirkulasi udara baik dan cukup sinar matahari pagi;
j. dapat memberi kenyamanan kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti
pemberian pakan, pembersihan, pemeriksaan birahi dan penanganan
kesehatan hewan.
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)

8. Ukuran Kandang
Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi dan jenis kandang
yang digunakan, baik untuk kandang individu maupun kandang kelompok.
Kebutuhan luas kandang per ekor:

a. pejantan 3,6 m2 (1,8 m x 2 m);


b. induk 3,0 m2 (1,5 m x 2 m);
c. beranak/menyusui 3,0 m2 dan 1,5 m2 per ekor anak;
d. pedet 1,5 m2;
e. pembesaran 2,5 m2;
f. penggemukan 3,0 m2; atau
g. luas paddock mempertimbangkan daya tampung padang rumput.
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)

9. Bangunan Lain
a. kantor dan mess karyawan/pengelola terpisah dari kandang dan dibatasi
dengan pagar;
b. tempat pelayanan kesehatan hewan/klinik;
c. bangunan untuk bongkar muat ternak;
d. gudang pakan dan peralatan;
e. tempat berteduh (shelter);
f. tempat deeping/spray;
g. penampungan dan pengolahan limbah; dan
tempat pembakaran dan penguburan ternak yang mati
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)
Pola Perkandangan Sesuai Animal Walfare yang sering digunakan:
2.3.2 Pola Pemeliharaan

Dalam (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) Pola budi daya sapi potong dapat
dilakukan secara intensif, semi intensif, dan ekstensif. Dengan pemaparan yang akan
dijabarkan sebagai berikut

A. Intensif

Pola budi daya dengan cara sapi dikandangkan, kebutuhan pakan dan air minum disediakan
penuh, meliputi:

1. Pemeliharaan pedet dilakukan sebagai berikut:

a. melakukan penanganan khusus pedet yang baru lahir sampai umur 7 hari;
b. penimbangan bobot lahir;
c. pemasangan nomor identitas pedet;
d. pemeliharaan dalam kandang individu sampai umur 1 bulan dan bebas bergerak serta
mendapat sinar matahari pagi;

e. sudah mulai diberikan pakan hijauan pada umur 3 bulan; dan


f. dilakukan penyapihan pada umur 6-8 bulan.

2. Pemeliharaan pedet lepas sapih dilakukan sebagai berikut:

a. penimbangan bobot sapih;


b. pedet dipelihara dalam satu kelompok umur dan jenis kelamin yang sama;
c. bebas bergerak dan mendapat sinar matahari cukup;
d. pemberian pakan dalam jumlah dan mutu sesuai standar; dan
e. pemberian air minum secara tidak terbatas (adlibitum).

3. Pemeliharaan sapi dara dilakukan sebagai berikut:

a. mulai dikawinkan pada umur 18 bulan atau telah mencapai dewasa tubuh;
b. perkawinan dianjurkan dengan inseminasi buatan;
c. pemberian pakan dalam jumlah dan mutu sesuai standar;
d. pemberian air minum secara tidak terbatas (adlibitum);
e. mencatat tanggal perkawinan, identitas pejantan yang digunakan, dan hasil
pemeriksaan kebuntingan; dan
f. melakukan pemeriksaan kesehatan hewan secara rutin.

4. Pemeliharaan induk bunting dilakukan sebagai berikut:

a. pemberian pakan ditingkatkan mutunya terutama setelah 6 bulan kebuntingan;


b. pemberian air minum secara tidak terbatas (adlibitum);
c. bebas bergerak;
d. satu bulan sebelum melahirkan sapi ditempatkan pada kandang beranak; dan
e. mencatat pelayanan kesehatan hewan.

5. Pemeliharaan untuk penggemukan dilakukan sebagai berikut:


a. penimbangan bobot badan awal dan bobot badan akhir;
b. pemberian pakan dalam jumlah dan mutu sesuai standar;
c. pemberian air minum secara tidak terbatas (adlibitum); dan
d. lama penggemukan 4-6 bulan.

B. Semi Intensif

Budi daya sapi dengan cara sapi dikandangkan dan/atau digembalakan serta sumber
pakan utama disediakan sebagian dan/atau berasal dari padang penggembalaan.
Pola budi daya semi intensif ini hampir sama dengan budi daya intensif, namun dalam
dalam penyediaan pakan dan minum tidak sepenuhnya disediakan.

C. Ekstensif
Budi daya sapi dengan cara sapi tidak dikandangkan dan sumber pakan utama berasal dari
padang penggembalaan.

1. Pemeliharaan pedet dilakukan sebagai berikut:


a. Pedet dijaga dari kemungkinan gangguan penyakit dan aman dari kemungkinan
kecelakaan; dan
b. Pedet dibiarkan selalu bersama induknya sampai umur lepas sapih yaitu umur 6
sampai dengan 8 bulan.

2. Pemeliharaan pedet lepas sapih dilakukan sebagai berikut:


a. sapi ditempatkan di paddock dalam satu kelompok umur dan jenis kelamin yang
sama; dan
b. disesuaikan dengan kapasitas tampung pasture.

3. Pemeliharaan sapi dara dilakukan sebagai berikut:


a. sapi ditempatkan di paddock berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin;
b. mulai dikawinkan pada umur 18 bulan atau telah mencapai dewasa tubuh;
c. sapi dara siap kawin ditempatkan pada paddock khusus untuk perkawinan;
d. perkawinan biasanya dilakukan dengan kawin alam; dan
e. mencatat tanggal perkawinan, identitas pejantan yang digunakan, dan hasil
pemeriksaan kebuntingan.

4. Pemeliharaan induk bunting dilakukan sebagai berikut:

a. sapi bunting ditempatkan pada paddock terpisah, diberi pakan dan vitamin/mineral
tambahan;
b. pengawasan dilakukan untuk penanganan sapi yang memperlihatkan tanda-tanda
akan melahirkan; dan
c. mengeluarkan induk sapi yang telah menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan,
dan menempatkan pada paddock terpisah.

5. Pemeliharaan pejantan dilakukan sebagai berikut


a. ditempatkan pada paddock tersendiri;
b. pemberian pakan dalam jumlah dan mutu sesuai standar;
c. melakukan pemeriksaan kesehatan hewan secara rutin; dan
d. penggunaan pejantan dalam perkawinan perlu diatur untuk menghindari terjadinya
perkawinan sedarah.
2.3.3 Kesehatan Hewan dan Animal Walfare

Dalam (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) pada bab 4 juga dijelaskan mengenai
Kesrawan dan keswan pada pnjelasanya meliputi berikut:

A. Kesehatan Hewan
Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) Dalam usaha budi daya sapi potong harus
memperhatikan persyaratan kesehatan hewan meliputi situasi penyakit hewan dan
pencegahan penyakit hewan.
1. Situasi Penyakit Hewan

a. usaha budi daya sapi potong harus terletak di lokasi yang tidak terdapat gejala klinis atau
bukti lain tentang penyakit radang limpa (Anthrax); dan
b. dalam hal budi daya sapi potong dilakukan di lokasi yang terdapat penyakit hewan
menular strategis perlu dilakukan tindakan sesuai peraturan perundang-undangan.

2. Pencegahan Penyakit Hewan

a. Tindakan Pengebalan
Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015), Pengebalan dilaksanakan melalui
vaksinasi, pemberian antisera, dan peningkatan status gizi hewan.
Vaksinasi, pemberian antisera, dan peningkatan status gizi hewan dilakukan oleh
perusahaan peternakan, peternak, dan orang perseorangan yang memelihara hewan.
Pelaksanaan vaksinasi dan pemberian antisera hewan dilakukan oleh dokter hewan
dan/atau di bawah penyeliaan dokter hewan. Dalam hal vaksinasi dan pemberian antisera
hewan diberikan secara parenteral, pelaksanaannya dilakukan oleh dokter hewan atau
paramedik veteriner yang berada di bawah penyeliaan dokter hewan.

b. Pengoptimalan Kebugaran Hewan


Pengoptimalan kebugaran hewan dilakukan dengan cara penerapan prinsip
kesejahteraan hewan.
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)

c. Biosecurity
Dalam rangka pelaksanaan kesehatan hewan, usaha budi daya sapi potong harus
memperhatikan hal sebagai berikut:
1) menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan di pintu masuk
peternakan;
2) menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas masuk dan keluar kandang yang
memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
3) lokasi usaha peternakan tidak mudah dimasuki binatang liar dan hewan peliharaan
lainnya yang dapat menularkan penyakit;
4) melakukan desinfektan kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap serangga,
lalat dan pembasmian terhadap hama lainnya dengan menggunakan desinfektan
yang ramah lingkungan atau teregistrasi;
5) sapi yang menderita penyakit menular dipisahkan dan dimasukkan ke kandang
isolasi untuk segera diobati atau dipotong dan sapi serta bahan yang berasal dari
kandang yang bersangkutan tidak diperbolehkan dibawa keluar komplek peternakan;
6) melakukan pembersihan kandang sesudah kandang dikosongkan dan dibiarkan
selama 2 minggu sebelum dimasukkan sapi baru ke dalam kandang;
7) setiap sapi baru yang masuk ke areal peternakan harus ditempatkan di kandang
karantina/isolasi selama 1 (satu) minggu, selama sapi di kandang karantina/isolasi
harus dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan adanya penyakit; dan
8) segera mengeluarkan sapi yang mati dari kandang untuk dikubur atau dimusnahkan.
(Permentan Nomor 46 Tahun 2015)

B. Kesejahteraan Hewan

Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) Untuk mengoptimalkan potensi produksi


dan produktivitas sapi perlu dilakukan prinsip kebebasan hewan pada saat penangkapan,
penanganan, penempatan, pengandangan, pemeliharaan, dan perawatan paling sedikit harus
dilakukan dengan:

1. cara yang tidak menyakiti, tidak melukai, dan/atau mengakibatkan stress;


2. menggunakan sarana, prasarana, peralatan yang bersih dan tidak menyakiti, tidak melukai
dan/atau tidak mengakibatkan stres;
3. menggunakan kandang yang memungkinkan sapi leluasa bergerak, dapat melindungi sapi
dari predator dan hewan pengganggu serta melindungi dari panas dan hujan;
4. memberikan pakan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis sapi; dan
5. memisahkan sapi yang bersifat superior dari yang bersifat inferior.

2.3.4 Pelestarian Lingkungan

Menurut (Permentan Nomor 46 Tahun 2015) dalam melakukan usaha budi daya sapi
potong harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup, antara lain:
1. mencegah pencemaran lingkungan dan timbulnya erosi; dan
2. mencegah timbulnya polusi dan gangguan lain yang dapat mengganggu lingkungan berupa suara
bising, bau busuk, pencemaran air sungai dan air sumur.

2.4 Lingkungan pemeliharaan kambing berdasarkan prinsip animal welfare

2.4.1 MEMILIH BIBIT

Pejantan Kondisi tubuh sehat, tubuh besar (sesuai umur), bulu bersih dan mengkilap, badan
panjang, kaki lurus, tidak cacat, tumit tinggi, penampilan gagah, aktif dan nafsu kawin tinggi, mudah
ereksi, buah zakar normal (2 buah, sama besar dan kenyal). (Prabowo, A. 2010)

Betina Kondisi tubuh sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat, bulu bersih dan mengkilap, alat
kelamin normal, mempunyai sifat keibuan (mengasuh anak dengan baik), ambing (buah susu) normal
(halus kenyal tidak terinfeksi atau terjadi pembengkakan). (Prabowo, A. 2010)

2.4.2 MENGATUR PERKAWINAN

Kambing telah dewasa kelamin dapat dikawinkan. Kambing dewasa kelamin umumnya pada
umur 6-8 bulan (sudah mulai birahi). Umur dapat diketahui dengan catatan kelahiran atau dapat
dilihat dari giginya. Umur pertama kali dikawinkan 10–12 bulan untuk kambing betina, sedangkan
umur lebih dari 1 tahun untuk kambing jantan. (Prabowo, A. 2010)
2.4.3 Sumber Pakan

Rumput merupakan sumber tenaga atau energi bagi ternak kambing. Jenis rumput yang umum
diberikan ternak adalah rumput alam (rumput lapangan). Jenis rumput yang dibudidayakan (ditanam)
antara lain: rumput setaria, brachiaria dan clitoria ternatea. Selain rumput, sisa hasil pertanian juga
dapat digunakan sebagai sumber tenaga atau energi antara lain: dedak padi, kulit dan daun singkong,
daun pepaya, batang kangkung, daun jagung dan jerami padi. Pakan sebagai sumber protein yang
baik untuk pertumbuhan kambing antara lain: daun kacang tanah, daun kacang panjang, daun kedelai,
daun gamal, daun turi, daun lamtoro dan daun kaliandra. (Prabowo, A. 2010).

Bahan Pakan:
Gambar 1. Indigovera

Gambar 2. Pakan Kaliandra


Gambar 3. Pakan Hijauan

2.4.4 Kebutuhan Pakan

Pakan hijauan: 10% dari berat badan Pakan konsentrat: 0,5 kg Jika hanya diberi pakan
hijauan, maka pakan hijauan tersebut diberikan dengan jumlah 10% dari berat badan dengan susunan
pakan sebagai berikut: a. Kambing Dewasa: 1 bagian daun + 3 bagian rumput b. Kambing yang
akan dikawinkan: 2 bagian daun berprotein + 3 bagian rumput c. Kambing bunting: 3 bagian daun +
3 bagian rumput. (Prabowo, A. 2010).
Mineral dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan menjaga kondisi tumbuh supaya
tetap sehat. Garam dapur merupakan salah satu sumber mineral. Selain itu mineral yang lain dapat
dibeli di toko pertanian. (Prabowo, A. 2010).

2.4.5 KANDANG

Syarat Kandang Kandang diusahakan menghadap ke timur agar memenuhi persyaratan


kesehatan ternak. Bahan yang digunakan harus kuat, murah dan tersedia di lokasi. Kandang dibuat
panggung dan beratap dengan tempat pakan dan minum. Dinding kandang harus mempunyai
ventilasi (lubang angin) agar sirkulasi udara lebih baik. Kambing sebaiknya dipelihara dalam
kandang untuk: a. Memudahkan dalam pengawasan terhadap kambing yang sakit atau yang sedang
dalam masa kebuntingan. b. Memudahkan dalam pemberian pakan. c. Menjaga keamanan ternak.
(Prabowo, A. 2010).

Ukuran Kandang

- Anak: 1 X 1,2 m /2 ekor (lepas sapih)

- Jantan dewasa: 1,2 X 1,2 m/ ekor

- Dara/ Betina dewasa:1 X 1,2 m /ekor

- Induk dan anak: 1,5 X 1,5 m/induk + 2 anak


Kandang Yang Baik Sesuai Kerawan
2.4.6 KESEHATAN

Penyakit Cacingan Penyebab Penyakit cacingan pada kambing dapat disebabkan oleh cacing
gilig, pipih dan cacing pita. Gejala Kambing semakin kurus, bulu berdiri dan kusam, nafsu makan
berkurang, kambing terlihat pucat, kotoran lembek sampai mencret. Penanganan 1. Obat tradisional
a. Daun nanas yang dikeringkan dan dihaluskan, kemudian ditimbang 300 mg untuk 1 kg berat badan
kambing, dicampur air, selanjutnya diminumkan dan diulang 10 hari sekali (jangan diberikan pada
ternak bunting). b. Daun nanas segar dihilangkan durinya, ditimbang 600 mg untuk 1 kg berat badan
kambing, kemudian diberikan pada kambing dan diulang 10 hari sekali (jangan diberikan pada ternak
bunting). 2. Obat pabrikan Biasanya menggunakan albendazole, valbanzen atau ivermectin yang
diulang setiap 3 bulan sekali. Pencegahan a. Jagalah kandang tetap bersih dan kering. b. Buanglah
kotoran, sampah dan sisa pakan jauh dari lokasi kandang atau dibuat kompos. c. Jangan
menggembalakan kambing pada pagi hari dan pada satu area (usahakan berpindah-pindah). d. Jangan
berikan rumput yang masih berembun. e. Sabitlah rumput 2-3 cm di atas permukaan tanah. (Prabowo,
A. 2010).

Penyakit Kudis (Scabies/Kurap) Penyebab Parasit kulit (Sarcoptes sp) Gejala a. Kulit merah
dan menebal. b. Gatal dan gelisah, sering menggaruk-garukkan kulit yang terinfeksi pada dinding
kandang. c. Bulu rontok. d. Bagian tubuh yang sering diserang muka, telinga, pangkal ekor dan leher.
Penanganan 1. Obat tradisional a. Oli 1 cangkir + cuka 1 sendok makan + belerang yang sudah
dihaluskan 1 sendok makan atau 4 siung bawang merah yang sudah dihaluskan, kemudian semua
bahan dicampur dan oleskan 2x sehari pada kulit kambing sampai sembuh. b. Belerang dihaluskan 3
sendok makan + 1 sendok makan minyak goreng oleskan 2x sehari sampai sembuh. 2. Obat pabrikan
Suntik dengan Ivermectin secara sub cutan (dibawah kulit). Pencegahan a. Jauhkan kambing sakit
dengan kambing sehat. b. Bersihkan kandang setiap hari, lebih baik lagi menggunakan sabun atau zat
pembersih kandang. c. Jagalah kebersihan kambing dengan memandikan kambing dengan larutan
asumtol 2%. d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan kambing. (Prabowo, A.
2010).

Diare Penyebab Pakan berjamur atau terlalu muda, bakteri, virus dan protozoa. Gejala a.
Kotoran encer dan warnanya hijau terang/hijau gelap sampai hijau kekuningan. b. Kambing lemas,
bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian. c. Bulu-bulu sekitar dubur kotor akibat kotoran.
Penanganan a. Pisahkan kambing sakit dari kambing sehat. b. Berikan larutan oralit, larutkan 2
sendok makan garam + 2 sendok makan gula dalam 2,5 liter air dingin yang sudah dimasak.
(Prabowo, A. 2010).

c. Bila keadaannya tidak membaik segera hubungi petugas kesehatan hewan (dokter hewan).
Pencegahan a. Hindari pemberian pakan yang menyebabkan diare. b. Jagalah kandang tetap bersih.

Keracunan Penyebab Tanaman beracun atau tanaman yang tercemar pestisida. Gejala Mulut
berbusa, kejang-kejang, muka kemerahan dan bengkak, diare berdarah, dan kematian mendadak.
Penanganan a. Berikan air kelapa. b. Berikan norit 2-3 tablet. c. Hubungi petugas kesehatan hewan
(dokter hewan). Pencegahan a. Jangan menggembalakan kambing di tempat yang banyak tanaman
beracun. b. Jauhkan kambing dari sawah atau ladang yang sedang dipupukan atau disemprot
pestisida. (Prabowo, A. 2010).

Kembung Perut Penyebab Gas yang ditimbulkan oleh makanan (rumput muda). Gejala Perut
sebelah kiri membesar, napas pendek dan cepat, tidak mau makan. Penanganan Berikan larutan gula
merah dan asam jawa, keluarkan gas dengan cara mengurut-urut perut kambing. Pencegahan Jangan
diberi rumput muda. (Prabowo, A. 2010).

2.4 Indikator Performance Ternak Telah Dipelihara Berdasarkan Aspek Animal Welfare

Dalam beberapa tinjauna pustaka yang telah saya baca dapat saya simpulkan bahwa penilaian
terbaik yang dapat dijadikan patokan mengenai kesejah eraan ternak adalah dengan memperhatikan
prinsip The Five Freedoms yang meliputi Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa haus dan
lapar, Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa ketidak nyamanan/ penyiksaan fisik, Ternak yang
dipelihara harus bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit, Ternak bebas untuk mengekspesikan
perilaku alamiah, Ternak bebas dari ketakutan dan rasa tertekan. (Prabowo, A. 2010).

Hal tersebut juga sejalan menurut Agustina (2017), bahwa Lima Kebebasan Binatang adalah
metode sederhana untuk mengevaluasi dan menganalisa kesejahteraan binatang dan termasuk
langkah yang tepat untuk meningkatkan kwualitas hidup binatang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
walaupun Lima Kebebasan Binatang dapat diterapkan untuk meningkatkan kwualitas hidup bagi
semua binatang, pada khususnya langkah ini berguna untuk menjamin hewan atau satwa yang
dipelihara tidak akan mengalami penganiayaan.

Menurut Agustina (2017) juga berpendapat bahwa prinsip Five Freedom diatas dapat
dijadikan patokan jika penanganan hewan dapat dilakukan sebagai berikut :

Bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilakukan dengan pemberian pakan minum yang ad
libitum dan kemudahan hewan dalam mengakses pakan dan minum kapanpun mereka kehendaki.
Selain itu jenis pakan yang diberikan haruslah sesuai dengan pakan alami dengan kandungan nutrisi
yang seimbang.
Bebas dari rasa tidak nyaman dapat dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan hewan
terhadap tempat tinggal yang sesuai atau pemberian naungan atau sarang yang sesuai. Selain itu
faktor lingkungan yang harus diperhatikan meliputi temperatur, kelembaban, ventilasi dan
pencahayaan yang harus sesuai dengan kondisi alamiah hewan yang bersangkutan.

Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
pencegahan, dan jika telah terkena maka harus mendapatkan diagnosa dan terapi yang tepat. Selama
penelitian haruslah menjalankan program kesehatan yang telah ditetapkan

Bebas dari rasa takut dan stress dapat dilakukan dengan menghindari prosedur atau teknik
yang menyebabkan rasa takut dan stres pada hewan dan memberikan masa transisi dan adaptasi pada
tempat baru.

Bebas mengekspresikan tingkah-laku alamiah dapat diupayakan melalui penyediaan


luasan kandang yang cukup, kualitas kandang yang baik, dan teman dari hewan yang sejenis dengan
memperhatikan sosialisasi, tingkah-laku spesifik.

Jika kelima prinsip tersebut sudah dilakukan pada suatu usaha peternakan maka keterjaminan
pemeliharaan secara Animal Welfare/Kesejahteraan Hewan dapat dirasa sesuai dan memenuhi
standar.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

1. Waktu dan Tempat


Praktek lingkungan ternak berdasarkan animal welfare dilakukan setiap pagi, siang,
dan sore di 3 Instalasi, yaitu Instalasi unggas, close house, dan Instalasi Ruminansia besar.
2. Materi
Materi ini merupakan suatu alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktek
lingkungan ternak berdasarkan animal welfare.
Alat:
1. Alat tulis
2. Thermometer
3. Stopwatch
4. Count taller
5. Alat pengukur suhu
Bahan:
1. Limbah kulit kopi 5 kg
2. Molasses 10% dari air
3. Kapang Trichoderma sp 1% dari molasses
4. Air 30% dari kulit kopi

1. Prosedur Kegiatan
Prosedur kegiatan adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam kegiatan praktek
lingkungan dan suhu ternak sesuai animal welfare. Berikut ini tahapan dalam proses praktek
lingkungan:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dibutuhkan saat kegiatan praktek
2. Melihat suhu yang ada pada alat pengatur suhu yang dipasang
3. Mencatat suhu in, out, rh yang tertera pada alat penunjuk suhu
4. Menghitung respirasi ternak dengan menghitung jumlah hembusan nafas selama satu menit
5. Menghitung suhu rektal ternak dengan menggunakan thermometer
6. Mencatat semua hasil perolehan data
1. Metode Pengamatan
Metode pengamatan dilakukan selama 1 bulan penuh pada bulan Desember 2018 dan
bulan Januari 2019 dengan indikasi waktu pukul 06.00, pukul 12.00, dan pukul 16.00 setiap
hari.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Grafik

kandang unggas
120
100
80
60
40
20
0
4-Dec 5-Dec 6-Dec 7-Dec 8-Dec 9-Dec 10-Dec 11-Dec 12-Dec 13-Dec 14/12

Pagi Rh - Siang In - Siang Rh -


Sore In - Sore Out - Sore Rh -

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan desember 2018 terhadap suhu in dan out
serta kelembaban pada hewan ternak yaitu unggas. Rata-rata in di pagi hari selama 10 hari adalah
22,338, out pagi adalah 22,032, Rh pagi adalah 99. Rata-rata in siang adalah 34,44, Rh siang
adalah 55,3. Rata-rata in sore adalah 25,324, out sore adalah 24,663, dan Rh sore adalah 80,9.
Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out sore, dan Rh pagi. Hal ini senada dengan Naim (1992)
menjelaskan bahwa suhu yang ideal untuk unggas berada pada kisaran 20-25oC. Dan menurut
Darudjati (1993) menjelaskan bahwa tingkat kelembaban litter yang dianjurkan berkisar antara 20
sampai 30 persen

kandang close house


0:00

0:00

0:00

0:00
4-Dec 5-Dec 6-Dec 7-Dec 8-Dec 9-Dec 10-Dec 11-Dec 12-Dec 13-Dec 14/12

Pagi Out - Pagi Rh - Siang In - Siang Rh -


Sore In - Sore Out - Sore Rh -

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan desember 2018 terhadap suhu in dan out
serta kelembaban pada kandang close house. Rata-rata in di pagi hari selama 10 hari adalah
23,86, out pagi adalah 23,402, Rh pagi adalah 99. Rata-rata in siang adalah 33,458, Rh siang
adalah 58,7. Rata-rata in sore adalah 25,483, out sore adalah 25,597, dan Rh sore adalah 81,1.
Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out sore, dan Rh pagi. Hal ini senada dengan Naim (1992)
menjelaskan bahwa suhu yang ideal untuk unggas berada pada kisaran 20-25oC. Dan menurut
Darudjati (1993) menjelaskan bahwa tingkat kelembaban litter yang dianjurkan berkisar antara 20
sampai 30 persen.

kandang sapi potong


2880:00:00

2400:00:00

1920:00:00

1440:00:00

960:00:00

480:00:00

0:00:00
4-Dec 5-Dec 6-Dec 7-Dec 8-Dec 9-Dec 10-Dec 11-Dec 12-Dec 13-Dec 14-Dec

Pagi In - Pagi Out - Pagi Out - Pagi Rh -


Siang In - Siang Out - Siang Rh - Sore In -
Sore Out - Sore Rh -

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan desember 2018 terhadap suhu in dan out
serta kelembaban pada kandang sapi potong. Rata-rata in di pagi hari selama 10 hari adalah
21,731, out pagi adalah 23,346, Rh pagi adalah 96,7. Rata-rata in siang adalah 33,895, out siang
adalah 33,516, Rh siang adalah 66,5. Rata-rata in sore adalah 24,081, out sore adalah 24,697, dan
Rh sore adalah 75,6. Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out siang, dan Rh pagi.

kandang sapi perah


1200
1000
800
600
400
200
0
- - - - - -
Rh Out Rh In Out Rh
Sore

4-Dec 22:09 23:00 5-Dec - - 6-Dec 22:04 22:03


7-Dec 23:08 22:08 8-Dec 24:05:00 24:01:00 9-Dec 21, 3 21, 1
10-Dec 23, 8 23:09 11-Dec 25, 3 23, 1 12-Dec 23:02 23:00
13-Dec 24:06:00 24:01:00 14-Dec 23:08 22:08
Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan desember 2018 terhadap suhu in dan out
serta kelembaban pada kandang sapi perah. Rata-rata in di pagi hari selama 10 hari adalah
20,874, out pagi adalah 22,75, Rh pagi adalah 96,8. Rata-rata out siang adalah 30,098, Rh siang
adalah 64,3. Rata-rata in sore adalah 25,036, out sore adalah 24,964, dan Rh sore adalah 77. Jadi
rata-rata tertinggi pada in sore, out siang, dan Rh pagi.

kandang sapi perah


9000%
8000%
7000%
6000%
5000%
4000%
3000%
2000%
1000%
0%
23:00 22:08 22:04 23:02 23, 1 23:00 24:01:00 22:07
22:09 23:08 22:06 23:04 25, 3 23:02 24:06:00 23:00
9-Jan 10-Jan 11-Jan 12-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan

PAGI Rh SIANG In SIANG Out SIANG Rh SORE In SORE Out SORE Rh

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan januari 2019 terhadap suhu in dan out serta
kelembaban pada kandang sapi perah. Rata-rata in di pagi hari selama 8 hari adalah 23,20, out
pagi adalah 17,14, Rh pagi adalah 97,75. Rata-rata in siang adalah 31,98, out siang adalah 30,90,
Rh siang adalah 67,87. Rata-rata in sore adalah 24,74, out sore adalah 24,88, dan Rh sore adalah
77,37. Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out siang, dan Rh pagi.

kandang sapi potong


3500% 100%
3000%
80%
2500%
2000% 60%
1500% 40%
1000%
20%
500%
0% 0%
21:02 23, 3 22.5 21, 1 23:09 23, 1 23:00 21:02
21.4 23.7 23, 6 21, 3 23, 8 25, 3 23:04 21:02
9-Jan 10-Jan 11-Jan 12-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan

PAGI Rh SIANG In SIANG Out SIANG Rh


SORE In SORE Out SORE Rh

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan januari 2019 terhadap suhu in dan out serta
kelembaban pada kandang sapi potong. Rata-rata in di pagi hari selama 8 hari adalah 22,89, out
pagi adalah 22,26, Rh pagi adalah 95,75. Rata-rata in siang adalah 32,13, out siang adalah 31,13,
Rh siang adalah 63,75. Rata-rata in sore adalah 24,57, out sore adalah 23,94, dan Rh sore adalah
81,25. Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out pagi, dan Rh pagi.

kandang close house


60
50
40
30
20
10
0
In Out Rh In Out Rh In Out Rh
PAGI SIANG SORE

Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 Series6 Series7 Series8

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan januari 2019 terhadap suhu in dan out serta
kelembaban pada kandang close house. Rata-rata in di pagi hari selama 8 hari adalah 23,34, out
pagi adalah 23,15, Rh pagi adalah 99. Rata-rata in siang adalah 32,58, out siang adalah 31,79, Rh
siang adalah 64,07. Rata-rata in sore adalah 25,64, out sore adalah 25,81, dan Rh sore adalah
77,75. Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out siang, dan Rh pagi.

kandang unggas
3500% 100%
3000% 80%
2500%
2000% 60%
1500% 40%
1000%
500% 20%
0% 0%
19.9 21:02 23, 3 22.5 21, 1 21, 5 22:03 23, 1
19.9 21.4 23.7 23, 6 21, 3 21, 1 22:08 25, 3
9-Jan 10-Jan 11-Jan 12-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan

PAGI Rh SIANG In SIANG Out SIANG Rh


SORE In SORE Out SORE Rh

Dari grafik di atas menjelaskan hasil pengamatan januari 2019 terhadap suhu in dan out serta
kelembaban pada kandang unggas. Rata-rata in di pagi hari selama 8 hari adalah 22,29, out pagi
adalah 21,80, Rh pagi adalah 99. Rata-rata in siang adalah 32,16, out siang adalah 30,98, Rh
siang adalah 57,25. Rata-rata in sore adalah 25,96, out sore adalah 25,38, dan Rh sore adalah 79
Jadi rata-rata tertinggi pada in siang, out siang, dan Rh pagi.

SAPI PERAH
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
DONA YUMI YURA

9-Jan 10-Jan 11-Jan 12-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan

Tabel diatas menjelaskan perhitungan respirasi dan rectum tiap pagi, siang, dan sore untuk
tiga sapi perah yang bernama Dona, Yumi, dan Yura dari tanggal 9 Januari sampai 16 Januari.
Untuk Dona, rata-rata respirasi pagi 27,75, siang 30,75, sore 29,12 dan rata-rata rektum pagi
27,45, siang 22,61, sore 25,45. Untuk Yumi, rata-rata respirasi pagi 24,25, siang 22,62, sore
24,75, dan rata-rata rektum pagi 23,46, siang 35,10, sore 34,53. Untuk Yura, rata-rata respirasi
pagi 23,25, siang 26, sore 24,87, dan rata-rata rektum pagi 36,85, siang 35,46, dan sore 35,99.

SAPI POTONG
60

40

20

0
9 10 11 12 13 14 15 16

P S R P S R

Tabel diatas menjelaskan perhitungan respirasi tiap pagi, siang, dan sore untuk dua sapi
potong dari tanggal 9 Januari sampai 16 Januari. Untuk sapi potong 1, rata-rata respirasi pagi 23,
siang 22,12, sore 23,25 dan untuk sapi potong 2 rata-rata respirasi pagi 30,66, siang 27,15, sore
30,71

Berdasarakan grafik dan penjelasan diatas, keadaan ternak sebanding dengan pendapat yang
diambil dari jurnal indeks kelembaban suhu dan respon fisiologi sapi, bahwa suhu dan
kelembaban sapi dapat dihitung menggunakan alat, semakin tinggi suhu dan kelembaban keadaan
sekitar ternak maka semakin meningkatnya kandungan uap air yang dihasilkan oleh ternak
tersebut. Dari grafik diatas menunjukkan kandungan uap tertinggi rata-rata pada in siang dan out
siang, karena temperature udara disiang hari meningkat sehingga berpengaruh terhadap suhu dan
kelembaban.

V. KESIMPULAN

Berdasarakan Kegiatan praktik dan pembahansan dari hasil tinjauan pustaka diatas dapat
disimpulkan bahwa :

1. Praktik kegiatan analisis lingkungan ternak ini dapat dikatakan telah sesuai dengan standar dari
penerapan peternakan yang ideal.

2. Peternakan dapat dikatakan memenuhi standart animal welfare apabila memiliki pronsip penerapan
Five Fredoms yaitu : Ternak yang dipelihara harus bebas dari rasa haus dan lapar, Ternak yang
dipelihara harus bebas dari rasa ketidak nyamanan/ penyiksaan fisik, Ternak yang dipelihara harus
bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit, Ternak bebas untuk mengekspesikan perilaku alamiah,
Ternak bebas dari ketakutan dan rasa tertekan.

3. Penilaian Suhu, Respirasi dan kelembapan serta rektum dari paparan data grafik diatas dapat
dikatakan memenuhi stndart dari masing masing aspek.

VI. SARAN

Kegiatan praktik lingkungan ternak ini memiliki dampak positif bagi mahasiswa, namun juga
ada dampak negatif dalam hal ini. Penerapan praktik ini sangat lah efektif dalam meberikan
pengetahuan langsung bagi mahasiswa mengenai pemeliharaan yang sesuai dengan prinsip kesrawan.
Dengan pemberian laporan juga menambah wawasan teori mengenai kesrawan. Namun perlu
diketahui bahwa keefektifan kegiatan juga perlu dilihat.
VII. DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014.


PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG
BAIK.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015.


PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. NOMOR 55/Permentan/OT.140/10/2006.


PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI PERAH YANG BAIK (GOOD BREEDING
PRACTICE).

Prabowo, A. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Kambing. BPTP Sumatera Selatan.

Darudjati, E. 1993. Litter, Permasalahan dan Penanganannya. Majalah Poultry Indonesia (164): 19.

Naim, R. 1992. Pengaruh Temperatur Pada Unggas. Majalah Poultry Indonesia (148): 14-15

Anda mungkin juga menyukai