Anda di halaman 1dari 2

Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh.

Alhamdulillah, Alhamdulillahiladzi an amana bi ni’matil iman wal islam, wa nusholihi wa nusalimu ‘ala
khoiril anam, sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi washohbihi ajma’ina imama. Asyhadu anla ilahailallah,
wa asyhadu anna muhammadan abduhu warusuluh. Robbi shohri sodri wayasirlii amri wahlul uddatam
bilisani yafqoulu qouli.

Marilah kita panjatkan puji syukur kita atas karunia yang tak henti-hentinya Allah berikan kepada kita.
Salah satiu karunia yang diberikan-Nya adalah nikmat iman dan islam, yang karenanya lah kita dapat
dipertemukan di tempat ini dengan keadaan sehat wal afiat, insyaallah. Semoga tiap putaran roda motor
kita, tiap tetesan bensin yang dikeluarkan mendapat balasan pahala terbaik disisi-Nya.

Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada murobbi terbaik kita, Al-Quran yang
berjalan, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh kepada kita bagaimana caranya menjadi
pemimpin yang baik, bagaimana caranya berdakwah, bagaimana caranya menjadi hamba yang taat
kepada Robbnya, dan lain sebagainya. Beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutya.

Mohon ijin pak ketum, mohon ijin para senior dan teman-teman sekalian. Maksud dari saya
memberikan materi pada sore hari ini bukanlah berarti saya menggurui ataupun saya yang lebih tau,
melainkan semoga hal ini dapat dijadikan ajang dalam berbagi ilmu. Mungkin apa yang akan saya
sampaikan ini sudah sering sekali didengar oleh kita, namun semoga ini bisa menjadi pengingat kembali
kepada kita yang sering lupa.

Teman-teman sekalian sering sekali kita mendengarkan sebuah kata dari murobbi kita, ustad-ustad yang
ceramah di masjid, khotbah jumat, dan lain sebagainya bahwasanya “Dakwah itu memang wajib dan tak
kenal batas waktu”. Kalimat ini mengingatkan kita yang sering lupa akhirat, meninggalkan medan jihad,
tidak istikamah, tidak ikhlas, lari dari quran dan sunnah, serta tidask pernah memaksimalkan bekal
takwa dalam kesemtaraan hidup ini. Kalimat ini adalah pengingat tatkala kita lupa, sebagai lentera dikala
gelap gulita.

Itulah sikap taslim, ketundukan yang harus kita bangun dan rawat. Tentunya semua itu kita lakukan agar
kita senantiasa dapat kembali kapada Allah semata. “Fa firru ilallah inni lakum minhu nadzirun mubin”,
(bersegeralah kembali kepada Allah, sesungguhnya kami hanyalah pemberi peringatan yang nyata bagi
kamu sekalian) Q.S Adz-zariyat ; 50. Peran inilah temzn-teman yang seharusnya kita ambil, tampil
sebagai penyeru, dan mengikuti Nabi untuk memberikan peringatan.

Sejatinya, esensi dakwah adalah mengajak dalam ketundukan pada Allah semata dan mencegah
kemungkaran terhadap-Nya. Yang pertama seakan mudah dan yang kedua seakan sulit. Namun
keduanya dapat kita lakukan sebagai implementasi ketundukan pada Allah SWT. ketundukan yang
membutuhkan keberanian, bekal, dan akal. Memang yang kedua sangat sulit jika kita tidak benar-benar
menundukan diri pada-Nya. Itulah derajat dakwah yang utama.

Namun dakwah seringkali diartikan dalam arti sempit, berpidato atau berkhutbah di atas mimbar-
mimbar masjid, sehingga bahasa dakwah itu terkadang hanya melangit. Jika demikian anggapan kita,
maka pemahaman kita terpuruk secara parsial, sehingga kita menganggap bahwa dakwah itu hanyalah
tugas kiai, ustad, ataupun guru. padahal kita semua adalah seorang dai.

Ada sebuah ibroh dari sang mutiara. Alkisah si kerang kecil menangis meraung-raung dihadapan ibunya.
mengapa? Karena tubuh kecilnya kemasukan pasir. ia kesakitan, mengaduh, dan mengeluh, “Ibu,
sekujur tubuhku panas dan terasa sakit”, keluhnya. Maka ibunya berkata, “Sabarlah anakku, tahanlah
rasa sakit itu. Rasa sakit itu ada batasnya. Sadarilah kesakitanmu dan kesakitan kita akan membuahkan
mutiara. Sadarilah bahwa rasa sakit itu merupakan goresan takdir yang akan menyenangkan kehidupan
manusia”, kata sang ibu. Ya, sebab mutiara itu indah dan keindahan itu didambakan oleh manusia.
Bukankah Dia juga Maha Indah yang menyukai Keindahan?

Artinya, dalam perjalanan dakwah tentu kita dapati rintangan dan hadangannya. Semua itu bisa kita
hadapi dengan tekad yang bulat, ikhlas dan sabar, istikamah dan saling menguatkan, serta harus kita
yakini bahwa dibalik langit yang mendung, akan ada seberkas cahaya yang nantinya akan menyinari
seluruh bumi ini. Seberkas cahaya itu adalah semangat dakwah kita, insyaallah.

Semoga kita bisa pulang ke kampung halaman, surga. Dengan naik mobil jihad. Bensinnya istikomah.
Sopirnya iman. Lewat jalan ikhlas. Membawa peta al-quran dan sunnah. Dengan bekal takwa. Semoga
kita dipertemukan disana. Aamiin allahuma aamiin.

mungkin sedikit yang bisa saya sampaikan, segala kekurangan mohon dimaafkan karena sesungguhnya
kesalahan berasal dari saya pribadi dan syaitan. Dan kebenaran mohon diamalkan karena sesungguhnya
kebenaran berasal dari Allah azza wajala.

akhiru kalam, wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Anda mungkin juga menyukai