Annisa Tristiana-Fkik PDF
Annisa Tristiana-Fkik PDF
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
Annisa Tristiana
NIM. 11141030000028
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Annisa Tristiana
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER
PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN X DI KABUPATEN BOGOR
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh
Annisa Tristiana
NIM. 11141030000028
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Dismenore
Primer pada Santri di Pondok Pesantren X di Kabupaten Bogor yang diajukan oleh
Annisa Tristiana (NIM 11141030000028), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 19 September 2017. Laporan penelitian ini
telah diperbaiki sesuai dengan masukan dan saran penguji, serta telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 19 September 2017
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Penguji 1 Penguji 2
dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD
NIP. 19780507 200501 1 005 NIP. 19780402 200901 2 003
Pimpinan Fakultas
Dekan FKIK UIN Jakarta Kaprodi PSKPD UIN Jakarta
Prof. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, FACS, PhD
NIP. 19650808 198803 1 002 NIP. 19721103 200604 1 001
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga laporan penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. Sholawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman
kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa
bantuan dan dukungan dari pihak terkait. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, Atun Chotimatun, Agus Gartiwan, Ary Sabaryanto (alm),
Hilda Heciriana, Drs. Amiruddin, dan Ii Aisyah yang selalu memberikan motivasi
untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
2. Kementerian Agama Republik Indonesia selaku penyedia program beasiswa
santri berprestasi (PBSB).
3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. dr. Bisatyo Mardjikoen, SpOT dan dr. Marita Fadhilah, PhD selaku Pembimbing
yang telah memberikan arahan dan saran dalam penelitian ini.
6. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku
Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam laporan penelitian ini.
7. Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD selaku Penanggung Jawab Riset Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014 yang telah memberikan
dukungan untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
8. dr. Ana Raudhah selaku dosen Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
yang telah membantu dalam pengambilan data untuk keperluan penelitian ini.
9. Bapak Agus Fatkhullah selaku Pembina CSSMoRA yang telah memberikan
dukungan kepada seluruh santri PBSB.
v
10. Kakak tercinta, Yudistira Paramayudha, S.Kom I dan Muhammad Rifqi Adiasya,
S.Psi yang telah memberi motivasi untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
11. Seluruh keluarga besar H. E. Moh Iyus Kosasi dan Tati Sungkono yang telah
memberi dukungan untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
12. Moch Rizki Ramadhan yang selalu membantu dan memberikan dukungan penuh
untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
13. Tasya Yutsna Istiqomah, S.E yang selalu memberikan dukungan penuh dalam
penyelesaian laporan penelitian ini.
14. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
15. St. Rafida Ali, Syahriani Syukri, Sri Nur Shadrina, dan Ayu Rizki Saputri selaku
teman seperjuangan dalam penelitian ini yang telah berjuang bersama dan
memberi dukungan untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
16. Teman-teman CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014 yang selalu memberikan semangat
untuk segera menyelesaikan laporan penelitian ini.
17. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk laporan
penelitian ini agar ke depannya dapat jauh lebih baik. Besar harapan penulis bahwa
laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga penelitian
yang telah dilakukan ini menghasilkan ilmu yang diberkahi dan diridhoi oleh Allah SWT.
Aamiin.
Penulis
vi
ABSTRAK
Annisa Tristiana. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Dismenore Primer pada Santri di Pondok
Pesantren X di Kabupaten Bogor. 2017.
Latar Belakang: Dismenore merupakan nyeri yang dirasakan saat haid, terutama pada
usia remaja. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi dismenore primer adalah aktivitas
fisik. Santri dipilih sebagai subyek penelitian dikarenakan belum ada penelitian serupa
yang berfokus pada santri. Tujuan: Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
dismenore primer pada santri. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik
observasional cross sectional. Setelah mengisi lembar persetujuan, seluruh sampel
mengisi kuesioner aktivitas fisik (IPAQ) dan kuesioner dismenore (N = 86). Hasil:
Riwayat dismenore primer pada santri sebesar 88,4%. Santri yang melakukan aktivitas
fisik ringan dan mengalami dismenore primer sebesar 58,1%. Santri yang melakukan
aktivitas fisik sedang dan mengalami dismenore primer sebesar 23,3%. Santri yang
melakukan aktivitas fisik berat dan mengalami dismenore primer sebesar 7%. Tidak
terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada santri (p
= 0,372). Simpulan: Aktivitas fisik tidak berhubungan dengan kejadian dismenore
primer pada santri di Pondok Pesantren X di Kabupaten Bogor.
Kata kunci: aktivitas fisik, dismenore primer, santri
ABSTRACT
Annisa Tristiana. Medical Doctor and Physician Profession Study Program.
Relation of Physical Activity with Primary Dysmenorrhea Prevalence at Santri in X
Boarding School in Bogor District. 2017.
Background: Dysmenorrhea is a pain that is felt during menstruation, especially in
adolescence. One of aspects that can affect primary dysmenorrhea is physical activity.
Santri was chosen as the subject of research because there has been no similar research
focused on santri. Objective: To determine the relation between physical activity with
the prevalence of primary dysmenorrhea in santri. Method: This study used cross
sectional observational analytic design. All respondents filled in the physical activity
questionnaire (IPAQ) and dysmenorrhea questionnaire (N = 86). Result: The history of
primary dysmenorrhea in santri was 88.4%. A total of 58.1% students who performed
light physical activity experienced primary dysmenorrhea. While 23.3% students who
performed moderate physical activity experienced primary dysmenorrhea. Seven percents
students who performed heavy physical activity experienced primary dysmenorrhea.
There was no relation between physical activity and primary dysmenorrhea prevalence in
santri (p = 0.372). Conclusion: Physical activity is not related to the prevalence of
primary dysmenorrhea among santri in X Boarding School in Bogor District.
Keywords: physical activity, primary dysmenorrhea, santri
vii
DAFTAR ISI
viii
3.3.1. Populasi Target ............................................................................................... 32
3.3.2. Populasi Terjangkau ....................................................................................... 32
3.3.3. Sampel ............................................................................................................32
3.4. Besar Sampel ........................................................................................................32
3.5. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................................33
3.6. Kriteria Pemilihan Sampel ....................................................................................33
3.6.1. Kriteria Inklusi ............................................................................................... 33
3.6.2. Kriteria Eksklusi ............................................................................................ 34
3.7. Alur Penelitian ......................................................................................................34
3.8. Cara Kerja Penelitian ............................................................................................ 35
3.9. Manajemen Data ...................................................................................................36
3.9.1. Pengolahan Data ............................................................................................ 36
3.9.2. Analisis Data ..................................................................................................36
3.10. Etika Penelitian ...................................................................................................37
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi Organ Genitalia Interna Wanita Tampak Posterior ......................4
Gambar 2.2. Anatomi Organ Genitalia Interna Wanita Potongan Midsagital ..................6
Gambar 2.3. Siklus Ovarium ............................................................................................ 9
Gambar 2.4. Regulasi Hormon pada Siklus Ovarium dan Uterus ..................................10
Gambar 2.5. Penyebab Nyeri pada Dismenore ............................................................... 15
Gambar 2.6. Manajemen Tatalaksana Dismenore Primer ..............................................18
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan meningkatkan sekresi endorfin. Hal ini dapat menjadi analgesik non
spesifik pada perempuan dengan dismenore primer.9
Dismenore primer menyerang siapa saja remaja perempuan, termasuk
santri. Santri merupakan orang yang sedang menuntut pengetahuan agama di
sebuah pondok pesantren.10 Menurut data pendidikan Islam tahun 2011 – 2012,
jumlah santri adalah 3.759.198 orang yang tersebar di 27.230 pondok pesantren di
seluruh Indonesia, terdiri dari 1.886.748 santri laki-laki dan 1.872.450 santri
perempuan.11 Dari data tersebut diketahui bahwa 49,81% santri di Indonesia
merupakan santri perempuan yang mungkin saja memiliki kecenderungan
mengalami dismenore primer dan berisiko terganggu aktivitasnya. Hal ini
dikhawatirkan akan berpengaruh pada kualitas santri ke depannya.
Sudah banyak penelitian sebelumnya yang membahas tentang hubungan
aktivitas fisik dengan dismenore primer, baik di Indonesia maupun luar negeri.
Penelitian tersebut berfokus pada remaja SMA/ SMK dan mahasiswi. Belum ada
penelitian yang berfokus pada santri, sehingga sampai saat ini belum ada upaya
preventif nyata yang dilakukan untuk mencegah dismenore primer pada santri.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara aktivitas
fisik dengan kejadian dismenore primer pada santri di pesantren sehingga hasil
penelitian ini nantinya dapat dijadikan pengetahuan untuk mencegah kejadian
dismenore primer pada santri.
2
1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer
pada santri di Pondok Pesantren X di Kabupaten Bogor.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Sistem reproduksi wanita terdiri dari genitalia interna dan genitalia eksterna.
Organ genitalia interna mencakup ovarium dan sistem duktus yang mayoritas
terdapat di daerah rongga pelvis.12
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ tempat terjadinya pembentukan ovum.13
Ovarium berbentuk seperti almond dan terletak dekat dengan dinding lateral pelvis,
tepat di inferior dari apertura pelvis superior.13 Setiap ovarium ditopang oleh
beberapa ligamen, antara lain ligamentum suspentorium, ligamentum ovarii, dan
mesovarium. Ovarium diperdarahi oleh arteri ovarii yang merupakan cabang dari
arteri uterina.12
b. Uterus 13
Uterus merupakan organ yang memiliki dinding berupa otot yang tebal.
Uterus terdiri dari corpus uteri dan cervix uteri. Corpus uteri merupakan bagian
4
uterus yang menjadi tempat implantasi blastocystis. Pada bagian inferior uterus
akan bergabung dengan vagina.
c. Tuba Uterina 13
Tuba uterina berbentuk memanjang dari setiap sisi superior corpus uteri
menuju dinding lateral pelvis. Tuba uterina dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
infundibulum tubae uterinae, ampulla tubae uterinae, dan isthmus tubae uterinae.
Infundibulum merupakan ujung tuba yang berbentuk terompet yang meluas.
Tepi infundibulum dikelilingi oleh tonjolan seperti jari kecil yang disebut fimbriae
tubae yang berfungsi untuk menangkap ovum yang dilepaskan oleh ovarium.
Ampulla merupakan bagian tuba uterina yang meluas yang biasanya menjadi
tempat fertilisasi, sedangkan isthmus adalah bagian tuba yang menyempit yang
akan bergabung dengan corpus uteri.
d. Cervix Uteri 13
Cervix uteri berbentuk seperti silinder yang lebar dan pendek dengan
saluran sempit di bagian tengahnya. Organ ini membentuk bagian inferior uterus.
Cervix uteri membentuk sudut ke depan (anteversi) pada vagina.
Cervix uteri memiliki sebuah saluran yang disebut canalis cervicis uteri
yang berbentuk tabung terbuka. Canalis cervicis uteri ke bawah disebut ostium uteri
externum yang akan menuju rongga vagina, sedangan canalis cervicis uteri ke atas
disebut ostium uteri internum yang akan menuju cavitas uteri.
e. Vagina 13
Vagina merupakan organ kopulasi pada wanita yang berbentuk seperti
tabung. Tabung yang terdiri atas fibromusculorum ini memanjang dari perineum
dan masuk ke dalam cavitas pelvis. Ujung bagian dalam vagina membesar dan
membentuk daerah yang disebut kubah vagina, yang menjadi tempat penyimpanan
semen selama berhubungan seksual.
Bagian anterior vagina berhubungan dengan vesica urinaria dan uretra,
sedangkan bagian posteriornya berkaitan dengan rektum. Pada bagian inferior,
vagina membuka ke dalam vestibulum vaginae.
5
Fornix vaginae adalah recessus yang terbentuk di antara tepi cervix uteri
dan dinding vagina. Fornix vaginae dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisinya,
yaitu sebuah fornix vaginae pars posterior, sebuah fornix vaginae pars anterior, dan
dua buah fornix vaginae pars lateralis.
6
sampai menopause. Oosit akan membesar akibat penimbunan bahan sitoplasma
yang akan dibutuhkan oleh mudigah.
Oosit primer yang tadi mengalami meiotic arrest akan menyelesaikan
pembelahan pertamanya tepat sebelum ovulasi. Pembelahan ini akan menghasilkan
dua sel anak dengan set haploid 23 kromosom ganda, namun hampir semua
sitoplasma tetap berada di salah satu sel anak (oosit sekunder) dan akan berkembang
menjadi ovum. Sel anak yang mengandung kromosom dan sedikit sitoplasma akan
membentuk badan polar pertama. Badan polar yang kekurangan sitoplasma akan
segera mengalami degenerasi karena kekurangan nutrisi.
Pembelahan meiosis kedua pada oosit primer terjadi jika ada sperma yang
masuk. Saat pembelahan meiosis kedua, separuh set kromosom bersama dengan
sedikit sitoplasma akan dikeluarkan dan membentuk badan polar kedua. Separuh
set lainnya (23 kromosom tak berpasangan) bersama sitoplasma yang tersisa akan
membentuk ovum matang. Dua puluh tiga kromosom ibu akan menyatu dengan 23
kromosom ayah dari sperma yang masuk untuk menyelesaikan fertilisasi.
b. Siklus Ovarium
Siklus ovarium aktif setelah pubertas. Siklus ini terdiri dari dua fase yang
terjadi secara bergantian, yaitu fase folikular dan fase luteal.14
1. Fase Folikular
Fase folikular ditandai oleh pembentukan folikel matang. Pembentukan
folikel matang yang berasal dari folikel primer dipengaruhi oleh lingkungan
hormonal untuk membantu proses pematangannya.14
Satu lapisan sel granulosa pada folikel primer akan berproliferasi untuk
membentuk beberapa lapisan yang akan mengelilingi oosit. Sel granulosa ini akan
mengeluarkan kulit kental yang menyerupai gel yang akan membentuk sekat,
disebut sebagai zona pelusida.14
Ketika oosit sedang membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel jaringan
ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa yang berproliferasi dan
berdiferensiasi akan membentuk suatu lapisan luar sel teka. Sel teka dan sel
7
granulosa bersama-sama membentuk sel folikel yang berfungsi untuk
mengeluarkan estrogen.14
Lingkungan hormonal mendorong pembesaran dan pengembangan
kemampuan sekresi sel folikel dan akan mengubah folikel primer menjadi folikel
sekunder (folikel antrum) yang akan memproduksi estrogen.14 Kemampuan folikel
dalam mensekresi estrogen berbeda-beda sehingga nantinya akan terbentuk folikel
dominan dan folikel atretik. Folikel dominan inilah yang akan berkembang menjadi
folikel de Graaf (folikel matang).15
Pada sekitar hari ke-14, folikel yang membesar tersebut akan pecah
sehingga terjadi ovulasi, yaitu proses terlepasnya ovum dari ovarium. Ovum ini
kemudian akan diambil oleh fimbrae dari tuba uterine kemudian disalurkan ke
uterus dan akan keluar melalui vagina bila tidak terjadi fertilisasi.15
2. Fase Luteal 14
Fase luteal ditandai oleh adanya korpus luteum. Folikel yang pecah yang
tertinggal di ovarium segera mengalami tansformasi struktur untuk membentuk
korpus luteum. Sel folikel yang berubah menjadi sel luteal ini membesar dan
berubah menjadi jaringan yang aktif memproduksi hormon steroid. Jaringan ini
tampak kekuningan karena banyaknya simpanan kolesterol, molekul prekursor
steroid, dan butir-butir lemak, sehingga disebut korpus luteum.
Korpus luteum mengalami vaskularisasi hebat untuk mengeluarkan banyak
progesteron dan sedikit estrogen ke dalam darah. Korpus luteum berfungsi secara
maksimal dalam 4 hari setelah ovulasi, namun terus membesar selama 4 – 5 hari
berikutnya.
Korpus luteum akan mengalami degenerasi dalam waktu sekitar 14 hari
setelah pembentukannya jika ovum yang telah dibebaskan tidak dibuahi. Sel luteal
yang berdegenerasi akan difagositosis, vaskularisasi berkurang, dan jaringan ikat
akan masuk untuk membentuk jaringan fibrosa yang dikenal dengan sebutan korpus
albikans.
Jika terjadi fertilisasi dan implantasi, korpus luteum akan menetap dan terus
tumbuh untuk meningkatkan produksi progesteron dan estrogen. Korpus luteum
kehamilan ini akan menetap sampai kehamilan berakhir.
8
Gambar 2.3 Siklus Ovarium
Sumber: Sherwood, 2011
9
Gambar 2.4 Regulasi Hormon pada Siklus Ovarium dan Uterus
Sumber: Sherwood, 2011
Jika produksi estrogen di folikel telah mencapai puncaknya, maka hal ini
dapat memicu lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini akan
menyebabkan terjadinya ovulasi pada folikel yang matang. Sekresi estrogen akan
menurun saat folikel mengalami kematian setelah ovulasi.
Sel folikel yang telah mengalami ovulasi akan berubah menjadi korpus
luteum yang menghasilkan progesteron serta estrogen. Progesteron akan
menghambat kuat FSH dan LH. Korpus luteum akan berdegenerasi dalam waktu
sekitar 2 minggu jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan terimplantasi di
10
uterus. Saat korpus luteum berdegenerasi, kadar progesteron dan estrogen turun
tajam sehingga pengaruh hambatan pada FSH dan LH akan hilang. Sekresi FSH
dan LH akan kembali meningkat sehingga muncul perkembangan folikel yang baru.
d. Siklus Uterus 15
2.1.3. Dismenore
a. Definisi Dismenore
Dismenore merupakan nyeri yang dirasakan saat haid, menyerupai kram di
abdomen bagian bawah. Dismenore berarti nyeri hebat saat haid yang menyebabkan
pasien datang untuk berobat atau sengaja mengkonsumsi obat analgesik.5
Dismenore merupakan salah satu penyebab nyeri pelvis akut yang bersifat siklik.
11
Ini berarti seseorang yang mengalami dismenore akan mengalami nyeri pelvis akut
yang bergantung pada siklus menstruasinya.16
Dismenore merupakan kram hebat di bagian abdomen bawah sesaat
sebelum atau selama menstruasi. Dismenore cenderung terjadi pada wanita yang
memiliki keluarga dengan dismenore. Kejadian dismenore sedikit ditemukan pada
wanita yang sudah memiliki anak atau mengkonsumsi pil KB. Di sisi lain,
dismenore juga lebih sering terjadi pada wanita yang melakukan olahraga yang
berat.17
Dismenore menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.18 Dismenore
biasanya dimulai saat 6 – 12 bulan setelah menarche. Nyeri saat haid ini biasanya
mulai dialami saat umur 15 – 17 tahun, mencapai puncaknya pada umur 20 – 24
tahun, dan akan mulai berkurang setelahnya. Perempuan dengan dismenore akan
mengalami kontraksi dari ligamen di abdomen.18
b. Klasifikasi Dismenore
1. Dismenore primer (spasmodik)
Dismenore primer adalah nyeri haid yang timbul akibat kontraksi berlebih
dari miometrium tanpa adanya kelainan pada panggul.5, 18 Dismenore primer terjadi
hanya pada siklus ovulatori. Insiden dismenore primer yang menyebabkan
terganggunya aktivitas sehari-hari sebesar 15 – 20%.18 Peningkatan kadar
prostaglandin dari fase proliferasi ke fase sekresi akan menstimulasi kontraksi
uterus, biasanya terjadi pada 48 jam pertama. Prostaglandin yang menyebabkan
kontraksi miometrium akan menyebabkan terjadinya iskemia sehingga pasien akan
merasa nyeri. Prostaglandin yang masuk ke sistemik dapat menyebabkan mual,
muntah, bahkan diare serta nyeri kepala.19 Dismenore primer biasanya terjadi pada
remaja perempuan dan muncul dalam dua tahun menarche.17, 18
2. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai dengan adanya kelainan
pada panggul, seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis uteri, dan
lain-lain.5 Biasanya pasien berusia sekitar 30 tahun, sudah pernah melahirkan
(parous), dan tidak berhubungan dengan stasus sosial.17, 18
12
c. Etiologi Dismenore
Pada dismenore primer, mekanisme inisiasi nyeri sulit ditetapkan, namun
beberapa yang sering berhubungan adalah usia remaja, terbatas pada siklus ovulasi,
kontraksi uterus yang tidak ritmis, dan hipoksia uterus. 18
Sedangkan etiologi nyeri pada pasien dengan dismenore sekunder adalah
ketegangan pada jaringan pelvis akibat kongesti pelvis pre-menstruasi atau adanya
peningkatan vaskularisasi pada pelvis. Penyebab umum dismenore sekunder adalah
stenosis serviks, infeksi kronis pada pelvis, endometriosis pelvis, adhesi pelvis,
adenomiosis, fibroid uteri, polip endometrium, penggunaan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR), dan kongesti pelvis serta obstruksi akibat malformasi duktus
Mulleri.18
2. Usia menarche
Menarche pada usia lebih awal dapat menjadi faktor risiko dismenore
primer karena belum siapnya organ reproduksi untuk mengalami perubahan dan
masih terjadi penyempitan serviks uteri.
3. Lama menstruasi
Semakin lama menstruasi, maka akan semakin sering uterus berkontraksi.
Hal ini dapat menyebabkan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan
sehingga akan timbul rasa nyeri. Di sisi lain, kontraksi uterus yang terus-menerus
akan menyebabkan pasokan darah ke uterus terhenti sementara sehingga
menyebabkan iskemia dan menimbulkan nyeri.
4. Status gizi
13
Perempuan dengan status gizi overweight/ obesitas dapat berisiko
mengalami dismenore primer. Hal ini terjadi karena banyaknya jaringan lemak di
dalam tubuh sehingga dapat mendesak pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
dalam organ reproduksi. Proses ini mengakibatkan aliran darah saat menstruasi
terganggu.
5. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga memiliki pengaruh dalam kejadian dismenore primer.
Dua dari tiga perempuan yang mengalami dismenore primer memiliki riwayat
keluarga dengan dismenore primer.
6. Kebiasaan olahraga
Jarang atau tidak pernah berolahraga akan meningkatkan risiko terjadinya
dismenore primer. Hal ini karena menurunnya sirkulasi darah dan oksigen sehingga
aliran darah dan oksigen yang menuju uterus tidak lancar dan menyebabkan rasa
nyeri. Kurang berolahraga juga akan menurunkan produksi endorfin otak sehingga
stress akan meningkat. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadi dismenore primer
secara tidak langsung.
e. Patofisiologi Dismenore
Terdapat beberapa faktor dan jalur untuk menyebabkan terjadinya
dismenore primer, yaitu:
1. Faktor psikosomatis
Pada usia remaja, peranan faktor psikosomatis sangat berkaitan erat, seperti
ketegangan dan kecemasan. Hal ini akan menurunkan ambang nyeri sehingga
menyebabkan mudahnya para remaja mengalami nyeri saat menstruasi pada
perangsangan yang minimal.19
14
ditemukan adanya perubahan pada lapisan subendometrium (junctional zone) yang
menyebabkan timbulnya gerakan hiperperistaltik. Dapat juga terjadi junctional
zone hyperplasia, yaitu penebalan dan hiperplasia otot polos disertai penurunan
vaskularisasi. Mekanisme penting pada dismenore primer yang harus diingat adalah
disperistaltis dan hiperaktivitas junctional zone uterus.19
4. Peran prostaglandin
Siklus ovulasi yang terjadi di bawah pengaruh progesteron akan
menyebabkan sintesis prostaglandin (PGF2α, PGE2). PGF2α merupakan
vasokonstriktor kuat yang menyebabkan iskemia pada miometrium.
Prostanoid juga dapat merangsang serabut saraf nyeri pada uterus secara
langsung.21
15
5. Endotelin
Endotelin menyebabkan kontraksi otot polos miometrium, khususnya di
junctional zone. Endotelin dapat menginduksi PGF2α. Iskemia miometrium yang
lokal diakibatkan karena adanya endotelin dan diperburuk oleh adanya PGF2α yang
menyebabkan disperistaltis dan hiperaktivitas uterus.19
16
g. Derajat Dismenore 22
Dismenore dibagi menjadi 3 derajat, yaitu:
1. Dismenore ringan
Dismenore berlangsung hanya beberapa saat. Penderita dapat melanjutkan
kegiatan seperti biasanya.
2. Dismenore sedang
Penderita dismenore sedang dapat menjalani kegiatan seperti biasanya
dengan terlebih dahulu mengkonsumsi analgesik.
3. Dismenore berat
Penderita dismenore berat biasanya mengalami gejala sistemik yang cukup
hebat dan memerlukan istirahat untuk beberapa hari.
h. Diagnosis Dismenore
Diagnosis dismenore primer ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan yang normal pada pelvis serta rektovaginal.16, 21 Dismenore primer
biasanya terjadi pada usia remaja. Nyeri biasanya terjadi sebelum menstruasi dan
meningkat saat hari pertama sampai kedua menstruasi.16
Dismenore sekunder dicurigai bila terdapat patologi panggul, kelainan
bawaan, dan tidak adanya respon terhadap pengobatan amenorea primer.10 Dapat
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), infus salin sonografi, laparoskopi,
laparotomi, dan histeroskopi. 16, 19
17
Gambar 2.6 Manajemen Tatalaksana Dismenore Primer
Sumber: Konar, 2013
18
• Kontrasepsi oral (kombinasi estrogen dan progesteron)
Pil kontrasepsi bekerja mengurangi jumlah darah haid dan sintesis
prostaglandin serta kram uterus dengan cara mencegah terjadinya ovulasi
dan pertumbuhan jaringan endometrium. Penggunaannya juga akan
menyebabkan teraturnya siklus menstruasi.16
Indikasi pemberian kontrasepsi oral adalah pasien menginginkan
tindakan preventif dengan kontrasepsi, pasien dengan periode berat, dan
pasien yang tidak responsif atau memiliki kontraindikasi dengan
penggunaan inhibitor sintesis prostaglandin. Pil tersebut harus digunakan
untuk 3 – 6 siklus.19
Didrogesteron tidak menghambat ovulasi, namun mungkin
mengganggu steroidogenesis ovarium. Obat ini harus digunakan pada hari
kelima siklus.19
• Obat lain
Antagonis kalsium, misalnya nifedipin dapat digunakan untuk
mencegah kontraksi uterus. Selain itu, antagonis reseptor V1 dan reseptor
oksitosin juga memiliki efek terapeutik bagi pasien dismenore karena
produk lipooksigenase, vasopressin, dan oksitosin juga memegang
peranan dalam terjadinya dismenore. Pengurangan nitric oxide (NO) juga
dapat membantu relaksasi otot polos uterus.21
Jika tata laksana tersebut gagal, mungkin perlu dilakukan laparoskopi untuk
memastikan apakah ada patologi dari pelvis (misalnya endometriosis).19
3. Tindakan operatif
Laparoscopic uterine nerve ablation (LUNA) belum ditemukan manfaatnya
bagi dismenore primer. Laparoscopic presacral neurectomy dilakukan untuk
mengurangi jalur sensorik melalui T11 – T12 dari uterus. Hal ini tidak membantu
pada kasus nyeri adneksa (T9 – T10).19
Dapat juga dilakukan dilatasi saluran serviks untuk menghilangkan rasa
sakit dengan menghilangkan ujung saraf sensorik, namun hal ini tidak umum
dikerjakan.19
19
Pada kasus dismenore sekunder, perlu adanya tata laksana kausatif. Jenis
pengobatan bergantung pada tingkat keparahan, usia, dan paritas.19
4. Menstrual Symptometric
Kuesioner digunakan untuk menentukan jumlah darah yang keluar,
dismenore, dan sindrom premenstruasi. Ada beberapa perangkat yang digunakan,
antara lain kalender, ikon darah yang keluar dengan menggunakan piktogram, skala
analog visual, kuesioner kesehatan umum, dan formulir pendek – 36. 26
20
Aktivitas fisik diartikan sebagai setiap gerakan tubuh yang disebabkan
karena adanya kontraksi otot sehingga terjadi pemakaian energi dalam tubuh.29
Sedangkan menurut Baecke, aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan sehari-
hari mencakup olahraga, kegiatan di waktu bekerja, dan kegiatan di waktu luang.30
• Berjalan pada langkah cepat 4,8 – • Berjalan cepat dan jalan aerobik
7,2 km/jam pada permukaan rata di ≥7,4 km/jam
dalam atau di luar rumah, di kelas, • Bersepeda >15 km/jam, tanah
ke tempat kerja atau ke toko mendaki
• Berjalan santai • Sepeda stationer dengan tenaga
• Berjalan saat istirahat kerja/ berat
sekolah
• Bersepeda 8 – 15 km/jam, tanah
datar atau dengan beberapa bukit
21
Lanjutan Tabel 2.1
• Sepeda stationer dengan tenaga
sedang
• Senam aerobik (low impact) • Senam aerobik (high impact)
• Aerobik air • Step aerobic
• Latihan kalistenik ringan • Jogging air
• Yoga • Mengajar kelas aerobic
• Senam
• Latihan beban (latihan sedang • Latihan kalistenik, push up, dan sits
• Disco energentik)
• Folk dance
• Menyelam • Jogging
22
Lanjutan Tabel 2.1
• Bermain billiard atau bowling • Roller atau inline skating
• Bermain bulu tangkis dan bola
voli (kompetitif)
• Bermain tangkapan (softball • Bermain bola voli pantai,
tangkapan lambat) handball, atau squash
• Bermain skate board atau roller • Bermain bola basket
skate • Bermain bulu tangkis dan bola voli
(kompetitif)
• Aktif bermain dengan anak: jalan- • Aktif bermain dengan anak: jalan-
jalan, berlarian jalan, berlarian
• Mendaki bukit ketika bermain • Mendaki bukit ketika bermain
dengan anak dengan anak
• Menggendong anak
23
c. Efek Aktivitas Fisik pada Sistem Reproduksi Wanita
Aktivitas fisik dapat meningkatkan ataupun menurunkan risiko terjadinya
gangguan menstruasi, bergantung pada intensitasnya. Semakin tinggi frekuensi dan
intensitas aktivitas fisik, maka risiko terjadinya gangguan menstruasi akan
meningkat. Aktivitas fisik yang dilakukan dengan intenstias sedang dapat
menurunkan risiko terjadinya gangguan menstruasi.33
Atlet perempuan yang belum menstruasi akan mengalami keterlambatan
menarche. Perempuan yang berolahraga dengan intensitas tinggi juga berisiko
mengalami amenorea, kemungkinannya karena peningkatan hormon androgen,
penurunan fungsi ovarium, kehilangan lemak tubuh, atau konsumsi obat penunda
menstruasi.34 Amenorea pada atlet juga dapat disebabkan oleh menurunnya kadar
FSH dan LH pada latihan yang keras atau berat.35
Olahraga dapat menjadi salah satu intervensi untuk mengurangi risiko
kejadian dismenore. Olahraga dapat bermanfaat dalam rangka meningkatkan aliran
darah ke bagian pelvis dan juga akan menstimulasi endorfin yang berperan sebagai
analgesik non spesifik.36 Olahraga dapat mengurangi stress, lelah, dan mood depresi
yang biasanya dapat terjadi pada dismenore primer.
24
berat di empat situasi, yaitu pekerjaan, transportasi, halaman/ kebun dan rumah
tangga, serta waktu luang.38
IPAQ dalam bahasa Inggris memiliki hasil uji reliabilitas yang baik dengan
korelasi 0.81 (95% CI = 0.79 – 0.82), sedangkan hasil uji validitas menunjukkan
angka 0.33 (95% CI = 0.26 – 0.39). IPAQ dalam bahasa Indonesia bersifat
reliabel.38
39
Berdasarkan sistem skor IPAQ , aktivitas fisik akan dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
• Aktivitas fisik ringan
Tidak ada aktivitas yang dilaporkan ATAU
Beberapa aktivitas dilaporkan namun tidak memenuhi kategori 2 atau
3.
• Aktivitas fisik sedang
Melakukan aktivitas fisik berat selama 3 hari atau lebih, minimal 20
menit/ hari ATAU
Melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih dan/ atau
berjalan, minimal 30 menit/ hari ATAU
Melakukan kombinasi dari berjalan, aktivitas fisik sedang, dan
aktivitas fisik berat selama 5 hari atau lebih, minimal 600 MET-
menit/ minggu.
• Aktivitas fisik berat
Melakukan aktivitas fisik berat minimal 3 hari dengan total 1500
MET-menit/ minggu ATAU
Melakukan kombinasi dari berjalan, aktivitas fisik sedang, dan
aktivitas fisik berat selama 7 hari atau lebih, minimal 3000 MET-
menit/ minggu.
25
situasi, yaitu aktivitas di tempat kerja, perjalanan ke dan dari suatu tempat, serta
aktivitas rekreasi.40
2.1.5. Santri
a. Definisi Santri
Terdapat dua pendapat mengenai asal kata santri. Pendapat pertama
mengatakan bahwa santri berasal dari bahasa Sansekerta, artinya melek huruf. Hal
ini disebabkan pengetahuan mereka tentang ilmu agama yang baik, Pendapat kedua
mengatakan bahwa santri berasal dari bahasa Jawa, tepatnya dari kata cantik. Ini
berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke mana pun guru tersebut
menetap.43 Santri merupakan sekelompok peserta murid sebuah pendidikan
pesantren dan akar budaya sekelompok pemeluk Islam taat. Santri adalah
komunitas muslim yang tinggal bersama, belajar bersama, dan menjalani kehidupan
bersama.44
Santri identik dengan peserta didik, murid, siswa, atau pelajar yang sedang
menuntut ilmu pada suatu lembaga pendidikan. Jumlah santri dapat mempengaruhi
besar kecilnya suatu pesantren.9
26
b. Klasifikasi Santri
Zamakhsyari Dhofier membagi santri menjadi dua bagian:
1. Santri mukim
Santri mukim adalah santri yang menetap dalam kompleks pesantren.
Biasanya santri yang bermukim ingin mempelajari ilmu agama Islam dan kitab-
kitab klasik secara langsung di bawah bimbingan kiai secara langsung, ingin
memperoleh pengalaman pendidikan pesantren, dan ingin memusatkan studinya di
pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari-hari di rumah.9
2. Santri kalong
Santri kalong adalah santri yang biasanya tidak menetap dalam pesantren
untuk mengikuti pelajaran di pesantren, mereka pulang pergi dari rumah sendiri.9
2.1.6. Pesantren
a. Definisi Pesantren
Secara etimologi, pesantren berasal dari kata santri dengan tambahan
imbuhan “pe-an”, berarti tempat tinggal santri. Ada juga yang berpendapat bahwa
pesantren merupakan gabungan dari kata sant (manusia baik) dan ira (suka
menolong), sehingga pesantren berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Profesor John berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa Tamil, artinya guru
mengaji. CC Berg juga berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa India,
shastni yang berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau
seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.9
Secara terminologi, pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang
memiliki ciri khas tersendiri dalam menyelenggarakan sistem pendidikan dan
pengajaran agama. Steenbrink menjelaskan bahwa pendidikan pesantren berasal
dari India jika dilihat dari segi bentuk dan sistemnya.9
Prinsip pendidikan yang diterapkan di pesantren antara lain berupa
kebijakan, bebas terpimpin, mandiri, kebersamaan, hubungan guru, ilmu
pengetahuan diperoleh di samping ketajaman akal juga sangat tergantung kepada
kesucian hati dan berkah kiai, kemampuan mengatur diri sendiri, sederhana, metode
pengajaran yang luas, dan ibadah.9
27
Pesantren memiliki lima elemen pokok, yaitu pondok/ asrama, masjid,
pengajaran kitab-kitab klasik, santri, dan kiai. Terdapat 27.230 pondok pesantren
yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Banten merupakan wilayah dengan populasi pesantren terbesar,
yaitu sebesar 78,6% dari jumlah pondok pesantren di Indonesia.10
Berdasarkan tipologi, pesantren dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Pesantren
Salafiyah, Pesantren Khalafiyah/ Ashriyah, dan Pesantren Kombinasi. Pesantren
salafiyah adalah pesantren yang mempetahankan kitab-kitab klasik sebagai inti
pendidikan, sedangkan pesantren khalafiyah adalah pesantren yang mencantumkan
pelajaran umum dalam kurikulumnya.10
b. Tujuan Pesantren 9
1. Tujuan khusus, yaitu untuk mempersiapkan para santri menjadi orang alim
dalam ilmu agama serta mengamalkannya dalam masyarakat.
2. Tujuan umum, yaitu untuk membimbing murid agar menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang dengan agamanya dapat menjadi mubaligh Islam
dalam masyarakat sekitar.
28
7. Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan merupakan salah satu segi
pendidikan yang diperoleh para santri di pesantren.
8. Pemberian ijazah.
29
2.3. Kerangka Konsep
1. Usia menarche
2. Status gizi
3. Stress
Keterangan:
30
Lanjutan Tabel 2.2
3. Aktivitas fisik
berat (>3000
MET-menit/
minggu)
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.3. Sampel
Sampel adalah populasi terjangkau yang telah terpilih dengan total
sampling.
2
(𝑍𝛼 √2 𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1 𝑄1 + 𝑃2 𝑄2 )
𝑛1 = 𝑛2 = [ ]
(𝑃1 − 𝑃2 )
2
(1,282 √2 𝑥 0,8025 𝑥 0,1975 + 0,842 √(0,9 𝑥 0,1) + (0,705 𝑥 0,295))
= [ ]
(0,9 − 0.705)
𝑛1 = 𝑛2 = 36,705 = 37
𝑛 = 74
32
Keterangan:
Zα : derivat baku alfa (1,282)
Zβ : derivat baku beta (0,842)
P2 : proporsi kelompok yang sudah diketahui nilainya (0,705) 20
Q2 : 1 – P2 = 1 – 0,705 = 0,295
P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti (0,9)
Q1 : 1 – P1 = 1 – 0,9 = 0,1
P1 – P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (0,195)
𝑃1 + 𝑃2 0,9+0,705
P : = = 0,8025
2 2
Q : 1 – P = 1 – 0,8025 = 0,1975
33
3.6.2. Kriteria Eksklusi
1. Memiliki riwayat gangguan kandungan
2. Menderita penyakit kronik
3. Memiliki riwayat menjalani pengobatan rutin
4. Memiliki riwayat cedera abdomen
5. Pernah mengalami operasi pada bagian abdomen
6. Memiliki riwayat nyeri perut bawah di luar siklus menstruasi
7. Memiliki riwayat perdarahan di luar siklus menstruasi
8. Adanya hendaya dalam melakukan aktivitas fisik
9. Tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
a. Pengembangan
1
Persiapan penelitian kuesioner
b. Perizinan
2
Identifikasi subyek
penelitian
a. Penjelasan
3 penelitian
Informed consent b. Pengisian lembar
persetujuan
Tidak bersedia Bersedia
4
Pengisian identitas dan
kuesioner
5
Sortir data
6
Analisis data
34
3.8. Cara Kerja Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Pengembangan kuesioner
• Kuesioner aktivitas fisik yang digunakan adalah IPAQ versi bahasa
Indonesia yang telah digunakan pada penelitian Janatin (2013).38
• Kuesioner dismenore diadaptasi dari beberapa kuesioner yang telah
digunakan sebelumnya, yaitu women’s health questionnaire dari
22
Hunter (2003) , numeric pain rating scale dari McCaffery, et al
(1989) 23, menstrual history questionnaire dari Hendrix (2013) 24, dan
25
menstrual symptometrics dari Wyatt (2002) dengan tambahan
referensi dari beberapa buku obstetri dan ginekologi, seperti Pernoll
(2011) 17 dan Konar (2013) 18. Selanjutnya dilakukan uji validitas dan
reliabilitas kuesioner dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.
b. Perizinan
• Perizinan pengambilan data untuk uji validitas dan reliabilitas
kuesioner dismenore.
• Perizinan penggunaan IPAQ.
• Perizinan pengambilan data lengkap kuesioner aktivitas fisik dan
dismenore.
3. Informed Consent
a. Penjelasan penelitian
Penjelasan kepada subyek penelitian tentang apa saja yang akan dilakukan
dalam penelitian.
35
4. Pengisian identitas dan kuesioner
Subyek penelitian mengisi identitas dan kuesioner aktivitas fisik serta
dismenore.
5. Sortir Data
Penilaian lebih lanjut terhadap subyek penelitian. Apabila memenuhi kriteria,
maka akan diikutsertakan dalam penelitian. Jika tidak memenuhi kriteria,
maka akan dikeluarkan.
6. Analisis Data
Pengumpulan dan pengolahan data dengan aplikasi IBM Statistics SPSS 22.0.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Data yang diperoleh pada penelitian ini
merupakan data kategorik 2 kelompok tidak berpasangan, sehingga uji yang
digunakan adalah uji Chi Square. Apabila tidak memenuhi syarat uji Chi Square,
maka dilakukan uji Fisher.45
36
Pada uji Chi Square akan diperoleh nilai p yang akan menunjukkan ada atau
tidaknya hubungan antar variabel. Dalam penelitian ini digunakan tingkat
kemaknaan sebesar 0,1. Hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dikatakan bermakna jika memiliki nilai p ≤ 0,1. 45
37
BAB IV
38
bersifat reliabel (lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner tersebut cukup
konsisten jika digunakan untuk responden yang berbeda.45
39
dismenore primer. Hasil ini sejalan dengan penelitian Febriana, et al (2015) yang
mendapatkan 67% remaja usia 13 – 15 tahun mengalami dismenore primer.46
40
13 tahun, dan 14 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan Novia, et al (2008) juga
menunjukkan 90% perempuan usia 15 – 30 tahun yang diteliti mengalami menarche
pada usia ≥12 tahun.20
Lama menstruasi responden dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu <5
hari, 5 – 7 hari, 7 – 14 hari, dan >14 hari. Berdasarkan tabel 4.3, tidak ditemukan
responden dengan lama menstruasi <5 hari atau >14 hari, 56 responden (65,1%)
mengalami menstruasi selama 5 – 7 hari, sedangkan 30 responden (34,9%) lainnya
mengalami menstruasi selama 7 – 14 hari.
Siklus menstruasi responden dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu <21
hari, 21 – 35 hari, dan >35 hari. Berdasarkan hasil perolehan data yang telah
dilakukan, didapatkan 22 responden (25,6%) memiliki siklus menstruasi selama
<21 hari, 59 responden (68,6%) memiliki siklus menstruasi selama 21 – 35 hari,
sedangkan 9 responden (5,8%) memiliki siklus menstruasi selama >35 hari. Hasil
penelitian Zegeye, et al (2007) juga menunjukkan mayoritas remaja usia sekolah
memiliki siklus menstruasi 21 – 35 hari (73,9%). Remaja yang memiliki siklus
menstruasi <21 hari sebanyak 16,2%, sedangkan remaja yang memiliki siklus
menstruasi >35 hari sebanyak 9,8%. 2
Berdasarkan keteraturan menstruasi responden, diketahui 70 responden
(81,4%) mengalami menstruasi teratur, sedangkan 16 responden (18,6%)
mengalami menstruasi tidak teratur. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zegeye, et al (2007) bahwa mayoritas remaja usia sekolah di
Northwest Ethiopia mengalami menstruasi teratur (57,2%).2
Tingkat nyeri saat menstruasi dikategorikan menjadi 5 kelompok, yaitu tidak
nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat terkontrol, dan nyeri berat tidak
terkontrol. Dari total 86 responden didapatkan 10 responden (11,6%) tidak
mengalami nyeri saat menstruasi, sedangkan 76 responden lainnya mengalami
nyeri saat menstruasi. Dari total 76 responden yang mengalami nyeri saat
menstruasi, 26 responden (30,2%) mengaku mengalami nyeri ringan, 31 responden
(37,2%) mengalami nyeri sedang, 17 responden (19,8%) mengalami nyeri berat
terkontrol, dan 1 responden (1,2%) mengalami nyeri berat tidak terkontrol.
41
Tabel 4.3 Hasil Analisis Univariat Gejala Penyerta Saat Menstruasi
No. Variabel Kategori Jumlah
N Persentase (%)
1 Kaku otot Ya 17 19,8
Tidak 69 80,2
3 Mual Ya 11 12,8
Tidak 75 87,2
4 Muntah Ya 3 3,5
Tidak 83 96,5
5 Lemas/ lemah Ya 43 50
Tidak 43 50
8 Nyeri panggul Ya 31 36
Tidak 55 64
42
responden (24,4%) mengalami sakit kepala saat menstruasi, sedangkan 65
responden (75,6%) lainnya tidak. Pada penelitian Novia, et al (2008), 25,4%
responden mengalami keluhan pusing saat menstruasi.20
Di sisi lain, 11 responden (12,8%) mengalami mual saat menstruasi,
sementara 75 responden (87,2%) tidak mengalami mual. Novia, et al (2008)
mendapatkan 14,1% responden dalam penelitiannya mengalami gejala mual saat
menstruasi.20 Tiga responden (3,5%) mengalami muntah saat menstruasi,
sedangkan 83 responden (96,5%) lainnya tidak mengalami muntah saat menstruasi.
Pada gejala lemas/ lemah, 43 responden (50%) mengalami gejala lemas/
lemah, sementara 43 responden (50%) lainnya tidak. Pada gejala nyeri punggung,
21 responden (24,4%) mengalami kejadian nyeri punggung saat menstruasi,
sedangkan 65 responden (75,6%) lainnya tidak mengalami nyeri punggung.
Jika dilihat dari gejala nyeri pinggang, 39 responden (45,3%) mengalami
gejala nyeri pinggang saat menstruasi, sedangkan 47 (54,7%) responden tidak
mengalami gejala nyeri pinggang. Pada gejala nyeri panggul, 31 responden (36%)
mengalami nyeri panggul saat menstruasi, sedangkan 55 responden (64%) lainnya
tidak mengalami nyeri panggul. Di sisi lain, 17 responden (19,8%) mengalami nyeri
paha bagian dalam saat menstruasi, sedangkan 69 responden (80,2%) lainnya tidak.
Penelitian Novia, et al (2008) menjelaskan terdapat 29,6 responden yang mengeluh
merasakan ngilu pada bagian paha.20
43
(p=0,372, Fisher). Hasil ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore
primer.
Hal ini dapat disebabkan karena faktor psikosomatik yang kerap dialami
oleh para anak dan remaja, termasuk para responden yang usianya 14 – 17 tahun.
Faktor psikosomatik ini menyebabkan seseorang memiliki ambang nyeri yang
rendah sehingga dengan sedikit rangsang nyeri saja seseorang dapat
mempersepsikan nyeri tersebut sebagai sesuatu yang mengganggu.19 Sebuah
penelitian menyatakan bahwa dengan metode psikoanalisis, seseorang dapat
membuat sugesti pada dirinya jika nyeri tersebut dapat dihilangkan, sehingga rasa
nyeri berkurang dan gejalanya hilang.47
Faktor psikologi juga dapat menjadi faktor risiko mengalami dismenore
primer. Penelitian Faramarzi, et al (2014) menjelaskan bahwa depresi, ansietas, dan
stress memiliki hubungan dengan kejadian dismenore primer.48
44
4.5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Pengambilan data hanya dilakukan di satu tempat dengan sampel homogen
sehingga hasil penelitian kurang bermakna.
2. Penegakan dismenore primer yang hanya berdasarkan kuesioner, tidak
melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada tiap responden.
3. Tidak melakukan skoring untuk menentukan derajat keparahan dismenore
primer.
4. Tidak melakukan penilaian status gizi dan tingkat stress pada responden.
45
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
simpulan sebagai berikut.
1. Tingkat aktivitas fisik pada santri perempuan di Pondok Pesantren X di
Kabupaten Bogor terdiri atas aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat.
Mayoritas santri memiliki tingkat aktivitas fisik ringan, yaitu 56 orang
(65,1%), sedangkan 22 orang (25,6%) memiliki tingkat aktivitas fisik sedang
dan 8 orang (9,3%) memiliki tingkat aktivitas fisik berat.
2. Kejadian dismenore primer pada santri di Pondok Pesantren X di Kabupaten
Bogor terbilang tinggi, yaitu 76 orang (88,4%) mengalami dismenore primer,
sedangkan 10 orang (11,6%) lainnya tidak mengalami dismenore primer.
3. Tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian
dismenore primer (Fisher, p=0,372).
5.2. Saran
Berikut beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
1. Penelitian dengan desain kohort agar dapat mengukur aktivitas fisik lebih detil
dan mengikuti perjalanan dismenore primer yang dialami.
2. Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis dismenore primer.
3. Penyempurnaan kuesioner dismenore agar dapat menentukan derajat
keparahan dismenore primer berdasarkan skor.
4. Pengukuran status gizi dan tingkat stress untuk menyingkirkan faktor perancu
timbulnya dismenore primer.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
13. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray dasar-dasar anatomi. Elsevier
Churchill Livingstone. 2012:228-30.
14. Sherwood L. Human physiology: From cells to systems. Brooks/Cole.
2011;764-76.
15. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC: 2008;22:451-4.
16. Longo DL, et al. Harrison’s manual of medicine. Mc Graw Hill: 2013;8:1154.
17. Pernoll ML. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics& gynecology.
McGraw Hill: 2011;10:723-5.
18. Konar H. DC DUTTA’s textbook of gynecology including contraception.
Jaypee Brother Medical Publisher: 2013;6:178-81.
19. Calis KA. Dysmenorrhea treatment & management. 2016 Oct 27 [diakses
tanggal 2 Desember 2016]. Tersedia di
http://emedicine.medcscape.com/article/253812-treatment
20. Novia I. Puspitasari N. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian dismenore
primer. The Indonesian Journal of Public Health. 2008;4(2):96-104.
21. Strauss JF, Barbieri RL. Yen and Jaffe’s reproductive endocrinology:
physiology, pathophysiology, and clinical management. Saunders Elsevier.
2009;6.
22. Manuaba IBG. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan
kb. EGC. 2001.
23. Hunter MS. The women’s health questionnaire (WHQ): frequently asked
questions (FAQ). BioMed Central. 2003
24. McCaffery M, Beebe A, et al. Pain: Clinical manual for nursing practice.
Mosby St. Louis, MO. 1989
25. Hendrix L. Menstrual history questionnaire. 2013 Nov 26 [diakses tanggal 6
Februari 2017]. Tersedia di http://www.westcospineandjoint.com
26. Wyatt KM, at al. Menstrual Symptometrics. Elsevier. 2002
27. World Health Organization. Physical activity. [Diakses tanggal 23 Januari
2017]. Tersedia di http://www.who.int/topics/physical_activity/en/
28. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan nasional riset kesehatan
dasar (riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008
48
29. William L, Wilkins L. ACSM’s guidelines for exercise testing and
prescription. ACSM’s Publisher. 2009;8
30. Baecke, JAH, et al. A short questionnaire for the measurement of habitual
physical activity in epidemiological studies. The American Journal of Clinical
Nutrition. 1989
31. Blakey H, et al. Is exercise associated with primary dysmenorrhea in young
women?. BJOG. 2010;117:222-224.
32. U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service,
Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic
Disease Prevention and Health Promotion, Division of Nutrition and Physical
Activity. Promoting physical activity: a guide for community action. Human
Kinetics. 1999
33. Sianipar O, et al. Prevalensi gangguan menstruasi dan faktor-faktor yang
berhubungan pada siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Maj
Kedoktr Indon. 2009;59(7):308-13.
34. Budayati ES. Olahraga dan fisiologi reproduksi wanita. MEDIKORA.
2010;6(2):1-8.
35. Kanca IN. Olahraga dan kesehatan reproduksi. MEDIKORA. 2006;2(2):205-
218.
36. Onur O, et al. Impact of home-based exercise on quality of life of women with
primary dysmenorrhea. SAJOG. 2012
37. American College of Cardiology. Exercise: how to use a pedometer.
Healthwise. 2007
38. Janatin H. Anthropometry and body composition of Indonesian adults: an
evaluation of body image, eating behaviours, and physical activity [tesis].
[Brisbane, Queensland]: Queensland University of Technology; 2013
39. International Physical Activity Questionnaire. Guidelines for data processing
and analysis of the international physical activity questionnaire (IPAQ) – short
and long forms. 2005 Nov 4 [diakses tanggal 16 Juni 2017]. Tersedia di
http://www.researchgate.net/file.PostFileLoader.html
40. World Health Organization. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)
Analysis Guide. WHO. 2010
49
41. University of Washington Health Promotion Research Center. How physically
active are you? : an assessment of level and intensity of physical activity.
University of Washington Health Promotion Research Center. 2006
42. Communicable Disease Center (CDC). Adults physical activity questions on
the national health interview survey 1975 – 2012. 2012 Mar 29 [diakses
tanggal 27 Agustus 2016]. Tersedia di
http://www.cdc.gov/nchs/nhis/physical_activity/pa_guide.htm
43. Madjid N. Bilik-bilik pesantren: sebuah potret perjalanan. Paramadina. 1997
44. Mastuki HS. Kebangkitan kelas menengah santri: dari tradisionalisme,
liberalisme, post-tradisionalisme, hingga fundamentalisme. Tangerang
Selatan: Pustaka Dunia; 2010.
45. Tantur S. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran & kesehatan. Jakarta;
2017. h. 20-23, 36, 102-105.
46. Febriana, et al. Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer
pada remaja umur 13 – 15 tahun di SMP K. Harapan Denpasar. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. 2015:5-6.
47. Hunter WE, Rolf BB. The psychosomatic aspect of dysmenorrhea; a sensory
conditioning process. Am. J. Obst. & Gynec. 1947;53:123-31.
48. Faramarzi M, Salmalian H. Association of psychologic and nonpsychologic
factor with primary dysmenorrhea. Iran Red Crescent Med J.
2014;16(8):e16307.
50
Lampiran 1
Saat ini saya, Annisa Tristiana sebagai peneliti di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai “Hubungan
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Dismenore Primer pada Santri di Pondok
Pesantren”.
Sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan di universitas kami, maka Anda akan
menjalani penelitian ini melalui pengisian dua buah kuesioner, yaitu kuesioner
aktivitas fisik dan kuesioner dismenore. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada santri
di pondok pesantren.
Peneliti,
Annisa Tristiana
Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Jalan Puri Laras 1 Kavling 21 – 22 Tarumanegara 78 Ciputat Timur Tangerang
Selatan
Tlp. 083812707123
51
Lanjutan Lampiran 1
Nama :
Usia :
Kelas :
Alamat :
Nomor telp/ hp :
Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan
oleh Annisa Tristiana dari PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
bersedia menjalani penelitian mengenai “Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Kejadian Dismenore Primer pada Santri di Pondok Pesantren”.
Ciputat, 2017
Mengetahui,
(Annisa Tristiana) ( )
52
Lampiran 2
53
Lampiran 3
54
Lampiran 4
Kami tertarik untuk mengetahui berbagai aktivitas fisik yang dikerjakan masyarakat
sebagai bagian dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan berikut akan menanyakan
kepada anda tentang waktu yang anda habiskan untuk aktif secara fisik selama 7
hari terakhir. Jawablah tiap-tiap pertanyaan meskipun anda tidak menganggap diri
anda sebagai orang yang aktif. Pikirkanlah aktivitas yang anda kerjakan saat anda
bekerja, sebagai bagian dari pekerjaan rumah dan halaman, perjalanan dari satu
tempat ke tempat lain, dan dalam waktu luang anda pada saat rekreasi, latihan, atau
olahraga.
Pikirkanlah segala aktivitas fisik berat maupun sedang yang anda kerjakan dalam 7
hari terakhir. Aktivitas fisik berat merupakan aktivitas yang membutuhkan tenaga
fisik yang kuat dan membuat tarikan nafas anda lebih cepat dari normal. Aktivitas
fisik sedang merupakan aktivitas yang membutuhkan kekuatan fisik sedang dan
membuat tarikan nafas anda sedikit lebih cepat daripada normal.
55
Lanjutan Lampiran 4
Pertanyaan selanjutnya tentang aktivitas fisik yang anda kerjakan selama 7
hari terakhir sebagai bagian dari kegiatan belajar di luar rumah. Tidak
termasuk perjalanan berangkat dan pulang ke tempat belajar.
Selama 7 hari terakhir, berapa hari anda melakukan aktivitas fisik berat
seperti mengangkat benda-benda berat, naik tangga, dan olahraga wajib di
2 jam sekolah (bermain bola voli, bola basket, dan sepak bola, dan
sebagainya)? Hanya pikirkan tentang aktivitas fisik yang Anda lakukan
setidaknya 10 menit sekali waktu.
Lagi, pikirkanlah hanya aktivitas fisik yang Anda kerjakan selama paling
tidak 10 menit sekali waktu. Selama 7 hari terakhir berapa hari anda
4
melakukan aktivitas fisik sedang seperti mengangkat benda ringan sebagai
bagian dari kegiatan belajar Anda? Tidak termasuk berjalan.
56
Lanjutan Lampiran 4
a. ....…. menit per hari
10 Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda bersepeda paling sedikit 10 menit
terus-menerus dari satu tempat ke tempat lain?
57
Lanjutan Lampiran 4
a. ……. hari per minggu Jika tidak ada, lanjutkan
b. Tidak ada bersepeda dari satu tempat ke ke pertanyaan no. 12
tempat lain
11 Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk bersepeda dalam
satu hari ? (sesuai jawaban pertanyaan no. 10)
a. ……. menit per hari
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda berjalan paling sedikit 10 menit
12
terus-menerus dari satu tempat ke tempat lain?
13 Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk berjalan dalam satu
hari? (sesuai jawaban pertanyaan no. 12)
a. ……. menit per hari
Bagian ini tentang beberapa kegiatan fisik yang mungkin Anda lakukan dalam 7
hari terakhir di dalam dan sekitar rumah atau asrama, seperti menyapu, mengepel,
membersihkan kamar atau rumah, mencuci, menyetrika, dan lain-lain.
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda melakukan kegiatan fisik yang
14 berat paling sedikit 10 menit terus-menerus seperti mengangkat benda berat,
Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukan kegiatan
15 fisik yang berat di halaman dalam satu hari? (sesuai jawaban pertanyaan no.
14)
a. ……. menit per hari
58
Lanjutan Lampiran 4
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda melakukan kegiatan fisik yang
16 sedang paling sedikit 10 menit terus-menerus seperti membawa benda
ringan, mengelap jendela, mencabut rumput, atau menyapu di halaman?
17 Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukan aktivitas
fisik sedang di halaman dalam satu hari? (sesuai jawaban pertanyaan no. 16)
a. ……. menit per hari
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda melakukan kegiatan fisik yang
Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukan aktivitas
19 fisik sedang di rumah atau asrama dalam satu hari? (sesuai jawaban
59
Lanjutan Lampiran 4
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda berjalan paling sedikit 10 menit
20 terus-menerus di waktu santai Anda? (selain kegiatan berjalan yang ada di
bagian 2)
a. ……. hari per minggu Jika tidak ada, lanjutkan
b. Tidak ada aktivitas berjalan pada waktu ke pertanyaan no. 22
santai
21 Berapa rata-rata waktu yang biasa Anda habiskan untuk berjalan di waktu
santai Anda dalam satu hari? (sesuai jawaban pertannyaan no. 20)
a. ……. menit per hari
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda melakukan kegiatan fisik yang kuat
22 minimal 10 menit seperti aerobik, berlari, bersepeda cepat, atau berenang
cepat di waktu santai Anda?
Selama 7 hari terakhir, berapa hari Anda melakukan kegiatan fisik sedang
24 minimal 10 menit seperti bersepeda pada kecepatan biasa, berenang dengan
kecepatan biasa, dan tenis di waktu santai Anda?
60
Lanjutan Lampiran 4
Pertanyaan terakhir tentang waktu yang Anda habiskan duduk saat hari sekolah,
di rumah atau asrama, dan selama waktu luang. Ini mungkin termasuk waktu
yang dihabiskan duduk di meja, mengunjungi teman, membaca atau duduk atau
berbaring untuk menonton televisi. Tidak termasuk waktu yang dihabiskan untuk
duduk di kendaraan bermotor seperti yang telah Anda sebutkan sebelumnya.
Selama 7 hari terakhir, berapa banyak waktu yang biasanya Anda habiskan
26 untuk duduk saat hari sekolah? (di rumah atau asrama maupun di tempat
belajar)
a. ……. menit per hari
Selama 7 hari terakhir, berapa banyak waktu yang biasanya Anda habiskan
27
untuk duduk selama hari libur?
KUESIONER DISMENORE
A. Riwayat Menstruasi
1. Berapa usia Anda saat pertama kali menstruasi?
61
Lanjutan Lampiran 4
4. Lama menstruasi
a. <5 hari
b. 5 – 7 hari
c. 7 – 14 hari
d. >14 hari
62
Lanjutan Lampiran 4
d. Di akhir menstruasi
e. Selama menstruasi
11. Kapan pertama kali Anda merasakan nyeri perut bawah saat
menstruasi?
a. Sejak menstruasi pertama
b. Kurang dari 6 bulan sejak menstruasi pertama
c. Lebih dari 6 bulan sejak menstruasi pertama
12. Berapa tingkat nyeri Anda jika diukur menggunakan angka 0 - 10?
(lingkari salah satu angka yang sesuai)
13. Adakah keluhan lain yang menyertai nyeri perut bawah maupun kram
perut bawah? (beri tanda X pada kolom yang sesuai)
Keluhan Penyerta YA TIDAK
Kekakuan otot
Sakit kepala
Mual
Muntah
Lemas atau lemah
Nyeri punggung
Nyeri pinggang
Nyeri panggul
Nyeri paha bagian dalam
64
Lanjutan Lampiran 4
b. Tidak
b. Tidak
b. Tidak
b. Tidak
65
Lanjutan Lampiran 4
b. Tidak
C. Riwayat Keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga Anda (ibu kandung atau saudara
kandung) yang mengalami nyeri saat menstruasi?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
b. Tidak
c. Tidak tahu
66
Lampiran 5
67
Lanjutan Lampiran 5
Konsumsi Obat Penghilang Pearson Correlation .159
Nyeri Sig. (2-tailed) .401
N 30
Tidak Pergi ke Sekolah Pearson Correlation .159
Sig. (2-tailed) .401
N 30
68
Lanjutan Lampiran 5
Tingkat Nyeri Pearson Correlation .682**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Kekakuan Otot Pearson Correlation .411*
Sig. (2-tailed) .024
N 30
Sakit Kepala Pearson Correlation .213
Sig. (2-tailed) .258
N 30
Mual Pearson Correlation .577**
Sig. (2-tailed) .001
N 30
Muntah Pearson Correlation .251
Sig. (2-tailed) .181
N 30
Lemas atau Lemah Pearson Correlation .242
Sig. (2-tailed) .197
N 30
Nyeri Punggung Pearson Correlation .472**
Sig. (2-tailed) .008
N 30
Nyeri Pinggang Pearson Correlation .570**
Sig. (2-tailed) .001
N 30
Nyeri Panggul Pearson Correlation .548**
Sig. (2-tailed) .002
N 30
Nyeri Paha Bagian Dalam Pearson Correlation .093
Sig. (2-tailed) .625
N 30
69
Lanjutan Lampiran 5
Riwayat ke Dokter Pearson Correlation .a
Kandungan Sig. (2-tailed) .
N 30
Penyakit atau Gangguan Pearson Correlation .a
Kandungan Sig. (2-tailed) .
N 29
Operasi pada Bagian Perut Pearson Correlation .a
Sig. (2-tailed) .
N 30
Cedera pada Perut Pearson Correlation .159
Sig. (2-tailed) .401
N 30
Nyeri dan/atau Kram Perut Pearson Correlation -.139
Bawah di Luar Siklus Sig. (2-tailed) .465
Menstruasi N 30
Pernah atau Sedang Pearson Correlation .a
Menjalani Pengobatan Rutin Sig. (2-tailed) .
N 30
Memiliki Penyakit Tertentu Pearson Correlation .a
Sig. (2-tailed) .
N 30
Anggota Keluarga Pearson Correlation .175
Mengalami Nyeri saat Sig. (2-tailed) .381
Menstruasi N 27
Anggota Keluarga Memiliki Pearson Correlation
Penyakit atau Gangguan .a
Kandungan Sig. (2-tailed) .
N 30
Total Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 30
70
Lampiran 6
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Dismenore
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.611 31
Item-Total Statistics
71
Lanjutan Lampiran 6
Mampu Melanjutkan
Pekerjaan Sehari-hari
9.04 11.398 -.105 .638
Namun Mengurangi
Olahraga
Mengurangi Sedikit
Beban Pekerjaan 8.77 10.105 .309 .586
Sehari-hari
Kompres Hangat pada
9.42 11. 294 .000 .612
Perut
Berobat ke Dokter 9.42 11.294 .000 .612
Tingkat Nyeri 7.85 8.135 .598 .520
Kekakuan Otot 9.27 10.525 .266 .594
Sakit Kepala 9.12 10.906 .053 .618
Mual 9.27 10.045 .478 .573
Muntah 9.35 11.035 .102 .609
Lemas atau Lemah 8.62 10.406 .280 .592
Nyeri Punggung 9.15 10.055 .360 .581
Nyeri Pinggang 9.15 9.735 .480 .566
Nyeri Panggul 9.27 10.045 .478 .573
Nyeri Paha Bagian
9.31 11.422 -.106 .626
Dalam
Riwayat ke Dokter
9.42 11.294 .000 .612
Kandungan
Penyakit atau
9.42 11.294 .000 .612
Gangguan Kandungan
Operasi pada Bagian
9.42 11.294 .000 .612
Perut
Cedera pada Perut 9.38 11.126 .099 .609
Nyeri dan/atau Kram
Perut Bawah di Luar 9.04 12.198 -.332 .664
Siklus Menstruasi
72
Lanjutan Lampiran 6
73
Lampiran 7
Rincian Kriteria Eksklusi pada Responden
74
Lampiran 8
Hasil Analisis Univariat
Aktivitas Fisik
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Berat 8 9.3 9.3 9.3
Ringan 56 65.1 65.1 74.4
Sedang 22 25.6 25.6 100.0
Total 86 100.0 100.0
Dismenore
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Dismenore 76 88.4 88.4 88.4
Tidak
10 11.6 11.6 100.0
Dismenore
Total 86 100.0 100.0
Usia Menarche
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <11 tahun 2 2.3 2.3 2.3
≥11 tahun 84 97.7 97.7 100.0
Total 86 100.0 100.0
Lama Menstruasi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 5 - 7 hari 56 65.1 65.1 65.1
7 - 14
30 34.9 34.9 100.0
hari
Total 86 100.0 100.0
75
Lanjutan Lampiran 8
Siklus Menstruasi
Frequenc Valid
y Percent Percent Cumulative Percent
Valid <21 hari 22 25.6 25.6 25.6
>35 hari 5 5.8 5.8 31.4
21 - 35
59 68.6 68.6 100.0
hari
Total 86 100.0 100.0
Menstruasi Teratur
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 16 18.6 18.6 18.6
Ya 70 81.4 81.4 100.0
Total 86 100.0 100.0
Tingkat Nyeri
Valid Cumulativ
Frequency Percent Percent e Percent
Va Nyeri berat terkontrol 17 19.8 19.8 19.8
lid Nyeri berat tidak
1 1.2 1.2 20.9
terkontrol
Nyeri ringan 26 30.2 30.2 51.2
Nyeri sedang 32 37.2 37.2 88.4
Tidak Nyeri 10 11.6 11.6 100.0
Total 86 100.0 100.0
Kaku Otot
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 69 80.2 80.2 80.2
Ya 17 19.8 19.8 100.0
Total 86 100.0 100.0
76
Lanjutan Lampiran 8
Sakit Kepala
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 65 75.6 75.6 75.6
Ya 21 24.4 24.4 100.0
Total 86 100.0 100.0
Mual
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 75 87.2 87.2 87.2
Ya 11 12.8 12.8 100.0
Total 86 100.0 100.0
Muntah
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 83 96.5 96.5 96.5
Ya 3 3.5 3.5 100.0
Total 86 100.0 100.0
Lemas/ Lemah
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 43 50.0 50.0 50.0
Ya 43 50.0 50.0 100.0
Total 86 100.0 100.0
77
Lanjutan Lampiran 8
Nyeri Punggung
Valid
Frequency Percent Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 65 75.6 75.6 75.6
Ya 21 24.4 24.4 100.0
Total 86 100.0 100.0
Nyeri Pinggang
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 47 54.7 54.7 54.7
Ya 39 45.3 45.3 100.0
Total 86 100.0 100.0
Nyeri Panggul
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 55 64.0 64.0 64.0
Ya 31 36.0 36.0 100.0
Total 86 100.0 100.0
78
Lampiran 9
Hasil Analisis Bivariat
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point
Value df (2-sided) sided) sided) Probability
Pearson Chi-Square 1.575a 2 .455 .531
Likelihood Ratio 1.287 2 .525 .703
Fisher's Exact Test 1.784 .372
Linear-by-Linear
.646b 1 .421 .447 .281 .134
Association
N of Valid Cases 86
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93.
b. The standardized statistic is -.804.
79
Lampiran 10
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Annisa Tristiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 9 Juli 1996
Glongan Darah :O
Agama : Islam
E-mail : annisatristiana@gmail.com
Alamat : Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 01 RT/
RW 001/ 003 Menes – Pandeglang –
Banten 42262
B. Pendidikan
Sekolah Dasar : SDN Jaka Setia III Bekasi Selatan
Sekolah Menengah Pertama : MTs Mathla’ul Anwar Pusat Menes
Sekolah Menengah Atas : MA Mathla’ul Anwar Pusat Menes
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Sie. Pendidikan OSIS MTs Mathla’ul Anwar Pusat Menes
2009 - 2010
2. Anggota Sie. Pendidikan OSIS MA Mathla’ul Anwar Pusat Menes 2012
– 2013
3. Anggota DENTA CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 –
2016
4. Anggota Departemen Pendidikan dan Profesi CSSMoRA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2016 -2017
5. Bendahara UIN Syahid Medical Rescue (USMR) 2015 - 2017
80
D. Penghargaan
1. Juara 1 Calistung Tingkat SD se-Kecamatan Bekasi Selatan Tahun 2002
2. Juara 1 Lomba Kreasi Mading Tingkat SMP/MTs se-Kecamatan Menes
Tahun 2009
3. Juara 3 Lomba Cipta Cerpen Tingkat SMP/MTs se-Kabupaten
Pandeglang Tahun 2009
4. Juara 1 Olimpiade Fisika Eureka HMP Fisika UIN SGD Bandung
Tingkat SMP/MTs se-Jawa Barat dan Banten Tahun 2010
5. Delegasi Indonesian Medical Olympiad FK UPH 2016 Cabang
Muskuloskeletal.
81