Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI & ANALISIS BENTANGLAHAN

Disusun Oleh :

Nama : Wahyu Dhiyan Pratama


NIM : 16/398796/PN/14767

DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA 2
BENTANGLAHAN DESTRUKSIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam;
bagaimana bentangalam itu terbentuk secara kontruksional yang diakibatkan
oleh gaya endogen, dan bagaimana bentangalam tersebut dipengaruhi oleh
pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan, erosi, denudasi,
sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau
tanah membentuk bentang alam yang bersifat destruksional, dan menghasilkan
bentuk-bentuk alam darat tertentu (landform).
Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi,
ketidakselarasan, termasuk didalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat
kontruksional, dan proses yang bersifat destruksional (pelapukan, longsoran
kerja air, angin, gelombang, pelarutan, dan lainnya), sudah diakui oleh para ahli
geologi dan geomorfologi sebagai dua buah paramenter penting dalam
pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan
tahapan proses geologi merupakan faktor cukup penting. Bentuk ini dihasilkan
oleh agen-agen erosi yang bekerja pada bentuk-bentuk konstruksional.
Sebagian karakteristiknya ditentukan oleh penyebab-penyebab erosi dan
sebagian yang lain ditentukan oleh bentuk lahan konstruksional yang
bersangkutan.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk memahami dan dapat
melakukan proses delineasi bentanglahan secara manual pada gambar citra
SRTM dengan skala semi-detail.
BAB II
METODOLOGI

Praktikum Geomorfologi dan Analisis Bentanglahan Acara 2 dengan judul


“Bentanglahan Destruksional” dilakukan tanggal 27 Februari 2019 yang dilakukan di
Laboratorium Pedologi Tanah untuk melakukan proses mengenali dan analisis
bentanglahan dengan cara delineasi tentang perspektif subyektif atas kesan relief
sevyag gunungapi Kuarter yang saat ini sedang dalam kondisi istirahat (Sumbing).

a. Alat dan Bahan


1. Selembar citra TerraSAR 15m (dapat juga DEM Nas) dengan skala
1:1.000.000 kawasan Gunungapi Sumbing dan sekitarnya.
2. Kertas plastic transparan
3. OHP marker ukuran F dengan 4 warna

b. Metode dan Cara Kerja


Metode dan langkah kerja yang dilakukan selama praktikum pada acara
2 kali ini yaitu dengan delineasi yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar citra Kertas plastik


TerraSAR 15m transparan dipotong
dipotong menjadi 4 sesuai ukuran citra

Masing-masing ujung
Kertas plastik direkatkan
gambar dengan
dengan gambar citra
plastik disolatip agar
serapat mungkin
tidak lepas
Delineasi setiap pola
Dipersiapkan marker
dan bentuk torehan
OHP ukuran F
pada citra

Gambar 1. Skema Bagan Alir Praktikum acara 2


Adapun beberapa pengamatan yang dilakukan yaitu: (a) pengenalan
satuan morfologi hasil bentukan proses pengikisan dan deposisi sungai,
gelombang, angin dan khemik (b) jika diperlukan, analisis pola alur yang ada
dilakukan untuk membantu proses delineasi satuan bentanglahan yang
diidentifikasi, (c) sketsa penampang melintang untuk setiap satuan
bentanglahan dibuat untuk diidentifikasi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan

Metode Interpretasi Bentanglahan


Metode interpretasi bentanglahan yang bersifat unik untuk satuan-
satuan yang berbeda bersumber dari tulisan Thornbury (1954) yang akan
disertai beberapa contoh kejadian atau fenomena yang terdapat di Indonesia.
Konsep dasar ini dapat memberikan petunjuk pada kita tentang faktor-faktor
pendukung dalam menginterpretasi bentanglahan. Pada batas-batas tertentu
permukaan bumi memiliki relief (timbulan), karena kerja proses geomorfik
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda. Struktur geologi merupakan faktor
kontrol dominan terhadap bentuk evolusi bentuklahan dan tercermin pada
bentuklahannya. Proses-proses geomorfik itu akan meninggalkan bekas yang
nyata pada bentuklahan dan setiap proses geomorfik berkembang sesuai dengan
karakteristik bentuklahan itu sendiri. Oleh karena tenaga erosional yang bekerja
dipermukaan bumi itu berbeda-beda maka akan terjadi suatu tingkatan
perkembangan dari bentuklahan. Interpretasi yang tepat terhadap bentanglahan
masa kini tidak dimungkinkan tanpa penilaian yang mendalam tentang
pengaruh perubahan geologi dan klimatologis yang berulang kali
Satuan Delineasi
Survei geomorfologi adalah analisis, klasifikasi, dan pemetaan
bentuklahan yang berpedoman pada morfologi, genesis, kronologi, dan litologi
(Van Zuidam dan Cancelado, 1979). Ada 4 aspek yang penting dalam survei
bentuklahan, sebagai tujuan umum dalam pemetaan geomorfologi yaitu
morfologi, morfogenesa, morfokronologi, dan morfoaransemen (Van Zuidam,
1983). Berdasarkan identifikasi gambar citra yang telah dilakukan selama
praktikum diketahui bahwa dalam analisis geomorfologi terdapat berbagai
satuan delineasi yang dijadikan sebagai acuan mendelineasi diantaranya yaitu
satuan wilayah administrasi, ekologi dan wilayah pengelolaan.
Satuan wilayah ekologi, dalam citra pegunungan Sumbing tergambar
sebagai bentanglahan yang memiliki pola hidrologis aliran dendritik yang
homogen dan mengikuti Bentuklahan asal proses fluvial karena dipengaruhi
oleh adanya aliran air yang membentuk cekungan menyebabkan torehan
berbentuk bercabang dan setiap bukit dibedakan berdasarkan aliran air. Proses-
proses yang saat ini berlangsung akan berbeda intensitasnya dengan yang
terjadi pada masa lampau dan semakin kesini akan semakin menurun
intensitasnya berkaitan dengan pola pengelolaan lahan yang bertujuan untuk
usaha konservasi lahan sehingga menekan laju proses geomorfologi.
Berdasarkan bentukan awal bentuk lahan penyusun permukaan bumi
berupa dataran yang tercermin dalam citra dalam praktikum kali ini merupakan
salah satu bentuk bentanglahan sesar. Bentanglahan sesar memiliki
karakteristik fisik memiliki perbedaan struktur karena adanya proses tektonik
selama pembentukan proses structural yang menyebabkan wilayah bagian atas
memiliki struktur yang lebih lunak atau ringan dibandingkan bagian bawah
yang masih merupakan bagian pengangkatan selama pembentukan di masa
lampau melalui proses structural di Pulau Jawa.
Material penyusun yang menjadi proses pembentukan bentuklahan
fluvial terlebih dahulu mengalami proses erosi oleh agen geomorfik berupa air
yang mengalir, air yang mengalir dapat terbentuk jika terjadinya hujan
berupaair dalam bentuk cair yang jatuh ke permukaan bumi yang berasal dari
atmosfer, air tersebut semulamerupakan sekumpulan aliran-aliran permukaan
yang bebas untuk kemudian memusat pada suatusaluran sebagai aliran sungai
(stream). Saluran itu sendiri terkikis oleh aliran air membentuk lembah Aliran
air pada lembah dapat bersifat abadi atau terputus-putus tergantung pada
sumber air berasal. Kerja aliran yang memusat terdiri atas tiga kegiatan yaitu
erosi, transportasi, dan sedimentasi. Ketigakegiatan tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Aliran air melakukan erosi dalam beragai
caratergantung dari sifat material salurannya dan benda yang diangkutnya.
(Pramono dan Ashari, 2014).
Proses erosi berupa aliran air pada dinding-dinding lembah ataupun
pada dasar lembahmampu menyeret material pada dasar saluran sehingga
mampu mengikis bahan fluvial baik yangberada pada dasar maupun pada
dinding-dinding lembah. Proses yang demikian itu disebut sebagaikegiatan
hidrolik. Apabila partikel yang diangkut bersama aliran air ikut serta dalam
prosespengikisan hal ini disebut sebagai korasi atau abrasi. Proses-proses kimia
dalam pelapukan, misalnyareaksi-reaksi asam dan pelarutan, juga merupakan
agen yang efektif dalam pemindahan batuan darisaluran sungai proses kimia
demikian disebut korosi (Pramono dan Ashari, 2014). Proses erosi
padabentuklahan fluvial lebih didominasi pada daerah hulu karena pada daerah
hulu umumnya adalahwilayah perbukitan atau pegunungan yang merupakan
daerah tadah hujan, dengan relief yang terjaldisertai curah hujan yang tinggi
mengakibatkan aliran-aliran air yang tadinya berupa alur atau rill dan parit atau
gully terakumulasi membentuk aliran air dengan debit yang lebih besar disertai
tenagayang kuat dan aliran yang cepat, sehingga erosi yang berlangsung secara
vertikal, menyebabkanbertambahnya kemiringan lereng pada lembah dan
membentuk lembah seperti huruf V padatahapan ini sungai berkembang pada
tingkatan muda atau sering disebut sebagai sungai muda.
Pola Aliran Citra
Terdapat bermacam-macam bentuk pola aliran yang masing-masing
dirincikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai yang terdapat dalam peta
citra. Delapan jenis pola aliran yang biasa dijumpai dalam keadaan sebenarnya
adalah pola dendritik, parallel, trellis, rectangular, radial, annural, multibasinal
dan contorted. Pola aliran tersebut dapat dijumpai dalam kondisi yang berbeda-
beda menurut batuannya. Sesuai yang tergambar dalam citra dapat dilihat
bahwa pola aliran tersebut membentuk pola dendritic dengan berbagai
percabangan aliran sungai dari hulu ke hilir yang terpusat menuju ke arah danau
yang terdapat di tengah.
Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur di
lapangan atau melalui foto udara jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai
titik ikat. Pola aliran atau susunan sungai suatu DAS merupakan karakteristik
fisik setiap drainase karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem
drainase dan karakteristik hidrografis, dan pola aliran menentukan bagi
pengelola DAS untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS
khususnya tenaga erosi (Ditjen RRL, 1996).

Bentanglahan Destruksional dan Kajian Tanah

Untuk mempelajari bentuk bentangalam suatu daerah, maka hal yang


pertama harus diketahui adalah struktur geologi dari daerah tersebut melalui
proses delineasi, hal ini karena struktur geologi adalah faktor penting dalam
evolusi bentangalam dan struktur itu tercerminkan pada muka bumi, maka jelas
bahwa bentangalam suatu daerah itu dikontrol/dikendalikan oleh struktur
geologinya. Selain daripada struktur geologi, adalah sifat-sifat batuan, yaitu
antara lain apakah pada batuan terdapat rekahan-rekahan, ada tidaknya bidang
lapisan, patahan, kegemburan, serta sifat porositas, permeabilitas batuan satu
dengan yang lainnya dan bagaimana bentangalam tersebut dipengaruhi oleh
pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan, erosi, denudasi, dan
sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau
tanah membentuk bentang alam yang bersifat destruksional, dan menghasilkan
bentuk-bentuk alam darat tertentu
Sesuai dengan Verstappen (1983); Tri Wibowo (2005) di dalam Yogi
Sunarso (2008) mengungkapkan bahwa Geomorfologi dalam terapannya
menekankan pada studi ilmu tanah bagaimana merencanakan tataguna lahan
yang baik dalam arti menyesuaikan penggunaan lahan sesuai dengan
kemampuannya dan bentuk-bentuk alam yang terbentuk oleh bentang alam
yang bersifat destruksional. Dan untuk mencapai sasaran tersebut maka dapat
dilakukan dengan pencegahan erosi, pengelolaan lahan kritis dan peningkatan
teknik konservasi tanah
Konservasi tanah dapat diartikan sebagai penempatan setiap bidang
tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi
lapangan menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang
diperlukan. Abdi (2012) menjelaskan sistem untuk penilaian tanah tersebut
dirumuskan dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan yang ditujukan untuk
(1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak,
(3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat
dipergunakan secara lestari. Dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah
berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi
penyesuaian macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan
memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar dapat
berfungsi secara lestari.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Proses-proses geomorfik itu akan meninggalkan bekas yang nyata pada
bentuklahan dan setiap proses geomorfik berkembang sesuai dengan
karakteristik bentuklahan itu sendiri. Berdasarkan identifikasi gambar citra
yang telah dilakukan selama praktikum diketahui bahwa dalam analisis
geomorfologi terdapat berbagai satuan delineasi yang dijadikan sebagai acuan
mendelineasi diantaranya yaitu satuan wilayah administrasi, ekologi dan
wilayah pengelolaan.
Satuan wilayah ekologi, dalam citra pegunungan Sumbing tergambar
sebagai bentanglahan yang memiliki pola hidrologis aliran dendritik yang
homogen dan mengikuti Bentuklahan asal proses fluvial karena dipengaruhi
oleh adanya aliran air yang membentuk cekungan
DAFTAR PUSTAKA
ABDI, K. (2012). Kajian Morfometri Lereng Untuk Konservasi Tanah Di Kecamatan
Karangpandan Kabupaten Karanganyar (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Baja, I. S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Penerbit
Andi.
Ditjen RRL. 1996. Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai. Direktorat
Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan. Jakarta.
Pramono, Heru. dan Ashari, Arif. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY press
Sunarso, Y. (2008). ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN JENAR
KABUPATEN SRAGEN (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Thornbury, W. D. (1954). Principles of geomorphology (Vol. 78, No. 2, p. 157). LWW.
Van Zuidam, R. A. (1983). Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and
Mapping. ITC, Netherlands.
Van, Z., & Cancelado, R. Z. (1979). Terrain Analysis and Classification Using Aerial
Photograph. ITC Textbook.
Verstappen, H. T. (1983). Applied geomorphology: geomorphological surveys for
environmental development (No. 551.4 VER).

Anda mungkin juga menyukai