Oleh :
I MADE DWI SURYADINATA
113010021/ TM
Oleh :
I MADE DWI SURYADINATA
113010021/ TM
Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta,
oleh :
Ir. P. SUBIATMONO.MT Ir. I.B. JAGRANATA.MT
Pembimbing I Pembimbing II
I. LATAR BELAKANG
1. Fasa cair
2. Fasa padatan yang bereaksi (Reactive solids)
3. Fasa padatan yang tak bereaksi (Inert Solids)
4. Fasa kimia
1. Fasa Cair
Fasa cair dapat berupa minyak, air atau campuran dari kedua fasa tersebut,
sebagai suatu emulsi. Air yang digunakan biasanya berupa air tawar (fresh
water) atau air asin (salt water), dimana air asin ini dapat berupa air garam
jenuh (saturated salt water) yaitu air yang dijenuhi dengan NaCl atau garam
lainnya dan air asin tak jenuh (unsaturated salt water) yaitu air garam dari
lautan. Pada umumnya lumpur pemboran menggunakan 75 % air sebagai fasa
kontinyu berupa minyak sebesar 95 % atau lebih. Untuk komposisi minyak
sebesar 50 % - 70 % dinamakan invert emultion mud.
Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite
mengabsorp air tawar pada permukaan partikel-partikelnya, hingga kenaikkan
volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut “swelling” atau “hidrasi”.
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar
atau air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water
muds”. Baik bentonite ataupun attapulgite akan memberikan kenaikkan
viscositas pada lumpur. Untuk oil-base mud, viscositas dinaikkan dengan
penaikkan kadar air dan penggunaan asphalt.
Jenis padatan pada fasa ini dapat berupa padatan dengan berat jenis rendah
(low gravity) solid dan padatan dengan berat jenis tinggi (high gravity).
Padatan dengan berat jenis rendah misalnya : pasir, rijang (chert) dan padatan
dengan berat jenis tinggi misalnya : barite (BaSO4), gelena, biji besi.
Innert solid dapat juga berasal dari formasi yang dibor dan terbawa lumpur
pemboran seperti pasir, chert dan clay-clay no sweling, dan padatan seperti ini
bukan disengaja untuk menaikan densitas lumpur, sehingga perlu dibuang
secepat mungkin karena dapat menyebabkan abrasi.
4. Fasa Kimia
1. Berat Jenis
2. Viskositas
3. Gel strength
4. Solid Content
5. Sand Content
6. Filtration Loss dan Mud Cake
7. Derajat Keasaman (pH)
8. Kadar Chlor
1. Berat Jenis
Di dalam teknik pemboran pada umumnya berat jenis lumpur dinyatakan
juga dalam bentuk Specific Gravity (SG) yaitu perbandingan antara berat jenis
lumpur bor dengan berat jenis air tawar, atau dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut :
SG ..........................................................................................(3-1)
w
Dimana :
SG = specific grafity
2. Viskositas
Jadi viskositas merupakan faktor perbandingan antara shear stress dengan shear
rate. Selain itu Poiseuille juga menyatakan :
1. Jika viskositas konstan (tidak berubah) maka shear stress dengan shear rate
dinamakan “Newtonian Fluida”.
2. Jika viskositas berubah terhadap shear rate, maka fluida tersebut dinamakan
“Non Newtonian Fluida”.
Sedangkan lumpur sendiri merupakan fluida “Non Newtonian”, dimana
persamaan viskositasnya adalah :
ShearStress F A
.....................................................................(3-3)
Shearrate V r
Dimana :
= Kekentalan fluida, cp
r = Jarak aliran, cm
Pada fluida Non Newtonian dikenal dengan adanya Plastic Viskosity dan
Yield Point. Dimana Plastic Viskosity merupakan hasil torgue. Torgue pada
putaran 600 rpm dikurangi torgue pada putaran 300 rpm, sedangkan Yield Point
merupakan hasil dimana dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
YP = 300 - PV .............................................................................(3-
5)
3. Gel Strength
Gel Strength adalah sifat tahanan lumpur dalam keadaan statis yang
diakibatkan daya tarik-menarik antara partikel-partikel lumpur pemboran.
Apabila lumpur pemboran didiamkan (tidak ada sirkulasi), partikel-partikel
padatan yang reaktif akan cenderung mencapai kestabilannya sehingga akan
terbentuk gel. Sifat lumpur ini disebut thixotropic.
4. Solid Content
F s = 1 – f w Cf - fo ............................................................................(3-6)
Dimana :
Fs = fraksi padatan
5. Sand Content
Di lapangan kandungan pasir diukur dengan alat “Sand Screen Set”. Set
tersebut terdiri atas 200 mesh sieve dengan diameter 2,5 inchi, suatu corong untuk
memasang saringan serta suatu glass measuring tube. Prosentasi pasir dapat
diamati pada dasar tube, dalam satuan % dengan skala dari 0 % sampai 20 %.
Filtration loss atau air tapisan adalah proses kehilangan sebagian fasa cair
dari lumpur yang masuk ke dalam dinding lubang bor yang disebut filtrate.
Kegunaannya adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor.
Di dalam proses filtrasinya, filtrate loss dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Statik Filtrasi, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur dalam
keadaan diam (tidak ada sirkulasi), sehingga menyebabkan terbentuknya mud
filtrate ke dalam formasi permeabel menembus mud cake. Sifat khas mud
filtrate (statik), makin tebal mud filtrate dan berkurangnya laju filtrasi.
2. Dinamik Filtrasi, filtrasi yang terjadi dalam keadaan ada sirkulasi dan pipa bor
berputar. Filtrasi ini merupakan invasi filtrat lumpur paling besar yaitu sekitar
70 sampai 90 % dari volume filtratnya.
1. Waktu Filtrasi
2. Temperatur
Temperatur naik, maka akan menurunkan viskositas fasa fluida dan laju
filtrasi naik. Beberapa fluid loss chemicals mengalami dekomposisi pada
temperatur seperti Tabel III-1.
Tabel III-1
Dekomposisi Beberapa Fluid Loss Chemicals
Polymer akan memberikan sifat-sifat mud cake lebih liat dan lebih tipis
daripada hanya memakai bentonite, fluid loss pun dapat berkurang.
5. Jenis Lumpur
Jenis lumpur mempengaruhi tingkat effektifitas filtrate rate. Dari
penelitian Krueger, diperoleh kesimpulan bahwa fluid loss (Polymer : CMC,
Polyacrylamide, Starch) lebih effektif daripada organic viscosity reducers
(quebracho dan metal complex-lignosulfonate).
Pada kondisi temperatur yang berbeda, air tapisan ini juga dapat
mempunyai harga berbeda, sesuai dengan persamaan berikut :
1
F2 = F1 x ................................................................................(3-7)
2
Dimana :
t1
F2 = F 1 x ................................................................................. (3-
t2
8)
Jadi, semakin besar air yang menepis ke dalam lapisan, maka akan
semakin besar pula mud cake yang terbentuk pada dinding lubang bor yang
porous dan permeabel.
7. Derajat Keasaman
8. Kadar Chlor
Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang digunakan adalah air,
bila airnya berupa air tawar maka disebut “fresh water mud” dan apabila airnya
berupa air asin disebut “salt water mud”.
Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa terbesar (emulsi dan air sebagai
fasa kontinyu). Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Air yang digunakan
dapat fresh water atau salt water. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi
hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake, dan pelumasan. Segera
setelah emulsifikasi, filtrat loss berkurang.
Semua minyak (crude) dapat digunakan, tetapi lebih baik bila memakai
minyak refinery (refined oil) yang mempunyai sifat :
Oil-Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air tidak boleh
lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat lumpur menjadi tidak stabil.
Untuk itu diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar dari hujan / embun dan
bahaya api. Untuk mengontrol viskositas, menaikan gel strength, dan mengurangi
efek kontaminasi air serta mengurangi filtrate loss perlu ditambahkan zat-zat
kimia. Lumpur jenis ini mahal harganya, biasanya digunakan kalau keadaan
memaksa atau pada completion dan work over sumur. Misalnya melepas drillpipe
terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Keuntungannya, mud cake
tipis dan liat, pelumas baik.
Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun
aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang
formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan
terjadinya blow out kecil sekali atau dimana loss circulation merupakan bahaya
utama.
Polymer yang dipasarkan terdiri atas polymer yamg tidak larut dalam air
dan yang larut. Untuk polymer yang larut adalah yang sering dipergunakan dalam
operasi pemboran sebagai bahan penstabil sifat-sifat lumpur. Karena fluida
pemboran yang dipergunakan harus dalam bentuk suspensi, maka semua bahan
kimia penstabil harus mempunyai sifat dispersi.
3.6. Pembahasan sementara
Tujuan dilakukannya optimasi hidrolika lumpur pemboran adalah agar
dapat meningkatkan efek pembersihan dasar lubang bor dan bisa mengangkat
laju pemboran. Dalam tugas akhir ini parameter yang dioptimumkan yaitu dengan
mengatur ukuran nozzle (TFA) dan laju sirkulasi (Q), sedangkan untuk jenis
lumpur, sifat fisik lumpur pemboran dan faktor mekanis seperti WOB dan RPM
Metode yang digunakan sebagai pendekatan masalah pada tugas akhir ini
adalah metode BHI (Bit Hydraulic Impact), hal ini karena sumur yang di analisa
adalah sumur berarah. Konsep BHI pada prinsipnya mengatur besarnya gaya
yang bekerja pada dasar lubang dengan anggapan semua momentum diteruskan ke
dasar lubang bor dengan kehilangan tekanan pada pahat (BHHP/HHP) sebesar
48% 8). Karena memaksimalkan tumbukan pada dasar lubang maka gaya yang
bekerja cenderung akan mengikuti arah pahat dan inklinasi lubang, sehingga pada
2. Perhitungan-Perhitungan :
I. Menghitung Qmaks Pompa
2 PV YP
n 3,32 log
PV YP
510 ( PV YP)
K
511n
3. Berdasarkan laju alir lumpur dan diameter lubang dan pipa bor kecepatan
Q
Va
2,448 Dh2 Dp 2
9,256 d h d odp YP m
2 2
1,078 PV 1,078 PV
Vc
m (d h d odp )
82,87 Ds 2 ( s f )
Vs
a
ROP
Vcut
d 2
odp
361 Cconc
d h
Vmin = Vcut + Vs
45
1
Q min (d h 2 d odp 2 ) xV min x3,1172
4
Vcdp
m d idp
Q
Vdp 2
2,448 d idp
m
0 , 75 1, 75
Vdp PV 0, 25 Ldp
Pdp 1, 25
1800 d idp
Q
V 5 xHWDP 2
2,448 d i 5 xHWDP
m
0 , 75 1, 75
V5 xHWDP PV 0, 25 L5 xHWDP
P5 xHWDP 1, 25
1800 di 5 xHWDP
Vc Jar
m di Jar
Q
VJar 2
2,448 d i Jar
m
0 , 75 1, 75
VJar PV 0, 25 LJAr
PJar 1, 25
1800 d i Jar
Q 2 x m
Pb
10858xAn 2
V. Perhitungan Hidrolika Pahat Aktual
perbandingan antara hydraulic horse power pada pahat dengan hydraulic horse
Q2 x m
Pb
10858 x An 2
Q x Pb
BHHP
1714
Q x Pp
HHP
1714
BHHP
x100%
HHP
VI. Perhitungan Hidrolika di Annulus Aktual
serbuk bor (Ft), konsentrasi serbuk bor (Ca), dan indeks pengendapan serbuk bor
(PBI),
Va Vs
Ft x100%
Va
( ROP) Dh 2
Ca 100%
14,7 Ft Q
Menghitung kecepatan searah lintasan sumur (Vsa) dan kecepatan slip radial (Vsr):
Vsa = Vs cos
Vsr = Vs sin
1 / 12( Dh Dp)
Ts
Vsr
Lc (Va Vsa ) Ts
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………...
KATA PENGANTAR…………………………………………….…….
RINGKASAN...………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
DAFTAR GRAFIK……………………………………………………...
DAFTAR TABEL……………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………..
Halaman
Halaman
4.4. Perhitungan Kecepatan Annular Velocity,
Kehilangan Tekanan Sepanjang Sistem Sirkulasi,
Hidrolika Pahat dan Hidolika Annulus Aktual……
4.5. Optimasi Hidrolika Pahat dan
Pengangkatan Serbuk Bor…..…………………….
4.6. Desain Optimasi Hidrolika………………………..
BAB V. PEMBAHASAN…………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………