Anda di halaman 1dari 12

BAB II

GAMBARAN UMUM SUKU JAWA DI KELURAHAN TELAGA SARI

KECAMATAN TANJUNG MORAWA, KABUPATEN DELI SERDANG

2.1. Identifikasi Masyarakat Jawa

Suku bangsa Jawa, adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku bangsa

Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam

sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal 1990-an, kurang lebih hanya

12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-

hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan

selebihnya yaitu 70 % hanya menggunakan bahasa Jawa saja.

Daerah asal suku Jawa adalah pulau Jawa (terutama Jawa Tengah dan Jawa

Timur). Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Kepulauan Indonesia. Suku Jawa

hanya mendiami bagian tengah dan bagian timur dari pulau Jawa, sementara bagian

baratnya didiami oleh suku Sunda. Pulau Jawa yang luasnya 7% dari seluruh wilayah

Indonesia dan dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia adalah

daerah asal kebudayaan Jawa (Koentjaraningrat, 1984:3-5). Namun pada masa

sekarang ini, orang-orang Jawa menetap diberbagai kawasan di seluruh pulau di

Indonesia, bahkan sampai ke Malaysia. Begitu juga penyebarannya sampai ke Afrika

Selatan, Suriname, dan Madagaskar.

Dalam perkembangannya, suku Jawa menyebar ke seluruh pelosok wilayah

yang ada di Indonesia, baik itu secara sukarela dengan cara mengikuti transmigrasi

1
yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, agar mengurangi jumlah penduduk yang

sangat padat di pulau jawa ataupun dengan melalui kerja paksa atau buruh tani dan

kebun. Hal ini dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda

membuka perkebunan di seluruh nusantara. Untuk menjadi tenaga buruh, maka

penduduk Jawa diangkut ke semua daerah perkebunan yang ada di Nusantara.

Sejak tahun 1880 pemerintah Belanda terus mendatangkan pekerja dari pulau

Jawa, yang akan ditempatkan di perkebunan yang ada di Sumatera Utara. Para

pekerja dari daerah Jawa ini semakin lama semakin bertambah banyak di Medan. hal

ini terjadi karena, penjajah Belanda tidak mau para pekerja ini balik kembali ke pulau

Jawa. Jadi dibuat berbagai cara untuk menahan mereka tidak dapat kembali, seperti

mengadakan judi dan tarung ayam ketika para buruh kebun ini menerima gaji. Ketika

kalah berjudi, mereka terpaksa mengutang untuk biaya hidup, dengan konsekuensi

semakin lama berada di Sumatera Utara.

2.2. Letak Geografis dan Wilayah Kelurahan Telaga Sari Kecamatan

Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Tanjung Morawa merupakan salah satu kecamatan di Kecamatan

Deli Serdang, letaknya sangat strategis dimana di kecamatan ini berbatasan langsung

dengan ibukota Kecamatan dan merupakan daerah penunjang akses vital menuju

Bandara Internasional Kuala Namu sebagai pengganti Bandara Polonia Medan..

Kecamatan Tanjung Morawa mempunyai luas sebesar ± 13.175 Ha atau 131,75 Km2,

dengan ibukota kecamatan terletak di Desa Tanjung Morawa Pekan dengan koordinat

2
bumi 03,3519820 Lintang Utara (LU) dan 098,790810 Bujur Timur (BT). Wilayah

Kecamatan Tanjung Morawa tergolong ke dalam daerah beriklim sedang dengan dua

musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh

dua angin yang terdiri dari angin gunung yang membawa hujan dan angin laut yang

membawa udara panas dan lembab. Curah hujan yang menonjol pada bulan

November s/d Juni sedangkan musim kemarau pada bulan Juni s/d Oktober.

Gambar : 2.2.1

Peta Umum Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Sumber : Kantor Camat Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Camat Kecamatan Tanjung Morawa dipimpin oleh H. Timor Tumanggor,

S.Sos, M.AP.

3
Kecamatan Tanjung Morawa, terdiri dari 26 desa/kelurahan dan 189 dusun.

Wilayah – wilayah yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tanjung Morawa

adalah :

Sebelah Utara : Kecamatan STM Hilir

Sebelah Timur : Kecamatan Pagar Merbau dan Kecamatan Lubuk Pakam,

Sebelah Barat : Kota Medan

Sebelah Selatan : Kecamatan Patumbak dan Percut Sei Tuan

Kecamatan Tanjung Morawa juga membawahi 25 Desa/Kelurahan, yaitu :

Tabel : 2.1

Daftar Nama Lurah di Kecamatan Tanjung Morawa

No Nama Desa/Kelurahan Nama Kepala Desa/Lurah


1 Aek Pancur Suyitno

2 Bandar Labuhan Hazeman

3 Bangun Rejo Misno

4 Bangun Sari Juniardi

5 Bangun Sari Baru Sumber Edi Susiswo

6 Buntu Bedimbar Musmulyadi

7 Dagang Kerawan Jamilah

8 Dagang Klambir Alfian

9 Dalu Sepuluh A Syahrul Laili

4
No Nama Desa/Kelurahan Nama Kepala Desa/Lurah
10 Dalu Sepuluh B Wantoro

11 Lengau Seprang Sulaiman

12 Limau Manis Muhammad Amru

13 Medan Sinembah Azrai Sulaiman

14 Naga Timbul Elis Dawani Siregar

15 Penara Kebun Asmawati

16 Perdamean Toni Hasudungan Sitorus

17 Punden Rejo Misno

18 Sungai Merah Hendri Kurniawan

19 Tanjung Baru Khairi Azman Ginting

20 Tanjung Morawa A H. Senen

21 Tanjung Morawa B Jefri Hamdani

22 Tanjung Morawa Pekan H. Ibnu Hajar, S.Sos

23 Tanjung Mulia Amar Rasyidi Daulay

24 Telaga Sari Indra Sembada, ST

25 Ujung Serdang Jenda Inganta Barus

26 Wonosari Suparman

Sumber : Kantor Kecamatan Tanjung Morawa

5
2.3. Mata Pencaharian

Orang Jawa meskipun pada umumnya di ketahui sebagai penghuni daerah

agraris, mereka sejak zaman dahulu melakukan perpindahan dalam berbagai bentuk

seperti perdagangan, migrasi secara spontan, dan sebagainya. Sebagai pedagang,

umpamanya, mereka terkenal bergerak antar pulau-pulau di Nusantara, terutama

membawa beras dan tekstil (Sartono Kartodirjo, 1988:10). Seiring perkembangan

zaman, kehidupan ekonomi masayarkat Jawa yang ada di Sumatera Utara mengalami

perkembangan pesat. Kini orang Jawa di Kecamatan Tanjung Morawa banyak yang

telah menggeluti berbagai bidang-bidang pekerjaan lainnya seperti pegawai negeri

sipil (PNS), wiraswasta, mekanik, buruh, seniman, tentara dan polisi, dan lain-lain

sebagainya.

Tabel: 2.2

Komposisi Mata Pencaharian di Kecamatan Tanjung Morawa

No Pekerjaan Jumlah

1 Guru 2.183

2 PNS/TNI/POLRI 1.090

3 Mantri Kesehatan 100

4 Bidan 117

5 Dokter 28

6 Perawat 98

7 Pensiunan PNS/TNI 805

6
No Pekerjaan Jumlah

8 Pegawai Swasta 6.060

9 Pegawai BUMN/BUMD 710

10 Pekerja Bangunan 1.870

11 Buruh Pabrik 24.953

12 Pertanian 19.603

13 Pedagang/Wirausaha 13.460

14 Supir Angkutan 390

15 Industri Rumah Tangga 6.945

16 Seniman 105

17 Kerajinan 1845

Sumber : Kantor Kecamatan Tanjung Morawa

Berdasarkan data Kantor Lurah se – Kecamatan Tanjung Morawa pada tahun

2017 di atas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian penduduk Kecamatan

Tanjung Morawa kebanyakan adalah buruh pabrik, petani, dan pedagang. Untuk

beberapa pekerja seni pertunjukan musik campursari ternyata selain berkesenian,

mata pencaharian utamanya adalah buruh pabrik dan petani. Sebab bagi mereka,

berkesenian di pertunjukkan musik campursari hanya sebagai sampingan saja, untuk

beberapa kategori seniman dari beberapa orang ada yang tukang ukir, pelukis dan

sebagainya.

7
2.4. Sistem Religi dan Kepercayaan

Mayoritas penduduk di Kecamatan Tanjung Morawa memeluk agama Islam,

yaitu 79,61 persen dari jumlah keseluruhan dari se-kecamatan. Sisanya sebanyak

16,07 persen memeluk agama Kristen Protestan, agama Katolik sebanyak 2,53

persen, agama Budha sebanyak 1,58 persen, dan agama Hindu sebesar 0,19 persen.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa keberadaan agama Islam sangatlah

besar, sehingga potensi masyarakat suku Jawa dapat diketahui 48 persen

keberadaannya di Kecamatan Tanjung Morawa. Untuk daerah Kelurahan Telaga Sari

sendiri, jumlah yang memeluk agama Islam sebesar 96, 10 persen dari total jumlah

penduduk di daerah Kelurahan Telaga Sari, sehingga potensi keberadaan suku Jawa

di Kelurahan Telaga Sari dapat diketahui sekitar 95 persen keberadaannya di

kelurahan tersebut.

2.5. Sistem Kekerabatan

Orang-orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sekarang, secara umum

mengalami transformasi-transformasi budaya. Di satu sisi mereka ingin

mempertahankan budaya leluhurnya yang berasal daripada pulau Jawa, di sisi lain

mereka juga harus berinteraksi dengan berbagai etnik setempat dan pendatang lainnya

di Sumatera Utara yang pesat perkembangan ekonominya. Orang-orang Jawa ini mata

pencaharian utamanya adalah bertani dengan menggarap lahan untuk perkebunan

kelapa sawit, getah karet, dan kopra. Sistem kekerabatan masyarakat Jawa

berdasarkan prinsip keturunan bilateral. Semua kakak laki-laki serta kakak

8
perempuan ayah dan ibu, beserta istri dan suami mereka masing-masing di

klarifikasikan menjadi satu, yaitu dengan istilah siwa atau uwa. Sedangkan adik-adik

dari ayah atau ibu diklarifikasikan kedala dua golongan yang berbeda menurut jenis

kelamin, yaitu paman bagi adik laki-laki dan bibi bagi adik perempuan.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan

hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.

Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan

membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Dimana

tingkat bahasa dalam masyarakat Jawa terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: pertama adalah

yang paling halus yaitu Bahasa Kraton, kedua bahasa abangan dan bahasa Jawa Ngoko

yang kasar.

Sistem istilah panggilan kekerabatan suku Jawa biasanya dibatasi oleh

kedudukan seorang sebagai anggota kelompok kerabatnya, yang dapat di mengerti

dari sebutan atau istilah-istilah yang di gunakan dalam kelompok kerabatnya. Hal ini

dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari untuk menyapa seseorang. Untuk istilah

panggilan kekerabatan pada suku Jawa, penulis melihat tulisan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan (1977:16-20) seperti berikut:

1. Mbah canggah/eyang canggah: orang tua laki-laki atau perempuan yang berada

tiga tingkat di atas ayah atau ibu.

2. Mbah buyut : orang tua laki-laki atau perempuan yang berada dua tingkat di

atas ayah atau ibu.

3. Mbah eyang: orang tua kandung ayah atau ibu.

9
4. Bapak/rama: ayah kandung, mertua laki-laki, besan (orang tua laki-laki

menantu). 5. Ibu/si mbok : ibu kandung, mertua perempuan, besan (orang tua

permpuan menantu).

5. Pakde: saudara laki-laki kandung/sepupu ayah atau ibu yang umur lebih tua,

suami bude.

6. Bude: saudara perempuan kandung/ sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih

tua, istri pakde.

7. Paman/paklik: saudara laki-lai kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya

lebih muda, suami buklik.

8. Bibi/buklik: saudara perempuan kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya

lebih muda, istri paklik.

9. Mas/kakang mas: abang kandung, abang ipar, anak laki-laki pakde/bukde

(walaupun umurnya lebih muda).

10. Mbak/mbakyu: kakak kandung, kakak ipar, anak perempuan pakde/bude

(walaupun umurnya masih muda).

11. Adhi/dhimas: adik kandung laki-laki, adik ipar laki-laki, anak laki-laki

paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).

12. Adhi/dhiajeng: adik kandung perempuan, adik ipar perempuan, anak

perempuan paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).

10
2.6. Bahasa

Bahasa yang digunakan dikalangan masyarakat Jawa Kecamatan Tanjung

Morawa adalah bahasa Jawa Ngoko. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa

Kecamatan Tanjung Morawa menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi

dengan etnis lain. Para pemain kesenian Campursari memakai bahasa Jawa Ngoko dan

bahasa Indonesia. Kromo inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi atau dengan

kata lain yang paling halus. Bahasa kromo ini sering digunakan oleh orang- orang yang

berpangkat, orang-orang sederajat, anak terhadap orang tuanya, murid terhadap guru,

bawahan terhadap atasan, dan buruh terhadap majikan. Bahasa sehari- hari yang

dipergunakan oleh penduduk Kecamatan Tanjung Morawa adalah bahasa Ngoko karena

merupakan bahasa Jawa biasa yang sering dipergunakan oleh orang tua terhadap anak,

antar teman sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadap kuli.

2.7. Upacara-Upacara Adat Suku Jawa Di Kelurahan Telaga Sari

Suku Jawa yang ada di Tanjung Morawa khususnya di kelurahan Telaga Sari

sebagian besar masih melaksanakan berbagai upacara yang terdapat dalam adat-istiadat

kebudayaan mereka. Upacara-upacara yang dilaksanakan pada dasarnya hanya bersifat

simbolis, artinya artinya upacara-upacara itu hanya menggambarkan suatu tujuan luhur

yang diharapakan oleh pelakunya. Ada pun upacara-upacara itu adalah upacara

perkawinan, upacara kehamilan dan kelahiran, acara selametan.

11
2.8. Kesenian

Pada saat ini kesenian masyarakat jawa yang di sumatera masih sering dapat kita

lihat misalnya keseniang kuda lumping, wayang kulit dan lain sebagainya. Kesenian ini

juga terdapat di berbagai daerah di Indonesia, dengan versi yang berbeda-beda terutama

yang ada di Sumatera Utara, Banyaknya panggilan untuk mengisi acara ketika ada

hajatan perkawinan, bersih desa mapun acara hiburan lainnya mendorong semakin

banyak grup musik. Ada yang masih setia di jalur musik dan budaya tradisi seperti grup

pementasan wayang, dan gamelan. Ada juga yang membawakan lagu-lagu popular

dengan membawakan lagu-lagu yang sedang hits pada saat ini.

Saat ini muncul di tengah-tengah masyarakat jawa yaitu kesenian campursari

Campursari adalah kesenian yang menggabungkan antara budaya tradisional jawa dengan

budaya luar sehingga menghasilkan satu kesenian yang baru. Dengan demikian

masyarakat Jawa yang ada di Sumatera Utara dalam proses strategi budayanya adalah

tetap mempertahankan budaya Jawa, sebagai budaya leluhurnya di satu sisi. Namun di

sisi lainnya, mereka juga berusaha untuk beradaptasi dengan situasi sosial dan budaya

yang terdapat di Sumatera Utara. Konteks yang sedemikian rupa ini adalah sebagai

sebuah upaya mempertahankan identitas etnik dan juga sekaligus sebagai bagian dari

masyarakat Sumatera Utara yang heterogen secara etnik tersebut. Kesenian campursari

inilah yang akan dibahas oleh penulis di bab-bab selanjutnya dalam skripsi ini.

12

Anda mungkin juga menyukai