Anda di halaman 1dari 377

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS KAWASAN LIFESTYLE

CENTER SENAYAN PARK JAKARTA

TUGAS AKHIR DESAIN


Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh

JACKSON LEONARD

NIM : 15013056

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
PERANCANGAN STRUKTUR ATAS KAWASAN LIFESTYLE
CENTER SENAYAN PARK JAKARTA

TUGAS AKHIR DESAIN


OLEH

JACKSON LEONARD
NIM : 15013056
Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Menyetujui
Pembimbing Tugas Akhir Desain

Tanggal 17 Juni 2017

Muhammad Riyansyah, S.T., Ph.D


NIP. 198011052015041001

Mengetahui

Program Studi Teknik Sipil


Koordinator Tugas Akhir Desain Ketua,

Ir. Biemo W. Soemardi, MSE, Ph.D. Ir. Muhamad Abduh, MT, Ph.D.
NIP. 196104091992031001 NIP. 196908151995121002

ii
PERANCANGAN STRUKTUR ATAS BANGUNAN LIFESTYLE
CENTER SENAYAN PARK JAKARTA

Jackson Leonard

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung

ABSTRAK

Bangunan Lifestyle Center Senayan Park merupakan bangunan gedung


yang terdiri atas 4 lantai dan 2 basement dengan tinggi 20,8 meter dan kedalaman
basement 8 meter. Komponen utama struktur atas bangunan ini adalah struktur
beton bertulang. Bangunan yang terbilang unik ini memiliki 2 tower yang terpisah
namun dengan bangunan bagian basement yang tergabung. Dengan lokasi di
Jakarta yang rawan gempa, struktur diharuskan dirancang untuk dapat menahan
gempa dengan sistem struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK) sesuai
dengan persyaratan untuk daerah kategori desain seismik D.

Dalam perencanaannya, dibatasi bahwa bangunan yang akan didesain hanya


berupa bangunan utama dari Lifestyle Center ini sehingga bangunan sederhana 2
lantai yang direncakan untuk digunakan sebagai restoran tidak akan dirancang
dalam dokumen tugas akhir ini. Output yang diharapkan dari laporan tugas akhir
ini adalah hasil desain berupa shop drawing detail dari Bangunan Senayan Park
yang meliputi gambar detail dari kolom, balok, beserta pelat yang sudah memenuhi
syarat-syarat kategori desain seismik.

Metode pengerjaan seluruh tugas akhir ini adalah dengan mengacu pada
studi literatur dan pemodelan struktur. Analisis dinamik dan perancangan struktur
beton beserta penentuan beban-beban yang bekerja mengacu pada standar-standar
Indonesia, yaitu SNI 1726-2012, SNI 1727-2013, dan SNI 2847-2013. Perangkat
lunak yang digunakan pada perancangan ini berupa ETABS 2016, PCA Column
dan SAFE 2016.

kata kunci: tower, desain, model, dinamik, gempa, detail, beton, struktur

iii
SUPERSTRUCTURE DESIGN OF SENAYAN PARK LIFESTYLE
CENTER BUILDING IN JAKARTA

Jackson Leonard

Civil Engineering Department, Faculty of Civil and Environment Engineering,


Institut Teknologi Bandung

ABSTRACT

Senayan Park Lifestyle Center building consists of 4 story and 2 basement


with total height of 20.8 meter and 8 meter depth of basement. The upper structure
are design as two identical tower with their main material of the building is
reinforced concrete. Senayan Park is located in the capital city of Indonesia,
Jakarta. As Jakarta is identified as one of the city that is prone to earthquakes,
therefore this building structure should be designed as Special Moment-Resisting
Frame Structure as required by “Standar Nasional Indonesia” (SNI).

This document only discuss, analyze, and design the main building of
Senayan Park, and doesn’t consist of the small two story-building located behind
of the main building. The output of this design document is the detailed engineering
design drawing of the structural element; column, beam, and slab of this building
and has to fulfill the requirement of the design.

Dynamic Analysis and Design method of this thesis are referring to


Indonesia’s standard, which are SNI 1726-2012, SNI 1727-2013, and SNI 2847-
2013. ETABS 2016, PCA Column, and SAFE 2016 were used in this thesis to
simplify the process of designing.

key words: reinforced concrete, special moment resisting frame, structural element

iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR DESAIN

Tugas Akhir Desain yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di


Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan
ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang
berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan
dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang
dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir Desain


haruslah seizin Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi
Bandung.

v
Didedikasikan kepada keluarga tercinta :

Untuk Liana, Kassan Omar, Angela Omar, Danny Leonard Omar,

dan Kevin Leonard

vi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pengerjan laporan tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2017 hingga
Mei 2017 ini berisi tentang pemodelan dan perancangan detail struktur atas Senayan
Park Lifestyle Center.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini dapat terwujud atas bantuan
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Kassan Omar dan Liana yang selalu mendukung dan
mendo’akan kelancaran pengerjaan Tugas Akhir penulis.
2. Muhammad Riyansyah, ST., Ph.D, selaku dosen pembimbing tugas akhir
yang bersedia meluangkan waktu dalam membimbing penulis selama
proses pengerjaan tugas akhir ini.
3. Team Teaching 10 selaku dosen pembimbing dan penguji penulis yakni Ir.
Idwan Santoso, M.Sc., DIC., Ph.D.,Prof. Ir. Amrinsyah Nasution, M.Sc.,
Ph.D., Ir. Ima Fatima, M.Eng, Prof. Ir. Iwan Kridasantausa, M.Sc., Ph.D,.
4. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Teknik Sipil di Institut Teknologi
Bandung yang telah memberi bantuan berupa motivasi dan saran.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membuat
laporan tugas akhir ini dapat terlaksanakan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat terbuka untuk seluruh kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dari pihak manapun. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Bandung, Juni 2017

Penulis

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. iii

ABSTRACT ............................................................................................................. iv

PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR DESAIN..................................... v

PRAKATA ............................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xxi

Bagian I Pendahuluan ...................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

I.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

I.3 Standar dan Ruang Lingkup ..................................................................... 3

I.4 Gambaran Umum Proyek ......................................................................... 4

I.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 7

Bagian II Pembahasan Aspek Stuktur Atas ............................................... 10

II.1 Umum ..................................................................................................... 10

II.2 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 10

II.2.1 Dasar Teori Perencanaan................................................................. 11

II.2.2 Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gempa ......................... 14

viii
II.2.3 Prosedur Analisis Seismik .............................................................. 15

II.3 Metodologi ............................................................................................. 16

II.3.1 Analisis Gambar Arsitek ................................................................. 17

II.3.2 Pemodelan dan Analisa Struktur ..................................................... 17

II.3.3 Pendetailan Tulangan dan Gambar Detail....................................... 18

II.4 Pemodelan dan Pembebanan Struktur .................................................... 18

II.4.1 Kriteria Desain dan Data Awal ....................................................... 18

II.4.2 Preliminary Design.......................................................................... 37

II.4.3 Permodelan Struktur........................................................................ 50

II.5 Analisis Struktur ..................................................................................... 52

II.5.1 Pengecekan Modal Participating Mass Ratio .................................. 52

II.5.2 Pengecekan Kriteria Desain Seismik .............................................. 55

II.6 Detailing Elemen Struktur ...................................................................... 84

II.6.1 Detailing Elemen Pelat .................................................................... 84

II.6.2 Detailing Balok ............................................................................... 92

II.6.3 Detailing Kolom ............................................................................ 136

II.6.4 Detailing Hubungan Balok dan Kolom ......................................... 152

II.6.5 Pengecekan Elemen Kord dan Kolektor ....................................... 156

II.7 Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 166

II.7.1 Kesimpulan ................................................................................... 166

II.7.2 Saran .............................................................................................. 170

ix
Bagian III Pembahasan Aspek Lain ......................................................... 172

III.1 Aspek Geoteknik .................................................................................. 172

III.1.1 Perencanaan Pondasi ..................................................................... 172

III.1.2 Bab V Perencanaan Dinding Penahan Tanah................................ 193

III.2 Aspek Transportasi ............................................................................... 201

III.2.1 Analisis Pergerakan Kendaraan .................................................... 201

III.2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Akses Kendaraan .......................... 207

III.2.3 Perencanaan Tempat Parkir........................................................... 217

III.2.4 Perencanaan Perkerasan Jalan Akses Kendaraan .......................... 226

III.2.5 Sirkulasi Pergerakan Kendaraan ................................................... 238

III.3 Aspek Sumber Daya Air ....................................................................... 249

III.3.1 Asumsi yang Digunakan dalam Perencanaan ............................... 249

III.3.2 Penentuan Titik Outlet .................................................................. 250

III.3.3 Rencana Skema Sistem Drainase .................................................. 250

III.3.4 Perencanaan Dimensi Saluran ....................................................... 251

III.3.5 Perencanaan Spillway .................................................................... 268

III.3.6 Kesimpulan Desain ....................................................................... 279

III.3.7 Saran .............................................................................................. 281

III.4 Aspek Manajemen Rekayasa Konstruksi ............................................. 283

III.4.1 Work Breakdown Structure (WBS) .............................................. 283

III.4.2 Site Plan ........................................................................................ 284

x
III.4.3 Metode Pelaksanaan Konstruksi ................................................... 291

III.4.4 Quantity Take-Off.......................................................................... 315

III.4.5 Penjadwalan .................................................................................. 327

III.4.6 Estimasi Biaya Proyek .................................................................. 335

III.5 Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 345

III.5.1 Kesimpulan ................................................................................... 345

III.5.2 Saran .............................................................................................. 349

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 351

LAMPIRAN ........................................................................................................ 352

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Persepektif Mata Burung Senayan Park Lifestyle Center .................... 4

Gambar I.2 Pintu Utama Senayan Park................................................................... 5

Gambar I.3 Interior dalam Senayan Park ................................................................ 5

Gambar I.4 Ruang Fungsi Makan dan Minum Senayan Park ................................. 6

Gambar I.5 Tampak Luar Senayan Park ................................................................. 6

Gambar I.6 Taman Senayan Park............................................................................ 6

Gambar I.7 Lokasi Senayan Park ............................................................................ 7

Gambar II.1 Kurva gaya inelastik – deformasi (Sumber: FEMA P-750) ............. 13

Gambar II.2 Kurva histeretik (Sumber: FEMA P-750) ........................................ 13

Gambar II.3 Diagram Respons Spektrum ............................................................. 29

Gambar II.4 Framing Lantai B2-B1 ..................................................................... 38

Gambar II.5 Framing Lantai 1-4 ........................................................................... 39

Gambar II.6 Denah daerah yang bermasalah di Basement (kolom) ..................... 41

Gambar II.7 Denah daerah yang bermasalah di Lt. Atas (balok dan kolom) ........ 42

Gambar II.8 Denah daerah yang bermasalah di Lt. Atas (balok dan kolom) ........ 44

Gambar II.9 Pemodelan ETABS 2016 Lantai Tipikal .......................................... 51

Gambar II.10 Pemodelan ETABS 2016 Lantai Basement .................................... 51

Gambar II.11 Pemodelan ETABS 2016 Tampak 3D ............................................ 52

Gambar II.12 Local Axis Kolom ........................................................................... 54

xii
Gambar II.13 Grafik Penskalaan Gaya Gempa ..................................................... 60

Gambar II.14 Ilustrasi Simpangan Antar Lantai ................................................... 61

Gambar II.15 Ilustrasi Story Drift pada Senayan Park Lifestyle Center ............... 62

Gambar II.16 Grafik Pengecekan Simpangan Antar Lantai ................................. 63

Gambar II.17 Grafik Pengecekan Efek P-Delta .................................................... 66

Gambar II.18 Prosedur Pemeriksaan Faktor Redundansi ..................................... 70

Gambar II.19 Ketidakberaturan Sudut Dalam ...................................................... 75

Gambar II.20 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma .................................. 76

Gambar II.21 Ketidakberaturan Pergeseran Melintang terhadap Bidang ............. 77

Gambar II.22 Ketidakberaturan Sistem Nonparalel .............................................. 78

Gambar II.23 Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak ................................... 79

Gambar II.24 Ketidakberaturan Berat (Massa) ..................................................... 80

Gambar II.25 Ketidakberaturan Geometri Vertikal .............................................. 81

Gambar II.26 Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen


Penahan Gaya Lateral Vertikal ............................................................................. 82

Gambar II.27 Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat ....... 83

Gambar II.28 Distribusi Gaya Dalam Momen pada Pelat Lantai Basement ........ 84

Gambar II.29 Distribusi Gaya Dalam Momen pada Pelat Lantai Atas ................. 85

Gambar II.30 Pemodelan Pelat Lantai Basement pada SAFE 2016 ..................... 86

Gambar II.31 Pemodelan Pelat Lantai Atas pada SAFE 2016.............................. 86

Gambar II.32 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 2 Lantai Basement........... 87

xiii
Gambar II.33 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 1 Lantai Basement........... 87

Gambar II.34 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 2 Lantai Basement ........... 88

Gambar II.35 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 1 Lantai Basement ........... 88

Gambar II.36 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 2 Lantai Atas ................... 89

Gambar II.37 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 1 Lantai Atas ................... 89

Gambar II.38 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 2 Lantai Atas .................... 90

Gambar II.39 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 1 Lantai Atas .................... 90

Gambar II.40 Diagram Gaya Dalam Momen pada Balok..................................... 93

Gambar II.41 Diagram Gaya Dalam Geser pada Balok ........................................ 93

Gambar II.42 Pengecekan Kelelehan Tulangan .................................................... 95

Gambar II.43 Pengecekan Nilai Faktor Reduksi Lentur ....................................... 97

Gambar II.44 Zonasi Penulangan Geser ............................................................. 102

Gambar II.45 Konfigurasi Penulangan Kolom Lantai Atas ................................ 138

Gambar II.46 Konfigurasi Penulangan Kolom Lantai Basement ....................... 139

Gambar II.47 Diagram Interaksi P-M Kolom Lantai Atas ................................. 140

Gambar II.48 Diagram Interaksi P-M Kolom Lantai Basement ......................... 141

Gambar II.49 Zonasi Penulangan Geser ............................................................. 147

Gambar II.50 Luas Joint Efektif ......................................................................... 153

Gambar II.51 Ilustrasi gaya desain diafragma one story at a time...................... 157

Gambar II.52 Kord Tekan dan Tarik................................................................... 160

Gambar II.53 Force/Stress Diagram pada ETABS ............................................. 161

xiv
Gambar II.54 Section Cut pada Penampang Kritis ............................................. 161

Gambar II.55 Model 3D Bangunan Senayan Park Lifestyle Center ................... 167

Gambar II.56 Spektrum Respons ........................................................................ 167

Gambar III.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Reaksi Perletaka ......................... 173

Gambar III.2 Grafik Kapasitas Ultimate Tekan Tiang Pondasi .......................... 176

Gambar III.3 Grafik Kapasitas Ultimate Tarik Tiang Pondasi ........................... 177

gambar III.4 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 1 ................................................. 178

gambar III.5 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 2 ................................................. 178

gambar III.6 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 3 ................................................. 179

gambar III.7 Denah Jenis Grup Tiang Senayan Park .......................................... 179

Gambar III.8 Detail Penulangan Fondasi pad Setiap Jenis Grup ........................ 185

Gambar III.9 Penurunan Elastis Akibat Fondasi Sebagai Bahan Elastis (Se1) ... 186

Gambar III.10 Penurunan tiang oleh gaya pada ujung tiang (Se(2)) .................... 187

Gambar III.11 Penurunan tiang oleh gaya yang diterima sepanjang tiang (Se(3)) 187

Gambar III.12 Penurunan Sementara Total Se (Se = Se1+Se2+Se3) ................... 187

Gambar III.13 Penurunan pada Grup Tiang 1 ..................................................... 188

Gambar III.14 Penurunan pada Grup Tiang 2 ..................................................... 189

Gambar III.15 Penurunan pada Grup Tiang 3 ..................................................... 190

Gambar III.16 Detailing Penulangan Balok Sloof TB1 ...................................... 191

Gambar III.17 Detailing Penulangan Balok Sloof TB2 ...................................... 192

Gambar III.18 Balok Sloof Jenis 1 ...................................................................... 192

xv
Gambar III.19 Balok Sloof Jenis 2 ...................................................................... 192

Gambar III.20 Bird View Sistem Dinding Penahan Tanah ................................. 193

Gambar III.21 Gaya yang Bekerja Pada DPT ..................................................... 194

Gambar III.22 Kontur M22 Dinding Penahan Tanah Basement .......................... 195

Gambar III.23 Kontur M11 Dinding Penahan Tanah Basement .......................... 195

Gambar III.24 Penulangan Horizontal DPT Persegmen ..................................... 196

Gambar III.25 Penulangan Vertikal DPT Persegmen ........................................ 197

Gambar III.26 Fondasi Tiang Bor Setempat Untuk DPT ................................... 198

Gambar III.27 Detail Penulangan Fondasi Setempat untuk DPT ....................... 200

Gambar III.28 Pembagian Zona .......................................................................... 202

Gambar III.29 Rencana Jalan Akses Kendaraan ................................................. 203

Gambar III.30 Rencana Tapak Kawasan ............................................................ 205

Gambar III.31 Rencana Lokasi Jalinan Tunggal................................................. 206

Gambar III.32 Rencana Alur Pergerakan dan Geometrik Jalinan Tunggal ........ 206

Gambar III.33 Rencana Awal Trase Jalan Kawasan ........................................... 213

Gambar III.34 Hasil Perencanaan Alinyemen Horizontal .................................. 215

Gambar III.35 Geometrik Tempat Parkir Alternatif A ....................................... 218

Gambar III.36 Desain Denah Tempat Parkir Basement 1 ................................... 219

Gambar III.37 Desain Denah Tempat Parkir Basement 2 ................................... 220

Gambar III.38 Akumulasi Parkir Mobil .............................................................. 223

Gambar III.39 Grafik Akumulasi Parkir Motor .................................................. 224

xvi
Gambar III.40 Desain Perkerasan Jalan Rencana opsi biaya minimum ............. 232

Gambar III.41 Layout Pintu Masuk Menuju Basement ...................................... 240

Gambar III.42 Layout Pintu Keluar dari Basement ............................................. 242

Gambar III.43 Layout Sirkulasi Kendaraan Jalan Akses .................................... 243

Gambar III.44 Layout Lantai Basement 1 ........................................................... 245

Gambar III.45 Layout Lantai Basement 2 ........................................................... 247

Gambar III.46 Ilustrasi proyek gedung pada kondisi eksisting kawasan ............ 248

Gambar III.47 Penentuan Titik Outlet ................................................................ 250

Gambar III.48 Rencana Skema Sistem Drainase Kawasan ................................ 251

Gambar III.49 Catchment Area ........................................................................... 254

Gambar III.50 Rencana Skema Saluran Drainase ............................................... 257

Gambar III.51 Tipikal Penampang Saluran, (a) Saluran U-Ditch Tipe 4; (b) Saluran
Buis Tipe 4 .......................................................................................................... 268

Gambar III.52 Unit Hidrograf Metode Nakayasu ............................................... 270

Gambar III.53 Grafik Hidrograf Banjir Periode Ulang 10 Tahun ...................... 271

Gambar III.54 Grafik Reservoir Routing ............................................................ 272

Gambar III.55 Koordinat Kelengkungan Spillway ............................................. 273

Gambar III.56 Potongan Melintang Spillway ..................................................... 274

Gambar III.57 Grafik Volume yang Tertampung ............................................... 275

Gambar III.58 Gaya-Gaya yang Terjadi, yaitu (a) Gaya Berat; (b) Gaya Gempa;
(c) Gaya Hidrostatis; (d) Gaya Uplift; (e) Gaya Tanah Lateral Aktif; (f) Gaya Tanah
Lateral Pasif ........................................................................................................ 276

xvii
Gambar III.59 Sistem Drainase pada Lifestyle Center Senayan Park Jakarta..... 280

Gambar III.60 Saluran Penghubung yang Akan Diperbesar ............................... 281

Gambar III.61 Work Breakdown Structure Senayan Park (Bagian 1) ................ 283

Gambar III.62 Work Breakdown Structure Senayan Park (Bagian 2) ................ 284

Gambar III.63 Site Plan Senayan Park ............................................................... 284

Gambar III.64 Detail Pagar Proyek ..................................................................... 291

Gambar III.65 Bowplank pada Proyek ................................................................ 293

Gambar III.66 Desain Patok Proyek Senyan Park .............................................. 293

Gambar III.67 Jangkauan Crane untuk 200-ton Crawler Crane ........................ 294

Gambar III.68 Off Site Access Road Senayan Park............................................. 295

Gambar III.69 Detail Material Jalan Sementara ................................................. 295

Gambar III.70 On Site Access Road Senayan Park ............................................. 296

Gambar III.71 Alur Pekerjaan Tanah .................................................................. 296

Gambar III.72 Tampak Samping Temporary Sheet Pile pada Senayan Park ..... 297

Gambar III.73 Vibro Hammer ............................................................................. 297

Gambar III.74 Alur Pengerjaan Temporary Sheet Pile ....................................... 298

Gambar III.75 Excavator CAT- 320 D L ............................................................ 299

Gambar III.76 Urutan Pekerjaan Galian ............................................................. 299

Gambar III.77 Dump Truck ................................................................................. 300

Gambar III.78 Vibratory Rollers Compactor ...................................................... 301

Gambar III.79 Alur Pekerjaan Timbunan ........................................................... 302

xviii
Gambar III.80 Alur Pekerjaan Pemadatan Tanah ............................................... 302

Gambar III.81 Alur Pekerjaan Struktur Bawah................................................... 303

Gambar III.82 Alur Pengerjaan Bored Pile......................................................... 304

Gambar III.83 Langkah Pembuatan Pondasi Bored Pile .................................... 305

Gambar III.84 Axial Loading Test ...................................................................... 306

Gambar III.85 Pembagian Zona Lantai Basement .............................................. 308

Gambar III.86 Zona Struktur Atas ...................................................................... 309

Gambar III.87 Penentuan Koordinat dengan Theodolite .................................... 310

Gambar III.88 Bekisting Kolom ......................................................................... 311

Gambar III.89 Bucket Tremie .............................................................................. 311

Gambar III.90 Perancah untuk Pelat di Atas Lantai Kerja ................................. 312

Gambar III.91 Ilustrasi Bekisting Balok dan Pelat ............................................. 313

Gambar III.92 Pemasangan Tulangan Pelat ........................................................ 313

Gambar III.93 Pengecoran dengan Concrete Pump ............................................ 314

Gambar III.94 Proses Curing .............................................................................. 314

Gambar III.95 Denah Pondasi Proyek Senayan Park.......................................... 317

Gambar III.96 Denah Grup Tiang pada Senayan Park ....................................... 318

Gambar III.97 Denah Dinding Penahan Tanah Senayan Park ............................ 319

Gambar III.98 Detail Penulangan Dinding Penahan Tanah Vertikal (Kiri) dan
Horzontal (Kanan) ............................................................................................... 320

Gambar III.99 Denah Balok Lantai 1 - Atap....................................................... 323

xix
Gambar III.100 Denah Pelat B ............................................................................ 325

Gambar III.101 Potongan Melintang Pelat Tipe B ............................................. 325

Gambar III.102 Alur Penjadwalan Proyek .......................................................... 327

Gambar III.103 Timeline Umum Proyek Senayan Park...................................... 335

Gambar III.104 Kurva S Senayan Park ............................................................... 344

Gambar III.105 Sistem Drainase pada Lifestyle Center Senayan Park Jakarta... 347

Gambar III.106 Saluran Penghubung yang Akan Diperbesar ............................. 350

xx
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Kategori Resiko Bangunan SNI 1727:2013 ......................................... 20

Tabel II.2 Kategori Resiko Bangunan SNI 1727:2013 (lanjutan)......................... 20

Tabel II.3 Faktor Keutamaan Gempa .................................................................... 21

Tabel II.4 Koefisien Situs Fa ................................................................................ 22

Tabel II.5 Koefisien Situs Fv ................................................................................ 22

Tabel II.6 Penentuan Kategori Desain Seismik SDS .............................................. 23

Tabel II.7 Penentuan Kategori Desain Seismik SD1 ............................................ 23

Tabel II.8 Koefisien SRPMK ................................................................................ 23

Tabel II.9 Beban SIDL yang bekerja .................................................................... 25

Tabel II.10 Beban Tanah Lateral Rencana ............................................................ 26

Tabel II.11 Beban Hidup yang bekerja ................................................................. 27

Tabel II.12 Data Kelas Tanah dan Kategori Bangunan ........................................ 28

Tabel II.13 Parameter Seismik .............................................................................. 29

Tabel II.14 Langkah Menentukan Beban Angin SPBAU ..................................... 30

Tabel II.15 Parameter-Parameter Beban Angin .................................................... 31

Tabel II.16 Parameter z, zg, dan a ........................................................................ 32

Tabel II.17 Nilai Kz atau Kh ................................................................................. 32

Tabel II.18 Hasil Perhitungan Nilai qz ................................................................. 33

Tabel II.19 Koefisien Tekanan Atap (Cp) ............................................................ 34

xxi
Tabel II.20 Ketinggian dan Lebar Gedung ........................................................... 34

Tabel II.21 Nilai Cp Gedung 1 dan Gedung 2 ...................................................... 34

Tabel II.22 Tekanan Angin Maksimum Gedung 1 ............................................... 35

Tabel II.23 Tekanan Angin Maksimum Gedung 2 ............................................... 36

Tabel II.24 Tekanan Angin Ultimit Gedung 1 ...................................................... 36

Tabel II.25 Tekanan Angin Ultimit Gedung 2 ...................................................... 37

Tabel II.26 Tebal min balok dan pelat satu arah ................................................... 40

Tabel II.27 Perhitungan Preliminary Balok .......................................................... 41

Tabel II.28 Inersia jenis-jenis balok ...................................................................... 45

Tabel II.29 Preliminary Pelat Dua Arah ............................................................... 45

Tabel II.30 Preliminary Kolom Tipe 1 dan Tipe 2 ............................................... 47

Tabel II.31 Hasil Preliminary Design ................................................................... 48

Tabel II.32 Hasil Preliminary Design Khusus ...................................................... 49

Tabel II.33 Modal Participating Mass Ratio ......................................................... 53

Tabel II.34 Modal Participating Ratio Setelah Perubahan Dimensi Kolom ......... 54

Tabel II.35 Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang dihitung ................... 55

Tabel II.36 Nilai Parameter Perioda Pendekatan .................................................. 56

Tabel II.37 Penskalaan Gaya Gempa .................................................................... 59

Tabel II.38 Simpangan Antar Lantai Ijin .............................................................. 61

Tabel II.39 Pengecekan Simpangan Antar Lantai................................................. 63

Tabel II.40 Data Story Forces ............................................................................... 64

xxii
Tabel II.41 Pengecekan Koefisien Stabilitas Arah X dan Arah Y ........................ 65

Tabel II.42 Torsi Bawaan Arah X dan Arah Y ..................................................... 66

Tabel II.43 Eksentrisitas Bawaan Arah X dan Arah Y ......................................... 68

Tabel II.44 Persyaratan untuk Masing-masing Tingkat yang Menahan Lebih dari 35
Persen Gaya Geser Dasar ...................................................................................... 68

Tabel II.45 Pemeriksaan Rasio Kekakuan Struktur .............................................. 71

Tabel II.46 Kekakuan Struktur Setelah Tahanan Momen Dihilangkan ................ 71

Tabel II.47 Ketidakberaturan Horizontal pada Struktur ....................................... 72

Tabel II.48 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur ........................................... 72

Tabel II.49 Kesimpulan Pengecekan Ketidakberaturan ........................................ 73

Tabel II.50 Pengecekan Ketidakberaturan Torsi Arah-X ..................................... 74

Tabel II.51 Pengecekan Ketidakberaturan Torsi Arah-Y ..................................... 74

Tabel II.52 Pengecekan Ketidakberaturan Sudut Dalam ...................................... 75

Tabel II.53 Pengecekan Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma .................. 76

Tabel II.54 Pengecekan Ketidakberaturan Kekakuan Arah Y .............................. 79

Tabel II.55 Pengecekan Ketidakberaturan Kekakuan Arah X .............................. 79

Tabel II.56 Pengecekan Ketidakberaturan Berat (Massa)..................................... 80

Tabel II.57 Pengecekan Ketidaberaturan Kuat Lateral Tingkat............................ 83

Tabel II.58 Penulangan Longitudinal Pelat Lantai Basement ............................... 91

Tabel II.59 Penulangan Longitudinal Pelat Lantai Atas ....................................... 92

Tabel II.60 Pengecekan Kebutuhan Tulangan Geser pada Pelat .......................... 92

xxiii
Tabel II.61 Kesimpulan Penulangan Pelat ............................................................ 92

Tabel II.62 Properti Penampang Balok Anak ....................................................... 93

Tabel II.63 Gaya Dalam Ultimit Balok Anak ....................................................... 93

Tabel II.64 Perhitungan Penulangan Lentur Balok Anak ................................... 100

Tabel II.65 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Anak ..................... 104

Tabel II.66 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Anak ............................. 108

Tabel II.67 Perhitungan Cut-Off dan Panjang Penyaluran balok anak ............... 109

Tabel II.68 Kesimpulan Desain Penulangan Balok Anak ................................... 110

Tabel II.69 Gaya Dalam Ultimit Balok Induk .................................................... 110

Tabel II.70 Properti Balok Induk Tipikal ............................................................ 111

Tabel II.71 Properti Balok Induk Bentang Panjang ............................................ 111

Tabel II.72 Properti Balok Induk Kantilever ...................................................... 111

Tabel II.73 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi 1&2
............................................................................................................................. 116

Tabel II.74 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi 3&4
............................................................................................................................. 117

Tabel II.75 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi 5
............................................................................................................................. 118

Tabel II.76 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
1&2 ...................................................................................................................... 119

Tabel II.77 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
3&4 ...................................................................................................................... 120

xxiv
Tabel II.78 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
5 ........................................................................................................................... 121

Tabel II.79 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 1&2
............................................................................................................................. 122

Tabel II.80 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 3&4
............................................................................................................................. 123

Tabel II.81 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 5 .. 124

Tabel II.82 Probable Moment Balok Induk Tipikal ........................................... 126

Tabel II.83 Probable Moment Balok Bentang Panjang ...................................... 126

Tabel II.84 Probable Moment Balok Kantilever................................................. 126

Tabel II.85 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Induk Tipikal ........ 129

Tabel II.86 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Bentang Panjang ... 130

Tabel II.87 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Kantilever ............. 130

Tabel II.88 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk ............................ 131

Tabel II.89 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk Bentang Panjang 132

Tabel II.90 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk Kantilever .......... 133

Tabel II.91 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Tipikal .......................... 134

Tabel II.92 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Bentang Panjang .......... 134

Tabel II.93 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Kantilever..................... 134

Tabel II.94 Kesimpulan Penulangan Balok Induk Tipikal ................................. 135

Tabel II.95 Kesimpulan Penulangan Balok Bentang Panjang ............................ 135

Tabel II.96 Kesimpulan Penulangan Balok Kantilever....................................... 136

xxv
Tabel II.97 Properti Penampang Kolom Lantai Atas .......................................... 136

Tabel II.98 Properti Penampang Kolom Lantai Basement ................................. 136

Tabel II.99 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tipe Lantai Atas ................................. 137

Tabel II.100 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tipe Basement .................................. 137

Tabel II.101 Pengecekan Geometri Kolom ......................................................... 138

Tabel II.102 Pengecekan Penulangan Longitudinal Kolom ............................... 139

Tabel II.103 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tiap Lantai ........................................ 140

Tabel II.104 Pengecekan Kuat Kolom ................................................................ 141

Tabel II.105 Perhitungan Luas Tulangan Confinement Kolom .......................... 143

Tabel II.106 Perhitungan Spasi Confinement di Joint Kolom ............................ 145

Tabel II.107 Perhitungan Spasi Hoops Bentang Tengah Kolom ........................ 145

Tabel II.108 Perhitungan Gaya Geser Desain Kolom ......................................... 146

Tabel II.109 Perhitungan Zonasi Tulangan Geser Kolom .................................. 148

Tabel II.110 Perhitungan Spasi Tulangan Geser Kolom .................................... 148

Tabel II.111 Perhitungan Tulangan Geser di Luar lo dari Joint Kolom .............. 150

Tabel II.112 Syarat panjang lewatan ................................................................... 150

Tabel II.113 Perhitungan Lap Splices Kolom ..................................................... 151

Tabel II.114 Kesimpulan Penulangan Kolom ..................................................... 151

Tabel II.115 Dimensi Joint pada HBK ................................................................ 153

Tabel II.116 Penulangan Transversal untuk Confinement pada HBK ................ 155

Tabel II.117 Pengecekan Kuat Geser pada HBK ................................................ 156

xxvi
Tabel II.118 Mass Summary per Lantai .............................................................. 158

Tabel II.119 Perhitungan Gaya Desain Diafragma ............................................. 158

Tabel II.120 Kesimpulan Pengecekan Elemen Kolektor .................................... 160

Tabel II.121 Pengecekan Elemen Kord Lantai Atap .......................................... 164

Tabel II.122 Pengecekan Elemen Kord Lantai Tipikal 1 (Lt.2 - Lt.4)................ 165

Tabel II.123 Pengecekan Elemen Kord Lantai Tipikal 2 (Lt.B2 - Lt.1) ............. 166

Tabel II.124 Kesimpulan Desain Balok Anak .................................................... 168

Tabel II.125 Kesimpulan Desain Balok Induk Tipikal ....................................... 168

Tabel II.126 Kesimpulan Desain Balok Induk Bentang Panjang ....................... 169

Tabel II.127 Kesimpulan Desain Balok Induk Kantilever .................................. 169

Tabel II.128 Kesimpulan Desain Kolom Lantai Atas ......................................... 169

Tabel II.129 Kesimpulan Desain Kolom Basement ............................................ 170

Tabel II.130 Kesimpulan Desain Pelat ............................................................... 170

Tabel III.1 Nilai Bangkitan dan Tarikan untuk Masing-Masing Zona ............... 203

Tabel III.2 Akumulasi Parkir Mobil Lifestyle Center Senayan Park .................. 209

Tabel III.3 Akumulasi Parkir Motor Lifestyle Center Senayan Park .................. 210

Tabel III.4 Perhitungan Arus Lalu Lintas ........................................................... 211

Tabel III.5 Tingkat Pelayanan Jalan.................................................................... 211

Tabel III.6 Rencana Tikungan............................................................................. 214

Tabel III.7 Hasil Rencana Parameter Alinyemen Horizontal ............................. 215

Tabel III.8 Stasioning Jalan Akses ...................................................................... 216

xxvii
Tabel III.9 Desain Geometrik Basement ............................................................. 218

Tabel III.10 Perhitungan Kapasitas Parkir .......................................................... 222

Tabel III.11 Perhitungan CESA .......................................................................... 230

Tabel III.12 Rekapitulasi nilai CPT .................................................................... 231

Tabel III.13 Rekapitulasi Nilai CBR ................................................................... 231

Tabel III.14 Desain Perkerasan Jalan Rencana opsi biaya minimum (alternatif 1)
............................................................................................................................. 232

Tabel III.15 Rekapitulasi Parameter ................................................................... 235

Tabel III.16 Tebal Perkerasan Minimum ............................................................ 236

Tabel III.17 Parameter Analisis .......................................................................... 237

Tabel III.18 Perhitungan Antrian Pada Pintu Masuk Parkir ............................... 239

Tabel III.19 Perhitungan Antrian Pada Pintu Keluar Parkir ............................... 241

Tabel III.20 Curah Hujan Rata-Rata Metode Aritmatik ..................................... 252

Tabel III.21 Uji Kestabilan Distribusi Frekuensi ................................................ 253

Tabel III.22 Curah Hujan Rencana Untuk Setiap Periode Ulang ....................... 253

Tabel III.23 Koefisien Pengaliran ....................................................................... 255

Tabel III.24 Luas Daerah Aliran (Catchment Area) ........................................... 255

Tabel III.25 Debit Maksimum yang Terjadi pada Saluran ................................. 257

Tabel III.26 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Tersier .................................. 258

Tabel III.27 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Sekunder .............................. 259

Tabel III.28 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Gorong-Gorong ................... 259

xxviii
Tabel III.29 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Pipa ...................................... 260

Tabel III.30 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Tersier ......................... 260

Tabel III.31 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Sekunder ..................... 261

Tabel III.32 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Gorong-Gorong .......... 261

Tabel III.33 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Pipa ............................. 261

Tabel III.34 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Tersier .............................. 262

Tabel III.35 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Sekunder .......................... 263

Tabel III.36 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Gorong-Gorong................ 263

Tabel III.37 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Pipa .................................. 264

Tabel III.38 Letak Elevasi Dasar Saluran Tersier ............................................... 264

Tabel III.39 Letak Elevasi Dasar Saluran Sekunder ........................................... 265

Tabel III.40 Letak Elevasi Dasar Saluran Gorong-Gorong ................................ 265

Tabel III.41 Letak Elevasi Dasar Saluran Pipa ................................................... 266

Tabel III.42 Rekapitulasi Jumlah Saluran Pracetak U-Ditch .............................. 266

Tabel III.43 Rekapitulasi Jumlah Saluran Pracetak Buis Beton ......................... 266

Tabel III.44 Data Hidrograf Nakayasu................................................................ 269

Tabel III.45 Curah Hujan Efektif ........................................................................ 270

Tabel III.46 Stabilitas Terhadap Guling Kondisi Muka Air Normal .................. 277

Tabel III.47 Stabilitas Terhadap Geser Kondisi Muka Air Normal .................... 277

Tabel III.48 Stabilitas Terhadap Guling Kondisi Muka Air Banjir .................... 278

Tabel III.49 Stabilitas Terhadap Geser Kondisi Muka Air Banjir ...................... 279

xxix
Tabel III.50 Alat Berat Proyek Senayan Park ..................................................... 315

Tabel III.51 Rekapitulasi Volume Fasilitas Sementara ...................................... 316

Tabel III.52 Jumlah Pondasi pada Proyek......................................................... 317

Tabel III.53 Rekapitulasi Perhitungan QTO Pondasi ......................................... 317

Tabel III.54 Rekapitulasi QTO Pile Cap ............................................................ 318

Tabel III.55 Rekapitulasi QTO Tie Beam ........................................................... 319

Tabel III.56 Rekapitulasi Perhitungan QTO Dinding Penahan Tanah ............... 320

Tabel III.57 Rekapitulasi QTO Kolom Basement ............................................... 321

Tabel III.58 Rekapitulasi QTO Balok Basement ................................................ 321

Tabel III.59 Rekapitulasi QTO Pelat Basement .................................................. 322

Tabel III.60 Rekapitulasi QTO Balok Lantai 1-4 ............................................... 323

Tabel III.61 Rekapitulasi Perhitungan QTO Kolom ........................................... 324

Tabel III.62 Rekapitulasi Perhitungan Pelat Lantai 1 - Atap .............................. 325

Tabel III.63 Rekapitulasi Produktivitas Alat ...................................................... 328

Tabel III.64 Perhitungan Produktivitas Pekerjaan Pemagaran ........................... 329

Tabel III.65 Rekapitulasi Produktivitas dan Durasi Pekerjaan Persiapan........... 329

Tabel III.66 Rekapitulasi Tenaga Kerja Pekerjaan Sementara ........................... 330

Tabel III.67 Perhitungan Durasi dan Tenaga Kerja Pekerjaan Timbunan .......... 331

Tabel III.68 Rekapitulasi Durasi dan Jumlah Pekerja Pekerjaan Tanah ............. 332

Tabel III.69 Rekapitulasi Produktivitas Struktur Bawah .................................... 332

Tabel III.70 Rekapitulasi Produktivitas Pekerjaan Struktur Atas ....................... 334

xxx
Tabel III.71 Estimasi Biaya Pembuatan Pagar .................................................... 336

Tabel III.72 Rekapitulasi Estimasi Biaya Pekerjaan Persiapan .......................... 336

Tabel III.73 Estimasi Biaya Pekerjaan Galian Tanah ......................................... 337

Tabel III.74 Rekapitulasi Estimasi Biaya Pekerjaan Tanah ................................ 338

Tabel III.75 Rekapitulasi Estimasi Biaya Struktur Bawah ................................. 338

Tabel III.76 Rekapitulasi Biaya Langsung Struktur Atas ................................... 340

Tabel III.77 Rencana Anggaran Biaya Proyek Senayan Park............................. 343

xxxi
Bagian I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta,
perkembangan perekonomian di Indonesia, khususnya di provinsi DKI Jakarta,
mengalami perlambatan mulai dari 6,73% pada tahun 2011 hingga menjadi 5,11%
pada tahun 2015 yang disebabkan oleh belum pulihnya perekonomian global yang
berakibat pada tertahannya laju ekspor produk Jakarta. Namun, pada tahun 2016
Bank Indonesia menyatakan bahwa perekonomian DKI Jakarta mengalami
peningkatan hingga 5,86% dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan
hingga tahun-tahun berikutnya. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi
rumah tangga yang beriringan dengan perbaikan optimisme konsumen dan daya
beli masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh
peningkatan daya beli masyarakat yang tidak terlepas dari dukungan stabilnya
perkembangan harga-harga barang dan jasa di DKI Jakarta.

Membaiknya kondisi ekonomi konsumen ditunjukan oleh nilai indeks tendensi


konsumen atau ITK provinsi DKI Jakarta, suatu indikator perkembangan ekonomi
konsumen terkini yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik, yaitu lebih dari 100
atau lebih tepatnya pada angka 110,71 pada tahun 2016. Hal tersebut dapat terjadi
akibat didorong oleh seluruh komponen pembentuk indeks, seperti tidak adanya
pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran, meningkatnya konsumsi barang dan
jasa, serta adanya peningkatan pendapatan kini rumah tangga.

Selain itu juga diketahui bahwa pengeluaran penduduk per kapita di Jakarta
merupakan pengeluaran yang paling besar diantara seluruh provinsi yang berada di
Indonesia. Sebagian besar pengeluaran penduduk DKI Jakarta digunakan untuk
konsumsi non-makanan, yaitu 63,64% dari total pengeluaran dan sisanya 36,36%
untuk konsumsi makanan. Konsumsi non-makanan yang dimaksud termasuk juga
kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan, dan air yang menghabiskan lebih
dari setengah konsumsi non-makanan. Sementara konsumsi makanan dan minuman
memiliki proposri sekitar 40% dari total konsumsi makanan.

1
Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta,
pada tahun 2015 terdapat ruang terbuka hijau yang memiliki luas total sebesar
16.134.231 m2 dengan rincian 8 taman kota, 94 taman interaktif, 1170 taman
lingkungan, 8 taman bangunan umum, 4 taman rekreasi, 1537 jalur hijau jalan, 144
tepian air, dan 78 ruang terbuka hijau pemakaman. Kondisi ruang terbuka hijau
yang ada dianggap belum cukup dan belum berhasil membuat kota Jakarta menjadi
tampak lebih hijau dan lebih asri.

Selain itu, tinggal dan bekerja di kota besar seperti kota Jakarta juga dapat
meningkatkan kemungkinan menderita stress. Seperti yang dimuat pada Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta, bahwa sedikitnya 14% dari
warga Jakarta mengalami stres, baik yang disebabkan oleh kemiskinan, pekerjaan,
dan juga kemacetan lalu lintas yang tak kunjung bisa diselesaikan.

Melihat kondisi yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
yang tinggal di kota besar seperti di kota Jakarta cenderung akan melakukan
kegiatan perdagangan dan jual beli yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang
tinggal di daerah lain. Masyarakat jenis ini akan membutuhkan suatu daerah
perdagangan yang bukan hanya digunakan sebagai tempat jual dan beli saja,
melainkan juga membutuhkan tempat untuk melakukan rekreasi sebagai pusat
hiburan.

Untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat tersebut, maka direncanakan adanya


pembangunan Senayan Park Lifestyle Center ini yang didalamnya mengandung
berbagai jenis fungsi bangunan, seperti kawasan foods and beverages, supermarket,
department store, retail, toko buku, fitness center, karaoke, dan juga bioskop. Selain
itu, Senayan Park Lifestyle Center ini menggunakan minimal 35% dari lahannya
untuk ruang terbuka hjau yang dapat meningkatkan kuaitas ruang dan kenyamanan
pengunjung baik secara visual maupun termal.

Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan perencanaan dan desain terhadap kawasan
Senayan Park dalam bidang keilmuan teknik sipil meliputi perancangan struktur
atas, struktur bawah, sumber daya air, transportasi, dan manajemen rekayasa
konstruksi. Sebelumnya telah dibuat perancangan dari sisi arsitektur dengan output

2
perancangan denah lantai dan denah tampak secara keseluruhan dari bangunan, dan
gambaran umum dari proyek berupa fungsi bangunan, lokasi proyek, dan lingkup
proyek dari Senayan Park. Dengan data awal ini ditambah dengan data lain yang
diperlukan, penulis akan melakukan perancangan seluruh komponen yang telah
disebutkan di atas dengan target bangunan yang direncanakan dapat direalisasikan
dan dibangun sesuai dengan perancangan yang dilakukan oleh arsitek.

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari tugas akhir adalah sebagai berikut:


1. Merancang letak elemen struktur bangunan atas (superstructure) Senayan
Park yang berpedoman pada gambar arsitektural.
2. Menentukan sistem struktur penahan gempa bangunan atas.
3. Menghasilkan gambar Detailed Engineering Design (DED) dari elemen
struktural bangunan atas berupa elemen balok, kolom, dan pelat.

I.3 Standar dan Ruang Lingkup

Standar utama yang akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir desain bagian
struktur atas ini adalah sebagai berikut.
1. SNI 2847 – 2013: Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung
2. SNI 1727 – 2013: Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung
dan Struktur Lain
3. SNI 1726 – 2012: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung

Ruang lingkup pembahasan struktur dirumuskan sebagai batasan agar hal yang
menjadi pembahasan dari Tugas Akhir dapat terfokus dalam menjawab tujuannya.
Ruang lingkup pada proyek Senayan Park adalah sebagai berikut:
1. Interpretasi dan evaluasi gambar arsitektural
2. Pemodelan menggunakan bantuan software ETABS 2016, CSI SAFE 2016,
dan PCA-Col.
3. Pemodelan struktur bangunan dilanjutkan dengan analisis hasil desain

3
4. Detailing serta perencanaan sistem struktur terhadap beban gempa pada
elemen struktur berdasarkan code yang telah disebutkan

I.4 Gambaran Umum Proyek

Senayan Lifestyle Center adalah suatu proyek pusat perbelanjaan yang terintegrasi
dengan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup manusia dalam
keseharian seperti fasilitas olahraga, hiburan, dan berbelanja.

Gambar I.1 Persepektif Mata Burung Senayan Park Lifestyle Center

Senayan Lifestyle Center diperuntukkan sebagai pusat perbelanjaan yang


dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti food and beverage, supermarket,
bioskop, toko buku, pusat kebugaran, pusat hiburan, ruang publik, dan area rekreasi.
Senayan Lifestyle Center memiliki 4 lantai (tidak termasuk lantai atap) dan 2
basement.
1. Basement 1 dan basement 2
Fungsi utama basement sebagai tempat parkir kendaraan pengunjung Senayan
Lifestyle Center.
2. Lantai Dasar
Pada lantai dasar terdapat fasilitas berupa supermarket, department store, food
court serta pertokoan untuk disewakan. Terdapat juga semi rentable space,
yaitu ruang kosong yang dapat disewakan untuk keperluan umum, tetapi pihak

4
Senayan Lifestyle Center juga berhak menggunakannya sewaktu-waktu ada
keperluan. Terdapat juga taman dan ruang terbuka hijau diluar bangunan.
3. Lantai 2
Lantai dua tidak jauh berbeda dengan lantai satu. Pada lantai dua terdapat
supermarket, department store, food court, dan pertokoan untuk disewakan.
Namun tidak disediakan semi rentable space.
4. Lantai 3
Pada lantai ini terdapat toko buku, food and beverage, pertokoan untuk
disewakan, dan fitness center. Secara keseluruhan lantai tiga didominasi oleh
food and beverage.
5. Lantai 4
Pada lantai ini terdapat fasilitas-fasilitas hiburan seperti bioskop, karaoke, food
court, dan pertokoan yang disewakan.

Gambar I.2 Pintu Utama Senayan Park

Gambar I.3 Interior dalam Senayan Park

5
Gambar I.4 Ruang Fungsi Makan dan Minum Senayan Park

Gambar I.5 Tampak Luar Senayan Park

Gambar I.6 Taman Senayan Park

Senayan Park memiliki lokasi di Jalan Jendral Gatot Subroto, DKI Jakarta tepatnya
di dalam Kompleks Taman Ria Senayan. Lokasi proyek ini dekat dengan gedung
pemerintahan DPR/MPR, stasiun TVRI, hotel Mulia, Stadion Gelora Bung Karno,

6
serta pusat perbelanjaan lainnya seperti Plaza Senayan dan Senayan City. Lifestlye
center ini nantinya dapat diakses melalui Jalan Gerbang Pemuda dan Jalan Jendral
Gatot Subroto.

Gambar I.7 Lokasi Senayan Park

(sumber: maps.google.com diunduh pada 11 Febuari 2017 pukul 10.58)

I.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan Tugas Akhir ini dibagi menjadi bagian tiga bagian yaitu bagian
pertama yang berisi pendahuluan dan gambaran umum dari bangunan yang akan
didesain, bagian kedua yang berisi seluruh proses perhtiungan yang lengkap dari
aspek utama yang didesain dalam laporan ini yaitu aspek struktur atas, dan bagian
ketiga yang berisi laporan summary mengenai konsep dan hasil desain dari kawasan
Senyan Park dari aspek ketekniksipilan yang lain berupa aspek geoteknik, sumber
daya air, transportasi, dan manajemen rekayasa konstruksi. Untuk lebih lengkapnya
dapat memperhatikan rincian setiap bab sebagai berikut.

Bagian I Pendahuluan

7
Pada bagian ini akan dibahas mengenai latar belakang dari perancangan sistem
drainase pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta, tujuan penulisan,
ruang lingkup atau batasan pada penulisan, serta sistematika penulisan tugas akhir.

Bagian II Pembahasan Aspek Sumber Daya Air

Pada bagian ini akan dibahas mengenai keseluruhan proses perancangan sistem
drainase pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakartamulai dari teori yang
berkaitan dengan perancangan, metode perancangan, kriterian perancangan, data
awal yang digunakan dalam proses perancangan, proses dan hasil perhitungan,
hingga kesimpulan desain dan saran dilihat dari aspek sumber daya air.

Bagian III Pembahasan Aspek Lain

Pada bagian ini akan dibahas mengenai summary dari proses perancangan kawasan
Lifestyle Center Senayan Park Jakarta, baik dari aspek struktur atas, aspek struktur
bawah atau geoteknik, aspek transportasi, maupun aspek manajemen rekayasa
konstruksi. Bagian ini akan membahas proses desain secara singkat hingga
mendapatkan kesimpulan desain dan saran dari masing-masing aspek.

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan desain, manfaat penulisan,
ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terdiri atas evaluasi gambar arsitektur, konsep desain struktur, peraturan-peraturan


dan alat bantu yang digunakan, serta spesifikasi material yang digunakan.

BAB III GAMBARAN UMUM PROYEK

8
Berisi penjelasan mengenai proyek Senayan Park Lifestyle Center mengenai detail
fungsi bangunan, lokasi proyek, dan lingkup proyek yang menjadi objek desain
pada laporan Tugas Akhir ini.

BAB IV METODOLOGI

Terdiri atas langkah-langkah desain yang dilakukan secara umum dari awal analisis
data-data yang diterima hingga mendapatkan hasil berupa shop drawing elemen
struktural.

BAB V BIDANG STRUKTUR ATAS

Berisi seluruh langkah-langkah perencanaan mulai dari beban-beban rencana yang


ditetapkan, perhitungan desain berdasarkan SNI 1726-2012, SNI 1727-2013, dan
SNI 2847-2013 hingga hasil pemodelan struktur yang dilakukan dengan perangkat
lunak ETABS 2016, diakhiri dengan hasil desain berupa detailing elemen struktur.

BAB VI BIDANG STRUKTUR BAWAH

BAB VII BIDANG MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI

BAB VIII BIDANG TRANSPORTASI

BAB IX BIDANG SUMBER DAYA AIR

BAB X PENUTUP

Terdiri atas kesimpulan dari pengerjaan Tugas Akhir dan saran untuk perancangan
lebih lanjut.

9
Bagian II Pembahasan Aspek Stuktur Atas

II.1 Umum

Bangunan Senayan Park adalah sebuah lifestyle center yang dirancang untuk
menampung kegiatan pusat perbelanjaan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas
dan dapat dimanfaatkan sebagai pusat hiburan, area rekreasi, hingga pusat
kebugaran dan hotel pada bangunan yang terpisah. Luas total bangunan adalah
sekitar 40.000 meter persegi dengan jumlah lantai setinggi 4 lantai dan 2 lantai
basement. Untuk menarik minat dan ketertarikan pengunjung, perlu dipastikan
kenyamanan pengunjung pada kawasan yang didesain dan juga harus diadakan
jaminan keamanan ketika berada di dalam bangunan. Mengingat Senayan Park
yang berlokasi di Jakarta yang termasuk lokasi rawan gempa, maka bangunan ini
diharuskan untuk didesain sebagai bangunan tahan gempa dengan sistem struktur
yang sesuai. Dari dasar-dasar tersebut, akan dilakukan desain elemen struktur yang
menjamin keamanan dengan batasan-batasan yang sesuai dengan standar dan aturan
yang disyaratkan di Indonesia.

II.2 Tinjauan Pustaka

Bangunan Senayan Park adalah sebuah lifestyle center yang dirancang untuk
menampung kegiatan pusat perbelanjaan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas
dan dapat dimanfaatkan sebagai pusat hiburan, area rekreasi, hingga pusat
kebugaran dan hotel pada bangunan yang terpisah. Luas total bangunan adalah
sekitar 40.000 meter persegi dengan jumlah lantai setinggi 4 lantai dan 2 lantai
basement. Untuk menarik minat dan ketertarikan pengunjung, perlu dipastikan
kenyamanan pengunjung pada kawasan yang didesain dan juga harus diadakan
jaminan keamanan ketika berada di dalam bangunan. Mengingat Senayan Park
yang berlokasi di Jakarta yang termasuk lokasi rawan gempa, maka bangunan ini
diharuskan untuk didesain sebagai bangunan tahan gempa dengan sistem struktur
yang sesuai. Dari dasar-dasar tersebut, akan dilakukan desain elemen struktur yang
menjamin keamanan dengan batasan-batasan yang sesuai dengan standar dan aturan
yang disyaratkan di Indonesia.

10
II.2.1 Dasar Teori Perencanaan

Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa didasarkan pada suatu prinsip
bahwa struktur bangunan tahan gempa diperbolehkan untuk terjadi plastifikasi pada
elemen-elemen struktur bangunan tertentu sebagai sarana untuk pendisipasian
energi gempa yang diterima struktur saat terjadinya gempa kuat. Peristiwa ini
dipastikan melalui direduksinya beban gempa dengan dengan suatu faktor
modifikasi respon struktur (faktor R) yang merupakan representasi tingkat daktilitas
yang dimiliki struktur seperti terlihat pada Gambar II.1. Elemen struktur yang
diperbolehkan mengalami plastifikasi harus bersifat daktail dan menyediakan
daerah plastifikasi yang cukup banyak seperti pada elemen balok. Elemen struktur
yang bersifat daktail akan menjadi pendisipasi energi yang baik seperti terlihat pada
kurva histeretik Gambar II.2. Elemen struktur seperti kolom dan dinding geser juga
dapat didesain mengalami plastifikasi, namun bukanlah prioritas utama karena
kedua elemen tersebut memiliki tipe kegagalan yang kurang daktail.

Adapun mekanisme keruntuhan pada struktur beton bertulang dapat terjadi melalui
mekanisme lentur tarik, lentur tekan, geser, tarik diagonal, kegagalan angkur,
kegagalan lekatan tulangan, kegagalan tekan dan lain-lain. Diantara berbagai
mekanisme tersebut, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mekanisme lentur
tarik merupakan mekanisme yang menghasilkan perilaku paling daktail. Agar
keruntuhan lentur yang terjadi dapat menghasilkan perilaku histeresis yang stabil
maka bentuk keruntuhan lainnya harus diupayakan tidak muncul dalam perilaku
yang dihasilkan. Hal ini hanya dapat dicapai dengan merencanakan elemen-elemen
atau mekanisme-mekanisme yang tidak diinginkan mencapai kapasitasnya dengan
kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan paling maksimum yang
mungkin termobilisasi pada elemen/mekanisme yang diinginkan mencapai
keruntuhan dengan baik. Perlu dicatat bahwa hierarki keruntuhan yang harus
diperhatikan meliputi:

1. Hierarki keruntuhan antar bahan-bahan yang membentuk penampang beton


bertulang. Bahan baja dikenal sebagai bahan yang lebih daktail daripada

11
bahan beton. Oleh karena itu, keruntuhan penampang haruslah ditentukan
oleh keruntuhan bahan baja tulangan.

2. Hierarki keruntuhan antar mekanisme gaya pada elemen struktur.


Mekanisme lentur dapat menghasilkan keruntuhan yang lebih daktail
dibandingkan dengan mekanisme geser. Oleh karena itu, mekanisme ini
harus dipilih sebagai mekanisme penentu keruntuhan pada elemen struktur.

3. Hierarki keruntuhan antar elemen yang membentuk struktur. Keruntuhan


pada balok pada dasarnya menghasilkan perilaku yang lebih daktail
dibandingkan dengan perilaku keruntuhan pada kolom. Oleh karena itu,
keruntuhan pada kolom sebaiknya dhinidari dan dipertemuannya dengan
elemen balok, elemen struktur kolom harus selalu dibuat lebih kuat daripada
elemen struktur balok yang merangka padanya (strong column-weak beam).

Hierarki atau urutan keruntuhan yang terjadi haruslah sesuai dengan yang
direncanakan, dan untuk menjamin agar hirarki keruntuhan yang diinginkan dapat
terjadi digunakan konsep desain kapasitas dalam proses pedesainan serta detailing
penulangan yang sesuai.

12
Gambar II.1 Kurva gaya inelastik – deformasi
(Sumber: FEMA P-750)

(a) Bersifat Daktail (b) Bersifat Tidak Daktail

Gambar II.2 Kurva histeretik


(Sumber: FEMA P-750)

13
Pada konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat sama kuat
terhadap gaya dalam yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau 10
titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini
dibuat demikian agar pada elemen atau titik tersebutlah kegagalan struktur akan
terjadi di saat beban maksimum bekerja pada struktur. Detailing yang benar juga
penting dalam menjamin terjadinya plastifikasi dan sifat yang daktail pada setiap
elemen struktur.

II.2.2 Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gempa

Berdasarkan SNI Beton, sistem struktur dasar penahan beban lateral secara umum
dapat dibedakan atas:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen(SRPM)

2. Sistem Dinding Struktural(SDS)

Sistem rangka pemikul momen (SRPM) adalah sistem rangka ruang di mana
komponen-komponen struktur balok, kolom dan join-joinnya menahan gaya-gaya
yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. SRPM dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB): Suatu sistem rangka yang
memenuhi ketentuan-ketentuan SNI Beton pasal 1-20 dan 22, serta Pasal
21.1.2 dan 21.2. Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
terbatas dan hanya digunakan untuk bangunan yang dikenakan masimal
KDS B.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM): Suatu sistem rangka


yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen
biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan detailing Pasal 21.1.2 dan 21.1.8
serta 21.3. Sistem ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas sedang dan
dapat digunakan untuk bangunan yang dikenakan masimal KDS C.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK): Suatu sistem rangka


yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen

14
biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 21.1.2 hingga 21.1.8, Pasal
21.5 hingga 21.8, serta Pasal 21.11 hingga 21.13. Sistem ini memiliki
tingkat daktilitas penuh dan harus digunakan untuk bangunan yang
dikenakan KDS D, E atau F.

Sistem Dinding Struktural (SDS) adalah dinding yang diproporsikan untuk


menahan kombinasi gaya geser, momen dan gaya aksial yang ditimbulkan gempa.
Suatu shearwall pada dasaranya merupakan dinding struktural. Dinding struktural
dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Dinding Struktural Beton Biasa (SDSB): Suatu dinding strktural yang


memenuhi ketentuan-ketentuan SNI Beton Pasal 1 hingga Pasal 20 serta
Pasal 22. SIstem dinding ni memiliki tingkat daktilitas terbatas dan hanya
boleh digunakan untuk struktur bangunan yang dikenakan masimal KDS C.

2. Dinding Struktural Beton Khusus (SDSK): SUatu dinding struktural yang


selain memenuhi ketentuan ntuk dinding struktural beton biasa juga
memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 21.9. Sistem ini pada prinsipnya
memiliki tingkat daktilitas penuh dan harus digunakan untuk struktur
bangunan yang dikenakan KDS D, E atau F.

II.2.3 Prosedur Analisis Seismik

Terdapat beberapa prosedur dalam menganalisis beban seismik yang diterima oleh
bangunan. Berikut adalah beberapa prosedur analisis yang biasa digunakan:

a. Prosedur Gaya Lateral Ekivalen


Prosedur Gaya Lateral Ekivalen adalah prosedur yang paling mudah dilakukan dan
tidak memakan waktu yang banyak. Beban gempa diubah menjadi beban statik
yang dikenakan pada bangunan sesuai dengan tinggi dan kontribusi massa dari
setiap lantai. Prosedur ini memiliki hasil yang baik pada bangunan dengan ragam
getar pertama dominan, sederhana dan tidak terlalu tinggi. Prosedur gaya lateral
ekivalen diatur dalam SNI 1726:2012 Pasal 7.8.

b. Prosedur Analisis Spektrum Respons Ragam

15
Prosedur analisis spektrum respons ragam memiliki tingkat kesulitan serta waktu
analisis yang lebih lama daripada prosedur gaya lateral ekivalen. Namun demikian,
hasil analisis lebih akurat dan dapat merepresentasikan ragam getar lainnya dalam
pengaruh partisipasi massa yang diambil hingga mencapai 90% dengan
penjumlahan CQC. Untuk melakukan analisis ini, perlu dibuat dahulu respons
spektrum yang sesuai dengan lokasi bangunan. Pembuatan fungsi respons spektrum
dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pada SNI 1726:2012 Pasal 6.4.
Prosedur analisis respons ragam diatur dan mengacu pada SNI 1726:2012 Pasal 7.9.

c. Presedur Riwayat Respon Seismik


Prosedur ini merupakan prosedur yang secara langsung memberikan beban gempa
sebenarnya (dari gempa-gempa yang telah terjadi) untuk tiap waktu ke waktu
sehingga sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama. Fungsi gempa dari waktu
ke waktu perlu dicari dan jika mengambil dari gempa diluar daerah bangunan, harus
diskalakan terlebih dahulu. Prosedur riwayat respon seismik mengacu pada SNI
1726:2012 Pasal 11.

Setiap prosedur analisis memiliki batasan penggunaan masing-masing yang diatur


dalam SNI 1726:2012 Pasal 7.6. Dalam kombinasi pembebanan gaya seismik, harus
diberikan gaya gempa arah orthogonal (tegak lurus) terhadap arah yang ditinjau
serta pengaruh gempa lainnya yang diatur dalam SNI 1726:2012 Pasal 7.4.

II.3 Metodologi

Pengerjaan tugas akhir ini dilakukan sesuai dengan tujuan dari tugas akhir yang
merupakan tugas akhir desain sehingga metodologi yang disajikan berupa
metodologi desain.

Metodologi desain yang dilakukan dalam pembuatan tugas akhir ini secara umum
dapat dibagi menjadi beberapa tahapan desain. Tahapan desain tersebut antara lain
adalah:
1) Tahap Analisis Gambar Arsitek

16
Tahap ini terdiri dari pencarian data-data primer berupa gambar arsitek dari
bangunan yang telah atau sedang dibangun beserta data umum lainnya
seperti lokasi proyek.
2) Tahap Pemodelan dan Analisa Struktur
Tahap desain struktur terdiri atas pemodelan struktur, analisa struktur
terhadap beban gravitasi dan juga beban seismik untuk diperiksa terhadap
kriteria desain yang ditentukan.
3) Tahap Pendetailan Penulangan dan Gambar
Tahap ini adalah tahap akhir dalam proses desain yang terdiri dari detailing
penulangan untuk elemen-elemen struktural pada bangunan dari kebutuhan
tulangan yang dianalisis dalam tahap analisa struktur.

II.3.1 Analisis Gambar Arsitek

Analisis gambar arsitek merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk
mendesain suatu bangunan. Insinyur teknik sipil diharuskan untuk dapat mengerti
dengan baik gambar arsitek karena pada hakikatnya bangunan yang dibangun harus
diseuaikan sebisa mungkin dengan kemauan dari owner yang diwakili dengan
desain oleh arsitek. Arsitek biasanya telah memberikan letak akan elemen struktural
seperti kolom dan dinding geser, namun seorang rekayasawan teknik sipil tetap
harus mengidentifikasi letak setiap elemen struktural tersebut untuk dievaluasi
kemudian apakah sudah sesuai dan mungkin untuk didesain.

Dalam tahap analisis ini, keluaran yang diharapkan adalah dapat kesesuaian posisi
dan konfigurasi elemen struktural untuk kemudian ditentukan preliminary design
dari masing-masing elemen struktural tersebut, beserta beban-beban yang akan
digunakan pada keseluruhan bangunan.

II.3.2 Pemodelan dan Analisa Struktur

Pemodelan struktur dilakukan dengan menggunakan bantuan software ETABS


2016. Struktur dimodelkan 3 dimensi dengan menggunakan elemen struktural yang
sesuai dengan preliminary design untuk dikenakan beban gravitasi serta beban
lateral yang telah ditentukan.

17
Software akan melakukan proses iterasi secara otomatis untuk mencari apakah
dimensi penampang sudah cukup untuk menahan beban yang diberikan dan
menghasilkan hasil analisis untuk kemudian dicek terhadap kriteria desain seismik.
Dalam tahap ini, apabila hasil pemodelan menunjukkan adanya bagian yang tidak
memenuhi kriteria desain, maka perlu dilakukan permodelan ulang untuk beberapa
elemen struktural sampai didapatkan hasil yang sudah sesuai. Setelah struktur
memenuhi kriteria desain seismik, elemen struktural ini didetailin g sesuai dengan
SNI 2847:2013.

II.3.3 Pendetailan Tulangan dan Gambar Detail

Langkah akhir dalam tahapan desain adalah menentukan persyaratan detailing


beton bertulang pada elemen struktural balok, kolom, pelat, joint dan juga dinding
geser. Detailing didasarkan pada kebutuhan tulangan yang didapat dari hasil
analisis yang kemudian perlu dipasang pada penampang. Selain memenuhi
persyaratan dan kebutuhan yang ada, detailing juga perlu memperhatikan faktor
pelaksanaan di lapangan. Tulangan yang dipasang dan didetailing perlu diatur
sedemikian rupa sehingga dapat feasible untuk dilaksanakan. Setelah ditentukan
detailing, segala desain dan detailing ini perlu digambar sehingga mampu menjadi
acuan pelaksanaan di lapangan. Gambar yang dibuat harus sedetail mungkin,
mudah dimengerti dan jelas.

II.4 Pemodelan dan Pembebanan Struktur

II.4.1 Kriteria Desain dan Data Awal


II.4.1.1 Spesifikasi material

Karakteristik material beton dan baja tulangan yang digunakan pada struktur beton
bertulang tahan gempa akan sangat mempengaruhi perilaku plastifikasi struktur
yang dihasilkan. Salah satu parameter beton yang paling berpengaruh dalam hal ini
adalah nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.1.4.2, kuat tekan fc’, untuk
material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa sebaiknya
tidak kurang daripada 21 MPa.

18
Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.1.5.2, tulangan ulir yang menahan lentur, gaya
aksial atau keduanya yang ditimbulkan oleh gempa, harus memenuhi ASTM
A706M, Mutu 420. Selanjutnya sesuai SNI Beton Pasal 11.4.2 baja tulangan geser
yang digunakan tidak melebihi 420 MPa.

Spesifikasi material yang akan digunakan dalam perancangan struktur Senayan


Park Lifestyle Center berupa material beton dan baja tulangan antara lain sebagai
berikut.

a. Beton
Kekuatan karakteristrik silinder beton (f’c) yang didasarkan atas kekuatan
beton pada umur 28 hari adalah:
 Pelat : 30 MPa
 Balok Anak : 30 MPa
 Balok Induk : 30 MPa
 Kolom : 40 MPa

Modulus Elastisitas, E = 4700√𝑓𝑐′

Untuk beton 30 Mpa, 𝐸 = 4700√30 = 25742,96 MPa

Untuk beton 40 Mpa, 𝐸 = 4700√40 = 29725,41 MPa

b. Baja Tulangan
Jenis baja tulangan yang digunakan dalam perancangan struktur ini adalah
baja ulir (BJTD 40) dengan tegangan leleh (fy) 420 MPa untuk seluruh
diameter.
II.4.1.2 Sistem Struktur

Penentuan sistem struktur yang digunakan dalam perancangan ini mengacu pada
SNI 1726-2012. Berdasarkan Tabel 1 SNI 1726-2012, kategori resiko untuk
struktur bangunan yang difungsikan sebagai Lifestyle Center termasuk dalam
kategori resiko III, maka berdasarkan Tabel 2 SNI 1726-2012 nilai faktor
keutamaan gempa (I) untuk struktur ini adalah 1,25.

19
Tabel II.1 Kategori Resiko Bangunan SNI 1727:2013

(Sumber: SNI 1726:2012)

Tabel II.2 Kategori Resiko Bangunan SNI 1727:2013 (lanjutan)

20
(Sumber: SNI 1726:2012)

Tabel II.3 Faktor Keutamaan Gempa

(Sumber: SNI 1726:2012)

Untuk lokasi Jakarta nilai Ss dan S1 yang diambil website Puskim adalah sebagai
berikut.

 Ss : 0,6 g
 S1 : 0,25 g

Telah dilakukan perhitungan dan penentuan parameter tanah pada bidang struktur
bawah yang menyimpulkan bahwa tanah pada lokasi perencanaan merupakan jenis
tanah sedang (SD), sehingga berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 SNI 1726-2012
didapatkan nilai Fa dan Fv untuk perancangan struktur ini adalah sebagai berikut.

 Fa : 1,32

21
 Fv : 1,9

Tabel II.4 Koefisien Situs Fa

(Sumber: SNI 1726:2012)

Tabel II.5 Koefisien Situs Fv

(Sumber: SNI 1726:2012)

Maka nilai SDS dan SD1 dapat ditentukan sebagai berikut.

 SDS = (2/3) Ss Fa = 0,528 g


 SD1 = (2/3) S1 Fv = 0,32 g

Berdasarkan Tabel 6 SNI 1726-2012 maupun Tabel 7 SNI 1726-2012, dari nilai SD1
dan SDS, struktur Senayan Park Lifestyle Center termasuk dalam KDS D. Maka,
bangunan memiliki tingkat resiko kegempaan tinggi. Sehingga, sistem struktur atas
yang dipakai dalam perhitungan struktur adalah Struktur Rangka Pemikul Momen
Khusus (SRPMK).

22
Tabel II.6 Penentuan Kategori Desain Seismik SDS

(Sumber: SNI 1726:2012)

Tabel II.7 Penentuan Kategori Desain Seismik SD1

(Sumber: SNI 1726:2012)

Dari Tabel 9 pada SNI 1726:2012 untuk Struktur Rangka Beton Bertulang Pemikul
Momen Khusus didapatkan nilai koefisien modifikasi respons (R) sebesar 8,
koefisien kuat lebih sistem (Ω) sebesar 3, dan koefisien pembesaran defleksi (Cd)
sebesar 5,5.

Tabel II.8 Koefisien SRPMK

Rangka beton pemikul momen khusus


Koef Modifika s i Res pons R 8
kua t lebih W 3
Faktor Amplifikasi Defleksi Cd 5,5

II.4.1.3 Pembebanan

Dalam perancangan struktur Senayan Park Lifestyle Center, jenis-jenis beban yang
diperhitungkan dalam pembebanan struktur antara lain adalah:

23
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati didefinisikan sebagai berat dari seluruh elemen-elemen
penyusun struktur pada proyek yang antara lain adalah seluruh balok induk,
balok anak, kolom beton, pelat, dan elemen-elemen struktural lainnya ini
akan dihitung secara otomatis dengan bantuan perangkat lunak ETABS
2016 ketika model struktur Senayan Park Lifestyle Center di run, sedangkan
untuk beban mati tambahan atau super-imposed dead load merupakan
beban-beban yang berasal dari elemen non-struktural namun sifatnya tetap,
seperti pelapis atap, pintu, dinding non struktural, dll. Berikut penulis
sampaikan perhitungan dalam penentuan besarnya beban untuk SIDL.

Beban-beban SIDL yang diperhitungkan adalah sebagai berikut, dengan


data berat yang diperoleh dari beberapa sumber untuk berat jenis masing-
masing material.
1. Adukan semen per cm, 21 kg/m2, tebal adukan 4 cm, maka total 84 kg/m2
2. Lantai (berupa ubin/keramik), untuk tebal 1 cm, 24 kg/m2
3. Plafon dan penggantung, 18 kg/m2
4. Elemen kelistrikan, permesinan dan plumbing (MEP), 10 kg/m2

SIDL atap juga akan ditetapkan bebannya namun akan berbeda karena
fungsi dari lantai yang berbeda yaitu sebagai berikut.

1. Roof Tank dan pompa, 100 kg/m2


2. Genset dan trafo, 50 kg/m2
3. Rumput sintetis, 2,6 kg/m2
Beban SIDL yang bekerja secara total akan berbeda-beda setiap lantainya
tergantung dari fungsi dari lantai tersebut. Untuk lebih jelasnya beban total
SIDL dapat diperhatikan pada bagian lampiran pada akhir laporan ini.

24
Tabel II.9 Beban SIDL yang bekerja

SIDL
Material Beban (kN/m2)
Space Keramik 0.84
Lantai B2-4 Ubin Lantai 0.24
Plafon 0.18
MEP 0.1
Bata Ringan 1.8
Roof Tank 1
Roof Genset 0.5
Rumput 0.026

Selain nilai SIDL yang dicantumkan di atas terdapat objek elevator dan
eskalator yang juga perlu diperhitungkan dalam bangunan Senayan Park
Lifestyle Center ini. Untuk beban eskalator dengan mengasumsikan
escalator yang digunakan berjenis Schindler 9300 tipe 10.30-K yang dapat
mencapai ketinggian maksimum antar lantai sejauh enam meter, ditentukan
support load escalator adalah 61 kN. Sedangkan untuk elevator atau lift,
diasumsikan digunakan jenis counterweighted elevator, sehingga beban
yang diangkat adalah sekitar 60% dari kapasitas maksimum (sekitar 2200
kg), sehingga beban yang dikenakan oleh elevator atau lift adalah sebesar
1320 kg atau 13,2 kN.

Beban mati berikutnya yang perlu diperhatikan pada bangunan ini adalah
beban lateral tanah. Dalam perancangan struktur di bawah tanah, harus
diperhatikan tekanan lateral tanah di sampingnya, beban tanah lateral
rencana dapat digunakan sesuai dengan SNI 1727:2013 pada tabel 3.2-1
seperti di bawah ini.

25
Tabel II.10 Beban Tanah Lateral Rencana

(Sumber: SNI 1727:2013)

Dari data tanah yang didapatkan, setelah dilakukan klasifikasi jenis tanah,
tanah pada proyek Senayan Jakarta Lifestyle Center adalah jenis Lanau
Lempung (ML), sehingga sesuai dengan tabel di atas, beban tanah lateral
rencana sebesar 13,35 kN/m2. Dikarenakan adanya muka air tanah dimulai
dari kedalaman 6 m, maka beban lateral rencana harus ditambahkan sebesar
tekanan air tanah tersebut. Karena tekanan air sendiri tidak konstan dan
tergantung dengan kedalamannya, maka digunakan pendekatan rata-rata
sesuai dengan perhitungan sebagai berikut.
𝑘𝑔 𝑚
Tekanan air maksimum = gh = 1000 𝑥 10 𝑥 2m
𝑚3 𝑠2
𝑘𝑁
Tekanan air maksimum = 20
𝑚2

26
Untuk mempermudah assign beban pada ETABS maka digunakan nilai
𝑘𝑁
tekanan air rata-rata sebesar (dari kedalaman 6 meter hingga 8 meter) 10 𝑚2

yang di-assign pada dinding penahan tanah pada lantai basement 2.

4. Beban Hidup (Live Load)


Beban hidup direncanakan sesuai dengan Peraturan Pembebanan Indonesia.
Berat furniture dan partisi ringan atau berat yang tidak lebih dari 100 kg/m2
dianggap sudah termasuk dalam Beban Hidup.
Penentuan nilai beban hidup dilakukan berdasarkan SNI 1727-2013. Untuk
fungsi-fungsi ruangan yang tidak terdapat pada SNI 1727-2013, dilakukan
pendekatan fungsi yang sekiranya memiliki fungsi yang sama seperti fungsi
yang ditinjau. Dari tabel 4-1 SNI 1727-2013, didapatkan nilai-nilai beban
hidup untuk setiap fungsi ruangan lantai 2 Senayan Park Lifestyle Center
seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Tabel II.11 Beban Hidup yang bekerja

Live Load
Fungsi Ruangan Merata (kN/m2)
Koridor dan Jalur Pejalan kaki 4,79
Supermarket 6
Lantai 1 4,79
Retail Komersil
Lantai atas 3,59
Restoran/Kafe 4,79
Bioskop & Karaoke 3,59
Musholla, Toilet 4,79
Tempat Parkir 1,92
Atap 0,96
5. Beban Gempa
Beban horizontal gempa yang digunakan dihitung berdasarkan atas “Tata
Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non Gedung” SNI 1726-2012. Perencanaan gempa akan menggunakan
analisis ragam respon spektra dengan perangkat lunak ETABS 2016 dan

27
perencanaan kekuatan kolom akan direncanakan terhadap gaya-gaya yang
bekerja dengan memperhatikan konsep Desain Kapasitas.

Bangunan yang akan di analisis adalah bangunan pusat perbelanjaan, Sesuai


SNI 1726:2012, pasal 4.1.2, gedung Senayan Park Lifestyle Center
termasuk kepada kategori resiko III. Dari kategori resiko tersebut, faktor
keutamaan gempa adalah sebesar, Ie = 1,25. Selanjutnya, berdasarkan lokasi
proyek yang berada di Jakarta dengan jenis batuan tanah sedang (D), sistem
penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah satu
tipe yang ditunjukkan pada Tabel 9 SNI 1726:2012. Senayan Park memiliki
jenis penahan gaya gempa rangka beton bertulang pemikul momen khusus
sesuai dengan subbab V.1.1.2. Maka dari itu, didapat faktor koefisien
modifikasi respons (R) = 8, faktor pembesaran defleksi (Cd) = 5,5, dan
faktor kuat lebih (Wo) = 3. Untuk mempermudah pemahaman, data yang
disebutkan akan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel II.12 Data Kelas Tanah dan Kategori Bangunan

Rangka beton pemikul momen khusus


Koef Modi fi ka s i Res pons R 8
kua t l ebi h W 3
Faktor Amplifikasi Defleksi Cd 5,5
Data-Data Kelas Tanah dan Kategori Bangunan
hn TB
Kelas situs SD
Kategori Resiko III
Kategori desain seismic D
Ie 1,25

Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek (SDs) dan
perioda 1 detik (SD1) pada lokasi Senayan Park didapatkan setelah
disesuaikan dengan peta gempa dan jenis tanah, seperti yang telah dilakukan
pada subbab V.1.1.2. Berikut adalah parameter respons spektral percepatan
desain yang didapatkan setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan
langkah perhitungan pada SNI 1726:2012 pasal 6.

28
Tabel II.13 Parameter Seismik

Parameter Seismic
Variabel Nilai
PGA (g) 0,361
CRS 0,995
CR1 0,941
FPGA 1,139
PSA (g) 0,411
SDS (g) 0,528
SD1 (g) 0,320
T0 (detik) 0,121
TS (detik) 0,606

(Sumber: Puskim)
Nilai-nilai yang telah dihitung ini akan dimasukkan ke dalam respons
spektrum pada perangkat lunak ETABS untuk diperhitungkan. Dari
parameter tersebut dapat digambarkan spektrum respons sebagai berikut.

Gambar II.3 Diagram Respons Spektrum

6. Beban Hujan
Beban hujan akan dihitung dan dibebankan pada struktur atap dari Senayan
Park Lifestyle Center. Nilai dari beban hujan ditetapkan sebesar 0,4 kN/m2
sesuai dengan aturan pembebanan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung 1983 (PPIUG’83).

29
7. Beban Angin
Perhitungan beban angin dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang
tertera pada Tabel 27.5-1 pada SNI 1727-2013 dengan menentukan
kecepatan angin dasar terlebih dahulu.

Tabel II.14 Langkah Menentukan Beban Angin SPBAU

(Sumber: SNI 1727:2013)

Beban angin adalah beban yang memiliki berbagai sifat arah, yaitu tiup dan hisap.
Beban angin juga dapat bersifat horizontal maupun vertikal yang bekerja pada
elemen-elemen sruktur yang antara lain pada elemen kolom dan atap struktur yang
berupa pelat atau gording baja. Selain itu, beban angin merupakan beban yang
sifatnya merata secara trapezoidal, dimana semakin tinggi elevasi bangunan dari
permukaan tanah maka beban angin yang terjadi juga semakin besar.

Tahap-tahap perhitungan beban angin rencana untuk kondisi beban ultimit akan
dipaparkan pada penjelasan berikut ini.

 Langkah 1: Menentukan kategori resiko Senayan Park Lifestyle Center.

30
Penetapan sistem struktur Senayan Park Lifestyle Center dilakukan sesuai dengan
tabel 1.5-1 pada SNI 1727:2013 dan disimpulkan bahwa kategori resiko bangunan
ini termasuk ke dalam kategori resiko III.
 Langkah 2: Menentukan kecepatan angin dasar
Kecepatan angin dasar ditentukan sebesar 64,82 km/jam dari sumber BMKG.
 Langkah 3: Menentukan parameter-parameter beban angin.
Dari tabel-tabel yang terdapat pada SNI 1727-2013 pasal 26, didapatkan parameter-
parameter beban angin untuk Senayan Park Lifestyle Center adalah seperti yang
tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel II.15 Parameter-Parameter Beban Angin

Kd 0,85
Kategori Kekasaran Permukaan B
Kategori Eksposur C
Faktor Topografi (Kzt) 1
Faktor Efek Tiupan Angin (G) 0,85
Klasifikasi Keterbukaan Tertutup Sebagian
Koefisien Tekanan Internal (GCPi) 0,55
64,82
Kecepatan Angin Dasar
18,01

 Langkah 4: Menentukan koefisien eksposur tekanan velositas (Kz atau Kh).


Sebelum Kz atau Kh dapat dihitung, perlu diketahui nilai dari beberapa parameter
yang antara lain adalah tinggi elevasi tertinggi bangunan dari elevasi tanah (z),
tinggi nominal lapisan batas atmosfer yang digunakan dalam standar ini (zg), dan
eksponen pangkat kecepatan tiupan angin tiga detik (α).
Nilai dari parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari tabel 26.9-1 SNI 1727-
2013 yang dikelompokkan berdasarkan kategori eksposur bangunan yang
dirancang.
Untuk kategori eskposur C, nilai dari parameter z, zg, dan α dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

31
Tabel II.16 Parameter z, zg, dan a

z 20,8 m
zg 274,32 m
a 9,5
Nilai Kz atau Kh dihitung dengan berbagai nilai elevasi yang terdapat pada Senayan
Park Lifestyle Center. Dalam perhitungan beban angin untuk struktur atas Senayan
Park Lifestyle Center, diambil beberapa nilai elevasi bangunan yang berpengaruh
dalam perhitungan beban angin, yaitu pada elevasi 0 meter, 5 meter, 10 meter, 15
meter, dan 20 meter. Nilai Kz atau Kh dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan di bawah ini.
2
𝑧 𝛼
𝐾𝑧 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾ℎ = 2,01 𝑥 ( )
𝑧𝑔
Berikut adalah contoh perhitungan nilai Kz atau Kh untuk elevasi 5 meter.
2
5 9,5
𝐾𝑧 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾ℎ = 2,01 𝑥 ( )
274,32
𝐾𝑧 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾ℎ = 0,865
Dengan cara yang sama untuk tiap elevasi tinjauan, didapatkan nilai Kz atau Kh
adalah sebagai berikut.

Tabel II.17 Nilai Kz atau Kh

Elevasi Kz & Kh
0 0
5 0,865028218
10 1,000933006
15 1,090126394
20 1,158189829

 Langkah 5: Menentukan tekanan velositas (qz).


Sama halnya dengan nilai Kz atau Kh, nilai qz dengan berbagai nilai elevasi yang
terdapat pada Senayan Park Lifestyle Center. Elevasi-elevasi yang digunakan
dalam perhitungan nilai qz adalah elevasi-elevasi yang sama dengan yang
digunakan dalam perhitungan nilai Kz atau Kh.
Nilai qz dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
𝑞𝑧 = 𝐾𝑧 𝑥 𝐾𝑧𝑡 𝑥 𝐾𝑑 𝑥 𝑣 2 (𝑁/𝑚2 )

32
Contoh perhitungan nilai qz untuk elevasi 5 meter adalah:

1000 2
𝑞𝑧 = 0,928 𝑥 1 𝑥 0,85 𝑥 (64,82 𝑥 )
3600
𝑞𝑧 = 146,1965 𝑁/𝑚2
Dengan cara yang sama, diperoleh nilai qz untuk setiap elevasi tinjauan adalah
sebagai berikut.

Tabel II.18 Hasil Perhitungan Nilai qz

Elevasi qz (N/m2)
0 0
5 146,1965421
10 169,1655155
15 184,2398963
20 195,7431498

 Langkah 6: Penentuan koefisien tekanan eksternal (Cp).


Penentuan nilai Cp dilakukan berdasarkan nilai L/B (panjang/lebar) untuk bagian
dinding dan h/L (tinggi/lebar) untuk bagian atap. Karena bangunan dari Senayan
Park Lifestyle Center terdiri atas 2 gedung, maka dalam penentuan nilai Cp
dilakukan pembagian gedung menjadi 2 macam.
Penentuan nilai Cp dilakukan sesuai dengan tabel di bawah ini yang berdasarkan
SNI 1727-2013.

33
Tabel II.19 Koefisien Tekanan Atap (Cp)

(Sumber: SNI 1727:2013)

Berikut adalah penentuan nilai L/B dan h/L

Tabel II.20 Ketinggian dan Lebar Gedung

Gedung 1 Gedung 2
h (m) 20 20
L (m) 36 36
B (m) 156 72
h/L 0,56 0,56
L/B 0,231 0,5

Dengan nilai L/B dan h/L di atas, didapatkan nilai Cp untuk gedung zona 1 adalah
sebagai berikut.

Tabel II.21 Nilai Cp Gedung 1 dan Gedung 2

Gedung 1 Gedung 2
L/B atau h/L Cp L/B atau h/L Cp
Dinding Angin Datang Tanpa Batas 0,8 Tanpa Batas 0,8
Dinding Angin Pergi 0,230769231 -0,5 0,5 -0,5
Dinding Tepi Tanpa Batas -0,7 Tanpa Batas -0,7
Atap 0,56 -0,5 0,56 -0,5

34
 Langkah 7: Menghitung tekanan angin maksimum (P).
Nilai P akan bertambah seiring dengan bertambahnya elevasi bangunan. Maka dari
itu, nilai P perlu dihitung berdasarkan elevasi-elevasi yang berbeda. Elevasi-elevasi
yang digunakan dalam perhitungan nilai P adalah elevasi-elevasi tinjauan yang
sama ketika menghitung nilai qz.
Tekanan angin itu sendiri terbagi menjadi tekanan angin eksternal (Pe) dan tekanan
angin internal (Pi). Sedangkan tekanan angin maksimum (P) dapat diperoleh
dengan menjumlahkan nilai dari tekanan angin eksternal dengan nilai dari tekanan
angin internal. Nilai dari Pe dan Pi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
di bawah ini.
𝑃𝑒 = 𝑞𝑧 𝑥 𝐺 𝑥 𝐶𝑝
𝑃𝑖 = 𝑞𝑖 𝑥 𝐺𝐶𝑃𝑖
Dimana nilai qi adalah nilai maksimum qz.
Contoh perhitungan nilai P untuk dinding tepi pada gedung 1 akan dipaparkan di
bawah ini.
𝑃𝑒 = 195,74 𝑥 0,85 𝑥 (−0,7)
𝑃𝑒 = −116,47 𝑁/𝑚2

𝑃𝑖 = 195,74 𝑥 0,55
𝑃𝑖 = 107,66 𝑁/𝑚2

𝑃 = 𝑃𝑒 + 𝑃𝑖
𝑃 = −8,8 𝑁/𝑚2
Dengan cara yang sama, diperoleh nilai P untuk setiap gedung pada setiap elevasi
dan setiap permukaannya seperti pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel II.22 Tekanan Angin Maksimum Gedung 1

Gedung 1
Elevasi qz (N/m2) G Cp GCPi External Pressure Internal Pressure Max Pressure (N/m2)
0 0 0,85 0,8 0,55 0 0 0
5 146,20 0,85 0,8 0,55 99,41 80,41 179,82
Dinding Angin Datang 10 169,17 0,85 0,8 0,55 115,03 93,04 208,07
15 184,24 0,85 0,8 0,55 125,28 101,33 226,62
20 195,74 0,85 0,8 0,55 133,11 107,66 240,76
Dinding Angin Pergi All 195,74 0,85 -0,5 0,55 -83,19 107,66 24,47
Dinding Tepi All 195,74 0,85 -0,7 0,55 -116,47 107,66 -8,81
Atap 20 195,74 0,85 -0,5 0,55 -83,19 107,66 24,47

35
Tabel II.23 Tekanan Angin Maksimum Gedung 2

Gedung 2
Elevasi qz (N/m2) G Cp GCPi External Pressure Internal Pressure Max Pressure (N/m2)
0 0 0,85 0,8 0,55 0 0 0
5 146,20 0,85 0,8 0,55 99,41 80,41 179,82
Dinding Angin Datang 10 169,17 0,85 0,8 0,55 115,03 93,04 208,07
15 184,24 0,85 0,8 0,55 125,28 101,33 226,62
20 195,74 0,85 0,8 0,55 133,11 107,66 240,76
Dinding Angin Pergi All 195,74 0,85 -0,5 0,55 -83,19 107,66 24,47
Dinding Tepi All 195,74 0,85 -0,7 0,55 -116,47 107,66 -8,81
Atap 20 195,74 0,85 -0,5 0,55 -83,19 107,66 24,47

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa beban angin dihitung baik dalam
kondisi ultimit maupun kondisi layan. Cara perhitungan beban angin untuk kondisi
layan adalah sama dengan cara perhitungan beban angin untuk kondisi ultimit.
Namun, kecepatan angin dasar yang digunakan dalam perancangan beban angin
kondisi layan adalah sebesar 115,2 km/h.

Di bawah ini ditampilkan hasil rekapitulasi dari seluruh perhitungan beban angin
untuk Senayan Park Lifestyle Center.

Tabel II.24 Tekanan Angin Ultimit Gedung 1

Gedung 1
Elevasi P max (kN/m2)
0 0,0000
5 0,1798
Dinding Angin Datang 10 0,2081
15 0,2266
20 0,2408
Dinding Angin Pergi All 0,0245
Dinding Tepi All -0,0088
Atap 20 0,0245

36
Tabel II.25 Tekanan Angin Ultimit Gedung 2

Gedung 2
Elevasi P max (kN/m2)
0 0,0000
5 0,1798
Dinding Angin Datang 10 0,2081
15 0,2266
20 0,2408
Dinding Angin Pergi All 0,0245
Dinding Tepi All -0,0088
Atap 20 0,0245

Langkah terakhir dalam penentuan pembebanan pada Senayan Park Lifestyle


Center adalah ditentukannya kombinasi pembebanan yang akan dihitung
berdasaran Peraturan Perencanaan yang berlaku.

 Kombinasi Beban Ultimit


1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (LL atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
5. (1,2 + 0,2 Sds) DL + 1 LL ± 0,3 (ρ Ex) ± 1 (ρ Ey)
6. (1,2 + 0,2 Sds) DL + 1 LL ± 1 (ρ Ex) ± 0,3 (ρ Ey)
7. (0,9 – 0,2 Sds) DL ± 0,3 (ρ Ex) ± 1 (ρ Ey)
8. (0,9 – 0,2 Sds) DL ± 1(ρ Ex) ± 0,3 (ρ Ey)

Nilai ρ adalah nilai redundansi struktur yang diasumsikan sebesar 1,3 untuk
sementara, dan akan diperiksa pada bagian selanjutnya.

II.4.2 Preliminary Design


II.4.2.1 Framing Balok

Sebelum dilakukan preliminary design elemen struktural pada bangunan Senayan


Park Lifestyle Center Jakarta, perlu dilakukan framing dari denah arsitektural yang
telah disediakan terlebih dahulu. Framing adalah kegiatan penentuan lokasi-lokasi
balok induk, balok anak, serta shear wall pada setiap lantai dari suatu bangunan.

37
Framing perlu dilakukan karena denah arsitektural yang disediakan hanya
menunjukkan posisi dari kolom, dan tidak menunjukkan posisi elemen struktural
lainnya. Di bawah ini akan ditunjukkan gambar hasil framing dari bangunan
Senayan Park.

Gambar II.4 Framing Lantai B2-B1

38
Gambar II.5 Framing Lantai 1-4

Perlu diperhatikan akan diadakan penambahan kolom pada posisi dengan lingkaran
merah pada gambar framing di atas, dengan alasan karena terlalu jauhnya bentang
balok yang akan terjadi jika tidak ada penambahan kolom pada posisi tersebut, yaitu
bentang hingga 20 m. Penambahan kolom ini dipastikan tidak akan mengganggu
rute jalur pejalan kaki di dalam bangunan ini dan tidak mengurangi estetika dari
bangunan secara signifikan, karena sudah terdapat kolom yang segaris dengan
kolom yang ditambahkan tersebut.
II.4.2.2 Perencanaan dimensi balok

Perencanaan awal dimensi balok didasarkan kepada bentang dari balok. Pada
gedung ini, bentang terpanjang untuk balok induk adalah sebesar 12.000 mm, yang
merupakan jarak antar kolom vertikal pada konfigurasi lantai struktur di bagian
tengah. Sedangkan untuk bentang terpanjang untuk balok anak adalah sebesar 4.000
mm, sesuai dengan framing yang telah dilakukan.

39
Didasarkan pada tabel 9.5(a) pada SNI, dilakukan preliminary desain sebagai
berikut.

Tabel II.26 Tebal min balok dan pelat satu arah

(Sumber: SNI 2847:2013)

Untuk balok induk,

𝐿 12000
𝐻𝑚𝑖𝑛 = = = 800 𝑚𝑚
15 15

Karena alasan terlalu tebelnya H min yang ditentukan, maka diputuskan untuk
diambil H = 800 mm. Berdasarkan SNI Beton Struktural, lebar balok diambil
minimal

𝐻 800
𝐵𝑚𝑖𝑛 = = = 400 𝑚𝑚
2 2

Diambil B = 400 mm. Maka, dimensi balok induk sebesar 800 mm × 400 mm.

Untuk balok anak,

𝐿 6000
𝐻𝑚𝑖𝑛 = = = 375 𝑚𝑚
16 16

Diambil H = 600 mm. berdasarkan SNI Beton Struktural, lebar balok diambil
minimal

𝐻 600
𝐵𝑚𝑖𝑛 = = = 300 𝑚𝑚
2 2

40
Diambil B = 350 mm untuk memenuhi syarat lebar balok minimum pada pasal 21
untuk persyaratan struktur tahan gempa rangka momen khusus. Maka, dimensi
balok induk sebesar 600 mm × 350 mm.

Tabel II.27 Perhitungan Preliminary Balok

Preliminary Balok Induk


Bentang terpanjang 12000 mm
Hitung Pilih
Balok Induk H (mm) 800 800
B (mm) 400 400
Preliminary Balok Anak
Bentang terpanjang 6000 mm
Hitung Pilih
Balok Anak H (mm) 375 600
B (mm) 300 350

Hasil preliminary ini digunakan untuk seluruh balok yang terdapat pada bangunan
Senayan Park Lifestyle Center secara umum pada tiap lantainya, namun terdapat
beberapa bagian khusus yang perlu diperhatikan lebih lanjut seperti yang
dicantumkan di bawah ini.

1. Daerah sambungan antar bangunan

Balok Anak

Balok Induk
Kolom

Gambar II.6 Denah daerah yang bermasalah di Basement (kolom)

Dengan bagian sambungan antara bangunan 1 dengan bangunan 2 yang seperti


ditunjukkan di atas, pilihan yang dimiliki adalah antara penambahan kolom di

41
posisi tersebut atau dengan mengubah framing dan memasang balok yang miring
(tidak sejajar dengan grid yang telah ditentukan).

Dengan pertimbangan dari bentang balok yang tidak terlalu jauh dan akan terlalu
mengganggu apabila dipasang kolom, dan juga pertimbangan akan diluruskannya
balok yang membentuk sudut tumpul dengan titik tersebut, maka diputuskan akan
dilanjutkan dengan desain denah seperti gambar di atas.

2. Daerah Void Di tengah bangunan

Balok Anak

Kolom Alternatif
Desain

Balok Induk

Gambar II.7 Denah daerah yang bermasalah di Lt. Atas (balok dan kolom)

Gambar di atas menunjukkan keadaan bentangan yang sangat jauh (16 meter) tanpa
adanya kolom yang membagi daerah tersebut ditambah dengan keberadaan void
yang mengharuskan dilakukan pilihan antara beberapa alternatif sebagai berikut.

42
 Tetap mengikuti desain dari denah akan mengakibatkan dibutuhkannya
𝐿 16000
balok berukuran 𝐻𝑚𝑖𝑛 = 15 = = 1066,67 𝑚𝑚 untuk balok induk dan
15
𝐿 4000
akan dibutuhkan balok-balok kantilever dengan 𝐻𝑚𝑖𝑛 = 8 = =
8

500 𝑚𝑚
 Penambahan Kolom pada bagian yang ditandai dengan warna merah, dan
menghubungkan balok pada bagian tersebut yang akan mengakibatkan tidak
adanya balok kantilever, dan bentangan terjauh balok induk dan balok anak
menjadi sekitar 8 m dan 4 m yang akan menghasilkan desain balok yang
sudah sesuai dengan preliminary desain sebelumnya, sehingga tidak perlu
dilakukan desain khusus lagi.
 Pembentukan framing yang seperti pada gambar dengan garis berwarna
biru. Alternatif yang ini akan menghilangkan balok-balok kantilever dan
𝐿 8000
menyebabkan ukuran balok 𝐻𝑚𝑖𝑛 = 15 = = 533,33 𝑚𝑚, namun akan
15

tetap memiliki bagian balok induk yang membentang sejauh 16 m.

Dengan pertimbangan penambahan kolom akan mengurangi estetika dari bangunan


yang akan dibangun, dan untuk mencegah pelat yang terlalu tebal apabila
digunakan balok kantilever, maka ditentukan akan dibangun dengan menggunakan
alternatif ke 3 yaitu dengan desain khusus yang berbeda dari desain tipikal untuk
balok yang lain untuk bagian ini. Balok ditentukan akan digunakan 3 jenis desain
yaitu dengan H=1100 mm untuk balok dengan bentang yang panjang dan balok
induk dan balok anak tipikal untuk bentang yang mengarah pada bagian void
beserta titik lainnya yang diperlukan. Untuk penyederhanaan penulisan, mulai
sekarang daerah ini akan disebut sebagai daerah void jenis 1.

43
3. Daerah Void Eskalator
Balok Anak

Kolom

Balok Induk
Alternatif
Desain
Gambar II.8 Denah daerah yang bermasalah di Lt. Atas (balok dan kolom)

Gambar di atas menunjukkan keberadaan void di tengah bangunan tanpa adanya


kolom penopang yang mengharuskan dilakukan pilihan antara beberapa alternatif
sebagai berikut.

 Tetap mengikuti desain dari denah akan membutuhkan balok-balok


kantilever dengan bentang 5 m yang membutuhkan dimensi balok sebesar
𝐿 5000
𝐻𝑚𝑖𝑛 = 8 = = 675 𝑚𝑚.
8

 Penambahan kolom pada sekeliling void seperti yang ditandai dengan warna
merah, dan menghubungkan balok pada bagian tersebut yang akan
menghilangkan keberadaan balok kantilever, dan bentangan terjauh baik
balok induk dan balok anak menjadi sekitar 8 m dan 4 m yang akan
menghasilkan desain balok yang sudah sesuai dengan preliminary desain
sebelumnya, sehingga tidak perlu dilakukan desain khusus lagi.
 Pembentukan framing yang seperti pada gambar dengan garis berwarna
biru. Alternatif yang ini akan menghilangkan balok-balok kantilever dan
𝐿 8000
menyebabkan ukuran balok 𝐻𝑚𝑖𝑛 = 15 = = 533,33 𝑚𝑚, namun akan
15

memiliki bagian balok yang membentang sangat jauh.

Sama dengan pertimbangan untuk bagian khusus yang kedua, yaitu dengan
pertimbangan penambahan kolom akan mengurangi estetika dari bangunan yang
akan dibangun, maka ditentukan akan dibangun dengan menggunakan alternatif ke

44
3, namun karena bentang yang terlalu jauh, maka disarankan untuk tetap mendesain
balok yang mengarah kearah void sebagai balok kantilever, dengan desain seperti
balok induk tipikal (karena tebal dibutuhkan 675 mm hampir sama dengan tebal
balok induk tipikal 800 mm). Untuk penyederhanaan penulisan, mulai sekarang
daerah ini akan disebut sebagai daerah void jenis 2.
II.4.2.3 Perencanaan dimensi pelat

Pelat yang digunakan pada Senayan Park Lifestyle Center adalah pelat dua arah
dengan balok, perencanaan awal dimensi pelat dilakukan berdasarkan SNI Beton
Struktural pasal 9.5.3.3 dengan syarat dan langkah sebagai berikut.

 αfm diasumsikan lebih besar dari 2.


 Nilai 𝛽 ditentukan melalui rasio bentang panjang terhadap bentang pendek
pelat.
4000
𝛽= = 1.
4000
𝑓𝑦
𝑙𝑛(0,8+ )
 Ketebalan pelat h harus lebih besar dari ℎ = 1400
dan lebih besar dari
36+9𝛽

h = 90 mm. Pelat didesain untuk bentang bersih sejauh 5500 mm.


420
5500 (0,8 + )
ℎ= 1400
36 + 9 𝑥 1
h = 134,44 mm
Ditentukan tebal pelat sebesar 140 mm agar konservatif.
 Dihitung kekakuan seluruh tipe pelat yang mewakili bangunan Senayan
Park Lifestyle Center sesuai dengan tabel di bawah ini.
𝐸𝑏𝑥𝐼𝑏
αfm = 𝐸𝑠𝑥𝐼𝑠

Tabel II.28 Inersia jenis-jenis balok

Inersia (mm4) Balok Induk Balok Anak Pelat


Tepi 20364586667 1306986667 288000000
Tengah Bentang 20462506667 1347306667 576000000

Tabel II.29 Preliminary Pelat Dua Arah

45
Bentang Terpanjang 5500 mm
Preliminary Pelat Dua Arah Dipilih (mm)
1
h min 134,44 90 140
αfm (anak-anak-anak-anak) 12,74
αfm (induk-anak-anak-anak) 12,96
αfm (induk-induk-anak-anak) 19,46

 Karena dari perhitungan di atas, nilai seluruh αfm > 2 sudah terpenuhi
syaratnya, maka preliminary design pelat dinyatakan selesai dengan nilai h
= 140 mm.

Sebagai tambahan informasi, pelat dengan tebal 140 mm apabila digunakan sebagai
𝑙
pelat kantilever, akan diperbolehkan untuk bentang sebesar = 140 mm
10

didapatkan 𝑙 = 1400 𝑚𝑚, sehingga bentang pelat kantilever dengan tebal seperti
di atas boleh untuk bentang sekitar 1 m.
II.4.2.4 Perencanan dimensi kolom

Tipikal kolom dibagi menjadi 2 tipe kolom dengan pertimbangan jumlah lantai
bangunan gedung Senayan Park Lifestyle Center yang akan dibangun cukup tinggi
dan dengan dibaginya tipe kolom dapat mengurangi biaya proyek cukup besar.

Untuk mencari panjang sisi penampang kolom, dicari luas minimum kolom agar
dapat menahan beban tekan yang bekerja di atasnya. Luas minimum tersebut dicari
dengan rumus berikut:

𝑃𝑢
𝐴𝑔 ≥
0,35𝑓𝑐 ′

Dengan:

Ag = Luas penampang kotor kolom


Pu = Beban total yang bekerja pada kolom pada tributary area
fc’ = Kuat tekan kolom

Digunakan kolom pendek berbentuk persegi. Kolom pendek harus memenuhi


ketentuan berikut:

46
𝑘𝑙𝑢 𝑘𝑙𝑢
𝜆= ≈ ≤ 22
𝑟 0,3𝑠

Dengan:

k = Faktor panjang tekuk (untuk keadaan jepit-jepit gunakan sebesar 0,65)


lu = Tinggi kolom dari pusat ke pusat
s = Panjang sisi kolom

Tributary area yang digunakan adalah tributary area terbesar, yaitu yang terletak
pada bagian tengah bangunan. Dipilih bagian tributary area adalah daerah dengan
jarak kolom terbesar yaitu sejauh 12000 mm.

Besar tributary area adalah (6+4) m × (6+4) m = 100 m2. Gunakan perhitungan
beban tekan.

𝑃𝑢 = 1,2 𝐷𝐿 + 1,6 𝐿𝐿

Perhitungan beban untuk preliminary kolom akan dilakukan dengan mengalikan


tributary area yang telah ditentukan diatas dengan beban-beban yang terdapat pada
di atasnya. Perlu diperhatikan bahwa beban yang dipilih haruslah yang bersifat
konservatif terhadap hasil desain dimensi kolom. Oleh karena itu, disarankan
dipilih beban maksimum dari tiap lantai. Untuk daftar seluruh beban yang
diperhitungkan dalam bangunan ini untuk setiap lantainya, dapat dilihat lebih
lengkapnya pada bagian Lampiran pada bagian akhir laporan.

Dari perhitungan beban yang disajikan pada lampiran, diambil beban yang
berhubungan dengan kolom yang didesain sesuai dengan lantainya. Dari beban
tersebut dihitung beban ultimit Pu, dan ditentukan dimensi dari kolom. Akan
dilakukan sedikit iterasi karena nilai Pu bergantung pada dimensi kolom yang
dipilih, dan dimensi kolom yang dipilih bergantung pada nilai Pu. Hasil perhitungan
dimensi rencana kolom untuk seluruh bangunan berupa tipe 1 dan tipe 2 Senayan
Park Lifestyle Center adalah sesuai dengan tabel berikut.

Tabel II.30 Preliminary Kolom Tipe 1 dan Tipe 2

47
Preliminary Kolom Tipe 1 (Lt.1-4)
Pu 6469 kN
Ag min 462071,4286 mm2
bmin = hmin 679,7583604 mm
bpilih = hpilih 700 mm

Cek Kelangsingan
k 0,65
lu 5000 mm
r 210 mm
λ 15,47619048
CEK OK

Preliminary Kolom Tipe 2 (Lt. B1-B2)


Pu 9399,4384 kN
Ag min 671388,4571 mm2
bmin = hmin 819,3829734 mm
bpilih = hpilih 850 mm

Cek Kelangsingan
k 0,65
lu 4800 mm
r 255 mm
λ 12,23529412
CEK OK
Walaupun nilai syarat seluruh kolom dengan dimensi yang dicantumkan di
atas telah terpenuhi, namun kolom yang dalam permodelan diubah menjadi
ukuran 850 x 650 untuk kolom tipe 1 dan 1000 x 750 untuk kolom tipe 2.
Penjelasan pertimbangan perubahan dimensi kolom ini akan dijelaskan
lebih lanjut pada bab V.1.3 tepatnya pada subbab V.I.3.2 mengenai
pengecekan modal participating mass ratio.
Jadi, hasil preliminary design untuk masing-masing komponen struktur
pada bangunan Senayan Park Lifestyle Center adalah seperti pada tabel
berikut.

Tabel II.31 Hasil Preliminary Design

48
Hasil Preliminary Design Komponen Struktural
B (mm) H (mm)
Balok Induk 400 800
Balok Anak 350 600 B baru (mm) H baru (mm)
Kolom Tipe 1 700 700 850 650
Kolom Tipe 2 850 850 1000 750
h (mm)
Pelat 140

Tabel II.32 Hasil Preliminary Design Khusus

Balok Desain Khusus (Non-Tipikal)


Daerah Void 1 B (mm) H (mm) Keterangan
Balok Induk Bentang Jauh 550 1100 Bentang 16 m
Daerah Void 2 B (mm) H (mm) Keterangan
Balok Induk Kantilever 400 800 = Balok Tipikal

49
II.4.3 Permodelan Struktur

Pemodelan struktur adalah proses pembentukan komponen struktural, beserta


beban-beban yang terjadi pada bangunan proyek yang didesain, dengan tujuan
untuk menghindari perhitungan secara manual dalam mendapatkan data-data yang
akan digunakan nantinya pada bangunan Senayan Park Lifestyle Center.
Permodelan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan dari perangkat lunak
ETABS 2016, dan akan dilakukan dengan langkah ringkasnya sebagai berikut.

 Menentukan grid pada software ETABS 2016, dengan cara


memasukkannya melalui gambar AUTOCAD yang terlebih dahulu
diperbaiki supaya lebih rapi untuk setiap elemennya.
 Memasukkan seluruh elemen-elemen struktur yang telah ditentukan
dimensi awalnya sesuai dengan preliminary design pada subbab
sebelumnya.
 Mengidentifikasi dan menginput beban-beban yang telah direncanakan
dimasukkan ke dalam perangkat lunak tersebut.

Pemodelan struktur atas ini dilakukan asumsi bahwa perletakan struktur adalah
terkekang penuh. Sistem pelat yang digunakan merupakan pelat dua arah dengan
diafragma kaku. Gambar 3D pemodelan struktur atas Senayan Park Lifestyle Center
yang telah dikerjakan pada ETABS 2016 dapat dilihat rinciannya pada gambar-
gambar di bawah ini.

50
Gambar II.9 Pemodelan ETABS 2016 Lantai Tipikal

Gambar II.10 Pemodelan ETABS 2016 Lantai Basement

51
Gambar II.11 Pemodelan ETABS 2016 Tampak 3D

II.5 Analisis Struktur

II.5.1 Pengecekan Modal Participating Mass Ratio

Setelah permodelan dilakukan. Perlu dilakukan pengecekan modal participating


mass ratios apakah gedung yang direncanakan memenuhi syarat pada modal
participating mass ratios dengan ketentuan sebagai berikut:

 Mode 1 dan 2 harus translasi


 Jumlah dari translasi X (UX), Y (UY), dan rotasi Z (RZ) harus lebih besar
dari 90%

Modal Participating mass ratios adalah sebuah nilai yang menunjukkan ukuran
jumlah energi yang terkandung dalam beberapa keadaan mode shape yang dianggap
mewakili dari bangunan. Nilai energi ini menunjukkan masing-masing seberapa
besar berpengaruhnya suatu mode shape yang dipertimbangkan terhadap respons
struktur. Nilai inilah yang harus melebihi 90% agar dianggap pertimbangan yang
dilakukan sudah dianggap mewakili respons struktur secara keseluruhan.

52
Berikut ini adalah hasil modal participating mass ratios yang didapatkan dari
ETABS pada gedung yang dimodelkan.

Tabel II.33 Modal Participating Mass Ratio

Period
Case Mode UX UY Sum UX Sum UY RZ Sum RZ
sec
Modal 1 1,11 0,004 0,2643 0,004 0,2643 0,2911 0,2911
Modal 2 1,062 0,3296 0,134 0,3336 0,3983 0,0674 0,3585
Modal 3 1,013 0,2135 0,1486 0,5471 0,547 0,1778 0,5363
Modal 4 0,358 0 0,0566 0,5471 0,6036 0,0291 0,5654
Modal 5 0,345 0,0605 0,007 0,6076 0,6106 0,0079 0,5733
Modal 6 0,328 0,0182 0,0188 0,6259 0,6293 0,0366 0,6099
Modal 7 0,204 0,0009 0,0186 0,6267 0,6479 0,0137 0,6236
Modal 8 0,197 0,0215 0,008 0,6482 0,6559 0,0007 0,6242
Modal 9 0,188 0,0073 0,0066 0,6556 0,6624 0,013 0,6372
Modal 10 0,147 0,0013 0,0051 0,6569 0,6675 0,004 0,6412
Modal 11 0,143 0,0061 0,0058 0,663 0,6733 2,39E-05 0,6412
Modal 12 0,137 0,0023 0,0013 0,6652 0,6746 0,0049 0,6461
Modal 13 0,089 0,0363 0,1889 0,7015 0,8635 0,0459 0,692
Modal 14 0,067 0,2407 0,0617 0,9422 0,9253 0,0029 0,695
Modal 15 0,058 0,026 0,0425 0,9682 0,9678 0,2725 0,9675

Walaupun syarat dari jumlah translasi Ux, Uy, dan Rz telah terpenuhi nilai 90%nya,
namun masih terdapat syarat yang belum terpenuhi yaitu syarat yang menetapkan
bahwa mode 1 dan 2 harus bersifat translasi. Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa
nilai RZ pada mode 1 masih lebih besar daripada nilai Uy, maka disimpulkan bahwa
model belum memenuhi syarat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dan dengan pertimbangan bahwa dikarenakan


model bangunan bersifat memanjang pada suatu arah, maka kolom kemudian
diubah dimensinya menjadi kolom yang berbentuk persegi panjang sesuai dengan
ukuran yang disebutkan pada subbab V.1.2.4 dengan arah local axis yang
ditetapkan sisi kolom yang lebih panjang akan menghadap pada sisi bangunan yang
paling pendek seperti yang dapat dilihat pada gambar.

53
Gambar II.12 Local Axis Kolom

Dengan perubahan dimensi dan arah kolom, pengecekan modal participating mass
ratio dilakukan kembali dengan program ETABS, dan kemudian menghasilkan
tabel di bawah ini yang sudah memenuhi ke 2 syarat.

Tabel II.34 Modal Participating Ratio Setelah Perubahan Dimensi Kolom

Period
Case Mode UX UY Sum UX Sum UY RZ Sum RZ
sec
Modal 1 1,208 0,3066 0,0043 0,3066 0,0043 0,2217 0,2217
Modal 2 1,124 0,1184 0,335 0,4251 0,3392 0,0868 0,3085
Modal 3 1,021 0,1252 0,2073 0,5503 0,5465 0,2293 0,5378
Modal 4 0,397 0,0492 0,0002 0,5995 0,5467 0,0211 0,5589
Modal 5 0,369 0,0112 0,0485 0,6107 0,5952 0,0135 0,5723
Modal 6 0,322 0,0163 0,0361 0,627 0,6313 0,0403 0,6126
Modal 7 0,232 0,016 0,0001 0,643 0,6313 0,0074 0,62
Modal 8 0,212 0,0048 0,0161 0,6478 0,6475 0,005 0,625
Modal 9 0,176 0,0076 0,0207 0,6554 0,6682 0,0163 0,6413
Modal 10 0,172 0,0045 9,77E-06 0,6599 0,6682 0,0022 0,6435
Modal 11 0,155 0,0015 0,0047 0,6614 0,6729 0,0017 0,6452
Modal 12 0,122 0,0035 0,0124 0,6649 0,6853 0,0073 0,6525
Modal 13 0,087 0,0349 0,1805 0,6998 0,8658 0,0369 0,6893
Modal 14 0,067 0,245 0,0611 0,9448 0,9268 0,0023 0,6916
Modal 15 0,058 0,024 0,0415 0,9688 0,9683 0,2763 0,968

54
II.5.2 Pengecekan Kriteria Desain Seismik

Kriteria desain seismik merupakan beberapa kriteria atau persyaratan yang harus
dipenuhi, sesuai dengan peraturan, untuk mendesain suatu bangunan tahan gempa.
Di Indonesia, kriteria desain seismik ini dicantumkan dalam SNI 1726:2012 dan
sebagai acuan lain didapat dari ASCE 7-10. Kriteria desain seismik yang perlu
ditinjau dibahas pada subbab-subbab sebagai berikut.
II.5.2.1 Perioda Fundamental dan Skala Gaya Gempa

Untuk menentukan besarnya skala gaya gempa yang diperlukan, dilakukan


langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan Perioda Alami Struktur
Periode alami struktur (T), dalam arah yang ditinjau diperoleh menggunakan
properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang
teruji. Periode alami struktur tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas
pada periode yang dihitung (Cu) dan periode alami pendekatan (Ta). Nilai koefisien
untuk batas atas pada periode yang dihitung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel II.35 Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang dihitung

(Sumber: SNI 1726:2012)


Berdasarkan nilai Sd1 yang telah dihitung pada subbab V.1.1.3 dan tabel diatas,
didapatkan koefisien Cu yang digunakan adalah 1,4.
Untuk menghitung nilai minimum dari periode alami pendekatan bangunan (Ta),
dibutuhkan koefisien Ct dan x yang dapat dilihat pada tabel berikut:

55
Tabel II.36 Nilai Parameter Perioda Pendekatan

(Sumber: SNI 1726:2012)

Nilai perioda fundamental pendekatan (Ta) minimum dihitung dengan


menggunakan nilai Ct = 0,0466 dan x = 0,9 (jenis rangka beton pemikul momen)
dengan ketinggian maksimum struktur 20.8 m.

𝑇𝑎 minimum = 𝐶t 𝑥 hnx
𝑇𝑎 minimum = 0,0466 × 20.80.9 = 0,715𝑠

Sedangkan nilai perioda fundamental pendekatan (Ta) maksimum dihitung dengan


menggunakan koefisien batas Cu.

𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝐶𝑢 𝑥 𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 1,4 × 0,715 = 1,001𝑠

Dari perangkat lunak ETABS 2016 perioda fundamental (Tc), diperoleh nilai
periode arah x dan arah y masing-masing sebesar 1,208 s dan 1,124 s. Periode yang
digunakan dalam perhitungan akan bergantung pada syarat berikut:
 Jika Tc > Ta maksimum, maka T = Ta maksimum
 Jika Ta minimum < Tc < Ta maksimum, maka T = Tc
 Jika Tc < Ta minimum, maka T = Ta minimum

Berdasarkan syarat diatas, digunakan nilai Tx dan Ty sebesar 1,001 s. Nilai periode
fundamental ini digunakan untuk menghitung nilai Vs (static base shear) untuk
kemudian dibandingkan dengan Vd (dynamic base shear) sesuai dalam SNI
1726:2012 Pasal 7.9.4.1. Jika Vd < 0,85 Vs, maka gaya harus dikalikan oleh suatu

56
faktor pengali (scale factor). Perhitungan Vs dilakukan sesuai dengan SNI
1726:2012 Pasal 7.8, yaitu prosedur gaya lateral ekivalen.

2. Menentukan Koefisien Respon Seismik (Cs)


Nilai Cs ditentukan berdasarkan Pasal 7.8.1.1 yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.

𝑆𝐷1
𝐶𝑠 =
𝑅
𝑇 (𝐼 )
𝑒
0,32
𝐶𝑠(𝑥) = 𝐶𝑠(𝑦) = = 0,0499
8
1,001 ( )
1,25
Nilai Cs arah x maupun arah y hitung tidak perlu melebihi nilai dari persamaan
berikut ini:
𝑆𝐷𝑆
𝐶𝑠 𝑚𝑎𝑥 =
𝑅
(𝐼 )
𝑒

0,528
𝐶𝑠 𝑚𝑎𝑥 = = 0,0825
8/1,25

Cs arah x maupun arah y tidak diperbolehkan kurang dari persamaan berikut ini:

𝐶𝑠min-1 = 0,044𝑆𝐷𝑆 𝐼𝑒 ≥ 0,01


𝐶𝑠min-1= 0,044 × 0,528 × 1.25 = 0,029
Selain syarat di atas, terdapat syarat tambahan jika struktur berada pada lokasi
dengan S1 lebih besar dari 0,6g, maka harus dihitung lagi syarat nilai Cs minimum
ke 2, namun dikarenakan dalam Tugas Akhir ini, nilai S1 adalah 0,25g sehingga
syarat tambahan tidak perlu ditinjau.

Nilai Cs(x) dan Cs(y) yang digunakan untuk perhitungan nantinya bergantung pada
syarat-syarat berikut:
 Jika Cs > Cs maksimum, maka Cs = Cs maksimum
 Jika Cs minimum < Cs < Cs maksimum, maka Cs = Cs
 Jika Cs < Cs minimum, maka Cs = Cs minimum

57
Karena Cs yang dihitung lebih besar dari Cs maksimum, maka Cs yang digunakan
adalah Cs maksimum sebesar 0,0499. Seluruh perhitungan dilakukan pada excel
dan disajikan pada tabel sebagai berikut.

3. Menentukan Berat Seismik Efektif (W)


Berat seismik efektif ditentukan berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.7.2. Bangunan
yang di desain dalam Tugas Akhir ini tidak memiliki gudang atau tempat
penyimpanan sehingga berat seismik efektif hanya terdiri dari beban mati, partisi
dan SIDL. Berat efektif dari bangunan adalah 581.182 kN.

4. Menentukan Gaya Geser Statik (Vs)


Gaya geser statik dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan di bawah ini,
dengan menggunakan nilai Cs dan W yang telah ditentukan sebelumnya.
𝑉𝑠 = 𝐶𝑠×𝑊
𝑉𝑠 = 0,0499 × 581.182 = 29.000 𝑘𝑁

5. Menentukan Faktor Pengali (Scale factor)


Dalam desain menggunakan respons spektra, gaya geser dasar dinamik (Vd)
harusminimal memenuhi 0,85 gaya geser static (Vs). Jika Vd kurang dari 0,85 Vs,
maka beban gempa yang diberikan untuk analisis dinamik perlu diperbesar dengan
suatu faktor pengali (scale factor) yang dimasukkan pada file pemodelan ETABS,
sehingga Vd yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan 0,85 Vs.
Vd yang didapat dengan dari pemodelan ETABS adalah sebesar:
𝑉𝑑𝑥 = 19850 kN
𝑉𝑑y = 18625 kN
Karena nilai Vd < Vs untuk arah x maupun arah y, maka dihitung scale factor:
0,85𝑉𝑠
SF = 𝑉𝑑

Nilai scale factor ini tidak dapat langsung digunakan karena perlu dikalikan dengan
𝐼𝑒
faktor 𝑔 × 𝑅 , sehingga:
0,85𝑥29.000 1,25 m mm
SFx = 𝑥 9,8 𝑥 = 1,901 𝑠2 = 1903
19.850 8 𝑠2
0,85𝑥29.000 1,25 m mm
SFy = 𝑥 9,8 𝑥 = 2,026𝑠2 = 2028
18.625 8 𝑠2

58
Kesimpulan perhitungan Vs dan nilai faktor pengali dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini.

Tabel II.37 Penskalaan Gaya Gempa

Gaya Lateral Ekivalen Arah X Gaya Lateral Ekivalen Arah Y Satuan


SD1 0,320
SDS 0,528
R 8
Ie 1,25
T min 0,715 detik
T maks 1,001 detik
T model 1,06 1,11 detik
T 1,0 detik
Cs 0,04995
Cs max 0,08250
Cs min1 0,02904
Cs Pakai 0,04995 0,04995
W 581182,0 581182,0 kN
Vs 29030,1 29030,1 kN
Scale Factor Arah X Scale Factor Arah Y Satuan
Vd 19850,0 18625,0 kN
Vs 29030,1 29030,1 kN
0,85 Vs 24675,6 24675,6 kN
Faktor Perlu Perlu
Pengali 1,2 1,3
Scale Factor 1903,5 2028,7 m/s2
Penskalaan gaya gempa diiterasi terus menerus hingga didapatkan nilai Gaya geser
dinamik yang mendekati 85% gaya geser statik. Hasil iterasi didapatkan berupa
scale factor untuk arah x dan arah y untuk masing-masing arah bernilai 2372 m/s2
dan 2226 m/s2.
Di bawah ini dapat dilihat gambar grafik penskalaan gempa dari gaya gempa
dinamik menuju 85% dari gaya gempa statik.

59
Gambar II.13 Grafik Penskalaan Gaya Gempa
II.5.2.2 Simpangan Antar Lantai (Interstory Drift)

Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain () harus dihitung sebagai
perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau.
Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diizinkan untuk
menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa
tingkat diatasnya. Jika desain tegangan izin digunakan,  harus dihitung
menggunakan gaya gempa yang ditetapkan dalam pasal 7.8 SNI 1726:2012 tanpa

60
reduksi untuk desain tegangan izin. Ilustrasi simpangan yang terjadi pada bangunan
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.14 Ilustrasi Simpangan Antar Lantai


(Sumber: SNI 1726:2012)
Persamaan untuk menentukan defleksi pusat massa pada tingkat x dilambangkan
dengan x adalah sebagai berikut:
δxe
𝛿𝑥= 𝐶𝑑 𝑥 Ie

Dimana:
Cd = Faktor amplifikasi
xe = Defleksi pada lokasi yang disyaratkan ditentukan dengan analisis elastis
Ie = Faktor keutamaan gempa

Tabel II.38 Simpangan Antar Lantai Ijin

(Sumber: SNI 1726:2012)

61
Dari tabel di atas, untuk kategori risiko III, dan untuk jenis struktur “semua struktur
lainnya” (karena tidak memenuhi ke-3 definisi struktur pada tabel), maka:
Simpangan ijin = 0,015 x hsx.

Sesuai dengan SNI 1726:2012 yang mensyaratkan simpangan antar lantai tingkat
desain (𝛿) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai izin (𝛿a) tersebut, maka
dilakukan pengecekan data story drift untuk masing-masing arah x dan arah y yang
didapatkan dari ETABS. Untuk arah x, digunakan beban kombinasi maksimum
gempa x dan maksimum gempa y untuk arah y. Setelah nilai story drift didapatkan,
nilai tersebut dikalikan dengan Cd/Ie dan didapatkan nilai simpangan per lantai
yang kemudian dibandingkan dengan nilai simpangan antar lantai izin. Dari
perangkat lunak ETABS dapat diilustrasikan simpangan yang terjadi sebagai
berikut.

Gambar II.15 Ilustrasi Story Drift pada Senayan Park Lifestyle Center
Contoh Perhitungan disajikan untuk lantai atap bangunan:

𝑆𝑡𝑜𝑟𝑦 𝐷𝑟𝑖𝑓𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑝 (𝛿xe) =1,079 𝑚𝑚


𝐶𝑑 5,5
𝛿 = 𝛿xe 𝑥 = 1,079 𝑥 1,25 =4,747 𝑚𝑚
𝐼𝑒

𝛿 𝑖𝑧𝑖𝑛=0.015 𝑥 5000 = 75 𝑚𝑚
𝛿 = 4,747 𝑚𝑚 < 𝛿𝑖𝑧𝑖𝑛 = 75 𝑚𝑚 (𝑶𝑲)

62
Berikut ini hasil perhitungan simpangan dan pengecekannya terhadap simpangan
izin untuk arah x dan y.

Tabel II.39 Pengecekan Simpangan Antar Lantai

Story Drift
Story Direction  (mm)  ijin (mm) CEK
 xe(mm)
Atap X 1,079 4,747 75 Syarat Terpenuhi
Atap Y 1,144 5,033 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 4 X 1,923 8,461 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 4 Y 1,952 8,587 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 3 X 2,374 10,446 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 3 Y 2,362 10,392 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 2 X 1,854 8,155 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 2 Y 1,785 7,854 75 Syarat Terpenuhi
Lantai 1 X 0,052 0,229 72 Syarat Terpenuhi
Lantai 1 Y 0,072 0,315 72 Syarat Terpenuhi
Basement 1 X 0,042 0,183 60 Syarat Terpenuhi
Basement 1 Y 0,056 0,244 60 Syarat Terpenuhi
Base 0

Gambar II.16 Grafik Pengecekan Simpangan Antar Lantai


II.5.2.3 Efek P-Delta

Efek P-Delta adalah suatu feomena yang terjadi akibat perbesaran gaya yang terjadi
akibat defleksi/eksentrisitas pusat massa dari masing-masing lantai struktur.

63
Pengaruh P-delta ditentukan dengan menghitung nilai koefisien stabilitas (θ) yang
merupakan acuan untuk menentukan kestabilan bangunan terhdap P-Delta. Nilai ini
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

PxΔIe
θ=
VxhxxCd

Dimana:
θ = koefisien stabilitas.
Px = beban desain vertikal total pada dan diatas tingkat x (kN).
Dalam menghitung Px, faktor beban individu tidak perlu melebihi 1,0.
Δ = simpangan antar lantai tingkat desain (Pasal 7.8.6) yang
terjadi secara serentak dengan Vx. (mm).
Ie = faktor keutamaan gempa sesuai (Pasal 4.1.2).
Vx = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x – 1 (kN).
Cd = faktor perbesaran defleksi

Nilai  tidak boleh melebihi nilai max yang didapatkan dari persamaan berikut:
0,5
θmax = ≤ 0,25
βCd
Keterangan :
 = Rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser antar tingkat x dan x-1
(diambil sebesar 1,0 dalam pendekatan konservatif)

Untuk pengecekan pengaruh P-Delta, dibutuhkan data story forces tiap lantai. Data
P didapatkan dengan menggunakan kombinasi beban 1.0 DL + 1.0 SDL + 0.5 LL.
Vx didapatkan menggunakan kombinasi beban gempa maksimum arah x, dan Vy
didapatkan menggunakan kombinasi gempa maksimum arah y. Dari data tiap lantai
tersebut dihitung koefisien stabilitas dari masing-masing lantai. Berikut ini data
story forces dan hasil perhitungan θ pada tiap lantai:

Tabel II.40 Data Story Forces

64
P VX VY X Y
Story Location
kN kN kN mm mm
Atap Bottom 62003,25 8066321 7255866 4,747 5,033
Lantai 4 Bottom 171208,14 16667449 14707765 8,461 8,587
Lantai 3 Bottom 284812,67 22743367 19975795 10,446 10,392
Lantai 2 Bottom 403574,08 26613406 23432247 8,155 7,854
Lantai 1 Bottom 464012,1 22138124 19471365 0,229 0,315
Basement 1 Bottom 555610,18 25610650 22734271 0,183 0,244

Dari perhitungan di atas disyaratkan bahwa:


 Jika koefisien stabilitas (θ) lebih besar dari 0,10 tetapi kurang dari atau sama
dengan θmax, pengaruh P-Delta harus dilakukan dengan analisis rasional.
Namun, sebagai alternatif, diizinkan untuk mengalikan perpindahan dan
1,0
gaya komponen struktur dengan (1−θ).

 Jika koefisien stabilitas () lebih besar dari max, struktur berpotensi tidak
stabil dan harus didesain ulang.

Tabel II.41 Pengecekan Koefisien Stabilitas Arah X dan Arah Y


Story X Y max h Cek X Cek Y
Atap 0,00166 0,00195 0,09091 5 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

Lantai 4 0,00395 0,00454 0,09091 5 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat


Lantai 3 0,00595 0,00673 0,09091 5 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
Lantai 2 0,00562 0,00615 0,09091 5 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

Lantai 1 0,00023 0,00036 0,09091 4,8 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

Basement 1 0,00023 0,00034 0,09091 4 Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat

65
Pengecekan Efek P-Delta
27

Ketinggian Lantai (m) 22


17
12
Arah X
7
Arah Y
2
Max
-3
-8
0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100

Gambar II.17 Grafik Pengecekan Efek P-Delta

Terlihat bahwa tidak ada nilai θ yang melebihi θmax maupun nilai 0,1, sehingga
dapat disimpulkan bahwa bangunan yang dimodelkan stabil terhadap efek P-Delta
dan P-Delta tidak perlu diperhitungkan dalam analisis struktur gedung ini.
II.5.2.4 Eksentrisitas dan Torsi

Beban lateral dapat mengakibatkan torsi pada bangunan ketika beban lateral
tersebut cenderung memutar bangunan tersebut dengan arah vertikal. Torsi
merupakan efek momen termasuk putaran/puntiran yang terjadi pada penampang
tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen. Hal ini terjadi ketika pusat beban
tidak tepat dengan pusat kekakuan elemen vertikal beban lateral sistem ketahanan
struktur tersebut. Eksentrisitas di antara pusat kekakuan dan massa bangunan dapat
menyebaban gerakan torsi selama terjadinya gempa. Torsi ini dapat meningkatkan
displacement pada titik ekstrem bangunan dan menimbulkan masalah pada elemen
penahan lateral yang berlokasi pada tepi gedung.

Torsi berdasarkan SNI 1726:2012 terdiri dari torsi bawaan dan torsi tak terduga.
Eksentrisitas dari torsi bawaan dapat dilihat melalui perangkat lunak ETABS.
Berikut ini merupakan data eksentrisitas dari torsi bawaan yang didapatkan melalui
ETABS untuk masing-masing arah baik sumbu-x maupun sumbu-y.

Tabel II.42 Torsi Bawaan Arah X dan Arah Y

66
XCCM YCCM XCR YCR eox eoy
Story
m m m m m m
Atap 96,7916 54,7687 96,7916 54,7687 0 0
Lantai 4 96,9226 54,7302 97,0043 54,7062 0,0817 0,024
Lantai 3 97,0256 54,9667 97,1866 55,3365 0,161 0,3698
Lantai 2 96,8188 55,0705 96,3134 55,3241 0,5054 0,2536
Lantai 1 98,2272 54,1441 102,8809 51,0833 4,6537 3,0608
Basement 1 98,8015 53,6755 101,9659 51,0927 3,1644 2,5828

Dimana:

Sedangkan eksentrisitas dari torsi tak terduga adalah eksentrisitas tambahan sebesar
5% dari dimensi arah tegak lurus panjang bentang struktur bangunan dimana gaya
gempa terjadi.

Berdasarkan SNI 1726:2012, eksentrisitas torsi tak terduga harus dikalikan dengan
faktor pembesaran momen torsi tak terduga (A). Faktor pembesaran tersebut
ditentukan dari persamaan berikut:

Keterangan:
max = Perpindahan maksimum di tingkat x yang dihitung dengan
mengasumsikan A bernilai 1 (mm)
average = Rata-rata perpindahan di titik-titik terjauh struktur yang dihitung
dengan mengasumsikan A bernilai 1 (mm)

Eksentrisitas desain yang digunakan untuk arah x dan y adalah nilai gabungan
eksentrisitas torsi bawaan dan eksentrisitas torsi tak terduga, yaitu dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:

67
Kemudian eksentrisitas bawaan dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Dengan diketahui nilai eox dan eoy yang telah dihitung pada tabel sebelumnya, nilai
Lx = 161 m dan Ly = 154,72 m serta Ax = Ay = 1, maka didapatkan eksentrisitas
bawaan dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel II.43 Eksentrisitas Bawaan Arah X dan Arah Y


eox eoy edx edy eks x eks y
Story
m m m m m m
Atap 0 0 8,05 7,736 0,0500 0,0500
Lantai 4 0,0817 0,024 8,1317 7,76 0,0505 0,0502
Lantai 3 0,161 0,3698 8,211 8,1058 0,0510 0,0524
Lantai 2 0,5054 0,2536 8,5554 7,9896 0,0531 0,0516
Lantai 1 4,6537 3,0608 12,7037 10,7968 0,0789 0,0698
Basement 1 3,1644 2,5828 11,2144 10,3188 0,0697 0,0667

Setelah didapatkan nilai dari eksentrisitas bawaan, nilai tersebut akan dimasukkan
kedalam perangkat lunak ETABS 2016 pada beban gempa arah-x dan arah-y.
II.5.2.5 Redundansi Struktur
Permodelan struktur dimulai dengan mengasumsikan redundansi struktur sama
dengan 1,3. Berdasarkan peraturan SNI 1726:2012 pasal 7.3.4.2, untuk Kategori
Desain Seismik D sampai F, faktor redundansi () harus sama dengan 1.3 kecuali
jika satu dari dua kondisi berikut dipenuhi, dimana  diizinkan diambil sebesar
1.0:
a. Masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35 persen geser dasar
dalam arah yang ditinjau harus sesuai dengan tabel dibawah ini

Tabel II.44 Persyaratan untuk Masing-masing Tingkat yang Menahan Lebih dari
35 Persen Gaya Geser Dasar

68
(Sumber: SNI 1726:2012)
b. Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem penahan
gaya gempa terdiri dari paling sedikit dua bentang perimeter penahan gaya
gempa yang merangka pada masing-masing sisi struktur dalam masing-
masing arah ortogonal di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35 persen
geser dasar. Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai
panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat atau dua kali panjang
dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat, hnx, untuk konstruksi rangka
ringan.

Prosedur harus sesuai dengan prosedur dari dokumen FEMA 751 dapat
diperhatikan pada di gambar di bawah ini.

69
Gambar II.18 Prosedur Pemeriksaan Faktor Redundansi
(Sumber: FEMA P-750)

Langkah pertama adalah memeriksa kekakuan struktur apakah rasio kekakuan


struktur antara suatu lantai dengan dasar bangunan lebih dari 35 persen atau tidak.
Jika ada yang melebihi 35 persen, elemen balok yang ada pada lantai tersebut akan
dihilangkan lalu program diiterasi ulang dan diperiksa apakah kekakuan struktur
tereduksi melebihi 33 persen. Jika terdapat reduksi kekakuan yang melebihi 33
persen, redundansi struktur yang digunakan tetap 1.3. Berikut ini hasil pemeriksaan
rasio kekakuan struktur.

70
Tabel II.45 Pemeriksaan Rasio Kekakuan Struktur

Stiffness X Shear Y Stiffness Y


Story Load Case Rasio X Story Load Case Rasio X
kN/m kN kN/m
Atap Ex Case 1396477,03 0,00618 Atap Ey Case 5594,95 1462705,42 0,00648
Lantai 4 Ex Case 1582018,14 0,00701 Lantai 4 Ey Case 11305 1767604,89 0,00783
Lantai 3 Ex Case 1716555,68 0,00760 Lantai 3 Ey Case 15336,95 1957664,79 0,00867
Lantai 2 Ex Case 2499129,35 0,01107 Lantai 2 Ey Case 18003,47 2935089,57 0,01300
Lantai 1 Ex Case 120764532 0,53484 Lantai 1 Ey Case 14304,96 78582358 0,34802
Basement 1 Ex Case 225795206 1 Basement 1 Ey Case 16419,55 148512283 1

Dapat dilihat pada tabel diatas, pada lantai 1 terdapat rasio kekakuan yang melebihi
35%. Maka, tahanan momen elemen balok pada lantai tersebut akan dihilangkan
dan diperiksa apakah terjadi reduksi kekakuan yang melebihi 33%.

Tabel II.46 Kekakuan Struktur Setelah Tahanan Momen Dihilangkan

Stiffness X Stiffness Y
Story Load Case
kN/m kN/m
Atap Ex Case 1388869,99 869371,83
Lantai 4 Ex Case 1575514,98 985714,34
Lantai 3 Ex Case 1699648,1 1075568,6
Lantai 2 Ex Case 2349454,27 1562377,8
Lantai 1 Ex Case 106794522 58127293
Basement 1 Ex Case 230120802 142296882
Atap Ey Case 1074377,52 1450130,1
Lantai 4 Ey Case 1210949,38 1761309,8
Lantai 3 Ey Case 1317015,5 1940489,8
Lantai 2 Ey Case 1845343,78 2766656,1
Lantai 1 Ey Case 58712174 68938565
Basement 1 Ey Case 121532789 150849505

Yang perlu diperhatikan hanya pada kekakuan Arah-X untuk beban Ex pada lantai
1. Perhitungan reduksi kekakuan setelah tahanan momen balok pada lantai tersebut
dihilangkan adalah seperti di bawah ini.

Kekakuan Awal = 127.182.585 kN/m


Kekakuan Setelah = 112.597.200 kN/m
𝐾𝑒𝑘𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙−𝐾𝑒𝑘𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 127.182.585−112.597.200
Reduksi Kekakuan = =
𝐾𝑒𝑘𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 𝐴𝑤𝑎𝑙 127.182.585

Reduksi Kekakuan = 0,1147 = 11,47%

Karena reduksi tidak melebihi 33 persen, disimpulkan bahwa redundansi struktur


yang digunakan adalah 1,3.

71
II.5.2.6 Ketidakberaturan Struktur

Berdasarkan SNI 1726:2012Pasal 7.3.3, terdapat beberapa ketidakberaturan baik


horizontal maupun vertikal yang perlu diperiksa sesuai dengan kategori desain
seismik dari bangunan Senayan Park Lifestyle Center yang didesain, yang
ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel II.47 Ketidakberaturan Horizontal pada Struktur

(Sumber: SNI 1726:2012)

Tabel II.48 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur

72
(Sumber: SNI 1726:2012)

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan pengecekan ketidakberaturan masing-


masing arah (horizontal dan vertikal) adalah seperti pada tabel berikut.

Tabel II.49 Kesimpulan Pengecekan Ketidakberaturan


Kesimpulan Pengecekan Ketidakberaturan
Horizontal Hasil Pengecekan
1a Ketidakberaturan Torsi Tidak Ada
1b Ketidakberaturan Torsi Berlebihan Tidak Ada
2 Ketidakberaturan Sudut Dalam Ada
3 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma Tidak Ada
4 Ketidakberaturan Pergeseran Melintang Bidang Tidak Ada
5 Ketidakberaturan Sistem Nonparalel Ada
Vertikal Hasil Pengecekan
1a Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Tidak Ada
1b Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan Tidak Ada
2 Ketidakberaturan Berat (Massa) Tidak Ada
3 Ketidaberaturan Geometri Vertikal Tidak Ada
4 Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral Vertikal Tidak Ada
5a Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat Tidak Ada
5b Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat Berlebihan Tidak Ada

73
II.5.2.6.1 Ketidakberaturan Horizontal
Ketidakberaturan Torsi
Pengecekan ketidakberaturan torsi dilakukan dengan memperhatikan defleksi
maksimum (max) dan defleksi rata-rata (avg) dari suatu struktur.
max < 1.2 avg : Tanpa ketidakberaturan torsi
1.2 avg < max < 1.4 avg : Ketidakberaturan torsi 1a
max > 1.4 avg : Ketidakberaturan 1b
Contoh Perhitungan Lantai Atap untuk arah-X:
1. Diketahui nilai Ux1 = 20,53 mm dan Ux2 =20,874 mm.
2. 𝛿𝑚𝑎𝑥 = max(20,53;20,874) = 20,874 𝑚𝑚
20,53+20,874
3. 𝛿𝑎𝑣𝑔 = = 20,702 𝑚𝑚
2
δmax 20,874
4. = 20,792 = 1,0083 < 1.2 (Tanpa Ketidakberaturan Torsi)
δavg

Perhitungan dilakukan untuk kedua arah, kombinasi beban yang digunakan adalah
kombinasi maksimum gempa untuk arahnya masing-masing. Hasil pengecekan
ketidakberaturan torsi direkapitulasi dan ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel II.50 Pengecekan Ketidakberaturan Torsi Arah-X


UX UX Delta max Delta ave Cek
Story Label Label Max/Ave
mm mm mm mm Ketidakberaturan
Atap 3 20.874 7 20.53 20.874 20.702 1.008308 Tidak ada
Lantai 4 3 18.051 7 17.734 18.051 17.8925 1.008858 Tidak ada
Lantai 3 3 12.642 7 12.397 12.642 12.5195 1.009785 Tidak ada
Lantai 2 3 5.675 7 5.547 5.675 5.611 1.011406 Tidak ada
Lantai 1 3 0.15 7 0.156 0.156 0.153 1.019608 Tidak ada
Basement 1 3 0.057 7 0.059 0.059 0.058 1.017241 Tidak ada

Tabel II.51 Pengecekan Ketidakberaturan Torsi Arah-Y


UX UX Delta max Delta ave Cek
Story Label Label Max/Ave
mm mm mm mm Ketidakberaturan
Atap 3 5.134 7 3.636 5.134 4.385 1.171 Tidak ada
Lantai 4 3 4.46 7 3.143 4.46 3.8015 1.173 Tidak ada
Lantai 3 3 3.15 7 2.197 3.15 2.6735 1.178 Tidak ada
Lantai 2 3 1.425 7 0.981 1.425 1.203 1.185 Tidak ada
Lantai 1 3 0.044 7 0.056 0.056 0.05 1.120 Tidak ada
Basement 1 3 0.02 7 0.026 0.026 0.023 1.130 Tidak ada

Dari tabel di atas diambil kesimpulan bahwa tidak ada ketidakberaturan torsi pada
bangunan Senayan Park Lifestyle Center.

74
Ketidakberaturan Sudut Dalam

Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada jika kedua proyeksi denah struktur
dari dalam lebih besar dari 15% dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan.

Gambar II.19 Ketidakberaturan Sudut Dalam


(Sumber: FEMA 451 B)

Data untuk memeriksa ketidakberaturan sudut dalam sesuai dengan denah pada
pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

Tabel II.52 Pengecekan Ketidakberaturan Sudut Dalam


Ketidakberaturan Sudut Dalam
Tower Lantai Xp (m) Total X (m) Rasio X Yp (m) Total Y (m) Rasio Y Cek Sudut Dalam

Atap 16 156 0,103 8,000 38,000 0,211 Ada


4 16 156 0,103 8,000 38,000 0,211 Ada
3 16 156 0,103 8,000 38,000 0,211 Ada
I 2 16 156 0,103 8,000 38,000 0,211 Ada
Dasar 16 156 0,103 8,000 38,000 0,211 Ada
B1 16 161 0,099 0,000 32,150 0,000 Ada
B2 16 161 0,099 0,000 32,150 0,000 Ada
Atap 8 37 0,216 14,000 78,000 0,179 Ada
4 8 37 0,216 14,000 78,000 0,179 Ada
3 8 37 0,216 14,000 78,000 0,179 Ada
II 2 8 37 0,216 14,000 78,000 0,179 Ada
Dasar 8 37 0,216 14,000 78,000 0,179 Ada
B1 8 72 0,111 0,000 39,000 0,000 Ada
B2 8 72 0,111 0,000 39,000 0,000 Ada

Karena struktur ini memiliki ketidakberaturan sudut dalam, perlu dilakukan


pengecekan terhadap gaya desain diafragma pada sambungan serta pengecekan
elemen kolektor pada struktur yang dinaikkan sebesar 25%.

75
Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma

Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma didefinisikan ada jika terdapat


diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang
mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah
diafragma kotor yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif
lebih dari 50 persen dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya.

Gambar II.20 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma


(Sumber: FEMA 451 B)

Tabel berikut ini menunjukkan perhitungan pengecekan ketidakberaturan


diskontinuitas diafragma.

Tabel II.53 Pengecekan Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma

Tower Lantai Luas Void (m2) Luas Lantai (m2) %daerah terbuka CEK
Atap 0 5928 0% Tidak Ada
4 352 5928 6% Tidak Ada
3 352 5928 6% Tidak Ada
I 2 448 5928 8% Tidak Ada
Dasar 64 5928 1% Tidak Ada
B1 64 5176,15 1% Tidak Ada
B2 64 5176,15 1% Tidak Ada
Atap 0 2886 0% Tidak Ada
4 352 2886 12% Tidak Ada
3 352 2886 12% Tidak Ada
II 2 416 2886 14% Tidak Ada
Dasar 64 2886 2% Tidak Ada
B1 64 2808 2% Tidak Ada
B2 64 2808 2% Tidak Ada

Berdasarkan tabel di atas diambil kesimpulan bahwa tidak ada ketidakberaturan


diskontinuitas diafragma dari bangunan Senayan Park Lifestyle Center.

76
Ketidakberaturan Pergeseran Melintang Terhadap Bidang

Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang didefinisikan ada jika


terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan lateral, seperti pergeseran melintang
terhadap bidang elemen vertikal.

Gambar II.21 Ketidakberaturan Pergeseran Melintang terhadap Bidang


(Sumber: FEMA 451 B)

Bangunan Senayan Park Life Style Center tidak memiliki ketidakberaturan jenis
pergeseran melintang terhadap bidang karena tidak ada elemen vertikal dan kolom
yang menyimpang.
Ketidakberaturan Sistem Nonparalel

Ketidakberaturan sistem nonparalel didefinisikan ada jika elemen penahan lateral


vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem
penahan gaya gempa.

77
Gambar II.22 Ketidakberaturan Sistem Nonparalel
(Sumber: FEMA 451 B)

Bangunan Senayan Park Life Style Center memiliki ketidakberaturan jenis sistem
nonparalel karena terjadi perubahan sumbu orthogonal dari kolom yang terpasang
pada bagian sambungan dari tower 1 dan tower 2 dari bangunan ini (dapat dilihat
pada lantai basement).
II.5.2.6.2 Ketidakberaturan Vertikal
Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak

Ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak didefiniskan ada jika terdapat suatu


tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat
diatasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat diatasnya
(dipilih salah satu saja). Selain itu juga terdapat ketidakberaturan kekakuan tingkat
lunak berlebihan yang didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat dimana
kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan lateral tingkat diatasnya atau
kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat diatasnya.

78
Gambar II.23 Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak
(Sumber: FEMA 451 B)
Dalam pengecekan ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak dengan ETABS nilai
yang diambil adalah nilai kekakuan struktur dan menggunakan kombinasi Ex dan
Ey untuk masing-masing arah yang ditinjau. Tabel berikut adalah pengecekan
ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak yang dilakukan.

Tabel II.54 Pengecekan Ketidakberaturan Kekakuan Arah Y


Load Stiffness Y
Story Cek Ketidakberaturan
Case kN/m
Atap Ey Case 1462705,416 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 4 Ey Case 1767604,892 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 3 Ey Case 1957664,794 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 2 Ey Case 2935089,571 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 1 Ey Case 78582358 TIDAK ADA TIDAK ADA
Basement 1 Ey Case 148512283 TIDAK ADA TIDAK ADA

Tabel II.55 Pengecekan Ketidakberaturan Kekakuan Arah X

Load Stiffness X
Story Cek Ketidakberaturan
Case kN/m
Atap Ex Case 1396477,029 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 4 Ex Case 1582018,144 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 3 Ex Case 1716555,676 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 2 Ex Case 2499129,351 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 1 Ex Case 120764532 TIDAK ADA TIDAK ADA
Basement 1 Ex Case 225795206 TIDAK ADA TIDAK ADA

79
Karena pengecekan untuk seluruh lantai untuk kedua arah disimpulkan tidak
terdapat ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak, maka tidak perlu dilanjutkan
pengecekan terhadap kekakuan tingkat lunak yang berlebihan. Dari pengecekan
tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak
untuk bangunan Senayan Park Lifestyle Center.

Ketidakberaturan Berat (Massa)

Ketidakberaturan berat (massa) didefinisikan ada jika massa efektif tingkat lebih
dari 150 persen massa tingkat didekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai
dibawahnya tidak perlu ditinjau. Dalam SNI 1726:2012 diatur suatu pengecualian
bahwa ketidakberaturan ini tidak berlaku bila tidak satupun drift ratio tingkat lebih
besar dari 1.3 kali drift ratio tingkat diatasnya.

Gambar II.24 Ketidakberaturan Berat (Massa)


(Sumber: FEMA 451 B)

Berikut ini adalah tabel hasil pengecekan ketidakberaturan berat (massa).

Tabel II.56 Pengecekan Ketidakberaturan Berat (Massa)


Mass X Mass Y Ketidakberaturan Rasio Ketidakberaturan
Story
kg kg X Rasio Y
Atap 6616403,47 6616403,47 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 4 10611712,6 10611712,63 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 3 11020623,4 11020623,44 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 2 11558216,5 11558216,45 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 1 12047291,8 12047291,82 TIDAK ADA TIDAK ADA
Basement 1 9410074,01 9410074,01 TIDAK ADA TIDAK ADA

80
Berdasarkan tabel di atas diambil kesimpulan bahwa tidak ada ketidakberaturan
berat pada bangunan Senayan Park Lifestyle Center.
Ketidakberaturan Geometri Vertikal

Ketidakberaturan geometri vertikal didefinisikan ada jika dimensi horizontal sistem


penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horizontal
sistem penahan gaya gempa tingkat didekatnya.

Gambar II.25 Ketidakberaturan Geometri Vertikal


(Sumber: FEMA 451 B)

Pada bangunan Senayan Park Lifestyle Center, terdapat perubahan dimensi kolom
sebanyak satu kali yaitu pada lantai basement dengan ukuran 1000 mm x 600 mm
menjadi 900 mm x 500 mm pada lantai dasar. Rasio dari dimensi kolom tersebut
1000 600
adalah sebesar = 1,11 <1,3 dan = 1,20, sehingga tidak terdapat
900 500

ketidakberaturan geometri vertikal pada bangunan ini.


Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan
Gaya Lateral

Diskontinuitas arah bidang dalam ketidakberaturan elemen penahan gaya lateral


vertikal didefinisikan ada jika pergeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral
lebih besar dari panjang elemen tersebut atau terdapat reduksi kekakuan elemen
pneahan di tingkat dibawahnya.

81
Gambar II.26 Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen
Penahan Gaya Lateral Vertikal
(Sumber: FEMA 451 B)

Karena elemen vertikal pada seluruh bangunan Senayan Park tidak terdapat
pergeseran arah bidang, maka disimpulkan tidak terdapat diskontinuitas arah
bidang dalam ketidakberaturan elemen penahan gaya lateral vertikal.
Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat

Diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat didefinisikan ada jika


kuat lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat diatasnya. Selain itu,
juga terdapat diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat yang
berlebihan yang didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen
kuat lateral tingkat diatasnya. Kuat lateral tingkat adalah kemampuan semua elemen
penahan seismik untuk menahan gaya lateral total yang dibagi dari gaya geser
tingkat untuk arah yang ditinjau.

82
Gambar II.27 Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat
(Sumber: FEMA 451 B)

Berikut adalah hasil pengecekan diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral


tingkat dan diskontinuitas dalam ketidakberaturan kuat lateral tingkat berlebihan.

Tabel II.57 Pengecekan Ketidaberaturan Kuat Lateral Tingkat


VX VY
Story Cek Ketidakberaturan 80% X Cek Ketidakberaturan 80% Y
kN kN
Atap 5463,771 6521,332 - -
Lantai 4 10890,34 13002,9978 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 3 14698,85 17615,0924 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 2 17340,72 20631,961 TIDAK ADA TIDAK ADA
Lantai 1 15443,09 16658,5866 TIDAK ADA TIDAK ADA
Basement 1 18422,04 19302,0137 TIDAK ADA TIDAK ADA

Karena pengecekan untuk seluruh lantai untuk kedua arah disimpulkan tidak
terdapat ketidakberaturan kuat lateral tingkat, maka tidak perlu dilanjutkan
pengecekan terhadap ketidaberaturan kuat lateral tingkat yang berlebihan. Dari
pengecekan tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat ketidakberaturan kekakuan
tingkat lunak untuk bangunan Senayan Park Lifestyle Center.

83
II.6 Detailing Elemen Struktur

Desain elemen struktur dilakukan dengan menggunakan persyaratan dan prosedur


desain khusus, yaitu rangka pemikul momen khusus yang tercantum dalam SNI
2847:2013 Pasal 21 (SRPMK). Komponen struktur yang didesain antara lain adalah
elemen pelat, balok, kolom, joint (hubungan balok – kolom). Komponen struktur
yang didesain dalam tugas akhir ini dilakukan dengan bantuan dari program
ETABS 2016, PCA Col, dan SAFE 2016.

II.6.1 Detailing Elemen Pelat

Pelat berfungsi untuk menahan beban vertikal yang terjadi pada suatu bangunan
dalam suatu area tertentu dan menyalurkan beban tersebut kepada balok yang
kemudian disalurkan ke kolom dan pondasi. Beban yang diterima pelat berupa
kombinasi berat sendiri termasuk superimposed dead load dan beban hidup.
Kebutuhan penulangan pada pelat didasarkan dengan gaya tarik yang terjadi yang
terdistribusi pada penampang pelat pada arahnya masing-masing untuk tulangan
atas maupun bawah. Berikut ini dapat dilihat distribusi gaya dalam momen yang
terjadi pada pelat yang didapatkan melalui program ETABS 2016.

Gambar II.28 Distribusi Gaya Dalam Momen pada Pelat Lantai Basement

84
Gambar II.29 Distribusi Gaya Dalam Momen pada Pelat Lantai Atas

Untuk mempermudah pekerjaan, digunakan perangkat lunak CSI SAFE 2016.


Permodelan yang dilakukan pada CSI SAFE 2016 dilakukan untuk 2 tipikal yaitu
untuk lantai pada basement, dan lantai atas. Permodelan struktur pada CSI SAFE
2016 identik dengan permodelan pada ETABS 2016, sehingga dapat digunakan
fitur export dan import dari program tersebut. Berikut ini hasil permodelan pada
CSI SAFE 2016.

85
Gambar II.30 Pemodelan Pelat Lantai Basement pada SAFE 2016

Gambar II.31 Pemodelan Pelat Lantai Atas pada SAFE 2016

86
Setelah dimodelkan, program dijalankan dan didapatkan hasil analisis kebutuhan
luas tulangan yang dibutuhkan untuk daerah pelat pada model-model diatas seperti
gambar dibawah ini (sesuai dengan warna masing-masing daerah dalam satuan
mm2/m) dengan keterangan untuk daerah berwarna ungu, tidak dibutuhkan
tulangan sama sekali.

Gambar II.32 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 2 Lantai Basement

Gambar II.33 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 1 Lantai Basement

87
Gambar II.34 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 2 Lantai Basement

Gambar II.35 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 1 Lantai Basement

88
Gambar II.36 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 2 Lantai Atas

Gambar II.37 Luas Tulangan Perlu Top Rebar - Arah 1 Lantai Atas

89
Gambar II.38 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 2 Lantai Atas

Gambar II.39 Luas Tulangan Perlu Bot Rebar - Arah 1 Lantai Atas

Agar lebih mudah dimengerti, berikut ini akan diberikan contoh perhitungan
penulangan pelat untuk lantai atas arah-1 pada tulangan atas sesuai dengan
kebutuhan tulangan dari SAFE 2016:

90
Berdasarkan kalkulasi program, terdapat daerah maksimum dengan luas tulangan
yang dibutuhkan = 756,925 mm2/m sesuai dengan gambar di atas.
Karena sudah memenuhi luas tulangan minimum = 0,0018bh = 0,0018 x 140 x 1000
= 252 mm2/m, maka akan didesain spasi tulangan yang memenuhi hasil kalkulasi
program.
Tulangan yang akan digunakan adalah tulangan diameter = 13 mm
Luas tulangan 13 mm = 132.7323 mm2
Luas tul.butuh 756,925
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = = 132,7323 = 5,7 ≅ 6 tulangan /𝑚
Luas tul.pakai
1000
𝑆𝑝𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = 166,67 𝑚𝑚 ≅ 160 mm > 450 mm(Spasi maksimum).
6

Pengecekan kecukupan tulangan yang terpasang (sebagai contoh untuk tulangan


atas arah-1) dapat dilakukan melalui pendekatan pengecekan berat tulangan yang
terpasang yaitu sebagai berikut.
 Tulangan yang dibutuhkan adalah 756,925 mm2/m sehingga berat tulangan
yang dibutuhkan untuk suatu potongan daerah pelat, Berat tulangan
𝑘𝑔
terpasang = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑢𝑙. 𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ 𝑥 7850 𝑚3 = 5,94 kg/m

 Tulangan terpasang sebanyak 6 tulangan sehingga berat tulangan yang


dibutuhkan untuk suatu potongan daerah pelat, Berat tulangan terpasang =
𝑘𝑔
Jumlah tul. terpasang 𝑥 Luas 1 buah tul 𝑥 7850 𝑚3 = 6,25 kg/m.

Dapat dilihat bahwa tulangan terpasang sudah lebih banyak (baik dari segi berat
maupun spasi), sehingga untuk arah-1 pada tulangan atas pada tipikal pelat lantai
atas, digunakan tulangan D13 dengan spasi 160 mm. Desain dilakukan untuk top
dan bottom rebar dengan pembagian daerah tumpuan dan daerah lapangan untuk
menghemat biaya konstruksi bagian pelat, untuk daerah yang sebenarnya tidak
dibutuhkan tulangan (contohnya tulangan top daerah lapangan), akan didesain
dengan spasi untuk luas tulangan minimum dengan spasi yang masuk akal (tidak
terlalu jauh) agar konstruksi mudah dilakukan. Tabel berikut ini menunjukkan hasil
perhitungan untuk seluruh tipikal pelat.

Tabel II.58 Penulangan Longitudinal Pelat Lantai Basement

91
Lantai Basement (B1-B2) Spasi pakai (mm)
Lua s Butuh ma ks i mum (mm2/m) Tul a nga n As Pa ka i Tul a nga n Mi ni mum Jumlah Tulangan Juml a h Tul . Pa ka i Spa s i Top Bottom
Arah
Top (tumpuan) Bottom (lapangan) Pa ka i (mm2/tul ) (mm2/m) Top Bottom Top Bottom ma x (mm) Tumpuan Lapangan Lapangan Tumpuan
1 596,52 199,35 13 132,73 4,49 1,90 5 2 200 250 250 250
252 450
2 596,52 199,35 13 132,73 4,49 1,50 5 2 200 250 250 250

Tabel II.59 Penulangan Longitudinal Pelat Lantai Atas

Selain tulangan longitudinal perlu dilakukan pengecekan apakah dibutuhkan


tulangan geser pada pelat dengan membandingkan nilai dari kapasitas geser pelat
Vc dengan nilai Vu dari program SAFE 2016.

Tabel II.60 Pengecekan Kebutuhan Tulangan Geser pada Pelat

Pengecekan Kapasitas Geser Pelat


b (mm) 1000 Diameter tul (mm) 13
fc' 30 d 108,5
Selimut Beton (mm) 25 Vu (kN) 34,48
Tebal Pelat (mm) 140 (kN) 74,28487

Dapat dilihat bahwa nilai dari Vc = 74,28 kN > 34,48 kN = Vu, sehingga diambil
kesimpulan bahwa tidak diperlukan tambahan tulangan geser pada pelat untuk
menahan beban geser yang terjadi.

Tabel II.61 Kesimpulan Penulangan Pelat

Spasi Tulangan Terpasang Pelat (mm)


Lantai Atas (1-Atap) Lantai Basement (B1-B2)
Top Bottom Arah Top Bottom
Arah
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
1 160 250 250 200 1 200 200 250 250
2 140 250 250 200 2 200 200 250 250
panjang angkur (mm) 160 panjang angkur (mm) 160
panjang penyaluran (mm) 300 panjang penyaluran (mm) 300
Tanpa Tulangan Geser

II.6.2 Detailing Balok

Balok adalah suatu elemen struktur yang didesain untuk mampu menahan lentur,
geser dan juga torsi. Dalam tugas akhir bangunan Senayan Park Lifestyle Center ini
desain balok dilakukan dengan bantuan program ETABS 2016 untuk mendapatkan

92
gaya dalam ultimit. Perlu diperhatikan bahwa beban yang digunakan dalam desain
adalah berdasarkan pada analisis ETABS untuk kombinasi Envelope (untuk balok
anak digunakan kombinasi Envelope non-gempa). Berikut ini akan ditampilkan
contoh diagram gaya dalam yang terjadi untuk suatu bentang pada bangunan
Senayan Park, yang dikeluarkan melalui program ETABS 2016.

Gambar II.40 Diagram Gaya Dalam Momen pada Balok

Gambar II.41 Diagram Gaya Dalam Geser pada Balok


II.6.2.1 Detailing Balok Anak

Terdapat hanya satu jenis tipikal balok anak pada bangunan Senayan Park Lifestyle
Center, dan di bawah ini ditunjukkan nilai maksimum dari gaya dalam dan property
pada balok anak tersebut.

Tabel II.62 Properti Penampang Balok Anak

Properti Balok Anak


h (mm) 600 Selimut (mm) 40
b (mm) 350 Sengkang (mm) 13
fc' 30 fy 420
1 0.835714286 Bentang bersih maks (mm) 5675

Tabel II.63 Gaya Dalam Ultimit Balok Anak

Gaya Dalam Ultimit


Balok Anak
Balok
M3 Max (kN-m) 212,2126
M3 Min (kN-m) -308,9311
T Max (kN-m) 95,6337
V2 Max (kN) 162,465

93
II.6.2.1.1 Penulangan Lentur

Tinggi efektif penampang balok anak adalah (asumsikan digunakan diameter 25


mm untuk tulangan lentur)

dtulangan
𝑑𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 – 𝑑𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 − ⁄
2

𝑑desain= 600 – 40 − 13− (25⁄2) = 534,5 𝑚𝑚

𝑗𝑑 = 0.875 𝑥 𝑑 =0.875 𝑥 534,5 = 467,69 𝑚𝑚

Sehingga luas tulangan yang dibutuhkan untuk balok anak bagian tumpuan
dan lapangan adalah

𝑀𝑢 212.212.600
𝐴𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = = 1333,77 𝑚𝑚2
𝜙𝑓𝑦 𝑗𝑑 0,9 × 420 × 467,69

𝑀𝑢 308.931.100
𝐴𝑠 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = = = 1941,65 𝑚𝑚2
𝜙𝑓𝑦 𝑗𝑑 0,9 × 420 × 467,69

Pengecekan luas tulangan minimum

Dari nilai luas tulangan tersebut, berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1
terdapat tulangan minimum yang disyaratkan:

Syarat 1 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

√𝑓𝑐 ′ √30
𝐴𝑠−𝑚𝑖𝑛 = 𝑏𝑤 𝑑 = × 350 × 534,5 = 609,91 𝑚𝑚2
4𝑓𝑦 4 × 420

Syarat 2 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

1,4 1,4
𝑏𝑤 𝑑 = × 350 × 534,5 = 623,58 𝑚𝑚2
𝑓𝑦 420

Syarat 3 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)


𝑆𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 3∶𝑆𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 2 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑟𝑢𝑠

94
Dari ke-3 syarat di atas karena luas tulangan yang dibuthkan sudah memenuhi luas
tulangan minimum yang disyaratkan maka digunakan luas tulangan hasil
perhitungan untuk didesain. Ditentukan akan digunakan 2 jenis tulangan yaitu
tulangan dengan diameter D25 dan D28 sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan
adalah 3D25 untuk daerah tumpuan dan 4D28 untuk daerah lapangan dengan 2
tulangan untuk masing-masing daerah yang diteruskan.

Pengecekan spasi tulangan


𝑐𝑒𝑘 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 = 2 𝑥 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 + 2 𝑥 𝑑𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 + 𝑛 𝑥 𝑑𝑡𝑢𝑙. + (𝑛−1) 𝑥 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖
𝑐𝑒𝑘 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 tum. = 2 𝑥 40 + 2 𝑥 13 + 5 𝑥 25 + (3−1) 𝑥 25 = 231 𝑚𝑚 < 350 𝑚𝑚
(OK)
𝑐𝑒𝑘 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 lap. = 2 𝑥 40 + 2 𝑥 13 + 6 𝑥 25 + (4−1)𝑥 28 = 293 𝑚𝑚 < 350 𝑚𝑚
(OK)

Pengecekan Kelelehan Tulangan

Langkah selanjutnya adalah pengecekan leleh tidaknya tulangan pada balok


berdasarkan konsep keseimbangan gaya berikut ini :

Gambar II.42 Pengecekan Kelelehan Tulangan


(Sumber: Imran, I dan Ediansjah, Z, 2009)

𝐴𝑠 𝑓𝑦 𝑎
𝑎= 𝑑𝑎𝑛 𝑐 =
0,85𝑓𝑐 ′𝑏 𝛽1

Dimana:

95
𝑓𝑐′ − 28 30 − 28
𝛽1 = 0,85 − 0,05 × = 0,85 − 0,05 ( ) = 0,836
7 7

Sehingga:
𝐴𝑠 𝑓𝑦 1472,62 420 𝑎 𝑎
𝑎 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 0,85𝑓 ′𝑏 = = 69,3; 𝑐 = 𝛽 = 0,836 = 82,92 mm
𝑐 0,85 40 350 1

𝐴𝑠 𝑓𝑦 2463 420 𝑎 𝑎
𝑎 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = 0,85𝑓 ′𝑏 = 0,85 40 350 = 115,91; 𝑐 = 𝛽 = 0,836 = 138,69 mm
𝑐 1

Dengan menggunakan konsep kesebangunan, nilai regangan baja didapatkan


dengan persamaan berikut :

534,5−82,92
𝜀 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥0,003 = 0.0163 > 0,002 (Leleh)
82,922
534,5−138,69
𝜀 tumpuan= 𝑥0,003 = 0.0085 > 0,002 (Leleh)
138,69

Karena ke 2 nilai 𝜀 sudah bernilai lebih besar daripada nilai regangan leleh baja
(0,002), maka ditentukan bahwa tulangan tumpuan dan lapangan sudah leleh.
Selain itu, dikarenakan nilai regangan baja juga lebih besar dari 0,005, maka
balok dikategorikan sebagai penampang terkendali tarik (sesuai dengan
gambar grafik di bawah) sehingga nilai faktor reduksi kekuatannya sama
dengan 0,9 dan sudah sesuai dengan asumsi sebelumnya.

96
Gambar II.43 Pengecekan Nilai Faktor Reduksi Lentur
(Sumber: Imran, I dan Ediansjah, Z, 2009)

Pengecekan Kuat Lentur

Lalu, dilanjutkan perhitungan untuk mengecek kekuatan dari balok terhadap lentur
dengan menggunakan lengan momen yang baru:
𝑎
𝐽𝑑 = 𝑑 −
2
69,3
𝐽𝑑 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 534,5 − = 498,35
2
115,91
𝐽𝑑 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = 533 − = 476,55
2
Sehingga dapat dihitung kapasitas momen dari balok dengan persamaan:
∅𝑀𝑛 = ∅𝐴𝑠𝑓𝑦 𝐽𝑑
∅𝑀𝑛 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 0.9 𝑥 3 𝑥 1472,62 𝑥 420 𝑥 498,35 = 277,41 𝑘𝑁𝑚
∅𝑀𝑛 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = 0.9 𝑥 3 𝑥 2463,01 𝑥 420 𝑥 476,54 = 443,67 𝑘𝑁𝑚
Nilai 𝑀𝑛𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 yang telah diperoleh sebelumnya masing-masing bernilai 235,79
kNm untuk daerah tumpuan dan 343,26 untuk daerah lapangan. Karena nilai
∅𝑀𝑛 > 𝑀𝑛𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢, maka dikatakan struktur sudah aman dari faktor kekuatan lentur.

Pengecekan Luas Tulangan Maksimum

97
Selain pengecekan terhadap area tulangan minimum, perlu dilakukan pengecekan
terhadap area tulangan maksimum. Area tulangan maksimum perlu dicek untuk
memastikan bahwa balok tetap bersifat under-reinforced dengan
mempertimbangkan juga tulangan yang diteruskan untuk daerah tumpuan dan
lapangan. Area tulangan maksimum dapat ditentukan sebagai berikut:

Daerah Tumpuan:

𝐴𝑠 1231,5
𝜌𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = = 0,00658
𝑏×𝑑 350 × 534,5
𝐴𝑠 1472,62
𝜌𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = = 0,00787
𝑏×𝑑 350 × 533

Daerah Tumpuan:

𝐴𝑠 2463,5
𝜌𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 tumpuan = = = 0,0131
𝑏×𝑑 350 × 534,5
𝐴𝑠 981,75
𝜌𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 tumpuan = = = 0,0052
𝑏×𝑑 350 × 533

Syarat 1 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

𝜌 < 0,025

Dapat dilihat seluruh rasio tulangan di atas tidak ada yang melebihi nilai 0,025
sehingga syarat sudah terpenuhi.
Syarat 2 (SNI 2847:2013 Lampiran B)

𝜌 < 0,75 𝜌𝑏al

𝑓𝑦 420
𝜌 = (𝜌𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 − 𝜌𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛) = (0,0131 − 0,0052) × = 0,0079
𝑓𝑦 420

0.85 × 𝛽1 × 𝑓𝑐′ 600 0.85 × 0.836 × 30 600


𝜌𝑏𝑎𝑙 = × = 𝑥
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦 420 600 + 420
= 0.02984

98
Dapat dilihat juga bahwa nilai 𝜌 lebih besar dari nilai 𝜌𝑏𝑎𝑙, sehingga dapat
disimpulkan bahwa syarat 2 telah terpenuhi.

Di bawah ini ditunjukkan hasil perhitungan untuk perencanaan penulangan lentur


pada balok anak.

99
Tabel II.64 Perhitungan Penulangan Lentur Balok Anak
Penulangan Lentur Balok Anak
D lapangan (mm) 25 D tumpuan (mm) 25
d (mm) 534,5 d (mm) 534,5
jd (mm) 467,69
Lapangan 212,21
Mu (kN-m)
Tumpuan 308,93
Lapangan 235,79
Mn Perlu (kN-m)
Tumpuan 343,26
Lapangan 1333,77
As Perlu (mm2)
Tumpuan 1941,65
1 609,91
As Min (mm2)
2 623,58 As Tul Terpasang As Tul yang diteruskan

Lapangan 1333,77 1472,62 981,75


As Perlu yang dipakai (mm 2 )
Tumpuan 1941,65 1963,50 981,75

As/tulangan lap. (mm2) 490,87

As/tulangan tum. (mm2) 490,87 2 lapis tulangan


Lapangan 3 Lapangan 3
Jumlah Tulangan Tumpuan 4 Tumpuan 3
Spasi Tulangan Perlu Spasi Tulangan Perlu
(mm)
25 (mm)
25

231 231
Lapangan Lapangan
Cek Spasi Tulangan OK OK
281 231
Tumpuan Tumpuan
OK OK
Lapangan 82,92 69,30
c (mm) a (mm)
Tumpuan 110,56 92,40
Lapangan 0,016337244
Ԑs
Tumpuan 0,011502933
Lapangan LELEH
Cek Kelelehan
Tumpuan LELEH
Lapangan asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Tumpuan asumsi ɸ benar
Lapangan 278,24 499,85
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Tumpuan 362,42 488,30
Lapangan OK
Cek Kekuatan
Tumpuan OK
ρbal 0,029846939
Lapangan 0,007871824
ρ tarik
Tumpuan 0,010495766
Lapangan 0,005247883
ρ tekan
Tumpuan 0,005247883
ρ 0,002623941
Cek ρ UNDER REINFORCED

100
II.6.2.1.2 Penulangan Geser

Tulangan geser diperlukan untuk memberikan beton kekuatan tahanan terhadap


gaya geser lintang yang terjadi pada beton. Tulangan geser ini adalah tulangan
sengkang yang dipasang berdasarkan diameter dan jarak yang didesain.
Gaya geser yang didesain ditentukan dengan mereduksi nilai gaya geser ultimit
yang terjadi dengan persamaan berikut.
0.5 x ln− d
𝑉𝑢𝑑= 𝑥 𝑉𝑢
0.5 x ln

Nilai Vu telah diketahui sebelumnya melalui software ETABS yaitu sebesar 162,46
kN. Balok anak yang didesain pada TA Senayan Park Lifestyle Center memiliki
bentang maksimum sejauh 6 meter sehingga bentang bersih maksimum sejauh
5,675 meter dan nilai d digunakan sesuai dengan perhitungan sebelumnya sehingga
didapatkan:
0.5 x 5675− 533
𝑉𝑢𝑑= 𝑥 162,465 = 131,95 kN
0.5 x 5675

Sehingga:
𝑉𝑢𝑑 131,95
= = 175,93 𝑘𝑁
ɸ 0.75
Selanjutnya akan dilakukan pengecekan apakah pada komponen struktur
diperlukan tulangan sengkang untuk menahan geser. Pengecekan dilakukan dengan
membandingkan kemampuan material beton dalam menahan geser (Vc), dan
ditentukan bahwa akan dibutuhkan tulangan geser apabila gaya geser yang terjadi
lebih besar dari 0,5Vc.
√𝑓𝑐′ 𝑥 𝑏𝑤 𝑥 𝑑 √30 𝑥 350 𝑥 533
𝑉𝑐 = = = 170,3 𝑘𝑁
6 6
𝑉𝑢𝑑
0,5𝑉𝑐 = 0,5 𝑥 170,3 𝑘𝑁 = 85,65 𝑘𝑁 < = 175,93 𝑘𝑁
ɸ
𝑉𝑢𝑑
Dikarenakan nilai lebih besar dari 0,5Vc, maka dibutuhkan tulangan geser pada
ɸ

komponen struktur ini.

101
Gambar II.44 Zonasi Penulangan Geser
(Sumber: Imran, I dan Ediansjah, Z, 2009)

Sebelum perhitungan dilanjutkan perlu diperiksa zona dari balok yang didesain
karena akan mempengaruhi dari rumus dan ketentuan yang disyaratkan. Oleh
karena itu perhitungan dilanjutkan dengan pengecekan zona geser struktur dan
dihitung batas gaya geser untuk zona II.

1
1 𝑥 350 𝑥 533
𝑉𝑐 𝑍𝑜𝑛𝑎 𝐼𝐼 = 𝑉𝑐 + 𝑏𝑑 = 170,3 + 3 = 232,48 𝑘𝑁
3 1000
75
75 1200 √30 𝑥 350 𝑥 533
𝑉𝑐 𝑍𝑜𝑛𝑎 𝐼𝐼 = 𝑉𝑐 + √𝑓𝑐′𝑏𝑑 = 170,3 +
1200 1000
= 234,16 𝑘𝑁
Dari 2 rumus di atas kemudian dibandingkan antara gaya geser yang dibutuhkan
𝑉𝑢𝑑
dengan gaya geser batas untuk zona II. Karena = 175,93 𝑘𝑁 lebih kecil
ɸ

daripada ke-2 perhitungan rumus di atas disimpulkan bahwa komponen struktur


termasuk ke dalam zona 2 penulangan geser.
Perhitungan kebutuhan tulangan geser untuk zona 2 dilakukan seperti berikut ini.
Asumsi jumlah tulangan (n) = 2 dan direncanakan akan digunakan tulangan geser
dengan diameter 13 mm.

102
𝜋 𝜋
𝐴𝑣 = 𝑛 𝐷2 = 2 132 = 265,46 𝑚𝑚2
4 4
Syarat:
 s ≤ 600 mm
 s ≤ 0.5 d → s ≤ 0.5(533) → s ≤ 266,5 mm
Av fy 265,46 ×300
 s≤3 → s≤3 → s ≤ 955,67 mm
bw 250
1200 Av fy 1200 265,46 ×300
 s≤ → s≤ → s ≤ 930,56 mm
75 √fc′ bw 75 √30×250

Dari keempat syarat diatas, didapat bahwa nilai minimal untuk sengkang adalah
266,5 mm. Karena itu, dipilih nilai S pakai sebesar 250 mm. Namun, sebelumnya
perlu dicek terlebih dahulu nilai S yang dipilih apakah telah memenuhi atau tidak,
dengan perhitungan berikut:
𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑 265,46 × 420 × 533
𝑉𝑠 = = = 237,708 𝑘𝑁
𝑠 250
𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 + 𝑉𝑠 = 170,3 + 297,135 = 408 𝑘𝑁
𝑉𝑢𝑑
Karena < 𝑉𝑛, maka nilai S sebesar 250 mm telah memenuhi syarat. Sehingga,
ɸ

didapatkan desain tulangan sengkang untuk balok anak yaitu ∅13 − 250. Untuk
kelengkapan perhitungan dapat diperhatikan pada tabel berikut ini.

103
Tabel II.65 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Anak

Penulangan Geser Balok Anak


D lapangan (mm) 25 D tumpuan (mm) 25
d (mm) 534,5 d (mm) 534,5
jd (mm) 499,85 jd (mm) 488,30
ɸ 0,75
Vu (kN) 162,465
Vud (kN) 131,861
Vud/ɸ (kN) 175,815
Vc (kN) 170,775
Zona 1 0,5Vc (kN) 85,388
Kesimpulan Perlu Sengkang
Rumus 1 233,134
Zona 2 Rumus 2 234,816
Kesimpulan MASUK ZONA 2
n 2
 (mm) 13
Av (mm2) 265,465
Syarat 1 600
Tulangan Sengkang
Syarat 2 267,25
Minimum Zona 2
Syarat 3 955,672
Syarat 4 930,566
Min S (mm) 267,25
S Pakai (mm) 250
Vs (kN) 238,377
Pengecekan S Vn (kN) 409,152
Cek MEMENUHI

II.6.2.1.3 Penulangan Torsi

Torsi merupakan momen yang memutar terhadap sumbu longitudinal balok atau
elemen struktur. Pada elemen struktur balok, torsi dapat timbul karena adanya
beban eksentrik terhadap sumbu balok.

Langkah pertama adalah menentukan elemen penting dalam perhitungan torsi, yaitu
Acp, Pcp, Ph, dan Ao.
Dimana: Acp = luas penampang keseluruhan
Pcp = keliling penampang keseluruhan
Ph = keliling centerline sengkang
t = selimut beton
h = tinggi balok
D = diameter sengkang

104
𝐴𝑐𝑝 = 𝑏 × ℎ = 350 × 600 = 210.000 𝑚𝑚2
𝑃𝑐𝑝 = 2(𝑏 + ℎ) = 2(350 + 600) = 1.900 𝑚𝑚
𝑃ℎ = 2((𝑏 − 2 × 𝑡 − 𝐷) + (ℎ − 2 × 𝑡 − 𝐷))

𝑃ℎ = 2((350 − 2 × 40 − 13) + (600 − 2 × 40 − 13)) = 1.528 𝑚𝑚

𝐴𝑜ℎ = (𝑏 − 2 × 𝑡 − 𝐷) + (ℎ − 2 × 𝑡 − 𝐷)
𝐴𝑜ℎ = (350 − 2 × 40 − 13) + (600 − 2 ∗ 40 − 13) = 130.299 𝑚𝑚2
𝐴𝑜 = 0.85 𝑥 𝐴𝑜ℎ = 0.85 𝑥 65.600 = 110.754 𝑚𝑚2
Dari variabel-variabel tersebut, langkah berikutnya yang dilakukan adalah
memeriksa nilai Tcr lalu membandingkan nilai Tcr/4 terhadap torsi ultimit hasil
kalkulasi program untuk memeriksa apakah struktur memerlukan penulangan torsi
atau tidak.
1 𝐴𝑐𝑝 2 1 210.0002
𝑇𝑐𝑟 = √𝑓𝑐′ = √30 × 10−6 = 42,37 𝑘𝑁𝑚
3 𝑃𝑐𝑝 3 1.900
𝑇𝑐𝑟 42,37
ɸ = 0.75 = 7,94 𝑘𝑁𝑚
4 4
𝑇𝑐𝑟
Bandingkan nilai Tmaks (dari ETABS) dengan ɸ , untuk menentukan keperluan
4

dari tulangan sengkang torsi. Berdasarkan perhitungan diatas dan dari data yang
telah diberikan pada awal subbab ini diketahui bahwa nilai Tu = 95,63 kNm. Karena
𝑇𝑐𝑟
nilai Tmaks lebih besar dari ∅ , maka perlu penulangan sengkang torsi.
4

Perlu diperhatikan bahwa torsi pada struktur tidak muncul karena kebutuhan
struktur itu sendiri, torsi pada kondisi ini termasuk torsi kompatibilitas.
𝑇𝑢 = ∅𝑇𝑐𝑟 = 0.75 𝑥 42,37 = 31,78 k𝑁𝑚
Dilakukan pemeriksaan terhadap dimensi penampang balok, apakah sudah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sesuai dengan persamaan berikut:

𝑉𝑢 2 𝑇𝑢 𝑥 𝑃ℎ 2 𝑉𝑐 2 𝑥 √𝑓𝑐 ′
√(( ) +( ) ) ≤ 𝛷 𝑥 ( + )
𝑏𝑥𝑑 1,7 𝑥 𝐴𝑜ℎ2 𝑏𝑥𝑑 3

162,46 2 31,78 𝑥 1.528 2 170,29 2 𝑥 √30


√(( ) +( ) ) ≤ 0,75 𝑥 ( + )
350 𝑥 533 1,7 𝑥 130.299 350 𝑥 533 3

1,893 ≤ 3,423

105
Karena dimensi penampang balok anak sudah memenuhi syarat, maka dimensi
penampang balok anak tersebut tidak perlu diperbesar untuk menerima gaya torsi
(dimensi balok cukup).
Selanjutnya dihitung luas tulangan sengkang torsi:
𝐴𝑡 𝑇𝑢
=
𝑠 2 𝑥 0,75 𝑥 𝐴𝑜ℎ 𝑥 𝑓𝑦𝑣
𝐴𝑡 31,78
= = 0,38 𝑚𝑚2 /𝑚𝑚
𝑠 2 𝑥 0,75 𝑥 130.299 𝑥 420
𝐴𝑣 𝑉𝑢 1
=( − 𝑉𝑐) 𝑥
𝑠 0,75 𝑑 𝑥 𝑓𝑦𝑣

𝐴𝑣 162,46 1
= ( − 170,29) 𝑥 103 𝑥 = 0,207 𝑚𝑚2 /𝑚𝑚
𝑠 0,75 533 𝑥 420
Dari luas tulangan yang didapatkan di atas diperiksa dengan syarat sengkang
minimum.
𝐴𝑣 + 2 𝑥 𝐴𝑡 𝑏
≥ 0,35 𝑥
𝑠 𝑓𝑦
350
0,207 + 2 𝑥 0,39 ≥ 0,35 𝑥
420
0,98 ≥ 0,29
Dari pemeriksaan di atas, dapat diketahui bahwa syarat sengkang minimum tidak
menentukan.
Selain syarat di atas terdapat juga syarat spasi maksimum yang dihitung dengan
rumus di bawah ini.
𝑃ℎ
𝑠𝑚𝑎𝑥 =
8
1.528
𝑠𝑚𝑎𝑥 = = 191
8
Karena smax lebih kecil dibanding dengan spasi yang digunakan pada perhitungan
tulangan geser, maka harus digunakan spasi baru yang dihitung seperti di bawah
ini.
Av+t 1 = 132,73 mm2
Av+t 132,73
s = 𝐴𝑣 + 𝐴𝑡 = = 135,2 mm
0,98
𝑠

106
Ditentukan akan digunakan spasi sejauh 100 mm dengan diameter sengkang 13
mm.
Dalam perhitungan ketahanan terhadap gaya torsi perlu diperiksa juga tulangan
longitudinal yang terpasang. Luas tulangan longitudinal torsi yang diperlukan
dihitung dengan rumus di bawah ini.
𝐴𝑡
𝐴𝑙 𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝑥 𝑃ℎ
𝑠
𝐴𝑙 𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 0,38 𝑥 1.528 = 591,6 𝑚𝑚2
Nilai tersebut dibandingan dengan luas tulangan longitudinal torsi minimum.
5 𝑥 √𝑓𝑐 ′ 𝑥 𝐴𝑐𝑝
𝐴𝑙 𝑀𝑖𝑛 = ( ) − 𝐴𝑙 𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
12 𝑥 𝑓𝑦
5 𝑥 √30 𝑥 210.000
𝐴𝑙 𝑀𝑖𝑛 = ( ) − 591,6 = 549,48 𝑚𝑚2
12 𝑥 420

Karena Al terpasang lebih yang telah dihitung pada bagian perencanaan lentur
sudah memenuhi Al min, maka tidak perlu diberikan tulangan longitudinal torsi
tambahan.

Di bawah ini disajikan hasil perhitungan kebutuhan penulangan torsi.

107
Tabel II.66 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Anak

Penulangan Torsi Balok Anak


D lapangan (mm) 25 D tumpuan (mm) 25
d (mm) 534,5 d (mm) 534,5
ɸ (mm) 13 Luas Sengkang (mm2) 132,7322896
2
Acp (mm ) 210000
Pcp (mm) 1900
Ph (mm) 1528
Aoh (mm2) 130299
Ao (mm2) 110754,15
Tcr (kN-m) 42,37642945
ɸ 0,75
ɸTcr/4 (kN-m) 7,945580522
Cek Perlu Tulangan
Tu = ɸTcr (kN-m) 31,78232209 rumus 1 rumus 2
Kecukupan Dimensi OK 1,893490563 3,423265984
Luas Sengkang Torsi At/s (mm2) 0,387172045
Luas Tulangan Geser Av/s (mm2) 0,204216985
Av/s+2At/s (mm2/mm) 0,978561075
Syarat Sengkang Min Tidak Menentukan
Max spasi Tulangan 191
Spasi butuh (mm) 135,6402712 Spasi Pakai (mm) 100
Luas Tulangan Longitudinal Tosi butuh 591,5988848
Al Min 549,4897766
Kebutuhan Tul. Long. Tambahan Tulangan Cukup

II.6.2.1.4 Penentuan Cut-Off Tumpuan, Panjang Penyaluran, dan Pengangkuran


Tulangan.

Cut-Off tumpuan adalah titik inflection momen di mana dianggap tidak diperlukan
lagi tulangan lagi. Disyaratkan bahwa dari titik tersebut perlu diberi tambahan
panjang tulangan sebelum dihilangkan sepanjang dengan panjang penyaluran.
Pengangkuran tulangan adalah suatu kait yang digunakan untuk memenuhi daerah
yang tidak mencukupi kebutuhan panjang penyaluran lurus.

Titik cut-off tumpuan diambil ketika terjadi titik belok pada gaya momen yang
terjadi yaitu sekitar pada posisi 1 meter ditambah dengan salah satu dari syarat
panjang penyaluran di bawah ini.
 Tinggi efektif balok (d).
 12 db
 ln/16

108
Ѱe×Ѱt×fy 0,24 x fy
 𝑙𝑑 = 𝑑𝑏 atau 𝑙𝑑 = 𝑑𝑏
1,7λ√𝑓𝑐 ′ λ√𝑓𝑐 ′

Dimana:
Ѱt : 1,3 karena dibawah tulangan terdapat beton ≥ 300 mm
Ѱe : 1, diasumsikan baja tidak menggunakan epoksi
λ : 1, beton merupakan beton normal

SNI Beton 2847:2013 Pasal 21.5.2.1 menyatakan bahwa sedikitnya harus ada dua
buah tulangan yang dibuat menerus di bagian atas dan bagian bawah penampang.
Karena baja tulangan yang disediakan di tengah bentang pada dasarnya ditentukan
oleh syarat detailing. Oleh sebab itu, SNI Beton 2847:2013 Pasal 7.10.4.5
mengizinkan sambungan lewatan kelas A untuk penyambungannya dengan panjang
penyaluran ld sesuai dengan yang dihitung di atas.

Panjang lhb diijinkan untuk dikalikan dengan suatu faktor tertentu untuk
mendapatkan panjang ldh. Namun dalam perencanaan ini, nilai faktor f diambil
sebesar 1 sehingga panjang ldh sama dengan panjang lhb. Panjang lhb itu sendiri
merupakan panjang penyaluran minimal tulangan sebelum dilakukan
pengangkuran atau pembelokan.

Sudut pengangkuran yang ditetapkan pada tulangan balok induk tipikal adalah 90˚,
maka panjang pengangkurannya adalah:

𝑃. 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑟 = 12 𝑥 𝑑𝑏

𝑃. 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑟 = 12 𝑥 25 = 300 𝑚𝑚

Berdasarkan SNI Beton 2847:2013 Pasal 21.7.5.2, nilai panjang penyaluran angkur,
ldh tidak boleh kurang dari 8db (pasti terpenuhi) dan 150 mm.

Berikut adalah hasil desain panjang penyaluran pada balok anak.

Tabel II.67 Perhitungan Cut-Off dan Panjang Penyaluran balok anak

109
Tulangan Negatif Tulangan Positif
Cut-Off & Panjang Penyaluran
(atas) (bawah)
Lokasi Cut-off dari muka kolom (mm) 1000 1000
d (mm) 534,5 534,5
db (mm) 25 25
yt 1,3 1,3
ye 1 1
l 1 1
d 534,5 534,5
Panjang Penyaluran
12db 300 300
ld+ (mm), dari muka
ln/16 354,6875 354,6875
kolom ld- (mm), dari titik
cut off hitung 1460,086948 1465,963316
pilih 1600 1600
ldh 460,0869483 460,0869483
Angkur
panjang angkur 300 300
Angkur tul. sengkang 135 derajat 150

Setelah seluruh perhitungan dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa


desain tulangan terpasang pada balok anak adalah sebagai berikut.

Tabel II.68 Kesimpulan Desain Penulangan Balok Anak


Tulangan Terpasang Balok Anak
End Middle End
Lentur Atas 4D25 2D25 4D25
Lentur Bawah 2D25 3D25 2D25
Tulangan Sengkang  13-100
Panjang Penyaluran 1600
ldh 460
Angkur
panjang angkur 300
Angkur tul. sengkang 135 derajat 150

II.6.2.2 Detailing Balok Induk

Dalam perancangan tulangan balok induk, gaya dalam yang digunakan adalah gaya
dalam maksimum balok induk setiap lantai. Berbeda dengan balok anak, gaya
dalam momen ultimit balok induk perlu diperhitungkan dalam beberapa kondisi
untuk menghitung momen probable pada joint balok induk dengan kolom. Berikut
ini adalah gaya dalam yang terjadi yang telah dibagi menjadi beberapa kondisi.

Tabel II.69 Gaya Dalam Ultimit Balok Induk

110
Gaya Dalam Ultimit
Kondisi Lokasi Arah Goyangan Balok Induk Balok Bentang Jauh Balok Kantilever
Balok
1 Ujung Interior Kanan (-) Kanan -501,38 -2081,71 -832,579
2 Ujung Interior Kiri (-) Kiri -1291,6429 -2042,39 -1437,8
M3 Max dan Min
3 Ujung Interior Kiri (+) Kanan 993,797 1632,368 108,8269
(kN-m)
4 Ujung Interior Kanan (+) Kiri 548,75 1634,523 57,4045
5 Tengah Bentang Kanan dan Kiri 1000,197 1497,985 108,8269
T Max (kN-m) 244,6485 -134,106 -32,33
V2 Max Gravitasi (kN) 505,6751 547,1252 299,0879

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 3 tipikal balok induk yang digunakan
pada bangunan Senayan Park Lifestyle Center dengan properti dari masing-masing
penampang balok adalah sebagai berikut.

Tabel II.70 Properti Balok Induk Tipikal

Properti Balok Induk Tipikal


h (mm) 800 Selimut (mm) 40
b (mm) 400 Sengkang (mm) 13
fc' 30 fy 420
1 0.835714286 Bentang bersih maks (mm) 12000

Tabel II.71 Properti Balok Induk Bentang Panjang

Properti Balok Bentang Jauh


h (mm) 1100 Selimut (mm) 40
b (mm) 550 Sengkang (mm) 13
fc' 30 fy 420
1 0.835714286 Bentang bersih maks (mm) 16000

Tabel II.72 Properti Balok Induk Kantilever

Properti Balok Kantilever


h (mm) 800 Selimut (mm) 40
b (mm) 400 Sengkang (mm) 13
fc' 30 fy 420
1 0.835714 Bentang bersih maks (mm) 5000

II.6.2.2.1 Penulangan Lentur

Balok induk merupakan elemen struktur yang dirancang untuk menahan beban
gempa yang terjadi. Karena beban gempa merupakan beban yang arahnya bolak-
balik, maka perlu ditinjau dari berbagai kondisi agar elemen balok induk tidak
gagal.

111
Dalam hal ini, terdapat lima kondisi yang harus ditinjau dalam perencanaan lentur,
yaitu ujung kiri balok ketika bergoyang ke kanan, ujung kiri balok ketika bergoyang
ke kiri, ujung kanan balok ketika bergoyang ke kanan, ujung kanan balok ketika
bergoyang ke kiri, dan tengah bentang balok. Dari setiap kondisi tersebut, gaya
momen maksimum yang terjadi juga berbeda, sehingga perlu ditinjau satu per satu.

Perhitungan perancangan tulangan lentur balok induk dan balok anak memiliki
langkah yang hampir sama, perbedaan hanya terletak pada gaya dalam momen yang
dicermati untuk balok induk ada 5 kondisi, sehingga perhitungan yang dilakukan
lebih banyak. Di bawah ini ditunjukkan contoh perhitungan penulangan lentur
untuk balok induk tipikal pada kondisi pertama dan kondisi ke dua (momen
negatif).

Tinggi efektif penampang balok induk adalah (asumsikan digunakan diameter 25


mm untuk tulangan lentur)

dtulangan
𝑑𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 – 𝑑𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 − ⁄
2

𝑑desain= 800 – 40 – 13 − (29⁄2) = 732,5 𝑚𝑚

𝑗𝑑 = 0.875 𝑥 𝑑 =0.875 𝑥 732,5 = 640,94 𝑚𝑚

Sehingga luas tulangan yang dibutuhkan adalah:

𝑀𝑢 501,38 𝑥 10^6
𝐴𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 1 = = = 2299,41 𝑚𝑚2
𝜙𝑓𝑦 𝑗𝑑 0,9 × 420 × 642,69

𝑀𝑢 1291,64 𝑥 10^6
𝐴𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 2 = = = 5923,69 𝑚𝑚2
𝜙𝑓𝑦 𝑗𝑑 0,9 × 420 × 642,69

Pengecekan luas tulangan minimum

Dari nilai luas tulangan tersebut, berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1
terdapat tulangan minimum yang disyaratkan:

Syarat 1 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

112
√𝑓𝑐 ′ √30
𝐴𝑠−𝑚𝑖𝑛 = 𝑏𝑤 𝑑 = × 400 × 534,5 = 955.25 𝑚𝑚2
4𝑓𝑦 4 × 420

Syarat 2 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

1,4 1,4
𝑏𝑤 𝑑 = × 400 × 534,5 = 976,67 𝑚𝑚2
𝑓𝑦 420

Syarat 3 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)


𝑆𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 3∶𝑆𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 2 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑟𝑢𝑠

Dari ke-3 syarat di atas karena luas tulangan yang dibutuhkan sudah memenuhi luas
tulangan minimum yang disyaratkan maka digunakan luas tulangan hasil
perhitungan untuk didesain. Luas tulangan yang digunakan yang menentukan
adalah luas tulangan untuk kondisi 2 karena memiliki momen gaya dalam yang
lebih besar. Ditentukan akan digunakan konfigurasi tulangan 5D29+5D29.

Pengecekan spasi tulangan (2 lapis tulangan)


𝑐𝑒𝑘 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 = 2 𝑥 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 + 2 𝑥 𝑑𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 + 𝑛 𝑥 𝑑𝑡𝑢𝑙. + (𝑛−1) 𝑥 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖
𝑐𝑒𝑘 𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 = 2 𝑥 40 + 2 𝑥 13 + 5 𝑥 29 + (5−1)𝑥 28 = 351 𝑚𝑚 < 400 𝑚𝑚 (OK)

Pengecekan Kelelehan Tulangan

𝐴𝑠 𝑓𝑦 𝑎
𝑎= 𝑑𝑎𝑛 𝑐 =
0,85𝑓𝑐 ′𝑏 𝛽1

Dimana:
𝑓𝑐′ − 28 30 − 28
𝛽1 = 0,85 − 0,05 × = 0,85 − 0,05 ( ) = 0,836
7 7

Sehingga:
𝐴𝑠 𝑓𝑦 6605,2 420 𝑎 𝑎
𝑎 = 0,85𝑓 ′𝑏 = 0,85 40 350 = 244,78; 𝑐 = 𝛽 = 0,836 = 292,9 mm
𝑐 1

Dengan menggunakan konsep kesebangunan, nilai regangan baja didapatkan


dengan persamaan berikut :

113
732,5−292,9
𝜀 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥0,003 = 0,0045 > 0,002 (Leleh)
292,9

Karena ke nilai 𝜀 sudah bernilai lebih besar daripada nilai regangan leleh baja
(0,002), maka ditentukan bahwa tulangan tumpuan dan lapangan sudah leleh.
Selain itu, dikarenakan nilai regangan baja juga lebih kecil dari 0,005, maka
balok dikategorikan sebagai penampang transisi dan perlu dihitung kembali
nilai faktor reduksi kekuatan yang digunakan sesuai dengan persamaan di
bawah ini.
 = 0,75 + (𝜀𝑡 − 0,002) 𝑥 50
 = 0,75 + (0,0045 − 0,002) 𝑥 50
 = 0,87

Pengecekan Kuat Lentur

Lalu, dilanjutkan perhitungan untuk mengecek kekuatan dari balok terhadap lentur
dengan menggunakan lengan momen yang baru:
spasi⁄
d (2 lapis) = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 – 𝑑𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 − dtulangan1 − 2
d (2 lapis) = 705,5
𝑎
𝐽𝑑 = 705,5 −
2
271,98
𝐽𝑑 = 705,5 − = 569,51
2
Sehingga dapat dihitung kapasitas momen dari balok dengan persamaan:
∅𝑀𝑛 = ∅𝐴𝑠𝑓𝑦 𝐽𝑑
∅𝑀𝑛 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 0.87 𝑥 6605,2 𝑥 420 𝑥 569,51 = 1323,37 𝑘𝑁𝑚
Nilai 𝑀𝑢 yang telah diperoleh sebelumnya masing-masing bernilai 1291,64 untuk
daerah lapangan. Karena nilai ∅𝑀𝑛 > 𝑀𝑢, maka dikatakan struktur sudah aman
dari faktor kekuatan lentur.

Pengecekan Luas Tulangan Maksimum

114
Selain pengecekan terhadap area tulangan minimum, perlu dilakukan pengecekan
terhadap area tulangan maksimum. Area tulangan maksimum perlu dicek untuk
memastikan bahwa balok tetap bersifat under-reinforced dengan
mempertimbangkan juga tulangan yang diteruskan untuk daerah tumpuan dan
lapangan. Area tulangan maksimum dapat ditentukan sebagai berikut:

Daerah Tumpuan:

𝐴𝑠 6605,2
𝜌= = = 0,02254
𝑏×𝑑 400 × 705,5

Syarat 1 (SNI 2847:2013 Pasal 21.5.2.1)

𝜌 < 0,025

Dapat dilihat rasio tulangan di atas tidak melebihi nilai 0,025 sehingga syarat sudah
terpenuhi.
Syarat 2 (SNI 2847:2013 Lampiran B)

𝜌 < 0,75 𝜌𝑏al

0.85 × 𝛽1 × 𝑓𝑐′ 600 0.85 × 0.836 × 30 600


𝜌𝑏𝑎𝑙 = × = 𝑥
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦 420 600 + 420
= 0.02984

Dapat dilihat juga bahwa nilai 𝜌 lebih kecil dari nilai 𝜌𝑏𝑎𝑙, sehingga dapat
disimpulkan bahwa syarat 2 telah terpenuhi.

Di bawah ini adalah hasil perhitungan penulangan lentur pada balok induk untuk 3
jenis tipikal balok dengan lima kondisi balok.

115
Tabel II.73 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi
1&2

Penulangan Lentur Balok Induk (-) Kondisi 1 & 2


D lapangan (mm) 29
d (mm) 732,5
jd (mm) 640,94
Kondisi 1 501,38
Mu (kN-m)
Kondisi 2 1291,64
Kondisi 1 557,09
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 2 1435,16

Kondisi 1 2299,41
As Perlu (mm2)
Kondisi 2 5923,69
1 955,25
As Min (mm2)
2 976,67 As Tul Terpasang As Tul yang diteruskan

Lapangan 2299,41 2642,08 1321,04


As Perlu yang dipakai (mm 2 )
Tumpuan 5923,69 6605,20 1321,04

660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 1 4 Kondisi 1 2
Kondisi 2 10 Kondisi 2 5
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
297 189
Kondisi 1 Kondisi 1
OK OK
Cek Spasi Tulangan
621 351
Kondisi 2 Kondisi 2
NOT OK OK
Kondisi 1 130,18 108,79
c (mm) a (mm)
Kondisi 2 325,44 271,98
Kondisi 1 0,013880749
Ԑs
Kondisi 2 0,0037523
Kondisi 1 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 2 LELEH
Kondisi 1 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 2 0,837614988
Kondisi 1 650,26 651,10
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 2 1323,37 569,51
Kondisi 1 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 2 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 1 0,009017336
ρ tarik
Kondisi 2 0,02254334
ρ 0,02254334
Cek ρ UNDER REINFORCED

116
Tabel II.74 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi
3&4

Penulangan Lentur Balok Induk (+) Kondisi 3 & 4


D lapangan (mm) 29
d (mm) 732,5
jd (mm) 640,94
Kondisi 3 993,80
Mu (kN-m)
Kondisi 4 548,75
Kondisi 3 1104,22
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 4 609,72

Kondisi 3 4557,72
As Perlu (mm2)
Kondisi 4 2516,66
1 955,25
As Min (mm2) As Tul yang
2 976,67 As Tul Terpasang
diteruskan
Kondisi 3 4557,72 4623,64 1321,04
As Perlu yang dipakai (mm 2 )
Kondisi 4 2516,66 2642,08 1321,04

660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 3 7 Kondisi 1 4
Kondisi 4 4 Kondisi 2 2
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Perlu Spasi Tulangan
25 25
(mm) Perlu (mm)
459 297
Kondisi 3 Kondisi 1
NOT OK OK
Cek Spasi Tulangan
297 189
Kondisi 4 Kondisi 2
OK OK
Kondisi 3 227,81 190,39
c (mm) a (mm)
Kondisi 4 130,18 108,79
Kondisi 3 0,006646143
Ԑs
Kondisi 4 0,013880749
Kondisi 3 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 4 LELEH
Kondisi 3 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 4 asumsi ɸ benar
Kondisi 3 1066,66 610,31
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 4 650,26 651,10
Kondisi 3 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 4 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 3 0,015780338
ρ tarik
Kondisi 4 0,009017336
ρ 0,015780338
Cek ρ UNDER REINFORCED

117
Tabel II.75 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Induk Tipikal Kondisi 5

Penulangan Lentur Balok Induk (+) Kondisi 5


D lapangan (mm) 29
d (mm) 732,5
jd (mm) 640,94
Mu (kN-m) Kondisi 5 1000,20
Mn Perlu (kN-m) Kondisi 5 1111,33
As Perlu (mm2) Kondisi 5 4587,07
1 955,25
As Min (mm2) As Tul yang
2 976,67 As Tul Terpasang
diteruskan

As Perlu yang dipakai (mm 2 ) Kondisi 5 4587,07 4623,64 1321,04


660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 5 7 Kondisi 5 3,5
Jumlah Tulangan Spasi Tulangan
Spasi Tulangan Perlu (mm) 25 25
Perlu (mm)
459 270
Cek Spasi Tulangan Kondisi 5 Kondisi 5
NOT OK OK
c (mm) Kondisi 5 227,81 a (mm) 190,39
Ԑs Kondisi 5 0,006646143

Cek Kelelehan Kondisi 5 LELEH


Cek ɸ Lentur (Tumpuan) Kondisi 5 asumsi ɸ benar
ɸMn (kN-m) Kondisi 5 1113,84 Jd baru (mm) 637,31
Cek Kekuatan Kondisi 5 OK
ρbal 0,029846939
ρ tarik Kondisi 5 0,015780338
ρ 0,015780338
Cek ρ UNDER REINFORCED

118
Tabel II.76 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
1&2

Penulangan Lentur Balok Bentang Jauh (-) Kondisi 1 & 2


D lapangan (mm) 29
d (mm) 1032,5
jd (mm) 903,44
Kondisi 1 2081,71
Mu (kN-m)
Kondisi 2 2042,39
Kondisi 1 2313,01
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 2 2269,32

Kondisi 1 6773,10
As Perlu (mm2)
Kondisi 2 6645,17
1 1851,42
As Min (mm2) As Tul yang
2 1892,92 As Tul Terpasang
diteruskan
Lapangan 6773,10 7265,72 1321,04
2
As Perlu yang dipakai (mm )
Tumpuan 6645,17 7265,72 1321,04

660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 1 11 Kondisi 1 6
Kondisi 2 11 Kondisi 2 6
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
675 405
Kondisi 1 Kondisi 1
NOT OK OK
Cek Spasi Tulangan
675 405
Kondisi 2 Kondisi 2
NOT OK OK
Kondisi 1 260,36 217,58
c (mm) a (mm)
Kondisi 2 260,36 217,58
Kondisi 1 0,008897183
Ԑs
Kondisi 2 0,008897183
Kondisi 1 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 2 LELEH
Kondisi 1 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 2 asumsi ɸ benar
Kondisi 1 2462,76 896,71
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 2 2462,76 896,71
Kondisi 1 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 2 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 1 0,012794573
ρ tarik
Kondisi 2 0,012794573
ρ 0,012794573
Cek ρ UNDER REINFORCED

119
Tabel II.77 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
3&4

Penulangan Lentur Balok Bentang Jauh (+) Kondisi 3 & 4


D lapangan (mm) 29
d (mm) 1032,5
jd (mm) 903,44
Kondisi 3 1632,37
Mu (kN-m)
Kondisi 4 1634,52
Kondisi 3 1813,74
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 4 1816,14

Kondisi 3 5311,11
As Perlu (mm2)
Kondisi 4 5318,13
1 1851,42
As Min (mm2) As Tul yang
2 1892,92 As Tul Terpasang
diteruskan
Kondisi 3 5311,11 5944,68 1321,04
2
As Perlu yang dipakai (mm )
Kondisi 4 5318,13 5944,68 1321,04

660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 3 9 Kondisi 1 5
Kondisi 4 9 Kondisi 2 5
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
567 351
Kondisi 3 Kondisi 1
NOT OK OK
Cek Spasi Tulangan
567 351
Kondisi 4 Kondisi 2
NOT OK OK
Kondisi 3 213,02 178,02
c (mm) a (mm)
Kondisi 4 213,02 178,02
Kondisi 3 0,011541002
Ԑs
Kondisi 4 0,011541002
Kondisi 3 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 4 LELEH
Kondisi 3 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 4 asumsi ɸ benar
Kondisi 3 2059,43 916,49
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 4 2059,43 916,49
Kondisi 3 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 4 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 3 0,010468287
ρ tarik
Kondisi 4 0,010468287
ρ 0,010468287
Cek ρ UNDER REINFORCED

120
Tabel II.78 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Bentang Panjang Kondisi
5

Penulangan Lentur Balok Bentang Jauh (+) Kondisi 5


D lapangan (mm) 29
d (mm) 1032,5
jd (mm) 903,44
Mu (kN-m) Kondisi 5 1497,99
Mn Perlu (kN-m) Kondisi 5 1664,43
As Perlu (mm2) Kondisi 5 4873,88
1 1851,42
As Min (mm2) As Tul yang
2 1892,92 As Tul Terpasang
diteruskan

As Perlu yang dipakai (mm 2 ) Kondisi 5 4873,88 5944,68 1321,04


660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 5 9 Kondisi 5 4,5
Jumlah Tulangan Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
567 324
Cek Spasi Tulangan Kondisi 5 Kondisi 5
NOT OK OK
c (mm) Kondisi 5 213,02 a (mm) 178,02
Ԑs Kondisi 5 0,011541002

Cek Kelelehan Kondisi 5 LELEH

Cek ɸ Lentur (Tumpuan) Kondisi 5 asumsi ɸ benar


ɸMn (kN-m) Kondisi 5 1445,98 Jd baru (mm) 643,49
Cek Kekuatan Kondisi 5 RUNTUH
ρbal 0,029846939
ρ tarik Kondisi 5 0,010468287
ρ 0,010468287
Cek ρ UNDER REINFORCED

121
Tabel II.79 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 1&2

Penulangan Lentur Balok Kantilever (-) Kondisi 1 & 2


D lapangan (mm) 32
d (mm) 731
jd (mm) 639,63
Kondisi 1 832,58
Mu (kN-m)
Kondisi 2 1437,80
Kondisi 1 925,09
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 2 1597,56

Kondisi 1 3826,18
As Perlu (mm2)
Kondisi 2 6607,52
1 953,30
As Min (mm2) As Tul yang
2 974,67 As Tul Terpasang
diteruskan
Lapangan 3826,18 4021,24 1608,50
As Perlu yang dipakai (mm 2 )
Tumpuan 6607,52 9650,97 1608,50

804,25
As/tulangan (mm2)
804,25 2 lapis tulangan
Kondisi 1 5 Kondisi 1 3
Kondisi 2 12 Kondisi 2 6
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
366 252
Kondisi 1 Kondisi 1
OK OK
Cek Spasi Tulangan
765 423
Kondisi 2 Kondisi 2
NOT OK NOT OK
Kondisi 1 198,13 165,58
c (mm) a (mm)
Kondisi 2 475,51 397,39
Kondisi 1 0,008068468
Ԑs
Kondisi 2 0,001611861
Kondisi 1 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 2 TIDAK LELEH
Kondisi 1 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 2 0,730593074
Kondisi 1 941,98 619,71
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 2 1491,96 503,80
Kondisi 1 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 2 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 1 0,013752526
ρ tarik
Kondisi 2 0,033006062
ρ 0,02624306
Cek ρ UNDER REINFORCED

122
Tabel II.80 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 3&4

Penulangan Lentur Balok Kantilever (+) Kondisi 3 & 4


D lapangan (mm) 29
d (mm) 732,5
jd (mm) 640,94
Kondisi 3 108,83
Mu (kN-m)
Kondisi 4 57,40
Kondisi 3 120,92
Mn Perlu (kN-m)
Kondisi 4 63,78

Kondisi 3 499,10
As Perlu (mm2)
Kondisi 4 263,27
1 955,25
As Min (mm2) As Tul yang
2 976,67 As Tul Terpasang
diteruskan
Kondisi 3 976,67 1981,56 1321,04
As Perlu yang dipakai (mm 2 )
Kondisi 4 976,67 1981,56 1321,04

660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 3 3 Kondisi 1 2
Kondisi 4 3 Kondisi 2 2
Jumlah Tulangan
Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
243 189
Kondisi 3 Kondisi 1
OK OK
Cek Spasi Tulangan
243 189
Kondisi 4 Kondisi 2
OK OK
Kondisi 3 97,63 81,59
c (mm) a (mm)
Kondisi 4 97,63 81,59
Kondisi 3 0,019507666
Ԑs
Kondisi 4 0,019507666
Kondisi 3 LELEH
Cek Kelelehan
Kondisi 4 LELEH
Kondisi 3 asumsi ɸ benar
Cek ɸ Lentur (Tumpuan)
Kondisi 4 asumsi ɸ benar
Kondisi 3 518,11 691,70
ɸMn (kN-m) Jd baru (mm)
Kondisi 4 497,88 664,70
Kondisi 3 OK
Cek Kekuatan
Kondisi 4 OK
ρbal 0,029846939
Kondisi 3 0,006763002
ρ tarik
Kondisi 4 0,006763002
ρ 0,006763002
Cek ρ UNDER REINFORCED

123
Tabel II.81 Perhitungan Penulangan Lentur pada Balok Kantilever Kondisi 5

Penulangan Lentur Balok Kantilever (+) Kondisi 5


D lapangan (mm) 29
d (mm) 732,5
jd (mm) 640,94
Mu (kN-m) Kondisi 5 108,83
Mn Perlu (kN-m) Kondisi 5 120,92
As Perlu (mm2) Kondisi 5 499,10
1 955,25
As Min (mm2) As Tul yang
2 976,67 As Tul Terpasang
diteruskan

As Perlu yang dipakai (mm 2 ) Kondisi 5 976,67 1981,56 1321,04


660,52
As/tulangan (mm2)
660,52 2 lapis tulangan
Kondisi 5 3 Kondisi 5 1,5
Jumlah Tulangan Spasi Tulangan Spasi Tulangan
25 25
Perlu (mm) Perlu (mm)
243 162
Cek Spasi Tulangan Kondisi 5 Kondisi 5
OK OK
c (mm) Kondisi 5 97,63 a (mm) 81,59
Ԑs Kondisi 5 0,019507666

Cek Kelelehan Kondisi 5 LELEH

Cek ɸ Lentur (Tumpuan) Kondisi 5 asumsi ɸ benar


ɸMn (kN-m) Kondisi 5 518,11 Jd baru (mm) 691,70
Cek Kekuatan Kondisi 5 OK
ρbal 0,029846939
ρ tarik Kondisi 5 0,006763002
ρ 0,006763002
Cek ρ UNDER REINFORCED

Perlu diperhatikan bahwa dari ke lima kondisi yang diuraikan, belum didesain
tulangan negatif (tekan) pada bagian tengah bentang. SNI Beton 2847-2013 Pasal
21.5.2.1 dan 21.5.2.2 mengharuskan sekurang-kurangnya ada dua batang tulangan
atas dan bawah yang dipasang menerus serta kapasitas momen positif dan negatif
minimum pada sebarang penampang di sepanjang bentang balok SRPMK tidak
boleh kurang dari ¼ kali kapasitas momen maksimum yang disediakan pada kedua
muka kolom tersebut. Dari pertimbangan tersebut dipilih akan didesain tiga buah
tulangan atas D29 akan dibuat menerus di tengah bentang.

Perlu diperhatikan juga bahwa untuk balok yang memiliki tinggi lebih dari 900 mm
perlu diberi tulangan samping sebanyak minimal 10% dari luas tulangan tarik
pokok pada balok tersebut sesuai dengan persyaratan PBBI 1971.N.I – 2.

124
II.6.2.2.2 Penulangan Geser

Perencanaan geser untuk balok induk dibuat seragam sepanjang bentang balok.
Perencanaan geser dilakukan berdasarkan SNI 2847-2013 pasal 21.6.5. Geser
rencana akibat gempa pada balok dihitung dengan mengasumsikan sendi plastis
terbentuk di ujung-ujung balok dengan tegangan tulangan lentur balok mencapai
1,25fy dan factor reduksi kuat lentur ϕ sama dengan 1.

Berdasarkan pernyataan di atas, kapasitas momen ujung-ujung balok untuk


beberapa kondisi ditinjau. Karena detailing penampang kedua ujung balok identik,
maka kapasitas momen probabel ujung-ujung balok juga akan sama untuk kondisi
tersebut namun dengan arah yang berbeda.

Kondisi 1 dan 2:

𝑎𝑝𝑟−1 = 1,25 𝑥 𝑎 = 1,25 𝑥 271,98 = 339,97 𝑚𝑚

𝑎𝑝𝑟−1
𝑀𝑝𝑟−1 = 1,25𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2

339,97
𝑀𝑝𝑟−1 = 1,25 × 6605,2 × 420 (705,5 − ) = 1857,01 𝑘𝑁𝑚
2

339,97
𝑀𝑝𝑟−2 = 1,25 × 6605,2 × 420 (705,5 − ) = −1857,01 𝑘𝑁𝑚
2

Kondisi 3 dan 4:

𝑎𝑝𝑟−3 = 1,25 𝑥 𝑎 = 1,25 𝑥 190,39 = 237,98 𝑚𝑚

𝑎𝑝𝑟−1
𝑀𝑝𝑟−3 = 1,25𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2

237,98
𝑀𝑝𝑟−3 = 1,25 × 4623,64 × 420 (705,5 − ) = 1423,69 𝑘𝑁𝑚
2

237,98
𝑀𝑝𝑟−4 = 1,25 × 4623,64 × 420 (705,5 − ) = −1423,69 𝑘𝑁𝑚
2

125
Tabel II.82 Probable Moment Balok Induk Tipikal

Probable Moment Balok Induk Kondisi 1 Probable Moment Balok Induk Kondisi 3
D (mm) 29 D (mm) 29
d (mm) 705,5 d (mm) 705,5
a (mm) 271,98 a (mm) 190,39
apr-1 339,97 apr-1 237,98
Mpr-1 1857,02 Mpr-1 1423,70
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom
Probable Moment Balok Induk Kondisi 2 Probable Moment Balok Induk Kondisi 4
D (mm) 29 D (mm) 29
d (mm) 705,5 d (mm) 705,5
a (mm) 271,98 a (mm) 190,39
apr-1 339,97 apr-1 237,98
Mpr-1 1857,02 Mpr-1 1423,70
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom

Tabel II.83 Probable Moment Balok Bentang Panjang

Probable Moment Balok Bentang Jauh Kondisi 1 Probable Moment Balok Bentang Jauh Kondisi 3
D (mm) 29 D (mm) 29
d (mm) 1005,5 d (mm) 1005,5
a (mm) 217,58 a (mm) 178,02
apr-1 271,98 apr-1 222,53
Mpr-1 3316,75 Mpr-1 2790,87
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom
Probable Moment Balok Bentang Jauh Kondisi 2 Probable Moment Balok Bentang Jauh Kondisi 4
D (mm) 29 D (mm) 29
d (mm) 1005,5 d (mm) 1005,5
a (mm) 217,58 a (mm) 178,02
apr-1 271,98 apr-1 222,53
Mpr-1 3316,75 Mpr-1 2790,87
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom

Tabel II.84 Probable Moment Balok Kantilever

Probable Moment Balok Kantilever Kondisi 1 Probable Moment Balok Kantilever Kondisi 3
D (mm) 32 D (mm) 29
d (mm) 702,5 d (mm) 705,5
a (mm) 397,39 a (mm) 81,59
apr-1 496,74 apr-1 101,99
Mpr-1 2300,96 Mpr-1 680,89
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom
Probable Moment Balok Kantilever Jauh Kondisi 2 Probable Moment Balok Kantilever Kondisi 4
D (mm) 32 D (mm) 29
d (mm) 702,5 d (mm) 705,5
a (mm) 397,39 a (mm) 81,59
apr-1 496,74 apr-1 101,99
Mpr-1 2300,96 Mpr-1 680,89
Arah Momen Clockwise Kolom Arah Momen C-Clockwise Kolom

Gaya geser pada ujung-ujung balok dapat ditentukan dengan persamaan berikut.

a) Struktur bergoyang ke kanan

𝑀𝑝𝑟−1 + 𝑀𝑝𝑟−3 1857,02 + 1423,70


𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = = = 273,39 𝑘𝑁
𝑙𝑛 12

126
Total reaksi geser di ujung kiri = 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑉𝐸𝑇𝐴𝐵𝑆 = 273,39 + 505,67
= 779,07 kN

Total reaksi geser di ujung kanan = 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑉𝐸𝑇𝐴𝐵𝑆 = -273,39 + 505,67


= 232,28 kN

b) Struktur bergoyang ke kiri

𝑀𝑝𝑟−1 + 𝑀𝑝𝑟−3 1857,02 + 1423,70


𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑖𝑟𝑖 = = = 273,39 𝑘𝑁
𝑙𝑛 12

Total reaksi geser di ujung kiri = 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑖𝑟𝑖 + 𝑉𝐸𝑇𝐴𝐵𝑆 = 273,39 + 505,67


= 779,07 kN

Total reaksi geser di ujung kanan = 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦−𝑘𝑖𝑟𝑖 + 𝑉𝐸𝑇𝐴𝐵𝑆 = -273,39 + 505,67


= 232,28 kN

SNI Beton Pasal 21.5.4.2 menyatakan bahwa kontribusi beton dalam menahan
geser (Vc) harus diambil sama dengan nol pada perencanaan geser di daerah sendi
plastis apabila:
a) Gaya geser Vsway akibat sendi plastis di ujung-ujung balok melebihi ½ kuat
geser perlu maksimum (Vu) di sepanjang bentang

1 779,07
𝑉 = = 389,5 𝑘𝑁 > 273,39 𝑘𝑁 = 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦 (tidak terpenuhi)
2 𝑢 2

b) Gaya tekan aksial terfaktor, termasuk akibat pembebanan gempa, kurang dari
Agfc’/20

Karena tidak ada gaya tekan pada penampang balok induk, maka syarat kedua
terpenuhi.

Karena terdapat salah satu syarat yang tidak terpenuhi, maka disimpulkan bahwa
kontribusi beton terhadap kekuatan geser balok induk tidak boleh dianggap sama
dengan nol dan harus dihitung:

1
𝑉𝑐 = 𝑥 √𝑓𝑐 ′ 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑
6

127
1
𝑉𝑐 = 𝑥 √30 𝑥 400 𝑥 705,5 = 257,61 𝑘𝑁
6

𝑉𝑢 779,07
𝑉𝑠 = − 𝑉𝑐 = − 257,61 = 781,14 𝑘𝑁
𝜙 0,75

Menurut SNI Beton Pasal 11.4.7.9, Vs tidak boleh melebihi

2√𝑓𝑐 ′ 2√30
𝑉𝑠−𝑚𝑎𝑥 = 𝑏𝑤 𝑑 = × 400 × 705,5 = 1030,4 𝑘𝑁 > 𝑉𝑠 → 𝑂𝐾!
3 3

Spasi tulangan diatur dengan persamaan

𝐴𝑣 𝑉𝑠
=
𝑠 𝑓𝑦 𝑑

Gunakan sengkang diameter 13 dipasang 2 kaki

2
𝐴𝑣 = 2𝜋(10⁄2) = 265,465 𝑚𝑚2

𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑 265,465 × 420 × 705,5


𝑠= = = 100,69 𝑚𝑚
𝑉𝑠 781,14

Sesuai dengan perhitungan di atas, akan diambil spasi sebesar 100 mm pada bagian
muka kolom tempat terbentuknya sendi plastis.

Perhitungan untuk spasi sengkang di bagian tengah bentang balok dilakukan


kembali dengan tujuan untuk menghemat penggunaan dari tulangan geser.
Perhitungan dilakukan dengan mereduksi besarnya kebutuhan gaya geser desain
yang diterima tulangan pada titik ujung zona sendi plastis berdasarkan persamaan
berikut ini.

2 𝑥 𝑉𝑔 2 𝑥 505,68
𝑉𝑢 𝑢𝑗𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 = 𝑉𝑢 − 𝑥 2ℎ = 779,07 − 𝑥 1200
𝑙𝑛 12

𝑉𝑢 𝑢𝑗𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 = 644,22


𝑉𝑢 644,22
𝑉𝑠 = − 𝑉𝑐 = − 257,61 = 601,35 𝑘𝑁
𝜙 0,75

128
𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑 265,465 × 420 × 705,5
𝑠= = = 130,8 𝑚𝑚
𝑉𝑠 601,35

Maka sesuai dengan perhitungan di atas, akan diambil spasi sebesar 120 mm pada
bagian tengah bentang dimulai dari ujung dari zona sendi plastis.

Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.5.3.2, diperlukan tulangan hoops (sengkang


tertutup) di sepanjang jarak 2h dari sisi (muka) kolom terdekat.

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 = 2ℎ = 2 × 800 = 1600 𝑚𝑚

SNI Pasal 21.5.3.2: hoop pertama dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom
terdekat, dan yang berikutnya dipasang dengan spasi terkecil di antara:
1. d/4 = 705,5/4 = 352,75 mm
2. 6 × db terkecil = 6 × 29 = 174 mm
3. 150 mm
Spasi hoop kolom yang diperhitungkan di atas tidak perlu diambil nilai yang lebih
kecil dari 100 mm.

Karena spasi yang dihitung dari penulangan sengkang pada balok terhadap gaya
geser tidak ada yang lebih kecil dari pada spasi minimum hoops (150 mm), maka
desain dari spasi sengkang sudah memenuhi syarat dan sudah selesai didesain.

Tabel II.85 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Induk Tipikal


Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kanan Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kiri
Vsway (kN) 281,00 Vsway (kN) 281,00
Vg (kN) 505,68 Vg (kN) 505,68
Vu ujung kanan (kN) 786,68 Vu ujung kanan (kN) 786,68
Vu ujung kiri (kN) 224,67 Vu ujung kiri (kN) 224,67
Cek syarat Vc 1 Tidak Terpenuhi Cek syarat Vc 1 Tidak Terpenuhi
Kontribusi Beton,
Kontribusi Beton, Vc Cek syarat Vc 2 Terpenuhi Cek syarat Vc 2 Terpenuhi
Vc
Vc (kN) 257,6121762 Vc (kN) 257,6121762
Vs (kN) 791,2923912 Vs (kN) 791,2923912
Vs max 1030,448705 Vs max 1030,448705
Cek Vs max OK Cek Vs max OK
Av (mm2) 265,465 Av (mm2) 265,465
Zona Sendi Plastis Zona Sendi Plastis
spasi butuh 99,40675576 spasi butuh (mm) 99,40675576
spasi yang digunakan 100 spasi yang digunakan (mm) 100
Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom
Vu (kN) 648,0779699 Vu (kN) 648,0779699
Vs (kN) 606,4917837 Vs (kN) 606,4917837
spasi butuh 129,696414 spasi butuh (mm) 129,696414
spasi yang digunakan 120 spasi yang digunakan (mm) 120

129
Tabel II.86 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Bentang Panjang
Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kanan Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kiri
Vsway (kN) 389,64 Vsway (kN) 389,64
Vg (kN) 547,13 Vg (kN) 547,13
Vu ujung kanan (kN) 936,77 Vu ujung kanan (kN) 936,77
Vu ujung kiri (kN) 157,48 Vu ujung kiri (kN) 157,48
Cek syarat Vc 1 Tidak Terpenuhi Cek syarat Vc 1 Tidak Terpenuhi
Kontribusi Beton,
Kontribusi Beton, Vc Cek syarat Vc 2 Terpenuhi Cek syarat Vc 2 Terpenuhi
Vc
Vc (kN) 504,8404456 Vc (kN) 504,8404456
Vs (kN) 744,1810548 Vs (kN) 744,1810548
Vs max 2019,361782 Vs max 2019,361782
Cek Vs max OK Cek Vs max OK
Av (mm2) 265,465 Av (mm2) 265,465
Zona Sendi Plastis Zona Sendi Plastis
spasi butuh (mm) 150,646601 spasi butuh (mm) 150,646601
spasi yang digunakan (mm) 150 spasi yang digunakan (mm) 150
Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom
Vu (kN) 783,1871218 Vu (kN) 783,1871218
Vs (kN) 539,4090501 Vs (kN) 539,4090501
spasi butuh (mm) 207,8354941 spasi butuh (mm) 207,8354941
spasi yang digunakan (mm) 200 spasi yang digunakan (mm) 200

Tabel II.87 Perhitungan Penulangan Sengkang pada Balok Kantilever


Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kanan Gaya Geser Muka Kolom ketika bergoyang ke kiri
Vsway (kN) 637,83 Vsway (kN) 637,83
Vg (kN) 299,09 Vg (kN) 299,09
Vu ujung kanan (kN) 936,92 Vu ujung kanan (kN) 936,92
Vu ujung kiri (kN) -338,74 Vu ujung kiri (kN) -338,74
Cek syarat Vc 1 Terpenuhi Cek syarat Vc 1 Terpenuhi
Kontribusi Beton,
Kontribusi Beton, Vc Cek syarat Vc 2 Terpenuhi Cek syarat Vc 2 Terpenuhi
Vc
Vc (kN) 0 Vc (kN) 0
Vs (kN) 1249,22455 Vs (kN) 1249,22455
Vs max 1026,066924 Vs max 1030,448705
Cek Vs max NOT OK Cek Vs max NOT OK
Av (mm2) 265,465 Av (mm2) 265,465
Zona Sendi Plastis Zona Sendi Plastis
spasi butuh (mm) 76,33549259 spasi butuh (mm) 76,33549259
spasi yang digunakan (mm) 70 spasi yang digunakan (mm) 70
Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom Zona Tengah Bentang = jarak 2h dari kolom
Vu (kN) 732,1951443 Vu (kN) 732,1951443
Vs (kN) 976,2601924 Vs (kN) 976,2601924
spasi butuh (mm) 80,22996811 spasi butuh (mm) 80,57258719
spasi yang digunakan (mm) 80 spasi yang digunakan (mm) 80

II.6.2.2.3 Penulangan Torsi

Sama halnya seperti perencanaan torsi pada balok anak. Sebelum merancang
tulangan torsi yang dibutuhkan, diperiksa terlebih dahulu apakah tulangan torsi
dibutuhkan dan apakah perlu melakukan penambahan tulangan torsi. Berikut
ditampilkan rangkuman hasil dari pemeriksaan kebutuhan tulangan torsi untuk
balok induk tipikal, balok bentang panjang, dan balok kantilever.

130
Tabel II.88 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk

Penulangan Torsi Balok Induk


D lapangan (mm) 29
d (mm) 705,5
ɸ (mm) 13 2 lapis
2
Acp (mm ) 320000
Pcp (mm) 2400
Ph (mm) 2028
Aoh (mm2) 217049
2
Ao (mm ) 184491,65
Tcr (kN-m) 77,89831929
ɸ 0,75
ɸTcr/4 (kN-m) 14,60593487
Cek Perlu Tulangan
Tu = ɸTcr (kN-m) 58,42373947 rumus 1 rumus 2
Kecukupan Dimensi OK 2,731794526 4,082540233
Luas Sengkang Torsi At/s (mm2) 0,427258796
Luas Tulangan Geser Av/s (mm2) 2,67048831
Av/s+2At/s (mm2/mm) 3,525005902
Syarat Sengkang Min Tidak Menentukan
Max spasi Tulangan 253,5
Spasi butuh (mm) 150,6179488
Luas Tulangan Longitudinal Tosi butuh 866,4808381
Al Min 872,3209318
Kebutuhan Tul. Long. Tambahan Tulangan Cukup

131
Tabel II.89 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk Bentang Panjang

Penulangan Torsi Balok Bentang Jauh


D lapangan (mm) 29
d (mm) 1005,5
ɸ (mm) 13 2 lapis
2
Acp (mm ) 605000
Pcp (mm) 3300
Ph (mm) 2928
Aoh (mm2) 460199
2
Ao (mm ) 391169,15
Tcr (kN-m) 202,5052011
ɸ 0,75
ɸTcr/4 (kN-m) 37,96972521
Cek Perlu Tulangan
Tu = ɸTcr (kN-m) 151,8789008 rumus 1 rumus 2
Kecukupan Dimensi OK 1,879160131 3,48061161
Luas Sengkang Torsi At/s (mm2) 0,523855159
Luas Tulangan Geser Av/s (mm2) 1,762167732
Av/s+2At/s (mm2/mm) 2,80987805
Syarat Sengkang Min Tidak Menentukan
Max spasi Tulangan 366
Spasi butuh (mm) 188,9509612
Luas Tulangan Longitudinal Tosi butuh 1533,847906
Al Min 1753,57419
Kebutuhan Tul. Long. Tambahan Tulangan Cukup

132
Tabel II.90 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Induk Kantilever

Penulangan Torsi Balok Induk Kantilever


D lapangan (mm) 32
d (mm) 702,5
ɸ (mm) 13 2 lapis
2
Acp (mm ) 320000
Pcp (mm) 2400
Ph (mm) 2028
Aoh (mm2) 217049
2
Ao (mm ) 184491,65
Tcr (kN-m) 77,89831929
ɸ 0,75
ɸTcr/4 (kN-m) 14,60593487
Cek Perlu Tulangan
Tu = ɸTcr (kN-m) 58,42373947 rumus 1 rumus 2
Kecukupan Dimensi OK 2,996372425 3,5368901
Luas Sengkang Torsi At/s (mm2) 0,427258796
Luas Tulangan Geser Av/s (mm2) 4,233941875
Av/s+2At/s (mm2/mm) 5,088459467
Syarat Sengkang Min Tidak Menentukan
Max spasi Tulangan 253,5
Spasi butuh (mm) 104,339862
Luas Tulangan Longitudinal Tosi butuh 866,4808381
Al Min 872,3209318
Kebutuhan Tul. Long. Tambahan Tulangan Cukup

II.6.2.2.4 Penentuan Cut-Off Tumpuan, Panjang Penyaluran, dan Pengangkuran


Tulangan.

Sama halnya seperti perencanaan pada balok anak. Berikut ini ditampilkan
rangkuman hasil dari perencanaan panjang penyaluran untuk balok induk tipikal,
balok bentang panjang, dan balok kantilever.

133
Tabel II.91 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Tipikal

Tulangan Positif
Cut-Off & Panjang Penyaluran Tulangan Negatif (atas)
(bawah)
Lokasi Cut-off dari muka kolom (mm) 2000 2000
d (mm) 705.5 705.5
db (mm) 29 29
yt 1.3 1.3
ye 1 1
l 1 1
d 2705.5 705.5
Panjang Penyaluran ld+ 12db 2348 348
(mm), dari muka kolom ld- ln/16 2026.25 26.25
(mm), dari titik cut off hitung 1533.70086 1700.517446
pilih 2800 1800
ldh 533.70086 533.70086
Angkur
panjang angkur 348 348

Tabel II.92 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Bentang Panjang

Tulangan Positif
Cut-Off & Panjang Penyaluran Tulangan Negatif (atas)
(bawah)
Lokasi Cut-off dari muka kolom (mm) 4000 4000
d (mm) 1005.5 1005.5
db (mm) 29 29
yt 1.3 1.3
ye 1 1
l 1 1
d 5005.5 1005.5
12db 4348 348
Panjang Penyaluran ld+ (mm), dari
ln/16 4026.25 26.25
muka kolom ld- (mm), dari titik cut off
hitung 1533.70086 1700.517446
pilih 5500 1800
ldh 533.70086 533.70086
Angkur
panjang angkur 348 348

Tabel II.93 Perhitungan Penulangan Torsi pada Balok Kantilever

134
Tulangan Positif
Cut-Off & Panjang Penyaluran Tulangan Negatif (atas)
(bawah)
Lokasi Cut-off dari muka kolom (mm) 500 500
d (mm) 702.5 702.5
db (mm) 32 29
yt 1.3 1.3
ye 1 1
l 1 1
d 1202.5 702.5
12db 884 348
Panjang Penyaluran ld+ (mm), dari
ln/16 526.25 26.25
muka kolom ld- (mm), dari titik cut off
hitung 1588.911294 1700.517446
pilih 1600 2000
ldh 588.9112938 533.70086
Angkur
panjang angkur 384 348

Setelah seluruh perhitungan dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa


desain tulangan terpasang pada balok induk adalah sebagai berikut.

Tabel II.94 Kesimpulan Penulangan Balok Induk Tipikal

Tulangan Terpasang Balok Induk Tipikal


End Middle End
Lentur Atas 5D29+5D29 3D29 5D29+5D29
Lentur Bawah 4D29+3D29 4D29+3D29 4D29+3D29
Tulangan Sengkang 2 13-150 2 13-150 2 13-150
Panjang Penyaluran 1800
ldh 534
Angkur
panjang angkur 350
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

Tabel II.95 Kesimpulan Penulangan Balok Bentang Panjang

Tulangan Terpasang Balok Induk Bentang Jauh


End Middle End
Lentur Atas 6D29+5D29 3D29 6D29+5D29
Lentur Samping 2D29 2D29 2D29
Lentur Bawah 5D29+4D29 5D29+4D29 5D29+4D29
Tulangan Sengkang 2  13-150 2  13-150 2  13-150
Panjang Penyaluran 1800
ldh 534
Angkur
panjang angkur 350
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

135
Tabel II.96 Kesimpulan Penulangan Balok Kantilever

Tulangan Terpasang Balok Induk Kantilever


End Middle End
Lentur Atas 6D32+6D32 3D32 6D32+6D32
Lentur Bawah 3D29 3D29 3D29
Tulangan Sengkang 2 13-100 2 13-100 2 13-100
Panjang Penyaluran 1800
ldh 589
Angkur
panjang angkur 400
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

II.6.3 Detailing Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari
balok dan meneruskannya ke pondasi bangunan. Kolom merupakan suatu elemen
struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga
keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan
runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse)
seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Peran kolom sangat penting pada struktur
bangunan, oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik agar kerja kolom dapat
maksimal. Sebelum dilakukan perhitungan perlu diketahui terlebih dahulu properti
penampang dari masing-masing tipe elemen kolom dengan gaya dalamnya masing-
masing. Berikut ini properti kolom sesuai dengan preliminary design.

Tabel II.97 Properti Penampang Kolom Lantai Atas

Properti Kolom Lantai Atas


h (mm) 650 Selimut (mm) 40
b (mm) 850 Sengkang (mm) 13
fc' 40 fy 420
1 0.76428571 Bentang bersih maks (mm) 5000

Tabel II.98 Properti Penampang Kolom Lantai Basement

136
Properti Kolom Basement
h (mm) 750 Selimut (mm) 40
b (mm) 1000 Sengkang (mm) 13
fc' 40 fy 420
1 0.76428571 Bentang bersih (mm) 4800

Berikut ini gaya dalam yang diterima kolom berdasarkan analisis ETABS.

Tabel II.99 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tipe Lantai Atas

Kolom Lt. Atas P (kN) M2 (kNm) M3 (kNm)


Pmin -0,63 161,73 298,29
Pmax -7388,55 -472,39 -896,54
M2min -3512,74 -932,71 -590,88
M2max -2003,71 1060,97 335,26
M3min -6631,79 -624,97 -1168,82
M3max -2022,80 182,19 1381,80

Tabel II.100 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tipe Basement

Kolom Basement P (kN) M2 (kNm) M3 (kNm)


Pmin -8,93 -8,38 79,65
Pmax -10415,53 25,26 -150,68
M2min -9141,33 -391,22 -209,81
M2max -3554,88 369,27 683,02
M3min -7665,74 21,53 -883,36
M3max -2632,68 215,00 799,84

Berikut ini langkah perhitungan tulangan dari kolom.


II.6.3.1 Pengecekan Geometri kolom

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kolom yang didesain
berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 21.6.1 dengan contoh perhitungan untuk kolom
lantai atas sebagai berikut.
𝐴𝑔 𝑓𝑐′
a. Gaya Aksial terfaktor maksimum yang bekerja harus melebihi 10

Untuk kolom lantai atas, b = 650 mm dan h = 850 mm


𝐴𝑔 = 𝑏 𝑥 ℎ = 650 𝑥 850 = 552.500 mm2
𝐴𝑔 𝑓𝑐′ 64000 × 35
= = 2210 𝑘𝑁 < 7.388,55 𝑘𝑁 → 𝑜𝑘
10 10 × 1000

137
b. Sisi terpendek penampang kolom tidak kurang dari 300 mm
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘 = 𝑏 = 650 𝑚𝑚 > 300 𝑚𝑚 → 𝑂𝑘
c. Rasio dimensi penampang tidak kurang dari 0,4
𝑏 650
= = 0,76 > 0,4 → 𝑜𝑘
ℎ 850

Tabel II.101 Pengecekan Geometri Kolom

Pengecekan Geometri (SNI Pasal 21.6.1)


Cek Sisi
Lantai b (mm) h (mm) Ag (mm2) Agfc'/10 (kN) P max (kN) Cek Aksial Cek Rasio
Terpendek
1 - Atap 850 650 552500 2210 7388,55 OK OK OK
Basement 1000 750 750000 3000 10415,53 OK OK OK

II.6.3.2 Pengecekan Konfigurasi Penulangan

Desain penulangan kolom dilakuan dengan menggunakan perangkat lunak PCACol


berdasarkan beban hasil gaya dalam ETABS. Persyaratan rasio tulangan 𝜌𝑔 dibatasi
tidak kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06. Didapatkan tulangan untuk kolom
masing-masing tipikal adalah sebagai berikut.

Gambar II.45 Konfigurasi Penulangan Kolom Lantai Atas

138
Gambar II.46 Konfigurasi Penulangan Kolom Lantai Basement

Akan dilakukan pemeriksaan terhadap tulangan yang terpasang apakah sudah


sesuai dengan syarat seperti di bawah ini dengan contoh perhitungan kolom lantai
atas.

𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑜𝑛𝑔𝑖𝑡𝑢𝑑𝑖𝑛𝑎𝑙 = 16𝐷32


𝜋(32)2
𝐴𝑠 = 16 𝑥 = 12.867,96 𝑚𝑚2
4
12.867,96
𝜌𝑔 = = 0,02329 ≥ 0,01 → 𝑜𝑘
650 × 850

Tabel II.102 Pengecekan Penulangan Longitudinal Kolom

Pengecekan Penulangan PCACol


Lantai D tul (mm) N As (mm2) ρg min ρg max ρg Cek
1 - Atap 32 16 12867,96351 0,01 0,06 0,02329 OK
Basement 25 16 7853,981634 0,01 0,06 0,01047 OK

II.6.3.3 Cek Kekuatan Kolom

Berdasarkan SNI Pasal 21.6.2.2 disebutkan bahwa Kuat Kolom 𝜙𝑀𝑛 harus
memenuhi Σ𝑀𝑐 ≥ 1,2 Σ𝑀𝑔 .
Dimana:
Σ𝑀𝑐 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑛 𝑑𝑢𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝑑𝑖 𝑗𝑜𝑖𝑛

139
Σ𝑀𝑔 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑛 𝑑𝑢𝑎 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝑑𝑖 𝑗𝑜𝑖𝑛
Nilai Mn kolom didapatkan dengan memasukkan gaya aksial dari ETABS pada
masing-masing lantai kolom ke dalam diagram interaksi P-M hasil perhitungan dari
PCAColumn seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Sedangkan nilai
Mn balok didapatkan dari perhitungan momen balok induk sesuai dengan
perhitungan pada subbab sebelumnya.

Tabel II.103 Gaya Dalam Ultimit Kolom Tiap Lantai

Gaya Dalam Max Kolom per Lantai


Lantai P Max V Max
Atap -1139,51 372,6018
4 -3126,8863 474,9335
3 -5247,4492 527,0138
2 -7388,5542 503,1835
1 -9209,1159 392,0765
B1 -10415,5344 146,6615

Gambar II.47 Diagram Interaksi P-M Kolom Lantai Atas

140
Gambar II.48 Diagram Interaksi P-M Kolom Lantai Basement

Contoh perhitungan kekuatan kolom untuk kolom lantai atas (lantai 3):
1,2 Σ𝑀𝑔 = 1,2(1857,01 + 1423,69) = 3936,85 𝑘𝑁𝑚
𝜙𝑃𝑛−4 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑠 (𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 4)
𝜙𝑃𝑛−4 = 3126,88 𝑘𝑁 → 𝜙𝑀𝑛−4 = 2509 𝑘𝑁𝑚
𝜙𝑃𝑛−3 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑠 (𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 3)
𝜙𝑃𝑛−3 = 5247,45 𝑘𝑁 → 𝜙Mn−3 = 2056 𝑘𝑁𝑚
Σ𝑀𝑐 = 𝜙𝑀𝑛−3 + 𝜙Mn−4 = 4565 𝑘𝑁𝑚 > 3936,85 𝑘𝑁𝑚 → 𝑜𝑘
Untuk perhitungan kekuatan kolom untuk setiap lantai dapat dilihat pada tabel
berikut dengan keterangan bahwa syarat 1 adalah pengecekan momen nominal
suatu lantai dengan lantai di atasnya (lantai teratas tidak perlu dicek syarat 1),
sedangkan syarat 2 adalah pengecekan momen nominal suatu lantai dengan lantai
di bawahnya (lantai terbawah tidak perlu dicek syarat 2).

Tabel II.104 Pengecekan Kuat Kolom

141
Kuat Kolom Goyangan Kanan
ФMn kanan 1323,37 kN-m
ФMn kiri 1323,37 kN-m
1.2∑Mg 3176,08908 kN-m syarat 1 syarat 2
Lantai фPn (kN) фMn (kN-m) Mni+Mni-1 Mni+Mni+1
Atap 1139,51 2105 NOT OK Terpenuhi
4 3126,89 2509 Terpenuhi Terpenuhi
3 5247,45 2056 Terpenuhi Terpenuhi
2 7388,55 1903 Terpenuhi Terpenuhi
1 9209,12 2538 Terpenuhi Terpenuhi
B1 10415,53 2423 Terpenuhi NOT OK

Kuat Kolom Goyangan Kiri


ФMn kanan 1857,015034 kN-m
ФMn kiri 1423,698792 kN-m
1.2∑Mg 3936,856592 kN-m syarat 1 syarat 2
Lantai фPn (kN) фMn (kN-m) Mni+Mni+1 Mni+Mni-1
Atap 1139,51 2105 NOT OK Terpenuhi
4 3126,89 2509 Terpenuhi Terpenuhi
3 5247,45 2056 Terpenuhi Terpenuhi
2 7388,55 1903 Terpenuhi Terpenuhi
1 9209,12 2538 Terpenuhi Terpenuhi
B1 10415,53 2423 Terpenuhi NOT OK

II.6.3.4 Desain Tulangan Confinement


a. Luas penampang Hoops
Menurut SNI Pasal 21.6.4.4, total luas penampang hoops tidak kurang dari salah
satu yang terbesar antara
𝑆𝑏𝑐 𝑓𝑐′ 𝐴𝑔 0,09𝑠𝑏𝑐 𝑓𝑐′
𝐴𝑠ℎ = 0,3 ( ) (𝐴 − 1) dan 𝐴𝑠ℎ =
𝑓𝑦𝑡 𝑐ℎ 𝑓𝑦𝑡

Dimana
𝑏𝑐 = lebar penampang inti beton (yang terkekang)
𝐴𝑐ℎ = luas penampang inti beton,diukur dari serat terluar hoops ke serat terluar
hoops di sisi lain
Contoh perhitungan kolom tipe Lantai Atas.
Dicoba tulangan berdiameter D13 untuk hoops dengan jumlah 4 kaki
𝜋(13)2
𝐴𝑠ℎ = × 4 = 530,929 𝑚𝑚2
4

142
1
𝑏𝑐 = 𝑏𝑤 − 2 (𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 + 𝑑𝑏 ) = 850 − 2(40 + 0.5(13)) = 757 𝑚𝑚
2
𝐴𝑐ℎ = (𝑏𝑤 − 2(𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡)) × (𝑏𝑤 − 2(𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡))
𝐴𝑐ℎ = (850 − 2(40))𝑥 (650 − 2(40)) = 438.900 𝑚𝑚2
Sehingga
𝐴𝑠ℎ 40 552.500 𝑚𝑚2
= 0,3 (757 × )( − 1) = 5,598
𝑠 420 438.900 𝑚𝑚
dan
𝐴𝑠ℎ 0,09 × 757 × 40 𝑚𝑚2
= = 6,488
𝑠 420 𝑚𝑚
Jadi, diambil nilai yang terbesar yaitu 6,488 mm2/mm. Perhitungan untuk masing-
masing lantai disajikan pada tabel berikut.

Tabel II.105 Perhitungan Luas Tulangan Confinement Kolom

Desain Luas Tulangan Confinement


Ash/s 1 Ash/s 2
Lantai D hoops N (kaki) Ash (mm2) bc(mm) Ag (mm2) Ach (mm2)
(mm2/mm) (mm2/mm)
Atap 13 8 1061,86 757 552500 438900 5,598099 6,49
4 13 8 1061,86 757 552500 438900 4,898337 6,49
3 13 8 1061,86 757 552500 438900 4,898337 6,49
2 13 8 1061,86 757 552500 438900 4,898337 6,49
1 13 8 1061,86 907 750000 616400 4,914633 7,77
B1 13 8 1061,86 907 750000 616400 4,914633 7,77

b. Spasi Maksimum
Menurut SNI Pasal 21.6.4.3 (lihat gambar di bawah), syarat spasi maksimum adalah
yang terkecil diantara:
1. ¼ dimensi penampang kolom terkecil
2. 6 kali diameter tulangan longitudinal
3. So menurut persamaan :
350 − ℎ𝑥
𝑠𝑜 ≤ 100 +
3
Dengan
ℎ𝑥 =2/3 bc atau spasi horizontal maksimum kaki-kaki pengikat silang
Namun 𝑠𝑥 tidak boleh melebihi 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm.

143
Contoh perhitungan untuk kolom tipe lantai atas.
1
(650) = 162,5 𝑚𝑚
4
6 × 32 = 192 𝑚𝑚
2
ℎ𝑥 = (757) = 484,67 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 142,5 𝑚𝑚 → 142,5 𝑚𝑚
3
350 − 142,5
𝑠𝑜 = 100 + = 169,16 𝑚𝑚, 100 ≤ 𝑠𝑜 ≤ 150
3
Maka, spasi maksimum adalah 150 mm (yang terkecil diantara 162,5; 192; dan 150
mm).
Dipilih nilai s = 125 mm < smax = 150 mm
Nilai spasi ini diperiksa terhadap luas tulangan yang dibutuhkan yaitu:
𝐴𝑠ℎ 𝑚𝑖𝑛 = 125 × 6,488 = 811,07 𝑚𝑚2
Jadi, karena luas tulangan 4D13 (𝐴𝑠ℎ = 530,929 𝑚𝑚2 ) tidak mencukupi, maka
ditentukan akan digunakan tulangan confinement dengan 8D13 (dipasang 2 lapis)
sehingga akan memenuhi besar luas minimum hoops
𝐴𝑠ℎ > 𝐴𝑠ℎ 𝑚𝑖𝑛 → 1.061,86 𝑚𝑚2 > 811,07 𝑚𝑚2
Perhitungan tipikal lainnya disajikan pada tabel berikut ini.

144
Tabel II.106 Perhitungan Spasi Confinement di Joint Kolom

Desain Spasi Tulangan Confinement


s-max 1 s-max 2 S Dipilih Ash Min
hx (mm) So (mm) S Max (mm) Syarat Ash Min
(mm) (mm) (mm) (mm2)
162,5 192 142,5 150 150 125 811,07 TERPENUHI
162,5 192 142,5 150 150 125 811,07 TERPENUHI
162,5 192 142,5 150 150 125 811,07 TERPENUHI
162,5 192 142,5 150 150 125 811,07 TERPENUHI
187,5 150 142,5 150 150 125 971,79 TERPENUHI
187,5 150 142,5 150 150 125 971,79 TERPENUHI

c. Tulangan Hoops sepanjang bentang bersih selain 𝑙𝑜


Menurut SNI pasal 21.6.4.1 disebutkan bahwa tulangan hoop sebelumnya
diperlukan untuk dipasang sepanjang 𝑙𝑜 dari ujung-ujung kolom. 𝑙𝑜 dipilih yang
terbesar diantara
1. Tinggi elemen kolom, h di join = 850 mm
2. 1/6 tinggi bersih kolom = 1/6 × (5000-800) = 700 mm
3. 450 mm
Diambil nilai terbesar 𝑙𝑜 = 850 𝑚𝑚
Berdasarkan SNI pasal 21.6.4.5, sepanjang sisa tinggi kolom bersih (tinggi kolom
total dikurang lo di masing-masing ujung kolom) diberi hoops dengan spasi
minimum 150 mm atau 6 kali diameter tulangan longitudinal = 6(32) = 192 mm
Digunakan nilai spasi hoops pada sepanjang sisa tinggi kolom bersih yaitu 150 mm
Untuk perhitungan tipikal lainnya disajikan pada tabel berikut.

Tabel II.107 Perhitungan Spasi Hoops Bentang Tengah Kolom

Desain Spasi Tulangan Confinement pada Bentang Tengah


Tinggi Bersih 1/6 tinggi lo min s min s butuh di s digunakan di
lo (mm) 6 db (mm)
(mm) bersih (mm) (mm) (mm) tengah (mm) tengah (mm)

4200 700,00 450 850,00 150 192 150 150


4200 700,00 450 850,00 150 192 150 150
4200 700,00 450 850,00 150 192 150 150
4200 700,00 450 850,00 150 192 150 150
4000 666,67 450 1000,00 150 150 150 150
4000 666,67 450 1000,00 150 150 150 150

II.6.3.5 Desain Tulangan Geser

Berikut adalah langkah-langkah beserta contoh perhitungan desain tulangan geser


kolom.

145
a. Ve tidak perlu lebih besar dari 𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦 yang dihitung berdasarkan 𝑀𝑝𝑟 balok :
𝑀𝑝𝑟−𝑡𝑜𝑝 𝐷𝐹𝑡𝑜𝑝 + 𝑀𝑝𝑟−𝑏𝑜𝑡 𝐷𝐹𝑏𝑜𝑡
𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦 =
𝑙𝑛
Dengan DF = faktor distribusi momen di bagian atas dan bawah kolom
Untuk kolom lantai 2, 𝐷𝐹𝑡𝑜𝑝 = 0,315 𝐷𝐹𝑏𝑜𝑡 = 0,685 (berdasarkan distribusi
kekakuan)
0,5 𝑥 1857,02 + 0,5 𝑥 1423,7
𝑉𝑠𝑤𝑎𝑦 = = 338,976 𝑘𝑁
(4,2)
b. Ve tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil analisis, yaitu 474,934
kN.

Sehingga diambil nilai Ve = 474,934 kN

Tabel II.108 Perhitungan Gaya Geser Desain Kolom


Desain Tulangan Geser
Mpr-top 1857,015 kN-m
Mpr-bot 1423,699 kN-m

Lantai tinggi kolom (mm) Inersia (mm4) DF Top DF Bottom ln (m) Vsway (kN) Vu (kN) Ve (kN)

Atap 5000 33265104167 0,000 1,000 4,2 338,98 372,60 372,60


4 5000 33265104167 0,500 0,500 4,2 390,56 474,93 474,93
3 5000 33265104167 0,500 0,500 4,2 390,56 527,01 527,01
2 5000 33265104167 0,320 0,680 4,2 372,01 503,18 503,18
1 4800 62500000000 0,320 0,680 4 390,61 392,08 392,08
B1 4800 62500000000 1,000 0,000 4 464,25 146,66 464,25

Vc dapat diambil = 0 jika Ve akibat gempa lebih besar dari ½ Vu dan gaya aksial
terfaktor pada kolom tidak melampaui 0,05 Agfc’.
1 1
𝑉𝑢 = × 474,934 = 237,47 𝑘𝑁 → 𝑉𝑐 = 0
2 2
0,05(552.500)(40)
0,05 𝐴𝑔 𝑓𝑐′ = = 1105 𝑘𝑁 > 𝑉𝑒 → 𝑉𝑐 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛
1000
Maka:
√𝑓𝑐′ √40 32
𝑉𝑐 = 𝑏𝑤 𝑑 = (650) (650 − 40 − 13 − ) = 398,08 𝑘𝑁
6 6 2
Kemudian penulangan geser untuk kolom dilakukan dengan cara yang sama dengan
penulangan geser pada balok yaitu seperti yang di bawah ini.

146
Gambar II.49 Zonasi Penulangan Geser
(Sumber: Imran, I dan Hendrik, F. 2014)
c. Cek apakah butuh tulangan geser (Zona I)
𝑉𝑢 1
> 𝑉
𝜙 2 𝑐
𝑉𝑢 474,934 1
= = 633,245 𝑘𝑁 < (398,078) → 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟
𝜙 0,75 2
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan apakah tulangan geser minimum
(pada zona II dari diagram zonasi tulangan geser) sudah cukup untuk menahan gaya
geser yang terjadi pada kolom. Diawali dengan pemeriksaan zona II.
1
𝑉𝑐 + 3 bw d
1 1
𝑉𝑐 + 3 bw d = 398,1 + 3 (650) (581) = 523,96 kN
𝑉𝑢 474,934
Untuk Lantai 4: = = 633,245 𝑘𝑁 > 523,96 kN
𝜙 0,75

Karena pada lantai tertentu masih terdapat kebutuhan tulangan geser yang masih
melewati zona II, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan zona III.
1 1
𝑉𝑐 + 3 √𝑓𝑐′ bw d = 398,1 + 3 √40 (650) (581) = 1194 kN

147
Maka diambil kesimpulan bahwa untuk lantai 2, 3, dan 4 termasuk ke dalam
penulangan geser zona III, sedangkan untuk lantai B2, B1, 1, dan Atap termasuk ke
zona II sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel II.109 Perhitungan Zonasi Tulangan Geser Kolom

Zona I Zona II Zona III


Cek
фPn-desain Vc hitung Vc+(75*fc'^0.5 Vc+1/3*fc'^0.5
Vc 1 (kN) Vc 2 (kN) d (mm) Vu/Ф (kN) Kebutuhan Tul Vc+1/3*bw*d
(kN) (Kn) /1200)*bw*d *bw*d
Geser
1139,51 0 Hitung 581 398,078 496,802 Perlu 523,9613861 547,357 1194
3126,8863 0 Hitung 581 398,078 633,245 Perlu 523,9613861 547,357 1194
5247,4492 0 Hitung 581 398,078 702,685 Perlu 523,9613861 547,357 1194
7388,5542 0 Hitung 581 398,078 670,911 Perlu 523,9613861 547,357 1194
9209,1159 0 Hitung 685 541,145 522,769 Perlu 712,2697646 744,074 1623
10415,5344 0 Hitung 685 541,145 619,005 Perlu 712,2697646 744,074 1623

Setelah ditentukan zona tulangan geser kolom dari masing-masing lantai, akan
dilakukan pengecekan dan penentuan spasi tulangan geser yang memenuhi. Telah
diketahui sebelumnya bahwa tulangan sengkang yang dipasang untuk tulangan
confinement yang sebelumnya telah dihitung, yaitu 8D13 dengan s = 125 mm.
Kebutuhan spasi dari kolom ditentukan dengan syarat:
 s < 0,5d = 290,5 (lantai atas) dan 342,25 (lantai basement)
 s < 600 mm

Karena spasi tulangan transversal pada confinement telah memenuhi syarat yang
ditentukan di atas, maka spasi yang digunakan adalah tulangan confinement.
Langkah terakhir adalah dengan menghitung apakah luas tulangan yang terpasang
sudah memenuhi tulangan minimum yang disyaratkan.
s bw
 Untuk Zona II: Av > 3 fy
𝑉 s
 Untuk Zona III: Av > ( 𝜙𝑢 − 𝑉𝑐 ) fy d

Perhitungan dapat diperhatikan pada tabel di bawah dan dapat diambil kesimpulan
bahwa tulangan confinement yang terpasang 8D13-100 sudah mencukupi.

Tabel II.110 Perhitungan Spasi Tulangan Geser Kolom

148
Syarat Spasi Zona II dan III daerah Joint Kolom
s max tul Ash
spasi spasi s digunakan
confinement Av-min (mm4) confinement >
syarat 1 syarat 2 (mm)
(mm) Av-min
600,000 290,500 125 125 64,484 TERPENUHI
600,000 290,500 125 125 120,465 TERPENUHI
600,000 290,500 125 125 156,036 TERPENUHI
600,000 290,500 125 125 139,760 TERPENUHI
600,000 342,250 125 125 74,405 TERPENUHI
600,000 342,250 125 125 74,405 TERPENUHI
d. Sengkang diluar 𝑙𝑜

Perhitungan pada subbab V.2.3.5 hanya untuk daerah joint kolom sejauh 𝑙𝑜 , oleh
karena itu sama seperti tulangan confinement, perlu dilakukan pengecekan
kebutuhan tulangan geser untuk daerah di luar 𝑙𝑜 .

SNI pers (11-4) memberikan harga Vc bila ada gaya aksial yang bekerja:
𝑁𝑢
𝑉𝑐 = 0,17 (1 + ) 𝜆√𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑
14𝐴𝑔
Dengan
Nu = gaya tekan aksial terkecil (𝑁𝑢 /𝐴𝑔 mdalam MPa)
𝜆 = 1, untuk beton normal

Perhitungan dilakukan sama seperti perhitungan tulangan geser di daerah lo yang


telah dilakukan di atas. Perbedaan hanya terletak pada perhitungan nilai Vc yang
nilainya lebih besar di bandingkan di daerah joint. Hasil perhitungan ditampilkan
dalam tabel di bawah ini, dan disimpulkan bahwa untuk bentang tengah kolom
(bentang selain daerah lo dari ujung kolom) sudah cukup dengan menggunakan
tulangan yang dihitung pada daerah confinement yaitu 8D13-150.

149
Tabel II.111 Perhitungan Tulangan Geser di Luar lo dari Joint Kolom

Tulangan Geser di luar lo dari Kolom


Vc Hitung Zona I Zona II Zona III Syarat Spasi Zona II dan III daerah lo
s
Nu/Ag Pengecekan Vc+1/3*b Vc+(75*fc'^0.5/1 Pengecekan Vc+1/3*fc'^ s max Av-min Ash > Av-
Nu (kN) Vc (kN) digunakan
(N/mm2) Zona I w*d 200)*bw*d Zona II 0.5*bw*d (mm) (mm4) min
(mm)
8,316 0,015 406,476 Cek Zona II 532,359 555,755 YA 406 150 150 77,381 TERPENUHI

18,426 0,033 407,007 Cek Zona II 532,890 556,286 Cek Zona III 1203 150 150 139,069 TERPENUHI
36,336 0,066 407,947 Cek Zona II 533,830 557,226 Cek Zona III 1204 150 150 181,177 TERPENUHI

40,434 0,073 408,162 Cek Zona II 534,045 557,441 Cek Zona III 1204 150 150 161,513 TERPENUHI

54,240 0,072 554,819 Cek Zona II 725,944 757,748 YA 555 150 150 89,286 TERPENUHI

89,728 0,120 556,685 Cek Zona II 727,810 759,614 YA 557 150 150 89,286 TERPENUHI

II.6.3.6 Desain Lap Splice

Menurut SNI Pasal 21.6.3.3, Lap Splice hanya boleh dipasang di bentang tengah
tinggi kolom dan harus diikat dengan tulangan sengkang (confinement). Sepanjang
lap splices (sambungan lewatan), spasi tulangan transversal dipasang sesuai dengan
spasi tulangan confinement sebelumnya, yaitu 125 mm.
Berdasarkan SNI Beton 2847:2013 Pasal 12.17.2.2, digunakan Class B jika semua
tulangan disalurkan di lokasi yang sama. Panjang lewatan Kelas B = 1,3ld
Nilai ld ditentukan berdasarkan SNI sesuai dengan tabel sebagai berikut.

Tabel II.112 Syarat panjang lewatan

(Sumber: SNI 2847:2013)

Maka untuk tulangan longitudinal D29, panjang ld dihitung


𝑓𝑦 𝜓𝑡 𝜓𝑒
𝑙𝑑 = db
1.7 λ √fc′

Karena tidak ada tulangan horizontal yang dipasang sehingga lebih dari 300 mm beton
segar dicor di bawah panjang penyaluran atau sambungan, yt = 1.0.

150
Karena tulangan tidak dilapisi atau digalvanis, ye = 1.0. Untuk beton segar (l = 1.0),
didapatkan panjang penyaluran ld adalah sebagai berikut (contoh perhitungan untuk
kolom tipikal lantai atas):
420 × 1,3 × 1
𝑙𝑑 = ( ) 29 = 1625,1 𝑚𝑚
1,7 × 1 × √40
Panjang lewatan
1,3 𝑙𝑑 = 1,3 (1625,1) = 2112,6 𝑚𝑚
1,3 ld dapat dikurangi dengan cara dikalikan 0,83 jika confinement sepanjang
lewatan mempunyai area efektif yang tidak kurang dari 0,0015 × ℎ × 𝑠.
𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 0,0015 × 650 × 125 = 121,875 𝑚𝑚2
𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐻𝑜𝑜𝑝𝑠 = 1061,86 𝑚𝑚2
𝐿𝑎𝑝 𝑆𝑝𝑙𝑖𝑐𝑒𝑠 = 0,83 × 2112,6 = 1753,4 𝑚𝑚 ≈ 1800 𝑚𝑚
Untuk perhitungan untuk kolom setiap lantai disajikan pada tabel berikut.

Tabel II.113 Perhitungan Lap Splices Kolom

Desain Lap Splices


spasi tul
Area efektif Area hoops panjang panjang
Lantai transversal ld panjang lewatan kelas B (mm)
(mm2) (mm2) lewatan (mm) digunakan (mm)
(mm)
Atap 125 1625,04 2112,55 121,88 1061,86 1753,42 1800
4 125 1625,04 2112,55 121,88 1061,86 1753,42 1800
3 125 1625,04 2112,55 121,88 1061,86 1753,42 1800
2 125 1625,04 2112,55 121,88 1061,86 1753,42 1800
1 125 1269,56 1650,43 140,63 1061,86 1369,86 1400
B1 125 1269,56 1650,43 140,63 1061,86 1369,86 1400

Setelah seluruh perhitungan dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa


desain tulangan terpasang pada kolom adalah sebagai berikut.

Tabel II.114 Kesimpulan Penulangan Kolom

151
Tulangan Terpasang Kolom
Tulangan Longitudinal D tul (mm) N
Lantai Atas 32 16
Basement 25 16
Panjang Lewatan ld (mm)
Lantai Atas 1800
Lantai Basement 1400
Daerah Ujung Daerah Tengah
Tulangan Transversal
8D13-125 8D13-150
Daerah di luar sendi plastis lo (mm)
Lantai Atas 850
Lantai Basement 1000
Lap Splice Panjang Lewatan
Lantai Atas 1800
Basement 1400
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

II.6.4 Detailing Hubungan Balok dan Kolom

Hubungan balok-kolom (HBK) SRMPK merupakan tempat pertemuan komponen


struktur balok dan kolom yang telah didesain sebelumnya. Perhitungan lokasi
tempat pertemuan ini merupakan lokasi paling penting terutama pada struktur
rangka pemikul karena sebagai titik berkumpulnya gaya geser yang dikenai melalui
pelat menuju balok dan kemudian disalurkan kolom, sehingga pada daerah
sambungan dapat terjadi gagal geser.

Perencanaan hubungan balok – kolom (HBK) sangat diharuskan terutama pada


bangunan yang menggunakan sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK) dimana pada konsep desain SRPMK, kolom harus dipastikan
mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada balok sehingga kegagalan struktur
pada kolom dan joint dapat dicegah dengan membuat sendi plastis pada zona 2h
dari ujung balok. Berikut ini langkah perhitungan detailing hubungan balok –
kolom:
II.6.4.1 Dimensi Joint

Menurut SNI 2847-2013 Pasal 23.5.2.1: dalam menentukan dimensi joint,


digunakan dimensi yang diukur paralel terhadap tulangan lentur balok yang
menyebabkan geser di joint harus berukuran paling sedikitnya 20 kali db
longitudinal terbesar. Ditentukan juga bahwa Aj adalah luas penampang efektif

152
dalam suatu joint yang dihitung dari tinggi joint dikali dengan lebar joint efektif.
Tinggi Joint harus merupakan tinggi keseluruhan kolom, h dan lebar efektif joint
ditentukan tidak boleh melebihi:

 Lebar balok (b) ditambah tinggi joint (h)

 Dua kali jarak tegak lurus dari sumbu longitudinal balok ke sisi kolom (x)

Gambar II.50 Luas Joint Efektif


(Sumber: Imran, I dan Hendrik, F. 2014)

Contoh Perhitungan diberikan untuk tipikal kolom dan balok lantai 2:

Lebar balok, b = 400 mm

Tinggi joint (sisi kolom), h = 650 mm dan 850 mm

Lebar Efektif Joint = Nilai terkecil antara b + h dan b + 2x, diambil dari nilai di
bawah ini:

 𝑏 + ℎ = 400 + 650 = 1050 𝑚𝑚


 𝑏 + 2𝑥 = 400 + (850 – 400) = 850 mm

Tabel II.115 Dimensi Joint pada HBK

153
Dimensi Join

Lantai b (mm) h (mm) Aj (mm2)

Atap 850 850 722500


4 850 850 722500
3 850 850 722500
2 850 850 722500
1 1000 1000 1000000
B1 1000 1000 1000000

II.6.4.2 Penulangan transversal untuk confinement

SNI 2847-2002 Pasal 23.5.2.1 menyatakan bahwa dalam joint harus terdapat
tulangan confinement. Sementara itu pada SNI 2847-2002 Pasal 23.5.2.2 dikatakan
bahwa untuk joint interior, jumlah tulangan confinement yang dibutuhkan
setidaknya setengah tulangan confinement yang dibutuhkan di ujung-ujung kolom.

Dari desain kolom pada subbab sebelumnya pada bagian tulangan confinement
ditentukan bahwa nilai Ash/s maksimum yang dibutuhkan untuk kolom lantai 2
adalah sebesar 6,49 mm2/mm, maka dibutuhkan tulangan confinement:

0,5𝐴𝑠ℎ
= 0,5 𝑥 6,49 = 3,24 𝑚𝑚2/𝑚𝑚
𝑠

Spasi vertikal hoop diizinkan untuk diperbesar hingga 150 mm. Sehingga:

Ash min = 150 mm x 3,24 mm2/mm = 486,64 mm2

Ketika digunakan baja tulangan diameter 13 mm 4 kaki, ternyata pada bagian


basement terdapat luas tulangan transversal yang tidak terpenuhi, untuk mencegah
terlalu penuhnya tulangan dan menyebabkan kesulitan pelaksanaan pada bagian
hubungan balok kolom, ditentukan digunakan baja tulangan diameter 16 mm 4
dengan spasi 150 mm kaki untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

1
Ash pakai = 4 𝑥 4 𝑥 𝑝ℎ𝑖 𝑥 (16)2 = 804,25 mm2

Luas Ash yang didapat adalah 804,25 mm2. Karena sudah memenuhi area tulangan
hoop yang diperlukan, maka digunakan 4 kaki D16 dengan spasi 150 mm.

154
Perhitungan hubungan balok kolom untuk lantai lainnya dapat diperhatikan pada
tabel berikut.

Tabel II.116 Penulangan Transversal untuk Confinement pada HBK

Penulangan Transversal untuk Confinement


Lantai D hoops N Ash (mm2) Ash/s 0.5*Ash/s s (mm) Ash min Syarat min
Atap 16 4 804,25 6,49 3,24 150 486,64 TERPENUHI
4 16 4 804,25 6,49 3,24 150 486,64 TERPENUHI
3 16 4 804,25 6,49 3,24 150 486,64 TERPENUHI
2 16 4 804,25 6,49 3,24 150 486,64 TERPENUHI
1 16 4 804,25 7,77 3,89 150 583,07 TERPENUHI
B1 16 4 804,25 7,77 3,89 150 583,07 TERPENUHI

II.6.4.3 Perhitungan Geser di Joint, dan Cek Kuat Geser

Sesuai dengan hasil perhitungan pada tahap sebelumnya pada desain kolom
didapatkan besarnya gaya Vsway untuk masing-masing lantai pada kolom. Gaya
tersebut akan digunakan dalam perhitungan kuat geser join.

Untuk Lantai 2:

Vsway= 372,98 kN

Telah ditentukan sebelumnya bahwa tulangan yang terpasang berupa 10 tulangan


D29 di atas dan 7 tulangan D29 di bagian bawah.

As D29 = 0,25 𝑥 𝜋 𝑥 292 = 660,52 mm2

Maka dapat ditentukan gaya tarik yang terjadi pada tulangan sebesar

T1 = C1 = 1,25 As ntul fy = 3.467,73 kN


T2 = C2 = 1,25 As ntul fy = 2.427,41 kN

Gaya geser horizontal di Hubungan Balok-Kolom dapat dihitung dengan

Vu = |T1 + C2 – Vsway|
Vu = |3.467,73 + 2.427,41 – 372,98|
Vu = 5.556,16 kN

155
SNI 2847-2013 Pasal 23.5.3.1 Kuat geser nominal joint yang dikekang di keempat
sisinya adalah:

Vn = 1,7√fc’Aj = 1,7√40 722.500 = 7.768,14 kN


∅Vn = 0,75 x 7.768,14 = 5.826,1 kN > 5.556,16 kN = Vu

Sehingga karena nilai Kuat geser nominal sudah lebih besar nilainya dibanding
geser yang terjadi, maka kuat geser joint sudah memadai. Berikut ini adalah hasil
pengecekan yang dilakukan pada lantai lainnya.

Tabel II.117 Pengecekan Kuat Geser pada HBK

Kuat Geser Joint


Syarat
Lantai V sway T1 (kN) C1 (kN) T2 (kN) C2 (kN) Vu (kN) Vn (kN) Ф ФVn (kN)
Kekuatan
Atap 338,98 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5556,16 7768,14 0,75 5826,10 TERPENUHI
4 390,56 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5504,58 7768,14 0,75 5826,10 TERPENUHI
3 390,56 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5504,58 7768,14 0,75 5826,10 TERPENUHI
2 372,01 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5523,13 7768,14 0,75 5826,10 TERPENUHI
1 390,61 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5504,53 10751,74 0,75 8063,81 TERPENUHI
B1 464,25 3467,73 3467,73 2427,41 2427,41 5430,89 10751,74 0,75 8063,81 TERPENUHI

II.6.5 Pengecekan Elemen Kord dan Kolektor

Berdasarkan peraturan SNI 1726:2012 pasal 7.3.3.4, untuk struktur yang dirancang
pada kategori desain seismik D, E, atau F dan mempunyai ketidakberaturan struktur
horizontal tipe 1a, 1b, 2, 3, atau 4 pada kategori ketidakberaturan struktur atau
ketidakberaturan struktur vertikal tipe 4 pada kategori ketidakberaturan struktur,
gaya desain diafragma yang ditentukan harus ditingkatkan 25 persen untuk elemen-
elemen sistem penahan gempa di bawah ini:

1. Sambungan antara diafragma dengan elemen vertikal dan dengan elemen-


elemen kolektor.
2. Elemen kolektor dan sambungannya termasuk sambungan ke elemen
vertikal dari sistem penahan gaya gempa.

Gaya desain diafragma yang dimaksud adalah sesuai dengan persamaan berikut:

156
Dimana:
Fpx = gaya desain diafragma;
Fi = gaya desain yang diterapkan di tingkat-i
wi = tributari berat sampai tingkat i
wpx = tributari berat diafragma di tingkat x.
Gaya yang dihitung dibatasi tidak boleh kurang dari:
𝐹𝑝𝑥 min = 0,2 𝑥 𝑆𝐷𝑆 𝑥 𝐼𝑒 𝑥 𝑊𝑝𝑥
dan tidak boleh melebihi:
𝐹𝑝𝑥 max = 0,4 𝑥 𝑆𝐷𝑆 𝑥 𝐼𝑒 𝑥 𝑊𝑝𝑥

Gaya desain diafragma diaplikasikan ke setiap lantai dengan konsep one story at a
time dalam arti gaya yang diberikan pada masing-masing lantai satu per satu untuk
memeriksa elemen kolektor sedangkan jika gaya desain diafragma lebih kecil
daripada gaya desain diafragma minimum, gaya yang akan diaplikasikan adalah
gaya desain diafragma minimum.

Gambar II.51 Ilustrasi gaya desain diafragma one story at a time


(Sumber: NEHRP Seismic Design Technical Briefs No.3)

Selain itu, gaya desain diafragma baik arah-x maupun arah-y harus diaplikasikan
ke seluruh kombinasi beban yang menggunakan beban gempa (Ex dan Ey). Perlu
diperhatikan karena berat bangunan dalam arah-x dan arah-y sama saja, maka
perhitungan dilakukan sekali saja dengan detail perhitungan seperti di bawah ini.

157
Tabel II.118 Mass Summary per Lantai

Mass Summary SDS 0.528


W total per lantai W kumulatif Ie 1.25
Story
kg kg Cs 0.04995
Atap 4792926 4792926
Lantai 4 7321427 12114353
Lantai 3 7719239 19833592
Lantai 2 8156899 27990491
Lantai 1 10739609 38730100
Basement 1 11379713 50109813
Basement2 8008387 58118200

Contoh Perhitungan dilakukan untuk lantai Atap (digunakan beban seismik statis
sebagai pendekatan):

Diketahui:

Berat total Lantai Atap = 4.792.926 kg = 47.929,26 kN

Berat total kumulatif Lantai Atap = 4.792.926 kg = 47.929,26 kN

𝑊 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Fpxatap = Watap x Cs x 𝑊 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = 2394,069 kN

Tabel II.119 Perhitungan Gaya Desain Diafragma

Perhitungan Gaya Desain Diafragma Fpx pakai


Fpx min Fpx max Fpx hitung Dinaikkan 25 %
Story
kN kN kN kN
Atap 6326,66 12653,32 2394,07 7908,33
Lantai 4 9664,28 19328,57 3657,06 12080,35
Lantai 3 10189,40 20378,79 3855,76 12736,74
Lantai 2 10767,11 21534,21 4074,38 13458,88
Lantai 1 14176,28 28352,57 5364,44 17720,36
Basement 1 15021,22 30042,44 5684,17 18776,53
Basement2 10571,07 21142,14 4000,19 13213,84

Setelah seluruh nilai Fpx dan Fpy selesai dihitung dapat dilihat bahwa nilai Fpx
yang mewakili adalah nilai Fpx min, sehingga langkah selanjutnya adalah
mengaplikasikan nilai tersebut ke masing-masing story pada perangkat lunak

158
ETABS 2016. Nilai Fpx dan Fpy diaplikasikan ke joint pada setiap lantai satu per
satu (one floor at a time, NEHRP Seismic Design Technical Briefs No.3). Perlu
diperhatikan bahwa diafragma lantai pada program diatur dalam kondisi semi-kaku
(semi rigid, FEMA 310, Chapter 4.0). Perlu diketahui juga bahwa kombinasi
pembebanan yang digunakan adalah sama dengan kombinasi metoda ultimit untuk
gempa namun ditambahkan beban Fpx dan Fpy pada kombinasi beban gempa Ex dan
Ey dengan koefisien kombinasi yang sama.

II.6.5.1 Pengecekan Elemen Kolektor


Elemen kolektor adalah elemen yang mengumpulkan gaya geser dan
menyalurkannya ke elemen vertikal (biasanya berupa dinding geser). Cara
mengidentifikasi elemen kolektor adalah dengan pengecekan gaya dalam aksial
yang terjadi pada balok. Pengecekan elemen kolektor dilakukan dengan meng-
assign beban Fpx dan Fpy pada ETABS sesuai dengan perhitungan yang telah
dilakukan di atas per lantai, kemudian dilanjutkan dengan mengeluarkan gaya
dalam tekan pada elemen balok tersebut.

Untuk mempermudah perhitungan, perhitungan dilakukan dengan mengumpulkan


perhitungan dengan nilai Fpx yang hampir sama dan konfigurasi framing yang
hampir sama, sehingga didapatkan 3 tipikal yaitu Atap, Tipikal 1 (Lantai 4-2), dan
Tipikal 2 (Lantai B2-1) dengan pengecekan untuk masing-masing tipikal balok.
Berikut ini adalah contoh pengecekan elemen kolektor pada balok induk tipikal
story Atap.

Diketahui:

P hasil kalkulasi program ETABS 2016 = 622,465 kN

Ag balok tipikal 3 = 400 x 800 = 320.000 mm2

0,1 𝐴𝑔𝑓𝑐′ = 0,1 𝑥 400 𝑥 800 𝑥 30 = 960.000 𝑁 = 960 𝑘𝑁

𝑃 = 622,465 𝑘𝑁 < 0,1𝐴𝑔𝑓𝑐′ = 960 𝑘𝑁 (𝑩𝑼𝑲𝑨𝑵 𝑲𝑶𝑳𝑬𝑲𝑻𝑶𝑹)

Berikut adalah perhitungan untuk seluruh bangunan Senayan Park sesuai dengan
tipikal yang telah ditentukan.

159
Tabel II.120 Kesimpulan Pengecekan Elemen Kolektor

KOLEKTOR
Story Balok P (kN) 0,1 Ag fc' Cek Kolektor
Induk 622,47 960 Not Kolektor
Atap Bentang Jauh 1277,66 1815 Not Kolektor
Kantilever 581,38 960 Not Kolektor
Induk 721,87 960 Not Kolektor
Tipikal 1
(Lantai 2-4)
Bentang Jauh 1603,75 1815 Not Kolektor
Kantilever 390,04 960 Not Kolektor
Tipikal 2
(Lantai B2-1)
Induk 868,25 960 Not Kolektor

II.6.5.2 Pengecekan Elemen Kord

Elemen Kord adalah elemen yang terjadi akibat gaya inplane pada pelat diafragma
akibat gaya gempa, sehingga terjadi gaya tekan dan tarik pada penampang pelat.

Gambar II.52 Kord Tekan dan Tarik


(Sumber: NEHRP Seismic Design Technical Briefs No.3)

Pengecekan elemen kord dilakukan dengan memeriksa apakah tulangan yang


terpasang sudah cukup untuk menahan gaya tambahan dan gaya tekan beton sudah
memenuhi syarat pada elemen kord. Pengecekan dilakukan dengan melakukan
section cut pada lokasi-lokasi gaya kritis yang terjadi pada pelat. Untuk lebih
jelasnya dapat memperhatikan gambar di bawah ini berupa panel section cut dan
diagram gaya kritis yang dimunculkan oleh ETABS.

160
Potongan Section Cut

Gambar II.53 Force/Stress Diagram pada ETABS

Gambar II.54 Section Cut pada Penampang Kritis

Setelah gaya pada section cut didapatkan, perhitungan dilanjutkan dengan


menghitung gaya momen arah kiri dan kanan yang dirata-ratakan:

𝑀3 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑀3 𝑘𝑖𝑟𝑖
Mz = 2

161
Dari gaya momen tersebut ditentukan gaya tarik dan tekan (T) sesuai dengan
persamaan di bawah ini.

𝑀𝑧
T= 𝑑

Dimana:

d = lengan momen (kedalaman diafragma) atau panjang potongan

Untuk pengecekan luas tulangan tarik yang dibutuhkan pada kord, dilakukan
pengecekan dengan persamaan:

𝑇
As =  𝑓𝑢
𝑦

Nilai luas tulangan tarik ini akan dibandingkan dengan kelebihan tulangan tarik
pada balok yang diperiksa. Jika kelebihan tulangan tarik kurang dari luas tulangan
tarik kord yang diperlukan, akan diperlukan tulangan tambahan.

Sedangkan untuk tegangan tekan kord, disyaratkan batas tegangan tekan yang
diperbolehkan sebelum memerlukan tulangan confinement tambahan sebesar
0,2Agfc’.

Berikut ini diberikan contoh perhitungan pengecekan kord pada story Atap.

M3 kanan = 3605,81 kNm

M3 kiri = 2949,83 kNm

d = 37,4 m

𝑀3 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝑀3 𝑘𝑖𝑟𝑖 3605,81 + 2949,83


Mz = = = 3277,82 𝑘𝑁𝑚
2 2

𝑀𝑧 3277,82
T= = = 87,64 𝑘𝑁
𝑑 37,4

𝑇 87,64 103
As kord =  𝑓𝑢 = = 231,85 mm2
𝑦 0,9 420

162
Daru langkah-langkah detailing telah diketahui bahwa:

𝐴𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 6605,2 𝑚𝑚2

𝐴𝑠 𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ = 5923,69 𝑚𝑚2

Sehingga untuk pengecekan elemen kord tarik:

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ As = 681,51 𝑚𝑚2 > 231,85 mm2 = As kord (OK)

Dan pengecekan elemen kord tekan:

0,2 Ag fc’ = 1920 kN > 87,64 kN = T (OK)

Berikut adalah perhitungan pengecekan untuk seluruh tipikal pada bangunan


Senayan Park.

163
Tabel II.121 Pengecekan Elemen Kord Lantai Atap

Lantai Atap
Load Section M3 Section M3 Mz d T As Kord As total Asbutuh Selisih 0,2Agfc'
CEK CEK
Case/Combo Cut kN-m Cut kN-m kN-m m kN mm2 mm2 mm2 mm2 kN
Comb 5.a Max SCut1 -276,3 SCut2 1285,0 780,7 37,4 20,9 55,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.a Min SCut1 -1285,0 SCut2 276,3 780,7 37,4 20,9 55,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Max SCut1 117,4 SCut2 891,4 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Min SCut1 -891,4 SCut2 -117,4 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Max SCut1 -1546,9 SCut2 2555,7 2051,3 37,4 54,8 145,1 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Min SCut1 -2555,7 SCut2 1546,9 2051,3 37,4 54,8 145,1 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Max SCut1 -1153,2 SCut2 2162,0 1657,6 37,4 44,3 117,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Min SCut1 -2162,0 SCut2 1153,2 1657,6 37,4 44,3 117,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Max SCut1 1167,5 SCut2 -511,6 839,5 37,4 22,4 59,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Min SCut1 511,6 SCut2 -1167,5 839,5 37,4 22,4 59,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Max SCut1 1285,6 SCut2 -629,7 957,7 37,4 25,6 67,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Min SCut1 629,7 SCut2 -1285,6 957,7 37,4 25,6 67,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Max SCut1 -3067,9 SCut2 3723,9 3395,9 37,4 90,8 240,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Min SCut1 -3723,9 SCut2 3067,9 3395,9 37,4 90,8 240,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Max SCut1 334,7 SCut2 674,1 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Min SCut1 -674,1 SCut2 -334,7 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Max SCut1 728,3 SCut2 280,4 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Min SCut1 -280,4 SCut2 -728,3 504,4 37,4 13,5 35,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Max SCut1 -936,0 SCut2 1944,8 1440,4 37,4 38,5 101,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Min SCut1 -1944,8 SCut2 936,0 1440,4 37,4 38,5 101,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Max SCut1 -542,3 SCut2 1551,1 1046,7 37,4 28,0 74,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Min SCut1 -1551,1 SCut2 542,3 1046,7 37,4 28,0 74,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Max SCut1 1778,5 SCut2 -1122,5 1450,5 37,4 38,8 102,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Min SCut1 1122,5 SCut2 -1778,5 1450,5 37,4 38,8 102,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Max SCut1 1896,6 SCut2 -1240,6 1568,6 37,4 41,9 111,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Min SCut1 1240,6 SCut2 -1896,6 1568,6 37,4 41,9 111,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Max SCut1 -2457,0 SCut2 3113,0 2785,0 37,4 74,5 197,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Min SCut1 -3113,0 SCut2 2457,0 2785,0 37,4 74,5 197,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Max SCut1 -2338,9 SCut2 2994,9 2666,9 37,4 71,3 188,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Min SCut1 -2994,9 SCut2 2338,9 2666,9 37,4 71,3 188,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Max SCut1 -2949,8 SCut2 3605,8 3277,8 37,4 87,6 231,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Min SCut1 -3605,8 SCut2 2949,8 3277,8 37,4 87,6 231,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK

164
Tabel II.122 Pengecekan Elemen Kord Lantai Tipikal 1 (Lt.2 - Lt.4)

Lantai Tipikal 1 (Lt.2 - Lt.4)


Load Section M3 Section M3 Mz d T As Kord As total Asbutuh Selisih 0,2Agfc'
CEK CEK
Case/Combo Cut kN-m Cut kN-m kN-m m kN mm2 mm2 mm2 mm2 kN
Comb 5.a Max SCut3 4754,1 SCut4 -3251,0 4002,6 44,1 90,7 240,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.a Min SCut3 4303,2 SCut4 -3826,9 4065,0 44,1 92,1 243,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Max SCut3 -4078,5 SCut4 13733,7 8906,1 44,1 201,9 534,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Min SCut3 -4529,4 SCut4 13157,8 8843,6 44,1 200,4 530,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Max SCut3 4392,9 SCut4 -12727,2 8560,0 44,1 194,0 513,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Min SCut3 3941,9 SCut4 -13303,1 8622,5 44,1 195,4 517,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Max SCut3 -4439,8 SCut4 4257,4 4348,6 44,1 98,6 260,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Min SCut3 -4890,7 SCut4 3681,5 4286,1 44,1 97,1 257,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Max SCut3 2090,4 SCut4 13649,3 7869,8 44,1 178,4 471,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Min SCut3 1627,1 SCut4 13273,3 7450,2 44,1 168,9 446,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Max SCut3 -559,4 SCut4 18744,7 9652,0 44,1 218,8 578,8 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Min SCut3 -1022,7 SCut4 18368,7 9695,7 44,1 219,8 581,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Max SCut3 886,1 SCut4 -17938,1 9412,1 44,1 213,3 564,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Min SCut3 422,8 SCut4 -18314,1 9368,5 44,1 212,3 561,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Max SCut3 4779,0 SCut4 -3357,9 4068,4 44,1 92,2 243,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Min SCut3 4328,0 SCut4 -3933,8 4130,9 44,1 93,6 247,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Max SCut3 -4053,6 SCut4 13626,8 8840,2 44,1 200,4 530,1 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Min SCut3 -4504,6 SCut4 13050,9 8777,7 44,1 199,0 526,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Max SCut3 4417,7 SCut4 -12834,1 8625,9 44,1 195,5 517,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Min SCut3 3966,8 SCut4 -13410,0 8688,4 44,1 196,9 521,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Max SCut3 -4414,9 SCut4 4150,6 4282,7 44,1 97,1 256,8 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Min SCut3 -4865,9 SCut4 3574,6 4220,2 44,1 95,7 253,1 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Max SCut3 2115,2 SCut4 13542,4 7828,8 44,1 177,4 469,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Min SCut3 1651,9 SCut4 13166,4 7409,2 44,1 167,9 444,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Max SCut3 -534,5 SCut4 18637,8 9586,2 44,1 217,3 574,8 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Min SCut3 -997,9 SCut4 18261,8 9629,8 44,1 218,3 577,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Max SCut3 911,0 SCut4 -18045,0 9478,0 44,1 214,8 568,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Min SCut3 447,7 SCut4 -18421,0 9434,3 44,1 213,8 565,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Max SCut3 -1738,8 SCut4 -12949,6 7344,2 44,1 166,5 440,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Min SCut3 -2202,1 SCut4 -13325,6 7763,9 44,1 176,0 465,5 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Max SCut3 -1763,6 SCut4 -12842,7 7303,2 44,1 165,5 437,9 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Min SCut3 -2227,0 SCut4 -13218,7 7722,8 44,1 175,0 463,1 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK

165
Tabel II.123 Pengecekan Elemen Kord Lantai Tipikal 2 (Lt.B2 - Lt.1)

Lantai Tipikal 2 (Lt.B2 - Lt.1)


Load Section M3 Section M3 Mz d T As Kord As total Asbutuh Selisih 0,2Agfc'
CEK CEK
Case/Combo Cut kN-m Cut kN-m kN-m m kN mm2 mm2 mm2 mm2 kN
Comb 5.a Max SCut5 -1247,9 SCut6 1258,4 1253,2 43,3 29,0 76,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.a Min SCut5 -1258,4 SCut6 1247,9 1253,2 43,3 29,0 76,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Max SCut5 -2558,5 SCut6 2569,0 2563,8 43,3 59,2 156,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.b Min SCut5 -2569,0 SCut6 2558,5 2563,8 43,3 59,2 156,7 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Max SCut5 2547,7 SCut6 -2537,2 2542,4 43,3 58,7 155,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.c Min SCut5 2537,2 SCut6 -2547,7 2542,4 43,3 58,7 155,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Max SCut5 1237,1 SCut6 -1226,6 1231,8 43,3 28,5 75,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 5.d Min SCut5 1226,6 SCut6 -1237,1 1231,8 43,3 28,5 75,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Max SCut5 -6131,0 SCut6 6149,2 6140,1 43,3 141,9 375,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.a Min SCut5 -6149,2 SCut6 6131,0 6140,1 43,3 141,9 375,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Max SCut5 -6524,1 SCut6 6542,4 6533,2 43,3 151,0 399,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.b Min SCut5 -6542,4 SCut6 6524,1 6533,2 43,3 151,0 399,3 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Max SCut5 6521,0 SCut6 -6502,8 6511,9 43,3 150,5 398,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.c Min SCut5 6502,8 SCut6 -6521,0 6511,9 43,3 150,5 398,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Max SCut5 -1245,4 SCut6 1255,8 1250,6 43,3 28,9 76,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.a Min SCut5 -1255,8 SCut6 1245,4 1250,6 43,3 28,9 76,4 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Max SCut5 -2556,0 SCut6 2566,4 2561,2 43,3 59,2 156,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.b Min SCut5 -2566,4 SCut6 2556,0 2561,2 43,3 59,2 156,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Max SCut5 2550,2 SCut6 -2539,8 2545,0 43,3 58,8 155,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.c Min SCut5 2539,8 SCut6 -2550,2 2545,0 43,3 58,8 155,6 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Max SCut5 1239,6 SCut6 -1229,2 1234,4 43,3 28,5 75,5 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 7.d Min SCut5 1229,2 SCut6 -1239,6 1234,4 43,3 28,5 75,5 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Max SCut5 -6128,4 SCut6 6146,6 6137,5 43,3 141,8 375,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.a Min SCut5 -6146,6 SCut6 6128,4 6137,5 43,3 141,8 375,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Max SCut5 -6521,6 SCut6 6539,8 6530,7 43,3 150,9 399,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.b Min SCut5 -6539,8 SCut6 6521,6 6530,7 43,3 150,9 399,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Max SCut5 6523,6 SCut6 -6505,4 6514,5 43,3 150,5 398,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.c Min SCut5 6505,4 SCut6 -6523,6 6514,5 43,3 150,5 398,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Max SCut5 6130,4 SCut6 -6112,2 6121,3 43,3 141,4 374,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 8.d Min SCut5 6112,2 SCut6 -6130,4 6121,3 43,3 141,4 374,2 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Max SCut5 6127,9 SCut6 -6109,6 6118,8 43,3 141,4 374,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK
Comb 6.d Min SCut5 6109,6 SCut6 -6127,9 6118,8 43,3 141,4 374,0 6605,2 5923,7 681,5 OK 1920 OK

Dari tabel perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tulangan yang terpasang
masih cukup untuk menahan gaya tekan dan tarik pada elemen kolektor.

II.7 Kesimpulan dan Saran

II.7.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari tugas akhir “Perancangan Struktur Atas Kawasan Lifestyle Center
Senayan Park Jakarta” adalah sebagai berikut:

1. Bangunan yang didesain berdasarkan Tugas Akhir Program Studi Arsitektur


Institut Teknologi Bandung “Senayan Park Lifestyle Center” oleh Nicholas
Benito.

166
2. Bangunan didesain menjadi 2 tower terpisah yang terdiri dari 4 lantai dan 2
lantai basement dengan tinggi 20,8 meter dengan kedalaman basement 8 meter,
dan dimodelkan dalam software ETABS seperti gambar berikut.

Gambar II.55 Model 3D Bangunan Senayan Park Lifestyle Center

3. Bangunan yang didesain berlokasi di dalam Kompleks Taman Ria Senayan, di


Jalan Jenderal Gatot Subroto, DKI Jakarta dan memiliki Kategori Desain
Seismik (KDS) D, sehingga sistem struktur yang digunakan adalah Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
4. Respon spektra yang digunakan sebagai desain adalah sebagai berikut:

Gambar II.56 Spektrum Respons

167
5. Spesifikasi material tulangan dan beton yang digunakan dalam desain adalah:
 Mutu Baja Tulangan:
 Ulir dan Polos : fy = 420 MPa
 Mutu Beton:
 Kolom : fc’ = 40 MPa
 Pelat : fc’ = 30 MPa
 Balok : fc’ = 30 MPa
*minimum fc’ beton = 20 MPa (SNI 2847:2013, Pasal 21.1.4.2)
6. Hasil desain detailing elemen struktur terhadap beban-beban yang bekerja pada
struktur bangunan yang didapatkan untuk balok anak, balok induk, pelat, kolom
adalah seperti yang direkap sebagai berikut.

Tabel II.124 Kesimpulan Desain Balok Anak

Tulangan Terpasang Balok Anak


Lokasi Tulangan End Middle End
Lentur Atas 4D25 2D25 4D25
Lentur Bawah 2D25 3D25 2D25
Tulangan Sengkang 1-100
Properti Balok Anak
h (mm) 600 Selimut (mm) 40
b (mm) 350 Sengkang (mm) 13

Tabel II.125 Kesimpulan Desain Balok Induk Tipikal

Tulangan Terpasang Balok Induk Tipikal


Lokasi Tulangan End Middle End
Lentur Atas 5D29+5D29 3D29 5D29+5D29
Lentur Bawah 4D29+3D29 4D29+3D29 4D29+3D29
Tulangan Sengkang 21-150 21-150 21-150
Properti Balok Induk Tipikal
h (mm) 800 Selimut (mm) 40
b (mm) 400 Sengkang (mm) 13

168
Tabel II.126 Kesimpulan Desain Balok Induk Bentang Panjang

Tulangan Terpasang Balok Induk Bentang Jauh


Lokasi Tulangan End Middle End
Lentur Atas 6D29+5D29 3D29 6D29+5D29
Lentur Samping 2D29 2D29 2D29
Lentur Bawah 5D29+4D29 5D29+4D29 5D29+4D29
Tulangan Sengkang 21-150 21-150 21-150
Properti Balok Induk Bentang Jauh
h (mm) 1100 Selimut (mm) 40
b (mm) 550 Sengkang (mm) 13

Tabel II.127 Kesimpulan Desain Balok Induk Kantilever

Tulangan Terpasang Balok Induk Kantilever


Lokasi Tulangan Sepanjang Bentang
Lentur Atas 6D32+6D32
Lentur Bawah 3D29
Tulangan Sengkang 21-100
Properti Balok Induk Kantilever
h (mm) 800 Selimut (mm) 40
b (mm) 400 Sengkang (mm) 13

Tabel II.128 Kesimpulan Desain Kolom Lantai Atas

Tulangan Terpasang Kolom Lt. Atas


D tul (mm) N
Tulangan Longitudinal
32 16
panjang lewatan (mm) 1800
Daerah Ujung Daerah Tengah
Tulangan Transversal
8D13-125 8D13-150
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

169
Tabel II.129 Kesimpulan Desain Kolom Basement

Tulangan Terpasang Kolom Basement


D tul (mm) N
Tulangan Longitudinal
25 16
panjang lewatan (mm) 1400
Daerah Ujung Daerah Tengah
Tulangan Transversal
8D13-125 8D13-150
Angkur tul. sengkang 135 derajat 200

Tabel II.130 Kesimpulan Desain Pelat

Spasi Tulangan Terpasang Pelat (mm)


Lantai Atas (2-Atap) Lantai Basement (B1-B2)
Arah Top Bottom Arah Top Bottom
1 160 120 1 200 450
2 200 70 2 80 120
panjang angkur (mm) 160 panjang angkur (mm) 160
Tanpa Tulangan Geser

7. Gambar Detail dilakukan untuk seluruh elemen struktur di atas yang dapat
dilihat pada bagian Lampiran.

II.7.2 Saran
Berikut ini diberikan saran dari penulis setelah menjalani proses pengerjaan Tugas
Akhir “Perancangan Struktur Atas Kawasan Lifestyle Center Senayan Park
Jakarta”, agar pekerjaan perancangan dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
1. Dalam pemodelan struktur ETABS disarankan untuk dilakukan dengan bantuan
fitur import agar lebih menghemat waktu, namun tidak disarankan untuk meng-
import seluruh bagian elemen struktural dikarenakan ketidaksempurnaan
software sehingga dapat terjadi beberapa bagian yang tidak termodelkan. Oleh
karena itu elemen bagian yang disarankan penulis untuk di-import hanyalah
bagian grid dan elemen struktural kolom.
2. Variasi tipikal elemen struktur dapat diperbanyak untuk penghematan gedung
yang didesain.

170
3. Dapat dievaluasi kembali denah arsitektur, agar tidak terdapat balok bentang
panjang yang menyebabkan ukuran balok sangat besar, sehingga tinggi efektif
dari bangunan berkurang.

171
Bagian III Pembahasan Aspek Lain

Pada bagian ini, akan dibahas summary desain yang berisi konsep dan hasil desain
secara ringkas dari aspek geoteknik, transportasi, sumber daya air, dan manajemen
rekayasa konstruksi.
III.1 Aspek Geoteknik
Perencanaan kawasan Senayan Park untuk aspek geoteknik terdiri dari
perencanaaan pondasi dan perencanaan dinding penahan tanah (DPT)

III.1.1 Perencanaan Pondasi


III.1.1.1 Penentuan Parameter Tanah dengan Korelasi N-SPT

Dalam tugas akhir kali ini, didapatkan parameter tanah input data analisis kapasitas
fondasi dengan menggunakan tabel- tabel korelasi sesuai literatur. Berikut adalah
nilai parameter – parameter tanah setiap lapisan:

Top Bottom
Layer g dry g sat
Jenis tanah Height Height NSPT K (cm/s) E (kPa) m c (kPa)  (o)
depth (m) (kN/m3) (kN/m3)
(m) (m)
Lempung Kelanauan 0 3 3 8 12,38 19,2 0,000001 21333,3 0,2 53,33 0
Lempung Kelanauan 3 6 3 9 12,57 19,5 0,000001 24000,0 0,2 60,00 0
Lempung Kelanauan 6 8 2 4 11,35 17,6 0,000001 10666,7 0,15 26,67 0
Lempung Kepasiran 8 9 1 4 11,35 17,6 0,00001 10666,7 0,15 26,67 0
Lempung Kepasiran 9 11 2 20 13,67 21,2 0,00001 53333,3 0,25 133,33 0
Cadas 11 12 1 51 14,44 22,4 0,000001 800,0 0,4 2,00 44,7
Cadas 12 17 5 58 14,44 22,4 0,000001 800,0 0,4 2,00 46,4
cadas Lempung 17 19,5 2,5 37 14,44 22,4 0,000001 98666,7 0,3 246,67 0
cadas Lempung 19,5 22 2,5 43 14,44 22,4 0,000001 114666,7 0,3 286,67 0
cadas Lempung 22 23 1 27 13,86 21,5 0,000001 72000,0 0,35 180,00 0
Lempung kepasiran 23 24,5 1,5 27 13,86 21,5 0,00001 72000,0 0,25 180,00 0
Lempung kepasiran 24,5 27 2,5 51 14,44 22,4 0,00001 136000,0 0,4 340,00 0
Cadas 27 29 2 30 14,38 22,3 0,000001 800,0 0,35 2,00 39,0
Lempung 29 30 1 8 12,38 19,2 0,000001 21333,3 0,2 53,33 0

III.1.1.2 Output Reaksi Perletakan dari Analisis Struktur Atas Bangunan

Gaya gaya yang bekerja pada perletakan struktur didapatkan dari output analisis
struktur atas bangunan pada software ETABS. Gaya gaya yang bekerja pada
perletakan merupakan gaya gaya kombinasi yang diatur dalam SNI 1726:2012
pasal 4.2.3 tentang kombinasi beban untuk elemen elemen fondasi.

172
Dari kombinasi gaya dan load assigment diatas, berikut adalah output maximum joint reaction yang didapatkan pada software ETABS
dengan model struktur Senayan Park:

Gambar III.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Reaksi Perletakan

173
III.1.1.3 Penentuan Karakteristik dan preliminary Fondasi

Pemilihan karakteristik tiang bor dilakukan bedasarkan beban terfaktor yang terjadi
pada base joint reaction dan nilai N-SPT tanah. Dengan nilai beban terfaktor yang
cenderung tinggi dan kedalaman tanah keras dengan nilai 50 NSPT berada pada
sekitar 15-20 meter dibawah dasar elevasi bangunan, maka dari itu fondasi yang
akan digunakan untuk struktur Senayan Park ini adalah fondasi dalam. Adapun
fondasi dalam yang akan digunakan berupa fondasi tiang bor karena lokasi proyek
berada ditengah kota untuk mengurangi kebisingan ketika pelaksanaan konstruksi

Berikut adalah preliminary fondasi tiang bor:

Tabel III.1 Rencana Karakteristik Pondasi


Karakteristik Pondasi
Jenis Pondasi Tiang Bor
Diameter 1m
L 18 m
Luas 0.785 m2
Keliling Tiang (P) 3.142 m
g beton 24 kN/m3

Fondasi dengan karakteristik diatas selanjutnya akan dihitung besar kapasitas


daya dukung tiang untuk menahan beban sesuai dengan kondisi di lapangan

III.1.1.4 Penentuan Kapasitas Daya Dukung Fondasi Tiang Bor

Daya dukung tanah merupakan kekuatan tanah untuk menahan suatu beban yang
bekerja padanya yang biasa disalurkan melalui fondasi. Daya dukung ultimate
adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban yang
bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di
bawah dan sekeliling fondasi. Dalam perencanaan fondasi pada tugas akhir ini,
digunakan rumus Meyerhoff, Terzaghi, Reese and Wight. Berikut diberikan
perhitungan daya dukung aksial fondasi setiap layer dalam bentuk tabel beserta
grafiknya:

174
Tabel III.2 Perhitungan Kapasitas Aksial Tiang Bor Tunggal Per 1 m Lapisan Tanah
Properti Tanah Tekan tarik
Wp
Tahanan
Elevasi (m) c friksi (kN) Qu friksi (kN) (berat Qu
Jenis N-SPT a ND-Sand Ujung
tiang)
(kN/m2) lokal kumulatif (kN) (kN) lokal kumulatif (kN) (kN)
0 clay
1 clay 8
2 clay 8
3 clay 8
4 clay 9
5 clay 9
6 clay 9
7 clay 4
8 clay 4
9 clay 4 26,67 0,98 - 82,22 82,22 82,22 57,56 57,56 18,85 76,41
10 clay 20 133,33 0,5 - 209,44 291,66 291,66 146,61 115,11 37,70 152,81
11 sand 20 133,33 0,5 33 209,44 501,10 501,10 146,61 261,72 56,55 318,27
12 sand 51 340,00 0,5 33 534,07 1035,17 1035,17 373,85 408,33 75,40 483,73
13 sand 58 386,67 0,5 31 182,21 1217,39 1217,39 127,55 782,18 94,25 876,43
14 sand 58 386,67 0,5 31 182,21 1399,60 1399,60 127,55 909,73 113,10 1022,82
15 sand 58 386,67 0,5 31 182,21 1581,81 1581,81 127,55 1037,28 131,95 1169,22
16 sand 58 386,67 0,5 28,5 182,21 1764,02 1764,02 127,55 1164,82 150,80 1315,62
17 sand 58 386,67 0,5 28,5 182,21 1946,24 1946,24 127,55 1292,37 169,65 1462,02
18 clay 37 246,67 0,5 - 387,46 2333,70 2333,70 271,22 1419,92 188,50 1608,42
19 clay 37 246,67 0,5 - 387,46 2721,16 2721,16 271,22 1691,15 207,35 1898,49
20 clay 43 286,67 0,5 - 450,29 3171,46 3171,46 315,21 1962,37 226,19 2188,57
21 clay 43 286,67 0,5 - 450,29 3621,75 3621,75 315,21 2277,58 245,04 2522,62
22 clay 22 146,67 0,5 - 230,38 3852,14 3852,14 161,27 2592,78 263,89 2856,68
23 clay 22 146,67 0,5 - 230,38 4082,52 4082,52 161,27 2754,05 282,74 3036,80
24 clay 22 146,67 0,5 - 230,38 4312,90 4312,90 161,27 2915,32 301,59 3216,91
25 clay 22 146,67 0,5 - 230,38 4543,29 4543,29 161,27 3076,59 320,44 3397,03
26 clay 51 340,00 0,5 - 534,07 5077,36 2403,32 7480,68 373,85 3237,86 Q izin
339,29
= 3577,15
Q izin = Q Q
2992,27 1430,86
ult/SF(2.5) = ult/SF(2.

175
Grafik Kapasitas Ultimate Tekan Tiang Pondasi
tahanan tekan (kN)
0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 8000.00
0

10
tahanan ujung tiang
Kedalaman (m)

tahanan selimut tiang


15
tahanan total tiang pondasi

20

25

30

Gambar III.2 Grafik Kapasitas Ultimate Tekan Tiang Pondasi

176
Grafik Kapasitas Ultimate TarikTiang Pondasi
tahanan tekan (kN)
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
0

10
tahanan akibat berat tiang
Kedalaman (m)

tahanan selimut tiang


15
tahanan tarik total tiang

20

25

30

Gambar III.3 Grafik Kapasitas Ultimate Tarik Tiang Pondasi


III.1.1.4.1 Daya Dukung Kelompok Tiang Bor
Dalam menganalisis grup tiang, perlu ditentukan terlebih dahulu jumlah tiang yang
akan digunakan pada suatu pilecap. Penentuan awal jumlah tiang ini didasarkan
pada perbandingan beban aksial tekan dari kolom pada pilecap yang ditinjau. Dari
gaya gaya yang bekerja pada perletakan, ditetapkan 3 jenis kelompok tiang yaitu
tiang grup 1 dengan tiang bor tunggal 4 tiang bor, tiang grup 2 dengan tiang bor
tunggal 2 tiang bor, dan tiang grup 3 dengan tiang bor tunggal 1 tiang bor.

Dalam penentuan jumlah tiang, perlu dipertimbangkan efisiensi dari grup tiang. Hal
ini dikarenakan efisiensi akan mempengaruhi kapasitas dari grup tiang.

177
efesiensi kelompok tiang jenis 1, n = 4
n1 (jumlah baris tiang) 2
n2 (jumlah baris kolom) 2
d (spacing tiang tunggal) 3 m
D (diameter tiang) 1 m
h (efesiensi) los angeles 86%
Q ultimate Tunggal 7480.68 kN/m2
SF 2.5
Q allowable Tunggal 2992.27 kN/m2
Q allowable Grup 10250.12 kN/m2
Beban Layan 7946.019 kN/m2
Q allowable Grup > Beban Struktur atas
OK, kapasitas grup tiang lebih besar dari beban yang terjadi

Gambar III.4 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 1

efesiensi kelompok tiang jenis 2, n = 2


n1 (jumlah baris tiang) 2
n2 (jumlah baris kolom) 1
d (spacing tiang tunggal) 3 m
D (diameter tiang) 1 m
h (efesiensi) los angeles 95%
Q ultimate Tunggal 7480.68 kN/m2
SF 2.5
Q allowable Tunggal 2992.27 kN/m2
Q allowable Grup 5667.05 kN/m2
Beban Layan 5000 kN/m2
Q allowable Grup > Beban Struktur atas
OK, kapasitas grup tiang lebih besar dari beban yang terjadi

Gambar III.5 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 2

178
efesiensi kelompok tiang jenis 4, n = 1
n1 (jumlah baris tiang) 1
n2 (jumlah baris kolom) 0
d (spacing tiang tunggal) 3 m
D (diameter tiang) 1 m
h (efesiensi) los angeles 100%
Q ultimate Tunggal 7480.68 kN/m2
SF 2.5
Q allowable Tunggal 2992.27 kN/m2
Q allowable Grup 2992.27 kN/m2
Beban Layan 2500 kN/m2
Q allowable Grup > Beban Struktur atas
OK, kapasitas grup tiang lebih besar dari beban yang terjadi

Gambar III.6 Efesiensi Kelompok Tiang Jenis 3


Sesuai reaksi perletakan dan kapasitas daya dukung tiang grup, berikut adalah
denah grup tiang pada kawasan Senayan Park:

Gambar III.7 Denah Jenis Grup Tiang Senayan Park

179
III.1.1.5 Penulangan Fondasi

Fondasi pada struktur Senayan Park berguna untuk mentransfer beban dari
superstruktur ke tanah dibawahnya. Dalam mentransfer beban, fondasi akan
menerima gaya-gaya dalam akibat menerima gaya-gaya yang terjadi diperletakan.
Beton dan tulangan pada fondasi merupakan material yang berperan untuk menahan
gaya gaya dalam tersebut.Pendesainan tulangan pada fondasi mengacu pada gaya-
gaya yang terjadi pada perletakan. Gaya-gaya yang terjadi pada perletakan
merupakan gaya aksial dan momen. Untuk itu, dalam tiang tunggal pada satu
perletakan (grup tiang), dihitung beban yang bekerja.

III.1.1.5.1 Penulangan Fondasi pada Grup Tiang Jenis 1


Pada grup tiang jenis 1, tiang bor tunggal berjumlah 4 tiang dengan masing masing
diameter adalah 1 meter dan spasi antar tiang bor 3 meter. Dalam menetukan gaya-
gaya yang terjadi pada satu tiang, gaya aksial pada perletakan dibagi sebanyak
jumlah tiang pada grup tiang tersebut dan momen yang terjadi pada tiang dibagi
dengan eksentrisitasnya sehingga mendapatkan nilai gaya tekan pada tiang bor
tunggal.

Tabel III.3 Perhitungan Gaya Terfaktor Tiang Tunggal


Gaya Terfaktor pada Tiang Tunggal Kelompok Grup Tiang 1
P (tekan) pada tiang grup = 7227,827 kN
My 251,7136 kNm Mx = 191,2182 kNm
My = 251,7136 kNm
Ex (jarak Mx ke tiang tunggal) = 1,5 m
Mx 191,2182 kNm Ey (jarak My ke tiang tunggal) = 1,5 m

P = 7227.83 kN Pu (Pada Tiang Tunggal akibat


tekan aksial) = 1806,957 kN
Pu (Pada Tiang Tunggal akibat
momen) = 295,2879 kN
Pu/φ = 2335,827 kN
Mu/φ = 0 kNm

Selanjutnya, dari gaya terfaktor yang terjadi, didesain penulangan yang dipakai.
Penulangan yang dipakai untuk jenis tiang tunggal pada grup tiang 1 adalah 24D25.

180
Pendesainan tulangan dihitung berdasarkan diagram intraksi. Kapasitas suatu
penampang tiang bor beton bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram
interaksi P-M yang menunjukkan beban aksial vs momen lentur pada elemen
struktur tekan dalam kondisi batas.

Grafik III.1 Diagram Interaksi Tulangan 24D25


Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai beban terfaktor masih dalam cakupan
kapasitas penampang beton bertulang tiang bor, maka dari itu desain tulang 24D25
bisa dipakai untuk tiang bor pada grup tiang jenis 1.

III.1.1.5.2 Penulangan Fondasi pada Grup Tiang Jenis 2


Pada grup tiang jenis 1, tiang bor tunggal berjumlah 4 tiang dengan masing masing
diameter adalah 1 meter dan spasi antar tiang bor 3 meter. Dalam menetukan gaya-
gaya yang terjadi pada satu tiang, gaya aksial pada perletakan dibagi sebanyak
jumlah tiang pada grup tiang tersebut dan momen yang terjadi pada tiang dibagi
dengan eksentrisitasnya sehingga mendapatkan nilai gaya tekan pada tiang bor t

181
Tabel III.4 Gaya Terfaktor Tiang Tunggal Kelompok Grup Tiang 2
Gaya Terfaktor pada Tiang Tunggal Kelompok Grup Tiang 2
P (tekan) pada tiang grup = 5708,825 kN
My = 251,7136 kNm Mx = 191,2182 kNm
My = 251,7136 kNm
Ex (jarak Mx ke tiang tunggal) = 0m
Mx =191,2182 kNmEy (jarak My ke tiang tunggal) = 1,5 m

P = 5708,825 kN Pu (Pada Tiang Tunggal akibat tekan


aksial) = 2854,4125 kN
Pu (Pada Tiang Tunggal akibat
momen y) = 167,8090667 kN
Pu/φ = 3358,023963 kN
Mu/φ = 212,4646667 kNm

Selanjutnya, dari gaya terfaktor yang terjadi, didesain penulangan yang


dipakai. Penulangan yang dipakai untuk jenis tiang tunggap pada grup tiang
1 adalah 16D25.

Grafik III.2 Diagram Interaksi Tulangan 16 D25


Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai beban terfaktor masih dalam cakupan
kapasitas penampang beton bertulang tiang bor, maka dari itu desain tulang 16D25
bisa dipakai untuk tiang bor pada grup tiang jenis 2.

182
III.1.1.5.3 Penulangan Fondasi pada Grup Tiang Jenis 3
Pada grup tiang jenis 1, tiang bor tunggal berjumlah 1 tiang dengan masing masing
diameter adalah 1 meter. Berikut gaya-gaya yang terjadi pada satu tiang:

Tabel III.5 Gaya Terfaktor pada Tiang Tunggal Kelompok Grup Tiang 3
Gaya Terfaktor pada Tiang Tunggal Kelompok Grup Tiang 3
P (tekan) pada tiang grup = 3405,581 kN
Mx = 191,2182 kNm
My = 251,7136 kNm
My = 251,7136 kNm
Ex (jarak Mx ke tiang tunggal) = 0m
Ey (jarak My ke tiang tunggal) = 0m
Mx =191,2182 kNm
Pu (Pada Tiang Tunggal akibat
P = 3405,581 kN tekan aksial) = 3405,581 kN
Pu (Pada Tiang Tunggal akibat
momen) = 3405,581 kN
Pu/φ = 3783,978889 kN
Mux/φ = 212,4646667 kNm
Muy/φ 279,6817778 kNm

Selanjutnya, dari gaya terfaktor yang terjadi, didesain penulangan yang


dipakai. Penulangan yang dipakai untuk jenis tiang tunggap pada grup tiang
1 adalah 16D25.

Grafik III.3 Diagram Interaksi Tulangan 16D25 Akibat Gaya Aksial dan Momen
Arah X

183
DIAGRAM INTERAKSI P-M
2000000
Kondisi Tekan
Murni
1500000
Diagram
Kondisi Berimbang Interaksi
1000000
Pn (kg)

(Muy/φ,P
u/φ)
500000
(Muy/φ,Pu/φ)

Kondisi Lentur
0
Murni
0 Tarik
Kondisi 10000000 20000000 30000000
Murni
-500000
Mn (kg)

Grafik III.4 Diagram Interaksi Tulangan 16D25 Akibat Gaya Aksial dan Momen
Arah Y
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai beban terfaktor masih dalam cakupan
kapasitas penampang beton bertulang tiang bor, maka dari itu desain tulang 16D25
bisa dipakai untuk tiang bor pada grup tiang jenis 3.

III.1.1.5.4 Penulangan Tranversal Fondasi


Perencanaan tulangan transversal diperlukan untuk mengkapasistasi gaya geser
yang terjadi di sepanjang tiang.

Dari perhitungan, didapatkan nilai ΦVc >Vu, Walaupun ΦVc > Vu, SNI pasal
11.4.6 terkait tulangan geser minimum menyatakan bahwa “Luas tulangan geser
minimum, Av min harus disediakan.

Berdasarkan perhitungan, tulangan sengkang menggunakan diameter 13 mm


dengan spasi 200 mm

Dalam konstruksi , untuk keperluan geser digunakan stirrup Φ13- 200 mm

184
Gambar III.8 Detail Penulangan Fondasi pad Setiap Jenis Grup

185
III.1.1.6 Perhitungan Settlement Fondasi Tiang Grup

Dalam mendesain suatu fondasi, perlu dihitung penurunan dari suatu grup tiang
akibat pembebanan yang diberikan. Perhitungan yang dilakukan pada tugas akhir
ini meliputi penurunan elastis dan penurunan akibat konsolidasi tiang.

III.1.1.6.1 Settlement Elastis / Sementara


Berikut diberikan penurunan elastis tiang bor. Perhitungan ini sesuai dengan
persamaan yang telah diberikan pada bab II.

Penurunan elastis terjadi pada saat konstruksi berlangsung. Secara umum,


penurunan elastis dapat dirumuskan sebagai berikut

𝑆𝑒 = 𝑆𝑒(1) + 𝑆𝑒(2) + 𝑆𝑒(3)

Se(1) = penurunan elastis akibat fondasi sebagai bahan elastis [m]


Se(2) = penurunan tiang oleh gaya pada ujung tiang [m]
Se(3) = penurunan tiang oleh gaya yang diterima sepanjang tiang [m]

Gambar III.9 Penurunan Elastis Akibat Fondasi Sebagai Bahan Elastis (Se1)

186
Gambar III.10 Penurunan tiang oleh gaya pada ujung tiang (Se(2))

Gambar III.11 Penurunan tiang oleh gaya yang diterima sepanjang tiang (Se(3))
Maka penurunan sementara total yang terjadi pada fondasi adalah sebagai
berikut:
𝑆𝑒 = 𝑆𝑒(1) + 𝑆𝑒(2) + 𝑆𝑒(3)
𝑆𝑒 = 0.0068 𝑚 + 0.0019𝑚 + 0.002 𝑚 = 0.026 𝑚 = 2.6 𝑐𝑚

Gambar III.12 Penurunan Sementara Total Se (Se = Se1+Se2+Se3)

187
III.1.1.6.2 Settlement Tanah Fondasi
Berikut perhitungan total penurunan akibat konsolidasi yang terjadi pada pilecap 1,
2, dan 3 dengan mengambil tinjauan lapisan tanah setiap 1 meter.

Tabel III.6 Perhitungan Penurunan pada Grup Tiang 1


Grup Tiang 1
Jenis Depth (m) g' s' Zi s' H S
e Cc Cs
Tanah from to [kN/m3] [kN/m2] [m] [kN/m2] [m] [m]
sand 12 13 12,40 0 0,018 0 0 0,5 238,9364 1 0
sand 13 14 12,40 12,4 0,018 0 0 1,5 171,0728 1 0
sand 14 15 12,40 24,8 0,018 0 0 2,5 128,4947 1 0
sand 15 16 12,40 37,2 0,018 0 0 3,5 100,0391 1 0
sand 16 17 12,40 49,6 0,018 0 0 4,5 80,08673 1 0
clay 17 18 12,40 62 0,018 0,126 0,0252 5,5 65,55852 1 0,007756
clay 18 19 12,40 74,4 0,018 0,126 0,0252 6,5 54,65276 1 0,005921
clay 19 20 12,40 86,8 0,018 0,126 0,0252 7,5 46,25809 1 0,004592
clay 20 21 12,40 99,2 0,018 0,126 0,0252 8,5 39,65886 1 0,003616
clay 21 22 12,40 111,6 0,018 0,126 0,0252 9,5 34,3773 1 0,002887
clay 22 23 11,50 123,1 0,018 0,126 0,0252 10,5 30,08461 1 0,002351
clay 23 24 11,50 134,6 0,018 0,126 0,0252 11,5 26,54849 1 0,001935
clay 24 25 11,50 146,1 0,018 0,126 0,0252 12,5 23,60107 1 0,00161
clay 25 26 11,50 157,6 0,018 0,126 0,0252 13,5 21,11856 1 0,001352
total penurunan [m] = 0,03202

Berdasarkan perhitungan penurunan pada grup tiang 1, diapatkan bahwa grup tiang
1 mengalami penurunan sebesar 3,2 cm. Dari nilai tersebut, besar penurunan masih
dibawah batas penurunan yang diizinkan oleh peraturan gubernur provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta tentang Pedoman Perencanaan Geoteknik Dan Struktur
Bangunan Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu sebesar 15 cm.

Gambar III.13 Penurunan pada Grup Tiang 1

Tabel III.7 Perhitungan Penurunan pada Grup Tiang 2

188
Grup Tiang 2
Jenis Depth (m) g' s' Zi s' H S
e Cc Cs
Tanah from to [kN/m3] [kN/m2] [m] [kN/m2] [m] [m]
sand 12 13 12,40 0 0,018 0 0 0,5 525,6602 1 0
sand 13 14 12,40 12,4 0,018 0 0 1,5 317,7067 1 0
sand 14 15 12,40 24,8 0,018 0 0 2,5 214,1578 1 0
sand 15 16 12,40 37,2 0,018 0 0 3,5 154,6059 1 0
sand 16 17 12,40 49,6 0,018 0 0 4,5 117,0498 1 0
clay 17 18 12,40 62 0,018 0,126 0,0252 5,5 91,78193 1 0,009766
clay 18 19 12,40 74,4 0,018 0,126 0,0252 6,5 73,94197 1 0,007419
clay 19 20 12,40 86,8 0,018 0,126 0,0252 7,5 60,86591 1 0,005712
clay 20 21 12,40 99,2 0,018 0,126 0,0252 8,5 50,98996 1 0,004459
clay 21 22 12,40 111,6 0,018 0,126 0,0252 9,5 43,34529 1 0,003528
clay 22 23 11,50 123,1 0,018 0,126 0,0252 10,5 37,30491 1 0,002846
clay 23 24 11,50 134,6 0,018 0,126 0,0252 11,5 32,44816 1 0,002322
clay 24 25 11,50 146,1 0,018 0,126 0,0252 12,5 28,48405 1 0,001915
clay 25 26 11,50 157,6 0,018 0,126 0,0252 13,5 25,20602 1 0,001595
total penurunan [m] = 0,039561

Berdasarkan perhitungan penurunan pada grup tiang 2, diapatkan bahwa grup tiang
1 mengalami penurunan sebesar 3,9 cm. Dari nilai tersebut, besar penurunan masih
dibawah batas penurunan yang diizinkan oleh peraturan gubernur provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta tentang Pedoman Perencanaan Geoteknik Dan Struktur
Bangunan Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu sebesar 15 cm.

Gambar III.14 Penurunan pada Grup Tiang 2

Tabel III.8 Perhitungan Penurunan pada Grup Tiang 3

189
Grup Tiang 3
Jenis Depth (m) g' s' Zi s' H S
e Cc Cs
Tanah from to [kN/m3] [kN/m2] [m] [kN/m2] [m] [m]
sand 12 13 12,40 0 0,018 0 0 0,5 1156,452 1 0
sand 13 14 12,40 24,8 0,018 0 0 1,5 590,0267 1 0
sand 14 15 12,40 37,2 0,018 0 0 2,5 356,9297 1 0
sand 15 16 12,40 49,6 0,018 0 0 3,5 238,9364 1 0
sand 16 17 12,40 62 0,018 0 0 4,5 171,0728 1 0
clay 17 18 12,40 74,4 0,018 0,126 0,0252 5,5 128,4947 1 0,010785
clay 18 19 12,40 86,8 0,018 0,126 0,0252 6,5 100,0391 1 0,008242
clay 19 20 12,40 99,2 0,018 0,126 0,0252 7,5 80,08673 1 0,006363
clay 20 21 12,40 111,6 0,018 0,126 0,0252 8,5 65,55852 1 0,004968
clay 21 22 12,40 123,1 0,018 0,126 0,0252 9,5 54,65276 1 0,00395
clay 22 23 11,50 134,6 0,018 0,126 0,0252 10,5 46,25809 1 0,003176
clay 23 24 11,50 146,1 0,018 0,126 0,0252 11,5 39,65886 1 0,002582
clay 24 25 11,50 157,6 0,018 0,126 0,0252 12,5 34,3773 1 0,002121
clay 25 26 11,50 157,6 0,018 0,126 0,0252 13,5 30,08461 1 0,001878
total penurunan [m] = 0,044065

Berdasarkan perhitungan penurunan pada grup tiang 3, diapatkan bahwa grup tiang
1 mengalami penurunan sebesar 4,4 cm. Dari nilai tersebut, besar penurunan masih
dibawah batas penurunan yang diizinkan oleh peraturan gubernur provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta tentang Pedoman Perencanaan Geoteknik Dan Struktur
Bangunan Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu sebesar 15 cm.

Gambar III.15 Penurunan pada Grup Tiang 3

190
III.1.1.7 Penulangan Balok Sloof / Tie Beam

Fungsi utama baok sloof adalah sebagai pengikat antar fondasi ketika terjadi
konsolidasi tanah. Beban terfaktor balok sloof diberikan akibat terjadinya
penurunan antar grup tiang.

III.1.1.7.1 Perhitungan Desain Tulangan Longitudinal Balok Sloof


Desain tulangan longitudinal balok sloof untuk grup tiang 1 dan grup tiang 2 (Balok
sloof tipe 1 TB1) dimulai dari perhitungan beban terfaktor yang telah dihitung
sebesar 64600.62 kg.m. Karena momen atas dan bawah balok cenderung
sama,maka pada lapisan atas balok juga dihitung kebutuhan tulangan dan
menetapkan 8D25 sebagai penulangan TB1

Gambar III.16 Detailing Penulangan Balok Sloof TB1

Desain tulangan longitudinal balok sloof untuk grup tiang 2 dan grup tiang 3 (Balok
sloof tipe 1 TB 2) dimulai dari perhitungan beban terfaktor yang telah dihitung
sebesar 24154.95 kg.m. Karena momen atas dan bawah balok cenderung
sama,maka pada lapisan atas balok juga dihitung kebutuhan tulangan dan
menetapkan 8D16 sebagai penulangan TB2.

191
Gambar III.17 Detailing Penulangan Balok Sloof TB2

Gambar III.18 Balok Sloof Jenis 1

Gambar III.19 Balok Sloof Jenis 2


Balok sloof yang menghubungkan grup tiang yang satu tipikal, dimensi dan
penulangannya mengikuti desain balok sloof tipe 2 (TB2) karena perbedaan
settlement pada pile grup tersebut tidak ada sehingga mengikuti desain minium.

192
III.1.2 Bab V Perencanaan Dinding Penahan Tanah
Dinding penahan tanah (DPT) merupakan komponen struktur bawah yang
direncanakan untuk menahan beban lateral pada basement. Sama halnya dengan
fondasi, perencanaan dinding penahan tanah dilakukan secara efesien namun
mampu mengakomodasi beban rencana

Gambar III.20 Bird View Sistem Dinding Penahan Tanah


III.1.2.1 Gaya – Gaya Pada Dinding Penahan Tanah

Gaya gaya yang terjadi pada dinding penahan tanah merupakan gaya gaya lateral
yang diberikan oleh tanah secara horizontal pada permukaan dinding. Perhitungan
gaya-gaya lateral pada dinding tidak hanya dari gaya lateral tanah saja, gaya-gaya

193
lateral yang bekerja terdiri dari gaya lateral akibat tanah, gaya akibat surcharge dan
gaya akibat hidrostatik, dan gaya lateral tanah sendiri.

Gaya lateral tanah yang bekerja pada dinding penahan tanah berasal dari berat
volume tanah. Berat volume yang digunakan untuk menghitung gaya lateral tanah
yang terjadi diambil dengan nilai yang terbesar pada bor log yaitu 22 kN/m3 pada
lapisan tanah cadas. Sedangkan gaya hidrostatik yang bekerja pada dinding
penahan tanah adalah sebesar 10 kN/m3 dan gaya yang diberikan oleh beban
surcharge sebesar 10 kN/m2

Didapatkan dari perhitungan bahwa tekanan lateral yang bekerja pada dinding
adalah sebagai berikut:

Gambar III.21 Gaya yang Bekerja Pada DPT

Dari software ETABS didapatkan momen M22 yang selanjutnya akan digunakan
untuk penulangan arah vertikal dan momen M11 yang selanjutnya akan digunakan
untuk penulangan arah horizontal. Berikut adalah analisis struktur gaya gaya yang
bekerja pada dinding penahan tanah,

194
Gambar III.22 Kontur M22 Dinding Penahan Tanah Basement

(+)
𝑀22,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 72 𝑘𝑁 − 𝑚/𝑚

(−)
𝑀22,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 144 𝑘𝑁 − 𝑚/𝑚

Gambar III.23 Kontur M11 Dinding Penahan Tanah Basement

(+)
𝑀11,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 30 𝑘𝑁 − 𝑚/𝑚

(−)
𝑀11,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 90 𝑘𝑁 − 𝑚/𝑚

195
III.1.2.2 Penulangan Dinding Penahan Tanah
Dinding pada struktur Senayan Park berguna untuk mengkapasitasi beban lateral
dari tekanan tanah dan tekanan hidrostatik. Beton dan tulangan pada dinding
penahan tanah merupakan material yang berperan untuk menahan gaya gaya dalam
tersebut. Tebal dinding penahan tanah yang akan digunakan adalah sebesar 200
mm. Dalam mengkapasitasi beban, DPT akan menerima gaya-gaya lateral akibat
menerima gaya-gaya yang terjadi diperletakan.
Pendesainan tulangan pada DPT mengacu pada gaya-gaya yang terjadi pada pada
dinding. Gaya-gaya yang terjadi pada perletakan merupakan momen M11 dan M22.

III.1.2.2.1 Perencanaan Tulangan Dinding Penahan Tanah arah Horizontal


Perencanaan tulangan DPT arah horizontal didesain berdasarkan momen arah M11
sebagai momen terfaktor.
Dari perhitungan, tulangan 3D16 sebagai tulangan tarik dan 2D16 untuk tulangan
tekan untuk mengkapasitasi M11(+)persegmennya dan tulangan 8D16 sebagai
tulangan tarik dan 3D16 untuk tulangan tekan untuk mengkapasitasi M11(-)
persegmennya.
Dari penulangan yang direncanakan berdasarkan M11(+) dan M11(-), maka berikut
adalah gambar penulangan horizontal DPT persegmen:

Gambar III.24 Penulangan Horizontal DPT Persegmen

196
III.1.2.2.2 Perencanaan Tulangan Dinding Penahan Tanah arah Vertikal
Perencanaan tulangan DPT arah horizontal didesain berdasarkan momen arah M22
sebagai momen terfaktor.
Dari perhitungan, tulangan 5D19 sebagai tulangan tarik dan 3D19 untuk tulangan
tekan untuk mengkapasitasi M22(+) persegmennya dan tulangan 10D19 sebagai
tulangan tarik dan 5D19 untuk tulangan tekan untuk mengkapasitasi M22(-)
persegmennya.
Dari penulangan yang direncanakan berdasarkan M22(+) dan M22(-), maka berikut
adalah gambar penulangan horizontal DPT persegmen:

Gambar III.25 Penulangan Vertikal DPT Persegmen

197
III.1.2.3 Perencanaan Fondasi Setempat untuk Dinding Penahan Tanah

Fondasi setempat untuk dinding penahan tanah direncanakan untuk mengkapasitasi


berat sendiri dinding penahan tanah. Gaya gaya yang bekerja pada fondasi struktur
didapatkan perhitungan berat sendiri (QDL) DPT sesuai tributary area tiap
segmennya. Dari perhitungan didapatkan QDL sebesar 454.61 kN

III.1.2.3.1 Perencanaan Fondasi Tiang Bor Tunggal untuk Fondasi Setempat DPT

Berikut adalah karakteristik fondasi yang dipilih untuk fondasi setempat DPT:

Tabel III.9 Rencana Karakteristik Pondasi

Karakteristik Pondasi
Jenis Pondasi Tiang Bor
Diameter 0,8 m
L 5 m
Luas 0,50 m2
Keliling Tiang (P) 2,51 m
g beton 24 kN/m3

Gambar III.26 Fondasi Tiang Bor Setempat Untuk DPT


Beban aksial dari DPT akan disalurkan ke tanah oleh fondasi. Mekanisme
penyaluran beban aksial ini terdiri dari 2 proses, yakni tahanan ujung (end

198
bearing) dan tahanan geser dari selimut tiang (skin friction). Tiang bor harus
didesain pada kedalaman tertentu untuk mencapai daya dukungnya dalam
memikul beban struktur atas. Berikut perhitungan untuk menentukan kapasitas
tekan tiang bor. Permeternya:

Tabel III.10 Perhitungan Kapasitas Aksial Tiang Bor Per 1 m Lapisan Tanah
Properti Tanah Tekan
Elevasi (m) c friksi (kN) Tahanan Ujung Qu
Jenis N-SPT a ND-Sand
(kN/m2) lokal kumulatif (kN) (kN)
0 clay
1 clay 8
2 clay 8
3 clay 8
4 clay 9
5 clay 9
6 clay 9
7 clay 4
8 clay 4
9 clay 4 26,67 0,98 - 65,78 65,78 120,64 186,42
10 clay 20 133,33 0,5 - 167,55 233,33 603,19 836,52
11 cadas 20 133,33 0,5 33 167,55 400,88 1161,13 1562,02
12 cadas 51 340,00 0,5 33 427,26 828,14 1161,13 1989,27
13 cadas 58 386,67 0,5 31 145,77 973,91 1090,76 2064,67
14 cadas 58 386,67 0,5 31 145,77 1119,68 1090,76 2210,44
Q izin = Q
884,18
ult/SF(2.5) =

Nilai kapasitas izin (Q izin) tiang tunggal > QDL, maka desain fondasi yang
dipilih sudah memenuhi untuk memikul beban DPT.

III.1.2.3.2 Penulangan Fondasi Setempat DPT


Penulangan fondasi setempat DPT menggunakan penulangan minimum yaitu 1%
dari luas penampang karena mengingat fondasi hanya menerima beban aksial saja.

Berikut adalah perencanan penulangan fondasi setempat untuk DPT:

Tabel III.11 Perhitungan Penulangan Pondasi Setempat untuk DPT


Luas Penampang Pondasi 502654,8 mm
Diameter Tulangan Rencana (db) 19 mm
Jumlah Tulangan 20 buah
As tulangan 5670,57474 mm
% tulangan 1,1%

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑛𝑑𝑎𝑠𝑖: 0,25 × 𝜋 × 8002 = 502654,8 𝑚𝑚2

Pilih tulangan 20D19, maka As=

𝐴𝑠 = 200 × 0,25 × 𝜋 × 192 = 5670,57 𝑚𝑚2

199
𝐴𝑠 5670,57 𝑚𝑚2
% 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = = = 1,1%
𝐴𝑝𝑜𝑛𝑑𝑎𝑠𝑖 502654,8 𝑚𝑚2

Tulangan 20D19 sudah memenuhi persyaratan 1% penulangan, maka penulangan


20D19 bisa dipakai untuk fondasi setempat DPT.

Gambar III.27 Detail Penulangan Fondasi Setempat untuk DPT

200
III.2 Aspek Transportasi

Perencanaan aspek transportasi pada kawasan lifestyle center Senayan Park ini
bertujuan untuk memfasilitasi semua pergerakan kendaraan yang terjadi di kawasan
gedung lifestyle center Senayan Park. Pergerakan yang terjadi berupa pergerakan
internal dan pergerakan eksternal. Pergerakan internal ini merupakan pergerakan
kendaraan pada area gedung. Pergerakan eksternal yaitu pergerakan kendaraan
yang diakibatkan adanya bangkitan dan tarikan gedung lifestyle center Senayan
Park. Fasilitas yang akan didesain untuk pergerakan internal berupa area tempat
parkir, sedangkan fasilitas yang akan didesain untuk pergerakan eksternal berupa
jalan akses.

III.2.1 Analisis Pergerakan Kendaraan


III.2.1.1 Perhitungan Bangkitan dan Tarikan Kendaraan

Pembangunan kawasan lifestyle center Senayan Park mengakibatkan timbulnya


bangkitan dan tarikan pergerakan kendaraan. Nilai bangkitan dan tarikan dari
kawasan lifestyle center Senayan Park dihitung menggunakan acuan dari institute
of transportation engineers. Perhitungan bangkitan dan tarikan menggunakan
metode tata guna lahan dengan terlebih dahulu menghitung luas lantai fungsional
bangunan. Setelah didapat luasan tiap fungsi ruang, selanjutnya mencari koefisien
trip rate dari tiap fungsi ruangan. Koefisien ini didapatkan dari institute of
transportation engineers. Dengan mengalikan luasan dengan koefisien trip rate
didapat nilai pergerakan yang disebabkan oleh Lifestyle Center Senayan Park saat
peak hours

Dari perhitungan didapat jumlah pergerakan yang disebabkan oleh Lifestyle Center
Senayan Park sebesar 1008 trips. Nilai trips ini dapat didefinisikan sebagai jumlah
kendaraan yang akan mengunjungi atau keluar dari Lifestyle Center Senayan Park
dengan jenis kendaraan berupa mobil penumpang dan sepeda motor. Dari
perhitungan tersebut didapatkan nilai bangkitan dan tarikan dari kawasan lifestyle
center Senayan Park sebesar 1008 kendaraan pada jam sibuk.

201
III.2.1.2 Analisis Distribusi Kendaraan

Distribusi kendaraan berarti persebaran kendaraan akibat adanya pergerakan.


Pergerakan eksternal dari kawasan lifestyle center Senayan Park berarti pergerakan
yang berhubungan dengan kawasan luar dari kawasan lifestyle center Senayan Park.

Untuk menghubungkan gedung lifestyle center Senayan Park dengan jalan sekitar
diperlukan adanya jalan akses baru. Perencanaan jalan akses ini didasarkan pada
distribusi kendaraan yang akan melewati jalan akses tersebut.

Langkah pertama dalam analisis distribusi kendaraan yaitu menentukan zona yang
menjadi penentuan bangkitan dan tarikan kendaraan. Dalam analisis tugas akhir ini,
zona mewakili pusat kegiatan pada arah pergerakan ruas jalan masing-masing.

Gambar III.28 Pembagian Zona

(sumber : Google maps, diakses pada tanggal 10 mei 2017)

Dari setiap zona tersebut ditentukan berapa persentase tujuan dari pengunjung yang
hendak meninggalkan kawasan lifestyle center Senayan Park. Persentase
didapatkan dari jumlah penduduk yang ada pada masing-masing zona.

Persentase yang dimaksud merupakan persentase tujuan pergerakan berdasarkan


zona yang dituju. Dari perhitungan jumlah pergerakan akibat bangunan Lifestyle

202
Center Senayan Park pada subbab sebelumnya didapat nilai bangkitan dan tarikan
sebesar 1008 kendaraan. Nilai tersebut akan dibagi berdasarkan persentase
bangkitan dan tarikan dari masing-masing zona akibat adanya pembangunan
kawasan lifestyle center Senayan Park. Hasil pembagian tiap zona dapat dilihat
pada tabel berikut,

Tabel III.1 Nilai Bangkitan dan Tarikan untuk Masing-Masing Zona

Bangkitan dan
Zona Tarikan pada zona
% Jumlah
Zona I 16,16 163
Zona II 3,72 38
Zona III 45,42 458
Zona IV 34,70 350

Untuk memfasilitasi pergerakan menuju zona-zona yang telah dipilih, dibuat jalur
jalan akses yang memadai. Berikut disajikan gambar mengenai rencana jalan akses
agar dapat memfasilitasi distribusi kendaraan.

Gambar III.29 Rencana Jalan Akses Kendaraan

Keterangan gambar;

203
 Huruf A menandakan tempat masuk kendaraan dari jalan Gatot Subroto ke
kawasan lifestyle center Senayan Park.
 Huruf B menandakan tempat keluar kendaraan yang hendak melakukan
drop off dan tidak masuk menuju area parkir.
 Huruf C menandakan tempat keluar kendaraan yang telah parkir dan akan
keluar dari kawasan lifestyle center Senayan Park menuju ke zona 1 dan
zona 2 atau sekitarnya.
 Huruf D menandakan tempat keluar kendaraan yang telah parkir dan akan
keluar dari kawasan lifestyle center Senayan Park menuju ke zona 3 dan
zona 4 atau sekitarnya.

III.2.1.3 Pergerakan Eksternal Kendaraan

Dengan adanya bangkitan dan tarikan pada kawasan lifestyle center Senayan Park
menimbulkan adanya pergerakan eksternal kendaraan. Pergerakan eksternal ini
didefinisikan sebagai pergerakan kendaraan dari zona-zona terdekat menuju
kawasan lifestyle center Senayan Park atau sebaliknya. Dalam tugas akhir ini akan
mendesain fasilitas untuk pergerakan eksternal kendaraan hanya untuk pergerakan
kendaraan dari zona-zona terdekat menuju kawasan lifestyle center Senayan Park
saja.

204
Gambar III.30 Rencana Tapak Kawasan

Untuk memfasilitasi pergerakan kendaraan dari zona-zona terdekat menuju


kawasan lifestyle center Senayan Park diperlukan adanya bagian jalinan jalan. Tipe
bagian jalinan yang akan digunakan yaitu jalinan tunggal. Dalam mendesain jalinan
tunggal, Metode dan prosedur yang diuraikan dalam acuan ini mempunyai dasar
empiris. Alasannya adalah bahwa perilaku lalu lintas pada bagian jalinan dalam hal
aturan memberi jalan, disiplin lajur dan antri tidak memungkinkan penggunaan
suatu model yang berdasarkan pada pengambilan celah.

Jalinan tunggal yang akan didesain ini direncanakan hanya untuk dilewati oleh
kendaraan dari zona 1 dan zona 2 yang akan pergi menuju kawasan lifestyle center
Senayan Park. Lokasi dari jalinan tunggal yang akan didesain yang berada pada
jalan gerbang pemuda.

205
Gambar III.31 Rencana Lokasi Jalinan Tunggal

Sebelum mendesain geometrik jalinan tunggal, diperlukan data mengenai arus


kendaraan yang akan melewati bagian jalinan tunggal tersebut. Gambar berikut
menunjukkan rencana alur pergerakan kendaraan yang terjadi pada bagian jalinan
jalan.

Gambar III.32 Rencana Alur Pergerakan dan Geometrik Jalinan Tunggal

Sebelum dilakukan analisis bagian jalinan tunggal, terlebih dahulu ditentukan arus
dari jalan Gerbang Pemuda.

Arah A-B = arus pergerakan kendaraan dari zona III dan IV menuju kawasan
lifestyle center Senayan Park

Arah A-C = arus pergerakan kendaraan pada jalan Gerbang Pemuda arah timur

Arah D-B = arus pergerakan kendaraan dari zona I dan II menuju kawasa lifestyle
center Senayan Park

206
Arah D-C = arus pergerakan kendaraan pada jalan Gerbang Pemuda arah barat
yang akan memutar ke jalan Gerbang Pemuda arah timur

Arah D-E = arus pergerakan kendaraan pada jalan Gerbang Pemuda arah barat.

Derajat kejenuhan yang terjadi pada bagian jalinan jalan tidak boleh melebihi 0,75.
Pada perhitungan bagian jalinan tunggal diperoleh nilai derajat kejenuhan sebesar
0,61 sehingga bagian jalinan tunggal yang didesain layak digunakan.

Setelah didapatkan nilai derajat kejenuhan, selanjutnya dihitung waktu tundaan


kendaraan pada bagian jalinan tunggal tersebut. Tundaan adalah total waktu
hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu bagian
jalinan jalan. Hambatan tersebut muncul jika kendaraan terhenti karena terjadi
antrian di bagian jalinan jalan sampai kendaraan itu keluar dari bagian jalinan jalan.
Nilai tundaan dipengaruhi oleh indeks tingkat pelayanan.

Dengan derajat kejenuhan sebesar 0,61 didapatkan indeks tingkat pelayanan C. Dari
indeks tingkat pelayanan C didapatkan waktu tundaan per kendaraan sebesar 20
detik. Dengan mengasumsikan lama tundaan total untuk satu siklus antrian sebesar
satu menit, sehingga didapatkan panjang antrian kendaraan pada bagian jalinan
jalan tunggal sebanyak 3 kendaraan.

III.2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Akses Kendaraan

Setelah diperoleh rencana jalan akses, selanjutnya jalan akses tersebut akan
dilakukan perencanaan geometrik jalan akses. Jalan akses kendaraan ini didesain
untuk memfasilitasi kendaraan yang akan menuju ke area tempat parkir (basement).
Selain itu, adanya jarak antara jalan eksisting (dalam hal ini jalan kota) dengan
akses menuju tempat parkir menyebabkan diperlukan suatu jalan akses bagi
kendaraan.
III.2.2.1 Penentuan Jumlah Lajur Jalan Akses

Tahap pertama dalam perencanaan geometrik jalan yaitu penentuan jumlah lajur
jalan akses. Penentuan jumlah lajur ini mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia tahun 1997. Perhitungan jumlah lajur ditentukan berdasarkan kinerja ruas

207
jalan akses tersebut. Kinerja ruas jalan ditentukan berdasarkan derajat kejenuhan
ruas jalan dengan rumus;

𝑄
𝐷𝑆 =
𝐶

Dimana,

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus Lalulintas total dalam satuan smp/jam

C = Kapasitas jalan dalam satuan smp/jam

Kapasitas ruas jalan akses kawasan lifestyle center Senayan Park

𝐶 = 𝐶0 × 𝐹𝐶𝑊 × 𝐹𝐶𝑆𝑃 × 𝐹𝐶𝑆𝐹 × 𝐹𝐶𝐶𝑆


𝑠𝑚𝑝
𝐶 = 1650 × 0,92 × 1 × 0,79 × 1,04 = 1519 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟
𝑗𝑎𝑚

Setelah didapat kapasitas jalan tiap lajurnya, selanjutnya dihitung arus lalu lintas
total yang melewati jalan akses kawasan lifestyle center Senayan Park. Arus lalu
lintas dapat dihitung dari data akumulasi keluar masuk kendaraan.. Data akumulasi
keluar masuk kendaraan dari gedung Lifestyle Center Senayan Park yang tersaji
pada tabel berikut,

208
Tabel III.2 Akumulasi Parkir Mobil Lifestyle Center Senayan Park

Waktu Masuk Keluar Total


Jam Kendaraan Kendaraan Kendaraan
0
09.00-09.30 26 7 19
09.30-10.00 40 9 50
10.00-10.30 62 8 104
10.30-11.00 49 9 144
11.00-11.30 53 3 194
11.30-12.00 33 3 224
12.00-12.30 34 9 249
12.30-13.00 23 12 260
13.00-13.30 23 15 268
13.30-14.00 25 13 280
14.00-14.30 35 17 298
14.30-15.00 33 15 316
15.00-15.30 22 9 329
15.30-16.00 22 12 339
16.00-16.30 33 10 362
16.30-17.00 33 11 384
17.00-17.30 36 28 392
17.30-18.00 29 24 397
18.00-18.30 13 22 388
18.30-19.00 26 28 386
19.00-19.30 12 53 345
19.30-20.00 8 47 306
20.00-20.30 10 50 266
20.30-21.00 6 60 212

209
Tabel III.3 Akumulasi Parkir Motor Lifestyle Center Senayan Park

Waktu Masuk Keluar Total


Jam Kendaraan Kendaraan Kendaraan
100
09.00-09.30 20 4 116
09.30-10.00 61 3 174
10.00-10.30 83 11 246
10.30-11.00 59 15 290
11.00-11.30 43 18 315
11.30-12.00 46 15 346
12.00-12.30 58 22 382
12.30-13.00 56 38 400
13.00-13.30 46 26 420
13.30-14.00 42 28 434
14.00-14.30 44 25 453
14.30-15.00 44 33 464
15.00-15.30 48 29 483
15.30-16.00 39 24 498
16.00-16.30 39 33 504
16.30-17.00 48 18 534
17.00-17.30 49 33 550
17.30-18.00 52 34 568
18.00-18.30 36 33 571
18.30-19.00 45 31 585
19.00-19.30 42 69 558
19.30-20.00 30 70 518
20.00-20.30 24 60 482
20.30-21.00 18 63 437

Perhitungan arus lalulintas didasarkan pada akumusi keluar masuk kendaraan


maksimum, yaitu pada jam terakhir sebelum lifestyle center Senayan Park tutup.
Dikarenakan pada data akumulasi keluar masuk kendaraan tidak terdapat kendaraan
truk ringan, padahal pada kenyataannya selalu terdapat adanya truk kecil, maka
persentase kendaraan truk kecil sebesar 8% dari jumlah kendaraan mobil. Tabel
berikut menampilkan hasil perhitungan arus lalu lintas pada jalan akses kawasan
lifestyle center Senayan Park.

210
Tabel III.4 Perhitungan Arus Lalu Lintas

Truk
Jenis Kendaraan Motor Mobil Satuan Keterangan
Ringan
Jumlah kendaran/ akumulasi
874 390 34
kendaraan jam maksimum
emp 0,35 1 1,2
Arus kendaraan 306 390 41 smp/jam
Arus Total 737 smp/jam

Dari tabel didapat arus total kendaraan sebesar 737 smp/jam. Setelah didapat
kapasitas jalan perlajur dan arus lalulintas jalan, selanjutnya dihitung derajat
kejenuhan. Derajat kejenuhan selain menujukkan kinerja ruas jalan juga
menunjukkan tingkat pelayanan jalan. Pada tabel berikut diperlihatkan klasifikasi
tingkat pelayanan jalan berdasarkan derajat kejenuhan jalan sebagai berikut,

Tabel III.5 Tingkat Pelayanan Jalan

(Sumber : Traffic Planning and Engineering, snd Edition Pergamon Press


Oxword, 1979)

Jalan akses kawasan lifestyle center Senayan Park akan direncakanan dengan
tingkat pelayanan baik atau memiliki indeks B. Dengan jumlah lajur sebanyak 2
lajur, didapat nilai derajat kejenuhan jalan sebagai berikut,

𝑄 737
𝐷𝑆 = = = 0,243
𝐶 1519 × 2

211
Dengan demikian, jumlah lajur untuk jalan akses kawasan lifestyle center Senayan
Park yaitu sebanyak 2 lajur.
III.2.2.2 Klasifikasi Jalan, Kendaraan Rencana, dan Kecepatan Rencana

Jalan yang akan didesain merupakan jalan kawasan gedung lifestyle center Senayan
Park sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam perencanaan jalan dengan minimum
design. Desain jalan menurut medannya dapat diklasifikasikan sebagai jalan datar,
karena kondisi tanah telah dilakukan timbunan dan galian. Jalan didesain memiliki
lebar jalur 6 meter, lebar lajur 3 meter dan lebar bahu 1 meter.

Kendaraan yang direncanakan akan menggunakan jalan yaitu kendaraan kecil dan
kendaraan sedang. Kendaraan kecil yang dimaksud adalah kendaraan penumpang
dan kendaraan sedang yang dimaksud adalah truk barang untuk mendistribusikan
barang. Kecepatan rencana yang didesain untuk kendaraan yang melewati jalan
tersebut yaitu 20 km/jam.
III.2.2.3 Penetapan Trase Jalan

Trase jalan adalah garis tengah atau sumbu jalan yang merupakan garis lurus yang
saling terhubung pada peta topografi. Trase ditentukan dengan memperhatikan
aspek-aspek berikut:
a. Memperhatikan cut and fill, pemilihan trase diusahakan untuk menghasilkan
pekerjaan galian dan timbunan minimal, agar biaya pelaksanaan konstruksi
jalan menjadi lebih murah
b. Memperhatikan kelandaian, penentuan trase juga memperhatikan kondisi
medan dimana jalan akan dibangun karena berpengaruh pada metode
pelaksanaan konstruksi yang digunakan
c. Memperhatikan kombinasi tikungan, agar perencanaan trase jalan
mempertimbangkan kondisi tikungan yang tidak tunggal atau kombinasi dari
tikungan yang bergantung pada kondisi kontur tanah. Kombinasi tikungan
harus memperhitungkan jalan lurus agar tidak terjadi overlap antara panjang
jalan lurus satu tikungan dengan tikungan lain

Trase rencana awal jalan ditentukan berdasarkan rencana jalan akses yang
tercantum pada subbab sebelumnya.

212
Gambar III.33 Rencana Awal Trase Jalan Kawasan

213
III.2.2.4 Perencanaan Tikungan

Desain jalan akses kawasan lifestyle center Senayan Park memiliki beberapa
tikungan didalamnya. Tabel berikut menunjukkan jenis tikungan rencana dengan
paramete Ec dan Tc target, dimana nilai Ec dan Tc target disesuaikan dengan
gambar agar tidak terjadi overlapping desain tikungan. Tabel VII.16 menyajikan
parameter untuk tikungan rencana pada masing-masing tikungan.

Tabel III.6 Rencana Tikungan

Tikungan Titik Tipe Tikungan Tc Target (m) Ec Target (m)


A 1;2;3 Full Circle 9 3
B 2;3;4 Full Circle 8 3
C 5;6;7 Full Circle 13 2
D 6;7;8 Full Circle 15 2
E 6;7;9 Full Circle 19 1
F 7;9;10 Full Circle 19 7

Jari-jari tikungan minimum ditetapkan sebagai berikut.

𝑉𝑅 2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 (𝑒𝑚𝑎𝑥 × 𝑓)
di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,4
Sehingga,
202
𝑅𝑚𝑖𝑛 = ≈ 10 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
127 (0,1 × 0,4)

Setelah dilakukan perhitungan didapatkan bahwa hasil perencanaan telah


memenuhi persyaratan dimana tidak terjadi overlap antara titik ujung antar
tikungan, meskipun masih ada jarak antara parameter target dan hitungan. Dari
tabel dapat dilihat bahwa, untuk semua tikungan, persyaratan dari tikungan full
circle terpenuhi, sehingga tidak perlu dilakukan perencanaan tikungan dengan tipe

214
spiral-circle-spiral ataupun tipe full spiral. Berikut disajikan tabel hasil
perencanaan alinyemen horizontal pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park.

Tabel III.7 Hasil Rencana Parameter Alinyemen Horizontal

R ∆ Ec Tipe
Tikungan Lc (m) Tc (m) Syarat FC Target Tc
(m) (rad) (m) Tikungan
A 10 1,324 13,245 7,797 2,680 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi
B 10 1,376 13,762 8,221 2,946 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi
C 40 0,572 22,862 11,752 1,691 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi
D 50 0,534 26,709 13,681 1,838 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi
E 120 0,291 34,910 17,579 1,281 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi
F 20 1,332 26,645 15,719 5,438 Full Circle Terpenuhi Terpenuhi

Setelah melalui berbagai tahapan perencanaan, hasil dari perencanaan geometrik


jalan akses dapat dilihat pada gambar berikut,

Gambar III.34 Hasil Perencanaan Alinyemen Horizontal

215
III.2.2.5 Stasioning

Untuk memudahkan dalam proses konstruksi, perlu ditentukan titik-titik penting


dari suatu geometri jalan. Titik-titik penting merupakan suatu acuan geometrik jalan
dan berasal dari perencanaan tikungan yang telah dilakukan. Rangkaian titik-titik
penting nantinya akan disusun sehingga menjadi stasiun-stasiun tertentu dengan
mengandung informasi jarak dari satu titik ke titik lain dan koordinat dari setiap
titik tersebut. Terdapat 3 jenis jalan untuk memudahkan stasioning.
- Jalan A merupakan jalan yang menghubungkan gedung dengan jalan Gerbang
Pemuda. Untuk jalan A, letak STA 0+000 berada pada titik 1.
- Jalan B merupakan jalan yang menghubungkan gedung dengan jalan Gatot
Subroto. Untuk Jalan B, letak STA 0+000 berada pada titik 5.
- Jalan C merupakan bagian dari jalan B yang menghubungkan jalan B menuju
basement. Untuk Jalan C, letak STA 0+000 berada pada titik 5.

Berikut disajikan tabel hasil dari stasioning geometrik jalan kawasan gedung
lifestyle center Senayan Park,

Tabel III.8 Stasioning Jalan Akses

Jalan A Jalan B Jalan C


Titik STA Titik STA Titik STA
1 0 0 5 0 0 5 0 0
TC A 0 3,62 TC C 0 13,81 TC C 0 13,81
PI A 0 10,24 PI C 0 25,24 PI C 0 25,24
CT A 0 16,86 CT C 0 36,67 CT C 0 36,67
TC B 0 257,6 TC E 0 80,26 TC D 0 84,8
PI B 0 264,5 PI E 0 97,72 PI D 0 98,16
CT B 0 271,4 CT E 0 115,17 CT D 0 111,51
4 0 280,1 TC F 0 119,59 8 0 127,69
PI F 0 132,91
CT F 0 146,23
10 0 171,75

216
III.2.3 Perencanaan Tempat Parkir
III.2.3.1 Desain Tempat Parkir

Dari pendesainan tempat parkir ini nantinya didapatkan nilai daya tampung (supply)
tempat parkir pada gedung Lifestyle Center Senayan Park. Gedung parkir ini
terletak pada basement.

Dari data arsitektur yang telah diberikan, didapatkan denah lantai basement yang
digunakan sebagai tempat parkir. Dari denah tersebut akan didesain tempat parkir
yang optimum untuk menunjang kebutuhan parkir gedung Lifestyle Center Senayan
Park. Kriteria desain taman parkir mengacu pada Pedoman Fasilitas Parkir yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan
(1998) adalah sebagai berikut.
a. Pola Parkir
Desain alternatif A Pola parkir kendaraan baik untuk mobil dan motor adalah
pola parkir pulau dengan ketentuan:
Parkir Kendaraan 1 sisi = Membentuk sudut 90˚
Parkir Kendaraan 2 sisi = Membentuk sudut 90˚.
b. Desain Geometrik Basement

Dalam perencanaan desain tempat parkir, hal-hal yang perlu didesain meliputi
Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk masing-masing kendaraan, Jalur sirkulasi,
jalur gang, dan Jalur masuk dan keluar kendaraan.

217
Gambar III.35 Geometrik Tempat Parkir Alternatif A

Tabel III.9 Desain Geometrik Basement

Desain Geometri Basement


Aspek Desain Kendaraan Kriteria Syarat Desain Satuan
Satuan Ruang Mobil 90o dan 45o 2,5 x 5,0 2,5 x 5,0 mxm
Parkir Motor 90o 0,75 x 2,0 0,75 x 2,0 mxm
Lebar Minimum
Mobil 1 arah 3,5 6,275 m
Jalur Sirkulasi
o
Mobil 45 - 1 arah 3,0 6,05 m
o
Lebar Jalur Gang Mobil 90 - 1 arah 6,0 6,275 m
Motor 90o - 1 arah 4,0 4,8 m
Jalan Masuk dan
Mobil 2 jalur 6,0 6 m
Keluar

Setelah didesain dengan pola parkir dan desain geometrik yang sudah
didefinisikan, selanjutnya dipilih pola parkir yang menghasilkan jumlah slot
parkir yang optimum. Didapatkan jumlah slot parkir untuk kendaraan mobil
sebesar 602 slot dan kendaraan motor sebesar 407 slot. Berikut disajikan
gambar hasil desain tempat parkir.

218
Gambar III.36 Desain Denah Tempat Parkir Basement 1

219
Gambar III.37 Desain Denah Tempat Parkir Basement 2
c. Kriteria Tata Letak Parkir
Tata Letak Gedung Parkir yang dipilih yaitu Lantai datar dengan jalur landai
luar (external ramp). Pintu masuk dan keluar terdiri dari 1 buah, sehingga untuk
tata letak parkir yang dirancang adalah pintu masuk dan keluar terpisah dan
terletak pada ruas jalan yang berbeda.
Perancangan geometrik jalur masuk parkir mengikuti jari-jari lintasan
kendaraan mobil penumpang dikarenakan ruang parkir yang disediakan
diperuntukkan untuk mobil penumpang. Tanjakan Ramp yang didesain dengan
tinggi antar lantai basement adalah 4 m dengan panjang ramp adalah 40 m
maka akan digunakan kemiringan 9 %.
d. Tanjakan Peralihan
Untuk mengantisipasi benturan antara anjuran depan dan belakang kendaraan
terhadap lantai datar pada ujung ramp ataupun pada bagian diantara sumbu
kendaraan diberikan tanjakan peralihan/transisi dengan kemiringan ½ tanjakan
peralihan, ½ x 9% = 4.5%.
e. Penahan Roda

220
Agar kendaraan yang akan diparkir tidak membentur dinding gedung parkir
maka pada ruang parkir biasanya disediakan penghambat roda baik berbentuk
beton atau pipa logam sehingga pengemudi tidak perlu takut membentur
dinding pada saat memasuki ruang parkir. Jarak penahan roda terhadap dinding
tergantung pada sudut dari area parkir sendiri.

III.2.3.2 Analisis Kebutuhan Tempat Parkir

Kebutuhan ruang parkir (demand) yang diakibatkan oleh kawasan Lifestyle Center
Senayan Park dapat ditentukan dengan berdasarkan metoda tata guna lahan dengan
terlebih dahulu menghitung luas total efektif dari tiap lantai di kawasan gedung
lifestyle center Senayan Park. Dengan luas efektif per lantai sebesar 6300 m2 dan
gedung memiliki 4 lantai sehingga dapat dihitung luas total efektif sebagai berikut,
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 6300 𝑚2 × 4 = 25.200 𝑚2
Setelah didapatkan luasan total, selanjutnya ditentukan kebutuhan ruang parkir
dalam satuan SRP. Penentuan kebutuhan parkir didasarkan pada tipe bangunan
yang merupakan bangunan pertokoan. Dengan luas total sebesar 25200 m2, dipilih
koefisien kebutuhan ruang parkir sebesar 4 SRP/100 m2 luasan. Koefisien yang
dipilih tergolong kecil karena mempertimbangkan adanya kawasan pertokoan lain
di sekitar kawasan. Perhitungan kebutuhan ruang parkir sebagai berikut;
𝑆𝑅𝑃
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚2 ) × 4
100 𝑚2
𝑆𝑅𝑃
= 25200 𝑚2 × 4 = 1008 𝑆𝑅𝑃
100𝑚2

Nilai SRP ini berarti jumlah kendaraan mobil yang akan menuju ke kawasan gedung
lifestyle center Senayan Park. Dari perhitungan tersebut didapatkan kebutuhan
ruang parkir kawasan lifestyle center Senayan Park sebesar 1008 kendaraan.

Setelah diperoleh kebutuhan ruang parkir, selanjutnya dilakukan perbandingan


kebutuhan ruang parkir dengan daya tampung tempat parkir yang telah dihitung
pada subbab sebelumnya. Perbandingan kebutuhan ruang parkir dan daya tampung
tempat parkir dapat dilihat pada tabel berikut,

221
Tabel III.10 Perhitungan Kapasitas Parkir

Perhitungan Kapasitas Parkir


Keterangan Mobil Motor Satuan
Standar Ruang Jumlah
Luas 12,5 1,5 m2
Parkir Kendaraan
Kapasitas 407 602 1.009 SRP
Daya Tampung
Luas 5.087,5 903 5.990,5 m2
Kapasitas 407 601 1.008 SRP
Kebutuhan Parkir 2
Luas 5.087,5 902 5.989,0 m
Kapasitas 0 -1 -1 SRP
Kekurangan
Luas 0 -2 -2 m2

Berdasarkan perhitungan kebutuhan ruang parkir Lifestyle Center Senayan Park


dapat dilihat bahwa terjadi ketidaksesuaian antara daya tampung parkir yang
disediakan dengan kebutuhan parkir. Dimana daya tampung yang disediakan
mencukupi dengan kekurangan sebesar -1 SRP yang artinya kebutuhan parkir
terpenuhi oleh daya tampung yang disediakan. Untuk itu, tidak diperlukan adanya
penambahan tempat parkir di kawasan gedunng Lifestyle Center Senayan Park.
III.2.3.3 Analisis Kelayakan Tempat Parkir

Setelah tempat parkir yang telah didesain memenuhi kebutuhan ruang parkir,
selanjutnya dilakukan analisis kelayakan tempat parkir tersebut. Untuk melakukan
analisis kelayakan parkir, data yang digunakan adalah data akumulasi keluar masuk
kendaraan pada kawasan lifestyle center Senayan Park yang telah disajikan pada
subbab sebelumnya.

Hal-hal yang perlu ditentukan untuk melakukan analisis kelayakan parkir adalah
sebagai berikut.
a. Volume parkir

Untuk menentukan volume parkir, terlebih dahulu menghitung jumlah


kendaraan yang masuk dalam area parkir tiap rentang waktu. Volume
parkir yaitu total jumlah kendaraan yang masuk area parkir. Dalam hal ini

222
volume parkir untuk area parkir mobil sebesar 686 kendaraan dan volume
parkir untuk area motor sebesar 1072 kendaraan.
b. Kapasitas Parkir

Kapasitas parkir dapat dihitung melalui marka yang ada. Apabila tidak ada
maka dapat diestimasi melalui melalui rumus sebagai berikut:
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 = 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑟𝑣𝑒𝑦
Untuk gedung lifestyle center Senayan Park ini, ketersediaan parkir untuk
mobil sebanyak 405 kendaraan dan untuk motor sebanyak 602 kendaraan,
dengan durasi survei selama 12 jam, maka:
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙 = 407 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 × 12 𝐽𝑎𝑚
= 4884 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛. 𝐽𝑎𝑚
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 = 602 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 × 12 𝐽𝑎𝑚
= 7224 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛. 𝐽𝑎𝑚
c. Akumulasi Parkir

Akumulasi parkir didefinisikan sebagai jumlah kendaraan terparkir pada


suatu waktu tertentu. Umumnya akumulasi parkir diekspresikan kedalam
sebuah kurva. Gambar berikut memperlihatkan kurva akumulasi parkir.

Akumulasi Parkir Mobil


500
Banyak Kendaraan

Waktu

Gambar III.38 Akumulasi Parkir Mobil

223
Akumulasi Parkir Motor
800

Banyak Kendaraan
600
400
200
0

Waktu

Gambar III.39 Grafik Akumulasi Parkir Motor


d. Beban Parkir (Parking Load)

Beban Parkir adalah jumlah kendaraan per periode waktu tertentu,


biasanya dalam hari. Dalam tugas akhir ini, beban parkir dihitung dalam
satuan kendaraan jam. Beban parkir (parking load) dapat didapat melalui
luas di bawah kurva. Dengan menggunakan luas trapesium serta
diakumulasi, didapat nilai parking load untuk mobil sebesar 3198,25
kendaraan.jam dan nilai parking load untuk motor sebesar 5025,75
kendaraan.jam.
e. Tingkat penggunaan

Tingkat penggunaan dapat dihitung melalui rumus berikut:


𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟
Nilai tersebut akan dicari pada setiap interval parkir. Dari sana kita dapat
melihat tingkat penggunaan maksimum pada pukul berapa. Dari
perhitungan didapat tingkat penggunaan maksimum,
 Untuk mobil didapat pada pukul 17:30 - 18:00 dengan tingkat
penggunaan sebesar 97,543%.
 Untuk motor didapat pada pukul 18.30 – 19.00 dengan tingkat
penggunaan sebesar 97,176%.

f. Rata-rata durasi parkir

224
Rata- rata durasi parkir merupakan perbandingan antara parking load
dengan parking volume, atau secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐿𝑜𝑎𝑑
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 = 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

Dari perhitungan didapat rata-rata durasi parkir,


 Untuk mobil 0,573 jam tiap kendaraan
 Untuk motor 0,530 jam tiap kendaraan

g. Tingkat pergantian parkir (parking turn over)

Parking Turnover merupakan perbandingan antara parking volume dengan


jumlah ruang parkir, atau secara ,matematis dapat dituliskan:
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 (5.6)

Berikut adalah perhitungan parking turnover pada ruang parkir gedung


lifestyle center Senayan Park:
686 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙 = = 1,68
407 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
1072 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = = 1,78
602 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
h. Indeks parkir

Indeks parkir adalah suatu angka untuk menunjukkan tingkat pemakaian


area parkir yang merupakan perbandingan jumlah kendaraan yang sedang
parkir (jumlah ruang parkir yang terisi) dengan jumlah ruang parkir yang
tersedia. Indeks tersebut diperlukan untuk mengetahui efisiensi pada parkir
tersebut dalam waktu satu hari pelayanan. Untuk indeks parkir > 1, maka
parkir tersebut melebihi kapasitas (jenuh), sedangkan untuk yang nilainya
kecil (<1), maka parkir tersebut dapat dikatakan mempunyai parkir yang
luas dibanding dengan kendaraan yang masuk setiap harinya (kurang
efisien).
Indeks parkir dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

225
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑑
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 = × 100%
𝑃𝑎𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
3198,25
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙 = × 100% = 65%
4884
5025,75
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑝𝑎𝑟𝑘𝑖𝑟 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = × 100% = 69%
7224

Dari perhitungan didapatkan indeks parkir untuk mobil dan motor kurang dari
1 atau kurang dari 100%, sehingga tempat parkir yang disediakan layak untuk
digunakan dengan efisiensi untuk mobil sebesar 65% dan efisiensi untuk motor
sebesar 69%.

III.2.4 Perencanaan Perkerasan Jalan Akses Kendaraan

Setelah jalan akses telah direncanakan secara geometrik, jalan akses selanjutnya
akan didesain lapis perkerasannya. Jalan akses ini akan direncanakan dapat dilewati
oleh kendaraan motor, mobil penumpang, dan truk kecil, sehingga diperlukan
adanya perkuatan pada jalan. Untuk itu, diperlukan adanya perencanaan perkerasan
pada jalan akses kendaraan. Perkerasan yang akan dipilih untuk jalan akses
kendaraaan pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park ini digunakan tipe
perkerasan lentur. Penentuan ini didasarkan pada beberapa hal, yaitu,
 Kendaraan rencana yang akan melewati jalan tergolong kendaraan kecil. Tidak
ada kendaraan besar dan tanah dasar jalan yang tergolong kuat.
 Volume lalu lintas kendaraan yang melintas termasuk kecil, karena hanya akan
dilewati oleh kendaraan yang menuju kawasan gedung saja.
 Fungsi jalan lebih diutamakan untuk kenyamanan pengendara kendaraan.

Dalam perencanaan perkerasan jalan, hal-hal yang harus ditentukan yaitu umur
rencana, volume lalu lintas, beban yang diakibatkan oleh kendaraan, desain pondasi
jalan, dan tebal perkerasan.

226
III.2.4.1 Umur Rencana

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 umur rencana


digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen
perkerasan berdasarkan analisis discounted whole of life cost terendah maka
digunakan umur rencana 20 tahun.
III.2.4.2 Lalu Lintas
a. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur
pada suatu jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan jenis
kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu
Terberat) yang berpengaruh pada perencanaan konstruksi struktur
perkerasan. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan
yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Volume
lalu lintas dapat berupa Volume Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR) yaitu
volume lalu lintas yang didapat dari nilai rata-rata kendaraan selama
beberapa hari pengamatan dan Lalu lintas Harian Rata-Rata Tahunan
(LHRT) yaitu volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata
jumlah kendaraan selama setahun penuh.

Dari subbab sebelumnya diketahui volume parkir. Volume parkir ini


diasumsikan sebagai volume lalu lintas. Untuk itu, didapatkan volume lalu
lintas sebesar 682 kendaraan untuk mobil dan 1072 kendaraan untuk
motor. Kendaraan mobil ini dibagi menjadi kendaraan mobil penumpang
dan kendaraan truk cargo ringan, dengan asumsi persentase truk sebesar
8% dari volume lalu lintas kendaraan mobil. Sehingga didapat volume
kendaraan truk ringan sebesar 55 kendaraan dan volume lalu lintas mobil
sebesar 631 kendaraan.
b. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

227
Dengan kelas jalan adalah minimum design digunakan nilai i sebesar 1.
Untuk menghitung pertumbuhan laulintas selama umur rencana Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus
sebagai berikut :

(1 + 0,01𝑖)𝑈𝑅 − 1
𝑅=
0,01𝑖

Dimana;

R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas

i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan = 1

UR = Umur Rencana (tahun) = 20 tahun

Sehingga,

(1 + 0,01 × 1)20 − 1
𝑅= = 0,218 = 21,8 %
0,01 × 1
c. Faktor Distribusi Lalu Lintas

Dengan jalan rencana menggunakan 2 lajur per arah, didapat faktor


distribusi lalu lintas digunakan 80%.
d. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)

Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang
disebut dalam faktor merusak jalan (Vehicle Damage Factor) atau VDF.
Untuk menghitung faktor kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran
tentang beban sumbu kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang
ada. Perhitungan beban lalulintas yang akurat sangatlah penting dalam
tahap perhitungan dalam perencanaan kebutuhan konstruksi jalan.

228
Konfigurasi
Jenis Kendaraan LHRT VDF4 VDF5
Sumbu
Mobil Penumpang 1,1 631 0 0
Truk Ringan 1,2 55 0,3 0,2
Sepeda Motor 1,1 1072 0 0

e. Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle


Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain
pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai;

𝐸𝑆𝐴 = (𝛴𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐿𝐻𝑅𝑇 × 𝑉𝐷𝐹 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖)

𝐶𝐸𝑆𝐴 = 𝐸𝑆𝐴 × 365 × 𝑅

Dimana,

ESA = Lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard


axle) untuk 1 (satu) hari

LHRT = Lalu lintas harian rata – rata tahunan untuk jenis kendaraan
tertentu

CESA = Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur


rencana

R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Nilai CESA yang akan digunakan pada tugas akhir ini memiliki 2 tipe,
yaitu CESA4 dan CESA5. CESA4 digunakan untuk menentukan pemilihan
jenis perkerasan sedangkan CESA5 digunakan untuk menentukan tebal
perkerasan lentur berdasarkan bagan desain yang disediakan BM 2013.

229
Tabel III.11 Perhitungan CESA

PERHITUNGAN BEBAN SUMBU STANDARD KOMULATIF (CESA)


Jenis Konfigurasi LHRT
VDF4 VDF5 ESA4 ESA5 CESA4 CESA5
Kendaraan Sumbu (kendaraan)
Mobil
1,1 631 0 0 0 0 0 0
Penumpang
Truk
1,2 55 0,3 0,2 13,2 8,8 105.037 70.025
Ringan
Sepeda
1,1 1072 0 0 0 0 0 0
Motor
CESA Total 105.037 70.025

III.2.4.3 Penentuan dan Pemilihan Jenis Perkerasan

Pemilihan perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur rencana,
dan kondisi pondasi jalan. Dengan diketahui nilai CESA4 sebesar 0,1 juta,
berdasarkan tabel diatas dipilih jenis perkerasan berupa perkerasan AC tipis
atau HRS diatas lapis pondasi berbutir.
III.2.4.4 Penentuan Desain Pondasi Jalan

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang
(capping), tiang pancang mikro, drainase vertical dengan bahan strip (wick
drain) atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan
pendukung struktur perkerasan dan sebagai akses untuk lalu lintas kostruksi
pada kondisi musim hujan. Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Bina
Marga 2013 sangat ditekankan dalam hal perbaikan tanah dasar, dengan
melihat kondisi CBR tanah dasar dan CESA5 yang akan di terima perkerasan.

Nilai CBR tersebut dihitung berdasarkan data CPT yang ada. Data CPT yang
diberikan terdiri dari 6 titik tinjauan. Nilai CPT yang diambil untuk penentuan
nilai CBR yaitu nilai CPT pada kedalaman hingga 1 meter yang terbagi dalam
5 segmen dengan tiap segmen memiliki ketebalan 0,2 meter. Berikut disajikan
tabel VII.39 rekapan data CPT.

230
Tabel III.12 Rekapitulasi nilai CPT

Kedalaman nilai CPT pada titik (kg/m2)


(m) S1 S2 S3 S4 S5 S6
0,2 10 10
0,4 10 10
0,6 30 11
0,8 20 40 15 20 25
1 20 60 14 21 25 10

Setelah didapatkan nilai CPT, selanjutnya dilakukan konversi dari nilai CPT
menjadi nilai CBR.

Tabel III.13 Rekapitulasi Nilai CBR

Kedalam nilai CBR pada titik


an (m) S1 S2 S3 S4 S5 S6
0,2 5 5
0,4 5 5
0,6 15 5,5
0,8 10 20 7,5 10 12,5
1 10 30 7 10,5 12,5 5
Rata-rata 10 15 6 10,25 12,5 5

Setelah mendapatkan nilai rata-rata CBR untuk masing-masing titik,


selanjutnya ditentukan nilai CBR minimum. Kemudian dicari nilai CBR
dengan presentase 90% sehingga didapat nilai CBR = 5,6%. Dengan nilai CBR
sebesar 5,6 dan nilai CESA5 sebesar 0,07, dari tabel dapat disimpulkan bahwa
tanah dasar dari kawasan gedung ini tidak perlu dilakukan peningkatan.
III.2.4.5 Penentuan Desain Tebal Perkerasan

Solusi perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan
pertimbangan biaya terkecil.

231
Tabel III.14 Desain Perkerasan Jalan Rencana opsi biaya minimum (alternatif
1)

Jenis Lapisan Tebal Satuan


HRS WC 30 mm
HRS Base 35 mm
LPA kelas A 150 mm
LPA kelas B 150 mm
Peningkatan tanah
0 mm
dasar

Gambar III.40 Desain Perkerasan Jalan Rencana opsi biaya minimum

Keterangan :
 Campuran HRS (Hot Rolled Sheet) atau Lataston merupakan lapisan
permukaan non struktural yang memiliki agregat gradasi senjang, filler
dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas.

232
 Hot Rolled Sheet-wearing course (HRS-WC) merupakan campuran
aspal beton menggunakan gradasi senjang dengan kandungan agregat
kasar, agregat halus dan memiliki kandungan aspal yang tinggi
sehingga dibutuhkan mutu campuran beraspal yang baik untuk
menghasilkan jalan dengan kelenturan dan keawetan yang baik.
 Lapis pondasi agregat kelas A adalah mutu lapis pondasi atas untuk
suatu lapisan di bawah lapisan beraspal.
 Lapis pondasi agregat kelas B adalah untuk lapis pondasi bawah. Lapis
pondasi agregat kelas B boleh digunakan untuk bahu jalan tanpa
penutup aspal.

III.2.4.6 Evaluasi Tebal Perkerasan

Evaluasi tebal struktur perkerasan mengacu pada peraturan Pdt T-01-2002-B.


Evaluasi ini mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan
struktur perkerasan serta beban lalu lintas kumulatif pada jalan tersebut.
a. Nilai CESA
Perhitungan nilai CESA mengacu pada subbab sebelumnya. Didapat nilai
CESA sebesar 105.037 ESA.
b. Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian


(degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin
bermacam-macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang
waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor perencanaan reliabilitas
memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan
perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan ingkat reliabilitas (R)
dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang
direncanakan.

Klasifikasi jalan akses Gedung lifestyle center Senayan Park adalah jalan
dengan desain minimum design sehingga dipilih nilai reliabilitas sebesar

233
50%. Selanjutnya dipilih deviasi standar (S0) yang mewakili kondisi
setempat, didapatkan Standar Normal Deviation (ZR) untuk R = 50%
adalah sebesar 0.
c. Koefisien Drainase

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam


perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relative ini
adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks
Tebal Perkerasan (ITP) dengan nilai m sebesar 1.
d. Indeks Permukaan

Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan


perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas
yang lewat. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur
rencana (IPt) perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional
jalan selanjutnya ditentukan indeks permukaan awal umur rencana (IP0)
dengan memperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur
rencana. Dari kedua aspek tersebut dipilih IPt sebesar 2 dan IP0 untuk
lapisan aspal (Laston) adalah sebesar 4.
e. Kekuatan Bahan

Tanah dasar pada kawasan memiliki harga sebesar 5,6%. Dari nilai CBR
tersebut kemudian dihitung modus resilien tanah dasar dengan persamaan
berikut:

MR = 1.500 × CBR
MR = 1.500 × 5,6 = 8400 psi
f. Desain Tebal Perkerasan

234
Dari parameter yang telah ditentukan di atas, dapat ditentukan Indeks
Tebal Perkerasan pada jalan akses gedung lifestyle center Senayan Park
dengan menggunakan persamaan berikut:

∆IP
log10 [ ]
IP0 -IPf
log10 (W18 ) =ZR ×S0 +9,36× log10 (ITP+1)-0,2+ 1.094 +2,32× log10 MR -8,07
0,4+
(ITP+1)5,19

Tabel VII.53 menyajikan rekapitulasi parameter-parameter yang


menentukan perhitungan ITP.

Tabel III.15 Rekapitulasi Parameter

Parameter Simbol Nilai Satuan


Tingkat Reliabilitas R 50
Standar Deviasi Normal ZR 0
Standar Error & Kinerja S0 0,5
Koefisien Drainase m 1
Indeks Permukaan Awal IP0 4
Indeks Permukaan Akhir IPt 2
Selisih Indeks Permukaan ΔIP 2
Indeks Permukaan Jalan Hancur IPf 2
Modulus Resilien MR 8.400 psi
LHR 20 Tahun W18 105.037 ESA

Dengan melakukan input parameter di atas ke dalam persamaan, dan


dilakukan step back calculation dengan bantuan goal seek pada Microsoft
excel, didapatkan nilai ITP yang memenuhi adalah sebagai berikut,

𝐼𝑇𝑃 = 1,8 𝑖𝑛𝑐ℎ = 45, 74 𝑚𝑚

Nilai ITP kemudian diterjemahkan dalam tebal tiap lapisan dalam analisis
komponen perkerasan lentur.
g. Analisis Komponen Perkerasan Lentur

Setelah mengetahui nilai Indeks Tebal Perkerasan dari struktur perkerasan


yang direncanakan, kemudian dilakukan analisa komponen perkerasan
lentur hasil perhitungan yang mnegacu pada MDPJ 2013. Komponen
perkerasan lentur hasil perhitungan MDPJ 2013 merupakan tebal

235
perkerasan minimum yang boleh didesain. Tebal perkerasan tersebut
tersebut dianalisis dengan menggunakan nilai ITP dan koefisien kekuatan
relatif bahan perkerasan, tabel berikut menyajikan tebal perkerasan
minumum hasil perhitungan MDPJ 2013,

Tabel III.16 Tebal Perkerasan Minimum

Jenis Lapisan Tebal Satuan Lapisan

HRS WC 30 mm
surface
HRS Base 35 mm

LPA kelas A 150 mm base

LPA kelas B 150 mm subbase

Selanjutnya dicari koefisien kekuatan relatif dari masing-masing jenis


lapisan. Langkah selanjutnya dilakukan analisis tebal perkerasan dengan
persamaan berikut:

ITP = a1 d1 + a2 d2 m2 + a3 d3 m3

Dimana:

a1 : Koefisien kekuatan relatif lapis permukaan

d1 : Tebal lapisan permukaan

a2 : Koefisien kekuatan relatif lapisan base

d2 : Tebal lapisan base

a3 : Koefisien kekuatan relatif lapisan subbase

d3 : Tebal lapisan subbase

236
m : Koefisien drainase

Analisis komponen tebal perkerasan dilakukan dengan mengevaluasi tebal


tiap lapisan hasil perhitungan dengan mengacu pada MDPJ 2013. Tebal
tiap lapisan hasil perhitungan MDPJ 2013 dimasukkan ke dalam
persamaan ITP dengan input parameter seperti yang terlihat pada tabel
berikut;

Tabel III.17 Parameter Analisis

Parameter Simbol Nilai Satuan


Tebal surface d1 65 mm
Tebal base d2 150 mm
Tebal subbase d3 150 mm
koefisien kekuatan relatif surface a1 0,35
koefisien kekuatan relatif base a2 0,14
koefisien kekuatan relatif subbase a3 0,13
koefisien drainase m 1
indeks Tebal Perkerasan ITP 45,74 mm

Diasumsikan tebal lapis permukaan dan lapis pondasi atas mengikuti tebal
minimum dari MDPJ 2013, sehingga analisis dilakukan mengevaluasi
tebal lapis pondasi bawah saja. Perhitungan dilakukan sebagai berikut

45,74 = (0,35)(65) + (0,14)(150)(1) + (0,13)d3 (1)

Sehingga didapatkan tebal lapis pondasi bawah (sub-base) adalah

d3 = 15,32 mm

Didapatkan tebal lapis pondasi bawah dengan jenis lapisan LPA Kelas B
hasil perhitungan lebih kecil dari hasil tebal perkerasan minimum hasil
perancangan menggunakan MDPJ 2013 sehingga nilai tebal lapis pondasi
bawah yang digunakan yaitu tebal minimum sebesar 150 mm. Sehingga
tebal perkerasan yang sudah didefinisikan pada subbab sebelumnya tidak
mengalami perubahan.

237
III.2.5 Sirkulasi Pergerakan Kendaraan

Setelah dilakukan perencanaan geometrik dan perkerasan pada jalan akses,


selanjutnya dilakukan perencanaan sistem sirkulasi pergerakan kendaraan pada
kawasan gedung Lifestyle Center Senayan Park. Perencanaan sistem sirkulasi
pergerakan kendaraan bertujuan untuk memfasilitasi segala jenis pergerakan
kendaraan pada kawasan gedung Lifestyle Center. Selain itu agar pergerakan yang
terjadi tidak menimbulkan permasalahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
merencanakan sistem sirkulasi kendaraan yaitu panjang antrian pada pintu parkir,
dan sistem sirkulasi parkir.
III.2.5.1 Pelayanan Pintu Parkir

Pintu parkir merupakan tempat masuk kendaraan menuju tempat parkir atau
tempat keluarnya kendaraan dari tempat parkir. Pintu parkir masuk ditandai
dengan adanya portal otomatis dan tempat pengambilan tiket parkir. Pada pintu
parkir keluar ditandai dengan adanya portal otomatis dan tempat dilakukan
pembayaran uang parkir. Jumlah pintu parkir masuk sebanyak 1 buah dan
jumlah pintu parkir keluar sebanyak 3 buah. Pintu parkir masuk direncanakan
dekat dengan Jalan Gatot Subroto sedangkan pintu parkir keluar direncanakan
dekat dengan Jalan Gerbang Pemuda.
a. Pintu Masuk Parkir

Pintu parkir akan direncanakan dengan sistem First In First Out, dimana
akan digunakan model antrian M/M/N dan jumlah pintu parkir awal adalah
N=1. Tipe model struktur antrian dasar yang digunakan adalah single
channel-single phase. Single Channel berarti hanya ada satu jalur yang
memasuki sistem pelayanan atau ada satu fasilitas pelayanan. Single Phase
berarti hanya ada satu pelayanan.

Tingkat kedatangan (λ) dihitung berdasarkan nilai tarikan dari lifestyle


center Senayan Park. Nilai tarikan ini merupakan jumlah mobil yang
parkir pada waktu di jam sibuk yang didapat dari perhitungan pada subbab

238
sebelumnya. Untuk mobil didapatkan nilai 399 kend/jam dan untuk motor
didapatkan 592 kend/jam.

Waktu pelayanan pintu parkir mobil diambil 7 detik/kendaraan dan untuk


motor 5 detik/kendaraan.

Tabel III.18 Perhitungan Antrian Pada Pintu Masuk Parkir

jenis kendaraan Mobil Motor Satuan

Tingkat Kedatangan (λ) 407 600 kendaraan/jam


waktu pelayanan pintu rata- 7 5 detik/kendaraan
rata (µ) 514,286 720 kendaraan/jam
Tingkat Kegunaan
0,791 0,833
pelayanan Pintu Parkir
Peluang tidak terdapatnya
0,209 0,167
kendaraan dalam sistem
3,002 4,167 kendaraan
Panjang Rata-rata antrian
4 5 kendaraan

0,012 0,010 jam


Rata-rata waktu yang
dihabiskan dalam sistem
42,381 35,000 detik

Rata-rata waktu menunggu 35,381 30,000 detik

239
Gambar III.41 Layout Pintu Masuk Menuju Basement
b. Pintu Keluar Parkir

Pintu parkir akan direncanakan dengan sistem First In First Out, dimana
akan digunakan model antrian M/M/s dan jumlah pintu parkir awal untuk
mobil adalah s=2 dan jumlah pintu parkir awal untuk motor adalah s=3.
Tipe model struktur antrian dasar yang digunakan adalah Multi Channel –
Single Phase. Sistem Multi Channel – Single Phase terjadi kapan saja di
mana ada dua atau lebih fasilitas pelayanan dialiri oleh antrian tunggal.

Tingkat kedatangan (λ) dihitung berdasarkan jumlah akumulasi parkir


terakhir pada jam tinjauan dari lifestyle center Senayan Park. Nilai
akumulasi parkir terakhir pada jam tinjauan yang didapat dari perhitungan
pada subbab sebelumnya. Untuk mobil didapatkan nilai 848 kend/jam dan
untuk motor didapatkan 1748 kend/jam.

Waktu pelayanan pintu parkir mobil diambil 7 detik/kendaraan dan untuk


motor 5 detik/kendaraan.

240
Tabel III.19 Perhitungan Antrian Pada Pintu Keluar Parkir

jenis
Mobil Motor Satuan
kendaraan
Tingkat
848 1748 kendaraan/jam
Kedatangan (λ)
waktu
pelayanan 7 5 detik/kendaraan
pintu rata-rata
(µ) 514,286 720 kendaraan/jam
jumlah pintu
2 3 buah
Parkir
Tingkat
Kegunaan
0,824 0,809
pelayanan
Pintu Parkir
Peluang tidak
terdapatnya
0,096 0,053
kendaraan
dalam sistem
Panjang Rata-
4 3 Kendaraan
rata antrian
Rata-rata
waktu yang
16,981 6,178 detik
dihabiskan
dalam antrian
Rata-rata
waktu yang
23,981 11,178 detik
dihabiskan
dalam sistem
Panjang Rata-
6 6 kendaraan
rata antrian

241
Gambar III.42 Layout Pintu Keluar dari Basement
III.2.5.2 Sirkulasi Kendaraan Pada Jalan Akses

Sirkulasi kendaraan pada jalan akses Lifestyle center Senayan Park


menggunakan pola sirkulasi linear. Pola sirkulasi linear adalah jalan yg lurus
atau berbentuk lengkung dan belok yg dapat menjadi unsur pembentuk utama
deretan ruang. Pola ini dipilih karena tipe ruang gedung dalam satu alur yang
menyerupai sebuah garis lurus yang meneruskan fungsi dari ruang satu ke
ruang yang lain.

Pada jalan akses disediakan tempat khusus penurunan penumpang. Syarat-


syarat dari tempat penurunan penumpang meliputi;
 Penumpang menuju bangunan tanpa menyeberang jalan
 Terdapat jalan tersendiri bagi kendaraan yang tidak membawa penumpang
 Sesuai skala bangunan dan kebutuhan sirkulasi kendaraan

242

Gambar III.43 Layout Sirkulasi Kendaraan Jalan Akses


III.2.5.3 Sirkulasi Kendaraaan Pada Basement

Sirkulasi untuk tiap lantai pada basement menggunakan pola sirkulasi


memutar. Pola ini digunakan agar menghindari adanya tabrakan atau
pertemuan dua kendaraan yang berlawanan arah pada satu jalur sirkulasi.
Sirkulasi antar lantai yang digunakan adalah pola sirkulasi dengan ramp
menerus dan jalur ramp adalah satu arah.

243
244
Gambar III.44 Layout Lantai Basement 1

245
246
Gambar III.45 Layout Lantai Basement 2

247
Gambar III.46 Ilustrasi proyek gedung pada kondisi eksisting kawasan

248
III.3 Aspek Sumber Daya Air

Pada subbab III.3.1 hingga subbab III.3.7 di bawah ini merupakan pembahasan
mengenai perencanaan kawasan ditinjau dari aspek sumber daya air.

III.3.1 Asumsi yang Digunakan dalam Perencanaan

Dalam sebuah perencanaan pasti terdapat beberapa asumsi yang digunakan dengan
tujuan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada, seperti kurang
memadainya data yang tersedia dan juga untuk menyederhanakan proses
perencanaan. Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam perencanaan sistem
drainase kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta.
III.3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran
1. Hujan yang terjadi pada kawasan diasumsikan terjadi secara merata.
2. Karena tidak tersedianya data gridding plan, maka perencanaan sistem
drainase dilakukan sesuai dengan peta kontur kawasan.
3. Jenis saluran yang digunakan pada sistem drainase kawasan Senayan Park
adalah saluran terbuka.
4. Di setiap segmen saluran pada sistem drainase kawasan Senayan Park ini tidak
terjadi perubahan debit dan kedalaman, sehingga analisis saluran menganggap
bahwa aliran yang terjadi sebagai steady uniform flow atau aliran tetap dan
seragam.
5. Dimensi berbentuk segiempat dengan perbandingan antara lebar dan tinggi
saluran adalah 1:1 untuk saluran tersier dan saluran sekunder yang terbuat dari
beton pre-cast tipe U-Dicth, disesuaikan dengan dimensi yang dicetak oleh PT.
Asiacon Cipta Prima, Bekasi.
6. Dimensi berbentuk lingkaran untuk saluran gorong-gorong dan pipa yang
terbuat dari beton pre-cast tipe buis, disesuaikan dengan dimensi yang dicetak
oleh PT. Asiacon Cipta Prima, Bekasi.
III.3.1.2 Perhitungan Spillway
1. Kelebihan air pada drainase kawasan tidak ada yang akan memasuki waduk,
sehingga spillway hanya memfasilitasi air berlebih yang berasal dari waduk.

249
2. Luas area tangkapan air berada diluar area waduk yang diasumsikan sebesar
60.000 m2.
3. Desain spillway untuk periode ulang 10 tahun dengan lama curah hujan efektif
selama 6 jam.
4. Bentuk spillway yang digunakan adalah tipe ogee.

III.3.2 Penentuan Titik Outlet

Titik outlet merupakan tempat dimana debit yang berasal dari kawasan Lifestye
Center Senayan Park Jakarta dikeluarkan. Berdasarkan peta jaringan saluran
penghubung kota Jakarta terdapat saluran penghubung yang berada tepat di
kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta, yaitu saluran penghubung Danau
Puso (saluran no.16). Oleh karena itu, outlet yang dipilih penulis adalah saluran
penghubug Danau Puso seperti pada gambar I.1 di bawah ini.

Gambar III.47 Penentuan Titik Outlet

III.3.3 Rencana Skema Sistem Drainase

Draianse merupakan suatu prasarana yang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari
suatu kawasan ke badan air penerima. Berdasarkan kondisi eksisting dan gambar

250
desain arsitektur, maka rencana skema sistem drainase pada kawasan Lifestyle
Center Senayan Park Jakarta adalah seperti pada gambar I.2 di bawah ini dengan
komponen yang akan didesain adalah saluran drainase dan bangunan spillway.

Gambar III.48 Rencana Skema Sistem Drainase Kawasan

III.3.4 Perencanaan Dimensi Saluran

Dalam perencanaan suatu dimensi saluran drainase dibutuhkan beberapa data


penting, yaitu data spasial berupa peta topografi, peta jaringan drainase eksisting,
dan data kependudukan, serta data hidrologi berupa data hujan. Data peta topografi
didapatkan penulis dengan bantuan software Google Earth dan AutoCAD Civil 3D.
Data peta jaringan drainase eksisting didapatkan penulis dari Dinas Tata Air
Provinsi DKI Jakarta, yaitu Peta Saluran Penghubung Kecamatan Tanah Abang,
DKI Jakarta tahun 2014. Data kependudukan penulis dapatkan dari Dinas Tata
Ruang Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Data hujan penulis dapatkan dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia, yaitu dari Stasiun Meteorologi
Kemayoran dan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok mulai dari tanggal 1
Januari 2007 hingga 31 Desember 2016.

251
III.3.4.1 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Kawasan

Sesuai dengan asumsi yang digunakan bahwa curah hujan yang terjadi di kawasan
adalah terjadi secara merata dan data hujan yang ada hanya terjadap dari dua stasiun
pengamatan yang berbeda, maka curah hujan rata-rata kawasan dapat dihitung
hanya dengan metode Aritmatik, sehingga didapatkan besar curah hujan rata-rata
kawasan seperti pada tabel I.X di bawah ini.

Tabel III.20 Curah Hujan Rata-Rata Metode Aritmatik

Curah Hujan Rata-Rata


Metode Aritmatik
Hujan Dalam Milimeter
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des Maks.
2007 55,65 208,45 32,65 51,75 62,00 35,00 20,30 42,30 28,45 17,90 33,80 102,25 208,45
2008 86,05 140,30 52,50 68,70 31,20 24,50 4,75 21,00 53,25 28,90 38,60 53,80 140,30
2009 135,70 62,70 51,75 41,45 87,45 27,20 11,35 5,25 45,75 31,50 75,50 53,85 135,70
2010 78,15 78,15 69,30 17,20 53,10 46,90 50,75 37,05 57,00 72,50 40,45 60,75 78,15
2011 34,05 88,65 39,80 19,75 62,40 44,30 29,35 5,75 26,60 27,85 46,25 66,80 88,65
2012 52,30 38,45 58,30 54,55 47,80 32,25 23,00 0,00 21,90 6,30 90,15 56,80 90,15
2013 155,60 44,65 45,35 41,10 72,45 44,35 40,00 49,20 15,20 53,45 39,40 76,05 155,60
2014 151,00 196,10 95,75 32,25 88,70 52,50 46,00 54,35 26,90 21,75 43,70 41,55 196,10
2015 133,85 262,25 54,65 32,00 20,85 16,05 1,25 2,60 8,00 8,00 73,25 92,80 262,25
2016 32,55 111,50 64,80 118,60 34,70 67,25 59,70 46,15 49,65 35,15 40,05 10,90 118,60

III.3.4.2 Perhitungan Periode Ulang Curah Hujan

Berdasarkan PU Cipta Karya tahun 2012, untuk tipe kota metropolitan dengan besar
daerah tangkapan air daerah proyek adalah 4,16 Ha, maka periode ulang curah
hujan yang digunakan adalah 2 tahun. Namun, karena kondisi saat ini dimana
pertumbuhan infrastruktur berkembang sangat cepat sehingga terjadi perubahan
yang semula merupakan lahan terbuka atau lahan basah menjadi lahan terbangun.
Hal tersebut menyebabkan kemungkinan terjadi genangan air pada permukaan yang
lebih besar. Maka dari itu, sebagai langkah antisipasi, periode ulang yang dipilih
dalam perencanaan sistem drainase pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park
Jakarta adalah 10 tahun.
III.3.4.3 Curah Hujan Rencana

Untuk dapat mengetahui besar curah hujan rencana yang sesuai dengan periode
ulang desain, maka perlu dilakukan perhitungan distribusi frekuensi dari curah
hujan yang terjadi dengan menggunakan 4 (empat) metode distribusi, yaitu metode

252
distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson Tipe III, dan metode distirbusi
Gumbell. Penentuan metode mana yang digunakan dalam perhitungan curah hujan
rencana dilakukan dengan memperhitungkan galat yang dihasilkan oleh masing-
masing metode. Tabel I.X di bawah ini menunjukan hasil perhitungan galat untuk
masing-masing metode distribusi frekuensi.

Tabel III.21 Uji Kestabilan Distribusi Frekuensi

Rmax
Rmax (teori) (Rmax (teori)-Rmax (data))²
(data)
m m/(N+1) Tr
Log Log Log Log
(mm) Normal Gumbell Normal Gumbell
Normal Pearson Normal Pearson
1 0,09 11,00 262,25 226,90 234,12 235,53 229,71 1249,97 791,37 713,88 1058,62
2 0,18 5,50 208,45 201,47 197,31 196,98 195,15 48,69 124,05 131,47 176,78
3 0,27 3,67 196,1 183,37 174,68 173,76 173,72 162,13 458,62 499,09 500,97
4 0,36 2,75 155,6 168,13 157,67 156,53 157,46 157,03 4,27 0,87 3,47
5 0,45 2,20 140,3 154,18 143,54 142,39 143,84 192,58 10,48 4,38 12,54
6 0,55 1,83 135,7 140,61 131,02 132,07 131,64 24,14 21,91 13,17 16,52
7 0,64 1,57 118,6 126,66 119,28 120,14 120,07 64,94 0,46 2,37 2,15
8 0,73 1,38 90,15 111,42 107,66 108,23 108,45 452,54 306,52 326,92 334,88
9 0,82 1,22 88,65 93,32 95,31 95,47 95,84 21,79 44,38 46,52 51,73
10 0,91 1,10 78,15 67,89 80,33 79,85 80,01 105,17 4,74 2,88 3,44
Σ (Rmax (teori)-Rmax (data))² 2478,96 1766,81 1741,56 2161,13
δ = ((Σ(Rmax (teori)-Rmax (data))²) / (n-1))^0,5 16,60 14,01 13,91 15,50

Berdasarkan tabel 1.X di atas, dapat disimpulkan bahwa metode yang sesuai dengan
kondisi hujan yang terjadi pada kawasan adalah metode distribusi Log Pearson Tipe
III sehingga curah hujan rencana yang digunakan adalah curah hujan rencana yang
sesuai dengan periode ulang desain (10 tahun), yaitu 230,263 mm seperti pada tabel
I.Y di bawah ini.

Tabel III.22 Curah Hujan Rencana Untuk Setiap Periode Ulang

Periode Ulang No P Tr w z k KT Log RT RT


2 Tahun 1 0,5 2 1,177 -0,0000001 0,020 0,020 2,141 138,247
5 Tahun 2 0,2 5 1,794 0,841457 0,020 0,835 2,282 191,598
10 Tahun 3 0,1 10 2,146 1,281729 0,020 1,294 2,362 230,263
20 Tahun 4 0,05 20 2,448 1,645211 0,020 1,679 2,429 268,648
25 Tahun 5 0,04 25 2,537 1,751077 0,020 1,792 2,449 281,103
Σ 21,372
μLogR 2,137
Slogx 0,174
Cs 0,121

253
III.3.4.4 Perhitungan Debit Hidrologi Saluran

Debit hidrologi saluran (Q) merupakan debit limpasan maksimum yang terjadi pada
kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta yang didasarkan pada periode ulang
tertentu yang akan digunakan dalam perencanaan sistem drainase tersebut.. Debit
hidrologi dihitung dengan menggunakan metode Rasional karena memiliki luas
daerah aliran yang tidak begitu besar, yaitu kurang dari 100 acre atau kurang dari
40 Ha dengan mengasumsikan intensitas yang jatuh pada daerah aliran tersebut
sebagai intensitas yang seragam (uniform) dan tersebar merata. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut.

𝐶𝑅𝐴
𝑄= = 0.278 𝐶 𝐼 𝐴 [𝑚3 /𝑑𝑡]
3.6

Penjelasan mengenai parameter-parameter yang tertulis pada persamaan rasional


diatas adalah sebagai berikut. Parameter koefisien pengaliran (C) dan luas daerah
aliran (A) ditentukan mengacu pada gambar I.X di bawah ini.

Gambar III.49 Catchment Area

254
III.3.4.4.1 Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran (C) merupakan suatu parameter yang digunakan dalam


perhitungan debit rencana yang besarnya bergantung pada faktor-faktor daerah
pengalirannya, seperti jenis tanah, kemiringan, vegetasi, luas, dan juga bentuk
daerah pengaliran. Tabel I.X menunjukan besar koefisien pengaliran untuk masing-
masing blok yang ditentukan mengacu pada gambar I.Y di atas.

Tabel III.23 Koefisien Pengaliran

No Blok Karakteristik C No Blok Karakteristik C


1 A Ruang Terbuka Hijau 0,35 24 X Ruang Terbuka Hijau 0,35
2 B Perkerasan Aspal 0,75 25 Y Ruang Terbuka Hijau 0,35
3 C Atap 0,8 26 Z Ruang Terbuka Hijau 0,35
4 D Perkerasan Aspal 0,75 27 AA Atap 0,8
5 E Perkerasan Aspal 0,75 28 BB Perkerasan Paving Block 0,6
6 F Perkerasan Paving Block 0,6 29 CC Perkerasan Paving Block 0,6
7 G Perkerasan Aspal 0,75 30 DD Perkerasan Aspal 0,75
8 H Perkerasan Aspal 0,75 31 EE Perkerasan Aspal 0,75
9 I Perkerasan Aspal 0,75 32 FF Perkerasan Paving Block 0,6
10 J Perkerasan Aspal 0,75 33 GG Atap 0,8
11 K Perkerasan Aspal 0,75 34 HH Perkerasan Aspal 0,75
12 L Perkerasan Paving Block 0,6 35 II Perkerasan Aspal 0,75
13 M Perkerasan Paving Block 0,6 36 JJ Perkerasan Aspal 0,75
14 N Ruang Terbuka Hijau 0,35 37 KK Ruang Terbuka Hijau 0,35
15 O Ruang Terbuka Hijau 0,35 38 LL Perkerasan Aspal 0,75
16 P Ruang Terbuka Hijau 0,35 39 MM Perkerasan Aspal 0,75
17 Q Ruang Terbuka Hijau 0,35 40 NN Perkerasan Aspal 0,75
18 R Ruang Terbuka Hijau 0,35 41 OO Ruang Terbuka Hijau 0,35
19 S Ruang Terbuka Hijau 0,35
20 T Ruang Terbuka Hijau 0,35
21 U Ruang Terbuka Hijau 0,35
22 V Ruang Terbuka Hijau 0,35
23 W Ruang Terbuka Hijau 0,35

III.3.4.4.2 Luas Daerah Tangkapan Air (A)

Luas daerah aliran atau catchment area merupakan suatu wilayah daratan yang
berfungsi untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh
diatasnya ke saluran terdekat. Tabel I.X menunjukan besar luasan daerah aliran
untuk masing-masing blok yang mengacu pada gambar I.Y di atas.

Tabel III.24 Luas Daerah Aliran (Catchment Area)

255
Blok Area (ha) Blok Area (ha) Blok Area (ha) Blok Area (ha)
A 0,657 L 0,109 W 0,050 HH 0,014
B 0,039 M 0,097 X 0,050 II 0,015
C 0,820 N 0,090 Y 0,054 JJ 0,012
D 0,051 O 0,017 Z 0,059 KK 0,120
E 0,017 P 0,082 AA 0,076 LL 0,011
F 0,029 Q 0,086 BB 0,143 MM 0,012
G 0,004 R 0,059 CC 0,081 NN 0,016
H 0,004 S 0,075 DD 0,006 OO 0,089
I 0,069 T 0,111 EE 0,006
J 0,005 U 0,071 FF 0,168
K 0,004 V 0,025 GG 0,653

III.3.4.4.3 Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang jatuh
terjuh pada permukaan tanah dalam daerah tangkapan air ke saluran terdekat (to)
dan ditambahkan dengan waktu untuk mengalir sampai di suatu titik di saluran
drainase yang ditinjau (td). Berdasarkan SNI 2415-2016, persamaan yang
digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi di lahan adalah sebagai berikut.

𝐿0,77
𝑡𝑜 = 0,0195 × 0,385 [𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡]
𝑆

Sedangkan untuk menghitung waktu konsentrasi di saluran persamaan yang


digunakan adalah sebagai berikut.

𝐿
𝑡𝑑 = [𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡]
60 × 𝑉
III.3.4.4.4 Intensitas Hujan (I)

Intensitas hujan merupakan ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Salah satu metode yang umum digunakan
untuk mencari besar intensitas hujan adalah metode Mononobe seperti persamaan
berikut, dimana tc adalah waktu konsentrasi [menit] dan R24 adalah curah hujan
rencana [mm].

2
𝑅24 24 3 𝑚𝑚
𝐼= ×( ) [ ]
24 𝑡𝑐 𝑗𝑎𝑚

256
Debit hidrologi atau debit limpasan ini dihitung sesuai dengan rute aliran dan total
area layan yang dilayani oleh saluran yang ditinjau yang mengacu pada gambar IX
di bawah ini.

Gambar III.50 Rencana Skema Saluran Drainase

Dengan menggunakan persamaan dari metode Rasional, maka didapatkan debit


hidrologi maksimum yang terjadi adalah sebesar 2,149 m3/dt yang terjadi pada inlet
nomer 42. Tabel I.X menunjukan hasil perhitungan debit hidrologi pada masing-
masing inlet yang ada pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta.

Tabel III.25 Debit Maksimum yang Terjadi pada Saluran

257
Qpeak Qpeak Qpeak Qpeak
Inlet Inlet Inlet Inlet
(m³/dt) (m³/dt) (m³/dt) (m³/dt)
1 0,382 12 1,238 23 0,213 34 0,788
2 1,270 13 0,081 24 0,242 35 0,034
3 0,032 14 0,089 25 0,640 36 0,821
4 0,037 15 0,156 26 0,590 37 0,053
5 0,024 16 0,214 27 0,540 38 0,809
6 0,063 17 0,246 28 1,522 39 0,072
7 1,141 18 0,290 29 1,606 40 0,853
8 0,058 19 0,111 30 0,022 41 1,602
9 0,075 20 0,159 31 0,083 42 2,149
10 0,141 21 0,168 32 1,586
11 0,166 22 0,185 33 1,651
III.3.4.5 Perhitungan Debit Hidrolika

Debit hidrolika merupakan suatu nilai kapasitas debit pengaliran dari saluran (Qc)
yang ditentukan dengan menggunakan persamaan kontinuitas, seperti berikut ini.

𝑄𝑐 = 𝐴 × 𝑉 [𝑚3 /𝑑𝑡]

Tabel I.X di bawah ini adalah hasil perhitungan debit hidrolika untuk masing-
masing ruas saluran.

Tabel III.26 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Tersier

258
Panjang Qc Panjang Qc
No Saluran No Saluran
(m) (m³/dt) (m) (m³/dt)
1 1-2 102,6 1,83 15 19 - 20 52,6 0,36
2 2-7 134,2 1,83 16 20 - 21 32,3 0,36
3 3-4 44,6 0,36 17 21 - 22 9,3 0,36
4 4-9 5,0 0,36 18 22 - 23 20,6 0,60
5 5 - 10 6,3 0,36 19 23 - 24 20,9 0,60
6 6-8 182,7 0,36 20 24 - 25 23,9 1,40
7 7 - 12 19,7 1,83 21 30 - 32 21,4 3,16
8 8 - 11 7,2 0,36 22 31 - 33 18,8 3,16
9 13 - 14 33,4 0,36 23 34 - 36 49,2 1,40
10 14 - 15 5,2 0,36 24 35 - 37 43,7 0,36
11 15 - 16 26,1 0,60 25 37 - 39 30,0 0,36
12 16 - 17 30,4 0,60 26 38 - 40 19,4 1,40
13 17 - 18 22,5 0,60 27 39 - 41 25,6 1,83
14 18 - 25 66,0 1,40 28 40 - 42 34,8 3,16

Tabel III.27 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Sekunder

Panjang Qc
Saluran
(m) (m³/dt)
10 - 11 184,9 0,36
12 - 28 90,3 1,83
28 - 29 53,5 1,83
29 - 32 27,5 1,83
33 - 41 90,9 1,83

Tabel III.28 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Gorong-Gorong

Panjang Qc
Saluran
(m) (m³/dt)
9 - 10 8,9 0,17
11 - 12 7,9 1,96
25 - 26 59,3 1,08
27 - 28 32,4 1,96
32 - 33 51,2 1,96
36 - 38 15,3 1,08
41 - 42 8,7 4,47

259
Tabel III.29 Debit Hidrologi Untuk Ruas Saluran Pipa

Panjang Qc
Saluran
(m) (m³/dt)
Pipa 1 74,0 0,22
Pipa 2 74,0 0,22
Pipa 3 74,0 0,22

III.3.4.6 Perhitungan Dimensi Penampang Saluran

Saluran yang digunakan pada perencanaan sistem drainase kawasan Lifestyle


Center Senayan Park Jakarta terbagi menjadi dua macam, yaitu saluran dengan
penampang segiempat yang akan digunakan untuk saluran terbuka sekunder dan
tersier, dan saluran dengan penampang lingkaran yang akan digunakan untuk
saluran gorong-gorong dan pipa. Kedua tipe saluran tersebut merupakan saluran
pre-cast yang terbuat dari material beton.

Perhitungan dimensi penampang saluran dilakukan dengan cara iterasi hingga


mendapatkan perbandingan antara debit hidrolika dan debit hidrologi lebih dari 1
yang merupakan suatu besaran safety factor penampang. Pada tugas akhir ini,
penulis menetapkan safety factor sebesar 1,05 untuk menghindari pemborosan
penampang karena pada dasarnya dalam perhitungan tersebut sudah menyertakan
safety factor, yaitu suatu nilai tinggi jagaan (freeboard). Tabel I.X hingga tabel I.Y
merupakan hasil perhitungan dimensi penampang untuk masing-masing segmen
saluran.

Tabel III.30 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Tersier

260
Dimensi Dimensi
Panjang Panjang
No Saluran B H No Saluran B H
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 1-2 102,6 0,80 1,00 15 19 - 20 52,6 0,40 0,60
2 2-7 134,2 0,80 1,00 16 20 - 21 32,3 0,40 0,60
3 3-4 44,6 0,40 0,60 17 21 - 22 9,3 0,40 0,60
4 4-9 5,0 0,40 0,60 18 22 - 23 20,6 0,50 0,70
5 5 - 10 6,3 0,40 0,60 19 23 - 24 20,9 0,50 0,70
6 6-8 182,7 0,40 0,60 20 24 - 25 23,9 0,80 0,80
7 7 - 12 19,7 0,80 1,00 21 30 - 32 21,4 1,00 1,20
8 8 - 11 7,2 0,40 0,60 22 31 - 33 18,8 1,00 1,20
9 13 - 14 33,4 0,40 0,60 23 34 - 36 49,2 0,80 0,80
10 14 - 15 5,2 0,40 0,60 24 35 - 37 43,7 0,40 0,60
11 15 - 16 26,1 0,50 0,70 25 37 - 39 30,0 0,40 0,60
12 16 - 17 30,4 0,50 0,70 26 38 - 40 19,4 0,80 0,80
13 17 - 18 22,5 0,50 0,70 27 39 - 41 25,6 0,80 1,00
14 18 - 25 66,0 0,80 0,80 28 40 - 42 34,8 1,00 1,20

Tabel III.31 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Sekunder

Dimensi
Panjang
Saluran B H
(m) (m) (m)
10 - 11 184,9 0,40 0,60
12 - 28 90,3 0,80 1,00
28 - 29 53,5 0,80 1,00
29 - 32 27,5 0,80 1,00
33 - 41 90,9 0,80 1,00

Tabel III.32 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Gorong-Gorong

Dimensi
Panjang
Saluran R D
(m) (m) (m)
9 - 10 8,9 0,20 0,40
11 - 12 7,9 0,50 1,00
25 - 26 59,3 0,40 0,80
27 - 28 32,4 0,50 1,00
32 - 33 51,2 0,50 1,00
36 - 38 15,3 0,40 0,80
41 - 42 8,7 0,75 1,50

Tabel III.33 Rekapitulasi Dimensi Penampang Saluran Pipa

261
Dimensi
Panjang
Saluran R D
(m) (m) (m)
Pipa 1 74,0 0,30 0,60
Pipa 2 74,0 0,30 0,60
Pipa 3 74,0 0,30 0,60

III.3.4.7 Perhitungan Kecepatan Aliran pada Saluran

Kecepatan aliran dihitung dengan menggunakan persamaan Manning dengan besar


koefisien Manning (n) yang digunakan adalah 0,012 untuk saluran yang terbuat dari
beton dipoles dan 0,011 untuk saluran gorong-gorong lurus, yaitu
1 2 1
𝑉 = ( 𝑅3𝑆 2)
𝑛

Berdasarkan PU Cipta Karya tahun 2012, besar kecepatan aliran pada saluran tidak
boleh melebihi batas maksimum kecepatan, yaitu sebesar 3 m/dt untuk saluran yang
terbuat dari material beton. Tabel I.X hingga tabel I.Y adalah hasil perhitungan
kecepatan aliran pada saluran dengan nilai maksimum adalah 2,9 m/dt sehingga
saluran tersebut masih memenuhi syarat terhadap kecepatan maksimum yang
diizinkan.

Tabel III.34 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Tersier

262
V
No Saluran Cek thd V ijin
(m/dt)
1 1-2 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
2 2-7 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
3 3-4 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
4 4-9 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
5 5 - 10 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
6 6-8 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
7 7 - 12 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
8 8 - 11 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
9 13 - 14 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
10 14 - 15 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
11 15 - 16 1,706 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
12 16 - 17 1,706 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
13 17 - 18 1,706 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
14 18 - 25 2,184 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
15 19 - 20 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
16 20 - 21 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
17 21 - 22 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
18 22 - 23 1,706 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
19 23 - 24 1,706 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
20 24 - 25 2,184 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
21 30 - 32 2,632 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
22 31 - 33 2,632 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
23 34 - 36 2,184 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
24 35 - 37 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
25 37 - 39 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
26 38 - 40 2,184 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
27 39 - 41 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
28 40 - 42 2,632 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)

Tabel III.35 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Sekunder

V
Saluran Cek thd V ijin
(m/dt)
10 - 11 1,488 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
12 - 28 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
28 - 29 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
29 - 32 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
33 - 41 2,286 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)

Tabel III.36 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Gorong-Gorong

263
V
Saluran Cek thd V ijin
(m/dt)
9 - 10 1,555 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
11 - 12 2,863 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
25 - 26 2,468 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
27 - 28 2,863 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
32 - 33 2,863 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
36 - 38 2,468 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
41 - 42 2,906 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)

Tabel III.37 Rekapitulasi Kecepatan Aliran Saluran Pipa

V
Saluran Cek thd V ijin
(m/dt)
Pipa 1 0,911 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
Pipa 2 0,911 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)
Pipa 3 0,911 OK!, Kec. Aliran < Kec. Maks (3 m/s)

III.3.4.8 Penentuan Letak Elevasi Dasar Saluran

Pada tugas akhir ini, penulis menetapkan kemiringan saluran sebesar 0,4% untuk
saluran sekunder dan tersier, untuk gorong-gorong sebesar 0,3% dan 0,25% hanya
untuk saluran gorong-gorong 41-42, serta 0,05% untuk saluran pipa. Kemiringan
saluran ditetapkan secara seragam untuk masing-masing kategori dengan tujuan
untuk mempermudah proses pelaksanaan kosntruksi saluran tersebut. Tabel I.X
hingga tabel I.Y di bawah ini merupakan letak elevasi dasar masing-masing saluran.

Tabel III.38 Letak Elevasi Dasar Saluran Tersier

264
Elevasi Dasar
Panjang Slope Δh
Saluran Hulu Hilir
(m) % (m) (m) (m)
1-2 102,6 0,40% 0,4 21,2 20,8
2-7 134,2 0,40% 0,5 20,8 20,3
3-4 44,6 0,40% 0,2 21,16 20,98
4-9 5,0 0,40% 0,02 20,98 20,96
5 - 10 6,3 0,40% 0,03 20,96 20,94
6-8 182,7 0,40% 0,7 21,70 20,97
7 - 12 19,7 0,40% 0,1 20,26 20,18
8 - 11 7,2 0,40% 0,03 20,97 20,94
13 - 14 33,4 0,40% 0,1 20,82 20,68
14 - 15 5,2 0,40% 0,02 20,68 20,66
15 - 16 26,1 0,40% 0,1 20,66 20,56
16 - 17 30,4 0,40% 0,1 20,56 20,44
17 - 18 22,5 0,40% 0,1 20,44 20,35
18 - 25 66,0 0,40% 0,3 20,35 20,08
19 - 20 52,6 0,40% 0,2 20,72 20,51
20 - 21 32,3 0,40% 0,1 20,51 20,38
21 - 22 9,3 0,40% 0,04 20,38 20,34
22 - 23 20,6 0,40% 0,1 20,34 20,26
23 - 24 20,9 0,40% 0,1 20,26 20,18
24 - 25 23,9 0,40% 0,1 20,18 20,08
30 - 32 21,4 0,40% 0,1 19,69 19,60
31 - 33 18,8 0,40% 0,1 19,44 19,36
34 - 36 49,2 0,40% 0,2 19,44 19,24
35 - 37 43,7 0,40% 0,2 19,40 19,22
37 - 39 30,0 0,40% 0,1 19,22 19,10
38 - 40 19,4 0,40% 0,1 19,20 19,13
39 - 41 25,6 0,40% 0,1 19,10 19,00
40 - 42 34,8 0,40% 0,1 19,13 18,99

Tabel III.39 Letak Elevasi Dasar Saluran Sekunder

Elevasi Dasar
Panjang Slope Δh
Saluran Hulu Hilir
(m) % (m) (m) (m)
10 - 11 184,9 0,40% 0,7 20,94 20,20
12 - 28 90,3 0,40% 0,4 20,18 19,82
28 - 29 53,5 0,40% 0,2 19,82 19,60
29 - 32 27,5 0,40% 0,1 19,60 19,49
33 - 41 90,9 0,40% 0,4 19,36 19,00

Tabel III.40 Letak Elevasi Dasar Saluran Gorong-Gorong

265
Elevasi Dasar
Panjang Slope Δh
Saluran Hulu Hilir
(m) % (m) (m) (m)
9 - 10 8,9 0,25% 0,02 20,96 20,94
11 - 12 7,9 0,25% 0,02 20,20 20,18
25 - 26 59,3 0,25% 0,1 20,08 19,93
27 - 28 32,4 0,25% 0,1 19,90 19,82
32 - 33 51,2 0,25% 0,1 19,49 19,36
36 - 38 15,3 0,25% 0,04 19,24 19,20
41 - 42 8,7 0,15% 0,01 19,00 18,99

Tabel III.41 Letak Elevasi Dasar Saluran Pipa

Elevasi Dasar
Panjang Slope Δh
Saluran Hulu Hilir
(m) % (m) (m) (m)
Pipa 1 74,0 0,05% 0,04 19,93 19,90
Pipa 2 74,0 0,05% 0,04 19,93 19,90
Pipa 3 74,0 0,05% 0,04 19,93 19,90

III.3.4.9 Kebutuhan Saluran

Berdasarkan spesifikasi yang ada pada PT. AsiaCon Bekasi, maka jumlah saluran
yang dibutuhkan untuk masing-masing tipe adalah seperti pada tabel I.X dan tabel
I.Y di bawah ini.

Tabel III.42 Rekapitulasi Jumlah Saluran Pracetak U-Ditch

Panjang U- Panjang Total Jumlah U-Ditch


Tipe Lebar Tinggi Tebal
Ditch Per Tipe Per Tipe Pracetak
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (buah)
1 0,4 0,6 0,045 1,2 637,1 531
2 0,5 0,7 0,06 1,2 120,5 101
3 0,8 0,8 0,07 1,2 158,5 133
4 0,8 1 0,07 1,2 544,2 454
5 1 1,2 0,075 1,2 34,8 30

Tabel III.43 Rekapitulasi Jumlah Saluran Pracetak Buis Beton

266
Panjang Buis Panjang Total Jumlah Buis
Tipe Diameter Tebal
Beton Per Tipe Per Tipe Beton Pracetak
(m) (m) (m) (m) (m) (buah)
1 0,4 0,07 1 8,9 9
2 0,6 0,07 1 221,9 222
3 0,8 0,07 0,5 74,6 150
4 1 0,07 0,5 91,5 184
5 1,5 0,07 0,5 8,7 18

Gambar I.X di bawah ini merupakan contoh tipikal saluran tipe U-Ditch dan saluran
tipe buis.

(a)

(b)

267
Gambar III.51 Tipikal Penampang Saluran, (a) Saluran U-Ditch Tipe 4; (b) Saluran
Buis Tipe 4

III.3.5 Perencanaan Spillway

Spillway merupakan suatu bangunan pelengkap yang berfungsi untuk mengalirkan


air yang berlebih pada suatu reservoir atau waduk secara aman. Waduk yang
dimaksud memiliki arti sebagai suatu tempat pada permukaan tanah yang berfungsi
untuk menampung air saat terjadi kelebihan air atau musim penghujan sehingga air
tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kering. Dalam merencanakan suatu
spillway maka diperlukan data mengenai debit inflow dan outflow yang terjadi pada
waduk atau tampungan tersebut. Pada tugas akhir ini, bentuk bangunan spillway
yang dipilih adalah tipe ogee karena permukaannya yang berbentuk lingkaran
dibuat untuk dapat mengurangi kehilangan energi saat air melewati bangunan
tersebut. Selain itu, tipe ini juga merupakan penampang yang terbaik untuk
mengalirkan air karena dapat menciptakan aliran air yang paling seragam
dibandingkan dengan dua tipe lainnya.
III.3.5.1 Perhitungan Hidrograf Banjir

Hidrograf banjir adalah salah satu cara untuk mengetahui besar debit maksimum
yang akan masuk ke dalam suatu area. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 2415-2016, debit banjir dapat dihitung dengan menggunakan metode empiris
apabila data debit observasi tidak tersedia dalam kuantitas yang memadai. Metode
empiris yang digunakan adalah metode hidrograf satuan. Atas dasar hal itu, maka
metode yang digunakan dalam perhitungan hidrograf banjir adalah metode
hidrograf satuan Nakayasu.
III.3.5.1.1 Data Hidrograf

Untuk membentuk suatu hidrograf satuan sintetik dengan metode Nakayasu


dibutuhkan beberapa asumsi seperti sebagai berikut.
1. Besar koefisien k yang digunakan adalah nilai tengah antara 0,5 hingga 1, yaitu
0,75 agar hasil yang didapat lebih konservatif.

268
2. Berdasarkan pengalaman, bentuk hidrograf satuan sintetik yang berlokasi di
kawasan Indonesia memiliki bentuk pada bagian naik hidrograf yang cepat dan
bagian menurun yang lambat, sehingga besar α yang digunakan adalah 3.
3. Curah hujan efektif yang digunakan adalah per 1 mm.

Tabel III.44 Data Hidrograf Nakayasu

No. Parameter Perhitungan Besaran Unit


1 Panjang (L) 0,500 km
2 Waktu konsentrasi/time tag (tg)
Jika L < 15 km tg = 0,21L0,7
Jika L > 15 km tg = 0,4 + 0,058L
Dengan panjang sungai yang ada maka besarnya tg yaitu 0,129 jam
3 Satuan durasi hujan (tr) jam
tr = k x tg, dimana besarnya k dapat diambil 0,5 sampai 1
Dalam perhitungan ini harga k diambil sebesar 0,750
Besarnya harga satuan durasi hujan (tr) menjadi 0,097 jam
4 Waktu awal hujan sampai puncak banjir (tp ) 0,207 jam
5 Parameter hidrograf/alfa (α)
Daerah pengaliran biasa α = 2
Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat α = 1,5
Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat α = 3
Dalam perhitungan ini harga α diambil sebesar 3
6 Waktu penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30 % debit puncak (t0,3 ) 0,388 jam
2
7 Luas daerah pengaliran sungai (A) 0,060 km
8 Curah hujan effektif (R0 ) 1 mm
9 Koefisien pengaliran {C} 0,700
3
10 Debit puncak banjir (Q p ) 0,026 m /dt/mm
11 Kerapatan jaringan kuras (D = L/A) 8,333
12 Base flow (perkiraan aliran dasar) (Qb) 0,000 m3 /dt
0,6444 0,943
Qb = 0,4751 A D

III.3.5.1.2 Unit Hidrograf

Perhitungan unit hidrograf dengan menggunakan metode Nakayasu dibagi menjadi


empat kondisi, yaitu.
1. Untuk daerah dengan kondisi 0 < Q ≤ Qp, debit dihitung dengan rumus 𝑄𝑎 =
2,4
𝑡
𝑄𝑝 × (𝑇 ) .
𝑝

2. Untuk daerah dengan kondisi Qd > 0,3 Qp debit dihitung dengan rumus 𝑄𝑑1 =
𝑡−𝑇𝑝
( )
𝑇0,3
𝑄𝑝 × 0,3 .

269
3. Untuk daerah dengan kondisi 0,3 Qp > Qd > 0,32 Qp debit dihitung dengan
𝑡−𝑇𝑝 +0,5𝑇0,3
( )
1,5 𝑇0,3
rumus 𝑄𝑑2 = 𝑄𝑝 × 0,3 .
4. Untuk daerah dengan kondisi 0,32 Qp > Qd debit dihitung dengan rumus 𝑄𝑑3 =
𝑡−𝑇𝑝 +1,5 𝑇0,3
( )
2 𝑇0,3
𝑄𝑝 × 0,3 .

Gambar I.X di bawah ini menunjukan besar debit yang terjadi untuk satu satuan
hujan yang terjadi pada kawasan.

Gambar III.52 Unit Hidrograf Metode Nakayasu


III.3.5.1.3 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif diasumsikan terjadi selama 6 jam per hari yang dihitung dengan
menggunakan metode Mononobe. Tabel 1.X di bawah ini menunjukan hasil
perhitungan curah hujan efektif yang terjadi selama 6 jam.

Tabel III.45 Curah Hujan Efektif

270
I p Tr 2 Tr 5 Tr 10 Tr 20 Tr 25
Jam 1,00 1,00 138,25 191,60 230,26 268,65 281,10
1 0,55 55,0% 76,08 105,44 126,72 147,84 154,70
2 0,35 14,3% 19,77 27,41 32,94 38,43 40,21
3 0,26 10,0% 13,87 19,22 23,10 26,96 28,21
4 0,22 8,0% 11,04 15,30 18,39 21,46 22,45
5 0,19 6,7% 9,33 12,92 15,53 18,12 18,96
6 0,17 5,9% 8,15 11,30 13,58 15,84 16,57
1,73 100,0% 138,25 191,60 230,26 268,65 281,10

III.3.5.1.4 Hidrograf Banjir

Hidrograf banjir dihitung dengan menggunakan metode Nakayasu yang sesuai


dengan periode ulang desain, yaitu 10 tahun. Gambar I.X dibawah ini menunjukan
bahwa debit banjir maksimum yang akan masuk ke dalam area tampungan adalah
sebesar 3,354 m3/dt.

Hidrograf Banjir Periode Ulang 10 Tahun


4.0
3.5
Total Runoff (m³/dt)

3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi (jam)

Gambar III.53 Grafik Hidrograf Banjir Periode Ulang 10 Tahun


III.3.5.2 Perhitungan Reservoir Routing

Penelusuran banjir (reservoir routing) merupakan suatu perhitungan gerakan air


banjir yang melewati suatu waduk atau kolam penampungan untuk mengetahui
besar air yang keluar (outflow) dari suatu waduk atau kolam penampungan

271
(storage) sebagai akibat dari air yang masuk (inflow). Metode yang digunakan
untuk mengetahui besar debit outflow adalah metode Storage Indication yang
mempertimbangkan ketinggian air pada saat pertama debit inflow memasuki
tampungan dan lebar bangunan pelimpah atau spillway yang akan melimpaskan air
berlebih pada tampungan. Dengan lebar spillway sebesar 2,5 m (setelah melewati
proses iterasi hingga besar tinggi air diatas spillway tidak melebihi tinggi jagaan
tampungan), didapatkan besar debit outflow maksimum yang terjadi adalah 0,928
m3/dt seperti pada gambar I.X di bawah ini.

Reservoir Routing
4.00
3.50
3.00
2.50
Q (m³/dt)

2.00
Outfow
1.50
Inflow
1.00
0.50
0.00
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00
Waktu (jam)

Gambar III.54 Grafik Reservoir Routing


III.3.5.3 Perhitungan Dimensi dan Geometri Spillway

Perhitungan dimensi dan geometri bangunan spillway dihitung dengan mengacu


pada US Bureau of Reclamation tahun 1987. Persamaan yang digunakan untuk
mendapatkan besar tinggi total (He) adalah sebagai berikut.

3
𝑄 = 𝐶𝑑 × 𝐿 × 𝐻𝑒2

Spillway didesain dengan kondisi tanpa pintu dan tanpa tiang, sehingga apabila
besar tinggi total (He) kurang dari 9,14 m, maka tinggi muka air desain (Ho) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

272
𝐻𝑒
= 1,42
𝐻𝑜

Berdasarkan dua persamaan diatas, maka didapatkan besar tinggi total (He) adalah
0,33 m dan tinggi muka air desain (Ho) adalah 0,23 m. Setelah mendapatkan tinggi
muka air, maka langkah selanjutnya adalah menentukan kelengkungan dari
spillway. Kelengkungan spillway dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
dibawah ini.

𝑥𝑛
𝑦=
𝐾 × 𝐻𝑒𝑛−1

Dengan K dan n adalah parameter yang bergantung pada kenis kemiringan hulu
spillway. Jenis kemiringan yang digunakan adalah kemiringan hulu vertikal,
sehingga didapatkan bahwa nilai K adalah 2 serta nilai n adalah 1,85. Gambar I.X
di bawah ini menunjukan hasil perhitungan kelengkungan spillway.

Koordinat Kelengkungan
Spillway
x
-0.20
-0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
y

1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20

Gambar III.55 Koordinat Kelengkungan Spillway

273
Gambar I.X di bawah ini merupakan potongan melintang bangunan spillway sesuai
dengan hasil perhitungan dimensi dan geometri dari bangunan dengan ditambah
kedalaman ke bawah tanah guna meningkatkan stabilitas dari bangunan spillway
tersebut.

Gambar III.56 Potongan Melintang Spillway


III.3.5.4 Perhitungan Volume Tampungan

Perhitungan volume tampungan dilakukan untuk mengetahui berapa volume


tambahan maksimum yang dapat ditampung oleh tempat penampungan, yaitu
Waduk Taman Ria Senayan seperti pada gambar I.X di bawah ini.

274
Volume yang Tertampung
7000

6000

5000
Volume (m³)

4000

3000

2000

1000

0
0 5 10 15 20
Waktu (jam)

Gambar III.57 Grafik Volume yang Tertampung

Berdasarkan gambar I.X diatas, maka didapatkan bahwa besar volume tambahan
maksimum yang dapat ditampung oleh Waduk Taman Ria Senayan adalah sebesar
5724 m3.
III.3.5.5 Pengecekan Stabilitas Spillway

Berdasarkan buku KP-06 tahun 2009, pengecekan stabilitas spillway ditinjau dari
dua aspek utama, yaitu stabilitas terhadap guling dan stabilitas terhadap geser.
Stabilitas terhadap guling dihitung dengan menggunakan parameter momen guling
yang pada umumnya memiliki titik guling di hilir bangunan, sedangkan stabilitas
terhadap geser dihitung dengan menggunakan parameter gaya geser yang
bergantung pada koefisien friksi material dasar yang digunakan pada bangunan
spillway. Pada tugas akhir ini, material yang digunakan pada bangunan spillway
adalah beton sehingga koefisien friksinya adalah sebesar 0,3. Perhitungan stabilitas
ini dilakukan berdasarkan gaya-gaya yang bekerja pada tubuh spillway, yaitu gaya
berat, gaya hidrostatis, gaya uplift, gaya tanah lateral aktif dan pasif, dan gaya
gempa. Gambar I.X menunjukan ilustrasi dari gaya-gaya yang terjadi pada tubuh
spillway.

275
Gambar III.58 Gaya-Gaya yang Terjadi, yaitu (a) Gaya Berat; (b) Gaya Gempa;
(c) Gaya Hidrostatis; (d) Gaya Uplift; (e) Gaya Tanah Lateral Aktif; (f) Gaya
Tanah Lateral Pasif

Perhitungan stabilitas pada umumnya dilakukan untuk dua macam kondisi, yaitu
kondisi muka air normal dimana tidak ada air yang melimpas di atas bangunan
spillway dan kondisi muka air banjir dimana terdapat air berlebih yang nantinya
akan melimpas di atas bangunan spillway. Perbedaan antara kedua kondisi tersebut
berada pada besar tekanan hidrostatis yang terjadi pada tubuh spillway. Besar

276
tekanan hidrostatis pada kondisi muka air normal akan lebih kecil dibandingkan
dengan saat kondisi muka air banjir. Berikut adalah hasil perhitungan stabilitas
untuk masing-masing kondisi tersebut.
1. Kondisi Muka Air Normal
Kondisi muka air normal merupakan suatu kondisi dimana tidak ada air yang
melimpas di atas bangunan spillway. Stabilitas spillway terhadap guling
memiliki nilai safety factor sebesar 1,68 dengan rincian momen yang terjadi
seperti pada tabel 1.X dan stabilitas spillway terhadap geser memiliki nilai
safety factor sebesar 1,52 dengan rincian gaya yang terjadi seperti pada tabel
1.X di bawah ini.

Tabel III.46 Stabilitas Terhadap Guling Kondisi Muka Air Normal

Kode Momen (kNm)


Parameter
Gaya Guling Tahan
Akibat Berat W 441,24
FH1 355,21
FH2
Akibat Hidrostatis
FH3 31,17
FH4 23,52
FU1 8,03
FU2 34,24
FU3 42,98
Akibat Uplift FU4 44,84
FU5 40,53
FU6 3,19
FU7 122,74
Akibat Tanah Aktif Fa 0,36
Akibat Tanah Pasif Fp 156,50
Akibat Gempa K 25,82
Total 512,22 860,13

Tabel III.47 Stabilitas Terhadap Geser Kondisi Muka Air Normal

277
Kode Gaya (kN)
Parameter
Gaya Horizontal Vertikal
Akibat Berat W 310,80
FH1 215,28
FH2 12,50
Akibat Hidrostatis
FH3 34,01
FH4 58,32
FU1 40,67
FU2 15,81
FU3 90,74
Akibat Uplift FU4 37,42
FU5 84,45
FU6 14,14
FU7 135,99
Akibat Tanah Aktif Fa 2,70
Akibat Tanah Pasif Fp 159,03
Akibat Gempa K 18,19
Total 54,62 277,43
2. Kondisi Muka Air Banjir
Kondisi muka air banjir merupakan suatu kondisi dimana terdapat air berlebih
yang nantinya akan melimpas di atas bangunan spillway. Stabilitas spillway
terhadap guling memiliki nilai safety factor sebesar 1,45 dengan rincian
momen yang terjadi seperti pada tabel 1.X dan stabilitas spillway terhadap
geser memiliki nilai safety factor sebesar 1,39 dengan rincian gaya yang terjadi
seperti pada tabel 1.X di bawah ini.

Tabel III.48 Stabilitas Terhadap Guling Kondisi Muka Air Banjir

278
Kode Momen (kNm)
Parameter
Gaya Guling Tahan
Akibat Berat W 441,24
FH1 423,98
FH2 14,36
Akibat Hidrostatis FH3 41,25
FH4 27,64
FH5 41,19
FU1 8,02
FU2 34,18
FU3 42,76
Akibat Uplift FU4 44,46
FU5 40,10
FU6 3,15
FU7 118,78
Akibat Tanah Aktif Fa 0,36
Akibat Tanah Pasif Fp 114,50
Akibat Gempa K 25,82
Total 580,08 841,72

Tabel III.49 Stabilitas Terhadap Geser Kondisi Muka Air Banjir

Kode Gaya (kN)


Parameter
Gaya Horizontal Vertikal
Akibat Berat W 310,80
FH1 247,60
FH2 7,62
Akibat Hidrostatis FH3 16,22
FH4 39,15
FH5 57,21
Fu1 40,64
Fu2 15,79
Fu3 90,36
Akibat Uplift Fu4 37,09
Fu5 83,52
Fu6 13,97
Fu7 132,61
Akibat Tanah Aktif Fa 2,70
Akibat Tanah Pasif Fp 159,03
Akibat Gempa K 18,19
Total 62,77 290,72

III.3.6 Kesimpulan Desain

Berdasarkan hasil perhitungan pada subbab sebelumnya, maka didapatkan


kesimpulan desain seperti sebagai berikut.

279
1. Sistem drainase yang direncanakan pada kawasan Lifestyle Center Senayan
Park Jakarta terbagi menjadi beberapa komponen, yaitu saluran drainase yang
terdiri dari saluran terbuka pracetak, saluran gorong-gorong, dan saluran pipa,
serta bangunan spillway seperti sebagai gambar I.4 di bawah ini.

Gambar III.59 Sistem Drainase pada Lifestyle Center Senayan Park Jakarta
2. Penampang saluran drainase yang digunakan pada sistem drainase pada
Lifestyle Center Senayan Park Jakarta adalah saluran pracetak tipe U-Ditch dan
buis beton dengan ukuran terbesar adalah 1,0 x 1,2 m untuk tipe U-Ditch dan
saluran dengan diameter 1,5 m untuk tipe buis beton. Dimensi penampang
saluran tersebut telah disesuaikan dengan ketersediaan saluran pracetak di
lapangan, yaitu berdarkan produksi dari PT. Asiacon Bekasi.
3. Pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta terdapat sebuah waduk
buatan sehingga untuk dapat melimpaskan air berlebih pada waduk secara
aman dibutuhkan sebuah bangunan pelimpah atau spillway. Bangunan
spillway yang direncanakan adalah tipe side spillway dengan bentuk ogee
dengan lebar sebesar 2,5 m.
4. Bangunan spillway yang didesain telah memenuhi syarat stabilitas terhadap
guling dan geser dengan safety factor masing-masing sebesar 1,30 dan 1,20

280
untuk kondisi muka air normal, serta 1,25 dan 1,16 untuk kondisi muka air
banjir.

III.3.7 Saran

Saran yang dapat penulis ajukan setelah mendapatkan hasil perhitungan desain
sistem drainase pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta adalah sebagai
berikut.
1. Untuk menghindari tinggi muka air yang melebihi tinggi jagaan pada saluran
penghubung eksisting akibat adanya pembangunan pada kawasan teresbut,
maka saluran penghubung tersebut perlu mengalami perubahan dimensi yang
semula berukuran 0,6 x 0,6 m menjadi saluran berbentuk segiempat dengan
kemiringan saluran sebesar 0,25% yang berukuran 1,2 x 1,4 m. Perbesaran
saluran penghubung eksisting dimulai dari kawasan Lifestye Center Senayan
Park Jakarta hingga ujung saluran penghubung yang bertemu dengan Kali
Ciragil seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar III.60 Saluran Penghubung yang Akan Diperbesar


2. Agar proses desain dapat membuahkan hasil yang lebih akurat, maka
dibutuhkan survei langsung untuk dapat mengetahui keadaan di lapangan.

281
3. Desain saluran drainase seharusnya dilakukan berdasarkan gridding plan yang
didapatkan dari arsitek agar letak saluran dan arah aliran saluran sesuai dengan
kondisi saat kawasan telah terbangun.
4. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mengenai bangunan spillway, maka
perlu dilakukan perhitungan terhadap stabilitas turun dan stabilitas retak, dan
stabilitas longsor.

282
III.4 Aspek Manajemen Rekayasa Konstruksi

III.4.1 Work Breakdown Structure (WBS)

Hal yang pertama dilakukan dalam perencanaan suatu proyek adalah membuat
work breakdown structure (WBS) untuk memecah lingkup pekerjaan proyek pada
Senayan Park Jakarta menjadi elemen pekerjaan yang lebih kecil. Rincian work
breakdown structure dari proyek lifestyle center Senayan Park akan terdapat pada
gambar di bawah ini

Gambar III.61 Work Breakdown Structure Senayan Park (Bagian 1)

283
Gambar III.62 Work Breakdown Structure Senayan Park (Bagian 2)

III.4.2 Site Plan

Pada lokasi proyek sebelum pekerjaan konstruksi dilaksanakan perlu dirancang site
plan untuk menunjang pekerjaan selama masa konstruksi agar pembangunan dapat
berjalan dengan baik. Site plan pada proyek dapat mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas dari pekerja dan alat yang digunakan. Perencanaan Site Plan pada
proyek Senayan Park dengan keterangan sebagai berikut.

Keterangan:

1. Bedeng Pekerja (20m x 20m) 7. Pos Jaga (2m x 2m)


2. Suplai Air dan Listrik (4m x 4m) 8. Washing Bay (6m x 10m)
3. Pos Pekerja (10m x 5m) 9. Gerbang Akses (8m)
4. Toilet (2,5m x 1,5m), 6 unit 10. Area Parkir (8m x 24m)
5. Disposal Area (6m x 8m) 11. Gudang (15m x 10m)
6. Kantor Sementara (24m x 10m) 12. Area Fabrikasi (50m x 21m)

Gambar III.63 Site Plan Senayan Park

284
III.4.3 Metode Pelaksanaan Konstruksi

Metode konstruksi adalah gamabaran bagaimana cara melaksanakan suatu


pekerjaan (Asiyanto, 2005). Dengan mengetahui gambaran mengenai proyek serta
desain dari setiap pekerjaan, metode konstruksi dapat ditentukan. Metode
konstruksi ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kondisi
lingkungan proyek, sumber daya, dan tingkat kemudahan dalam pengoprasiannya.
Penggunaan metode konstruksi yang tepat dapat membuat pekerjaan berjalan lebih
cepat dan efisien.

III.4.3.1 Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan merupakan pekerjaan yang dilakukan pada awal kegiatan


konstruksi untuk memperisapkan lahan pada lokasi proyek sudah siap untuk
dilaksanakannya pekerjaan konstruksi baik dan aman.

III.4.3.1.1 Pemagaran

Pemasangan pagar dilakukan pada awal kegiatan konstruksi untuk melindungi


barang dan alat yang terdapat di dalam lokasi proyek dan untuk memastikan agar
kegiatan konstuksi tidak dengan mudah dimasuki oleh orang umum. Bahan yang
dibutuhkan dalam pemagaran sesuai dengan RSNI-T-12-2002 Pekerjaan Pesiapan.
Gambaran detail desain pagar adalah sebagai berikut.

Gambar III.64 Detail Pagar Proyek

291
III.4.3.1.2 Pembersihan Lahan

Pada lokasi proyek eksisting lahan di atas tanah asli harus dibersihkan dari pohon,
semak-semak, akar pohon, dan sampah yang menggangu proses pelaksanaan
konstruksi. Lahan yang akan dibersihkan mencakup seluruh lokasi proyek yaitu 3,9
hektar. Pekerjaan pembersihan lahan dilakukan dengan bantuan dump truck untuk
mengangkut hasil dari pembersihan lahan ke luar lokasi proyek.

III.4.3.1.3 Pengukuran dan Pematokan

Pengukuran dan pematokan berfungsi untuk memastikan agar pedoman titik


referensi sesuai dengan shop drawing sehingga lokasi bangunan yang akan
dibangun sesuai dengan apa yang direncanakan. Alat yang digunakan adalah
theodolite dan waterpass. Titik rujukan diperoleh dengan menggunakan bangunan
eksisting sebagai patokan koordinat dan elevasi rujukan.

Pematokan terbuat dari bahan kayu dengan spesifikasi bahan sesuai dengan RSNI
T-12-2002 mengenai pekerjaan persiapan. pengukuran siku dan pengukuran site
dengan theodolite oleh pekerja ahli. Pemasangan papan bowplank dipasang
disekeliling bangunan dan dipakukan pada patok sesuai dengan bentuk dan ukuran
gedung yaitu sepanjang 667 meter sesuai pada gambar di bawah ini.

292
Gambar III.65 Bowplank pada Proyek

Gambar III.66 Desain Patok Proyek Senyan Park


III.4.3.1.4 Fasilitas sementara

Guna mendukung kebutuhan proyek, dibutuhkan beberapa fasilitas sementara.


Fasilitas tersebut dibangun berdasarkan analisis kebutuhan dari aktivitas
pelaksanaan konstruksi. Penyusunan fasilitas sementara sudah tergambar pada
Gambar Site Plan pada pemaparan sebelumnya.

Pada proyek ini akan digunakan 2 buah mobile crane karena lokasi proyek yang
luas dan hanya terdiri dari 4 lantai dan 2 basement dengan tinggi total 20,8 meter
di atas permukaan tanah. Mobile crane yang akan digunakan adalah tipe crawler

293
crane 200 ton dengan jangkauan 50 meter dengan panjang boom 180 feet sesuai
dengan gambar di bawah ini. Crane ini mampu menjangkau keseluruhan proyek
dengan mempertimbangkan lebar terbesar gedung adalah 36 meter, dan jangkauan
bersih crane adalah 40 meter dengan pertimbangan jarak crane ke tepi bangunan 10
meter.

Gambar III.67 Jangkauan Crane untuk 200-ton Crawler Crane

(Sumber : Peurifoy, Robert L. 2006. Construction Planning, Equipment )

III.4.3.1.5 Mobilisasi Alat

Mobilisiasi alat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendatangkan atau


mengembalikan alat berat. Akses masuk untuk keperluan mobilisasi/transportasi
alat berat maupun material harus direncanakan dengan baik agar jalannya proyek
menjadi kondusif dan memudahkan pelaksanaan konstruksi.

294
Akses mobilisasi secara umum dibagi dua, yaitu:
1. Off site access road
Off site access road adalah jaringan jalan diluar lokasi proyek yang akan
dijadikan jalan akses oleh proyek. Pada proyek Senayan Park, terdapat dua
jalan akses yaitu Jalan Gerbang Pemuda dan Jalan Gatot Subroto.

Gambar III.68 Off Site Access Road Senayan Park

(Sumber : www.maps.google.com)

2. On site access road


On site access road merupakan jalan yang diperlukan untuk transportasi di
dalam lokasi proyek dan juga untuk pergerakan peralatan yang akan digunakan.
Lebar jalan dibuat dengan lebar 7 meter dan panjang total 487 meter. Berikut
adalah desain jalan akses pada proyek yang terdapat pada gambar di bawah ini

Gambar III.69 Detail Material Jalan Sementara

295
Gambar III.70 On Site Access Road Senayan Park

III.4.3.2 Pekerjaan Tanah

Pekerjaan tanah yang akan dilakukan pada proyek ini meliputi penggalian hingga
mencapai elevasi rencana struktur bawah. Berikut adalah alur dari pekerjaan tanah
pada proyek yang memiliki hubungan keterkaitan urutan pekerjaan dengan
pekerjaan struktur bawah.

Gambar III.71 Alur Pekerjaan Tanah

III.4.3.2.1 Temporary Sheet Pile

Area yang akan digali pada proyek Senayan Park cukup dalam dan dekat dengan
waduk sehingga perlu untuk dipasang temporary sheet pile baja yang merupakan
dinding vertikal tipis dan pada proyek ini baja yang bersifat sementara. Temporary
sheet pile yang akan dipasang sedalam 12 meter dari permukaan dasar tanah dan

296
dipancang menggunakan bantuan alat mobile crane yang diberi sambungan vibro
hammer 8 ton dengan produktivitas 2 menit/segmen berdasarkan pengalaman. Jenis
sheet pile yang akan digunakan adalah U-type sheet pile yang sudah banyak dipakai
oleh banayak kontraktor dengan tipe FSP-III yang setiap segmennya memiliki
ketebalan 13 mm, lebar efektif 400 mm, dan tinggi 13 meter dengan detail seperti
yang tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar III.72 Tampak Samping Temporary Sheet Pile pada Senayan Park

Gambar III.73 Vibro Hammer

Langkah pengerjaan pada pemasangan sheet pile adalah sebagai berikut


1. Lakukan kegiatan stacking out dan marking dengan menggunakan theodilite
untuk memberi tanda di sekeliling area pemasagan sheet pile.

297
2. Letakan sheet pile yang akan dipasang dekat dengan area pemancangan dan
lakukan persiapan alat pancang.
3. Lakukan pemancangan sheet pile sheet pile dari titik mulai yang direncanakan.
4. Pada proses penyambungan antar sheet pile akan dibantu oleh pekerja agar
sambungannya dapat berada di posisi yang sesuai.
5. Lakukan hal yang sama sampai seluruh sheet pile mengelilingi area gedung
sesuai dengan tanda yang telah dibuat sebelumnya.
6. Pelepasan sheet pile akan dilakukan pada saat proses pekerjaan dinding penahan
tanah telah selesai dilaksanakan.

Alur pemasangan dan pelepasan sheet pile dilakukan dengan mengikuti alur pada
gambar di bawah ini.

Gambar III.74 Alur Pengerjaan Temporary Sheet Pile

III.4.3.2.2 Pekerjaan Galian

Pekerjaan galian pada proyek dilakukan dengan alat berat hydraulic excavator tipe
CAT-320 D dengan tipe boom Super Long Reach. Jenis excavator ini dipilih karena
sesuai dengan kapasitas jangkauan galian maksimum. Kapasitas bucket pada
excavator ini adalah 1,5 m3. Lebar dari excavator ini adalah 2,75 meter sehingga
dapat melalui jalan akses yang terdapat pada lokasi proyek.

298
Gambar III.75 Excavator CAT- 320 D L

(Sumber: http://www.cat.com/en_US/products/new/equipment/excavators/small-
excavators/18247129.html)

Selanjutnya dilakukan perhitungan produktivitas dari pekerjaan galian


menggunakan excavator berdasarkan Peraturan Mentri PU No. 11/PRT/M/2013.
Didapatkan produktivitas excavator adalah 263,647 m3/jam.

Proses penggalian dimulai secara bersamaan pada titik 1 dan titik 2 pada gambar di
bawah, sehingga akan bertemu ditengah pada akhir pekerjaan. Pemilihan alur ini
didasarkan dengan pertimbangan kemudahan mobilisasi dari excavator dan dump
truck karena dump truck akan berada di lokasi yang belum digali sehingga proses
pemindahan tanah berlangsung lebih mudah.

Gambar III.76 Urutan Pekerjaan Galian

299
III.4.3.2.3 Pembuangan Tanah

Tanah sisa dari galian yang sudah tidak terpakai akan dibuang ke tempat
pembuangan terdekat dari lokasi proyek yang berada di daerah Tempat Pemakaman
Umum Tegal Alur, Jakarta Barat untuk digunakan tanah pemadatan di pemakaman
tersebut. Tanah hasil pekerjaan galian tersebut akan diangkut menggunakan dump
truck Hino FM 260 JD dengan kapasitas 20 m3 yang mampu mengangkut beban
seberat 30 ton. Kegiatan ini dilakukan secara bersamaan saat pekerjaan galian
sedang dilakukan dan tanah hasil galian akan disisakan sesuai dengan kebutuhan
timbunan yang dibutuhkan. Produktivitas dump truck adalah 48,61 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚 dan
dibutuhkan 5 buah dump truck selama proses pelaksanaannya.

Gambar III.77 Dump Truck

(Sumber: http://caloocan.locanto.ph/ID_772343650/SINOTRUK-10-Wheeler-
SHJ10-Dump-Truck-20m3-371HP-Brand-New.html)

III.4.3.2.4 Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan Tanah

Pekerjaan timbunan pada proyek Senayan Park akan terdiri dari dua tahap. Tahap
pertama akan dilakukan setelah pekerjaan pile cap dan tie beam selesai
dilaksanakan. Pekerjaan timbunan tahap 2 akan dilakukan ketika dinding penahan
tanah telah selesai dilakukan. Pekerjaan timbunan menggunakan alat hydraulic
excavator tipe CAT-320 D dengan tipe boom super long reach dengan
produktivitas 263,647 m3/jam.

300
Pekerjaan pemadatan tanah pada proyek akan dilakukan lapis demi lapis, tiap
lapisan tidak boleh lebih dari 20 cm tebal sebelum dipadatkan atau 15 cm setelah
dipadatkan. Kadar air pada tanah timbunan harus terus dikontrol dengan kondisi
kadar air tanah timbunan harus sama dengan kadar air optimum. Pemadatan tanah
dilakukan dengan menggunakan vibratory rollers compactor tipe CP44 dengan
produktivitas 312,716 CCM/jam. dengan Alat ini memiliki efisiensi pemadatan
yang sangat baik dan memungkinkan digunakan secara luas dalam setiap jenis
pemadatan karena butiran tanah cenderung akan mengisi bagian kosong pada
rongga yang terdapat pada tanah sehingga tanah menjadi padat.

Gambar III.78 Vibratory Rollers Compactor

(Sumber : https://s7d2.scene7.com/is/content/Caterpillar/C731189)

Pekerjaan timbunan dilakukan dengan dua buah alat excavator yang pengerjaanya
dilakukan secara bersamaan. Alur untuk pekerjaan timbunan tahap 1 dan tahap 2
akan dilakukan dengan arah yang sama.

301
Gambar III.79 Alur Pekerjaan Timbunan

Pekerjaan pemadatan tahap 1 dimulai dari titik start dan mengikuti alur sampai
bagian ujung lain dari gedung. Sedangkan untuk pemadatan tahap 2 akan dimulai
dari titik start dan mengelilingi bagian luar gedung sampai kembali lagi pada titik
mulai. Pada setiap lapisan, untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan alat akan
melalui area yang sama sebanyak 6 kali.

Gambar III.80 Alur Pekerjaan Pemadatan Tanah

302
III.4.3.3 Pekerjaan Struktur Bawah

Proses pekerjaan struktur bawah pada proyek Senayan Park meliputi pekerjaan
dinding penahan tanah, pondasi, dan basement yang terdiri dari balok, kolom, dan
pelat. Antara pekerjaan tanah dan pekerjaan struktur bawah saling berkaitan satu
sama lain urutan pengerjaannya seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar III.81 Alur Pekerjaan Struktur Bawah

III.4.3.3.1 Pondasi

Pondasi yang digunakan pada proyek Senayan Park pondasi bored pile dengan
pertimbangan proses pengerjaanya tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran
di lingukngan proyek, dapat menembus batuan keras, dan tidak memiliki risiko
naiknya muka air tanah pada proses pengerjaanya. Pondasi yang dipakai merupakan
pondasi yang terbuat dari beton bertulang dengan ketentuan terbuat dari beton mutu
fc 30 MPa dengan menggunakan penulangan utama merupakan tulangan ulir mutu
fy 360 dan tulangan spiral baja tulangan polos dengan mutu yang sama. Pondasi in
memiliki diameter 1 meter dan 0,8 meter dengan kedalaman 18 meter dan 5 meter
yang pengerjaanya dimulai dari kedalaman 9 meter dibawah lantai kerja.

Pada lokasi proyek alur pengerjaan bekisting dilakukan dari titik start mengikuti
alur seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

303
Gambar III.82 Alur Pengerjaan Bored Pile

Tahapan yang dilakukan untuk memasang pondasi bored pile memiliki pemaparan
sebagai berikut.

304
Gambar III.83 Langkah Pembuatan Pondasi Bored Pile

(Sumber: Das, Braja. 2007. Principles of Foundation Engineering)

a. Stacking out dengan theodolite untuk menentukan titik koordinat, elevasi


dan titik patok bored pile dan pile cap.
b. Pengeboran dengan hydraulic rotary rig SR-20 dengan produktivitas 5,5
meter/menit. dan dilakukan pengaliran campuran air dan bentonite secara
menerus untuk menahan tanah agar tidak terjadi keruntuhan.
c. Pemasangan tulangan yang sudah dirakit pada area fabrikasi akan dipasang
kedalam lubang bor menggunakan mobile crane dalam posisi tegak lurus
dan sebisa mungkin tidak mengenai tanah pada lubang bor.
d. Pengecoran dengan menggunakan pipa tremie yang dihubungkan ke bucket.
e. Pemotongan pondasi bored pile oleh tukang batu.

305
Setelah pekerjaan pembuatan bored pile sudah selesai perlu dilakukan quality
control berupa axial loading test untuk mengetahui hubungan antara pembebanan
vertikal terhadap penurunan pondasi sesuai syarat ASTM D-1143-07 dan TPKB
DKI Jakarta. Pada pondasi tiang bor minimum satu tiang percobaan untuk setiap 75
tiang yang ukuran penampangnya sama. Batasan deformasi uji pembebanan pada
200% pembebanan adalah 4% diameter yaitu 40 mm.

Gambar III.84 Axial Loading Test

(Sumber : ASTM D-1143-07)

III.4.3.3.2 Pile Cap dan Tie Beam

Pile cap merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk menerima beban dari
kolom yang kemudian disaluran ke pondasi bored pile. Tie beam berfungsi untuk
perata beban yang akan diterima oleh pondasi dan memikul beban dan pengunci
dinding agar tidak roboh saat terjadi pergerakan tanah seperti gempa. Mutu beton
yang akan digunakan pada pile cap dan tie beam adalah fc’ 30 Mpa dan akan
menggunakan tulangan ulir dengan mutu fy 400 Mpa dan tulangan polos sebagai
sengkang dengan mutu yang sama.Pekerjaan pile cap dan tie beam dilakukan secara
bersamaan setelah pekerjaan pondasi selesai dilaksanakan. Metode yang dilakukan
untuk pekerjaan pile cap dan tie beam adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan lantai kerja yang terbuat dari pasir urugan setebal 100 mm dan lean
concrete setebal 50 mm.

306
2. Pemasangan bekisting menggunakan bahan yang terbuat dari batako HB/10
dengan ukuran 400 mm x 190 mm x 100 mm.
3. Tulangan yang dirangkai mengikuti bentuk dan ukuran yang terdapat pada shop
drawing.
4. Pengecoran dengan beton ready mix dengan bantuan concrete pump.
5. Pemadatan beton segar dengan vibrator agar memastikan tidak ada udara yang
terperangkap.

III.4.3.3.3 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah pada proyek ini adalah diaphragm walls dengan
pertimbangan hanya akan menimbulkan getaran, dan suara yang kecil, dapat
disesuaikan dengan kebutuhan ketebalan dan ketinggiannya, dapat digunakan untuk
struktur yang permanen menimbang dinding ini akan digunakan sebagai dinding
lantai basement. Dinding penahan tanah memiliki spesifikasi beton mutu fc 30 MPa
dengan tulangan ulir mutu fy 400 MPa. Dinding penahan tanah ini dibuat dengan
kedalaman 8,8 meter di sepanjang keliling bangunan utama.

Pekerjaan pembuatannya dilakukan setelah pekerjaan pile cap dan tie beam telah
selesai dilaksanakan. Langkah pekerjaan didinding penahan tanah pada proyek
Senayan Park adalah sebagai berikut.
1. Pemasangan bekisting kayu plywood 9 mm. Penyangga samping atau brace dari
bekisting harus dipastikan kuat dan tidak akan bergerak selama proses
pengecoran berlangsung.
2. Fabrikasi tulangan dilakukan pada area fabrikasi pada proyek, kemudian pada
saat pemasangan tulangan digunakan mobile crane untuk mengangkat tulangan
yang sudah dirangkai.
3. Pengecoran menggunakan bucket, dan tremi yang di letakan di atas area yang
akan dicor. Proses pengecoran menggunakan beton redy mix.
4. Pelepasan bekisting dilakukan 1 hari setelah pekerjaan pengecoran telah selesai
dilaksanakan.
5. Curing dilakukan dengan cara menyemprotkan air secara pada permukaan
beton.

307
III.4.3.3.4 Basement

Metode konstruksi basement pada proyek Senayan Park menggunakan metode


bottom-up. Metode bottom-up merupakan metode pembangunan gedung yang
dimulai dari bawah menuju ke atas. Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan
basement yang dibangun hanya terdiri dari dua lantai, metode ini tidak memerlukan
teknologi yang tinggi, dan teknik pengendalian pelaksanaan konstruksinya sudah
dikuasai oleh banyak pekerja. Zonasi pada struktur basemen adalah sebagai berikut
dengan luas tiap zona kurang lebih 2.500 m2.

Gambar III.85 Pembagian Zona Lantai Basement

III.4.3.4 Pekerjaan Struktur Atas

Pada pekerjaan struktur atas Senayan Park dilakukan perencanaan urutan


pelaksanaan dan wilayah pekerjaan atau biasa disebut dengan sistem zonasi dengan
pertimbangan lokasi proyek yang cukup luas dan kapasitas sumber daya yang
tersedia pada daerah tersebut. Zonasi berfungsi untuk mengoptimalkan
penggunaan waktu dan sumber daya pada saat pekerjaan berlangsung. Berikut
adalah pembagian zona yang dilakukan pada proyek Senayan Park untuk lantai 1
sampai atap, yang dibagi menjadi 4 zona dengan luas rata-rata 2400 m2.

308
Gambar III.86 Zona Struktur Atas

Selain itu, dalam proses pekerjaan struktur perlu dilakukan pengendalian mutu
bahan-bahan yang akan digunakan. Berikut adalah penujian yang akan dilakukan
pada proyek Senayan Park.
a. Uji kuat tarik dan tes tekuk baja
Pengujian kuat tarik dan tekuk baja dilakukan untuk mengecek kesesuaian
antara kondisi aktual material dengan mill test report yang diberikan oleh
pabrik pembuatan baja tulangan tersebut.
b. Uji kuat tekan beton
Uji kuat tekan beton dilakukan ketika beton segar sampai di lokasi. Beton
segar diletakkan kepada beberapa silinder untuk kemudian dibawa ke
laboratorium dan dilakukan pengecekan kekuatan.

III.4.3.4.1 Pekerjaan Kolom

Kolom merupakan elemen struktur vertikal yang dapat menyalurkan gaya tekan
aksial, dengan atau tanpa momen, dari pelat lantai (Iswandi Imran, 2014:136).
Kolom beton yang terdapat pada proyek Senayan Park memiliki mutu fc’ 40 Mpa
dan tulangan polos dan ulir dengan fy 420 Mpa.

Tahapan yang dilakukan untuk pekerjaan kolom adalah sebagai berikut.

309
1. Stacking out dan marking as kolom dan dimensi kolom dengan theodolite pada
lantai yang ditinjau seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar III.87 Penentuan Koordinat dengan Theodolite

(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktik Penulis)

2. Pembuatan tulangan kolom dilakukan di area fabrikasi yang terdapat pada


lokasi proyek dengan bantuan bar bender dan bar cutter, kemudian dirangkai
dengan mengikatkan tulangan longitudinal kolom dengan menggunakan kawat
tipis dengan jarak tertentu sesuai dengan spesifikasi yang terdapat pada gambar
kerja.
3. Pemasangan tulangan menggunakan alat bantu mobile crane. Tulangan yang
diletakan pada posisi yang tepat, diikat dengan tulangan penyaluran kolom yang
telah terpasang sebelumnya yang telah agar tidak terjadi pergeseran.
4. Pembuatan bekisting menggunakan plywood setebal 9 mm dan dapat digunakan
sebanyak 3 kali. Kondisi material yang digunakan tidak boleh rusak,
mengelupas, tidak berlubang, dan tidak melendut. Bekisting akan dibentuk
sesuai dengan dimensi yang dibutuhkan.

310
Gambar III.88 Bekisting Kolom

(Sumber: http://kontruksibangunan-kb1.blogspot.com )

5. Pengecoran menggunakan beton ready mix dengan bantuan mobile crane dan
tremie bucket yang dapat mengalirkan beton secara vertikal.
6. Melakukan vibrasi dengan concrete vibrator untuk mengeluarkan udara yang
terperangkap agar beton lebih padat.

Gambar III.89 Bucket Tremie

(Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik Penulis)

6. Pelepasan bekisting dilakukan ketika beton sudah kering yaitu sehari setelah
proses pengecoran selesai dilaksanakan.

311
7. Curing dilakukan dengan cara menyemprotkan sedikit air secara perlahan pada
permukaan beton.

III.4.3.4.2 Pekerjaan Balok dan Pelat

Balok merupakan elemen yang menumpu pada kolom dan berfungsi untuk
meneruskan beban yang terdapat pada pelat kepada kolom. Sedangkan pelat
merupakan elemen struktur bangunan yang memikul beban hidup layan dan beban
mati tambahan. Balok dan pelat pada lokasi proyek merupakan elemen struktur
beton bertulang dengan menggunakan mutu beton ready mix fc’ 30 Mpa dan
tulangan dengan mutu fy 420 Mpa. Pekerjaan balok dan pelat akan dilaksanakan
setelah pekerjaan kolom pada lantai sebelumnya selesai dilaksanakan. Tahap yang
dillaksanakan untuk pekerjaan balok dan pelat adalah sebagai berikut
1. Stacking dan marking elemen struktur dengan bantuan theodolite.
2. Pemasangan perancah untuk lokasi elemen struktur berada di atas lantai kerja
dibutuhkan perancah untuk membantu proses pelaksanaan konstruksi. Selain itu
perancah dipasang sebagai penahan beban selama proses pekerjaan balok dan
pelat.

Gambar III.90 Perancah untuk Pelat di Atas Lantai Kerja

(Sumber: www.worksafeabc.com )

312
3. Bekisting pada balok dan pelat menggunakan multiplex setebal 9 mm dan dapat
digunakan sebanyak 3 kali. Perakitan bekisting untuk balok dan pelat
dilaksanakan langsung di tempat elemen struktur tersebut berada.

Gambar III.91 Ilustrasi Bekisting Balok dan Pelat

(Sumber: American Concrete Institue)

4. Fabrikasi tulangan menggunakan bar bender dan bar cutter pada area fabrikasi,
lalu akan dipindahkan menuju lokasi elemen struktur tersebut akan dibuat untuk
dirakit oleh tulang besi. Untuk menjaga ketebalan pelat, akan dipasang tulangan
kaki ayam yang akan memberi jarak antara tulangan atas dan bawah pada pelat.

Gambar III.92 Pemasangan Tulangan Pelat

(Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik Penulis)

313
5. Pengecoran menggunakan beton ready mix dengan bantuan concrete pump
yang dapat mengalirkan beton segar lebih cepat untuk elemen struktur yang
memiliki volume besar.

Gambar III.93 Pengecoran dengan Concrete Pump

(Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik Penulis)

6. Melakukan vibrasi dengan concrete vibrator untuk mengeluarkan udara yang


terperangkap agar beton lebih padat.
7. Pelepasan bekisting dilakukan tujuh hari setelah pengecoran selesai dilakukan,
namun pekerjaan dapat dilakukan diatas balok dan pelat yang sudah dicor tiga
hari setelah proses pengecoran selesai dilakukan. Perancah baru akan dilepas 14
hari setelah pengecoran untuk pelat dan 21 hari untuk balok, agar balok tidak
melendut dan berubah bentuknya saat benar-benar kering.
8. Curing dilakukan dengan cara menyemprotkan sedikit air secara perlahan pada
permukaan beton.

Gambar III.94 Proses Curing

314
(Sumber : www.signalreadymix.co)

III.4.4 Quantity Take-Off


III.4.4.1 Pekerjaan Persiapan

Estimasi volume pekerjaan yang akan dilakukan pada proyek Senayan Park adalah
sebagai berikut
1. Mobilisasi alat
Rincian alat-alat berat terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel III.50 Alat Berat Proyek Senayan Park

Jenis Jumlah
Mobile Crane 2
hydraulic excavator (CAT-320 D) 2
Concrete Pump 2
Concrete Vibrator 2
Concrete Bucket 2
Hydraulic Rotary Rig 1
2. Pemagaran

Pagar dipasang di sekeliling kawasan proyek yang tidak bebatasan dengan


danau. Panjang keliling daerah yang akan dipasang pagar adalah 663.476 meter.
3. Pembersihan lahan
Luas lahan yang akan dilakukan kegiatan pembersihan lahan adalah 39.000 m2.
4. Pengukuran dan pematokan
Pematokan akan dilakukan di sekeliling area bangunan pada proyek yaitu
sepanjang 667 meter.
5. Pembuatan fasilitas sementara
Fasilitas sementara yang akan dibangun pada proyek adalah sebagai berikut
seperti yang dirincikan pada tabel berikut.

315
Tabel III.51 Rekapitulasi Volume Fasilitas Sementara

Fasilitas Sementara
Fasilitas Jumlah Ukuran Luas / Unit (m2)
Bedeng Pekerja 1 20m x 20 m 400
Suplai Air dan Listrik 1 4m x 4m 16
Pos Pekerja 1 10m x 5m 50
Toilet 6 2.5m x 1.5m 3.75
Disposal Area 1 6m x 8m 48
Kantor Sementara 1 24m x 10m 240
Pos Jaga 2 2m x 2m 4
Washing Bay 2 8m x 12m 96
Area Parkir 1 8m x 24m 192
Gudang 1 15m x 10m 150
Area Fabrikasi 1 50m x 21m 1050
6. Jalan akses
Jalan akses akan memiliki lebar 7 meter dan panjang total 682 meter. Sehingga
didapat luas jalan akses adalah 3.348 m2.

III.4.4.2 Pekerjaan Tanah


1. Temporary Sheet Pile

Sheet pile dipasang di sekeliling area galian dengan tipe U-type sheet pile tipe
FSP-III yang setiap segmennya memiliki ketebalan 13 mm, lebar efektif 400
mm sehingga dibutuhkan 1675 lembar sheet pile.
2. Pekerjaan Galian
Volume galian yang perlu dilakukan adalah 107.874 BCM dengan kedalaman
9 meter. Saat kondisi loose volume pekerjaan galian adalah 134.42,5 LCM
3. Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan Tanah
Pekerjaan timbuan tahap 1 membutuhkan volume tanah 9.971 CCM atau
13.859,7 LCM, timbunan tahap 2 sebesar 18.135 CCM atau 25.207,7
LCMDengan mengetahui volume tanah galian dan timbunan, dapat dihitung
volume galian yang dibuang adalah 95.775 LCM.

316
III.4.4.3 Pekerjaan Struktur Bawah
III.4.4.3.1 Pondasi

Terdapat empat jenis pondasi yang dibedakan berdasarkan jenis kelompok tiang
dan kedalaman pondasi. Rincian untuk pondasi terdapat pada tabel di bawah dengan
gambaran lokasi tiap jenis pondasi terdapat pada dibawah ini. Quantitiy Take off
dilakukan dengan prinsip menghitung kedalaman galian, kebutuhan beton, dan
tulangan pada pondasi.

Tabel III.52 Jumlah Pondasi pada Proyek

Tipe Jumlah Jumlah Jml Pondsi


Pondasi Tiang Pondasi Tunggal
BP-1 4 13 52
BP-2 2 125 250
BP - 3 1 9 9
BP - 4 1 53 53
Jumlah 364

Gambar III.95 Denah Pondasi Proyek Senayan Park

Tabel III.53 Rekapitulasi Perhitungan QTO Pondasi

317
Panjang Volume Berat
Tipe Pondasi
Pengebora Beton (m3) Tulangan
BP-1 234 735,13 99986,5
BP-2 2250 3534,29 341983,4
BP - 3 162 127,23 12311,4
BP - 4 265 133,20 14734,4
Total 2911,0 4529,9 469015,7

III.4.4.3.2 Pile Cap dan Tie Beam

Elemen yang akan dibangun di atas pondasi adalah pile cap atau grup tiang dan tie
beam atau sloof. Tie beam akan dipasang pada elevasi dan memiliki ketebalan yang
sama dengan pile cap. Pile cap pada lokasi proyek senayan park memiliki 4 tipe
sesuai dengan tipe grup tiang pada bored pile.

Gambar III.96 Denah Grup Tiang pada Senayan Park

Berikut adalah hasil rekapitulasi QTO pile cap dan tie beam untuk menghitung
kebutuhan volume beton, bekisting, dan berat tulangan.

Tabel III.54 Rekapitulasi QTO Pile Cap

318
Panjang Lebar Tinggi Volume Beton Luas Bekisting Berat
Pile Cap Jumlah
(m) (m) (m) (m3) (m2) Tulangan (kg)
BP-1 13 5 5 1 325 260 226772,9
BP-2 125 5 2 1 1250 1750 1256713,2
BP-3 9 2,1 2,1 1 39,69 75,6 90483,3
BP-4 53 2,1 2,1 1 233,73 445,2 160973,2
Total 1848,42 2530,8 1734942,634

Tabel III.55 Rekapitulasi QTO Tie Beam

Total Vol Beton Total Area Total Berat


Elemen Tipe b(mm) h (mm)
(m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
TB1 600 1000 72 312 10000,9
Tie Beam TB2 600 1000 1872 8112 176471,2
Total 1944,0 8424,0 186472,1

III.4.4.3.3 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah akan dipasang di sekeliling bangunan dengan tinggi sesuai
dengan struktur basement pada proyek Senayan Park yaitu 8,8 meter, tebal dari
dinding penahan tanah ini adalah 0,2 meter.

Gambar III.97 Denah Dinding Penahan Tanah Senayan Park

319
Gambar III.98 Detail Penulangan Dinding Penahan Tanah Vertikal (Kiri) dan
Horzontal (Kanan)

Rekapitulasi perhitungan kebutuhan tulangan dan beton untuk dinding penahan


tanah terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel III.56 Rekapitulasi Perhitungan QTO Dinding Penahan Tanah

320
DPT
Vertikal Horizontal
Top
tumpuan lapangan tumpuan lapangan
Panjang (mm) 2200 4400 2000 4000
Spasi (mm) 200 250 125 400
Jumlah Tulangan (mm) 40 32 70 22
Panjang Angkur (mm) 300
Panjang Penyaluran (mm) 1200
Panjang Tulangan (mm) 296000 179200 490000 114400
Vertikal Horizontal
Bottom
tumpuan lapangan tumpuan lapangan
Panjang (mm) 2200 4400 2000 4000
Spasi (mm) 100 400 300 300
Jumlah Tulangan (mm) 80 20 29 29
Panjang Angkur (mm) 300
Panjang Penyaluran (mm) 1200
Panjang Tulangan (mm) 592000 112000 203000 150800
Volume Tulangan (mm3) 0,509
Panjang (mm) 8000
Tinggi (mm) 8800
Tebal (mm) 200
Jumlah 83
Volume Beton (m3) 1169
Berat Tulangan (kg) 331489

III.4.4.3.4 Basement

Pekerjaan struktur basement pada proyek konstruksi ini terdiri dari pekerjaan balok,
kolom, dan pelat. Akan dilakukan perhitungan kebutuhan tulangan yang digunakan,
volume, dan luas area dari tiap-tiap elemen. Berikut adalah hasil rekapitulasi QTO
basement.

Tabel III.57 Rekapitulasi QTO Kolom Basement

Total Vol Beton Total Area Total Berat


Tipe Kolom b (mm) h (mm)
(m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
Kolom Lt. B2 850 650 468,7 1326,1 183839,8
Kolom Lt. B1 850 650 379,5 1116,1 158823,5

Tabel III.58 Rekapitulasi QTO Balok Basement

321
Total Vol Total Area Total Berat
Lantai Tipe Balok b(mm) h (mm)
Beton (m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
B1 400 800 716,8 4004 324442,6
B1 BA 350 600 486,36 2826,9675 129076,3
Total 1203,2 6831,0 453518,9

Tabel III.59 Rekapitulasi QTO Pelat Basement

Tebal Total Vol Beton Total Area Total Berat


Tipe Pelat
(mm) (m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
Pelat Lt. B2 140 665,3 3821,9 108686,7
Pelat Lt. B1 140 665,3 3821,9 108686,7

III.4.4.4 Pekerjaan Struktur Atas

Pekerjaan struktur atas pada proyek konstruksi ini terdiri dari pekerjaan balok,
kolom, dan pelat. Tiap elemen tersebut perlu untuk dihitung kebutuhan tulangan
yang akan digunakan, volume, dan luas area dari tiap-tiap elemen.

III.4.4.4.1 Pekerjaan Balok

Balok pada proyek Senayan Park ini memiliki 4 tipe yaitu balok induk tipikal (B1),
balok induk bentang panjang (B2), balok induk kantilever (B3), dan balok anak
(BA). Berikut merupakan denah balok untuk lantai 1 sampai atap.

322
Gambar III.99 Denah Balok Lantai 1 - Atap

Berikut adalah rekapitulasi hasil perhitungan volume beton, luas area bekisting, dan
berat tulangan untuk masing-masing tipe balok.

Tabel III.60 Rekapitulasi QTO Balok Lantai 1-4

323
Total Vol Beton Total Area Total Berat
Lantai Tipe Balok b(mm) h (mm)
(m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
B1 400 800 962,6 5264 435680,1
B2 550 1100 77,4 330 20290,3
1 B3 400 800 16,0 50 13105,8
BA 350 600 486,4 2692,4 129076,3
Total 1542,4 8336,35 598152,4
B1 400 800 962,6 5264 435680,1
B2 550 1100 77,4 330 20290,3
2 B3 400 800 16,0 50 13105,8
BA 350 600 486,4 2692,4 129076,3
Total 1542,4 8336,35 598152,4
B1 400 800 962,6 5264 435680,1
B2 550 1100 77,4 330 20290,3
3 B3 400 800 16,0 50 13105,8
BA 350 600 486,4 2692,4 129076,3
Total 1542,4 8336,35 598152,4
B1 400 800 962,6 5264 435680,1
B2 550 1100 77,4 330 20290,3
4 B3 400 800 16,0 50 13105,8
BA 350 600 486,4 2692,4 129076,3
Total 1542,4 8336,35 598152,4
B1 400 800 962,6 5264 435680,1
B2 550 1100 77,4 330 20290,3
Atap B3 400 800 16,0 50 13105,8
BA 350 600 486,4 2692,4 129076,3
Total 1542,4 8336,35 598152,4

III.4.4.4.2 Pekerjaan Kolom

Terdapat dua jenis kolom pada bangunan Senayan Park dibagi menjadi kolom yang
terdapat pada basement (Kolom A), dan kolom yang terdapat pada lantai dasar
sampai atap (Kolom B). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan kolom yang
terdapat pada struktur atas pada proyek Senayan Park pada tabel di bawah ini.

Tabel III.61 Rekapitulasi Perhitungan QTO Kolom

Total Vol Beton Total Area Total Berat


Tipe Kolom
(m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
Kolom Lt. 1 583,2 1409,4 204869,9
Kolom Lt. 2 583,2 1409,4 204869,9
Kolom Lt. 3 583,2 1409,4 204869,9
Kolom Lt. 4 583,2 1409,4 204869,9

324
III.4.4.4.3 Pekerjaan Pelat

Pada gedung Senayan Park, terdapat dua jenis tipikal pelat yaitu pelat A, dan pelat
B. Pelat A terdapat pada lantai bangian basement 2 sampai lantai basement 1,
sedangkan pelat B terdapat pada lantai dasar sampai atap.

Gambar III.100 Denah Pelat B

Gambar III.101 Potongan Melintang Pelat Tipe B

Berikut adalah hasil rekapitulasi QTO pelat lantai 1 sampai atap.

Tabel III.62 Rekapitulasi Perhitungan Pelat Lantai 1 - Atap

325
Total Vol Total Area Total Berat
Tipe Pelat
Beton (m3) Bekisting (m2) Tulangan (kg)
Pelat Lt. 1 730,2 4195,1 140557,6
Pelat Lt. 2 730,2 4195,1 140557,6
Pelat Lt. 3 730,2 4195,1 140557,6
Pelat Lt. 4 730,2 4195,1 140557,6
Pelat Atap 730,2 4195,1 140557,6

326
III.4.5 Penjadwalan

Alur pelaksanaan penjadwalan yang akan dilakukan pada proyek Senayan Park
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar III.102 Alur Penjadwalan Proyek


III.4.5.1 Perhitungan Produktivitas

Produktivitas sumber daya akan menentukan durasi keberjalanan proyek.


Produktivitas ini sesuai dengan pemilihan alat dan manajemen sumber daya
manusia yang terlibat. Pencapaian yang diinginkan dari tingkat produktivitas adalah
tingkat produktivitas yang sesuai rencana dan memiliki risiko pekerjaan yang kecil,
sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap penggunaan sumber daya.

III.4.5.1.1 Penentuan Produktivitas Pekerjaan

Produktvitas tenaga kerja dan alat yang digunakan pada proyek Senayan Park
menggunakan asumsi berikut:

327
1. Hari kerja dihitung sesuai dengan kalender. Pekerjaan libur pada tanggal merah
kecuali untuk hari Minggu biasa tidak libur.
2. Jam kerja pada proyek dari Senin sampai Minggu dengan jam kerja dimulai
pukul 08.00 WIB dan selesai pada pukul 17.00 WIB. Istirahat akan dilakukan
pada pukul 12.00 -13.00 WIB.
3. Produktivitas tenaga kerja dilakukan dengan metode resource enumeration dan
koefisien yang terdapat pada SNI.

III.4.5.1.2 Produktivitas Alat Berat

Jenis alat berat yang akan digunakan akan disesuaikan dengan kebutuhan metode
konstruksi yang akan digunakan. Langkah perhitungan produktivitas alat berat yang
akan digunakan pada proyek telah dihitung pada subbab metode pelaksanaan
konstruksi. Rekapitulasi dari produktivitas alat yang akan digunakan akan
dijleaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel III.63 Rekapitulasi Produktivitas Alat

Alat Produktivitas Satuan


Excavator 263,647 m3/jam
Vibratory Rollers Compactor 312,716 m3/jam
Dump Truck 48,61 m3/jam
Concrete Pump 9,375 m3/jam
Concrete Bucket 4 m3/jam
Concrete Vibrator 3 m3/jam
Hydraulic Rotary Rig 0,583 m/menit

III.4.5.2 Perhitungaan Durasi dan Jumlah Tenaga Kerja


III.4.5.2.1 Pekerjaan Persiapan

Produktivitas pada pekerjaan persiapan mengacu pada RSNI T-12-2002 Analisa


Biaya Konstruksi (ABK) bangunan gedung dan perumahan pekerjaan persiapan.
Berikut adalah contoh perhitungan untuk pekerjaan pemasangan pagar pada proyek
dengan hasil perhitungan terangkum pada tabel di bawah ini.
1. Perhitungan produktivitas

328
Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tim pada pekerjaan pagar
sementara adalah produktivitas tukang karena nilai koefisiennya yang
paling besar.

1𝑚
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎

1𝑚 𝑚
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 = = 2,5
0.4 𝑂𝐻 𝑂𝐻

2. Perhitungan durasi
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑖𝑚
663,5 𝑚
𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑚 = 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
2,5 × 20 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔/𝑡𝑖𝑚 × 2 𝑡𝑖𝑚
𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑖

Tabel III.64 Perhitungan Produktivitas Pekerjaan Pemagaran

Pekerjaan Pemagaran
Volume 663,5 m RSNI T-12-2002
Produktivitas
Tenaga Kerja Tim Kerja Koefisien (OH) Jumlah Tim Durasi (hari)
(m/OH)
Pekerja 20 0,4
Tukang Kayu 8 0,2
2,5 2 7
Kepala Tukang 1 0,02
Mandor 1 0,02

Berikut adalah hasil rekapitulasi perhitungan durasi dan alokasi sumber daya
pekerjaan persiapan pada proyek Senayan Park.

Tabel III.65 Rekapitulasi Produktivitas dan Durasi Pekerjaan Persiapan

329
Volume Produktivitas
No Pekerjaan Satuan Durasi (Hari)
Pekerjaan (satuan/OH)
1 Pemagaran 663,5 m 2,5 7
2 Pembersihan Lahan 39000 m2 200 5
3 Jalan Sementara 4774 m2 100 5
4 Area Parkir 192 m2 100 1
5 Instalasi Toilet 6 buah 6 1
6 Washing Bay 120 m2 10 3
7 Area Fabrikasi 1050 m2 100 2
8 Instalasi Suplai Air 1 ls 1 1
9 Instalasi Suplai Listrik 1 ls 1 1
10 Pematokan 667 buah 10 3
11 Kantor Sementara 240 m2 0,5 12
12 Pos Jaga 8 m2 0,67 2
13 Bedeng Pekerja 400 m2 0,5 20
14 Gudang 150 m2 0,5 8
15 Pos Pekerja 50 m2 0,5 3

Tabel III.66 Rekapitulasi Tenaga Kerja Pekerjaan Sementara

Kepala Jumlah
Jumlah Pekerja Tukang Mandor
Pekerjaan Tukang Pekerja
Tim
(Orang)
Pemagaran 2 40 16 2 2 60
Pembersihan Lahan 2 40 0 0 4 44
Jalan Sementara 2 10 0 0 2 12
Area Parkir 1 5 0 0 1 6
Instalasi Toilet 1 5 0 0 1 6
Washing Bay 1 5 0 0 1 6
Area Fabrikasi 2 10 0 0 2 12
Instalasi Suplai Air 1 5 0 0 1 6
Instalasi Suplai Listrik 1 5 0 0 1 6
Pematokan 2 20 20 2 2 44
Kantor Sementara 2 16 40 2 2 60
Pos Jaga 1 5 10 1 1 17
Bedeng Pekerja 2 16 40 2 2 60
Gudang 2 16 40 2 2 60
Pos Pekerja 2 16 40 2 2 60

III.4.5.2.2 Pekerjaan Tanah

Pekerjaan tanah pada proyek ini terdiri dari pekerjaan galian, pembungan tanah,
dan pekerjaan timbunan dan pemadatan tanah. Pada pekerjaan tanah seluruh
produktivitas ditentukan berdasarkan produktivitas alat berat yang akan digunakan.

330
Pada subbab ini akan diberikan contoh perhitungan untuk mendapatkan durasi dan
jumlah pekerja pada pekerjaan timbunan tahap 1.

Pada pekerjaan timbunan diketahui bahwa hal yang mempengaruhi lamanya durasi
pekerjaan adalah alat yang digunakan yaitu excavator. Diketahui data-data sebagai
berikut.
 Jam kerja efektif = 8 jam / hari
 Produktivitas alat = 263,6471 LCM/jam
 Jumlah alat = 2 buah
 Volume pekerjaan = 13.859,69 LCM

Durasi pekerjaan timbunan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 × 𝐽𝑎𝑚 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑙𝑎𝑡

13.859,69 LCM
𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = ≈ 4 ℎ𝑎𝑟𝑖
LCM
263,6471 jam × 8𝑗𝑎𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖 × 2

Sehingga didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan


timbunan adalah 4 hari. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan pemadatan
terdiri 2 operator alat excavator, 2 mandor, dan 8 pekerja untuk 1 tim.

Tabel III.67 Perhitungan Durasi dan Tenaga Kerja Pekerjaan Timbunan

Pekerjaan Timbunan
Jam Kerja 8 (jam/hari)
Alat Excavator
Produktivitas 263,6471 LCM/jam
Jumlah Alat 2 buah
Volume 13859,69 LCM
Durasi 4 hari
Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerja Durasi (hari)

Operator Alat Berat 2


Pekerja 8 4
Mandor 2

Berikut adalah rekapitulasi dari perhitungan durasi dan tenaga kerja pada pekerjaan
tanah yang terdapat pada tabel berikut.

331
Tabel III.68 Rekapitulasi Durasi dan Jumlah Pekerja Pekerjaan Tanah

Mando Operator Jumlah


Volume Produktivitas Durasi Jumlah Pekerja
Pekerjaan Satuan r Alat Berat Pekerj
Pekerjaan (satuan/jam) (Hari) Tim
(Orang)
Pekerjaan Tanah
Pemasangan Sheet Pile 1675 lbr 26,1 5 2 8 2 2 12
Galian 134842,5 LCM 263,65 32 2 8 2 2 12
Pembuangan Tanah 95775,2 LCM 48,61 25 10 5 2 10 17
Timbunan 1 13859,7 LCM 263,65 4 2 8 2 2 12
Pemadatan 1 9971,0 CCM 312,72 4 1 4 1 1 6
Timbunan 2 25207,7 LCM 263,65 6 2 8 2 2 12
Pemadatan 2 18135,0 CCM 312,72 7 1 4 1 1 6
Pelepasan Sheet Pile 1675 lbr 30 3 2 8 2 2 12

III.4.5.2.3 Pekerjaan Struktur Bawah

Pekerjaan struktur bawah terdiri pekerjaan dinding penahan tanah, pondasi, pile
cap, tie beam, dan struktur basement. Produktivitas pada struktur bawah
menggunakan produktivitas alat berat yang akan digunakan, dan menggunakan
koefisien yang terdapat pada SNI-7394-2008-Pekerjaan Beton. Berikut adalah
rekapitulasi untuk produktivitas pekerjaan struktur bawah beserta jumlah pekerja
dan durasi yang dibutuhkan pada tabel di bawah ini.

Tabel III.69 Rekapitulasi Produktivitas Struktur Bawah

332
Kepala Mando Operato Jumlah
Produktivitas Durasi Jumlah Pekerja Tukang
Pekerjaan Volume Satuan Tukang r r Alat Pekerja
(satuan/OH) (Hari) Tim
(Orang)
Bored Pile
Pengeboran 364 titik 18,3333 2 1 4 0 0 1 1 6
Pembesian 469015,713 kg 14,29 17 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 4529,86 m3 4,00 35 4 20 0 0 4 0 24
Pemotongan 364 titik 10,00 2 5 25 0 0 5 0 30
Pile Cap dan Tie Beam
Lantai Kerja 1944,0 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 0 55
Bekisting Batako 9994,8 m2 2,86 2 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 1518724,4 m3 14,29 20 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 3792,4 m3 12,50 19 2 10 0 0 2 0 12
DPT
Bekisting Batako 5843 m2 2,86 2 20 200 100 20 20 0 340
Bekisting Kayu 5843 m2 1,52 2 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 331488,7 kg 14,29 47 5 50 50 5 5 0 110
Pengecoran 1168,64 m3 4,00 19 2 10 0 0 2 0 12
B1
Pelat
Bekisting 10652,9 m2 1,52 36 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 655436,5 kg 14,29 23 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 1868,4 m3 12,50 10 2 10 0 0 2 0 12
Pelepasan Bekisting 10652,9 m2 25,00 9 5 50 0 0 5 0 55
Kolom
Bekisting 1116,1 m2 1,52 4 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 158823,5 kg 14,29 6 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 379,5 m3 4,00 6 2 10 0 0 2 0 12
Pelepasan Bekisting 1116,1 m2 25,00 1 5 50 0 0 5 0 55
B2
Balok dan Pelat
Bekisting 3821,9 m2 1,52 12 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 201917,7 kg 14,29 8 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 665,3 m3 12,50 4 2 10 0 0 2 0 12
Pelepasan Bekisting 1326,1 m2 25,00 5 5 50 0 0 5 0 55
Kolom
Bekisting 1326,1 m2 1,52 5 20 200 100 20 20 0 340
Pembesian 201917,7 kg 14,29 7 20 200 200 20 20 0 440
Pengecoran 468,7 m3 4,00 8 2 10 0 0 2 0 12
Pelepasan Bekisting 1326,1 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 0 55

III.4.5.2.4 Pekerjaan Struktur Atas

Pekerjaan struktur atas terdiri dari pekerjaan balok, kolom, dan pelat untuk lantai
dasar sampai atap. Tiap elemen terdiri dari pekerjaan pemasangan bekisting,
pembesian, pengecoran, dan pelepasan bekisting. Berikut adalah hasil rekapitulasi
perhitungan produktivitas pekerjaan struktur atas pada tabel.

333
Tabel III.70 Rekapitulasi Produktivitas Pekerjaan Struktur Atas

Kepala Mando Jumlah


Volume Produktivitas Durasi Jumlah Pekerja Tukang
Pekerjaan Satuan Tukang r Pekerja
Pekerjaan (satuan/OH) (Hari) Tim
(Orang)
Lantai 1
Balok dan Pelat
Bekisting 12531,5 m2 1,52 42 20 200 100 20 20 340
Pembesian 738710,0 m3 14,29 26 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 2272,6 m3 12,50 12 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 12531,5 m2 25,00 11 5 50 0 0 5 55
Kolom
Bekisting 1409,4 m2 1,52 5 20 100 200 20 20 340
Pembesian 204869,9 m3 14,29 8 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 583,2 m3 4,00 10 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 1409,4 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 55
Lantai 2
Balok dan Pelat
Bekisting 12531,5 m2 1,52 42 20 200 100 20 20 340
Pembesian 738710,0 m3 14,29 26 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 2272,6 m3 12,50 12 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 12531,5 m2 25,00 11 5 50 0 0 5 55
Kolom
Bekisting 1409,4 m2 1,52 5 20 100 200 20 20 340
Pembesian 204869,9 m3 14,29 8 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 583,2 m3 4,00 10 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 1409,4 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 55
Lantai 3
Balok dan Pelat
Bekisting 12531,5 m2 1,52 42 20 200 100 20 20 340
Pembesian 738710,0 m3 14,29 26 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 2272,6 m3 12,50 12 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 12531,5 m2 25,00 11 5 50 0 0 5 55
Kolom
Bekisting 1409,4 m2 1,52 5 20 100 200 20 20 340
Pembesian 204869,9 m3 14,29 8 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 583,2 m3 4,00 10 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 1409,4 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 55
Lantai 4
Balok dan Pelat
Bekisting 12531,5 m2 1,52 42 20 200 100 20 20 340
Pembesian 738710,0 m3 14,29 26 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 2272,6 m3 12,50 12 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 12531,5 m2 25,00 11 5 50 0 0 5 55
Kolom
Bekisting 1409,4 m2 1,52 5 20 100 200 20 20 340
Pembesian 204869,9 m3 14,29 8 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 583,2 m3 4,00 10 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 1409,4 m2 25,00 2 5 50 0 0 5 55
Atap
Balok dan Pelat
Bekisting 12531,5 m2 1,52 42 20 200 100 20 20 340
Pembesian 738710,0 m3 14,29 26 20 200 200 20 20 440
Pengecoran 2272,6 m3 12,50 12 2 10 0 0 2 12
Pelepasan Bekisting 12531,5 m2 25,00 11 5 50 0 0 5 55

III.4.5.3 Penjadwalan dengan Software Microsoft Project 2013

Berdasarkan durasi dan keterkaitan urutan pekerjaan dari masing-masing kegiatan


yang telah didapatkan pada subbab sebelumnya, dapat dilakukan penjadwalan
dengan Microsoft Project 2013. Setelah memasukan data secara lengkap maka

334
dapat dilihat hasil penjadwalan pada proyek berupa gantt chart dan network
diagram berupa PDM yang akan terdapat pada Lampiran. Setelah dilakukan
perencanaan pada perangkat lunak Microsoft Project 2013 didapatkan durasi
proyek Senayan park selama 279 hari, dimulai dari tanggal 1 Agustus 2017 sampai
dengan 18 Mei 2018. Timeline pengerjaan proyek Senayan Park terdapat pada
Gambar IX.86.

Gambar III.103 Timeline Umum Proyek Senayan Park

III.4.6 Estimasi Biaya Proyek

Estimasi biaya yang akan dilakukan pada proyek Senayan Park akan mengacu pada
volume pekerjaan yang telah dihitung pada quantitiy take-off serta penentuan
produktivitas pekerjaan. Perhitungan yang akan dilakukan meliputi biaya langsung
dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya material, biaya peralatan
konstruksi dan biaya upah tenaga kerja. Biaya tidak langsung terdiri dari pajak,
asuransi, profit, biaya tidak terduga, overhead, dan lain-lain.

III.4.6.1 Perhitungan Biaya Langsung

Biaya langsung pada proyek Senayan Park ini meliputi pekerjaan perisapan,
pekerjaan tanah, struktur bawah, dan struktur atas. Berikut adalah uraian dari
masing masing pekerjaan

III.4.6.1.1 Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan pada proyek ini akan menggunakan RSNI-T-12-2002 dan metode


resource enumeration. Berikut adalah contoh dari perhitungan biaya pekerjaan
persiapan untuk pekerjaan pagar.

335
Tabel III.71 Estimasi Biaya Pembuatan Pagar

Pagar (tinggi 2 meter)

Uraian Satuan Koefisien Kuantitas Durasi Pekerjaan (Hari) Harga Satuan Jumlah Harga

Total Volume Pekerjaan m 663,5


MATERIAL
Dolken Kayu D8-10/400 cm batang 1,25 829,375 Rp 28.000,00 Rp 23.222.500,00
Semen Portland kg 2,5 1658,75 Rp 1.500,00 Rp 2.488.125,00
Seng Gelombang 3"-5" lembar 1,2 796,2 Rp 56.000,00 Rp 44.587.200,00
Pasir Beton m3 0,005 3,3175 Rp 251.000,00 Rp 832.692,50
Koral Beton m3 0,009 5,9715 Rp 314.000,00 Rp 1.875.051,00
Kayu 5/7 m3 0,072 47,772 Rp 1.550.000,00 Rp 74.046.600,00
Paku biasa 2" - 5" kg 0,06 39,81 Rp 24.600,00 Rp 979.326,00
Meni Besi liter 0,45 298,575 Rp 30.000,00 Rp 8.957.250,00

ALAT

TENAGA
Pekerja orang 40 7 Rp 99.000,00 Rp 27.720.000,00
Tukang Kayu orang 16 7 Rp 137.500,00 Rp 15.400.000,00
Kepala Tukang orang 2 7 Rp 154.000,00 Rp 2.156.000,00
Mandor orang 2 7 Rp 137.500,00 Rp 1.925.000,00
Total Harga Rp 204.189.800,000
Harga Satuan Rp 307.747,000

Hasil rekapitulasi dari estimasi biaya pekerjaan persiapan proyek Senayan Park
dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel III.72 Rekapitulasi Estimasi Biaya Pekerjaan Persiapan

336
Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Total Harga
Mobilisasi Alat Berat ls 11 Rp 500.000,00 Rp 5.500.000,00
Pagar (tinggi 2 meter) m 663,5 Rp 307.747,00 Rp 204.189.800,00
Pembersihan Lahan m2 39000 Rp 707,00 Rp 27.550.000,00
Pemasangan Patok m 667 Rp 56.639,00 Rp 37.778.000,00
Bedeng Pekerja m2 400 Rp 935.380,00 Rp 374.152.000,00
Instalasi Suplai Air ls 3 Rp 1.710.834,00 Rp 5.132.500,00
Instalasi Suplai Listrik ls 1 Rp 55.632.500,00 Rp 55.632.500,00
Pos Pekerja m2 50 Rp 1.012.050,00 Rp 50.602.500,00
Instalasi Toilet Portable unit 6 Rp 1.905.417,00 Rp 11.432.500,00
Kantor Sementara m2 240 Rp 950.882,00 Rp 228.211.500,00
Pos Jaga m2 50 Rp 1.153.400,00 Rp 9.227.200,00
Area Parkir m2 192 Rp 69.909,00 Rp 13.422.400,00
Gudang m2 150 Rp 912.367,00 Rp 136.855.000,00
Area Fabrikasi m2 1050 Rp 69.024,00 Rp 72.474.700,00
Jalan Akses m2 3409 Rp 68.099,00 Rp 232.147.200,00
Washing Bay m2 60 Rp 476.953,00 Rp 57.234.300,00
Total Biaya Pekerjaan Persiapan Rp 1.521.542.100,00

III.4.6.1.2 Pekerjaan Tanah

Pekerjaan galian tanah menggunakan metode resource enumeration dengan durasi


menyesuaikan produktivitas alat berat yang digunakan. Berikut adalah uraian
perhitungan biaya pada pekerjaan galian tanah.

Tabel III.73 Estimasi Biaya Pekerjaan Galian Tanah

Pekerjaan Galian Tanah


Durasi Pekerjaan
Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
(Hari)
Total Volume Pekerjaan m3 134842,5
MATERIAL

ALAT
hydraulic excavator (CAT-320 D) hari 2 32 Rp 5.000.000,00 Rp 320.000.000,00

TENAGA
Operator Alat Berat orang 2 32 Rp 149.730,00 Rp 9.582.720,00
Pekerja orang 8 32 Rp 99.000,00 Rp 25.344.000,00
Mandor orang 2 32 Rp 137.500,00 Rp 8.800.000,00
Total Harga Rp 363.726.800,00
Harga Satuan Rp 2.700,00

337
Berikut adalah hasil rekapitulasi dari perhitungan estimasi biaya untuk pekerjaan
tanah pada tabel berikut.

Tabel III.74 Rekapitulasi Estimasi Biaya Pekerjaan Tanah

Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Total Harga


Pemasangan Temporary Sheet Pile m 670 Rp 1.204.900,00 Rp 807.282.300,00
Pekerjaan Galian Tanah m2 134842,5 Rp 2.700,00 Rp 363.726.800,00
Pekerjaan Pembuangan Tanah m2 95775,16 Rp 3.000,00 Rp 256.682.500,00
Pekerjaan Timbunan Tanah Tahap 1 m2 13859,69 Rp 1.900,00 Rp 25.945.900,00
Pekerjaan Pemadatan Tanah Tahap 1 m2 9971 Rp 1.400,00 Rp 13.933.000,00
Pekerjaan Timbunan Tanah Tahap 2 m2 25207,65 Rp 1.900,00 Rp 38.918.800,00
Pekerjaan Pemadatan Tanah Tahap 2 m2 18135,00 Rp 1.400,00 Rp 24.382.700,00
Pelepasan Temporary Sheet Pile m 670 Rp 29.900,00 Rp 20.032.300,00
Total Pekerjaan Tanah Rp 1.550.904.300,00

III.4.6.1.3 Pekerjaan Struktur Bawah

Pekerjaan struktur bawah terdiri dari pekerjaan dinding penahan tanah, pondasi, dan
struktur basement. Berikut adalah rekapitulasi biaya untuk setiap pekerjaan struktur
bawah besarta dengan volume pekerjaan, harga satuan, dan harga total dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel III.75 Rekapitulasi Estimasi Biaya Struktur Bawah

338
Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Total Harga
Bored Pile Rp 12.148.955.400,00
Pengeboran titik 364 Rp 195.970,00 Rp 570.467.000,00
Pembesian kg 469016 Rp 14.299,00 Rp 6.706.079.000,00
Pengecoran m3 4530 Rp 1.053.589,00 Rp 4.772.609.400,00
Pemotongan titik 364 Rp 274.176,00 Rp 99.800.000,00
DPT Rp 11.103.517.071,00
Lantai Kerja m2 133 Rp 204.170,00 Rp 32.100.100,00
Bekisting Kayu m2 11686 Rp 280.319,00 Rp 3.275.919.000,00
Pembesian kg 331489 Rp 19.455,00 Rp 6.448.812.370,30
Pengecoran m3 1169 Rp 1.072.353,00 Rp 1.253.194.400,00
Pelepasan Bekisting m2 11686 Rp 8.000,00 Rp 93.491.200,00
Pile Cap dan Tie Beam Rp 29.823.221.400,00
Lantai Kerja m2 1944 Rp 204.170,00 Rp 396.906.300,00
Bekisting Batako m2 9995 Rp 280.319,00 Rp 1.302.893.200,00
Pembesian kg 1518724 Rp 17.693,00 Rp 26.870.227.500,00
Pengecoran m3 3792 Rp 953.080,00 Rp 1.253.194.400,00
Lantai B2 Rp 9.922.260.900,00
Pelat Rp 5.328.446.900,00
Bekisting m2 10653 Rp 232.885,00 Rp 858.194.300,00
Penulangan kg 655437 Rp 18.833,00 Rp 3.808.648.200,00
Pengecoran m3 1868 Rp 955.102,00 Rp 639.054.400,00
Pelepasan Bekisting m2 10653 Rp 8.000,00 Rp 22.550.000,00
Kolom Rp 4.593.814.000,00
Bekisting m2 1116 Rp 286.580,00 Rp 326.986.800,00
Penulangan kg 158824 Rp 18.833,00 Rp 3.755.534.200,00
Pengecoran m3 379 Rp 1.066.917,00 Rp 500.018.000,00
Pelepasan Bekisting m2 1116 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Lantai B1 Rp 20.293.720.200,00
Pelat dan Balok Rp 16.534.277.600,00
Bekisting m2 3822 Rp 232.885,00 Rp 2.492.558.900,00
Penulangan kg 201918 Rp 18.833,00 Rp 12.205.427.500,00
Pengecoran m3 665 Rp 955.102,00 Rp 1.785.553.700,00
Pelepasan Bekisting m2 1326 Rp 8.000,00 Rp 50.737.500,00
Kolom Rp 3.759.442.600,00
Bekisting m2 1326 Rp 286.580,00 Rp 306.379.000,00
Penulangan kg 201918 Rp 18.833,00 Rp 3.033.362.600,00
Pengecoran m3 469 Rp 1.066.917,00 Rp 408.426.000,00
Pelepasan Bekisting m2 1326 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Total Biaya Pekerjaan Struktur Bawah Rp 83.291.674.971,00

339
III.4.6.1.4 Pekerjaan Struktur Atas

Pekerjaan struktur atas terdiri dari pekerjaan pembuatan bekisting, penulangan,


pengecoran, dan pelepasan bekisting untuk tiap-tiap elemen. Berikut adalah hasil
rekapitulasi dari estimasi biaya pekerjaan struktur atas poyek Senayan Park yang
terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel III.76 Rekapitulasi Biaya Langsung Struktur Atas

340
Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Total Harga
Lantai 1 Rp 23.806.758.800,00
Pelat dan Balok Rp 18.911.230.500,00
Bekisting m2 12531,481 Rp 232.885,00 Rp 2.918.386.500,00
Penulangan kg 738710,0423 Rp 18.833,00 Rp 13.760.266.900,00
Pengecoran m3 2272,6 Rp 955.102,00 Rp 2.170.564.600,00
Pelepasan Bekisting m2 12531,481 Rp 8.000,00 Rp 62.012.500,00
Kolom Rp 4.895.528.300,00
Bekisting m2 1409,4 Rp 286.580,00 Rp 403.905.100,00
Penulangan kg 204869,9325 Rp 18.833,00 Rp 3.858.122.400,00
Pengecoran m3 583,2 Rp 1.066.917,00 Rp 622.225.800,00
Pelepasan Bekisting m2 1409,4 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Lantai 2 Rp 23.806.758.800,00
Pelat dan Balok Rp 18.911.230.500,00
Bekisting m2 12531,481 Rp 232.885,00 Rp 2.918.386.500,00
Penulangan kg 738710,0423 Rp 18.833,00 Rp 13.760.266.900,00
Pengecoran m3 2272,6 Rp 955.102,00 Rp 2.170.564.600,00
Pelepasan Bekisting m2 12531,481 Rp 8.000,00 Rp 62.012.500,00
Kolom Rp 4.895.528.300,00
Bekisting m2 1409,4 Rp 286.580,00 Rp 403.905.100,00
Penulangan kg 204869,9325 Rp 18.833,00 Rp 3.858.122.400,00
Pengecoran m3 583,2 Rp 1.066.917,00 Rp 622.225.800,00
Pelepasan Bekisting m2 1409,4 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Lantai 3 Rp 23.806.758.800,00
Pelat dan Balok Rp 18.911.230.500,00
Bekisting m2 12531,481 Rp 232.885,00 Rp 2.918.386.500,00
Penulangan kg 738710,0423 Rp 18.833,00 Rp 13.760.266.900,00
Pengecoran m3 2272,6 Rp 955.102,00 Rp 2.170.564.600,00
Pelepasan Bekisting m2 12531,481 Rp 8.000,00 Rp 62.012.500,00
Kolom Rp 4.895.528.300,00
Bekisting m2 1409,4 Rp 286.580,00 Rp 403.905.100,00
Penulangan kg 204869,9325 Rp 18.833,00 Rp 3.858.122.400,00
Pengecoran m3 583,2 Rp 1.066.917,00 Rp 622.225.800,00
Pelepasan Bekisting m2 1409,4 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Lantai 4 Rp 23.806.758.800,00
Pelat dan Balok Rp 18.911.230.500,00
Bekisting m2 12531,481 Rp 232.885,00 Rp 2.918.386.500,00
Penulangan kg 738710,0423 Rp 18.833,00 Rp 13.760.266.900,00
Pengecoran m3 2272,6 Rp 955.102,00 Rp 2.170.564.600,00
Pelepasan Bekisting m2 12531,481 Rp 8.000,00 Rp 62.012.500,00
Kolom Rp 4.895.528.300,00
Bekisting m2 1409,4 Rp 286.580,00 Rp 403.905.100,00
Penulangan kg 204869,9325 Rp 18.833,00 Rp 3.858.122.400,00
Pengecoran m3 583,2 Rp 1.066.917,00 Rp 622.225.800,00
Pelepasan Bekisting m2 1409,4 Rp 8.000,00 Rp 11.275.000,00
Atap Rp 18.911.230.500,00
Pelat dan Balok Rp 18.911.230.500,00
Bekisting m2 12531,481 Rp 232.885,00 Rp 2.918.386.500,00
Penulangan kg 738710,0423 Rp 18.833,00 Rp 13.760.266.900,00
Pengecoran m3 2272,6 Rp 955.102,00 Rp 2.170.564.600,00
Pelepasan Bekisting m2 12531,481 Rp 8.000,00 Rp 62.012.500,00
Total Biaya Struktur Atas Rp 114.138.265.700,00

III.4.6.2 Perhitungan Biaya Tidak Langsung

Pada proyek Senayan Park, biaya tidak langsung yang akan dihitung terdiri dari
biaya overhead proyek, overhead kantor pusat, biaya umum (general conditions),
keuntungan, dan pajak.
1. Overhead proyek

341
Overhead merupakan biaya pendukung yang diperlukan agar seluruh proyek
dapat berjalan dengan aman. Overhead proyek terdiri dari biaya administrasi,
biaya site meeting, gaji site office, biaya operasional site office. Biaya overhead
proyek diasumsikan sebesar 3% dari biaya langsung.
2. Overhead kantor pusat
Biaya overhead kantor pusat merupakan biaya yang diperlukan untuk
keberlangsungan perusahaan agar dapat terus dikelola. Dengan asumsi
kontraktor yang mengerjakan proyek ini adalah kontraktor besar dan juga
mengerjakan proyek lain pada waktu bersamaan sehingga biaya overhead yang
digunakan bernilai 2% dari biaya langsung.
3. Biaya umum (general conditions)
General conditions merupakan ketentuan umum yang meliputi ketentuan atau
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pekerjaan dapat dimulai dan tidak
tercantum dalam pekerjaan persiapan.. Hal tersebut terdiri dari quality control,
biaya penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3), asuransi dan jaminan.Pada proyek ini asuransi yang digunakan adalah
BPJS Ketenagakerjaan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian yang besar presmi asurasi yang ditetapakan adalah sebagai berikut.
Jaminan yang akan digunakan adalah Contractor’s All Risk (CAR) yang
bernilai 0,5% dari nilai kontrak.
4. Keuntungan
Pada proyek ini diambil keuntungan sebesar 10% dari total biaya pengeluaran
yang terdiri dari biaya langsung, overhead, biaya umum, biaya sewa,
kontingensi, asurasi dan jaminan.
5. Pajak
Pajak yang akan dihitung pada proyek ini adalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) sebesar 10% dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2%.
III.4.6.3 Hasil Perhitungan Estimasi Biaya

Berdasarkan perhitungan biaya langsung dan tidak langsung kita dapat menentukan
rancangan anggaran proyek yang merupakan total dari seluruh biaya pekerjaan agar
terlaksananya proyek tersebut. Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan harga
pekerjaan yang sudah termasuk pajak dan seluruh biaya tidak langsung yang sudah

342
dimasukkan kedalam tiap pekerjaan. Pajak yang dihitung terdiri dari pajak
pertambahn nilai dan pajak penghasilan. RAB proyek Senayak Park dapat dilihat
pada tabel di bawah ini, didapat besarnya RAB sebesar Rp.263.954.850.000,00
setelah dibulatkan.

Tabel III.77 Rencana Anggaran Biaya Proyek Senayan Park

No Jenis Pekerjaan Harga


1 Pekerjaan Persiapan Rp 1.776.088.400
2 Pekerjaan Tanah Rp 1.806.800.308
Pemasangan Temporary Sheet Pile Rp 940.482.213
Pekerjaan Galian Tanah Rp 423.740.971
Pekerjaan Pembuangan Tanah Rp 299.034.583
Pekerjaan Timbunan Tanah Tahap 1 Rp 30.226.920
Pekerjaan Pemadatan Tanah Tahap 1 Rp 16.231.916
Pekerjaan Timbunan Tanah Tahap 2 Rp 45.340.322
Pekerjaan Pemadatan Tanah Tahap 2 Rp 28.405.795
Pelepasan Temporary Sheet Pile Rp 23.337.588
3 Pekerjaan Struktur Bawah Rp 97.034.629.426
Bored Pile Rp 14.153.507.965
Pile Cap dan Tie Beam Rp 34.743.991.375
DPT Rp 12.935.574.470
Struktur Basement 2 Rp 11.559.413.469
Struktur Basement 1 Rp 23.642.142.146
4 Pekerjaan Struktur Atas Rp 132.970.843.957
Lantai 1 Rp 27.734.824.864
Lantai 2 Rp 27.734.824.864
Lantai 3 Rp 27.734.824.864
Lantai 4 Rp 27.734.824.864
Atap Rp 22.031.544.499
Subtotal Rp 233.588.362.091
PPN + PPh Rp 30.366.487.072
RAB Rp 263.954.849.163
Pembulatan RAB Rp 263.954.850.000

III.4.6.4 Kurva S

Kurva S dibuat denagn menggunakan data harga biaya konstruksi dan durasi dari
pekerjaan konstruksi. Harga yang terdapat dari rancangan anggaran biaya akan
diubah dalam berntuk bobot presentase dari setiap pekerjaan dalam jangka waktu
pekerjaan tersebut. Pada proyek Senayan Park ini satuan waktu yang akan
digunakaan adalah satuan minggu. Pekerjaan yang memiliki durasi pengerjaan
lebih dari satu minggu akan dibagi secara merata setiap minggunya. Kurva s pada
proyek Senayan Park terdapat pada gambar di bawah ini. Terdapat hal yang tidak

343
ideal untuk di area yang dilingkari pada kurva S dengan pertambahan biaya yang
melambat kembali, yaitu saat pengecoran pondasi sedang berlangsung. Pada area
tersebut memiliki pertambahan persentase kumulatif yang sedikit dibandingkan
pekerjaan lainnya karena pada saat pekerjaan tersebut berlangsung tidak ada
pekerjaan lain yang sedang dilakukan secara paralel.

Gambar III.104 Kurva S Senayan Park

344
III.5 Kesimpulan dan Saran

III.5.1 Kesimpulan

Kesimpulan tugas akhir untuk aspek geoteknik, transportasi, sumber daya air, dan
manajemen rekayasa konstruksi dari kawasan Lifestyle Center Senayan Park adalah
sebagai berikut:
1. Fondasi tiang yang didesain berupa tiang bor dengan diameter 1 meter dengan
angka keamanan sebesar 2,50.
2. Terdapat 4 jenis fondasi tiang grup pada struktur Senayan Park yaitu tipe 1
dengan jumlah 4 tiang bor tunggal dengan kedalaman 18 m, tipe 2 dengan
jumlah 2 tiang bor tunggal dengan kedalaman 18 m, tipe 3 dengan jumlah 1tiang
bor tunggal dengan kedalaman 18 m, dan fondasi setempat untuk DPT dengan
kedalaman 5 m diameter 0,80 m.
3. Penulangan fondasi untuk tiang grup 1, 2, dan 3 dilakukan dengan membuat
diagram interaksi setiap tipikal tiang grup. Diperoleh penulangan tiang grup tipe
1 dengan 24D25 , penulangan tiang grup tipe 2 dengan 16D25 ,dan penulangan
tiang grup tipe 3 dengan 16D25 .
4. Hasil analisis settlement menunjukkan bahwa settlement terbesar terjadi pada
tiang grup 3.. Dari hasil analisis diperoleh akibat beban aksial, grup tiang 1
mengalami penurunan sementara sebesar 0,69 cm dan penurunan akibat
konsolidasi sebesar 3,90 cm , grup tiang 2 mengalami penurunan sementara
sebesar 1,76 cm dan penurunan akibat konsolidasi sebesar 3,90 cm, dan grup
tiang 3 mengalami penurunan sementara sebesar 2 cm dan penurunan akibat
konsolidasi sebesar 4,40 cm .
5. Dari settlement yang terjadi, didesain penulangan balok sloof dengan 2 tipe,
yaitu tipe 1 (TB1) untuk menghubungkan tiang grup 1 dan 2, dan tipe, yaitu tipe
2 (TB3) untuk menghubungkan tiang grup 2 dan 3 serta tiang grup yang sejenis.
Dimensi balok sloof adalah 1000 mm x 600 mm dengan penulangan TB 1 8D25
dan TB 2 8D16.
6. Dinding penahan tanah untuk menahan beban lateral yang terjadi pada struktur
basement menggunakan dinding diaphragma wall dengan ketebalan 200 mm
dengan penulangan dinding dilakukan secara horizontal dan vertikal.

345
Penulangan horizontal menggunakan D16-300 untuk menahan momen positif
dan D16-125 untuk menahan momen negatif. Penulangan vertikal
menggunakan D19-250 untuk menahan momen positif dan D19-100 untuk
menahan momen negatif.
7. Dinding penahan tanah mempunya fondasi setempat dengan diameter 800 mm
dengan panjang 5 m. penulangan fondasi setempat untuk DPT yaitu dengan
menggunakan tulangan 20D19.
8. Tempat parkir yang telah didesain sudah memenuhi kebutuhan ruang parkir,
dengan selisih antara daya tampung tempat parkir dan kebutuhan ruang parkir
sebesar -2 SRP yang artinya daya tampung melebihi kebutuhan ruang parkir.
Tempat parkir dianalisis berdasarkan kelayakan parkir yang menghasilkan
indeks parkir untuk kendaraan mobil sebesar 65% dan untuk kendaraan motor
sebesar 69%. Hasil pendesainan tempat parkir berupa gambar denah tempat
parkir dapat dilihat pada LAMPIRAN.
9. Perencanaan geometrik jalan akses menggunakan jalan dengan minimum design
dengan kendaraan rencana berupa kendaraan penumpang dan kendaraan truk
kecil. Jalan memiliki tikungan dengan semua tikungan memiliki tipe Full
Circle. Hasil perencanaan geometrik jalan secara lengkap dapat dilihat pada
subbab VIII.2 Perencanaan Geometrik Jalan Akses. Perencanaan perkerasan
jalan akses menggunakan tipe perkerasan lentur dengan ketebalan yang dapat
dilihat pada subbab VIII.3 Perencanaan Perkerasan Jalan Akses. Hasil gambar
perencanaan dapat dilihat pada LAMPIRAN .
10. Analisis sirkulasi pergerakan kendaraan terdiri dari pelayanan pintu parkir,
distribusi kendaraan, dan sirkulasi pergerakan kendaraan. Tingkat pelayanan
pintu parkir diukur berdasarkan jumlah antrian yang terjadi. Untuk pintu masuk
parkir antrian yang terjadi berupa 4 kendaraan mobil dan 5 kendaraan motor.
Untuk pintu keluar parkir terjadi antrian berupa 4 kendaraan mobil dan 3
kendaraan motor. Distribusi kendaraan yang terjadi dapat dilihat pada subbab
VIII.4 Sirkulasi Pergerakan Kendaraan. Sirkulasi pergerakan kendaraan pada
jalan akses menggunakan pola sirkulasi linear sedangkan sirkulasi kendaraan
pada basement menggunakan pola sirkulasi memutar. Gambar lengkap sirkulasi
pergerakan kendaraan dapat dilihat pada LAMPIRAN.

346
11. Sistem drainase yang direncanakan pada kawasan Lifestyle Center Senayan
Park Jakarta terbagi menjadi beberapa komponen, yaitu saluran drainase yang
terdiri dari saluran terbuka pracetak, saluran gorong-gorong, dan saluran pipa,
serta bangunan spillway seperti sebagai berikut.

Gambar III.105 Sistem Drainase pada Lifestyle Center Senayan Park Jakarta
12. Penampang saluran drainase yang digunakan pada sistem drainase pada
Lifestyle Center Senayan Park Jakarta adalah saluran pracetak tipe U-Ditch dan
buis beton dengan ukuran terbesar adalah 1,0 x 1,2 m untuk tipe U-Ditch dan
saluran dengan diameter 1,5 m untuk tipe buis beton. Dimensi penampang
saluran tersebut telah disesuaikan dengan ketersediaan saluran pracetak di
lapangan, yaitu berdarkan produksi dari PT. Asiacon Bekasi.
13. Pada kawasan Lifestyle Center Senayan Park Jakarta terdapat sebuah waduk
buatan sehingga untuk dapat melimpaskan air berlebih pada waduk secara aman
dibutuhkan sebuah bangunan pelimpah atau spillway. Bangunan spillway yang
direncanakan adalah tipe side spillway dengan bentuk ogee dengan lebar
sebesar 2,5 m.
14. Bangunan spillway yang didesain telah memenuhi syarat stabilitas terhadap
guling dan geser dengan safety factor masing-masing sebesar 1,68 dan 1,52
untuk kondisi muka air normal, serta 1,45 dan 1,39 untuk kondisi muka air
banjir.

347
15. Kawasan Lifestyle Center Senayan Park merupakan bangunan yang terletak di
Jakarta Selatan yang terdiri atas 4 lantai dan 2 basement dengan tinggi 20,8
meter dan kedalaman basement 8 meter. Metode pelaksanaan konstruksi yang
dilakukan menyesuaikan pada kondisi lokasi proyek. Hal yang memiliki
spesifikasi khusus pada proyek Senayan Park adalah:
a. Sebelum proses penggalian akan dipasang temporary sheet pile dengan
menggunakan alat mobile crane yang akan diberi attachment berupa vibro
hamer 8 ton. Temporary sheet pile yang akan digunakan terbuat dari baja
dengan tipe U-type sheet pile sampai kedalaman 12 meter dari permukaan
dasar di sekeliling bangunan. Temporary sheet pile akan dilepas pada saat
dinding penahan tanah dan elemen struktur bawah telah selesai dibangun,
dan tanah di antara dinding penahan tanah telah ditimbun dan dipadatkan.
b. Pondasi yang akan dipasang pada Senayan Park adalah pondasi bored pile
dengan proses pengeboran menggunakan hydraulic rotary rig yang
memiliki spesifikasi kedalaman maksimum 40 meter, diameter maksimum
galian 1,2 meter, dan memiliki produktivitas 5,5 meter/menit. Selama proses
pengeboran akan dialiri bentonite dan campuran air secara terus menerus.
Selanjutnya akan dilakukan pemasangan tulangan dengan mobile crane dan
untuk tulangan yang lebih dari 12 meter panjangnya akan disatukan dengan
cara dilas pada saat tulangan berada di dalam lubang bored pile namun
masih tertahan di permukaan atas, lalu akan dilakukan pengecoran dengan
beton ready mix dengan bantuan alat bucket tremie.
c. Akan dilakukan pembagaian zona pada struktur basement dan struktur atas
untuk mempercepat proses pengerjaan dan untuk mengoptimalkan dan
sumber daya pada saat pekerjaan berlangsung.
16. Proyek Senayan Park akan dimulai pada 1 Agustus 2017 dan diprediksi akan
selesai dengan waktu pengerjaan selama 279 sampai dengan tanggal 18 Mei
2018. Jam kerja pada proyek dimulai pada jam 08.00-17.00 dengan waktu
istirahat dari jam 12.00-13.00, dengan hari kerja dari Senin sampai Minggu
kecuali untuk hari libur nasional kegiatan proyek akan libur.
17. Estimasi biaya pada proyek Senayan Park adalah Rp. 262.746.661.000,00
(sudah termasuk pajak). Biaya tersebut terdiri dari 0,76% pekerjaan persiapan,

348
pekerjaan tanah 0,77%, pekerjaan struktur bawah 41,54%, pekerjaan struktur
atas 56,93%. Dengan estimasi nilai bangunan rata-rata tiap meter persegi
adalah Rp. 6.110.065,00

III.5.2 Saran
Berikut ini adalah saran dari penulis untuk aspek geoteknik, transportasi, sumber
daya air, dan manajemen rekayasa konstruksi setelah menjalani proses pengerjaan
Tugas Akhir dari kawasan Lifestyle Center Senayan Park, agar pekerjaan
perancangan dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
1. Data tanah yang digunakan untuk melakukan analisis sebaiknya tidak hanya
dari satu bore hole saja, namun perlu dibuat profil tanah dari beberapa bore hole.
Hal ini bertujuan agar kondisi tanah yang didesain lebih representatif sehingga
hasil desain lebih efisien.
2. Analisis fondasi sebaiknya dilakukan untuk seluruh tiang untuk semua pilecap
sehingga tulangan yang dibutuhkan masing-masing tiang akibat gaya yang
bekerja lebih efisien.
3. Penulangan fondasi sebaiknya dilakukan dengan meninjau momen yang terjadi
pada tiang fondasi sehingga diperoleh desain yang lebih efisien.
4. Pendesainan dinding penahan tanah sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
software yang memperhitungkan setiap lapisan tanah sehingga tekanan lateral
tidak didapatkan menggunakan berat volume tanah terbesar tetapi setiap lapisan
tanah, sehingga didapatkan momen yang lebih kecil dan desain yang lebih
efisien.
5. Perhitungan kebutuhan ruang parkir dianalisis dengan membentuk korelasi
dengan gedung-gedung tipikal di daerah dan fungsi yang sama sebagai
perbandingan dengan standar.
6. Sebagai perbandingan, digunakan metode atau tipe tikungan lain.
7. Sebagai perbandingan, perlu dilakukan pemodelan dan validasi pemodelan
untuk mendapatkan kondisi lalu lintas dengan variasi peubah yang lebih banyak
dengan kasus dan pengaturan yang berbeda.
8. Untuk menghindari tinggi muka air yang melebihi tinggi jagaan pada saluran
penghubung eksisting akibat adanya pembangunan pada kawasan teresbut,
maka saluran penghubung tersebut perlu mengalami perubahan dimensi yang

349
semula berukuran 0,6 x 0,6 m menjadi saluran berbentuk trapesium dengan
kemiringan saluran sebesar 0,25% yang berukuran 1,2 x 1,4 m. Perbesaran
saluran penghubung eksisting dimulai dari kawasan Lifestye Center Senayan
Park Jakarta hingga ujung saluran penghubung yang bertemu dengan Kali
Ciragil seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar III.106 Saluran Penghubung yang Akan Diperbesar


9. Agar proses desain dapat membuahkan hasil yang lebih akurat, maka
dibutuhkan survei langsung untuk dapat mengetahui keadaan di lapangan.
10. Dokumen yang digunakan pada Tugas Akhir ini sebaiknya menggunakan
desain yang sudah lengkap sehingga tidak akan terjadi perubahan metode
pelaksanaan.
11. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perhitungan produktivitas alat dan
pekerja yang digunakan di lapangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,
karena pada Tugas Akhir ini produktivitas yang didapatkan bersifat teoritis
berdasarkan literatur dan peraturan yang digunakan.
12. Dalam perhitungan estimasi biaya, perlu menggunakan data terbaru, sehingga
perhitungan estimasi dapat lebih akurat.

350
Daftar Pustaka

American Concrete Institute. 2011. ACI 318M-11: Building Code Requirements for
Structural Concrete and Commentary. Michigan: ACI.

American Society of Civil Engineers. 2010. ASCE 7-10: Minimum Design Loads
for Buildings and Other Structures. Virginia: American Society of Civil
Engineers.

Federal Emergency Management Agency. 2003. FEMA 451 B: NEHRP


Recommended Provisions for New Buildings and Other Structures: Training
and Instructional Materials.

National Institute of Standards and Technology: NEHRP Seismic Design Technical


Brief no.3

Badan Standarisasi Nasional. 2012. SNI 1726-2012: Tata Cara Perencanaan


Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 1727-2013: Beban Minimum untuk


Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 2847-2013: Persyaratan Beton Struktural


untuk Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan Pembebanan


Indonesia Untuk Gedung. Bandung: Stensil.

Imran, I dan Ediansjah, Z. 2009. Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang.


Bandung: Penerbit ITB.

Imran, I dan Hendrik, F. Perencanaan Lanjut Struktur Beton Bertulang. 2014.


Penerbit ITB: Bandung.

351
LAMPIRAN

352

Anda mungkin juga menyukai