Sahabuddin PDF
Sahabuddin PDF
Abstrack: Research area lie on Pasangkayu Area of Pasangkayu Subdistrict, North Mamuju Regency
of West Sulawesi Province and it`s one of oil and gas blocks which managed by Marathon Oil. The aim
of the research to provide more data biostratigraphy of Pasangkayu Formation, also expected to
understanding the difference of Pasangkayu Formation and Lisu Formation. Based on
biostratigraphy of planktonic foraminiferal analysis that have been conducted the research area of the
Upper part of Middle Miocene – Early Pliocene consisting of three zonations biostratigraphy: zone I or
the zone of Globigerina nepenthes - Globorotalia (T.) siakensis, zone II or the zone of Globorotalia (G.)
tumida plesiotumida and zone III or the zone of Globorotalia (G.) tumida tumida –
Sphaeroidinellopsis subdehiscens paenedehiscens.
lapisan secara vertikal serta hubungan antar di atas muka laut. Puncak-puncaknya
perlapisan batuan. berketinggian antara 1500 m dan 2250 m di
atas muka laut.
Untuk mempertahankan kesinambungan
kelimpahan takson, maka teknik pengambilan 2. Stratigrafi
contoh batuan dilakukan pada bagian atas,
tengah dan bawah setiap lapisan secara Daerah penelitian umumnya disusun oleh
sistematis. Formasi Pasangkayu (TQp). Secara stratigrafi
Formasi Pasangkayu menindih tidakselaras
Presentase dan analisis perhitungan jumlah dengan Formasi Lariang (Tmpl) yang
fosil yang digunakan adalah analisis dibawahnya dan dibagian atas ditindih secara
semikualitatif dengan mencatat hasil tidakselaras Formasi Pakuli (Qp) serta
pengamatan dalam interval tertentu dan endapan Aluvial.
merepresentasikan dengan simbol tertentu
(Pringgoprawiro dkk, 2000). Semikualitatif Formasi Lariang terdiri dari perselingan
dipilih karena didasarkan pada variasi konglomerat dengan batupasir, sisipan
kelimpahan taxon pada setiap lapisan di batulempung dan setempat tufa (Hadiwijoyo,
daerah ini. dkk, 1993). Formasi Lariang ini sebanding
dengan Molasa Celebes yang bercirikan
Penentuan umur dan pembagian zonasi batuan klastika berbutir lebih halus. Batuan
biostratigrafi didasarkan atas pertimbangan Molasa ini terdiri dari konglomerat, batupasir,
perkembangan dan penyebaran spesies batugamping koral dan napal yang
tertentu berdasarkan pemunculan awal dan kesemuanya hanya mengeras lemah. Umur
pemunculan akhir spesies (Pringgoprawiro satuan ini dari Miosen Akhir – Pliosen.
dkk, 2000; Boersma, 1998).
Formasi Pasangkayu terdiri dari perselingan
3. GEOLOGI REGIONAL DAERAH batupasir dengan batulempung, setempat
PASANGKAYU bersisipan konglomerat dan batugamping.
Penyebaran batuan Formasi Pasangkayu
1. Geomorfologi menempati areal sekitar Ibukota Pasangkayu
yaitu bagian barat dari wilayah Kecamatan
Secara umum morfologi Lembar Pasangkayu Pasangkayu dan di bagian selatan memanjang
dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi dari sekitar Sungai Lariang yaitu di bagian
(Hadiwijoyo, dkk, 1993), yaitu: dataran tengah wilayah Kecamatan Baras memanjang
rendah, perbukitan dan pegunungan. Dataran dan melebar hingga ke bagian tengah wilayah
rendah menempati wilayah bagian Barat, Kecamatan Sarudu di selatan. Umur satuan
satuan ini tersebar hampir di sepanjang ini Pliosen- Plistosen (Hadiwijoyo, dkk, 1993)
pesisir, dan melebar di sekitar muara Sungai (Lampiran 1).
Lariang. Tingginya berkisar dari 0 sampai 50
meter diatas muka laut, dengan lereng sangat Endapan alluvial terdiri dari endapan aluvial
landai hingga datar. sungai, endapan rawa, endapan aluvial pantai,
penyebarannya menempati dataran rendah di
Wilayah perbukitan tersebar di bagian tengah pantai barat Kabupaten Mamuju Utara,
lembar, memanjang dari arah utara sampai memanjang dari selatan di sekitar muara
selatan dan umumnya berlereng landai hingga Sungai Karossa hingga dataran rendah di
curam, ketinggiannya berkisar dari 50 m – 500 utara di sekitar muara Sungai Lariang. Umur
m diatas muka laut. Di sekitar lembah Palu satuan ini holosen (Hadiwijoyo, dkk, 1993).
satuan ini menempati daerah yang sempit
diantara dataran rendah dan pegunungan, Calvert dan Hall (2003) telah melakukan studi
diantaranya di sekitar Bora, Bombaru hingga detail dan pemetaan geologi wilayah Lariang
Bomba atau Kulawi. dan Karama termasuk daerah penelitian
dengan mengusulkan nama Formasi baru
Wilayah pegunungan menempati sebagian yaitu Formasi Lisu (Gambar 2) yang oleh
besar daerah pemetaan, terutama di bagian peneliti terdahulu dipetakan sebagai Formasi
timur lembar, membujur dengan arah utara- Pasangkayu dan Formasi Lariang. Formasi
selatan, dan melebar di bagian selatan. Lisu terdiri dari perselingan batulempung,
Satuan morfologi ini umumnya berlereng batupasir dan batupasir konglomeratan. Tebal
terjal, mempunyai ketinggian lebih dari 500 m formasi ini sekitar 2000 meter yang berumur
3. Struktur
Gambar 3. Kandungan fosil foraminifera kecil planktonik pada lintasan 1; Globigerina nepenthes
TODD (a), Orbulina universa D’ORBIGNY (b), Globigerinoides sacculiferus BRADY (c),
Globigerinoides immaturus LEROY (d), Globigerinoides trilobus (BRADY) (e), Globoquadrina
altispira (CUSHMAN & JARVIS) (f), Globorotalia obesa BOLLI (g), Orbulina bilobata
(D’ORBIGNY) (h), Sphaeroidinella subdehiscens BLOW (i), Hastigerina aequilateralis (BRADY) (j),
Globorotalia dutertrei (D’ORBIGNY) (k), Globorotalia acostaensis BLOW (l) dan Globigerinoides
ruber (D’ORBIGNY) (m).
stasiun A, B dan C dengan ketebalan ± 5,4 Zona III atau zona Globorotalia (G.) tumida
meter yang terdiri dari batulempung, tumida – Sphaeroidinellopsis subdehiscens
batupasir dan batugamping. paenedehiscens ini dapat dikatakan terbentuk
bersamaan dengan berakhirnya pembentukan
Zona I atau zona Globigerina nepenthes – satuan batupasir pada daerah penelitian,
Globorotalia (T.) siakensis ini dapat dikatakan yaitu pada kala Pliosen Bawah.
terbentuk bersamaan dengan awal
pembentukan satuan batupasir pada daerah 5.KESIMPULAN
penelitian, yaitu pada kala Miosen Tengah
bagian Atas sampai Pliosen Bawah. Hasil studi lapangan dan analisis
biostratigrafi pada daerah penelitian maka
2. Zona II (Globorotalia (G.) tumida dapat disimpulkan bahwa :
plesiotumida)
Berdasarkan biostratigrafi planktonik,
Penamaan zona ini diberikan dengan daerah penelitian merupakan bagian dari
memperhatikan pemunculan pertama kali dari unit batupasir Formasi Pasangkayu yang
spesies Globorotalia (G.) tumida plesiotumida berumur Miosen Tengah bagian Atas
atau pada zonasi N.17 – N.19 (Blow, 1969 sampai dengan Pliosen Bawah. Hasil
dalam Postuma, 1971). Zona ini terletak pada tersebut menunjukkan bahwa Formasi
bagian tengah dari satuan Batupasir Formasi Pasangkayu di daerah penelitian setara
Pasangkayu pada daerah penelitian. dengan bagian atas dengan Formasi Lisu.
Zonasi biostratigrafi Satuan Batupasir
Pada lintasan MS 01, zona ini berada pada Formasi Pasangkayu berdasarkan korelasi
lapisan batuan pada stasiun I dan P dengan dari lintasan MS 01 dan lintasan MS 02,
ketebalan ± 2 meter yang terdiri dari terbagi atas 3 zona yaitu:
batupasir, batulempung dan batulanau. 1. Zona I (Globigerina nepenthes –
Sedangkan pada lintasan MS 02, zona ini Globorotalia (T.) siakensis).
berada pada lapisan batuan pada stasiun E, F 2. Zona II (Globorotalia (G.) tumida
dan I dengan ketebalan ± 5,6 meter yang plesiotumida).
tersusun atas batupasir. 3. Zona III (Globorotalia (G.) tumida
tumida – Sphaeroidinellopsis
Zona II atau zona Globorotalia (G.) tumida subdehiscens paenedehiscens).
plesiotumida ini terbentuk pada kala Miosen
Atas bagian Atas sampai Pliosen Bawah.
Tabel 3. Analisis kandungan fosil foraminifera
3. Zona III (Globorotalia (G.) tumida tumida – kecil planktonik berdasarkan
Sphaeroidinellopsis subdehiscens analisis semikualitatif pada lintasan
paenedehiscens) MS 01 (Desa Ako).
6. DAFTAR PUSTAKA
Blow, W.H., 1979. The Cenozoic Globigerinida, Late Research Associate , The British Petroleum Co.
Ltd, Exploration and Production Research Division, BP Research Center, England.
Boersma, A. 1998. Foraminifera, In: Haq. B. U., Anne. B. (Eds.), Introduction to Marine
Micropaleontology, Elsevier, Amsterdam. pp. 19-77
Calvert, S.J. & Hall, R. 2003. The Cenozoic Evolution of The lariang and Karama Regions, Western
Sulawesi: New insight into the evolution of the makassar strait region . Indonesian Petroleum
Association, Proceedings 29th Annual Convention and Exibition, 501-517.
Calvert, S.J. & Hall, R., 2007. Cenozoic Evolution of The lariang and Karama Regions, North
Makassar Basin, Western Sulawesi, Indonesia . Geological Society of London (Petroleum Geoscience)
Bull.13, 353-368.
Hadiwijoyo, S., Sukarna D. dan Sutisna, K. 1993. Geologi Lembar Pasangkayu, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Direktorat Pertambangan Umum Departemen Pertambangan Dan Energi,
Bandung, Indonesia.
Hall, R. 2002. Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of SE Asia and The SW Pasific:
computer-based reconstructions, model and animations. Journal of Asian Earth Science 20, 353-431.
Katili, J.A. 1978. Past and Present Geotectonic Position of Sulawesi, Indonesia . Tectonophysics 45,
289-322.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia,
Jakarta.
Postuma, J.A.. 1971. Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam,
Netherlands.
Pringgoprawiro, H. & Kapid, R. 2000. Seri Mikrofosil Foraminifera: Pengenalan Mikrofosil dan
Aplikasi Biostratigrafi, ITB, Bandung.
Lampiran :
Lampiran 4.