Anda di halaman 1dari 30

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN

PADA SUMUR “X” PERTAMINA D.O. HULU


JAWA BAGIAN TIMUR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :
I MADE DWI SURYADINATA
113010021/ TM

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2005
OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN
PADA SUMUR “X” PERTAMINA D.O. HULU
JAWA BAGIAN TIMUR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan,
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta

Oleh :
I MADE DWI SURYADINATA
113010021/ TM

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2005
OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN
PADA SUMUR “X” PERTAMINA D.O. HULU
JAWA BAGIAN TIMUR

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta,
oleh :
Ir. P. SUBIATMONO.MT Ir. I.B. JAGRANATA.MT
Pembimbing I Pembimbing II

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN


PADA SUMUR “X” PERTAMINA D.O. HULU JAWA
BAGIAN TIMUR

I. LATAR BELAKANG

Tujuan suatu operasi pemboran antara lain untuk mencari hidrokarbon


yang berupa minyak, gas, dan kondensat. Sedangkan pertimbangan yang paling
penting adalah mencapai kedalaman akhir sesuai dengan target, operasi
berlangsung dengan aman, ekonomis serta menjaga agar sumur yang telah selesai
dibor dapat diproduksi dengan jumlah yang besar dan menguntungkan.
Untuk mengatasi problem pemboran , perlu diketahui jenis dan komposisi
penyusun lumpur pada saat operasi pemboran. Lumpur pemboran mempunyai
peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi
pemboran. Apabila dalam perencanaan pembuatan lumpur pemboran yang dipakai
tidak sesuai dengan kondisi formasi, maka akan muncul hambatan-hambatan
dalam operasi pemboran.
Adapun hambatan-hambatan tersebut antara lain :
1. Problem shale (gugur atau pembengkakan shale).
2. Terdispersinya padatan sehingga viskositas tidak terkontrol sebab partikel-
partikel koloid menjadi sangat banyak.
3. Kemungkinan terjepitnya pipa bor karena ampas yang terlalu tebal.
4. Laju pemboran yang lambat karena hidrolikanya rendah.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


2.1. Maksud Pengambilan Judul
Maksud pengambilan judul ini adalah untuk mengevaluasi lumpur dalam
meminimasi hole problem.

2.2. Tujuan Pengambilan Judul


Tujuan pengambilan judul adalah untuk memproduksikan fluida minyak
dari reservoir menuju ke permukaan dengan mengurangi hambatan-hambatan
yang bisa terjadi dalam operasi pemboran, yaitu memakai lumpur dengan
komposisi yang tepat.

III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Lumpur Pemboran
Lumpur pemboran mempunyai peranan yang sangat penting dan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran dan keberhasilan dalam
suatu operasi pemboran, karena kecepatan pemboran atau laju penembusan,
efisiensi keselamatan kerja sangat tergantung pada kondisi dari lumpur pemboran
yang digunakan dan secara tidak langsung juga mempengaruhi biaya operasi
pemboran.

Di dalam menguraikan tentang lumpur pemboran dapatlah dibagi ke dalam


beberapa hal, yaitu fungsi lumpur pemboran, komposisi, dan sifat-sifat fisik
lumpur serta jenis-jenis lumpur pemboran.

3.2. Fungsi Lumpur Pemboran


Tujuan terpenting penggunaan lumpur pemboran yaitu agar di dalam
proses pemboran tidak menemui kesulitan-kesulitan yang dapat mengganggu
kelancaran pemboran itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari fungsi atau kegunaan
utama dari lumpur pemboran, yaitu sebagai berikut :

a. Mengangkat cutting dari lubang bor ke permukaan.


b. Mendinginkan dan melumaskan bit serta drillstring.
c. Menahan tekanan formasi.
d. Menahan cutting dan bahan pemberat saat sirkulasi dihentikan dan
melepaskannya di permukaan saat sirkulasi dilakukan kembali.
e. Menahan dinding lubang bor.
f. Menahan sebagian berat drilstring.
g. Memperkecil kerusakan terhadap zona produktif.
h. Mendapatkan informasi dan sebagai media logging.
i. Mencegah korosi terhadap Drilstring dan Casing.
j. Menggerakkan Down Hole Motor.
k. Menunjang operasi evaluasi formasi.

3.3. Komposisi Lumpur Pemboran


Lumpur pemboran merupakan suatu fluida yang terdiri dari campuran
beberapa material. Secara garis besar komposisi lumpur pemboran terdiri dari :

1. Fasa cair
2. Fasa padatan yang bereaksi (Reactive solids)
3. Fasa padatan yang tak bereaksi (Inert Solids)
4. Fasa kimia
1. Fasa Cair
Fasa cair dapat berupa minyak, air atau campuran dari kedua fasa tersebut,
sebagai suatu emulsi. Air yang digunakan biasanya berupa air tawar (fresh
water) atau air asin (salt water), dimana air asin ini dapat berupa air garam
jenuh (saturated salt water) yaitu air yang dijenuhi dengan NaCl atau garam
lainnya dan air asin tak jenuh (unsaturated salt water) yaitu air garam dari
lautan. Pada umumnya lumpur pemboran menggunakan 75 % air sebagai fasa
kontinyu berupa minyak sebesar 95 % atau lebih. Untuk komposisi minyak
sebesar 50 % - 70 % dinamakan invert emultion mud.

2. Fasa Padatan Yang Bereaksi (Reactive Solids)

Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal.


Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan
membentuk lumpur. Istilah “yield” digunakan untuk menyatakan jumlah
barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar viscositas
lumpurnya 15 cp.

Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite
mengabsorp air tawar pada permukaan partikel-partikelnya, hingga kenaikkan
volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut “swelling” atau “hidrasi”.

Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar
atau air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water
muds”. Baik bentonite ataupun attapulgite akan memberikan kenaikkan
viscositas pada lumpur. Untuk oil-base mud, viscositas dinaikkan dengan
penaikkan kadar air dan penggunaan asphalt.

3. Fasa Padatan Yang Tak Bereaksi (Inert Solids)

Jenis padatan pada fasa ini dapat berupa padatan dengan berat jenis rendah
(low gravity) solid dan padatan dengan berat jenis tinggi (high gravity).
Padatan dengan berat jenis rendah misalnya : pasir, rijang (chert) dan padatan
dengan berat jenis tinggi misalnya : barite (BaSO4), gelena, biji besi.

Innert solid dapat juga berasal dari formasi yang dibor dan terbawa lumpur
pemboran seperti pasir, chert dan clay-clay no sweling, dan padatan seperti ini
bukan disengaja untuk menaikan densitas lumpur, sehingga perlu dibuang
secepat mungkin karena dapat menyebabkan abrasi.

4. Fasa Kimia

Zat-zat additif kimia seringkali ditambahkan ke dalam sistem lumpur


pemboran, untuk mengontrol sifat-sifat fisik dari lumpur pemboran tersebut,
selama proses pemboran berlangsung. Kenyataan yang selalu dialami di
lapangan adalah sifat-sifat lumpur pemboran mengalami perubahan.
Perubahan ini dapat disebabkan oleh masuknya fluida formasi kedalam
lumpur pemboran atau dari padatan-padatan yang reaktif yang kemudian
mengkontaminasi lumpur ataupun perubahan yang disebabkan oleh pengaruh
temperatur maupun oleh tekanan formasi yang tinggi. Untuk lebih jelasnya
macam dan kegunaan dari zat kimia ini dapat dilihat pada lampiran .
3.4. Sifat-sifat Fisik Lumpur Pemboran
Sifat-sifat fisik lumpur pemboran harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan problem selama pemboran berlangsung. Jika terjadi
perubahan sifat-sifat lumpur dapat diperbaiki dengan menambah zat kimia
tertentu.

Sifat-sifat fisik lumpur tersebut antara lain :

1. Berat Jenis
2. Viskositas
3. Gel strength
4. Solid Content
5. Sand Content
6. Filtration Loss dan Mud Cake
7. Derajat Keasaman (pH)
8. Kadar Chlor

1. Berat Jenis
Di dalam teknik pemboran pada umumnya berat jenis lumpur dinyatakan
juga dalam bentuk Specific Gravity (SG) yaitu perbandingan antara berat jenis
lumpur bor dengan berat jenis air tawar, atau dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut :


SG  ..........................................................................................(3-1)
w

Dimana :

SG = specific grafity

 = berat jenis lumpur bor, berat per volume

 w = berat jenis lumpur, berat per volume


Pengukuran berat jenis yang paling sederhana adalah dengan
menggunakan alat “mud balance” dimana dapat langsung menunjukan harga berat
jenis dalam bermacam-macam satuan yang kita inginkan, yaitu ppg, ppc, kg/m3.

2. Viskositas

Viskositas didefinisikan sebagai tahanan fluida terhadap aliran. Viskositas


tergantung pada karakteristik dan jumlah padatan yang tersuspensi. Umumnya
dengan semakin besarnya jumlah padatan yang tersuspensi, viskositas lumpur
akan semakin besar pula. Pengaruh padatan yang reaktif terhadap viskositas
lumpur makin besar dibanding dengan pengaruh padatan yang tidak reaktif.

Viskositas akan dipengaruhi oleh temperatur, bila temperatur lumpur


terlalu tinggi maka akan menurunkan viskositas. Viskositas yang terlalu rendah
akan menyebabkan : pengangkatan cutting kurang baik, material-material
pemberat lumpur diendapkan. Sedangkan viskositas yang terlalu tinggi akan
menyebabkan : penetration rate turun, pressure loss tinggi, lumpur sukar
melepaskan cutting di permukaan.

Viskositas merupakan tahanan fluida terhadap aliran, yang mana


disebabkan pergeseran antara :

1. Partikel-partikel padatan itu sendiri.


1. Partikel padatan dengan molekul zat cair.
3. Molekul-molekul zat cair.

Menurut Poiseuille, viskositas dapat didefenisikan sebagai berikut :

Shear stress = viskositas x shear rate ................................................. (3-2)

Jadi viskositas merupakan faktor perbandingan antara shear stress dengan shear
rate. Selain itu Poiseuille juga menyatakan :

1. Jika viskositas konstan (tidak berubah) maka shear stress dengan shear rate
dinamakan “Newtonian Fluida”.

2. Jika viskositas berubah terhadap shear rate, maka fluida tersebut dinamakan
“Non Newtonian Fluida”.
Sedangkan lumpur sendiri merupakan fluida “Non Newtonian”, dimana
persamaan viskositasnya adalah :

ShearStress F A
  .....................................................................(3-3)
Shearrate V r

Dimana :

 = Kekentalan fluida, cp

F = Gaya yang bekerja pada sistem, dyne

A = Luas penampang media alir, cm/dt

V = Kecepatan alir, cm/dt

r = Jarak aliran, cm

Pada fluida Non Newtonian dikenal dengan adanya Plastic Viskosity dan
Yield Point. Dimana Plastic Viskosity merupakan hasil torgue. Torgue pada
putaran 600 rpm dikurangi torgue pada putaran 300 rpm, sedangkan Yield Point
merupakan hasil dimana dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

PV =  600 -  300 .......................................................................(3-


4)

YP =  300 - PV .............................................................................(3-
5)

3. Gel Strength
Gel Strength adalah sifat tahanan lumpur dalam keadaan statis yang
diakibatkan daya tarik-menarik antara partikel-partikel lumpur pemboran.
Apabila lumpur pemboran didiamkan (tidak ada sirkulasi), partikel-partikel
padatan yang reaktif akan cenderung mencapai kestabilannya sehingga akan
terbentuk gel. Sifat lumpur ini disebut thixotropic.

4. Solid Content

Solid Content adalah kandungan padatan di dalam lumpur pemboran.


Padatan di dalam lumpur tidak boleh terlalu banyak, karena dapat menimbulkan
masalah-masalah di dalam pemboran. Kandungan padatan yang baik di dalam
lumpur adalah sekitar 8 - 12 % berat.

Untuk menentukan kandungan padatan di dalam lumpur digunakan alat


Mud Retort. Kandungan padatan di dalam lumpur ditentukan dengan persamaan,
yaitu :

F s = 1 – f w Cf - fo ............................................................................(3-6)

Dimana :

Fs = fraksi padatan

fw = fraksi volume destilasi air yang terkumpul pada silinder bertingkat


(mud retort)

fo = fraksi volume dari destilasi minyak

Cf = faktor pertambahan volume yang diakibatkan kehilangan dari


kelarutan garam selama pengukuran

5. Sand Content

Sand Content adalah kandungan pasir dalam lumpur pemboran. Pasir di


dalam lumpur tidak boleh terlalu banyak karena dapat merusak peralatan-
peralatan yang dilewatinya saat lumpur disirkulasikan (dapat menimbulkan sifat
abrasif), juga akan menaikan berat jenis dari lumpur bor. Kandungan pasir
maksimum yang diperbolehkan untuk lumpur bor adalah 2 % volume.

Di lapangan kandungan pasir diukur dengan alat “Sand Screen Set”. Set
tersebut terdiri atas 200 mesh sieve dengan diameter 2,5 inchi, suatu corong untuk
memasang saringan serta suatu glass measuring tube. Prosentasi pasir dapat
diamati pada dasar tube, dalam satuan % dengan skala dari 0 % sampai 20 %.

6. Filtration Loss dan Mud Cake

Filtration loss atau air tapisan adalah proses kehilangan sebagian fasa cair
dari lumpur yang masuk ke dalam dinding lubang bor yang disebut filtrate.
Kegunaannya adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor.
Di dalam proses filtrasinya, filtrate loss dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Statik Filtrasi, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur dalam
keadaan diam (tidak ada sirkulasi), sehingga menyebabkan terbentuknya mud
filtrate ke dalam formasi permeabel menembus mud cake. Sifat khas mud
filtrate (statik), makin tebal mud filtrate dan berkurangnya laju filtrasi.

2. Dinamik Filtrasi, filtrasi yang terjadi dalam keadaan ada sirkulasi dan pipa bor
berputar. Filtrasi ini merupakan invasi filtrat lumpur paling besar yaitu sekitar
70 sampai 90 % dari volume filtratnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat filtration loss antara lain :

1. Waktu Filtrasi

Laju filtrasi bertambah dengan bertambahnya waktu atau (Q = C (T)1/2 +


spurt loss), dimana Q = volume filtrasi (cc), C = konstanta, T = waktu filtrasi
(menit). Spurt loss merupakan harga awal (rembesan awal) Q pada t = nol, yaitu
ekstrapolasi garis dari q vs T.

2. Temperatur
Temperatur naik, maka akan menurunkan viskositas fasa fluida dan laju
filtrasi naik. Beberapa fluid loss chemicals mengalami dekomposisi pada
temperatur seperti Tabel III-1.

Tabel III-1
Dekomposisi Beberapa Fluid Loss Chemicals

Jenis Chemicals mud Temperatur dekomp. (OF)

Normal Starch 225 - 250


CMC 275
PAC 275
Lignosulfonat 250
Chrome-Lignosulfonat 350
3. Konsentrasi padatan
Makin tinggi konsentrasi padatan, laju filtrasi akan berkurang tetapi
volume mud filtrate meningkat.

4. Permeabilitas Mud Cake


Permeabilitas mud cake yang baik mempunyai struktur sehingga
menghasilkan low-permeability cake dengan kandungan solid yang rendah. Hal
ini dapat dicapai jika ke dalam sistem selain dengan bentonite, ditambahkan pula
polymer yang mempunyai ukuran partikel sekitar submikron.

Polymer akan memberikan sifat-sifat mud cake lebih liat dan lebih tipis
daripada hanya memakai bentonite, fluid loss pun dapat berkurang.

5. Jenis Lumpur
Jenis lumpur mempengaruhi tingkat effektifitas filtrate rate. Dari
penelitian Krueger, diperoleh kesimpulan bahwa fluid loss (Polymer : CMC,
Polyacrylamide, Starch) lebih effektif daripada organic viscosity reducers
(quebracho dan metal complex-lignosulfonate).

Pengukuran filtration loss dan mud cake dapat dilakukan dengan


menggunakan “HTHP Standard Filter Press” pada tekanan 100 psi dan waktu 30
menit menurut standart API. Untuk mengontrol filtrate loss dapat digunakan zat -
zat kimia seperti CMC, Strach, q - broxin dan lain-lainnya.

Pada kondisi temperatur yang berbeda, air tapisan ini juga dapat
mempunyai harga berbeda, sesuai dengan persamaan berikut :

1
F2 = F1 x ................................................................................(3-7)
2

Dimana :

F1 = Air tapisan pada kondisi t1, cm3

F2 = Air tapisan pada kondisi t2, cm3

 1 = Viskositas air pada kondisi t1, cps

 2 = Viskositas air pada kondisi t2, cps


Pengaruh waktu terhadap filtrasi, akan berbanding lurus dengan akar dari
waktu.

t1
F2 = F 1 x ................................................................................. (3-
t2

8)

Jadi, semakin besar air yang menepis ke dalam lapisan, maka akan
semakin besar pula mud cake yang terbentuk pada dinding lubang bor yang
porous dan permeabel.

7. Derajat Keasaman

Derajat keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) dari suatu larutan


umumnya dapat ditentukan dengan menggunakan nilai pH. Bila pH > 7 maka
larutan akan bersifat basa.

8. Kadar Chlor

Kandungan Chlor ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur


yang akan mempengaruhi interpretasi logging listrik. Kadar garam yang besar
akan menyebabkan daya hantar listrik menjadi besar pula, sehingga pembacaan
resistivity cairan formasi akan dapat terpengaruh.

3.5. Jenis-jenis Lumpur Pemboran


Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar pembuatannya,
sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Water Base Mud


a. Fresh Water Mud
b. Salt Water Mud
2. Oil-in-Water-Emultion Mud
3. Oil-Base Mud dan Oil-Base-Emultion Mud
4. Gaseous Drilling Fluids
5. Lumpur KCl Polymer
Ad. 1. Water Base Mud

Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang digunakan adalah air,
bila airnya berupa air tawar maka disebut “fresh water mud” dan apabila airnya
berupa air asin disebut “salt water mud”.

a. Fresh Water Mud


Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air tawar sebagai fasa
cairnya. Dengan kadar garam yang sangat rendah (kurang dari 10.000 ppm =
1 % berat garam). Jenis lumpur ini mempunyai beberapa macam jenis yang
digunakan pada kondisi tertentu, antara lain : Spud Mud, Bentonite Treated
Mud, Phospate Treated Mud, Organic Colloid Treated Mud, Gypsum Treated
Mud serta Calsium Treated Mud lainnya.

b. Salt Water Mud


Salt Water Mud merupakan lumpur pemboran yang mengandung air garam
dengan konsentrasi di atas 10.000 ppm. Biasanya jenis lumpur ini ditambah
organik koloid yang berfungsi untuk memperkecil filtrate loss dan
mempertipis mud cake. Jenis lumpur ini biasanya digunakan untuk mengebor
lapisan garam.

Pada umumnya salt water mud dibedakan menjadi :

1. Unsaturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya


diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming) sehingga
perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer).
2. Saturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi
oleh NaCl untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam yang
ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.
3. Sodium-Sillicate Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya mengandung
sekitar 65 % volume larutan Na-Silicate dan 35 % larutan garam jenuh.
Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving shale,
tetapi jarang digunakan karena lebih banyak digunakan lumpur Lime
Treated Gypsum Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah
dikontrol sifat-sifatnya.

Ad. 2. Oil-in-Water-Emultion Mud

Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa terbesar (emulsi dan air sebagai
fasa kontinyu). Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Air yang digunakan
dapat fresh water atau salt water. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi
hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake, dan pelumasan. Segera
setelah emulsifikasi, filtrat loss berkurang.

Keuntungan menggunakan oil-in-water-emultion mud yaitu : bit lebih


tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi drillstring, perbaikan
terhadap sifat-sifat fisik lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh dikurangi,
water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh
padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel strength lebih mudah
dikontrol bila emulsifier-nya juga bertindak sebagai thinner.

Semua minyak (crude) dapat digunakan, tetapi lebih baik bila memakai
minyak refinery (refined oil) yang mempunyai sifat :

1. Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil.


2. Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api.
3. Anline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet-karet
pompa sirkulasi sistem.
4. Pour point rendah agar bisa digunakan untuk bermacam-macam
temperatur.
Keuntungan lainnya adalah karena bau dan flouressensi-nya lain dengan
crude oil (mungkin yang berasal dari formasi) sehingga berguna untuk
pengamatan cutting dalam menentukan adanya minyak. Untuk mencegah
kerusakan karet-karet dapat digunakan karet sintetis.
Pada umumnya Oil-in-Water-Emultion Mud dapat digolongkan menjadi :

a. Fresh Water Oil-in-Water-Emultion Mud


Fresh Water Oil-in-Water-Emultion Mud yaitu lumpur yang mengandung
NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan
menambah emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan
sejumlah minyak (5 - 25 % volume). Jenis emulsifier bukan sabun lebih
disukai karena dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung Ca tanpa
memperkecil emulsifiernya dalam hal efisiensinya. Emulsifikasi minyak dapat
ditambah dengan agitasi (diaduk). Penambahan minyak dan emulsifier secara
periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung clay yang tinggi,
pengenceran dengan air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viskositas.
Karena keuntungan dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini banyak
disukai.

b. Salt Water Oil-in-Water-Emultion Mud


Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih besar 60.000 ppm NaCl
dalam fasa cairnya). Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent organik.
Lumpur ini umumnya mempunyai pH di bawah 9 cocok digunakan untuk
pemboran lapisan garam. Keuntungannya adalah : densitas-nya kecil, filtrate
loss sedikit, mud cake tipis, lubrikasi lebih baik. Foaming bisa dipecahkan
dengan penambahan surface active agent tertentu.

Ad. 3. Oil-Base Mud and Oil-Base-Emultion Mud

Oil-Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air tidak boleh
lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat lumpur menjadi tidak stabil.
Untuk itu diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar dari hujan / embun dan
bahaya api. Untuk mengontrol viskositas, menaikan gel strength, dan mengurangi
efek kontaminasi air serta mengurangi filtrate loss perlu ditambahkan zat-zat
kimia. Lumpur jenis ini mahal harganya, biasanya digunakan kalau keadaan
memaksa atau pada completion dan work over sumur. Misalnya melepas drillpipe
terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Keuntungannya, mud cake
tipis dan liat, pelumas baik.

Oil-Base-Emultion Mud mempunyai minyak sebagai fasa kontinyu dan air


sebagai fasa tersebar. Umumnya mempunyai faedah yang sama dengan oil-base
mud yaitu filtratenya minyak, karena itu tidak menghidratkan shale / clay yang
sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil-base mud adalah bahwa air ditambahkan
sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminer). Air yang teremulsi dapat
antara 15 - 50 % volume, tergantung densitas dan temperatur yang dihadapi.
Karena air merupakan bagian dari lumpur maka mengurangi bahaya api, toleran
terhadap air dan pengontrolan flow propertisnya (sifat-sifat aliran) dapat seperti
water base mud.

Ad. 4. Gaseous Drilling Fluid

Lumpur pemboran jenis ini jarang sekali dipergunakan, hanya dipakai


untuk daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu
daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.

Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun
aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang
formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan
terjadinya blow out kecil sekali atau dimana loss circulation merupakan bahaya
utama.

Ad. 5. Lumpur KCl Polymer

Polymer yang dipasarkan terdiri atas polymer yamg tidak larut dalam air
dan yang larut. Untuk polymer yang larut adalah yang sering dipergunakan dalam
operasi pemboran sebagai bahan penstabil sifat-sifat lumpur. Karena fluida
pemboran yang dipergunakan harus dalam bentuk suspensi, maka semua bahan
kimia penstabil harus mempunyai sifat dispersi.
3.6. Pembahasan sementara
Tujuan dilakukannya optimasi hidrolika lumpur pemboran adalah agar

dapat meningkatkan efek pembersihan dasar lubang bor dan bisa mengangkat

serbuk bor dari annulus ke permukaan sehingga dapat membantu meningkatkan

laju pemboran. Dalam tugas akhir ini parameter yang dioptimumkan yaitu dengan

mengatur ukuran nozzle (TFA) dan laju sirkulasi (Q), sedangkan untuk jenis

lumpur, sifat fisik lumpur pemboran dan faktor mekanis seperti WOB dan RPM

sudah dianggap optimum sesuai dengan kondisi lapangan.

Metode yang digunakan sebagai pendekatan masalah pada tugas akhir ini

adalah metode BHI (Bit Hydraulic Impact), hal ini karena sumur yang di analisa

adalah sumur berarah. Konsep BHI pada prinsipnya mengatur besarnya gaya

yang bekerja pada dasar lubang dengan anggapan semua momentum diteruskan ke

dasar lubang bor dengan kehilangan tekanan pada pahat (BHHP/HHP) sebesar

48% 8). Karena memaksimalkan tumbukan pada dasar lubang maka gaya yang

bekerja cenderung akan mengikuti arah pahat dan inklinasi lubang, sehingga pada

lintasan berinklinasi metode BHI akan bekerja secara maksimal.

Sedangkan pengangkatan serbuk bor di annulus akan mencapai kondisi yang


optimum apabila ratio transport mendekati harga lebih besar dari 90%,

3.7. Kesimpulan sementara


Hasil yang diharapkan dari 0ptimasi lumpur dalam meminimasi hole problem
pada pemboran, yaitu :

a. Penstabil shale aktif.


b.. Peningkatan pembersihan lubang bor..
c. Mencegah kerusakan formasi produktif.
1. Evaluasi Data
A. Data Lapangan meliputi :
1. Kedalaman (D), ft
2. Tekanan Permukaan (Ps), Psi
3. Gradien Tekanan (∆P), Psi/ft
4. Temperatur Permukaan (Ts), oF
5. Gradien Temperatur (∆T), oF/ft
6. Mud Weight (ρm), ppg
7. Viscosity (μ), cp
8. Rate of Penetration (ROP)
9. Rotation Per Minute (RPM)
10. T @Depth, oF
11. P @Depth, psi
12. Tavg, oF
13. Pavg, psi
14. Data Lubang
 Casing
 Drillpipe
15. Data Serbuk Bor
 Jenis Formasi
 Densitas Serbuk Bor
 Diameter Serbuk Bor

2. Perhitungan-Perhitungan :
I. Menghitung Qmaks Pompa

Menghitung Qmaksimum, dengan menggunakan persamaan

Qmaks = Maksimum Laju Alir Pompa, gpm

x Effisiensi Pompa x Jumlah Pompa

II. Menghitung Qmin Pompa

. Qmin dengan Konsep Kecepatan Minimum Annular Velocity


1. Berdasarkan sifat fisik lumpur yang digunakan, Indeks Power law

dihitung dengan persamaan

 2 PV  YP 
n  3,32 log 
 PV  YP 

2. Indeks konsistensi dihitung dengan persamaan

510 ( PV  YP)
K
511n

3. Berdasarkan laju alir lumpur dan diameter lubang dan pipa bor kecepatan

aliran lumpur diannulus dapat dihitung dengan persamaan

Q
Va 
2,448 Dh2  Dp 2 
 
 

4. Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran dengan persaman

 9,256  d h  d odp  YP  m
2 2
1,078 PV  1,078 PV
Vc 
 m (d h  d odp )

5. Kemudian apparent viscosity dapat dihitung dengan persamaan


1 n n
K  d h  d odp   2  1/ n 
a     0,0208 
144  Va   

6. Menghitung kecepatan slip serbuk bor dengan persamaan

82,87 Ds 2 ( s  f )
Vs 
a

7. Menghitungan Konsentrasi Cutting dengan persamaan

Cconc = 0,01778 ROP + 0,505

8. Menghitung kecepatan cutting (Vcut) dengan persamaan

ROP
Vcut 
 d 2
odp  
361   Cconc
  d h  
 

9. Kecepatam minimum, menggunakan persamaan

Vmin = Vcut + Vs

  45

  (600  Rpm)(3  m) 


V min  Vcut  1  Vsv
 202500

10. Laju alir minimum lumpur di annulus dengan persamaan

1
Q min   (d h 2  d odp 2 ) xV min x3,1172
4

III. Menentukan Tekanan Pompa Maksimum


Menghitung tekanan pompa maksimum dengan persamaan

Tekanan (P) maks = Tekanan Maksimum Pompa

x Effisiensi Pompa x Jumlah pomp

IV. Menentukan Tekanan Pompa Minimum

Penentuan tekanan pompa minimum dilakukan dengan menghitung

pressure loss sepanjang sistem sirkulasi :

1. Kehilangan tekanan pada surface connection (Psc) dengan persamaan :

Psc = L x Gradient Pressure Loss DP x Faktor Koreksi Alat

2. Kehilangan Tekanan pada Drill Pipe

Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran di dalam drillpipe :

1,078 PV  1,078 PV  12,34 d idp YP  m


2 2

Vcdp 
 m d idp

Kecepatan rata-rata aliran lumpur bor pada drill pipe :

Q
Vdp  2
2,448 d idp

Aliran turbulen, besarnya kehilangan tekanan :

m
0 , 75 1, 75
Vdp PV 0, 25 Ldp
Pdp  1, 25
1800 d idp

3. Kehilangan Tekanan pada HWDP

Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran di dalam HWDP:


 12,34 d i 5 xHWDP YP  m
2 2
1,078 PV  1,078 PV
Vc 5 xHWDP 
 m d i 5 xHWDP

Kecepatan rata-rata aliran lumpur bor pada HWDP :

Q
V 5 xHWDP  2
2,448 d i 5 xHWDP

Aliran turbulen, besarnya kehilangan tekanan :

m
0 , 75 1, 75
V5 xHWDP PV 0, 25 L5 xHWDP
P5 xHWDP  1, 25
1800 di 5 xHWDP

4. Kehilangan Tekanan pada Jar

Kecepatan kritis aliran lumpur pemboran di dalam Jar :

1,078 PV  1,078 PV  12,34 d i Jar YP  m


2 2

Vc Jar 
 m di Jar

Kecepatan rata-rata aliran lumpur bor pada Jar :

Q
VJar  2
2,448 d i Jar

Aliran turbulen, besarnya kehilangan tekanan :

m
0 , 75 1, 75
VJar PV 0, 25 LJAr
PJar  1, 25
1800 d i Jar

5. Kehilangan Tekanan pada Pahat :

Q 2 x m
Pb 
10858xAn 2
V. Perhitungan Hidrolika Pahat Aktual

Perhitungan hidrolika pahat aktual dengan menghitung prosentase

perbandingan antara hydraulic horse power pada pahat dengan hydraulic horse

power pompa di permukaan (BHHP/HHP)x100 % dan Bit Impact Force (BIF),.

1. Menghitung kehilangan tekanan pada pahat dengan persamaan :

Q2 x m
Pb 
10858 x An 2

2. Menghitung Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)

Q x Pb
BHHP 
1714

3. Menghitung Bit Impact Force (BIF) dengan persamaan :

BIF = 1,73 x 10-2 x Q x (m x Pb)0,5

4. Menghitung Horse Power Pompa Dipermukaan (HHP)

Q x Pp
HHP 
1714

5. Menentukan Prosentase BHHP/HHP

BHHP
 x100%
HHP
VI. Perhitungan Hidrolika di Annulus Aktual

Perhitungan hidrolika di annulus aktual dengan menghitung transport ratio

serbuk bor (Ft), konsentrasi serbuk bor (Ca), dan indeks pengendapan serbuk bor

(PBI),

1. Transport ratio dihitung dengan persamaan :

Va  Vs
Ft  x100%
Va

2. Menghitung konsentrasi serbuk bor setelah mendapatkan Ft

( ROP) Dh 2
Ca  100%
14,7 Ft Q

3. Menghitung Indeks Pengendapan Serbuk Bor

Menghitung kecepatan searah lintasan sumur (Vsa) dan kecepatan slip radial (Vsr):

Vsa = Vs cos 

Vsr = Vs sin 

4. Menghitung waktu yang dibutuhkan serbuk bor akan mengendap (Ts)

1 / 12( Dh  Dp)
Ts 
Vsr

5. Menghitung jarak yang di tempuh serbuk bor (Lc)

Lc  (Va  Vsa ) Ts

6. Indeks Pengendapan Serbuk Bor dengan persamaan :

1 / 12 ( Dh  Dp) (Va  Vsa)


PBI 
Lc Vsr

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Browning W.C., : “The Hydroxyl Factor In Shale Control”, JPT Oktober
1964.
2. O’Briend. D.e, Chenevert M.E, : “Stabilization Of Sensitive Shale Using
Inhibited, Potasium Based Drilling Fluids”, SPE Paper No : 4232, 1973.
3. Sudarsono, Ir, : “Hambatan Dalam Pemboran”, Pusat Pengembangan
Tenaga Perminyakan Dan Gas Bumi, Cepu April 1986.
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………...

KATA PENGANTAR…………………………………………….…….

RINGKASAN...………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………….

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………

DAFTAR GRAFIK……………………………………………………...

DAFTAR TABEL……………………………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………..

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN……………………..

2.1 Sejarah Lapangan “X”………………………


2.2 Keadaan Geologi Cekungan”X”………………..
2.2.1. Struktur Geologi Cekungan “X”……….
2.2.2. Stratigrafi Cekungan “X”……………...

BAB III. TEORI DASAR………………………………………….

3.1 Lumpur Pemboran………………………………..


3.1.1. Fungsi Lumpur Pemboran……………….
3.1.2 Komponen Dasar Lumpur Pemboran……
3.1.3 Sifat Fisik Lumpur Pemboran…………...
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman

3.2 Rheologi Lumpur Pemboran……………………


3.2.1. Pola Aliran Fluida Pemboran……………
3.2.2. Jenis Fluida Pemboran…………………
3.3 Kecepatan Slip Serbuk Bor………………………
3.4 Kecepatan Alir…………………………………….
3.4.1. Kecepatan Alir Pompa…………………..
3.4.2.
Kecepatan Alir di Annulus dengan
Konsep Minimum Annular
Velocity…….
3.5 Kehilangan Tekanan………………………………
3.5.1. Kehilangan Tekanan pada Surface
Equipment……………………………….
3.5.2. Kehilangan Tekanan pada Pipa………….
3.5.3. Kehilangan Tekanan pada MWD………..
3.5.4. Kehilangan Tekanan pada Motor………..
3.5.5. Kehilangan Tekanan di Pahat……………
3.5.6. Kehilangan Tekanan di Annulus………...
3.6. Bottom Hole Assembly…………………………...
3.6.1. Measurement While Drilling…………….
3.6.2. Downhole Mud Motor…………………..
3.7. Hidrolika pada Pahat……………………………...
3.7.1. Bit Hydraulic Horse Power……………...
3.7.2. Bit Hydraulic Impact…………………….
3.7.3. Jet Velocity………………………………
3.8. Hidrolika di Annulus……………………………...
3.8.1. Ratio Transport Serbuk Bor……………..
3.8.2. Konsentrasi Serbuk Bor…………………
3.8.3. Indeks Pengendapan Serbuk Bor………..

BAB IV. OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN….


4.1.
Data Pemboran, Sifat Fisik Lumpur dan Hidrolika.
4.2. Data Serbuk Bor…………………………………..
4.3. Data Pompa yang digunakan
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
4.4. Perhitungan Kecepatan Annular Velocity,
Kehilangan Tekanan Sepanjang Sistem Sirkulasi,
Hidrolika Pahat dan Hidolika Annulus Aktual……
4.5. Optimasi Hidrolika Pahat dan
Pengangkatan Serbuk Bor…..…………………….
4.6. Desain Optimasi Hidrolika………………………..

BAB V. PEMBAHASAN…………………………………………

BAB VI. KESIMPULAN…………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai