Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

FISIKA

Gelombang Bunyi dan Cahaya

Guru Pembimbing: Drs. Bambang Rusianto

Kelompok 3:

 Dicki Achmad N.A (09)

 Dinar Achmad Danizar (10)

 Firda Anindya Nihaya (14)

 Ilmiati Lina Sahvitri (17)

 Intan Fajar Maulidiyah (18)

 Steven Soewignjo (34)

MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

SMA Negeri 4 Sidoarjo


2019
Jalan Raya Suko, Suko, Sidoarjo, Suko, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
61252
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan makalah “Gelombang Bunyi dan
Cahaya” ini dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.

Adapun penyusunan Makalah ini adalah dengan maksud supaya dapat


menemukan rumus yang tepat yang nantinya diperuntukkan untuk sistem
gelombang saat ini serta untuk menemukan faktor apa sajakah yang mempengaruhi
gelombang supaya nantinya dapat lebih maksimal.

Dalam menulis makalah ini, tentunya banyak sekali hambatan yang telah
penulis rasakan, oleh sebab itu, kami berterimakasih kepada beberapa pihak
terutama bapak pengajar mata pelajaran fisika kami yang telah membantu membina
dan mendukung kami dalam mengatasi beberapa hambatan yang kami.

Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Dan semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat.

Sidoarjo, 2 April 2019

Penyusun
(Kelompok 3)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
2.1. Gelombang Bunyi ..................................................................................... 2
2.1.1. Definisi .............................................................................................. 2
2.1.2. Sifat Gelombang Bunyi ..................................................................... 2
2.1.3. Intensitas Bunyi ................................................................................. 3
2.1.4. Taraf Intensitas Bunyi ....................................................................... 4
2.1.5. Layangan Bunyi ................................................................................ 6
2.1.6. Efek Doppler ..................................................................................... 6
2.1.7. Resonansi Bunyi ............................................................................... 8
2.2. Gelombang Cahaya .................................................................................. 9
2.2.1. Definisi .............................................................................................. 9
2.2.2. Sifat Gelombang Cahaya................................................................... 9
2.2.3. Interferensi Cahaya ........................................................................... 9
2.2.4. Difraksi Cahaya ............................................................................... 12
2.2.5. Daya Urai Lensa .............................................................................. 13
2.2.6. Dispersi Cahaya .............................................................................. 15
2.2.7. Polarisasi Cahaya ............................................................................ 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 18
3.2. Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Banyaknya pelajar di Indonesia yang masih kurang memahami konsep
dari system gelombang ini mendorong kami untuk membuat makalah ini
demi mempermudah pembelajaran mengenai bab Gelombang Bunyi dan
Cahaya. Serta tugas dari guru pembina Fisika kami, maka dengan ini kami
menyusun makalah ini secara baik dan efisien sehingga mudah dipahami
oleh siapa saja yang membacanya.

1.2. Rumusan Masalah


A. Gelombang Bunyi
a. Definisi d. Taraf Intensitas Bunyi
b. Sifat Gelombang e. Layangan Bunyi
Bunyi f. Efek Doppler
c. Intensitas Bunyi g. Resonansi Bunyi
B. Gelombang Cahaya
a. Definisi d. Difraksi Cahaya
b. Sifat Gelombang e. Daya Urai Lensa
Cahaya f. Dispersi Cahaya
c. Interferensi Cahaya g. Polarisasi Cahaya

1.3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut
 Untuk memenuhi tugas Fisika selama libur UNAS
 Agar para pembaca dapat memahami materi gelombang bunyi
dan cahaya

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gelombang Bunyi


2.1.1. Definisi
Bunyi adalah
pemampatan mekanis atau
gelombang longitudinal
yang merambat melalui
medium. Medium atau zat
perantara ini dapat berupa
zat cair, padat, gas. Jadi,
gelombang bunyi dapat
merambat misalnya di
dalam air, batu bara, atau udara.
Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang
bergetar merambat ke segala arah. Tiap saat, molekul-molekul itu
berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah
tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan
wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah
secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi.
Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia,
Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal.

2.1.2. Sifat Gelombang Bunyi


 Dapat dipantulkan
 Dapat dibiaskan
 Dapat dipadukan/interferensi
 Dapat dilenturkan
 Memerlukan medium untuk merambat

2
2.1.3. Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah energi bunyi tiap satuan detik (s) dan tiap
satuan lias (m2 atau cm2) yang datang tegak lurus. Dirumuskan sebagai
berikut:
𝑃
𝐼=
𝐴
Bunyi merambat ke segala arah dengan waktu dan jarak yang sama
sehingga membentuk bidang bola (𝐴𝑏𝑜𝑙𝑎 = 4𝜋𝑟 2 ) sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut:

𝑃
𝐼=
4𝜋𝑟2
Keterangan
I = Intensitas bunyi (𝑊/𝑚2 )
P = Daya bunyi (Watt atau 𝐽/𝑠 )
r = Jarak dari sumber bunyi (m)

Contoh Soal
Pertanyaan
Sebuah sumber bunyi memiliki daya 40 Watt dipancarkan ke segala
arah. Tentukan intensitas bunyi yang didengar dari jarak 5 meter dari
sumber bunyi!
Diketahui Penyelesaian
P = 40 Watt 𝑃
𝐼=
r = 5 meter 4𝜋𝑟 2
I = … 𝑊/𝑚2 40𝜋
𝐼=
4𝜋(5)2
10
𝐼=
25
𝐼 = 0,4 𝑊/𝑚2

3
2.1.4. Taraf Intensitas Bunyi

Taraf intensitas bunyi adalah


logaritma perbandingan intensitas bunyi
dengan harga ambang pendengaran.
Dirumuskan persamaan:

𝐼
𝑇𝐼 = 10 log
𝐼0

Keterangan:
TI = Taraf intensitas bunyi (dB)
I = Intensitas Bunyi (𝑊/𝑚2 )
I0 = Harga Ambang Pendengaran (10−12 𝑊/𝑚2)

Contoh Soal
Pertanyaan
Suatu sound system menyetel lagu dangdut. Diukur dari jarak 5 meter,
intensitas bunyi yang dihasilkan dari sound system tersebut adalah 2
W/m2. Berapa Taraf Intensitas Bunyi yang dihasilkan oleh sound
system tersebut?
(I0 = 10-12 W/m2)
Diketahui
I = 2 𝑊/𝑚2 I0 = 10-12 W/m2
r=5𝑚
Penyelesaian
𝐼 𝑇𝐼 = 10(log 2 − log 10−12 )
𝑇𝐼 = 10 log
𝐼0 𝑇𝐼 = 10(log 2 + 12)
2 𝑇𝐼 = 10(12,301)
𝑇𝐼 = 10 log −12
10 𝑇𝐼 = 123,01 𝑑𝐵
Jika sumber bunyi lebih dari satu, dengan asumsi sumber bunyi identik,
maka intensitas dari n sumber bunyi sebesar:

Dimana n adalah jumlah bunyi yang


𝑇𝐼𝑛 = 𝑇𝐼 + 10 log 𝑛 identik

Contoh Soal
Pertanyaan
Taraf intensitas sebuah mesin 25 dB, jika ada 1000 buah mesin yang
berbunyi bersama. Tentukan taraf intensitas dari 1000 buah mesin
tersebut !

4
Diketahui
TI = 25 dB n = 1000 buah
Penyelesaian
𝑇𝐼𝑛 = 𝑇𝐼 + 10 log 𝑛 𝑇𝐼1000 = 25 + 10 ∗ 3
𝑇𝐼1000 = 25 + 10 log 1000 𝑇𝐼1000 = 25 + 30
𝑇𝐼1000 = 25 + 10 log 103 𝑇𝐼1000 = 55 𝑑𝐵

Apabila jarak pendengar terhadap sumber bunyi berbeda, misalnya


pendengar bergerak mendekati atau menjahui sumber atau bunyi asal,
taraf intensitasnya dirumusakan:

2

𝑟′
𝑇𝐼 = 𝑇𝐼 − 10 log ( )
𝑟

Dimana TI’ adalah Taraf Intensitas bunyi pada jarak r’

Contoh Soal
Pertanyaan
Taraf intensitas mesin pabrik suatu sumber bunyi pada jarak 100 m
adalah 110 dB. Tentukan taraf intensitas bunyi tapabila pendengar berada
1000 m dari pabrik!
Diketahui
r = 100 m r' = 1000 m
TI = 110 dB
Penyelesaian
2
𝑟′ 𝑇𝐼 ′ = 110 − 10 log(10)2

𝑇𝐼 = 𝑇𝐼 − 10 log ( ) 𝑇𝐼 ′ = 110 − 10 ∗ 2
𝑟
1000 2 𝑇𝐼 ′ = 110 − 20

𝑇𝐼 = 110 − 10 log (
100
) 𝑇𝐼 ′ = 90 𝑑𝐵

5
2.1.5. Layangan Bunyi
Layangan bunyi
adalah interferensi dua
getaran harmonis yang
sama arah getarnya, tetapi
mempunyai perbedaan
frekuensi sedikit sekali.
Banyaknya pelemahan
dan penguatan bunyi
yang terjadi di dalam satu
sekon disebut frekuensi layangan bunyi yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:

𝑓𝑛 = 𝑁 = |𝑓𝐴 − 𝑓𝑏 |
Keterangan
𝑓𝑛 = Frekuensi Pelayangan (Hz)
𝑓𝐴 dan 𝑓𝐵 = Frekuensi berinterferensi (Hz)

Contoh Soal
Pertanyaan
Dua buah garpu tala dengan frekuensi 480 Hz dan 486 Hz dibunyikan
secara bersamaan, hitung berapa layangan terjadi tiap detiknya.
Diketahui
𝑓𝐴 = 480 𝐻𝑧 𝑓𝐵 = 486 𝐻𝑧

Penyelesaian
𝑓𝑛 = 𝑁 = |𝑓𝐴 − 𝑓𝐵 | 𝑓𝑛 = 𝑁 = | − 6|
𝑓𝑛 = 𝑁 = |480 − 486| 𝑓𝑛 = 𝑁 = 6 𝐻𝑧

2.1.6. Efek Doppler


Efek Doppler adalah peristiwa
berubahnya harga frekuensi bunyi
yang diterima oleh pendengar (p)
dari frekuensi suatu sumber bunyi
(s) apabila tejadi gerakan relatif
antara s dan p, dirumuskan sebagai
berikut:
𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = 𝑓
𝑣 ± 𝑣𝑠 𝑠
Keterangan:
𝑓𝑝 = frekuensi yang didengar oleh pendengar (Hz)
𝑓𝑠 = frekuensi yang dipancarkan oleh sumber bunyi (Hz)

6
𝑣𝑝 = Kecepatan pendengar (m/s)
𝑣𝑠 = Kecepatan sumber bunyi (m/s)
𝑣 = Kecepatan bunyi di udara (m/s)

Ketentuan ± V:
Tanda (+) dipakai bila pendengar bergerak mendekati sumber bunyi.
Tanda (-) dipakai bila pendengar bergerak menjauhi sumber bunyi.
Tanda (+) dipakai bila sumber bunyi bergerak menjauhi pendengar.
Tanda (-) dipakai bila sumber bunyi bergerak mendekati pendengar.
Jika terdapat angin dengan kecepatan va dan menuju pendengar, v
menjadi (v + 𝑣𝑎 ).
Jika angin menjauhi pendengar, v menjadi (v - 𝑣𝑎 )

Contoh Soal
Pertanyaan
Sebuah mobil ambulans bergerak dengan kecepatan 36 𝑘𝑚/ℎ dan
membunyikan sirene yang mempunyai frekuensi 660 Hz. Tentukan
frekuensi bunyi sirine yang diterima oleh seseorang yang diam di
pinggir jalan pada saat mobil tersebut bergerak mendekatinya apabila
cepat rambat gelombang bunyi di udara 340 𝑚/𝑠!
Diketahui
𝑣𝑠 = −36 𝑘𝑚/ℎ = −10 𝑚/𝑠 𝑣𝑝 = 0 m/s
𝑓𝑆 = 660 Hz 𝑣 = 340 𝑚/𝑠
Penyelesaian
𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑓𝑝 = 𝑓
𝑣± 𝑣𝑠 𝑆
340
𝑓𝑝 = ∗ 660
340 − 10
340
𝑓𝑝 = ∗ 660
330
34
𝑓𝑝 = ∗ 660
33
34
𝑓𝑝 = ∗ 660
33
𝑓𝑝 = 680 𝐻𝑧

7
2.1.7. Resonansi Bunyi
Bunyi dihasilkan karena adanya benda yang bergetar. Oleh karena itu
bunyi juga dapat mengalami resonansi. Resonansi adalah ikut bergetarnya
molekul udara dalam kolom udara akibat getaran benda lain apabila
frekuensi dari benda tersebut sama

Resonansi bunyi
dapat diamati melalui
garpu tala. Gelombang
yang dihasilkan oleh
garpu tala akan
dipantulkan ke atas.
Kedua gelombang ini
akan berinterferensi. Apabila kedua gelombang bertemu pada fase yang
sama akan terjadi interferensi yang saling memperkuat sehingga pada saat
itu pada kolom udara timbul gelombang stasioner dan frekuensi getaran
udara sama dengan frekuensi garpu tala. Adanya resonansi bunyi dapat
memperkuat bunyi. Resonansi pada udara dapat dirumuskan sebagai
berikut.

1
𝑙 = (2𝑛 − 1)
4
Keterangan
𝑙 = Panjang kolom udara = Panjang gelombang (m)
𝑛 = Resonansi ke-1, 2, 3, ….
Resonansi pada dawai berturut-turut terjadi ketika ½ , , 1½ ,…. Dan
seterusnya. Sedangkan pada pipa organa terbuka terjadi ketika ¼ , ¾ ,
5/4 ,…., dan seterusnya.

Contoh Soal
Pertanyaan
Sebuah sumber bunyi dawai beresonansi pertama paa saat tinggi kolom
udara 100 cm. Jika sebuah frekuensi sumber bunyi 350 Hz. Panjang
kolom kedua ketika terjadi resonansi adalah…
Diketahui
𝑙 = 100 𝑐𝑚 = 1 𝑚
𝑓 = 350 𝐻𝑧
Penyelesaian
1
𝑙 = 4 (2𝑛 − 1)
1 1 1 3
𝑙3 = (2 ∗ 2 − 1) = (4 − 1) = (3) = 𝑚 = 0,75 𝑚
4 4 4 4

8
2.2. Gelombang Cahaya
2.2.1. Definisi
Gelombang cahaya adalah
gelombang yang terdiri dari medan
listrik dan medan magnetik yang
berosilasi dengan sangat cepat , yaitu
pada orde 1014 Hertz. Medan listrik
dan medan magnetik tersebut akan
merambat seperti gelombang dengan
kecepatan yang sangat tinggi.
2.2.2. Sifat Gelombang Cahaya
 Gelombang cahaya merupakan gelombang elektromagnetik
sehingga tidak membutuhkan medium untuk merambat.
 Gelombang cahaya tegak lurus arah rambatannya dengan arah
getarannya karena merupakan gelombang transversal
 Gelombang Cahaya dapat
dibiaskan/difraksi/interferensi/disperse/polarisasi.
 Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 𝑚/𝑠 atau 1 𝑐𝑎𝑛𝑑𝑒𝑙𝑎

2.2.3. Interferensi Cahaya


Interferensi cahaya terjadi
karena adanya perpaduan dua
gelombang cahaya. Apabila dua
gelombang tersebut sama
amplitude, frekuensi dan fasenya
tetap atau yang disebut koheren,
interferensinya dapat terlihat
dengan jelas. Kedua gelombang
tersebut bersifat saling
menguatkan dan dalam
pengamatan akan terlihat seperti garis yang terang. Namun, apabila kedua
gelombang cahaya berinterferensi saling memperlemah akan
menghasilkan garis gelap pada pengamatan.
a. Interferensi Celah Ganda
1) Interferensi maksimum (garis terang)

𝑑 sin 𝜃 = 𝑚
2) Interferensi minimum (garis gelap)

1
𝑑 sin 𝜃 = (𝑚 − )
2
𝑝
Untuk kedua rumus, sin 𝜃 = 𝑙
Keterangan
d = Jarak antar celah (𝑚)
𝜃 = Sudut yang dibentuk berkas cahaya dengan garis mendatar
𝑚 = Pola interferensi (orde), m = 0, 1, 2, 3, ….

9
 = Panjang gelombang cahaya yang berinterferensi (𝑚)
𝑙 = Jarak celah ke layer (𝑚)
𝑝 = Jarak terang atau gelap pusat ke terang atau gelap ke-m (𝑚)
Untuk sudut yang kecil (<12°) maka sin 𝜃 = tan 𝜃 sehingga
1
𝑑 sin 𝜃 = (𝑚 − 2)
Contoh Soal
Pertanyaan
Cahaya monokromatis dengan Panjang gelombang 5000 Å
melewati celah ganda yang terpisah pada jarak 2 mm. Jika jarak
celahnya dengan layar 1 meter, tentukan jarak terang pusat dengan
garis terang orde ketiga pada layar.
Diketahui
𝑑 = 2 mm  = 5000 Å
𝑙 =1𝑚 𝜆 = 5 ∗ 10−4 𝑚𝑚
𝑙 = 1 ∗ 103 𝑚𝑚 𝑚=3
Penyelesaian
𝑑𝑝
= 𝑚
𝑙
𝑚 𝑙
𝑝=
𝑑
3 ∗ 5 ∗ 10−4 ∗ 103
𝑝= = 0,75 𝑚𝑚
2

b. Interferensi Lapisan Tipis


Interferensi cahaya pada selaput tipis dapat diamati saat melihat
gelembung sabun yang ditiupkan akan terlihat berwarna-warni atau
saat sebuah cakram terkena seberkas sinar juga terlihat berwarna-
warni. Pola interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu panjang lintasan optik dan perubahan fase sinar pantul
Berikut syarat-syarat terjadinya interferensi lapisan tipis
1) Interferensi maksimum (terang) dengan m = 1, 2, 3, ....

1
2𝑛 𝑑 cos 𝑟 = (𝑚 − )
2
2) Interferensi minimum (gelap)

2𝑛 𝑑 cos 𝑟 = 𝑚
Keterangan
n = indeks bias lapisan
𝑑 = tebal lapisan (m)
 = Panjang gelombang cahaya (m)
𝑚 = 0, 1, 2, 3, 4, ....
𝑟 = sudut bias
Contoh Soal
Pertanyaan
Suatu lapisan minyak diatas permukaan aiar memantulkan warna
merah. Sehingga warna biru mengalami interferensi dan hilang
dari spektrum. Jika indekas refraksi (indek bias) minyak adalah

10
1,25 sedangkan warna biru mempunyai panjang gelombang 5000
Å, maka tebal lapisan minimum lapisan minyak adalah....
Diketahui
n = 1,25 cos 𝑟 = 1
 = 5000 Å m=1
Penyelesaian
2𝑛 𝑑 cos 𝑟 = 𝑚
(2)(1,25) 𝑑(1) = (1)(5000)
2,5 𝑑 = 5000
5000
𝑑=
2,5
5000
𝑑=
2,5
𝑑 = 2000 Å = 2 ∗ 10−7 𝑚
c. Cincin Newton
Cincin Newton adalah pola interferensi yang terbentuk oleh sebuah
lensa yang sedikit cembung yang diletakkan di atas sebuah keping
gelas datar. Bila cahaya monokromatis dipantulkan oleh kedua
permukaan yang berdekatan ke mata pengamat dengan sudut
tertentu, titik singgung lensa akan terlihat sebagai sebuah lingkaran
gelap dikelilingi sederet cincin terang dan gelap.
1) Interferensi maksimum
1
𝑟𝑡2 = (𝑛 − )𝑅
2
Dengan n = 1, 2, 3, ...
Dengan 𝑟𝑡 adalah jari-jari lingkaran terang ke-n
2) Interferensi minimum
𝑟𝑔2 = 𝑛𝑅
Dengan n = 0, 1, 2, ...
Dengan 𝑟𝑔 adalah jari-jari lingkaran gelap ke-n.

Contoh Soal
Pertanyaan
Pada percobaan cincin Newton yang menggunakan kaca datar dan
lensa plankonveks yang mempunyai jari-jari kelengkungan 25 cm.
jika cahaya yang dijatuhkan panjang gelombangnya 5000 Å.
Tentukan jari-jari cincin gelap dan cincin terang pada orde
pertama (1 Å = 10−10 𝑚).
Diketahui
R = 25 cm = 0,25 m
 = 5000 Å = 5000 ∗ 10−10 𝑚 = 5 ∗ 10−7 𝑚
Penyelesaian
a. Jari – jari cincin gelap pertama
𝑟𝑔2 = 𝑛𝑅
𝑟𝑔2 = (1)(5 ∗ 10−7 )(0,25)
𝑟𝑔2 = (1)(5 ∗ 10−7 )(0,25)
𝑟𝑔2 = 1,25 ∗ 10−7
𝑟𝑔 = √0,125 ∗ 10−6 l

11
𝑟𝑔 = 0,35 ∗ 10−3 𝑚
𝑟𝑔 = 3,5 ∗ 10−4 𝑚
b. Jari – jari cincin terang pertama
1
𝑟𝑡2 = (𝑛 − )𝑅
2
1
𝑟𝑡 = (1 − )(5 ∗ 10−7 )(0,25)
2
2
𝑟𝑡2 = (0,5)(5 ∗ 10−7 )(0,25)
𝑟𝑡2 = (0,125)(5 ∗ 10−7 )
𝑟𝑡2 = (0,125)(5 ∗ 10−7 )
𝑟𝑡2 = 0,625 ∗ 10−7
𝑟𝑡 = √0,625 ∗ 10−7
𝑟𝑡 = √6,25 ∗ 10−8
𝑟𝑡 = √6,25 ∗ 10−8
𝑟𝑡 = 2,5 ∗ 10−4 𝑚

2.2.4. Difraksi Cahaya


Difraksi cahaya adalah peristiwa pelenturan cahaya yang akan terjadi jika
cahaya melalui celah yang sangat sempit. Kita dapat melihat gejala ini
dengan mudah pada cahaya yang melewati sela jari – jari yang kita
rapatkan kemudian kita arahkan pada sumber cahaya yang jauh, misalnya
lampu neon, atau dengan melihat melalui kisi tenun kain yang terkena sinar
lampu yang cukup jauh.

1) Difraksi Celah Tunggal


Pola interferensi pada difraksi celah tunggal ini terlihat adanya garis –
garis gelap, sedangkan pola terangnya lebar. Terang pusat akan
melebar setengah bagian lebih lebar pada kedua sisi. Dari kejadian ini
dapat dituliskan syarat – syarat interferensi sebagai berikut:
a. Interferensi maksimum
1
𝑑 sin 𝜃 = (𝑚 − )
2
b. Interferensi minimum t
𝑑 sin 𝜃 = 𝑚

12
2) Difraksi Kisi atau Difraksi Celah Majemuk
Kisi atau celah majemuk merupakan celah – celah sempit yang tertata
rapi dengan jarak yang cukup dekat. Hubungan jarak antara celah dan
jumlah garis pada kisi adalah sebagai berikut
1
𝑑=
𝑁
t
Pola interferensi yang dihasilkan memiliki syarat – syarat seperti pada
celah ganda percobaan Young. Syarat interferensi tersebut dapat
dilihat pada persamaan berikut.
a. Interferensi maksimum
𝑑 sin 𝜃 = 𝑚
b. Interferensi minimum
t
1
𝑑 sin 𝜃 = (𝑚 − )
2
t
Contoh Soal
Pertanyaan
Cahaya yang mempunyai panjang gelombang 700 nm melewati sebuah
celah yang mempunyai lebar 0,2 mm. Pola difraksi pada layar berada
pada jarak 50 cm dari celah. Tentukan jarak antara garis gelap kedua dan
garis terang utama!
Diketahui
𝜆 = 700 𝑛𝑚 = 700 ∗ 10−9 𝑚 = 7 ∗ 10−7 𝑚
𝐼 = 50 𝑐𝑚 = 0,5 𝑚
𝑑 = 0,2 𝑚𝑚 = 0,0002 𝑚 = 2 ∗ 10−4 𝑚
𝑛=2
Penyelesaian
𝑛𝜆 (2)(7 ∗ 10−7 )
sin 𝜃 = = = 7 ∗ 10−3 = 0,007
𝑑 2 ∗ 10−4
𝜃 = sin−1 0,007 = 0,40°
𝑦
sin 𝜃 ≈ tan 𝜃 =
𝐼
𝑦
0,007 =
0,5
𝑦 = 0,0035 𝑚 = 3,5 𝑚𝑚
2.2.5. Daya Urai Lensa
Kemampuan lensa atau
sistem optik untuk
memisahkan bayangan
dari dua titik sumber
cahaya yang terpisah
satu sama lain pada
jarak minimum disebut
sebagai daya urai.
Misalkan d merupakan
jarak dua sumber
cahaya minimal 𝛼 yang

13
bayangannya tepat dapat dipisahkan (diuraikan). Bila sudut merupakan
sudut minimum pada jarak daya urai, maka berlaku persamaan :
1,22
sin 𝛼 =
𝑛𝐷
t besarnya sin 𝛼 sama dengan
Biasanya sudut 𝛼 sangat kecil, sehingga
sudut 𝛼 itu sendiri (𝛼 dalam satuan radian), sehingga persamaan di atas
dapat ditulis:
1,22
𝛼=
𝑛𝐷
t hampa atau n=1, 𝛼 =
Untuk lensa yang terletak dalam ruang
𝑑
sehingga
𝐿
𝑑 1,22𝜆
= . Jarak daya urai dapat dirumuskan menjadi:
𝐿 𝐷
1,22𝜆
𝑑=
𝐿𝐷

Keterangan:
𝑛 = indeks bias medium
𝐷 = Diameter diafragma (m)
𝐿 = Jarak (m)
 = Panjang Gelombang Cahaya (m)
𝛼 = Sudut yang dibentuk oleh sumber cahaya

Contoh Soal
Pertanyaan
Diketahui jarak kedua lampu pada mobil 1,2 m dan diameter pupil mata 2
mm. Panjang gelombang cahaya 5.500 Amstrong. Berapa jarak mobil
maksimum agar kedua lampu jelas terbedakan atau terpisah?
Diketahui
𝑑 = 1,2 m
𝐷 = 2 mm = 2 ∗ 10−3 𝑚
 = 5500 Å = 5,5 ∗ 10−7 m
Penyelesaian
1,22
𝑑=
𝐿𝐷
1,22(5,5 ∗ 10−7 )
𝐿=
𝑑𝐷
1,22(5,5 ∗ 10−7 )
𝐿=
1,2(2 ∗ 10−3 )
𝐿 = 3577 𝑚

14
2.2.6. Dispersi Cahaya

Dispersi adalah penguraian


cahaya putih (polikromatis)
menjadi cahaya berwarna-warni
(monokromatis). Cahaya putih
merupakan cahaya
polikromatik, artinya cahaya
yang terdiri atas banyak warna dan panjang gelombang. Jika cahaya
putih diarahkan ke prisma, maka cahaya putih akan terurai menjadi cahaya
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Cahaya-cahaya ini
memiliki panjang gelombang yang berbeda. Setiap panjang gelombang
memiliki indeks bias yang berbeda. Semakin kecil panjang gelombangnya
semakin besar indeks biasnya. Dispersi pada prisma terjadi karena adanya
perbedaan indeks bias kaca setiap warna cahaya. Dispersi cahaya dapat
dirumuskan dengan rumus berikut ini:
𝜑 = 𝛿𝑢 − 𝛿𝑚
𝜑 = (𝑛𝑢 − 𝑛𝑚 )𝛽
Keterangan
𝜑 = Sudut dispersi
𝛿𝑢 = Deviasi sinar ungu
𝛿𝑚 = Deviasi sinar merah
𝑛𝑢 = Indeks bias sinar ungu
𝑛𝑚 = Indeks bias sinar merah
𝛽 = Sudut pembias prisma

Contoh Soal
Pertanyaan
Sebuah prisma yang terbuat dari kaca (n = 1,5) yang memiliki sudut bias
60° diletakkan dalam medium air. Jika seberkas sinar datang dari air (n =
1,33) memasuki prisma, berapakah sudut deviasi minimum prisma
tersebut?
Diketahui
𝑛𝑝 = 1,5
𝑛𝑎 = 1,33
𝛽 = 60°
Penyelesaian
𝑛𝑝
𝛿𝑚𝑖𝑛 = ( − 1) 𝛽
𝑛𝑎

15
1,5
𝛿𝑚𝑖𝑛 = ( − 1) 60°
1,33
𝛿𝑚𝑖𝑛 = (1,17 − 1)60°
𝛿𝑚𝑖𝑛 = 10,2°

2.2.7. Polarisasi Cahaya


Polarisasi cahaya adalah pembatasan
atau pengubahan dua arah getar
menjadi satu arah getar. Gelombang
cahaya yang belum terpolarisasi
mempunyai arah gerak ke segala arah.
Ketika cahaya tersebut dilewatkan
pada sebuah celah (polarisator),
cahaya mengalami pengutuban
(polarisasi) sehingga cahaya hanya
mempunyai satu arah getar.
Polarisasi cahaya dapat terjadi karena beberapa hal berikut:
a. Polarisasi karena pemantulan dan pembiasan terjadi karena cahaya
yang dipantulkan dengan cahaya yang dibiaskan saling tegak lurus.
Ketika cahaya mengenai bidang batas dua medium optik dengan
kerapatan berbeda, sebagian cahaya akan dipantulkan. Hal ini dapat
menimbulkan terjadinya polarisasi. Tingkat polarisasi bergantung
pada sudut datang dan indeks bias kedua medium. Cahaya yang
terpantul akan terpolarisasi seluruhnya ketika sudut datang sedemikian
sehingga antara sinar bias dan sinar pantul saling tegak lurus. Pada
polarisasi karena pemantulan dan pembiasan ini berlaku hukum
Brewster sesuai nama ilmuwan yang pertama kali mempelajarinya,
Daved Brewter (1781-1868).

𝑛2
= tan 𝑖𝑝
𝑛1

b. Polarisasi karena absorpsi selektif terjadi akibat adanya bahan


polaroid. Polarisasi akibat penyerapan terjadi jika cahaya melalui zat
yang dapat memutar bidang polarisasi gelombang cahaya. Zat
semacam ini disebut zat optik aktif. Contoh zat ini adalah larutan gula.
Pada polarisasi karena penyerapan ini berlaku hukum Mallus.

1
𝐼1 = 𝐼0
2
1
𝐼2 = 𝐼1 cos 2 𝜃 = 𝐼0 cos 2 𝜃
2

Keterangan
𝐼0 = Intensitas cahaya tidak terpolaisasi
𝐼1 = Intensitas cahaya yang melewati polarisator
𝐼2 = Intensitas cahaya yang melewati analisator

16
c. Polarisasi karena pembiasan ganda terjadi bila seberkas cahaya
melewati bahan tertentu yang memiliki dua indeks bias
(birefringence). Gejala pembiasan ganda merupakan fenomena rumit
yang terjadi pada kristal kalsit atau kristal plastik yang ditegangkan,
misalnya selofen. Pada kebanyakan zat, laju cahaya adalah sama untuk
semua arah. Pada kristal kalsit, laju cahaya bergantung arah rambat
pada material tersebut. Zat semacam ini disebut zat isotropik. Ketika
berkas cahaya masuk pada zat isotropik, berkas tersebut terpisah
menjadi dua bagian yang disebut berkas sinar biasa dan sinar luar
biasa. Berkas-berkas ini terpolarisasi dalam arah yang saling tegak
lurus dan berjalan dengan kecepatan yang berbeda. Ada arah tertentu
pada zat di mana kedua cahaya merambat dengan kecepatan yang
sama. Arah ini disebut sumbu optik. Saat cahaya membentuk sudut
terhadap sumbu optik, berkasberkas cahaya tersebut akan berjalan
pada arah yang berbeda dan keluar secara terpisah pada ruang. Jika
bahan tersebut diputar, berkas cahaya yang luar biasa akan berputar di
ruang.
d. Hamburan merupakan suatu peristiwa penyerapan dan pemancaran
kembali suatu gelombang cahaya oleh partikel. Salah satu gejala
polarisasi cahaya akibat hamburan adalah langit yang berwarna biru.
Hal ini disebabkan gelombang cahaya warna biru lebih banyak
dihamburkan oleh atmosfer. Atmosfer kita cenderung lebih banyak
menghamburkan cahaya dengan gelombang panjang yang pendek
daripada panjang gelombang yang panjang.
Contoh Soal
Pertanyaan
Dua keping polarisator disusun sejajar dengan sumbu transmisi yang
sejajar pula. Cahaya alami (tak terpolarisasi) yang masuk ke susunan
polarisator itu akan mengalami penurunan intensitas sebanyak 75% jika
polarisator yang kedua diputar … derajat
Penyelesaian
Ada cahaya alami yang belum terpolarisasi dilewatkan melalui
polarisator, maka bidang getar yang keluar dari bidang polarisator
tersebut akan sejajar dengan sumbu transmisi polarisator dan
Intensitasnya berkurang menjadi 1/2 dari Intensitas awal. Polarisator
berikutnya diputar sehingga membentuk sudut tertentu sehingga
1
𝐼1 = 𝐼0
2
1
𝐼2 = 𝐼0
4
𝐼2 = 𝐼1 cos2 𝜃
1 1
𝐼0 = 𝐼0 cos2 𝜃
4 2
2
1
cos 𝜃 =
2
1
cos 𝜃 =
√2
𝜽 = 𝟒𝟓°

17
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
 Bunyi dan Cahaya sama – sama merupakan gelombang.
 Gelombang bunyi dapat dipantulkan, dibiaskan, dipadukan sehingga
berinterferensi, dan dilenturkan.
 Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang memerlukan
medium untuk merambat.
 Gelombang Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang tidak
memerlukan medium untuk merambat.
 Gelombang Cahaya dapat dipadukan, dibiaskan, dibatasi, diuraikan dan
difraksikan.
 Kecepatan Gelombang Cahaya konstan, begitu juga dengan kecepatan
Gelombang Bunyi.

3.2. Saran
Untuk pemberian tugas, seharusnya diberikan sama rata tingkat kesulitannya,
karena ada beberapa bab yang hanya teori saja, dimana tidak diperlukan
perhitungan yang khusus.

18
DAFTAR PUSTAKA
Assidiq, A. K. (2008). Kamus Lengkap Fisika. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Beiser, A. (1999). Konsep Fisika Modern (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Bunyi: Wikipedia. (2018, September 1). Retrieved from Wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Bunyi
Foster, B. (2004). Fisika SMA Jilid 3A untuk Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Indrajit, D. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Fisika 3: untuk Kelas XII Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Karyono, d. (2009). Fisika 1: untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Lohat, S. (n.d.). Contoh Soal Interferensi dan Difraksi Cahaya Celah Tunggal:
Gurumuda. Retrieved from Gurumuda: https://gurumuda.net/contoh-soal-
interferensi-dan-difraksi-cahaya-celah-tunggal.htm
MIPA, S. b. (2017, November 4). Sudut Deviasi Minimum Prisma: FisikaABC.
Retrieved from FisikaABC: https://www.fisikabc.com/2017/11/sudut-deviasi-
minimum-prisma.html
Nurachmandani, S. (2009). Fisika 1 untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Pembahasan Soal Polarisasi: Pembahasan-Soal. (2015, September 6). Retrieved
from Pembahasan-Soal: http://www.pembahasan-
soal.net/2015/08/pembahasan-soal-polarisasi.html
Subagya, H. (2014). Konsep dan Penerapan Fisika SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sunardi, d. (2016). Fisika untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan
Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam. Bandung: Yrama Widya.
Supriyono. (2006). Fisika untuk SMA/MA Jilid Xb. Surabaya: Sagufindo Kinarya.
Tim Balai Bahasa Jakarta. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Wikipedia. (2019, Januari 27). Cahaya: Wikipedia. Diambil kembali dari Wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya

19

Anda mungkin juga menyukai