Anda di halaman 1dari 195

PERANCANGAN DERMAGA CONTAINER TIPE

DECK ON PILE DI PELABUHAN BATU AMPAR,


BATAM

TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Oleh
Edward Stephan Sianturi
NIM 15501023

Program Studi Teknik Kelautan


Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2006
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
perlindungan dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

Penulis mempersembahkan laporan tugas akhir ini untuk teman-teman mahasiswa yang belajar di
Program Studi Teknik Kelautan ITB, dan seluruh pihak yang telah banyak membantu proses
penyusunan laporan ini. Meskipun perhitungan yang disajikan dalam laporan ini masih jauh dari
sempurna, namun penulis sangat mengharapkan laporan ini bisa memberikan informasi yang cukup
mengenai perhitungan dasar desain struktur dermaga container.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas besar ini , secara khusus penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Hang Tuah Salim, M. Oce. Eng, selaku pembimbing tugas akhir, yang telah
memberikan pengajaran dan bimbingan dalam pengerjaan tugas akhir.
2. Bapak Rildova, Ph. D., sebagai dosen penguji pada seminar dan sidang tugas akhir, atas
pengajaran, saran-saran, dan dukungan beliau.
3. Ibu Paramashanti, ST, MT, sebagai dosen penguji pada seminar tugas akhir, atas pengajaran,
saran-saran, dan dukungan beliau.
4. Ibu Ir. Sri Murti Adiyastuti, M. Sc., sebagai dosen penguji dalam sidang tugas akhir, atas
pengajaran, saran-saran, dan dukungan beliau

Penulis memahami bahwa penyusunan laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan tugas akhir ini,
sehingga nantinya diharapkan tugas besar ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak lain yang
akan menggunakannya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala
kekurangan yang ada pada laporan ini.

Bandung, Desember 2006


Penulis,

Edward Stephan Sianturi


SARI

Dalam pemilihan tipe dermaga untuk suatu pelabuhan, terdapat beberapa


pertimbangan konsep struktur yang dapat digunakan. Secara garis besar, jenis-
jenis dermaga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tipe Deck On Pile, tipe Sheet Pile,
dan tipe Caisson. Pertimbangan pemilihan ketiga tipe struktur dermaga diatas
bergantung pada faktor tanah untuk pondasi dan biaya proyek.

Faktor lingkungan dalam perencanaan strukur dermaga antara lain adalah akibat
beban-beban angin, arus, gelombang, dan beban gempa. Beban-beban ini
diperhitungkan dalam perencanaan dimensi struktur, yang nantinya akan
menentukan kekuatan dan daya dukung struktur. Adapun faktor-faktor lain yang
dipertimbangan akibat beban-beban lingkungan tersebut adalah terjadinya
pemuaian, korosi, dan akibat-akibat lain yang mungkin terjadi.

Beban yang sebetulnya sangat dominan bekerja pada struktur dermaga adalah
beban opersaional dermaga itu sendiri, seperti beban tarik dan tambat kapal
pada arah horizontal dermaga, dan beban vertikal seperti beban container crane,
container box, container truck, dan beban hidup akibat kegiatan operasional
pada lantai dermaga. Beban-beban ini akan menentukan dalam desain dimensi
elemen-elemen penyusun lantai dermaga, seperti pelat lantai, balok, dan tiang
pancang, terutama dalam penentuan kekuatan struktur dan defleksinya.

Pada studi kasus tugas akhir ini, struktur dermaga yang direncanakan akan
dimodelkan dengan menggunakan perangkat lunak Structure Application
Program (SAP), dimana perangkat lunak ini akan melakukan pengecekan
terhadap kekuatan dan defleksi struktur akibat beban yang terjadi, untuk
kemudian dilakukan perubahan-perubahan dimensi struktur yang dianggap perlu.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini terdapat kegiatan industri yang cukup besar di daerah Otorita
Batam. Oleh karena itu, diperlukan pula peningkatan sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan tersebut. Kegiatan pengiriman barang melalui jalur laut
menuntut daerah ini untuk memiliki pelabuhan dengan fasilitas-fasilitas
penunjang yang memadai. Posisi geografis pulau Batam yang cukup strategis
dapat menjadi nilai tambah apabila pelabuhan yang dibangun dapat memberikan
pelayanan berskala internasional.

Dalam kaitan dengan pembangunan pelabuhan ini ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai, yaitu:
• Membantu kelancaran pengiriman barang, baik ekspor maupun impor yang
pada akhirnya mendukung kemajuan industri di Pulau Batam
• Meningkatkan pendapatan negara dari sektor industri
• Meningkatkan daya saing dengan negara-negara tetangga
• Memberikan lapangan kerja bagi penduduk yang tinggal di sekitar kawasan
pelabuhan

Fungsi pelabuhan barang yang akan dibangun juga harus diperhatikan, agar
tujuan pembangunan pelabuhan dapat tercapai. Pada umumnya fungsi dari
pelabuhan barang meliputi:
• Sebagai tempat berlabuh kapal barang,
• Sebagai tempat bongkar muat barang,
• Sebagai tempat pelayanan dan sarana memperlancar kegiatan operasional
kapal barang,
• Sebagai pusat distribusi barang dan pemasaran,
• Sebagai ujung tombak berkembangnya kawasan industri.

I-1
BAB I PENDAHULUAN

Pelabuhan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal, direncanakan sebagai


suatu tempat yang terlindung dari gerakan gelombang laut, sehingga kegiatan
bongkar muat barang dan orang dapat dilaksanakan dengan baik.
Dalam perencanaan pelabuhan, pertama-tama perlu dilakukan penyelidikan
untuk mendapatkan data-data yang akurat mengenai kondisi di lokasi proyek.
Penyelidikan tersebut meliputi penyelidikan hydro-oceanography, topography,
dan geoteknik. Setelah didapatkan data-data yang mencukupi, kemudian
dilakukan analisis dari hasil penyelidikan tersebut, sehingga diperoleh
parameter-parameter yang akan digunakan dalam perencanaan pelabuhan,
khususnya dermaga.
Dermaga adalah unsur terpenting dalam sebuah pelabuhan, yaitu sebagai
tempat merapatnya kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat.
Perencanan dimensi dermaga didasarkan pada perkiraan jenis kapal yang akan
berlabuh pada pelabuhan. Perencanaan tersebut harus berdasarkan pada
ukuran-ukuran minimal, yang memungkinkan kapal dapat dengan aman
bertambat / meninggalkan dermaga dan melakukan bongkar muat angkutannya.

Secara umum, struktur dermaga terdiri dari :


1. Tiang Pancang / Pile
2. Lantai Dermaga
3. Fender
4. Bollard

Untuk perencanaan struktur dermaga, perlu dilakukan analisis terhadap gaya-


gaya yang bekerja pada struktur dermaga. Menurut arah datangnya, gaya-gaya
yang bekerja pada dermaga dapat dibagi 3, yaitu :
A. Dari arah laut
• Gaya Horizontal
- Gaya akibat benturan kapal pada Fender (Berthing)
- Gaya tambat kapal pada Bollard (Mooring)
- Gaya akibat arus
• Gaya Vertikal
- Gaya tambat kapal pada Bollard (mooring)

I-2
BAB I PENDAHULUAN

B. Dari arah darat


• Gaya Horizontal
- Tekanan aktif tanah
• Gaya Vertikal
- Berat tanah timbunan
- Beban dari bangunan

C. Dari dermaga itu sendiri


• Gaya Horizontal
- Akibat Crane
- Akibat pemuaian material
- Akibat gempa
• Gaya Vertikal
- Akibat beban mati
- Akibat beban hidup
- Akibat gempa

Bollard
Lantai
Fender Dermaga

Pile

Gambar 1.1
Gaya-gaya yang bekerja pada struktur dermaga

I-3
BAB I PENDAHULUAN

Setelah dilakukan analisis gaya-gaya yang bekerja pada dermaga, selanjutnya


dapat dilakukan perhitungan detail desain dari struktur dermaga tersebut.
Untuk menahan gaya gelombang yang masuk ke pelabuhan, biasanya
digunakan suatu struktur Breakwater. Pada proyek ini telah diadakan struktur
Breakwater tersebut, sehingga gaya gelombang tidak diperhitungkan dalam
perhitungan desain struktur dermaga. Sedangkan jenis pelabuhan yang akan
dibangun adalah pelabuhan peti kemas / Container.

1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan Tugas Akhir ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai perencanaan pembangunan dermaga terminal peti kemas di
Pelabuhan Batu Ampar di Batam dengan penekanan pada analisis struktur
dermaga, beserta seluruh sasaran yang digunakan sebagai dasar bagi
pelaksanaan kegiatan konstruksi.

1.3 Rumusan Masalah


Dalam perencanaan dermaga terminal peti kemas sebuah pelabuhan, perlu
diperhatikan berbagai kriteria desain agar semua fungsi dan tujuan didirikannya
dermaga dapat tercapai. Berikut ini adalah beberapa hal yang wajib diperhatikan
dalam perencanaan pelabuhan, antara lain:
• Alur pelayaran
Kapal harus dapat dengan mudah dan aman keluar masuk pelabuhan. Untuk
keperluan ini maka diperlukan kedalaman dan lebar alur pelayaran yang
mencukupi, rambu-rambu serta konfigurasi arah alur yang mudah dilalui.

• Kolam putar
Kolam putar berfungsi untuk tempat manuver bagi kapal yang masuk kolam
pelabuhan untuk mengarahkan kapal pada tempat tambat (berth) maupun bagi
kapal yang akan meninggalkan pelabuhan. Kolam putar harus cukup dalam
dan lebar.

• Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah perairan yang berada di dalam area pelabuhan .
Kolam pelabuhan harus memiliki kedalaman minimal yang diperlukan bagi

I-4
BAB I PENDAHULUAN

kapal yang akan berlabuh dan cukup luas, sehingga kapal leluasa bergerak
tanpa bertabrakan dengan kapal yang lain.

• Breakwater
Breakwater adalah struktur yang berfungsi untuk melindungi kolam pelabuhan
dari serangan gelombang.

• Berth
Berth adalah tempat dimana kapal bersandar dan bertambat untuk melakukan
kegiatan bongkar muat.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah berth adalah:

- Berth harus cukup kuat menahan beban benturan kapal ketika bersandar,
beban akibat gaya tambat kapal, beban akibat aktivitas peralatan bongkar
muat, dan beban akibat aktivitas manusia dan peralatan di atasnya.
- Berth harus cukup panjang sesuai parameter panjang kapal yang akan
bersandar.
- Berth harus cukup tinggi sehingga lantai berth tidak terendam air meskipun
terjadi air pasang.
• Areal darat
Areal darat adalah areal kering di dalam kawasan pelabuhan yang
diperuntukkan bagi tempat aktivitas kerja manusia seperti lapangan
penumpukan kontainer, lapangan kargo, area muatan curah, perkantoran, dan
sarana pendukung lainnya.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang Lingkup Pekerjaan dari Tugas Akhir Perencanaan Dermaga Terminal Peti
Kemas Pelabuhan Batu Ampar, Batam ini adalah :
• Melakukan Inventarisasi data lingkungan lokasi proyek yang telah dianalisis,
yang mencakup data Hydro-Oceanography (bathimetry, pasang surut, arus),
data kondisi topografi, dan data kondisi geoteknik.
• Menentukan kriteria desain perencanaan dermaga dari hasil analisis data
lingkungan.
• Menentukan lay-out dermaga.

I-5
BAB I PENDAHULUAN

• Melakukan analisis untuk menentukan jenis struktur dermaga yang akan


direncanakan.
• Melakukan analisis gaya-gaya yang bekerja pada dermaga.
• Melakukan analisis struktur dermaga.
• Meenntukan detail desain dari dermaga.
• Membuat Gambar Rencana.

1.5 Sistematika Pembahasan


Sistematika pembahasan laporan ini adalah sebagai berikut:
• BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang, Tujuan, Rumusan
Masalah, Ruang Lingkup Pekerjaan, dan Sistematika Pembahasan dari Tugas
Akhir ini.
• BAB II. KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK
Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran lokasi proyek yang
menyangkut kondisi fisik dari lokasi proyek, yang terdiri dari Letak Lokasi
Proyek, Kondisi Lingkungan proyek, serta Kondisi Fisik dan Potensi Pulau
Batam. Selain itu juga diuraikan mengenai data-data lingkungan dari lokasi
lingkungan yang telah dianalisis. Data-data tersebut terdiri dari : data Hydro-
Oceanography (bathimetry, pasang surut, arus), data kondisi Topography, dan
data kondisi geoteknik.
• BAB III. KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL
Pada bab ini akan diuraikan mengenai Dasar Teori Pelabuhan, Kriteria Umum
Perencanaan Struktur Dermaga, Pemilihan Struktur Dermaga, dan Layout
Desain Awal Dermaga.
• BAB IV. PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA.
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses
perhitungan struktur dermaga, yaitu perhitungan beban pada struktur dermaga.
Beban-beban ini terdiri dari beban vertikal yaitu beban berthing dan mooring
kapal, beban angin dan arus, beban gempa, serta gaya tekanan tanah aktif
tanah pada tiang pancang.
Sedangkan beban vertikal terdiri dari beban mati struktur dan beban hidup
yang bekerja pada struktur dermaga.

I-6
BAB I PENDAHULUAN

• BAB V. ANALISIS STRUKTUR DERMAGA


Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis struktur dermaga, yang terdiri
dari material yang digunakan pada struktur dermaga, perencanaan pelat lantai,
balok memanjang, balok melintang, balok crane, pile cap, analisis 2 dimensi
dan 3 dimensi pada struktur dermaga, perencanaan tiang pondasi dan
sambungan tiang pancang dengan pile cap, serta analisis daya dukung tanah
dan kestabilan lereng struktur dermaga.
• BAB VI. PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari laporan akhir dari Tugas Akhir ini.

I-7
BAB II
KONDISI FISIK DAN
GAMBARAN LOKASI PROYEK
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

BAB II
KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

2.1. Kondisi Fisik Proyek


2.1.1. Letak Lokasi Proyek
Lokasi proyek ini berada di pesisir pantai timur pulau Batam, propinsi Kepulauan
Riau, yang berada di sebelah barat pulau sumatra. Lokasi pelabuhan ini
berhadapan langsung dengan Teluk Jodoh.
Secara administratif proyek ini berada pada :
• Kelurahan : Batu Merah
• Kecamatan : Batu Ampar
• Kotamadya : Batam
• Propinsi : Kepulauan Riau

2.1.2. Kondisi Iklim


Berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi Pemerintahan Kota Batam,
Kondisi iklim di kota batam pada tahun 2005 rata-rata menunjukkan keadaan
sebagai berikut :
- suhu minimum : 21,3°C - 23,6°C
- suhu maksimum : 31,5°C - 34,2°C
- suhu rata-rata : 26,2°C - 28,4°C
- tekanan udara minimum : 1004,5 MBS
- tekanan udara maksimum : 1015,5 MBS
- kelembaban udara rata-rata : 77% - 85%
- kecepatan angin maksimum : 15-24 knot
- kecepatan angin rata-rata : 5 knot
- jumlah hari hujan rata-rata : 183 hari/tahun
- curah hujan rata-rata : 3066.9 mm/tahun

II - 1
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

Gambar 2.1
Peta wilayah Batu Ampar, Batam

II - 2
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

2.1.3. Kondisi Fisik


A. Luas dan Letak Geografis
Luas pulau Batam adalah sebesar 415 km2, atau sekitar 67% dari luas
negara Singapura.
Secara geografis, Kota Batam terletak antara :
0°.25'29'' - 1°.15'00'' Lintang Utara
103° .34'35'' - 104°.26'04'' Bujur Timur

Kecamatan Batu Ampar merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah


Daerah Tingkat II Kotamadya Batam, Propinsi Kepulauan Riau. Kecamatan
ini berada di sebelah Utara Pulau Batam, dengan batas-batas sebagai berikut
- Sebelah Utara : Selat Malaka
- Sebelah Selatan : Kecamatan Nongsa
- Sebelah Timur : Teluk Tering
- Sebelah Barat : Teluk Jodoh

Kecamatan Batu Ampar memiliki luas ± 22.5 km2, yang terdiri dari 5
Kelurahan, antara lain :
- Kelurahan Batu Merah
- Kelurahan Bukit Senyum
- Kelurahan Bengkong Laut
- Kelurahan Bengkong Harapan
- Kelurahan Harapan Baru

2.1.4. Potensi Daerah


A. Penduduk
Sampai dengan akhir juli 2006, jumlah penduduk yang tersebar dalam
wilayah kecamatan Batu Ampar berjumlah 124.067 jiwa. Dengan luas wilayah
kecamatan 22.5 km2, maka kepadatan penduduknya adalah 1.268 jiwa/km2,
yang terdiri dari 57.515 jiwa laki-laki dan 66.552 jiwa perempuan.
Masyarakatnya adalah masyarakat heterogen yang bercampur suku, agama,
dan adat istiadat.

II - 3
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

B. Perdagangan
Batam merupakan salah satu daerah perdagangan yang berkembang dengan
pesat, mengingat lokasinya yang dekat dengan Singapura. Laju pertumbuhan
ekonomi kota Batam pada tahun 2006 adalah sebesar 8.13%.
Ada tujuh sektor yang mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yakni
sektor pertanian, sektor industri, sektor listrik dan air minum, sektor
bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi dan sektor jasa-jasa.
Pendapatan per kapita masyarakat juga menunjukkan peningkatan.
Berdasarkan harga berlaku (current price), pada tahun 2004 pendapatan per
kapita telah mencapai Rp. 17.176.162,49 sedangkan pada tahun 2003
sebesar Rp. 15.935.049,96.

C. Industri
Batam juga merupakan salah satu kawasan industri yang mempunyai nilai
investasi yang besar bagi perekonomian Provinsi Kepulauan Riau.
Adapun kontribusi pendapatan regional pulau Batam masih sangat dominan
berasal dari sektor industri pengolahan sebesar, yakni sekitar 71.28% dari
pendapatan regional.
Jenis industri yang terdapat di pulau Batam antara lain industri barang
elektronik, industri mesin, dan industri peralatan konstruksi.

II - 4
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

Gambar 2.2
Peta wilayah Kotamadya Batam, Propinsi Kepulauan Riau

II - 5
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

2.2. Gambaran lokasi Proyek


2.2.1. Data Kondisi Hydro-Oceanography
2.2.1.1. Bathimetry
Bathimetri adalah kedalaman suatu perairan yang diukur terhadap elevasi muka
air tertentu di daerah pengamatan, seperti Mean Sea level (MSL), Lowest Water
Level (LWS) atau Highest Water Level HWS).
Tujuan dari pekerjaan bathimetry berkaitan dengan perencanaan dermaga ialah :
- Memperoleh gambaran tentang konfigurasi dasar laut di lokasi perairan
pelabuhan yang direncanakan.
- Mendapat gambaran potongan melintang pantai di daerah lokasi rencana
pelabuhan.
- Merencanakan kebutuhan kapal akan kedalaman minimum perairan yang
diperlukan untuk berlayar, dalam hal ini ialah alur pelayaran dan kolam
pelabuhan.

II - 6
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

Peta Bathymetry Batu Ampar, Batam adalah sebagai berikut.


Secara umum, elevasi dasar laut bervariasi antara -6.00 meter (bagian utara
pelabuhan), hingga -12.00 meter (bagian selatan pelabuhan).

-22. -2

0
8.0
-1

.00
0
7.0

-15

0
-1

.0
0

-16
6.0
-1
Y +800
00 .00 00
-16. -15 -14.
00
-13.

00
-12.

00
-11.

-9.0 00
Y +600

-10.

0
0
-8.0

0
-7.0

-1.0 0
0
-6.0

-2.0
0

+1 0
0
-5.0

0.0
-4.0

.00
-3.0
BA-04.OB
00
-19.

Y +400
BA-03.OB

00
-13.

0
4.0
00
-14.
-1 00
Y +200 -13.
00
-15.
00
-18.
00 -16.
00 00
-12. -17.
00
-17.

00
-16.

Y 000 -15.
00
DLKR-BTA.1
BM-BA.5
-13.00
-12.00
-11.00
-10.00
-9.00
-8.00
-7.00
-14.

-6.00
00 -12.00
-11.00
-10.00
-9.00

0
-8.00

-5.0
-7.00
-6.00

0
-4.0
-5.00

Y -200
0
-4.00

-3.0

0
-13. -3.00

-2.0
00

-12.00
-8
.0
0 BM-BA.4

Y -400 -11.00

0
.0
-7

0
.0
-6
Y -600
00
-10.

0
-8.00

BA-01.OB
-9.0

0
-7.00

.0
-6.00

0
-5.00

.0

-4
-4.00
-3.00

-5

-3.00
-2.00

+1.00
-2.00
-1.00
0.00
-1.00

-10.00
0.00

-7.0
-6.0

Y -800
0

BA-02.OB

Y -1000

Y -1200
BA-05.OB
-10.
00

Y -1400 -9.00

-4.00
-8.00 -3.00
-2.00
-1.00

-7.00 0.00

-6.00

-5.00
Y -1600
-4.00

Y -1800 +1.00

0.00
-1.0
0
-2.0
0
-3.0
0

Y -2000

Gambar 2.3
Peta Bathymetri Batu Ampar, Batam

II - 7
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

2.2.1.2. Pasang Surut


Data pasang surut diperlukan dalam perencanaan dermaga, yaitu :
- Untuk memperoleh gambaran tentang dinamika perairan lokal
- Untuk menentukan kedudukan air tinggi, daerah tengah, dan terendah yang
dicapai air laut

Data pasang surut di daerah lokasi proyek yang telah dianalisis adalah sebagai
berikut :
Highest Water Spring HWS 3.50 m
Mean High Water Spring MHWS 3.18 m
Mean High Water Level MHWL 2.94 m
Mean Sea Level MSL 2.49 m
Mean Low Water Level MLWL 1.56 m
Mean Low Water Spring MLWS 0.84 m
Lowest Water Spring LWS 0.00 m

2.2.1.3. Data Kondisi Topografi


Secara umum, data kondisi topografi lokasi proyek adalah sebagai berikut :
kemiringan medan sepanjang garis pantai hingga radius 2.0 kilometer
merupakan daerah daratan, sedangkan di luar radius daerah tersebut
merupakan daerah perbukitan.
Tata guna lahan di sekitar lokasi proyek merupakan lahan perhutanan yang
diusahakan oleh penduduk setempat.

II - 8
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

Peta Topography Batu Ampar, Batam adalah sebagai berikut. Secara umum,
elevasi tanah bervariasi antara -1.00 meter hingga -5.60 meter.

PELABUHAN
MAGCOBAR

Y +600

BA=04.OB

Y +400
BA=03.OB
PT. MC DERMOTT

Y +200 SEA

Y 000
BA=05.OB
DLKR-BTA.1

Y -200

BM-BA.4.OB

BATAM CENTER

Y -400

Y -600
BA=01.OB

Y -800

BA=02.OB

Y -1000
SEA

Y -1200 BA=05.OB

Y -1400

KE JODOH

Y -1600
KE TJ.
BALOI
X +1400

X +1600

X +1800

X +2000

X +2200

X +2400

X +2600

X +2800

X +3000

X +3200
PANT
UN/

Gambar 2.4
Peta Topography Batu Ampar, Batam

II - 9
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

2.2.2. Data Parameter Tanah


Data tanah di lokasi proyek diperoleh dengan melakukan serangkaian
penyelidikan tanah. Tujuan dari penyelidikan tanah ini ialah untuk mengetahui
sifat fisik dan mekanik tanah, yang akan berguna dalam menentukan jenis dan
tipe dari dermaga, terutama dalam penentuan pondasi yang akan digunakan.
Analisis parameter tanah di lokasi proyek ini dilakukan dengan serangkaian tes-
tes lapangan (yang meliputi SPT dan sondir), serta hasil-hasil tes laboratorium.
Pengklasifikasian jenis tanah dilakukan dengan menggunakan sistem Unified
Soil Classification.

Dari hasil analisis parameter tanah di lokasi proyek yang telah ditentukan, maka
diperoleh data parameter tanah sebagai berikut :
- Lapisan tanah paling atas pada dasar seabed berupa pasir kerikilan dengan
ketebalan 13-15 meter.
- Lapisan kedua berupa pasir padat kelanauan dan kerikilan berwarna abu-abu
tua kecoklatan dengan ketebalan sekitar 7-11 meter.
- Lapisan ketiga berupa pasir padat kelanauan kerikilan dengan sekit kulit
kerang berwarna abu-abu kecoklatan, dengan kedalaman 3.5-8 meter.
- Nilai SPT untuk ketiga lapisan tanah tersebut diatas mencapai lebih dari 60
(>60).
- Nilai Compression Ratio (Cc) untuk lapisan kedua berkisar antara 0.164-0.191.
- Nilai Compression Ratio (Cc) untuk lapisan ketiga berkisar antara 0.093-0.158.

Untuk lebih jelasnya, gambaran visual dari data tanah hasil penyelidikan tersebut
disajikan sebagai berikut :

II - 10
BAB II KONDISI FISIK DAN GAMBARAN LOKASI PROYEK

Gambar 2.5
Data Tanah Lokasi Proyek

II - 11
BAB III
KRITERIA DESAIN DAN
LAYOUT DESAIN AWAL
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

BAB III
KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.1. Pengertian Pelabuhan dan Dermaga


Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang,
yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut yang meliputi dermaga, di mana
kapal dapat bertambat untuk melakukan kegiatan bongkar-muat barang, crane-
crane untuk bongkar muat peti kemas, gudang laut, tempat-tempat penyimpanan
di mana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang di mana barang-
barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu
pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Pelabuhan biasanya dilengkapi
dengan fasilitas pendukung seperti rel kereta api, jalan raya, fasilitas darat, dan
lainnya.

Dermaga merupakan suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat merapat


dan menambatkan kapal-kapal yang melakukan bongkar-muat (menaikkan dan
menurunkan) muatan.
Dermaga dapat dibedakan menurut lokasinya, yaitu :
• Wharf / Quay : Dermaga yang parallel dengan garis pantai dan biasanya
berimpit dengan garis pantai.
• Jetty / Pier : dermaga yang menjorok ke laut.
• Dolphin : struktur yang digunakan untuk bersandar di laut lepas.

Adapun Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada tinjauan-tinjauan sebagai


berikut :
• Topografi di daerah pantai
• Jenis kapal yang dilayani
• Daya dukung tanah

III - 1
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.2. Kriteria Desain Struktur Dermaga


Kriteria desain struktur dermaga berdasarkan data lingkungan yang telah
ditentukan adalah sebagai berikut :

1. Kapal Container terbesar jenis Post Panamax dengan spesifikasi :


- Bobot kapal : 70.000 ton
- Panjang kapal : 280 meter
- Draft : 13.8 meter
- Beam : 41.8 meter
- Berthing velocity : 0.083 m/detik
2. Kecepatan Angin maksimum : 20 m/detik
3. Kecepatan arus maksimum : 1.75 m/detik
4. Perbedaan pasang surut : 3.5 meter
5. Karakteristik tanah : pasir padat
- Φ = 30 - 36°

- γm = 1.9 - 1.98 t/m

- C = 0.07 - 0.11 kg/cm2

III - 2
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.3. Layout Desain Awal


Ukuran suatu pelabuhan ditentukan berdasarkan panjang dan lebar dermaga,
kedalaman kolam pelabuhan, dan luas daerah pendukung operasinya. Semua
ukuran ini menentukan kemampuan pelabuhan dalam penanganan kapal dan
barang. Ukuran dan bentuk konstruksi menentukan pula besar investasi yang
diperlukan, sehingga penentuan yang tepat akan membantu operasional
pelabuhan yang efisien.
Berikut ini adalah pembahasan mengenai ukuran, bentuk, dan lokasi dari
dermaga.

3.3.1. Panjang, Lebar, dan Kedalaman Dermaga


Secara umum, ukuran dermaga didesain berdasarkan pada perkiraan jenis kapal
terbesar yang berlabuh pada pelabuhan. Untuk pelabuhan terminal peti kemas di
Batu Ampar, Batam ini jenis kapal terbesarnya adalah kapal container post
panamax seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Secara umum akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai beberapa bentuk
dasar dermaga sebagai berikut :
• Bentuk dermaga memanjang
Pada bentuk dermaga memanjang ini, posisi muka dermaga adalah sejajar
dengan garis pantai (shore line); dimana kapal-kapal yang bertambat akan
berderet memanjang.
Tambatan dengan bentuk memanjang ini dibangun bila garis kedalaman
kolam pelabuhan hampir merata sejajar dengan garis pantai.
Bentuk dermaga memanjang ini biasa digunakan pada pelabuhan peti kemas
(container harbour), dimana dibutuhkan suatu lapangan terbuka guna
kelancaran dalam melayani penanganan operasi peti kemas.

Gambar 3.1
Bentuk dermaga memanjang

III - 3
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

• Bentuk dermaga menyerupai jari


Bentuk dermaga menyerupai jari (finger type wharf) ini biasanya dibangun
bila garis kedalaman terbesar monjorok ke laut dan tidak teratur. Dermaga ini
biasanya dibangun khusus untuk melayani kapal dengan muatan umum
(general cargo).

LOA

Gambar 3.2
Bentuk dermaga menyerupai jari (finger type wharf)

• Bentuk pier
Dermaga berbentuk pier ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai
dan tidak diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, yang
berkaitan dengan stabilitas lingkungannya.
Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung
(approach trestle) yang berfungsi sebagai penerus dalam lalu-lintas barang.
Jembatan penghubung dapat ditempatkan di tengah, di sisi, ataupun
kombinasi dari keduanya.

III - 4
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

Gambar 3.3
Dermaga berbentuk pier

Panjang Dermaga
Panjang dermaga direncanakan berdasarkan panjang kapal (LOA).
Menurut Standard Design Criteria For Ports In Indonesia, panjang dermaga
ditentukan sebagai berikut :
L = LOA + 10% LOA (1)
L = LOA + 10 meter (2)
Fasilitas sandar dan tambat pada dermaga terminal peti kemas pelabuhan batu
ampar di batam ini di desain untuk 2 buah kapal container besar (LOA = 280
meter) dan 1 buah kapal container sedang (LOA = 248 meter), sehingga
perhitungan panjang dermaga adalah :
L = 2*(280+28) + (210 + 21)
= 888.8 meter (1)
L = 2*(280+10) + (210 + 10)
= 838.0 meter (2)
Dari rumus (1) dan (2) diatas, maka dipilih panjang dermaga yang terbesar, yaitu
888.8 meter, namun untuk perencanaan diambil panjang dermaga sebesar 900
meter.

Lebar Dermaga
Pada perencanaan lebar dermaga pada perencanaan dermaga terminal peti
kemas ini, ada beberapa fasilitas pendukung dermaga yang harus
diperhitungkan, antara lain :

III - 5
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

• Apron
Apron adalah area pada bagian muka dermaga sampai lapangan penumpukan
peti kemas, dimana padanya terdapat pengalihan kegiatan angkutan laut
(kapal) kepada angkutan darat (truk).
• Jalan
Jalan pada dermaga ini adalah sarana untuk transportasi peti kemas oleh
kendaraan pengankut dari dermaga ke lapangan penumpukan ataupun ke luar
dermaga.

Standard Design Criteria For Ports In Indonesia mensyaratkan ukuran lebar


dermaga minimum sebagai berikut :
Lebar Apron minimun
Ocean Going Vessels 30 meter
Inter Island Vessels 25 meter
Local Vessels 10 meter

Untuk dermaga terminal peti kemas pebuhan Batu Ampar, Batam ini, lebar apron
dermaga diambil sebesar 30 meter, namun karena memperhitungkan adanya
container crane, maka lebar dermaga diambil sebesar 36 meter.

Kedalaman Kolam Pelabuhan


Kedalaman kolam pelabuhan di dasar perairan di depan dermaga umumnya
ditetapkan berdasarkan sarat maksimum (draft) kapal yang bertambat, ditambah
dengan jarak aman (clearance) dibawah lunas kapal.
Menurut Standard Design Criteria For Ports In Indonesia, kedalaman kolam
pelabuhan adalah 1.05 – 1.15 kali dari besar maksimum draft kapal.

Hdesain = 1.15*(draft maksimum)


= 1.15*(13.8 meter)
= 15.87 ≈ 16 meter

III - 6
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.3.2. Layout Dermaga


Bentuk dermaga yang direncanakan adalah dermaga memanjang. Bentuk ini
dipilih karena panjang dermaga yang sangat besar, dan dermaga yang
direncanakan adalah dermaga terminal peti kemas (container) dimana pada
dermaga container ini distribusi peti kemas dari kapal ke dermaga akan lebih
efektif dan efisien karena peti kemas dari kapal akan langsung didistribusikan ke
dermaga dan lapangan penumpukan.

Pada gambar dibawah ini, dapat dilihat layout awal desain dermaga dengan
keterangan sebagai berikut :
Dermaga ini mneggunakan konstruksi tiang pancang baja (steel pipe pile)
Dimensi demaga adalah 900 x 36 meter = 32400 meter2
Kedalaman perairan di depan dermaga minimum = 16.0 meter

Dan pada gambar berikutnya, dapat dilihat layout awal desain pelabuhan
terminal peti kemas secara keseluruhan

III - 7
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

Gambar 3.4
Layout Dermaga

III - 8
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

Gambar 3.5
Layout Pelabuhan

III - 9
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.4. Pemilihan Jenis Struktur Dermaga


3.4.1. Alternatif Jenis Struktur
Sebagai pertimbangan untuk pemilihan jenis struktur dermaga, dipilih 3 jenis
struktur yang umum digunakan, yaitu : Deck On Pile, Sheet Pile / Diaphragma
Wall, dan Caisson.

Deck On Pile
Struktur Deck On Pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai
dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan
mooring) diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut.
Dibawah lantai dermaga, kemiringan tanah dibuat sesuai dengan kemiringan
alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk mencegah
tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh manuver kapal.
Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring
kapal, jika diperlukan dapat dilakukan pemasangan tiang pancang miring.

Gambar 3.6
Dermaga tipe Deck On Pile

Sheet Pile
Struktur Sheet Pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan
alami dari tanah. Dalam hal ini, gaya-gaya akibat perbedaan elevasi antara lantai
dermaga dengan dasar alur pelayaran ditahan oleh struktur dinding penahan
tanah.

III - 10
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

Tiang pancang miring masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal
yang sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral
tanah.
Struktur sheet pile ini dapat direncanakan dengan menggunakan penjangkaran
(anchor) ataupun tanpa penjangkaran.
Selain sheet pile, diaphragma wall beton juga dapat berfungsi sebagai penahan
tekanan lateral tanah. Selain itu, diaphragma wall juga dapat direncanakan
menerima beban beban vertikal dari lantai dermaga, karena diaphragma wall
juga merupakan suatu dinding beton bertulang yang struktural.
Barrette pile dapat digunakan pada struktur ini, yang berfungsi sebagai ‘anchor’
bagi diaphragma wall, keduanya dihubungkan oleh sistem tie beam atau tie slab.

Sheet Pile

Gambar 3.7
Struktur Dermaga sheet pile

Sheet Pile

Anchor

Gambar 3.8
Struktur Dermaga Anchored Sheet Pile

III - 11
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

Diaphragma Wall

Barrette pile

Gambar 3.9
Struktur Dermaga Diaphragma Wall dengan Barrette pile

Caisson
Struktur caisson merupakan salah satu jenis dari dermaga Gravity Structure,
yang pada prinsipnya menggunakan berat sendiri dari struktur untuk menahan
gaya vertikal dan horizontal, terutama untuk menahan tekanan tanah.
Caisson terdiri dari blok beton bertulang yang dibuat di darat dan dipasang pada
lokasi dermaga dengan cara mengapungkan dan diatur pada posisi yang
direncanakan, kemudian ditenggelamkan dengan mengisi blok-blok tersebut
dengan pasir laut ataupun batuan.

Granular Fill

Concrete
Caisson Rock Fill

Rubber Base
Foundation

Gambar 3.10
Struktur Dermaga Caisson

III - 12
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

3.4.2. Jenis Struktur yang Digunakan


Sebagai pertimbangan dalam memilih jenis struktur yang akan digunakan,
berikut ini akan ditinjau keuntungan dan kerugian/hambatan dari masing-masing
tipe struktur tersebut :

NO TIPE DERMAGA KEUNTUNGAN KERUGIAN/HAMBATAN


1 Deck On Pile • sudah umum digunakan • diperlukan pekerjaan pengerukan
• mudah dilaksanakan dengan volume yang cukup besar
• perawatan lebih mudah • diperlukan proteksi pada kemiringan
tanah di bawah lantai dermaga
• perlu dipasang tiang miring bila
gaya lateral cukup besar
2 Sheet Pile • tidak memerlukan • perlu perlindungan terhadap korosi
pengerukan tanah • perlu perbaikan tanah
dibawah deck • masih memerlukan tiang miring
3 Diaphragma Wall • waktu pelaksanaan • harus dilaksanakan oleh tenaga
relatif singkat ahli dalam bidang ini
• dinding dapat dirancang • memerlukan material khusus
menerima gaya aksial • memerlukan peralatan khusus
4 Caisson • blok-blok caisson dapat • diperlukan perbaikan tanah alas caisson
dibuat di tempat lain agar mampu menahan berat caisson
• dapat dilaksanakan pada dan beban yang akan bekerja
kondisi tanah yang jelek • diperlukan keahlian khusus untuk
pembuatan blok-blok beton dan
penempatan caisson

Dari peninjauan terhadap beberapa alternatif jenis struktur diatas, dan


memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan yang ada di lokasi dermaga, maka
jenis struktur yang akan digunakan adalah Deck On Pile, dengan pertimbangan
sebagai berikut :

1. Tipe Deck On Pile paling memenuhi untuk kondisi layout desain awal
yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Jenis tanah yang terdapat pada seabed adalah jenis pasir lepas kerikilan
yang cukup keras.
3. Tipe Deck On Pile sudah umum digunakan, sehingga akan memudahkan
dalam pelaksanaannya dibandingkan dengan penggunaan caisson
ataupun diaphragma wall yang memerlukan peralatan dan tenaga
spesialis di khusus bidang ini.

Gambar potongan melintang dermaga yang direncanakan adalah sebagai berikut


:

III - 13
BAB III KRITERIA DESAIN DAN LAYOUT DESAIN AWAL

III - 14
BAB IV
PERHITUNGAN BEBAN
PADA STRUKTUR DERMAGA
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

BAB IV
PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.1. Analisis Gaya Tumbukan Kapal dan Pemilihan Fender


Untuk menentukan jenis dermaga dan mendesain struktur dermaga, maka
diperlukan data-data mengenai gaya tumbukan kapal (berthing) dan gaya tambat
kapal (mooring) pada dermaga. Analisa dilakukan terhadap kapal terbesar yang
akan dilayani dermaga.

Setelah mendapatkan energi yang dihasilkan dari tumbukan kapal, selanjutnya


dilakukan pemilihan tipe-tipe fender yang akan digunakan. Analisis gaya reaksi
fender ini dilakukan terhadap :

- Kondisi sudut berthing kapal maksimum (10°)


- Kondisi dimana berthing kapal terjadi secara simultan terhadap 2 fender
- Safety factor sebesar 1.5 untik dermaga terminal peti kemas

Disamping analisis beban terhadap dermaga yang dihasilkan oleh gaya


tumbukan kapal (berthing), juga dianalisis beban yang diakibatkan gaya tambat
kapal (mooring). Analisis gaya tambat kapal dilakukan berdasarkan kondisi angin
dan arus yang terjadi di sekitar dermaga, yang selanjutnya digunakan dalam
pemilihan tipe-tipe bollard.

Dalam perhitungan gaya berthing ini akan digunakan rumusan-rumusan yang


ditetapkan oleh FENTEK fender design, sedangkan untuk gaya mooring,
digunakan rumusan yang ditetapkan oleh British Standard Institution (BS 6349 :
Part 4, 1985). Dan untuk standard perencanaannya merujuk kepada Technical
Standards and Commentaries Port and Harbour Facilities in Japan.

IV - 1
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.1.1. Energi kinetik efektif kapal pada saat berthing


Energi kinetik efektif kapal pada saat berthing dihitung dengan menggunakan
rumus :
1
E = × MD × (VB )2 × CM × CE × CS × CC
2
dimana : MD : displacement dari kapal (ton)
VB : kecepatan tambat kapal (meter/detik)
CM : koefisien massa hidrodinamik
CE : koefisien eksentrisitas
CS : koefisien softness
CC : koefisien konfigurasi penambatan

Kondisi berthing kapal

Displacement dari Kapal dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Log (MD) = 1,77 + 0,991 Log (LOA)

Added Mass Coefficient (CM) dihitung dengan menggunakan rumus berikut

C M = 1+ 2BD

Dimana : D = Draft (m)


B = Beam (m)

Eccentricity Coefficient (CE) dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

K 2 + R 2 cos 2 γ
CE =
K 2 + R2

IV - 2
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Untuk menghitung CE, terlebih dahulu dilakukan perhitungan sebagai berikut :

MD
K = [(0,19*CB) + 0.11]*LOA Dimana : CB =
L BP ⋅ B ⋅ D ⋅ ρ SW

⎡ B ⎤
γ = 90 ° − α − a ⋅ sin ⎢ ⎥
⎣2 ⋅ R⎦
2 2
⎡L ⎤ ⎡B⎤
R = ⎢ BP − x ⎥ + ⎢ ⎥
⎣ 2 ⎦ ⎣2⎦

LBP
x=
4

Berth Configuration Coefficient (CC) untuk Semi – Closed Structure diasumsikan :


CC = 1.0

Softness Coefficient (CS) untuk struktur Dermaga Deck On Pile diasumsikan :


CS = 1.0

IV - 3
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.1.2. Analisa Berthing


• Kondisi berthing dan lingkungan
Kecepatan angin maksimum : VW = 10 m/s
Kecepatan arus maksimum : VC = 1.75 m/s

• Data kapal rencana


Kapal terbesar yang dipilih dalam analisa berthing untuk perencanaan dermaga
ini adalah sebagai berikut :
Jenis kapal : Container Ship (Post Panamax)
DWT : 70.000 ton
MD : 100.000 ton
LOA : 280 meter
LBP : 266 meter
Beam : 41.8 meter
Draft : 13.8 meter
Freeboard : 9.2 meter
Safety Factor : 1.5
Kecepatan merapat kapal : 0.083 m/s
Sudut berthing : 10°

Dari hasil perhitungan yang disajikan pada lampiran diperoleh :


x = 66.50 meter
R = 69.71 meter
r = 17.45°
δ = 62.55°
K = 61.24
Cb = 0.63
Cm = 1.66
Ce = 0.96
Cs = 1.00
Cc = 1.00
E = 553.10 kNm = 56.40 ton m
EA = 829.65 kNm = 84.6 ton m

IV - 4
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Dari hasil analisa energi berthing, maka diperoleh energi berthing maksimum
sebesar :
EA = 829.65 kNm
= 84.6 ton.m

4.1.3. Pemilihan Fender dan analisis gaya reaksi Fender


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fender dan untuk
mendapatkan gaya reaksi yang optimal pada dermaga akibat berthing kapal
adalah sebagai berikut :
- Memilih jenis fender yang dapat menahan energi maksimum yang terjadi.
- Menghitung gaya reaksi pada fender yang dipilih untuk semua kombinasi
energi yang ada.
- Memilih fender yang menghasilkan gaya reaksi yang terkecil dari jenis fender
yang dicoba.
- Hasil kombinasi gaya reaksi pada fender yang dipilih merupakan gaya yang
bekerja pada dermaga.

• Dari hasil perhitungan energi berthing, maka dipilih fender FENTEK SCN 1300 E3
cone fender, dengan performance sebagai berikut :

SCN 1300 PERFORMANCE DATA


ENERGY INDEX E1 E2 E3
DEFLECTION 72% 75% 72% 75% 72% 75%
REACTION (tonne) 124.4 147.4 158.6 187.1 200.9 237.0
(kN) 1225.0 1445.5 1555.0 1834.9 1970.0 2324.6
ENERGY (tonne) 84.1 89.2 106.6 113.0 135.6 143.8
(kNm) 825.0 875.0 1045.0 1108.3 1330.0 1410.6

IV - 5
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

SCN 1300 E3
Energy : 1330 kNm
Reaction : 1970 kN
Dengan menggunakan performance curve untuk fender SCN 1300 E3, maka
performance dari fender tersebut pada saat terdefleksi sebesar 45% adalah :
Energy : E45 = 900 kJ
Reaction : R45 = 1400 kN
Dimensi dari fender SCN 1300 E3 tersebut dapat dilihat dari tabel dan gambar
spesifikasi sebagai berikut :

IV - 6
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

• untuk menghitung performance dari fender tersebut pada kondisi terdefleksi akibat
bow flares atau berthing angles adalah dengan menggunakan Energy & Reaction
Angular Correction Factors sebagai berikut :

Maka performance dari fender tersebut


akibat angular compression sebesar 15°
adalah sebagai berikut :
Energy : Eα = 0.84 * 1535 kNm
= 1289.4 kNm
Reaction : Rα = 0.96 * 1855 kN
= 1780.8 kN

4.1.4. Jarak antar Fender

S ≤ R B − (R B − PU + δ F + C )
2 2

1 ⎡⎛ B ⎞ ⎛⎜ LOA ⎞⎤
2

R B = ⋅ ⎢⎜ ⎟ + ⎜ ⎟⎥
2 ⎢⎣⎝ 2 ⎠ ⎝ 8 ⋅ B ⎟
⎠⎥⎦
dimana : S = jarak antar fender
RB = radius bow kapal
PU = proyeksi fender
δF = defleksi fender
C = ruang kebebasan

Dalam perhitungan jarak antar fender ini, perhitungan dilakukan dengan


mengambil ukuran kapal terkecil yang akan bertambat di dermaga.

Jarak Antar Fender


DWT LOA B RB PU σF C S 0.15 LOA
(ton) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
70,000 280 41.8 127.67 2 0.72 1.2 9.04 42
10,000 130 21.2 55.12 2 0.72 1.2 5.94 19.5

Dari hasil perhitungan diatas, maka jarak antar fender yang diambil yang
memenuhi kriteria adalah 12 meter.

IV - 7
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.1.5. Elevasi pemasangan Fender Frame


Untuk mengantisipasi bervariasinya ukuran kapal yang akan bersandar, maka
perlu diperhitungkan elevasi rencana pemasangan Fender Frame terhadap kapal
yang terkecil pada saat air surut. Elevasi Frame juga akan menentukan elevasi
pemasangan Fender, sehingga titik kontak kapal pada saat air terendah untuk
kapal dengan Freeboard kecil tidak merusak sistem Fender yang dipasang.

Berdasarkan data kapal yang terdapat pada lampiran, diperoleh Freeboard


terendah untuk kapal terkecil adalah 8,1 meter, pada saat air sedang surut,
freeboard kapal terkecil tersebut akan berada pada elevasi 0 hingga +8,1 meter
dengan demikian, untuk perencanaan dermaga, diasumsikan Fender dipasang
pada elevasi +3.50 m.

Tekanan kontak izin lambung kapal (Hull Pressures)


Untuk perencanaan Frontal Frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan
mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu :

IV - 8
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Untuk container ship, tekanan izin lambung kapal maksimum yang diizinkan
adalah sebesar 400 kN/m2

Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

P=
∑R ≤ PP
W ⋅H

Dimana : P = tekanan kontak lambung kapal


ΣR = reaksi maksimum dari fender
W = lebar panel
H = tinggi panel
PP = tekanan kontak izin

R W H P PP
(kN) (m) (m) (kN/m2) (kN/m2)
2250 2 5 225 400

Dari hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa tekanan kontak lambung
kapal memenuhi tekanan kontak izin lambung kapal (Hull Pressures)

Frontal Frame / Pad


Posisi Fender Dimensi Pad
Container 2.20 m x 3.45 m
General Cargo 2.20 m x 3.45 m
CPO 2.50 m x 4.00 m
BBM 2.50 m x 4.00 m

Berdasarkan kebutuhan yang disajikan pada table diatas, maka ukuran minimal
dimensi frontal fender frame / pad pada dermaga container adalah :
2,20 m x 3,45 m. namun pada perencanaan dermaga ini, diambil ukuran frontal
fender frame sebesar 3,00 m x 4,00 m

IV - 9
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Pada gambar di samping terlihat bahwa


pemasangan frontal frame sangat perlu,
mengingat Fender yang dipasang yakni
Tipe cell ataupun cone tidak
menyediakan bidang kontak dengan
kapal.

Koefisien Friksi

Koefisien Friksi mengacu kepada BS 6349 Part 4, seperti yang disajikan pada
tabel berikut :

Material Coefficient of Friction µ


Polyethylene 0.2
Nylon 0.2
Rubber 0.5
Timber 0.3

Untuk perencanaan dermaga ini diasumsikan bahwa material Frontal Pad adalah
Polyethylene dengan koefisien friksi 0.2.

Chain / Rantai
Chain atau rantai direncanakan berdasarkan spesifikasi pabrik.
Untuk memperhitungkan beban pada Chain / rantai pada dermaga Container
dilakukan perhitungan sebagai berikut :

R = 225 ton
Fsh = 0.2 * 225
= 45 ton
T = Fsh / cos 30°
= 51.7 ton

IV - 10
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Besaran ini akan ditambahkan kepada besaran berat Fender dan Frontal Frame
yang akan dipikul oleh Weight Chain.

Pada gambar disamping dapat dilihat


ilustrasi dari Frontal Frame dan Weight
Chain.

Kapasitas Geser Fender


Kapasitas geser Fender perlu dipertimbangkan dalam perencanaan untuk
menghindari kerusakan sistem Fender sebagai akibat dari arah gerakan lateral
Fender (vertical and longitudinal motion of vessel).
Untuk mengantisipasi kurangnya kapasitas geser Fender, maka perlu dipasang
Tension Chain maupun Shear Chain.

IV - 11
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Titik kontak tunggal dan ganda antara Kapal dengan Fender


Dalam pemilihan fender yang akan digunakan pada struktur dermaga, maka
perlu diperhitungkan kemungkinan kapal akan menumbuk Fender pada satu atau
dua titik kontak

Kapal dengan titik kontak tunggal dengan Fender :


• Seluruh energi berthing akan diserap oleh satu fender
• Fender akan terdefleksi maksimum
• Sudut Bow Flare dari kapal menentukan dalam defleksi fender
• Ada kemungkinan kapal akan menyentuh 3 Fender sekaligus apabila Fender
dipasang berdekatan.

Kapal dengan titik kontak ganda dengan Fender :


• Energi Berthing akan deserap oleh 2 Fender
• Sudut compression pada Fender akibat Berthing Angle dan Bow Flare angle
menentukan dalam defleksi Fender
• Hull Structure clearance Fender akan sangat kecil, terutama untuk kapal
dengan bow radii yang kecil

IV - 12
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.2. Analisis Gaya Tambat Kapal dan Pemilihan Bollard


4.2.1. Gaya mooring dari kapal yang bertambat
Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gaya-gaya
horizontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem tambat (mooring)
didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus.
Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-
gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya
momen terhadap sumbu vertikal, yang bekerja di tengah kapal, dan kemudian
gaya-gaya tersebut dipindahkan sebagai gaya transversal pada setiap ujung
kapal, dan dikombinasikan dengan gaya longitudinal di tengah kapal.

Metode ini diambil dari BS 6349 : part 1 : clause 42.


Gaya-gaya diatas dievaluasi berdasarkan ketentuan tersebut, dengan
menggunakan persamaan berikut :

Gaya angin transversal :


FTW = CTW ⋅ ρ A ⋅ AL ⋅ VW ⋅ 10 −4
2

Gaya angin longitudinal :


FLW = C LW ⋅ ρ A ⋅ AL ⋅ VW ⋅ 10 −4
2

dimana : FTW : gaya angin transversal (kN)


FLW : gaya angin longitudinal (kN)
CTW : koefisien gaya angin transversal
CLW : koefisien gaya angin longitudinal
ρA : kerapatan udara (1,25 kg/m3)
AL : luas proyeksi longitudinal lambung kapal di atas air (m2)
VW : kecepatan angin rencana (m/s)

IV - 13
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Koefisien gaya angin

Sudut arah
koefisien gaya angin untuk kapal container

IV - 14
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Gaya arus transversal :


FTC = CTC ⋅ C C ⋅ ρW ⋅ LBP ⋅ Dm ⋅ VC
2

Gaya arus longitudinal :


FLC = C LC ⋅ C C ⋅ ρ W ⋅ LBP ⋅ Dm ⋅ VC
2

dimana : FTC : gaya arus transversal (kN)


FLC : gaya arus longitudinal (kN)
CTC : koefisien gaya arus transversal
CLC : koefisien gaya arus longitudinal
CC : faktor koreksi kedalaman
Ρw : rapat massa air (1,03 kg/m3)
LBP : panjang kapal (length between perpendicular, m)
Dm : draft rata-rata
VC : kecepatan arus rata-rata(m/s)

IV - 15
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Koefisien gaya akibat arus

Sudut arah arus


Koefisien gaya akibat arus

IV - 16
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Koefisien koreksi arah tegak lurus

Sudut arah

Koefisien koreksi kedalaman untuk gaya arus arah tegak lurus kapal

Koefisien koreksi kedalaman untuk gaya arus arah sejajar kapal

IV - 17
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Gaya longitudinal di tengah-tengah kapal, Fx :


FX = FL

Gaya transversal di tengah-tengah kapal, Fy :


FY = FT . forward + FT .aft

Momen terhadap sumbu vertikal, Mxy :


LBP
M XY = × ( FT .aft + FT . forward )
2

Gaya-Gaya MOORING pada masing-masing titik tambat :


Rm. max
Rmooring lines =
cos β V ⋅ cos β h

dimana : Rm.max : gaya mooring maksimum (ton)


βV : sudut vertikal tali (o)
βh : sudut horizontal tali (o)

Berdasarkan BS 6349, part 4, beban mooring point adalah sebagai berikut :

Beban Mooring Point Kapal Container


Ship Displacement Mooring Point Load
(ton) (ton)
< 20.000 30
20.000 - 50.000 80
50.000 - 100.000 100
100.000 - 200.000 150
> 200.000 200

Jumlah & Jarak Antar Bollard Minimum


Gross Tonnage Jumlah Jarak
(GT) (unit) (m)
< 2,000 4 10 ~ 15
2,000 - 5,000 6 20
5,000 - 20,000 6 25
20,000 - 50,000 8 35
50,000 - 100,000 8 45

IV - 18
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Layout Mooring Line


Untuk derrmaga ini sistem Mooring Line terdiri dari :
o Stern Line
o After Breast Line
o Spring Line
o Head Line

Karakteristik Mooring Line tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :


o Stern / Head Line dan Spring Line akan menahan beban angin / arus yang
datangnya dari depan maupun belakang kapal
o Breast Line akan menahan beban angin / arus yang datangnya dari
samping kapal.

Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa Stern / Head Line


berfungsi memikul beban angin / arus baik arah melintang maupun memanjang.
Oleh Karena itu sudut pemasangan Stern Line dan Head Line dianjurkan
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan tahanan 50% arah memanjang
serta 50% arah melintang.

Berdasarkan BS 6349, part 4, dapat ditentukan posisi titik tambat kapal (Bollard)
sebagai berikut :
o Stern Line dan Head Line membentuk sudut 45° terhadap axis
memanjang dermaga.
o Spring Line membentuk sudut maksimum 15° terhadap axis memanjang
demaga.
o After dan Forward Breast Line membentuk sudut tegak lurus terhadap
axis memanjang dermaga.

Dari perhitungan gaya mooring pada lampiran, diketahui :


Vw = 10 m/s
Vc = 1.75 m/s
ρw = 1.25 kg/m3
ρc = 1.024 kg/m3

IV - 19
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

LBP(kapal terbesar) = 266 m


Dm (kapal terbesar) = 13.80 m
AL (kapal terbesar) = 11704 m2

dari hasil perhitungan gaya akibat angin dan arus (mooring) pada lampiran,
maka diperoleh :

Traktif Kapal 70.000 DWT akibat angin dan arus


Kondisi Kapal FL (kN) FT (kN)
Full Loaded -110 817
Ballast 94 887

Kemudian hasil perhitungan tersebut diatas dianalisa untuk memperoleh beban


maksimum yang bekerja pada bollard sebagai berikut :
o beban arah melintang akan dipikul oleh :
- 1 Head line dan 1 Stern Line, yang masing-masing membentuk sudut
maksimum 45° terhadap axis memanjang dermaga.
- 2 Breast Line (after & forward), yang masing-masing membentuk sudut
tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga.
sehingga beban pada titik tambat adalah :
110 / (2*0.707 + 2*1) = 32.2 kN atau 3.22 ton
o beban arah memanjang akan dipikul oleh:
- 2 Spring Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 15°
terhadap axis memanjang dermaga.
sehingga beban pada titik tambat adalah :
887/ (2*0.966) = 459.1 kN atau 45.9 ton
sehingga berdasarkan perhitungan di atas, pemasangan bollard 70 ton untuk
dermaga Container cukup memadai.

gambar sketsa dari mooring line tersebut adalah sebagai berikut :

IV - 20
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Agar tali dapat menahan beban dengan efektif maka sudut vertikal juga dibuat
sedatar mungkin, dan maksimum besar sudutnya adalah 25°.

Untuk ini perlu diperhatikan posisi tali pada saat terjadinya perubahan muka air
akibat pasang seperti pada gambar sketsa dibawah ini :

Posisi tali pada saat terjadinya perubahan elevasi muka air.

Assume "Flai"

A
A B
Assume 0° Spring Lines
Head/Stern Lines

30°
90°
30°
A A
B B
Equal Assume 0°
Length Spring Lines

IV - 21
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Untuk menghitung sudut vertikal pada tali tambat, terlebih dahulu harus diketahui
perbedaan ketinggian muka air laut takibat pasang surut terhadap lantai
dermaga.
Dari data yang diperoleh, (dengan acuan LWS = 0.0 meter), maka kondisi air
surut terendah terjadi pada elevasi -6.00 meter relatif terhadap lantai dermaga,
sedangkan kondisi air pasang tertinggi terjadi pada elevasi -3.00 meter relatif
terhadap lantai dermaga.

Sudut vertikal tali tambat


Kriteria untuk sudut vertikal Mooring Line adalah sebagai berikut :

Freeboard = 9.2 m
Water Level = 2.0 m
Deck Level = 5.0 m

Sehingga Freeboard kapal relatif terhadap deck adalah 9.2 + 2.0 – 5.0 meter,
yaitu 6.2 meter.

Jarak horizontal yang terbentuk adalah sebagai berikut :

Fender = 1.60 m + 0.4 m (Frontal frame)


= 2.0 m
Bollard = 1.5 m (jarak Bollard dari sisi terluar struktur dermaga)
Total = 3.5 m

Sedangkan berdasarkan persyaratan 25° adalah :

L = 6.2 / tan 25°


= 13.30 meter

Untuk sudut mendatar yang harus dibentuk oleh Breast Line adalah:
cos-1 (3.5/13.30) = 74.74 ~ 75°

IV - 22
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.3. Perhitungan Gaya Angin


Gaya angin yang bekerja pada struktur diperhitungkan dengan menggunakan
rumusan dari SNI 1727-1989-F : “Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk
rumah dan Gedung” sebagai berikut :

1
P= ⋅ ρ ⋅ A ⋅V 2
2
Dimana : P = gaya angin (kg m/s2)
ρ = berat jenis udara (1.25 kg/m3)
V = kecepatan angin (m/s)
A = luas proyeksi struktur yang terkena gaya angin (m2)

Beban angin diperhitungkan berdasarkan 2 kondisi, yaitu :


a). Operational
V = 11,1 m/s
P = 77,2 N/m2
Ct = 1,6
Dh = 2 m
Fhor = 123,5 N/m = = 0,123 ton/m
b). Storm wind
V = 25,0 m/s
P = 390,6N/m2
Ct = 1,6
Dh = 2 m
Fhor = 625,0 N/m = 0,625 ton/m

Gaya angin yang bekerja pada struktur dermaga adalah sebagai berikut :
a). Operating
F1 = 0,37 ton (exterior)
F2 = 0,74 ton (interior)
b). Extreme
F1 = 1,875 ton (exterior)
F2 = 3,75 ton (interior)

IV - 23
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.4. Perhitungan Gaya Arus


Pada perencanaan dermaga terminal peti kemas di pelabuhan batu ampar di
batam ini, gaya arus yang terjadi pada tiang-tiang pancang pondasi dermaga
dihitung dengan menggunakan persamaan Morison seperti berikut :

f = fi + f D

Dimana :
πD 2 du
fi = CM ⋅ ρ ⋅ ⋅
4 dt
1
f D = CD ⋅ ⋅ ρ ⋅ D ⋅ u ⋅ u
2
Dermaga yang direncanakan adalah dermaga yang terlindung (sheltered) dari
gelombang karena adanya struktur breakwater sebagai pemecah gelombang,
oleh karena itu, persamaan morison yang dipakai hanya gaya drag (fD).

Untuk mendapatkan harga CD pada persamaan gaya drag, maka sebelumnya


perlu dihitung angka bilangan Reynold (Reynold number, Re) yang diperoleh dari
persamaan :

U max ⋅ D
Re =
ν
Dimana : Re : Reynold number
Umax : Kecepatan arus maksimum (1.75 m/detik)
D : diameter tiang (1 meter)
V : viskositas kinematik (untuk air laut = 9.29 10-7 m2/detik)
Dari perhitungan, diperoleh bilangan Reynolds sebesar :
Re = 1.88 10-6

Kemudian untuk mendapatkan harga CD digunakan grafik hubungan antara


bilangan Reynolds Re dengan koefien drag CD yang terdapat di figure 7-85 pada
buku Shore Protection Manual (SPM).
Pada grafik, untuk harga Re = 1.88 10-6, diperoleh harga CD sebesar 0.7

IV - 24
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Kemudian, untuk menghitung gaya arus pada masing-masing tiang, digunakan


persamaan :
η
F= ∫f
−d
D dz

η
1
= ∫ C D ⋅ ⋅ ρ ⋅ D ⋅ u ⋅ u dz
−d
2
Dimana : CD : drag coefficient (0.7)
Ρ : seawater density (1.025 kg m/s2)
D : diameter tiang (1 meter)
U : kecepatan partikel fluida pada sumbu z (1.75 m/s)
Z : kedalaman pondasi tiang yang terkena arus

Namun gaya arus yang bekerja pada tiap tiang berbeda-beda, karena bentuk
pondasi struktur tiang pancang yang menggunakan revetment pada lapisan
tanah di bawahnya menyebabkan panjang tinggi pondasi tiang pancang yang
terkena arus tidak sama.

Untuk lebih jelasnya diperlihatkan pada gambar berikut :

EL ± 0.00

EL − 16.00

IV - 25
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Dari gambar sketsa tersebut diatas, maka kedalaman tiang pancang yang
terkena gaya arus pada tiap baris tiang pancang adalah sebagai berikut :
Baris 1 = 15.5 meter
Baris 2 = 13.5 meter
Baris 3 = 11.0 meter
Baris 4 = 8.0 meter
Baris 5 = 4.5 meter
Baris 6 = 1.0 meter
Baris 7 = 0.0 meter (tidak terkena gaya arus)
Baris 8 = 0.0 meter (tidak terkena gaya arus)

Maka gaya arus yang bekerja pada tiang pancang adalah sebagai berikut :
Pile Row SE. HWL L Po
(m) (m) (m) (kN)
1 -15.5 3.5 19 11.74
2 -13.8 3.5 17.3 10.69
3 -10.1 3.5 13.6 8.4
4 -6.7 3.5 10.2 6.3
5 -2.6 3.5 6.1 3.77
6 1.1 3.5 2.4 1.48
7 2.5 3.5 1 0.62
8 2.5 3.5 1 0.62

IV - 26
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.5. Perhitungan Gaya Gempa


Beban gempa dasar diperhitungkan berdasarkan Peraturan Perencanaan Tahan
Gempa Indonesia Untuk Gedung, Departemen Pekerjaan Umum, 1981.
Pendekatan yang dilakukan merupakan analisa beban statik ekivalen.
Gaya gempa pada struktur dermaga dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :
I
V = C1 ⋅ ⋅ Wt
R
dimana :
V : gaya geser horizontal akibat gempa
C1 : koefisien gempa dasar yang bergantung dari lokasi dan jenis tanah
I : faktor kepentingan struktur
R : faktor reduksi
Wt : berat total struktur, termasuk beban hidup yang direduksi
: WDL + R * WLL

Berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan tersebut diatas, maka untuk


dermaga yang berlokasi di batam ini berada di zona gempa 1 dengan asumsi
tanah lunak (C1 = 0,0419463), faktor keutamaan I = 1,5 (untuk bangunan lain),
faktor reduksi R = 0,5.

Perhitungan beban gempa disajikan secara lengkap pada lampiran.

IV - 27
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.6. Perhitungan Beban Container Crane


Pada perencanaan struktur dermaga ini, crane yang akan digunakan adalah
ZPMC Container crane dengan spesifikasi sebagai berikut :

Dimensions
General
Manufacturer ZPMC (China)
Description A - Frame
Girder type Twin
Machinery or Rope Trolley RT
Rated load under spreader long tons 50
Lifterd load under cargo beam long tons 60

Performance - Design
Main Hoist w/ Load mpm 74.7
Lowering w/ Load mpm 86
Hosting w/ Spreader mpm 100.6
Lowering w/ Spreader mpm 100.6
Trolley Speed mpm 243.8
Gantry Speed mpm 45.7
Boom Hoist Time minutes 4 to 45 degrees

Crane Geometry
Outreach to W aterside Rail meter 61.3
Setback to Fender meter 3.7
Gage meter 30.5
Backreach to Landside Rail meter 22.9
Lift Height above Rail meter 36.6
Total Lift meter 48.8
Clear Height at Portal meter 16.9
Clearance between Legs meter 18.3
Bumper to Bumper distance meter 27
Average Wheel Spacing meter 1.5

Design Information
DL. Crane Weight tons 1100
TL. Trolley Load tons 24.8
LS. Lift System Load tons 17
LL. Lifted Load tons 50.8
TL+LS+LL tons 92.6
Design Duty Cycles millions 3.5
Operating Wind Speed over full Height mph 55
Stowed Basic wind Speed mph 110

Factored Wheel Loads


Operating
Landside tons 63
W aterside tons 113
Stowed
Landside tons 78
W aterside tons 144

Factored Stowage Loads


Max. Socket Load t/side 200
Tiedown Load t/corner 290
Boom slow angles degrees 19

source : www.liftech.net

IV - 28
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

IV - 29
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

IV - 30
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

Permodelan beban roda container crane


Pada balok crane di lantai dermaga

IV - 31
BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR DERMAGA

4.7. Perhitungan Beban Kendaraan


Beban kendaraan pada struktur dermaga ini adalah beban container truck T45
dengan beban kendaraaan adalah sebagai berikut :

5m 4 to 9 m
25 kN 200 kN 200 kN

25 kN 100 kN
125 mm 500 mm
200 mm 200 mm
2.75 m

1.75 m
2.75 m

IV - 32
BAB V
PERANCANGAN STRUKTUR
DERMAGA CONTAINER
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

BAB V
PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.1. Material
Material yang digunakan dalam perencanaan struktur dermaga ditetapkan
sebagai berikut :

5.1.1. Beton
Beton dalam hal ini merupakan beton bertulang biasa
a). karakteristik material Beton
karakteristik material beton untuk dermaga ini adalah sebagai berikut :

Beton bertulang :
Pelat Lantai K 300
Balok Cast In Situ K 300
Crane Girder K 600

Beton Prestressed untuk Crane Girder :


K = 600
Fc’ = 0,83 * 600
= 498 kg/cm2
E = 4700 fc '

= 3.350.421,844 tom/m2

Tegangan tarik izin :


σ t = 0,45 ⋅ fc'

= 2,852 Mpa

V-1
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

b). Penulangan lentur


Kebutuhan Penulangan lentur
Mu
Mn = ; Φ = 0,8
Φ
Mu Mu
Mn = =
Φ 0,8
Mn
a1 =
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 =
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu =
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠

Rasio penulangan lentur adalah sebagai berikut :


1,4
ρ min = ( MPa)
fy
ρ max = 0,75 ⋅ ρ b

0,85 ⋅ fc' ⋅ β 1 ⎛ 600 ⎞


ρb = ⎜⎜ ⎟⎟
fy ⎝ 600 + fy ⎠

Kapasitas lentur penampang


Kapasitas lentur penampang diperhitungkan dengan mengembangkan
diagram interaksi tulangan terpasang serta melakukan analisis penampang
dengan kondisi ‘doubly reinforced concrete’

V-2
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

c). Penulangan geser


Pada perencanaan penulangan geser pada penampang, ΦVn harus sama
atau lebih besar dari kebutuhan kuat ultimate Vu, sebagaimana yang
disajikan pada persamaan berikut :
Φ Vn ≥ Vu ; Φ = 0,6
Selanjutnya, penulangan geser diperhitungan dengan formulasi-formulasi
berikut :
Φ Vn = Φ (Vc + Vs)
Dimana :
⎡1 ⎤
Φ Vc = Φ ⎢ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ d ⎥
⎣6 ⎦
⎡ Av ⋅ f ys ⋅d ⎤
Φ Vs = Φ ⎢ ⎥
⎣ S ⎦
dimana :
Vc = kuat geser penampang beton (N)
Vs = kuat geser penulangan geser yang direncanakan (N)
fys = kuat leleh material penulangan geser (Mpa)
Av = luas penulangan geser, mm2
d = jarak pusat tulangan ke sisi atas penampang (mm)
b = lebar penampang (mm)
S = jarak pemasangan tulangan geser (mm)

Untuk penulangan geser minimum dilakukan berdasarkan ketentuan yang


dimuat dalam SKSNI-T15-1991, yakni sebagai berikut :
• Bila dipasang sengkang pengikat untuk memindahkan geser, maka luas
sengkang tidak boleh diambil kurang dari yang diperlukan oleh ayat 3.4.5
butir 5 sub 3, dan spasi sengkang pengikat tidak boleh melebihi empat kali
dimensi terkecil dari elemen yang didukung, atau 600 mm.
• Sengkang pengikat untuk geser horizontal boleh terdiri dari batangan
tulangan tunggal atau kawat, sengkang berkaki banyak, atau kaki vertikal
dari jaring kawat-las.
• Semua sengkang pengikat harus dijangkarkan sepenuhnya kedalam
elemen-elemen yang saling dihubungkan dengan ayat 3.5.13.
Ayat 3.4.5 dan ayat 3.5.13 dapat dilihat pada buku SKSNI-T15-1991

V-3
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

d). Kontrol lendutan


Kontrol lendutan pada elemen beton bertulang dibatasi dengan mengacu
kepada SKSNI T-15-1991 sebagai berikut :
Tipe Komponen Struktur Lendutan yang diperhitungkan Batas Lendutan

Atap datar tidak menahan atau berhubungan dengan komponen Lendutan akibat beban hidup L / 180
non struktural yang mungkin akan rusak akibat lendutan yang besar

Lantai tidak menahan atau berhibungan dengan konponen non Lendutan akibat beban hidup L L / 360
struktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau berhubungan Bagian dari lendutan total yang terjadi L / 480
dengan komponen non struktural yang mungkin rusak setelah pemasangan komponen non
akibat lendutan yang besar struktural (jumlah dari lendutan jangka
panjang akibat semua beban yang bekerja
Konstruksi atau lantai yang menahan atau berhubungan dengan dan lendutan seketika yang terjadi akibat L / 240
komponen non struktural yang mungkin rusak penambahan sebarang beban hidup)
akibat lendutan yang besar

e). Selimut Beton


Selimut Beton pada pekerjaan ini ditetapkan sebagai berikut :
• Pelat Lantai :
5 cm untuk penulangan positif dan 4 cm untuk penulangan negatif.
• Balok :
7,5 cm untuk penulangan positif dan 5 cm untuk penulangan negatif.
Untuk selimut tepi ditetapkan 5 cm.
• Pile Cap :
10 cm untuk penulangan positif, 10 cm untuk penulangan negatif, serta 10
cm untuk selimut tepi

Selimut Beton ini penting untuk dipenuhi mengingat kebutuhan penulangan


sangat dipengaruhi oleh jarak antara titik pusat tulangan utama terhadap sisi
depan. Selimut ini juga diperhitungkan sebagai perlindungan terhadap
korosi akibat air laut.

V-4
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.1.2. Baja Tulangan


Baja tulangan pada pekerjaan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
2
Tulangan Diameter < 12 (polos) fy 2,400 kg/cm
2
Es 2,100,000 kg/cm
2
Tulangan Diameter ≥ 13 (deformed) fy 3,900 kg/cm
2
Es 2,100,000 kg/cm

5.1.3. Tiang Pancang Baja


Tiang pancang dalam perencanaan mengacu kepada spesifikasi ASTM A252,
atau STK-41. tiang pancang baja pada daerah splash zone akan dipasang
selimut beton dengan ketebalan 100 mm atau material lain
a). Karakteristik
Karakteristik tiang pancang baja yang digunakan adalah sebagai berikut :
2
Yield Stress (fy) 2400 kg/cm
2
Modulus Elastisitas 210000 kg/cm

b). Tegangan izin (allowable stress)


Tegangan izin pada tiang pancang diperhitungkan berdasarkan prosedur
AISC sebagai berikut :
1) Tegangan aksial
Tegangan izin aksial tekan diperhitungkan sebagai berikut :
⎡ ⎛ kL ⎞ ⎤
2

⎢ ⎜ ⎟ ⎥
⎢1,0 − ⎝ r ⎠ ⎥
⎢ 2 CC ⎥
2

⎢ ⎥
fa = ⎣⎢ ⎦⎥ ∗ Fy
3
⎛ kL ⎞ ⎛ kL ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
5 3⎝ r ⎠ ⎝ r ⎠
+ − 3
3 8 CC 8 CC

kL kL y kLx E
Dimana adalah nilai terbesar dari dan dan CC = 2 π 2
r ry rx Fy

Tegangan izin aksial tarik diperhitungkan sebagai berikut :


Fa = 0,6 Fy

V-5
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

2) Tegangan lentur
Tegangan izin lentur untuk penampang pipa diperhitungkan sebagai
berikut :
Fb22 = 0,6 Fy
= 1440 kg/cm2
Fb33 = 0,6 Fy
= 1440 kg/cm2

3) Geser
Tegangan izin geser diperhitungkan sebagai berikut :
Fv = 0,4 Fy

Untuk tegangan geser, luas penampang tiang pancang adalah mencapai


0,6 IA, ini berkaitan dengan efek beban lentur yang terjadi pada tiang
pada saat yang bersamaan

V-6
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.2. Perencanaan Pelat lantai


Pelat lantai direncanakan terdiri dari beton precast sebagai formwork dan topping
beton cast in situ. Perhitungan perencanaan pelat lantai adalah sebagai berikut :

Dimensi pelat
Panjang Pelat : 5600 mm (5,6 m)
Lebar Pelat : 1000 mm
Tebal Pelat : 400 mm

5.2.1. Pembebanan
Beban – beban yang bekerja pada pelat adalah sebagai berikut :
a). Beban Mati Pelat
b). Beban Hidup Merata
c). Beban Container Truck T45
d). Beban Container Box 2 tumpuk

Penjabaran dari beban – beban tersebut adalah sebagai berikut :


a). Beban mati Pelat
Self weight :
qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 1 m * 0,4 m
= 0,96 ton/m
Asphalt :
qaspt = ρ * b * h
= 2,0 ton/m3 * 1 m * 0,05 m
= 0,1 ton/m
maka beban mati balok crane adalah :
qDL = qsw + qaspt
= 1,06 ton/m

Pelat dianalisis sebagai balok menerus dengan kondisi sebagai berikut :

V-7
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Gaya dalam pada pelat dianalisis dengan menggunakan bantuan program


SAP 2000, dengan hasil sebagai berikut :
M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 2.58 -3.49 3.59
BALOK 2 1.09 -3.49 3.12
BALOK 3 1.53 -2.62 2.97
BALOK 4 1.09 -3.49 3.12
BALOK 5 2.58 -3.49 3.59
MAX 2.58 -3.49 3.59

b). Beban Hidup Merata


Beban hidup merata Uniformly Distributed Load (UDL) ditetapkan sebesar 3,0
ton/m2, sehingga beban hidup yang bekerja adalah :
qLL = qUDL * L
= 3,0 ton/m2 * 1,0 m
= 3,0 ton/m

Beban hidup ini dihitung dengan berbagai kondisi pembebanan pelat sebagai
balok menerus dengan bantuan program SAP 2000, sebagai berikut :
KONDISI 1 M(+) M(-) V
KN-m KN-m KN
BALOK 1 71.65 -97.12 99.72
BALOK 2 30.35 -97.12 86.71
BALOK 3 42.48 -72.84 82.37
BALOK 4 30.35 -97.12 86.71
BALOK 5 71.65 -97.12 99.72
MAX 71.65 -97.12 99.72

KONDISI 2 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 90.51 -51.87 91.64
BALOK 2 -51.87 5.12
BALOK 3 62.72 -86.08 93.61
BALOK 4 25.38 -93.80 83.75
BALOK 5 73.03 -93.80 99.13
MAX 90.51 -93.80 99.13

KONDISI 3 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 66.59 -109.25 101.88
BALOK 2 52.43 -109.25 97.55
BALOK 3 -24.28
BALOK 4 52.43 -109.25 97.55
BALOK 5 66.59 -109.25 101.88
MAX 66.59 -109.25 101.88

KONDISI 4 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 73.03 -93.80 99.13
BALOK 2 25.38 -93.80 83.75
BALOK 3 62.72 -86.08 93.61
BALOK 4 -51.87 5.12
BALOK 5 90.51 -51.87 91.64
MAX 90.51 -93.80 99.13

KONDISI 5 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 -34.42 6.50
BALOK 2 55.45 -84.97 91.05
BALOK 3 30.35 -84.97 82.38
BALOK 4 55.45 -84.97 91.05
BALOK 5 -34.42 6.50
MAX 55.45 -84.97 91.05

V-8
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Sehingga gaya dalam maksimum pada pelat akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
9.23 -11.14 10.39

c). Beban Container Truck T45


Beban Roda Container Truck T45 dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan pelat dan dianalisis dengan bantuan program SAP 2000, sebagai
berikut :

KONDISI 1 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 154.55 -99.60 115.85
BALOK 2 26.49 -99.58 22.55
BALOK 3 26.67 -7.11 6.03
BALOK 4 1.78 -7.11 1.59
BALOK 5 1.78 0.32
MAX 154.55 -99.60 115.85

KONDISI 2 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 129.48 -172.49 128.87
BALOK 2 94.47 -172.49 119.34
BALOK 3 14.23 -53.35 12.07
BALOK 4 14.23 -3.56 3.18
BALOK 5 -3.56 0.64
MAX 129.48 -172.49 128.87

KONDISI 3 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 156.58 -146.62 174.85
BALOK 2 15.97 -145.62 111.16
BALOK 3 15.97 -4.26 3.61
BALOK 4 1.06 -4.26 0.95
BALOK 5 1.06 0.19
MAX 156.58 -146.62 174.85

Sehingga gaya dalam maksimum pada pelat akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
15.96 -17.58 17.82

V-9
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

d). Beban Container Box 2 tumpuk


Beban Roda Container Truck T45 dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan pelat dan dianalisis dengan bantuan program SAP 2000, sebagai
berikut :

KONDISI 1 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 15.28 -10.50 13.30
BALOK 2 2.81 -10.50 2.37
BALOK 3 2.81 -0.75 0.63
BALOK 4 0.18 -0.75 0.16
BALOK 5 0.18 0.03
MAX 15.28 -10.50 13.30

KONDISI 2 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 13.08 -18.18 14.67
BALOK 2 9.06 -18.18 13.67
BALOK 3 1.50 -5.26 1.27
BALOK 4 1.50 -0.37 0.33
BALOK 5 -0.37 0.06
2.4 m MAX 13.08 -18.18 14.67
5,6 m

KONDISI 3 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 15.05 -18.16 24.87
BALOK 2 0.84 -18.16 11.96
BALOK 3 0.84 -0.22 0.19
BALOK 4 0.05 -0.22 0.05
BALOK 5 0.05 0.01
1m MAX 15.05 -18.16 24.87
5,6 m

Sehingga gaya dalam maksimum pada pelat akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
15.28 -18.18 24.87

V - 10
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.2.2. Analisa Struktur


Untuk perencanaan penulangan, kombinasi pembebanan adalah :
• Kondisi Ultimate
Rencana : 1,2 DL + 1,6 (50% UDL + P[1])
Ekstrim : 1,2 DL + 1,6 P[2]
• Kondisi Service
Rencana : 1,0 DL + 1,0 (50% UDL + P[1])
Ekstrim : 1,0 DL + 1,0 P[2]

Dimana :
P[1] : Beban Truck T45
P[2] : Beban Container 2 tumpuk

Sehingga berdasarkan kombinasi pembebanan tersebut diatas diperoleh hasil


sebagai berikut :

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
DEAD LOAD 2.58 -3.49 3.59
LIVE LOAD 9.23 -11.14 10.39
T 45 15.96 -17.58 17.82
CONTAINER BOX 15.28 -18.18 24.87
1,2 (DL) + 1,6 (LL) 17.86 -22.01 20.92
(LL = LIVE LOAD)

1,2 (DL) + 1,6 (LL) 28.63 -32.32 32.83


(LL = T 45)

1,2 (DL) + 1,6 (LL) 27.54 -33.28 44.10


(LL = CONTAINER BOX)

KONDISI RENCANA
ULTIMATE 36.02 -41.23 41.13
SERVICE 23.15 -26.64 26.61
KONDISI EKSTRIM
ULTIMATE 27.54 -33.28 44.10
SERVICE 17.86 -21.67 28.46

V - 11
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.2.3. Perhitungan Perencanaan Penulangan


Perhitungan perencanaan penulangan dilkukan berdasarkan kondisi ultimate
dengan beban ekstrim sebagai berikut :
Mu (+) = 36,02 ton-m
Mu (-) = -41,23 ton-m

Data penampang :
b = 1000 mm
h = 400 mm
c= 50 mm
d = 350 mm

Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
fy = 3900 kg/cm2 (tulangan lentur)

Penulangan lentur
Lapangan
Mu = 36,02 ton-m
Mu Mu
Mn = = = 45,02 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 13,50
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 2,49
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 34,20 mm2
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠
try D20 : As = 3,14 cm2
As perlu
n = = 10,88 buah
As
diambil 13 buah tulangan dengan diameter 20 mm (13 D 20)

V - 12
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tumpuan
Mu = 41,23 ton-m
Mu Mu
Mn = = = 51,54 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 15,46
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 2,85
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 39,36 mm2
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠
try D20 : As = 3,14 cm2
As perlu
n = = 12,52 buah
As
diambil 15 buah tulangan dengan diameter 20 mm (15 D 20)

5.2.4. Pemeriksaan Kapasitas Penampang


Pemeriksaan penampang terhadap beban lentur yang terjadi dilakukan untuk
memperoleh informasi jika pelat mengalami beban ekstrim. Dengan demikian
dapat diketahui apakah pelat masih dapat memikul beban tersebut.

Kondisi batas yang dikembangkan adalah sebagai berikut :


Mcap > Mu

Momen kapasitas pelat lantai diperhitungkan berdasarkan kondisi doubly


reinforced concrete section.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Mn+ = 52,98 ton-m > 45,02 ton-m (OK)
Mn- = 53,03 ton-m > 51,54 ton-m (OK)

V - 13
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.2.5. Kontrol Lendutan


b = 1000 mm
h = 400 mm
I = 0,00533 m4
Ec = 2.350.489 ton/m2
Ec.I = 12.536 ton-m2

Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban mati)


1 q ⋅ L4
dq = = 1 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban hidup merata)
1 q ⋅ L4
dq = = 0,61 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban terpusat (dalam hal ini adalah beban container box)
1 P ⋅ L3
dP = = 5,05 mm
48 E ⋅ I
Total lendutan diperhitungkan sebagai berikut :
dT = dq + dq + dP
= 5,27 mm

Kontrol lendutan diambil berdasarkan SKSNI T-15-1991, yaitu :


L
d= = 11,67 mm
480
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai dT < d
Dengan demikian, lendutan yang terjadi masih memadai.

V - 14
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.2.6. Pemeriksaan terhadap Punching Shear


Pemeriksaan terhadap punching shear dilakukan terhadap beban container box
2 tumpuk sebagai berikut :

Container Box
B = 1050 mm
L = 1050 mm
Pr = 2 * (1050 + 300) + 2* (1050 + 300)
= 5400 mm

Beban maksimum diperkirakan akan terbentuk oleh tekanan kaki container box
sebagai berikut :
P = 60,98 * 9,8 kN
= 597.604 kN
= 597604 N

Perbandingan bentuk :
βc = (1050 + 300) / (1050 + 300)
= 1,0

Daya dukung punching :


⎛ 2 ⎞
Vc = ⎜⎜1 + ⎟ ⋅ 0,2 ⋅ λ ⋅ φc ⋅ fc' ⋅ bo ⋅ d
⎝ βc ⎟⎠
=(1+2) * 0,2 * 1 * 0,6 * 4,9 * 5400 * 400
= 3.810.240 N

Dari hasil perhitungan didapat bahwa Vc > P


3.810.240 N > 597.604 N (OK)
Maka daya dukung pelat terhadap punching shear tersebut memadai.

V - 15
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.3. Perencanaan Balok Memanjang


Balok Memanjang direncanakan berupa Beton cast in situ.
Perhitungan perencanaan balok memanjang adalah sebagai berikut :

Dimensi balok
Panjang Balok : 6000 mm (6 m)
Lebar Balok : 800 mm
Tebal Balok : 1400 mm

5.3.1. Pembebanan
Beban – beban yang bekerja pada Balok Memanjang adalah sebagai berikut :
a). Beban mati Balok
b). Beban Hidup Merata
c). Beban Container Truck T45
d). Beban Container Box 2 tumpuk

Penjabaran dari beban – beban tersebut adalah sebagai berikut :


a). Beban mati Balok :
Self weight : qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * (1,4 – 0,4) m * 0,8 m
= 1,92 ton/m
Pelat : qplt = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 0,4 m * (5,6/2 + 5,6/2) m
= 5,376 ton/m
Asphalt : qaspt = ρ * b * h
= 2,0 ton/m3 * 0,05 m * (5,6/2 + 5,6/2) m
= 0,56 ton/m
maka beban mati balok crane adalah : qDL = qsw + qplt + qaspt
= 7,856 ton/m

Balok dianalisis sebagai balok menerus dengan kondisi sebagai berikut :

V - 16
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Gaya dalam pada Balok dianalisis dengan menggunakan bantuan program SAP
2000, dengan hasil sebagai berikut :
M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
21.90 -29.91 28.55

b). Beban Hidup Merata


Beban hidup merata Uniformly Distributed Load (UDL) ditetapkan sebesar 3,0
ton/m2, sehingga beban hidup yang bekerja adalah :
qLL = qUDL * (lebar daerah tributary)
= 3,0 ton/m2 * (5,6/2 + 5,6/2) m
= 16,8 ton/m

Beban hidup ini dihitung dengan berbagai kondisi pembebanan pelat sebagai
balok menerus dengan bantuan program SAP 2000, sebagai berikut :
KONDISI 1 M(+) M(-) V
KN-m KN-m KN
BALOK 1 459.37 -627.32 598.81
BALOK 2 199.60 -627.32 522.77
BALOK 3 256.63 -513.26 503.76
BALOK 4 256.63 -513.26 503.76
BALOK 5 199.60 -627.32 522.77
BALOK 6 459.37 -627.32 598.81
MAX 459.37 -627.32 598.81

KONDISI 2 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 580.59 -336.47 550.33
BALOK 2 -336.47 -33.00
BALOK 3 391.37 -598.8 571.24
BALOK 4 225.27 -598.81 521.82
BALOK 5 208.16 -633.03 527.52
BALOK 6 456.99 -633.03 599.76
MAX 580.59 -633.03 599.76

KONDISI 3 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 426.92 -705.26 611.79
BALOK 2 342.60 -705.26 587.72
BALOK 3 -199.60 9.18
BALOK 4 379.29 -539.88 550.97
BALOK 5 168.24 -606.41 505.34
BALOK 6 468.08 -606.41 -595.32
MAX 468.08 -705.26 611.79

KONDISI 4 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 468.08 -606.41 -595.32
BALOK 2 168.24 -606.41 505.34
BALOK 3 379.29 -539.88 550.97
BALOK 4 -199.60 9.18
BALOK 5 342.60 -705.26 587.72
BALOK 6 426.92 -705.26 611.79
MAX 468.08 -705.26 611.79

KONDISI 5 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 456.99 -633.03 599.76
BALOK 2 208.16 -633.03 527.52
BALOK 3 225.27 -598.81 521.82
BALOK 4 391.37 -598.8 571.24
BALOK 5 -336.47 -33.00
BALOK 6 580.59 -336.47 550.33
MAX 580.59 -633.03 599.76

V - 17
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Sehingga gaya dalam maksimum pada Balok akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
59.18 -64.53 61.14

c). Beban Container Truck T45


Beban Roda Container Truck T45 dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan Balok dan dianalisis dengan bantuan program SAP 2000, sebagai
berikut :

KONDISI 1 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 14.34 -13.97 14.34
BALOK 2 14.68 -13.97 14.34
BALOK 3 3.04 -7.99 3.68
BALOK 4 0.23 -0.87 0.18
BALOK 5 0.23 -0.06 0.05
BALOK 6 -0.06 0.00
MAX 14.68 -13.97 14.34

KONDISI 2 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 14.22 -14.29 14.28
BALOK 2 14.90 -14.29 14.59
BALOK 3 1.31 -6.71 2.67
BALOK 4 9.82 -12.40 15.54
BALOK 5 15.53 -12.40 13.97
BALOK 6 3.20 -8.60 3.93
MAX 15.53 -14.29 15.54

Sehingga gaya dalam maksimum pada Balok akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
15.53 -14.29 15.54

V - 18
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

d). Beban Container Box 2 tumpuk


Beban Roda Container Box 2 tumpuk dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan Balok dan dianalisis dengan bantuan program SAP 2000, sebagai
berikut :

KONDISI 1 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 23.71 -21.17 14.96
BALOK 2 14.61 -21.17 11.92
BALOK 3 20.74 -18.20 12.98
BALOK 4 2.37 -8.90 1.88
BALOK 5 2.37 -0.60 0.50
BALOK 6 2.37 -0.60 0.50
MAX 23.71 -21.17 14.96

KONDISI 2 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 23.41 -21.76 15.06
BALOK 2 15.50 -21.76 12.42
BALOK 3 17.50 -17.80 11.76
BALOK 4 17.50 -17.80 11.76
BALOK 5 15.50 -21.76 12.42
BALOK 6 23.41 -21.76 15.06
MAX 23.41 -21.76 15.06

Sehingga gaya dalam maksimum pada Balok akibat berbagai kondisi


pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
23.71 -21.76 15.06

V - 19
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.3.2. Analisa Struktur


Untuk perencanaan penulangan, kombinasi pembebanan adalah :
Ultimate : 1,2 DL + 1,6 ((35% LL) + P)
Service : 1,0 DL + 1,0 ((35% LL) + P)

Dengan P adalah beban hidup yang memberikan gaya dalam terbesar pada
Balok Memanjang, dalam hal ini adalah beban Container Box 2 tumpuk.

Sehingga berdasarkan kombinasi pembebanan tersebut diatas diperoleh hasil


sebagai berikut :

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
DEAD LOAD 21.90 -29.91 28.55
LIVE LOAD 59.18 -64.53 61.14
T 45 15.53 -14.29 15.54
CONTAINER BOX 23.71 -21.76 15.06

SERVICE 66.32 -74.26 65.01


ULTIMATE 97.36 -106.84 92.59

V - 20
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.3.3. Perhitungan Perencanaan Penulangan


Perhitungan perencanaan penulangan dilkukan berdasarkan kondisi ultimate
sebagai berikut :
Mu (+) = 97,36 ton-m
Mu (-) = -106,84 ton-m
Vu = 92,59 ton

Data penampang :
b = 800 mm
h = 1400 mm
c= 75 mm
d = 1350 mm

Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
fy = 3900 kg/cm2 (tulangan lentur)

Penulangan Lentur
Lapangan
Mu = 99,94 ton-m
Mu Mu
Mn = = = 124,93 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 27,326
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 6,294
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 36,47cm2
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠
try D25 : As = 4,91 cm2
As perlu
n = = 7,43 buah
As
Diambil 8 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 25)

V - 21
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tumpuan
Mu = 110,36 ton-m
Mu Mu
Mn = = = 137,95 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 30,17
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 6,95
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 36,47 cm2
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠
try D25 : As = 4,91 cm2
As perlu
n = = 7,95 buah
As
Diambil 8 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 25)

Penulangan Geser
Vu = 95,94 ton

1
Φ Vc = 0,6 ⋅ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ c
6
= 53,38 ton

Vs = Vu − Φ Vc
= 42,46 ton

Digunakan tulangan sengkang 4 D 13


1
Av = n ⋅ ⋅ π ⋅ D 2
4
= 531,14 mm2

Φ ⋅ Av ⋅ fy ⋅ d
s≤
Vu − Φ Vc
≤ 243 mm

Sengkang dipasang pada jarak 200 mm

V - 22
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.3.4. Pemeriksaan Kapasitas Penampang


Pemeriksaan penampang terhadap beban lentur yang terjadi dilakukan untuk
memperoleh informasi jika balok mengalami beban ekstrim. Dengan demikian
dapat diketahui apakah balok masih dapat memikul beban tersebut.
Kondisi batas yang dikembangkan adalah sebagai berikut :
Mcap > Mu
Momen kapasitas pelat lantai diperhitungkan berdasarkan kondisi doubly
reinforced concrete section.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Mn+ = 186,20 ton-m > 124,93 ton-m (OK)
Mn- = 186,20 ton-m > 137,95 ton-m (OK)

5.3.5. Kontrol Lendutan


b = 800 mm
h = 1400 mm
I = 0,018293 m4
Ec = 2.361.906 ton/m2
Ec.I = 433.388 ton-m2

Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban mati)


1 q ⋅ L4
dq = = 0.335 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban hidup merata)
1 q ⋅ L4
dq = = 0,654 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban terpusat (dalam hal ini adalah beban container box)
1 P ⋅ L3
dP = = 0,237 mm
48 E ⋅ I

Total lendutan diperhitungkan sebagai berikut :


dT = dq + dq + dP
= 0,99 mm

V - 23
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Kontrol lendutan diambil berdasarkan SKSNI T-15-1991, yaitu :


L
d= = 10 mm
480
dT < d
Dengan demikian, lendutan yang terjadi masih memadai.

V - 24
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.4. Perencanaan Balok Melintang


Balok Melintang direncanakan berupa Beton cast in situ.
Perhitungan perencanaan balok melintang adalah sebagai berikut :

Dimensi balok
Panjang Balok : 5600 mm (5,6 m)
Lebar Balok : 800 mm
Tebal Balok : 1400 mm

5.4.1. Pembebanan
Beban – beban yang bekerja pada Balok Melintang adalah sebagai berikut :
a). Beban mati Balok
b). Beban Hidup Merata
c). Beban Container Truck T45
d). Beban Container Box 2 tumpuk

Penjabaran dari beban – beban tersebut adalah sebagai berikut :


a). Beban mati balok melintang, yang terdiri dari :
Self weight : qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 0,8 m * 1,4 m
= 2,69 ton/m
Pelat : qplate = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 0,4 m * ((0,6/2) + (0,6/2)) m
= 5,76 ton/m
Asphalt : qaspt = ρ * b * h
= 2,0 ton/m3 * 0,05 m * ((0,6/2) + (0,6/2)) m
= 0,6 ton/m
maka beban mati balok melintang adalah : qDL = qsw + qplate + qaspt
= 9,05 ton/m

balok melintang dianalisis sebagai balok menerus dengan kondisi sebagai


berikut :

V - 25
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Gaya dalam pada balok melintang dianalisis dengan menggunakan bantuan


program SAP 2000, dengan hasil sebagai berikut :
M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
22.04 -29.87 30.67

b). Beban Hidup Merata


Beban hidup merata Uniformly Distributed Load (UDL) ditetapkan sebesar 3,0
ton/m2, sehingga beban hidup yang bekerja adalah :
qLL = qUDL * L
= 3,0 ton/m2 * 0,6/2) + (0,6/2)) m
= 18,0 ton/m

Beban hidup ini dihitung dengan berbagai kondisi pembebanan pelat sebagai
balok menerus dengan bantuan program SAP 2000, sebagai berikut :

KONDISI 1 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 43.84 -59.42 61,01
BALOK 2 18.57 -59.42 53.02
BALOK 3 25.99 -44.56 50.40
BALOK 4 18.57 -59.42 53.02
BALOK 5 43.84 -59.42 61,01
MAX 43.84 -59.42 53.02

KONDISI 2 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 55.38 -31.74 56.08
BALOK 2 -31.74 -3.13
BALOK 3 38.06 -52.67 57.27
BALOK 4 15.53 -57.39 51.24
BALOK 5 44.68 -57.39 60.65
MAX 55.38 -57.39 60.65

KONDISI 3 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 52.28 -39.16 57.39
BALOK 2 15.53 -39.16 9.77
BALOK 3 15.53 -22.96 6.87
BALOK 4 28.19 -64.82 57.87
BALOK 5 41.59 -64.82 61.97
MAX 52.28 -64.82 61.97

KONDISI 4 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 53.13 -37.14 57.03
BALOK 2 7.43 -37.14 7.96
BALOK 3 7.43
BALOK 4 7.43 -37.14 7.96
BALOK 5 53.13 -37.14 57.03
MAX 53.13 -37.14 57.03

KONDISI 5 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 52.84 -37.81 57.15
BALOK 2 10.13 -37.81 8.56
BALOK 3 10.13 -2.70 2.29
BALOK 4 0.67 -2.70 0.60
BALOK 5 0.67 0.12
MAX 52.84 -37.81 57.15

V - 26
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Sehingga gaya dalam maksimum pada balok melintang akibat berbagai kondisi
pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
20.17 -27.33 28.06

c). Beban Container Truck T45


Beban Roda Container Truck T45 dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan balok melintang dan dianalisis dengan bantuan program SAP
2000, sebagai berikut :
KONDISI 1 M(+) M(-) V
KN-m KN-m KN
BALOK 1 154.55 -99.60 115.85
BALOK 2 26.49 -99.58 22.55
BALOK 3 26.67 -7.11 6.03
BALOK 4 1.78 -7.11 1.59
BALOK 5 1.78 0.32
MAX 154.55 -99.60 115.85

KONDISI 2 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 129.48 -172.49 128.87
BALOK 2 94.47 -172.49 119.34
BALOK 3 14.23 -53.35 12.07
BALOK 4 14.23 -3.56 3.18
BALOK 5 -3.56 0.64
MAX 129.48 -172.49 128.87

KONDISI 3 M(+) M(-) V


KN-m KN-m KN
BALOK 1 156.58 -146.62 174.85
BALOK 2 15.97 -145.62 111.16
BALOK 3 15.97 -4.26 3.61
BALOK 4 1.06 -4.26 0.95
BALOK 5 1.06 0.19
MAX 156.58 -146.62 174.85

Sehingga gaya dalam maksimum pada balok melintang akibat berbagai kondisi
pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
15.96 -17.58 17.82

V - 27
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

d). Beban Container Box 2 tumpuk


Beban Roda Container Truck T45 dihitung dengan berbagai kondisi
pembebanan balok melintang dan dianalisis dengan bantuan program SAP
2000, sebagai berikut :
KONDISI 1 M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 15.28 -10.50 13.30
BALOK 2 2.81 -10.50 2.37
BALOK 3 2.81 -0.75 0.63
BALOK 4 0.18 -0.75 0.16
BALOK 5 0.18 0.03
MAX 15.28 -10.50 13.30

KONDISI 2 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 13.08 -18.18 14.67
BALOK 2 9.06 -18.18 13.67
BALOK 3 1.50 -5.26 1.27
BALOK 4 1.50 -0.37 0.33
BALOK 5 -0.37 0.06
MAX 13.08 -18.18 14.67
2.4 m 5,6 m

KONDISI 3 M(+) M(-) V


Ton-m Ton-m Ton
BALOK 1 15.05 -18.16 24.87
BALOK 2 0.84 -18.16 11.96
BALOK 3 0.84 -0.22 0.19
BALOK 4 0.05 -0.22 0.05
BALOK 5 0.05 0.01
MAX 15.05 -18.16 24.87
1m 5,6 m

Sehingga gaya dalam maksimum pada balok melintang akibat berbagai kondisi
pembebanan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

GAYA DALAM MAKSIMUM

M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
15.28 -18.18 24.87

V - 28
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.4.2. Analisa Struktur


Untuk perencanaan penulangan, kombinasi pembebanan adalah :

Kondisi Ultimate: 1,2 DL + 1,6 (50% UDL + P[1])


Kondisi Service : 1,0 DL + 1,0 (50% UDL + P[1])

Dimana :
P[1] : Beban Container 2 tumpuk

Sehingga berdasarkan kombinasi pembebanan tersebut diatas diperoleh hasil


sebagai berikut :
M(+) M(-) V
Ton-m Ton-m Ton
DEAD LOAD 22.04 -29.87 30.67
LIVE LOAD 55.38 -64.82 61.97
T 45 15.96 -17.58 17.82
CONTAINER BOX 15.28 -18.18 24.87

ULTIMATE 95.20 -116.79 126.17


SERVICE 65.01 -80.46 86.53

V - 29
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.4.3. Perhitungan Perencanaan Penulangan


Perhitungan perencanaan penulangan dilakukan berdasarkan kondisi ultimate
sebagai berikut :
Mu (+) = 95,20 ton-m
Mu (-) = -113,79 ton-m
Vu = 126,17 ton

Data penampang :
b = 800 mm
h = 1400 mm
c= 75 mm
d = 1325 mm

Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
fy = 3900 kg/cm2 (tulangan lentur)

Penulangan Lentur
Lapangan
Mu = 95,20 ton-m

Mu Mu
Mn = = = 119,0 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 26,03
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 5,99
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 36,47 cm2
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠

try D25 : As = 4,91 cm2


As perlu
n = = 7,43 buah
As
Diambil 8 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 25)

V - 30
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tumpuan
Mu = 116,79 ton-m
Mu Mu
Mn = = = 145,98 ton-m
Φ 0,8
Mn
a1 = = 31,93
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 7,35
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As perlu = = 36,47 mm
⎛ a2 ⎞
fy ⋅ ⎜ d − ⎟
⎝ 2 ⎠
try D25 : As = 4,91 cm2
As perlu
n = = 7,43 buah
As
Diambil 8 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 20)

Penulangan geser
Vu = 126,170 ton

1
Φ Vc = 0,6 ⋅ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ c
6
= 53,38 ton

Vs = Vu − Φ Vc
= 72,66 ton

Digunakan tulangan sengkang 4 D 13

1
Av = n ⋅ ⋅ π ⋅ D2
4
= 531,14 mm2

Φ ⋅ Av ⋅ fy ⋅ d
s≤
Vu − Φ Vc
≤ 230 mm

Sengkang dipasang pada jarak 200 mm

V - 31
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.4.4. Pemeriksaan Kapasitas Penampang


Pemeriksaan penampang terhadap beban lentur yang terjadi dilakukan untuk
memperoleh informasi jika balok mengalami beban ekstrim. Dengan demikian
dapat diketahui apakah balok masih dapat memikul beban tersebut.
Kondisi batas yang dikembangkan adalah sebagai berikut :
Mcap > Mu
Momen kapasitas pelat lantai diperhitungkan berdasarkan kondisi doubly
reinforced concrete section.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Mn+ = 186,20 ton-m > 119,00 ton-m (OK)
Mn- = 186,20 ton-m > 145,99 ton-m (OK)

5.4.5. Kontrol Lendutan


B = 1400 mm
h = 800 mm
I = 0,182933 m4
Ec = 2.369.106 ton/m2
Ec.I = 433.388 ton-m2

Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban mati)


1 q ⋅ L4
dq = = 0,27 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban hidup merata)
1 q ⋅ L4
dq = = 0,53 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban terpusat (dalam hal ini adalah beban container box)
1 P ⋅ L3
dP = = 0,19 mm
48 E ⋅ I

Total lendutan diperhitungkan sebagai berikut :


dT = dq + dq + dP
= 0,8 mm

V - 32
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Kontrol lendutan iambil berdasarkan SKSNI T-15-1991, yaitu :


L
d= = 11,67 mm
480
dT < d
Dengan demikian, lendutan yang terjadi masih memadai.

V - 33
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.5. Perencanaan Balok Crane


Balok crane direncanakan berupa Beton cast in situ.
Perhitungan perencanaan balok crane adalah sebagai berikut :

Dimensi balok
Panjang balok : 6000 mm (6 m)
Lebar penampang : 1000 mm
Tinggi penampang : 1800 mm

5.5.1. Pembebanan
a). Beban Mati Balok Crane
Self Weight :
qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 1 m * (1,8 – 0,4) m
= 3,36 ton/m
Pelat :
qplt = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 0,4 m* (3,05 + (6,85/2)) m
= 6,216 ton/m
maka beban mati balok crane adalah :
qDL = qsw + qplt
= 9,576 ton/m

Gaya dalam pada Balok Crane akibat beban mati


Momen :
1
M = ⋅ q DL ⋅ L2
8
= 43,09 ton-m
Geser :
1
V= ⋅ q DL ⋅ L
2
= 28,73 ton

V - 34
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

b). Beban Roda Crane


BEBAN RODA CRANE

FACTORIZED
LAND SIDE WATER SIDE
Ton Ton
OPERATING 63 113
STOWED 78 144

UNFACTORED
LAND SIDE WATER SIDE
Ton Ton
OPERATING 37.06 66.47
STOWED 45.88 84.71

dalam perhitungan ini, digunakan beban roda crane UNFACTORED pada


kondisi STOWED

Balok Crane Land Side


Beban tiap roda adalah :
P = 45.88 ton
Sehingga gaya dalam yang terjadi pada balok crane akibat beban roda crane
pada kondisi tersebut diatas adalah :
L
M =P⋅
2
= 45,88 ton * (6 m/2)
= 137,65 ton-m
V = 2⋅P
= 2 * 45.88
= 91,76 ton

V - 35
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Balok Crane Water Side


Beban tiap roda adalah :
P = 84,71 ton
Sehingga gaya dalam yang terjadi pada balok crane akibat beban roda crane
pada kondisi tersebut diatas adalah :
L
M =P⋅
2
= 84,71 ton * (6 m/2)
= 254,12 ton-m
V = 2⋅P
= 2 * 84,71
= 169,41 ton

Sehingga gaya dalam pada Balok Crane untuk Land Side dan Water Side adalah
sebagai berikut :

GAYA DALAM PADA BALOK CRANE


LAND SIDE
M V
Ton-m Ton
DEAD LOAD 43.09 28.73
RODA CRANE 137.65 91.76

1.0 (DL) + 1.0 (LL) 180.74 120.49

GAYA DALAM PADA BALOK CRANE


WATER SIDE
M V
Ton-m Ton
DEAD LOAD 43.09 28.73
RODA CRANE 254.12 169.41

1.0 (DL) + 1.0 (LL) 297.21 198.14

V - 36
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.5.2. Perencanaan Penulangan


a). Balok Crane Land Side
Penulangan Lentur
Material beton
Beton K – 600
fc’ = 0,83 * 600
kg
= 498
cm 2
kg
fy = 3900
cm 3

Dimensi penampang :
b= 1m
h= 1,8 m
c = 0,075 m
d = 1,725 m

perhitungan perencanaan penulangan


Mu = 1,0 * 182,68 ton-m
= 182,68 ton-m
Mu Mu
Mn = =
Φ 0,8
= 228,35 ton-m
Mu
As =
0,9 ⋅ fy ⋅ d
perlu

= 59,58 cm2

try D25 : As = 4,91 cm2


As perlu
n = = 11.4 buah
As
Diambil 12 buah tulangan dengan diameter 25 mm (12 D 25)

V - 37
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Penulangan Geser
Vs = Vu – ΦVc
1
dimana : Φ Vc = 0,6 ⋅ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ d
6
= 9,35 ton
Maka,
Vs = 120,49 ton – 9,35 ton
= 111,14 ton

Digunakan tulangan geser 4 D 13


Av = 4 * 132 cm2
= 530 mm2

Jarak antar sengkang :


Av ⋅ fy ⋅ d ⋅ Φ
S=
Vu − Φ ⋅ Vc
= 434,225 mm
sengkang dipasang pada jarak 300 mm

V - 38
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

b). Balok Crane Water Side


Penulangan Lentur
Material beton
Beton K – 600
fc’ = 0,83 * 600
kg
= 498
cm 2
kg
fy = 3900
cm 3

Dimensi penampang :
b= 1m
h= 1,8 m
c = 0,075 m
d = 1,725 m

perhitungan perencanaan penulangan


Mu = 1,0 * 299,15 ton-m
= 299,15 ton-m
Mu Mu
Mn = =
Φ 0,8
= 373,94 ton-m
Mu
As =
0,9 ⋅ fy ⋅ d
perlu

= 59,58 cm2

try D25 : As = 4,91 cm2


As perlu
n = = 11,4 buah
As
diambil 12 buah tulangan dengan diameter 25 mm (12 D 25)

V - 39
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Penulangan Geser
Vs = Vu – ΦVc
1
dimana : Φ Vc = 0,6 ⋅ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ d
6
= 122,84 ton
Maka,
Vs = 198,14 ton – 122,84 ton
= 76,4 ton

Digunakan tulangan geser 4 D 13


Av = 4 * 132 cm2
= 530.93 mm2
Av ⋅ fy ⋅ d ⋅ Φ
Jarak antar sengkang : S =
Vu − Φ ⋅ Vc
= 175,98 mm
sengkang dipasang pada jarak 150 mm

5.5.3. Pemeriksaan Kapasitas Penampang


Momen kapasitas pelat lantai diperhitungkan berdasarkan kondisi doubly
reinforced concrete section.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Balok Crane Land Side :


Mn+ = 378,95 ton-m > 228,35 ton-m (OK)
Mn- = 201,90 ton-m > 114,18 ton-m (OK)

Balok Crane Water Side :


Mn+ = 378,95 ton-m > 374,94 ton-m (OK)
Mn- = 202,64 ton-m > 186,97 ton-m (OK)

V - 40
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.5.4. Kontrol Lendutan


Kontrol lendutan diperhitungkan berdasarkan momen aktual yang terjadi
b = 800 mm
h = 1400 mm
I = 0,0667 m4
Ec = 2.361.906 ton/m2
Ec.I = 157.940 ton-m2

Balok Crane Land Side :


Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban mati)
1 q ⋅ L4
dq = = 0.019 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban terpusat (dalam hal ini adalah beban roda crane)
1 P ⋅ L3
dP = = 0,325 mm
48 E ⋅ I
Total lendutan diperhitungkan sebagai berikut :
dT = dq + dP
= 0,34 mm

Kontrol lendutan diambil berdasarkan SKSNI T-15-1991, yaitu :


L
d= = 12,5 mm
480
dT < d
Dengan demikian, lendutan yang terjadi masih memadai.

V - 41
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Balok Crane Water Side :


Akibat beban merata (dalam hal ini adalah beban mati)
1 q ⋅ L4
dq = = 0.019 mm
384 E ⋅ I
Akibat beban terpusat (dalam hal ini adalah beban roda crane)
1 P ⋅ L3
dP = = 0,599 mm
48 E ⋅ I
Total lendutan diperhitungkan sebagai berikut :
dT = dq + dP
= 0,62 mm

Kontrol lendutan diambil berdasarkan SKSNI T-15-1991, yaitu :


L
d= = 12,5 mm
480
dT < d
Dengan demikian, lendutan yang terjadi masih memadai.

V - 42
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6. Perencanaan Pile Cap


Pada struktur dermaga ini, ada 2 jenis pile cap yang direncanakan, yaitu pile cap
pada crane section dan pile cap pada outside crane section.

Pile cap crane section direncanakan berupa balok Beton cast in situ. Perhitungan
perencanaan adalah sebagai berikut :

5.6.1. Pile Cap Crane Section

5.6.1.1. Pembebanan
Beban- beban yang bekerja pada Pile Cap adalah :
a). Beban mati Pile Cap
b). Beban mati akibat Balok Crane
c). Beban Hidup akibat roda Crane pada Balok Crane

Berikut ini akan dijabarkan mengenai masing-masing beban tersebut diatas


a). Beban Mati Pile Cap
panjang balok Pile Cap : 4050 mm (4,05 m)
lebar penampang : 2000 mm
tinggi penampang : 1500 mm

Self weight :
qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 2 m * (1,5 + 0,4) m
= 9,12 ton/m

Gaya dalam ultimate yang terjadi pada pile cap akibat beban mati balok crane
adalah :
qultimate = 1,2 * qsw
= 10,944 ton/m

V - 43
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

b). Beban mati akibat Balok Crane


Self weight :
qsw = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 1 m * 1,8 m
= 4,32 ton/m
Pelat :
qplt = ρ * b * h
= 2,4 ton/m3 * 0, 4m* (3,05 + (6,85/2)) m
= 6,216 ton/m

maka beban mati balok crane adalah : qDL = qsw + qplt


= 10,536 ton/m

Reaksi Balok Crane akibat beban lantai dan berat sendiri diatas adalah :
R = 2 * (1/2 * qDL * L)
= 2 * (1/2 * 10,536 ton/m * 6 m)
= 47,29 ton

Reaksi balok ini dibebankan kepada Pile Cap sebagai beban terpusat dengan
skema pembebanan seperti berikut ini :
47,29 ton

0,5 m 3,05 m 0,5 m

V - 44
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

c). Beban Hidup akibat Roda Crane


Beban hidup akibat roda crane pada balok crane dihitung dengan 2 kondisi
sebagai berikut :

Kondisi 1

Kondisi ini memberikan reaksi


perletakan sebagai berikut :
RA = RB = 2 * P

Kondisi 2
Kondisi ini memberikan reaksi
perletakan sebagai berikut :
RA = RB = 2,5 * P

Untuk perencanaan Pile Cap sebagai Balok Melintang ini, kondisi beban Roda
Crane yang digunakan adalah Kondisi yang mengakibatkan reaksi perletakan
yang terbesar, yaitu kondisi 2 seperti skema diatas.

Reaksi Balok Crane akibat beban Roda Crane pada kondisi tersebut adalah :
R = 2 * 2,5 * P
Beban Roda Crane yang dihitung adalah pada Water Side, karena beban
rodanya paling besar

Maka reaksi balok crane akibat beban Roda Crane Water Side sebesar 84,71
ton adalah :
R = 2 * 2,5 * 84,71 ton
= 423.53 ton

V - 45
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Reaksi Balok Crane akibat beban Roda Crane ini dibebankan kepada Pile Cap
sebagai Balok Melintang sebagai beban terpusat dengan skema pembebanan
seperti berikut ini :

Sehingga beban aksial yang terjadi pada pile cap akibat beban reaksi roda crane
adalah :
PLL = 423,53 ton

Beban aksial ultimate yang terjadi pada pile cap adalah :


PU = 1,2 (PDL) + 1,6 (PLL)
= 734,396 ton

Gaya dalam yang terjadi pada pile cap adalah sebagai berikut :
⎡1 L ⎤ ⎡1 ⎤
M + = ⎢ ⋅ (qu ⋅ Ltotal ⋅ Pu ) ⋅ ⎥ − ⎢ ⋅ qu ⋅ L2 ⎥ ; Ltotal = 4,05 m
⎣2 2 ⎦ ⎣2 ⎦
= 542,87 ton-m L = 3,05 m

2
1 ⎛L⎞
M − = ⋅ qu ⋅ ⎜ ⎟ ;L = 0,5 m
2 ⎝2⎠
= 1,368 ton-m

⎛1 ⎞ ⎛1 ⎞
V = ⎜ ⋅ qu ⋅ Ltotal ⎟ + ⎜ ⋅ Pu ⎟
⎝2 ⎠ ⎝2 ⎠
= 389,36 ton

V - 46
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6.1.2. Perencanaan Penulangan


Penulangan Lentur
Tulangan Tarik

Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
fy = 3900 kg/cm2 (tulangan lentur)

Data penampang :
b=2m
h = 2,4 m
c = 0,12 m
d = 2,28 m
kg
fy = 3900
cm 3
Mu = 542,87 ton-m
Mu Mu
Mn = =
Φ 0,8
= 678,59 ton-m
Mn
a1 = = 85,639
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 7,890
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As =
0,9 ⋅ fy ⋅ d
perlu

= 78,446 cm2

try D25 : As = 4,91 cm2


As perlu
n = = 16 buah
As
Diambil 19 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 25)

V - 47
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tulangan Tekan
Mu = 1,368 ton-m
Mu Mu
Mn = =
Φ 0,8
= 1,710 ton-m
Mn
a1 = = 0,216
0,9 ⋅ fy ⋅ d
a1 ⋅ fy
a2 = = 0,02
0,85 ⋅ fc' ⋅ b
Mn
As =
0,9 ⋅ fy ⋅ d
perlu

= 0,194 cm2

try D25 : As = 4,91 cm2


As perlu
n = = 1 buah
As
Diambil 19 buah tulangan dengan diameter 25 mm (8 D 25)

Penulangan Geser
Vu = 389,360 ton

1
Φ Vc = 0,6 ⋅ ⋅ fc' ⋅ b ⋅ c
6
= 229,62 ton

Vs = Vu − Φ Vc
= 159,34 ton

Digunakan tulangan sengkang 4D13


1
Av = n ⋅ ⋅ π ⋅ D 2
4
= 530,93 mm2

Φ ⋅ Av ⋅ fy ⋅ d
s≤
Vu − Φ Vc
≤ 177,587 mm

Sengkang dipasang pada jarak 125 mm

V - 48
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6.1.3. Kontrol Terhadap Punching Shear


Gaya tekan terbesar yang terjadi pada tiang pancang adalah :
P = 183,53 ton

kontrol pile cap terhadap punching shear adalah sebagai berikut :


bo = π ⋅ (500 + 914 + 500 ) = 6015 mm
t = 2400 mm
deff = 500 mm

beton K – 300
fc’ = 24,402 Mpa
βc = 1,0 (lingkaran)

1 ⎡ 1⎤
Vc = ∗ fc' ∗ bo ∗ d ∗ ⎢1 + ⎥
6 ⎣ βc ⎦
= 505,10 ton

φVc = 0,6 * 505,10 ton


= 303,06 ton

φVc > P
303,06 ton > P = 183,53 ton
Dengan demikian penampang pile cap tersebut cukup memadai.

V - 49
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6.2. Pile Cap Outside Crane Section


Pile cap crane outside crane section direncanakan berupa kolom biaxial, dengan
standar perencanaan mengacu kepada ACI-318. Perhitungan perencanaan
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak PCACOL, dan hasilnya
dirangkumkan sebagai berikut :

5.6.2.1. Penampang Pile Cap


Material
Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
= 24,402 MPa
fc = 20,7417 MPa
fy = 4000 kg/cm2
= 390 Mpa
Ec = 23217,2 Mpa
Es = 200000 Mpa
β1 = 0,85
Regangan ultimate = 0,003 mm/mm

Dimensi Penampang
panjang penampang : 1600 mm
lebar penampang : 1600 mm
tinggi penampang : 1600 mm

Ag = 2.56e+006 mm2
Ix = 5.46133e+011 mm4
Iy = 5.46133e+011 mm4

Xo = 0 m
Yo = 0 mm

V - 50
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6.2.2. Perencanaan Penulangan


Tulangan diambil berjumlah 36 buah dengan diameter 25 mm (36D25), posisi
tulangan adalah sama di keempat sisi penampang dengan tebal selimut bersih
sebesar 100 mm
As = 18000 mm2
ρ = 0.70%

Pengecekan kapasitas penampang


Pengecekan kapasitas penampang dirangkumkan sebagai berikut :

Axial Load P X-Moment Y-Moment N.A. depth


Bending about kN kN-m kN-m mm
--------------------- ------------ ------------ ------------ -----------
X @ Pure compression 30864.8 0 0 4217
@ Max compression 24691.8 3909 0 1573
@ fs = 0.0 23170.2 4650 0 1476
@ fs = 0.5*fy 16941.0 6726 0 1114
@ Balanced point 12655.6 7449 0 895
@ Pure bending 0.0 4393 0 196
@ Pure tension -6318.0 0 -0 0

Y @ Pure compression 30864.8 0 0 4217


@ Max compression 24691.8 0 3909 1573
@ fs = 0.0 23170.2 0 4650 1476
@ fs = 0.5*fy 16941.0 0 6726 1114
@ Balanced point 12655.6 0 7449 895
@ Pure bending 0.0 0 4393 196
@ Pure tension -6318.0 0 -0 0

-X @ Pure compression 30864.8 0 0 4217


@ Max compression 24691.8 -3909 -0 1573
@ fs = 0.0 23170.2 -4650 -0 1476
@ fs = 0.5*fy 16941.0 -6726 0 1114
@ Balanced point 12655.6 -7449 0 895
@ Pure bending 0.0 -4393 -0 196
@ Pure tension -6318.0 0 -0 0

-Y @ Pure compression 30864.8 -0 0 4217


@ Max compression 24691.8 -0 -3909 1573
@ fs = 0.0 23170.2 -0 -4650 1476
@ fs = 0.5*fy 16941.0 0 -6726 1114
@ Balanced point 12655.6 -0 -7449 895
@ Pure bending 0.0 -0 -4393 196
@ Pure tension -6318.0 0 -0 0

V - 51
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Diagram Interaksi
Diagram interaksi kolom pile cap disajikan sebagai berikut :

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa untuk aksial tekan sebesar 0 atau lentur
murni, momen yang diperoleh mencapai lebih dari 400 ton-m. Dengan momen
maksimum yang diterima oleh pile cap dari hasil analisis struktur adalah sebesar
137,44 ton-m, penulangan pile cap yang direncanakan tersebut sudah memadai.

V - 52
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.6.2.3. Pengecekan Terhadap Punching Shear


Gaya tekan terbesar yang terjadi pada tiang pancang adalah :
P = 183,53 ton

kontrol pile cap terhadap punching shear adalah sebagai berikut :


bo = π ⋅ (300 + 914 + 300 ) = 4758 mm
t = 1600 mm
deff = 500 mm

beton K – 300
fc’ = 24,402 Mpa
βc = 1,0 (lingkaran)

1 ⎡ 1⎤
Vc = ∗ fc' ∗ bo ∗ d ∗ ⎢1 + ⎥
6 ⎣ βc ⎦
= 399,54 ton

φVc = 0,6 * 399,54 ton


= 239,73 ton

φVc > P
239,73 ton > 183,53 ton
Dengan demikian penampang pile cap tersebut cukup memadai.

V - 53
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7. Analisis Struktur 2 Dimensi


Analisa struktur 2 dimensi dilakukan terhadap struktur atas (lantai dermaga).
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui perilaku lokal struktur akibat beban yang
relatif cukup besar, yakni crane, dan untuk mengetahui gaya-gaya dalam yang
terjadi pada elemen-elemen struktur lantai dermaga.

Analisis struktur 2 dimensi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SAP


2000, dengan elevasi pemodelan adalah sebagai berikut :

Konfigurasi tiang pancang adalah 8 tiang pancang tegak yang diperkirakan


cukup memadai baik dari pemerataan gaya aksial pada tiang maupun kekakuan
portal melintang terhadap beban bolak-balik.
Untuk memperoleh beban lateral yang bekerja pada portal maka diasumsikan
bahwa pelat lantai akan cukup kaku untuk mendistribusikan beban-beban lateral
ke seluruh portal.

V - 54
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7.1. Beban Pada Model

5.7.1.1. Beban Vertikal


Beban vertikal pada struktur adalah sebagai berikut :
Beban Mati (Dead Load)
beban mati yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi dermaga ini adalah
reaksi akibat beban mati balok memanjang dan balok crane.
2
q floor = 0.960 ton/m
3
q asphalt = 0.100 ton/m
4
= 1.060 ton/m

q floor CB = 0.848 ton/m

q self weight = 2.688 ton/m

qlb Lki Lka qbl Rqbl Rwbm Ri


1 3.500 6.850 5.486 28.52 17.47 45.99
2 6.850 5.600 6.599 60.71 9.98 70.69
3 5.600 5.600 5.936 54.61 9.98 64.59
4 5.600 5.600 5.936 54.61 9.98 64.59
5 5.600 5.600 5.936 54.61 12.48 67.09
6 5.600 2.050 4.055 37.3 9.98 47.28

Beban mati ini diaplikasikan pada joint-joint di lantai dermaga sebagai berikut :

V - 55
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban Mati tambahan (Superimposed Dead Load)


beban mati tambahan yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi dermaga ini
adalah reaksi akibat beban mati pelat lantai dan aspal. Perhitungan beban mati
tambahan ini disatukan dalam perhitungan beban mati.

Beban mati tambahan ini diaplikasikan pada joint-joint di lantai dermaga sebagai
berikut :

Beban Hidup (Live Load)


beban hidup yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi dermaga ini adalah
reaksi akibat beban hidup merata yang bekerja pada balok memanjang dan
balok crane
q LL CB = 2.400 ton/m
q plate = 3.000 ton/m

qlb Lki Lka qbl R LL


1 3.500 6.850 15.525 80.73
2 6.850 5.600 18.675 97.11
3 5.600 5.600 16.800 87.36
4 5.600 5.600 16.800 87.36
5 5.600 5.600 16.800 87.36
6 5.600 2.050 11.475 59.67

Beban hidup ini diaplikasikan pada joint-joint di lantai dermaga sebagai berikut :

V - 56
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban Crane
beban crane yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi dermaga ini adalah
reaksi akibat beban roda crane yang bekerja pada balok crane
berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dalam perencanaan balok crane,
maka beban crane yang bekerja pada struktur dermaga adalah :
Land Side = 423,53 ton
Water Side = 229,40 ton

Beban crane ini diaplikasikan pada balok di lantai dermaga sebagai berikut :

V - 57
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7.1.2. Beban Lateral


Dalam perencanaan dermaga dengan tiang pancang vertikal, disamping daya
dukung lateral, momen lentur dan gaya-gaya aksial tiang pancang, momen lentur
dan gaya geser (shearing force) dari konstruksi di atas tanah dapat dihitung
sesuai dengan metode titik tetap virtual (virtual fixity point) berdasarkan metode
Chang.

Koefisien dari Reaksi Subgrade Horizontal


Koefisien dari reaksi subgrade horizontal kh dari tanah untuk menghitung
tahanan horizontal dari tiang pancang pada dermaga sebaiknya didapatkan
dengan uji beban horizontal. Bila uji beban horizontal tidak dapat dilaksanakan,
nilai kh dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Kh = 0,15 * N

dimana : Kh = koefisien reaksi subgrade horizontal (kgf/cm3)


1
N = nilai N permukaan dasar dari permukaan ke kedalaman sekitar
β
β = titik tetap virtual (virtual fixity point)

Titik Tetap Virtual (Virtual Fixity Point)


Desain dari dermaga dengan tiang pancang vertikal dapat dibuat dengan
menganalisa kerangka rigid dari tiang pancang dan konstruksi atas tanah. Dalam
hal ini, dapat diasumsikan bahwa tiang- tiang pancang ditetapkan pada 1/β di
bawah permukaan dasar virtual. Dimana β dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Kh ⋅ D
β =4
4 ⋅ EI

dimana : Kh = koefisien reaksi subgrade horizontal (kgf/cm3)


D = diameter atau lebar tiang pancang (cm)
EI = faktor tegar antar (flexural rigidity) tiang pancang (kgf/cm2)

V - 58
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing tiang pancang


Gaya horizontal yang terdistribusi ke kepala tiang pancang masing-masing dapat
dihitung dengan metode berikut :

a). Bila rotasi blok dari dermaga tidak perlu dipertimbangkan :


KH i
Hi = H
∑ KH i
i

b). Bila rotasi blok dari dermaga perlu dipertimbangkan :


Bila blok dari dermaga memiliki sumbu simetris dalam arah tegak lurus pada
garis muka dermaga tersebut, dan gaya horizontal beraksi secara paralel dengan
sumbu simetris tersebut, gaya horizontal tersebut perlu dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
KH i KH i ⋅ xi
Hi = H+ eH
∑ KH i
i
∑ KH i ⋅ xi
2

dimana :
Hi = gaya horizontal didistribusikan ke tiang pancang (tf)
12 EI i
KHi = 3
konstanta pegas horizontal tiang pancang ke-i (tf/m)
⎡ 1⎤
⎢hi + ⎥
⎣ βi ⎦
1
= kedalaman dari permukaan dasar virtual dari tiang pancang ke-i (virtual fixity point)
βi
EIi = kekakuan lentur (bending stifness dari tiang pancang ke-i (tf-m2)
H = gaya horizontal yang bekerja pada sebuah blok (tf)
E = jarak antara sumbu simetris sebuah blok dari dermaga dan garis aplikasi dari gaya
horizontal (m)
Xi = jarak dari sumbu simetris sebuah balok dari dermaga ke tiang pancang (m)

V - 59
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

1
βi

Pusat Gravitasi
kumpulan Tiang Pancang

Sumbu
Simetris

xi

Tiang
pancang
ke-i

Perpindahan dari dermaga sebagai satu keseluruhan dan perpindahan tiang-


tiang pancang pancang tersebut perlu dihitung sesuai dengan rumus sebagai
berikut :

Perpindahan (∆) dari dermaga :


H
∆=
∑ KH i
i

Rotasi (Φ) dari dermaga :


eH
α≅
∑ KH ⋅ xi
2
i
i

V - 60
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Perpindahan kepala tiang pancang (∆i) dari tiap tiang pancang :


H xi
∆i ≅ + eH = ∆ + αxi
∑ i ∑ i i
i
KH KH ⋅ x
2

Momen kepala tiang pancang dari tiap tiang pancang dihitung dari persamaan
berikut :

1⎡ 1⎤
Mi = ⎢hi + ⎥ H i
2⎣ βi ⎦

dimana : Mi = momen kepala tiang pancang dari tiang pancang ke-i (tf-m)

Distribusi beban lateral terhadap portal melintang diperoleh berdasarkan analogi


bahwa pelat lantai akan sebagai balok tinggi dengan momen dan beban aksial.
Tegangan yang terjadi pada serat ekstrim dianggap sebagai beban yang dipikul
oleh portal paling ujung.

V - 61
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban lateral pada struktur adalah sebagai berikut :


Beban Fender
Beban Fender untuk peninjauan portal 2 dimensi adalah sebagai berikut :

dimana :
F1 :energi berthing kapal diserap oleh 1 fender
F2 :energi berthing kapal diserap oleh 12 fender

Diagram tegangan yang terjadi pada struktur portal akibat beban reaksi fender
tersebut adalah sebagai berikut :

Distribusi Beban Portal (F1)

200.000

150.000
Beban (kN)

100.000

50.000

0.000
0 10 20 30 40 50
-50.000
Portal

Distribusi Beban Portal (F2)

50.000
40.000
Beban (kN)

30.000
20.000
10.000
0.000
0 10 20 30 40 50
Portal

V - 62
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Dari grafik diatas, gaya tarik dan tekan pada struktur dermaga akibat beban
reaksi fender adalah sebagai berikut :
Ftekan = 14,70 ton

Gaya tekan tersebut diaplikasikan pada pemodelan 2 dimensi struktur dermaga


sebagai berikut :

V - 63
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban Bollard
Beban Bollard untuk peninjauan portal 2 dimensi adalah sebagai berikut :

dimana :
B1 : Beban Head-Stern line dan Spring line akibat Longitudinal Wind-Current
B2 : Beban Stern line dan Bow line akibat Transversal Wind-Current

Diagram tegangan yang terjadi pada struktur portal akibat beban reaksi fender
tersebut adalah sebagai berikut :

Distribusi Beban Portal

10.000
8.000
6.000
Beban (kN)

4.000
2.000
0.000
-2.000 0 10 20 30 40 50
-4.000
Portal

Dari grafik diatas, gaya tarik dan tekan pada struktur dermaga akibat beban
reaksi fender adalah sebagai berikut :
Ftarik = 0,84 ton

V - 64
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Gaya tarik tersebut diaplikasikan pada pemodelan 2 dimensi struktur dermaga


sebagai berikut :

Beban Arus
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, beban arus pada tiang pancang
dengan diameter 914 mm adalah sebagai berikut :
Pile Row SE. HWL L Po
(m) (m) (m) (kN)
1 -15.5 3.5 19 11.74
2 -13.8 3.5 17.3 10.69
3 -10.1 3.5 13.6 8.4
4 -6.7 3.5 10.2 6.3
5 -2.6 3.5 6.1 3.77
6 1.1 3.5 2.4 1.48
7 2.5 3.5 1 0.62
8 2.5 3.5 1 0.62

Beban arus ini akan diaplikasikan pada node tiang pancang sebagai berikut :

V - 65
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban Angin
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, beban angin yang bekerja pada
struktur dermaga adalah sebagai berikut :
A. Operating
F1 = 0,37 ton (exterior)
F2 = 0,74 ton (interior)
B. Extreme
F1 = 1,875 ton (exterior)
F2 = 3,75 ton (interior)

Beban angin ini akan diaplikasikan pada node tiang pancang sebagai berikut :

V - 66
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tekanan tanah aktif pada tiang


Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, tekanan tanah aktif yang bekerja pada
tiang pancang pada struktur dermaga adalah sebagai berikut :

f = 30°
ka = 0,279
γ = 0,8 ton/m3

Pile row SE. ZF. EI. D P P*D Resultant


m m m ton ton-m ton
1 -15.5 -22 6.5 1.45 1.326 0.66
2 -13.8 -22 8.2 1.83 1.673 0.84
3 -10.1 -21 10.9 2.43 2.224 1.11
4 -6.7 -20 13.3 2.97 2.713 1.36
5 -2.6 -19 16.4 3.66 3.346 1.67
6 1.1 -18 19.1 4.26 3.896 1.95
7 2.5 -15 17.5 3.91 3.570 1.79
8 2.5 -15 17.5 3.91 3.570 1.79

Tekanan tanah aktif pada tiang pancang tersebut diaplikasikan pada pemodelan
2 dimensi struktur dermaga sebagai berikut :

V - 67
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7.2. Kombinasi Pembebanan


Kombinasi pembebanan pada analisis struktur 2 dimensi pada lantai dermaga ini
adalah sebagai berikut :

1) 1,15 (DL) + 1,15 (SDL) + 1,4 (LL) + 1,4 (F1) + 1,4 (W1) + 1,4 (CU1) + 1,4 (CR) + 1,3 (EA)
2) 1,15 (DL) + 1,15 (SDL) + 1,4 (LL) + 1,4 (B1) + 1,4 (W2) + 1,4 (CU2) + 1,4 (CR) + 1,3 (EA)
3) 1,15 (DL) + 1,2 (SDL) + 1,2 (LL) + 1,2 (F1) + 1,2 (W1) + 1,2 (CU1) + 1,2 (CR) + 1,15 (EA)
4) 1,15 (DL) + 1,2 (SDL) + 1,2 (LL) + 1,2 (B1) + 1,2 (W2) + 1,2 (CU2) + 1,2 (CR) + 1,15 (EA)

dimana :
DL = Dead Load (beban mati)
LL = Live Load (beban hidup)
SDL = Superimposed Dead Load
F = Fender Reaction (gaya reaksi fender)
B = Bollard Pull Out Force (gaya tarikan kapal pada bollard)
W = Wind (gaya angin)
CU = Current (gaya arus)
CR = Container Crane (beban container crane)
EA = Earth Active Pressure (tekanan aktif tanah pada tiang)

V - 68
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7.3. Hasil Analisis Struktur


Hasil analisis struktur 2 dimensi disajikan sebagai berikut :

5.7.3.1. Gaya dalam


Gaya dalam maksimum yang terjadi pada balok melintang dan pile cap crane
section adalah sebagai berikut

Balok Melintang
Moment 3-3 :
COMB 1 : 182,19 ton-m
COMB 2 : 113,96 ton-m
COMB 3 : 176,98 ton-m
COMB 4 : 84,41 ton-m
Moment capacity balok melintang adalah 186,20 ton-m (OK)

Shear Force 2-2 :


COMB 1 : 62,36 ton
COMB 2 : 46,41 ton
COMB 3 : 55,81 ton
COMB 4 : 40,67 ton
Shear capacity balok melintang adalah 87,58 ton (OK)

Pile Cap Crane Section


Moment 3-3 :
COMB 1 : 479,20 ton-m
COMB 2 : 446,94 ton-m
COMB 3 : 413,46 ton-m
COMB 4 : 385,81 ton-m
Moment capacity pile cap adalah 691,44 ton-m (OK)

Shear Force 2-2 :


COMB 1 : 399,21 ton
COMB 2 : 393,79 ton
COMB 3 : 347,11 ton
COMB 4 : 341,60 ton
Shear capacity pile cap adalah 690,02 ton (OK)

V - 69
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.7.3.2. Tegangan tiang Pancang


Rasio tegangan tiang pancang dengan sistem ‘all vertical piles’ pada masing-
masing terhadap setiap kombinasi pembebanan disajikan pada lampiran.

Rasio tegangan maksimum yang terjadi pada tiang pancang adalah :


Pile id Crfa CRfb33 CRf22 CR Ratio Limit Status
37 0.475 0.732 0.000 1.207 1.330 OK

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa rasio tegangan maksimum yang terjadi
pada tiang pancang adalah 1,207 < 1,330
Maka, struktur tiang pancang dermaga secara keseluruhan telah memenuhi
seluruh kondisi pembebanan yang terjadi.

5.7.3.3. Defleksi Struktur


Defleksi melintang struktur dermaga dirangkumkan pada tabel berikut :
LOAD δ
cm
1 0.100
2 0.120
3 0.140
4 0.540
5 0.690
6 0.580

Defleksi melintang maksimum struktur dermaga adalah 0,69 cm.


Untuk memberikan kontrol terhadap kekakuan struktur Jetty, maka defleksi
maksimum yang disyaratkan adalah 7,5 cm. ini berarti defleksi struktur yang
terjadi masih memadai.

V - 70
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8. Analisis Struktur 3 Dimensi


Analisis struktur 3 dimensi dilakukan untuk mengetahui perilaku struktur dermaga
secara keseluruhan. Analisis ini dilakukan dengan batuan program SAP 2000.

5.8.1. Model Struktur


Permodelan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SAP 2000 sebagaimana
yang diilustrasikan pada gambar berikut :

Untuk mengantisipasi bahwa pelat kurang kaku untuk mendistribusikan beban


kepada seluruh tiang, maka beban-beban lateral diaplikasikan pada posisi titik
kerjanya.
Element shell option digunakan untuk memodelkan kekakuan pelat lantai. Tebal
element shell diambil 40 cm sesuai dengan dengan ketebalan pelat lantai
rencana.
Elevasi permodelan diambil tetap berada di pertemuan antara Tiang Pancang
dengan Pile Cap. Ini dilakukan mengingat dengan adanya balok yang cukup
rapat maka kekakuan pelat lantai telah berpindah ke bawah.

V - 71
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8.2. Beban pada model struktur


Berdasarkan uraian-uraian pembebanan yang telah diuraikan sebelumnya,
diperoleh beban lateral pada struktur sebagai berikut :

5.8.2.1. Beban Vertikal


Beban vertikal yang bekerja pada permodelan struktur adalah sebagai berikut :
Beban Mati
Beban mati pada permodelan adalah akibat berat sendiri lantai beton dan berat
sendiri struktur

Beban Hidup
Beban hidup pada permodelan adalah 3,0 ton/m2.
Berat Rubber Tired Gantry Crane diperhitungkan hanya dalam penentuan
terhadap beban gempa.

5.8.2.2. Beban Horizontal


Beban hateral yang bekerja pada permodelan struktur adalah sebagai berikut :
Beban Arus
Beban arus pada permodelan struktur diaplikasikan pada joint-joint tiang
pancang sebagai berikut :

Pile Row Current Load


kN
1 11.74
2 10.69
3 8.40
4 6.30
5 3.70
6 1.48
7 0.62
8 0.62

Beban Angin
Beban angin pada permodelan struktur diaplikasikan pada joint-joint tiang
pancang sebagai berikut :
Fy = 1,875 ton (exterior)
Fy = 3,75 ton (interior)

V - 72
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Beban Fender
Beban Fender untuk sisi depan adalah 175 ton dan beban ini terdiri dari
komponen arah tegak lurus dan arah sejajar dermaga sebagai berikut :
- Untuk peninjauan beban 1 fender bekerja :
Fy = 175 ton (reaksi fender)
Fx = 17,5 ton (friksi fender)

- Untuk peninjauan beban lebih dari 1 fender bekerja :


Pada kasus ini, diasumsikan berhing energy kapal pada saat bertambat
diterima oleh 12 buah fender, sehingga berthing energynya adalah :
Fy = 8.333 ton (reaksi fender)
Fx = 0,833 ton (friksi fender)

Beban Bollard
Beban bollard pada dermaga diaplikasikan pada joint-joint tiang pancang,
besarnya beban bollard ini adalah 86,6 ton, yang terdiri dari komponen arah
tegak lurus dan arah sejajar dermaga sebagai berikut :

- Akibat gaya angin dan arus sejajar dermaga


F = 86,60 ton
Head - Stern line : Fx = F * cos 30
= 75 ton
Fy = F * sin 30
= 43,30 ton
Spring line : Fx = F * sin 15
= 22,41 ton
Fy = F * cos 15
= 83,65 ton

V - 73
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

- Akibat gaya angin dan arus melintang dermaga


F = 86,60 ton
Head - Stern line : Fx = F * cos 60
= 43,30 ton
Fy = F * sin 60
= 75 ton
Spring line : Fx = F * cos 60
= 43,30 ton
Fy = F * sin 60
= 75 ton

Beban Gempa
Gaya gempa pada struktur diaplikasikan sebagai berikut :

Arah memanjang dermaga :


EQY 1 = 237,618 ton (dengan eksentrisitas)
EQY 2 = 136,206 ton (tanpa eksentrisitas)

Arah melintang dermaga :


EQX 1 = 237,618 ton (dengan eksentrisitas)
EQX 2 = 136,206 ton (tanpa eksentrisitas)

Tekanan Aktif tanah pada tiang


Tekanan aktif tanah pada tiang pada struktur diaplikasikan sebagai berikut :
Pile row Elevation P
m ton
1 -18.75 -9.38
2 -19.00 -9.50
3 -18.00 -9.00
4 -17.00 -8.50
5 -16.00 -8.00
6 -15.00 -7.50
7 -11.50 -5.75
8 -11.50 -5.75

V - 74
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8.3. Kombinasi Pembebanan


Kombinasi pembebanan pada analisis struktur 3 dimensi pada lantai dermaga ini
adalah sebagai berikut :

1). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (EA)


2). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (EQX) + 0,3 (EQY) + 1,0 (EA)
3). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (EQX) - 0,3 (EQY) + 1,0 (EA)
4). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) - 1,0 (EQX) + 0,3 (EQY) + 1,0 (EA)
5). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) - 1,0 (EQX) - 0,3 (EQY) + 1,0 (EA)
6). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (EQX2) + 0,3 (EQY2) + 1,0 (EA)
7). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (EQX2) - 0,3 (EQY2) + 1,0 (EA)
8). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) - 1,0 (EQX2) + 0,3 (EQY2) + 1,0 (EA)
9). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 0,5 (LL) - 1,0 (EQX2) - 0,3 (EQY2) + 1,0 (EA)
10). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU1) + 1,0 (W2) + 1,0 (CR) + 1,0 (EA)
11). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU2) + 1,0 (W1) + 1,0 (CR) + 1,0 (EA)
12). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU1) + 1,0 (W2) + 1,0 (CR) + 1,0 (F1) + 1,0 (EA)
13). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU1) + 1,0 (W2) + 1,0 (CR) + 1,0 (F2) + 1,0 (EA)
14). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU2) + 1,0 (W1) + 1,0 (CR) + 1,0 (B1) + 1,0 (EA)
15). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (CU2) + 1,0 (W1) + 1,0 (CR) + 1,0 (B2) + 1,0 (EA)
16). 0.76 (DL) + 0,76 (SDL) + 1,0 (EA)

dimana :
DL = Dead Load (beban mati)
LL = Live Load (beban hidup)
SDL = Superimposed Dead Load
F = Fender Reaction (gaya reaksi fender)
B = Bollard Pull Out Force (gaya tarikan kapal pada bollard)
W = Wind (gaya angin)
CU = Current (gaya arus)
CR = Container Crane (beban container crane)
EA = Earth Active Pressure (tekanan aktif tanah pada tiang)
EQX = Earthquake Load (beban gempa) arah melintang dermaga
EQY = Earthquake Load (beban gempa) arah memanjang dermaga

V - 75
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8.4. Hasil Analisis Struktur


hasil analisis struktur 3 dimensi disajikan secara lengkap pada lampiran dan
dirangkumkan sebagai berikut :

5.8.4.1. Reaksi Perletakan


Reaksi perletakan maksimum yang terjadi pada tiap baris tiang pancang dari
hasil analisis struktur terhadap seluruh kombinasi pembebanan yang
direncanakan adalah sebagai berikut :

ELEMENT FORCES - FRAMES


P V2 V3 T M2 M3
Ton Ton Ton Ton-m Ton-m Ton-m
BARIS 1 -3.5098 7.056 6.6583 0.63049 106.5703 113.872
-141.1334 -11.7393 -11.1736 -0.40163 -37.38642 -37.1212
BARIS 2 -30.7914 6.7159 6.4956 0.63049 100.8873 109.3721
-145.0649 -10.735 -10.0149 -0.40163 -38.79352 -40.55045
BARIS 3 -38.1425 5.1318 5.1606 0.65474 96.57551 103.8827
-180.3413 -9.6037 -8.9913 -0.41708 -45.71533 -48.08678
BARIS 4 4.9584 7.0183 6.1311 0.85116 102.8656 129.7684
-182.7333 -13.7898 -11.1736 -0.5422 -91.79544 -132.0974
BARIS 5 -41.3919 4.6152 0.7851 0.7093 88.3984 100.7227
-183.5355 -8.9568 -7.6976 -0.45183 -72.43029 -85.31835
BARIS 6 -38.7647 5.239 0.7279 0.74014 89.57814 107.0906
-176.9952 -9.8387 -7.8872 -0.47148 -85.53129 -107.3497
BARIS 7 -29.4481 6.5131 0.5323 0.85116 106.7842 137.4368
-142.86 -14.1176 -10.3423 -0.5422 -97.4736 -136.0619
BARIS 8 4.9584 6.286 0.4743 0.85116 103.5645 134.8454
-159.202 -13.7898 -9.8974 -0.5422 -91.79544 -132.0974

Kesimpulan :
Beban maksimum yang terjadi tiang pancang akibat seluruh kombinasi
pembebanan adalah :
P = 183,54 ton (tekan)
P= 4,96 ton (tarik)

Beban aksial tarik maksimum yang terjadi pada tiang pancang ini akan
digunakan untuk perencanaan sambungan tiang pancang dengan pile cap.

V - 76
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8.4.2. Defleksi
Defleksi maksimum yang terjadi pada tiap baris tiang pancang dari hasil analisis
struktur terhadap seluruh kombinasi pembebanan yang direncanakan adalah
sebagai berikut :

JOINT DISPLACEMENTS
U1 U2 U3 R1 R2 R3
m m m Radians Radians Radians
BARIS 1 0.069999 0.002689 0.000023 0.003245 0.003379 0.000157
-0.025738 -0.059668 -0.00257 -0.000216 -0.00075 -0.0001
BARIS 2 0.069999 0.002213 0 0.003485 0.003928 0.000157
-0.025738 -0.058921 -0.002645 -0.000264 -0.001209 -0.0001
BARIS 3 0.069999 0.002013 -0.000102 0.003684 0.004214 0.000157
-0.025738 -0.058041 -0.003195 -0.000522 -0.00143 -0.0001
BARIS 4 0.069999 0.002057 0.000011 0.003684 0.003579 0.000157
-0.025738 -0.054126 -0.003118 -0.000518 -0.001064 -0.0001
BARIS 5 0.069999 0.0025 -0.000107 0.002987 0.003709 0.000157
-0.025738 -0.05628 -0.00301 -0.000504 -0.001365 -0.0001
BARIS 6 0.069999 0.002434 -0.000101 0.00231 0.002517 0.000157
-0.025738 -0.055399 -0.002782 -0.00045 -0.00096 -0.0001
BARIS 7 0.069999 0.001912 -0.000091 0.002325 0.002881 0.000157
-0.025738 -0.054519 -0.001949 -0.000176 -0.001074 -0.0001
BARIS 8 0.069999 0.001867 0.000011 0.002383 0.002831 0.000157
-0.025738 -0.054126 -0.002178 -0.000139 -0.001064 -0.0001

Kesimpulan :
Defleksi maksimum yang terjadi pada struktur dermaga adalah :
δ = 5,97 cm untuk arah melintang dermaga
δ = 6,99 cm untuk arah memanjang dermaga

defleksi maksimum arah memanjang struktur ini kemudian diperiksa terhadap


defleksi maksimum yang diizinkan dan terhadap dilatasi struktur.

Defleksi izin maksimum : δ = 7,5 cm


Dilatasi struktur = 20 cm

Dari hasil yang diperoleh diatas, maka defleksi maksimum arah melintang yang
terjadi pada permodelan 3 dimensi struktur dermaga tersebut cukup memadai.

V - 77
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.8.4.3. Tegangan Tiang Pancang


Rasio tegangan maksimum yang terjadi pada tiang pancang adalah :
Pile id Crfa CRfb33 CRf22 CR Ratio Limit Status
3341 0.201 0.606 0.001 0.808 0.950 OK

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa rasio tegangan maksimum yang terjadi
pada tiang pancang adalah 0,808 < 0,950
Maka, struktur tiang pancang dermaga secara keseluruhan telah memenuhi
seluruh kondisi pembebanan yang terjadi.

V - 78
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.9. Perencanaan Tiang Pondasi

5.9.1. Perencanaan tiang pancang


Perencanaan tiang pancang berdasarkan analisis struktur yang dilakukan adalah
untuk memperoleh tegangan yang terjadi pada tiang pancang masih berada
dalam batas yang direncanakan. Adapun batasan yang digunakan dalam hal ini
adalah Tegangan Izin.

Data Penampang Nilai Unit

OUTSIDE DIAMETER (OD) 914.4 mm


INSIDE DIAMETER (ID) 881.4 mm
Thickness 16.3 mm
Weight 354 kg/m
2
Area 451.6 cm
3
Z 9,968 cm
4
I 455,750 cm
Radius Gyration 31.8 cm

5.9.3. Beban Pada Model


5.9.3.1. Beban Vertikal
Beban vertikal yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi terhadap tiang
pancang adalah sama seperti pada analisis struktur 2 dimensi terhadap struktur
atas, yang terdiri dari :
Beban Mati (Dead Load)
Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)
Beban Hidup (Live Load)
Beban Crane (Crane Wheel Load)

Beban-beban ini diaplikasikan pada posisi yang sama seperti pada analisis
struktur 2 dimensi.

V - 79
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.9.3.2. Beban Lateral


Beban lateral yang bekerja pada analisis struktur 2 dimensi terhadap tiang
pancang adalah sama seperti pada analisis struktur 2 dimensi terhadap struktur
atas, yang terdiri dari :
Beban Arus (Current Load)
Beban Angin (Wind Load)
Beban Fender (Berthing Energy)
Beban Bollard (Mooring Force)
Tekanan Aktif Tanah pada Tiang Pancang (Earth Active Pressure)

Beban-beban ini diaplikasikan pada posisi yang sama seperti pada analisis
struktur 2 dimensi.

5.9.4. Kombinasi Pembebanan


Kombinasi pembebanan pada analisis struktur 2 dimensi pada tiang pancang
dermaga ini adalah sebagai berikut :

1) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 1,0 (EA)


2) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 1,0 (LL) + 1,0 (EA)
3) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 1,0 (CR) + 1,0 (EA)
4) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (CR) + 1,0 (CU1) + 1,0 (W1) + 1,0 (EA)
5) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (CR) + 1,0 (CU1) + 1,0 (W1) + 1,0 (F1) + 1,0 (EA)
6) 1,0 (DL) + 1,0 (SDL) + 0,5 (LL) + 1,0 (CR) + 1,0 (CU2) + 1,0 (W2) + 1,0 (B1) + 1,0 (EA)

dimana :
DL = Dead Load (beban mati)
LL = Live Load (beban hidup)
SDL = Superimposed Dead Load
F = Fender Reaction (gaya reaksi fender)
B = Bollard Pull Out Force (gaya tarikan kapal pada bollard)
W = Wind (gaya angin)
CU = Current (gaya arus)
CR = Container Crane (beban container crane)
EA = Earth Active Pressure (tekanan aktif tanah pada tiang)

V - 80
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.9.5. Tegangan Izin


Untuk kondisi pembebanan sementara, tegangan izin dapat ditingkatkan menjadi
1,33 tegangan izin beban tetap

5.9.6. Pemeriksaan Tegangan


Pemeriksaan tegangan yang terjadi dilakukan dengan bentuan perangkat lunak
post processor SAP 2000, yakni SAPSTL. Pemeriksaan dilakukan dengan
membandingkan tegangan yang terjadi pada tiang pancang dengan tegangan
izin.

CR = CrFa + CrFb22 + CrFb33

dimana :
CR = rasio tegangan terhadap tegangan izin
CrFa = rasio tegangan akibat beban aksial
CrFb22 = rasio tegangan akibat momen bidang 1-2
CrFb33 = rasio tegangan akibat momen bidang 1-3

Rasio tegangan tiang pancang dengan sistem ‘all vertical piles’ pada masing-
masing terhadap setiap kombinasi pembebanan disajikan pada lampiran.
Hasil perhitungan rasio tegangan oleh SAPSTL disajikan secara lengkap pada
lampiran dan dirangkumkan sebagai berikut :

Rasio tegangan maksimum yang terjadi pada tiang pancang adalah :


Pile id Crfa CRfb33 CRf22 CR Ratio Limit Status
37 0.475 0.732 0.000 1.207 1.330 OK

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa rasio tegangan maksimum yang terjadi
pada tiang pancang adalah 1,207 < 1,330
Maka, struktur tiang pancang dermaga secara keseluruhan telah memenuhi
seluruh kondisi pembebanan yang terjadi.

V - 81
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.10. Sambungan Tiang Pancang dengan Pile Cap


Sambungan tiang pancang dengan pile cap direncanakan berupa stek baja
tulangan. Agar tiang pancang dengan pile cap dapat menyatu maka tiang
pancang diisi beton bertulang sedemikian rupa sehingga beban-beban struktur
atas dapat ditransfer oleh beton pengisi ke tiang pancang.

Perencanaan sambungan tiang pancang dengan pile cap diakukan dengan


asumsi bahwa beton pengisi dianggap sebagai kolom pendek yang menerima
pembebanan momen dan aksial.

A. Kedalaman beton pengisi tiang pancang


Data tiang pancang
Outside Diameter (OD) = 914 mm
Thickness = 25 mm
Inside Diameter ID = 889 mm

Data material :
Beton K-300
fc’ = 0,83 * 300
= 249 kg/cm2
= 24,43 Mpa (N/mm2)
fy = 3900 kg/cm2 (tulangan lentur)

Allowable bonding stress


Allowable bonding stress (tegangan lekatan, u) antara beton pengisi dengan
tiang pancang adalah sebesar :

Untuk fc’ = 24,43 Mpa (smooth bars)


U = 1,25 Mpa

V - 82
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Kedalaman beton pengisi diambil sebesar 2500 mm


L = 2500 mm

Faktor keamanan (Safety Factor) diambil sebesar 1,5


SF = 1,5

Perhitungan sambungan tiang pancang terhadap gaya aksial tarik


diperhitungkan sebagai berikut :
Pb ⋅ SF = u ⋅ π ⋅ ID ⋅ L
N 22
1,25 ⋅ ⋅ 889 mm ⋅ 2500 mm
Maka, Pb = mm 2 7
1,5
= 5.818.491,4 N
= 593 ton

Gaya tarik maksimum yang terjadi pada tiang pancang adalah :


P = 4,9584 ton

593 ton > 4,9584 ton


Pb > P
Dengan demikian, kedalaman beton pengisi sambungan tiang pancang
dengan pile cap cukup memadai.

V - 83
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

B. Penulangan sambungan tiang pancang dengan pile cap


Penulangan sambungan tiang pancang dengan baja tulangan dihitung
berdasarkan penulangan minimum pada kolom pendek terhadap kombinasi
lentur dan beban aksial.

Berdasarkan SK SNI pasal 12.9.1, rasio tulangan minimum pada kolom spiral
adalah : 0.001 ≤ ρ ≤ 0.008

Pada perencanaan penulangan sambungan tiang pancang dengan pile cap


ini, diambil nilai rasio tulangan minimum (ρ) sebesar 0.003, sehingga
tulangan minimum yang digunakan adalah :
Ast = ρ * Ag
⎛1 ⎞
= (0.003) * ⎜ ⋅ π ⋅ ID 2 ⎟
⎝4 ⎠
= 1.758,89 mm2

Try D 25 : As = 491 mm2


Ast
Jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah : = 3,58 buah
As
Tulangan yang digunakan adalah sebanyak 6 buah (6 D 25).

Dengan demikian, penulangan sambungan tiang pancang dengan pile cap


cukup memadai.

V - 84
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

C. Panjang penyaluran tulangan tekan


Panjang penyaluran tulangan tekan antara pile cap dengan sambungan tiang
pancang dengan pile cap dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ldc = ldbc * faktor pengali

Dimana :
ldc = panjang penyaluran tulangan tekan
0,25 ⋅ d b ⋅ fy
ldbc = nilai terbesar antara = 506,09 mm
fc'
dan 0,04 ⋅ d b ⋅ fy = 400 mm

As perlu
faktor pengali = = 0,596
As terpasang

sehingga panjang penyaluran tulangan tekan adalah


ldc = 506,9 mm * 0,596
= 302,11 mm
= 30,2 cm

Kedalaman tiang pancang kedalam pile cap diambil sebesar 100 mm

V - 85
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.11. Daya Dukung Tanah


Perhitungan daya dukung tanah terdiri dari 2 bagian, yaitu daya dukung aksial
dan lateral.

5.11.1. Daya Dukung Aksial


Daya dukung aksial tanah terdiri dari daya dukung ujung tiang dan daya dukung
friksi tiang.
Perhitungan daya dukung aksial tanah adalah sebagai berikut :
Ru (Rp + Rf )
Ra = =
n n
dimana :
n = faktor kemanan
Ru = daya dukung batas pada tanah pondasi
Rp = daya dukung terpusat tiang
Rf = gaya geser dinding tiang

Cara memperkirakan Ru :
a. berdasarkan data-data penyelidikan lapisan di bawah permukaan tanah /
penyelidikan tanah
b. tes pembebanan (loading test) pada tiang
Kondisi Jembatan Jembatan Konstruksi
Pembebanan Jalan Raya Kereta Api Pelabuhan
Tiang Tiang Tiang Tiang
Pendukung Geser Pendukung Geser
Beban Tetap 3 4 3 > 2,5
Beban Tetap & Sementara 2
Waktu Gempa 2 3 1,5 (1,2) > 1,5 >2

Ru = qd ⋅ A + U ⋅ ∑ li ⋅ fi

dimana :
Qd = daya dukung terpusat tiang
A = luas ujung tiang
U = panjang keliling tiang
li = tebal lapisan tanah dengan memperhitungkan geseran dinding tiang
fi = gaya geser lapisan tanah dengan memperhitungkan geseran dinding tiang

V - 86
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

qd L
qd diperoleh dari grafik hubungan antara vs .
N D
(dibedakan untuk tiang pipa baja yang ujungnya terbuka dan tiang pancang biasa).
dimana :
L = panjang ekivalen pemancangan ke dalam lapisan pendukung
D = diameter tiang

N1 + N 2
N=
2

dimana :

N = harga N rata-rata untuk perencanaan tanah pondasi pada ujung tiang


N1 = harga N pada ujung tiang
N 2 = harga rata-rata N pada jarak 4D dari ujung tiang

q⋅d
N
30

Tiang Pancang Biasa

20

10
Tiang pipa baja
yang terbuka
ujungnya

l
5 10 15 d

V - 87
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Perkiraan qd untuk tiang yang di cor di tempat

Jenis Tanah N qd (ton/m2)


Kerikil N > 50 750
50 > N > 40 525
40 > N > 30 300
Berpasir N > 30 300
Lempung Keras 3 qu

Intensitas gaya geser dinding tiang

Jenis Tanah Tiang Pracetak Tiang dicor di tempat


Berpasir N/S (<10) N/2 (<12)
Kohesif (c=0,5 qu) c atau N (<12) c/2 atau N/2 (<12)

Perhitungan daya dukung aksial tiang pancang


Panjang ekivalen penetrasi tiang
Hitung N pada ujung tiang (N1)
Hitung N rata-rata pada jarak 4D dari ujung tiang ( N 2 )

N1 + N 2
Hitung nilai N =
2
Hitung panjang penetrasi tiang (l) sebagai berikut :
e d

a N

N1
b c

L = bd, sehingga ∆ abc = ∆ ade

V - 88
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Daya dukung pada ujung tiang


qd L
dari grafik hubungan antara vs , hitung nilai qd * A
N D

Gaya geser maksimum dinding tiang


Hitung nilai Σ li fi berdasarkan kedalaman, ketebalan lapisan tanah, jenis tanah,
harga rata-rata N, dan fi
Kemudian hitung gaya geser maksimum dinding tiang : U * Σ li fi

Daya dukung ultimate


Hitung daya dukung ultimate dengan rumus : Ru = qd*A + U * Σ li fi

Daya dukung yang diizinkan


Ru (Rp + Rf )
Hitung daya dukung yang diizinkan dengan rumus : Ra = =
n n

Gaya Tarik (pull out force) yang diizinkan


Pengusunan tiang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara umum tidak
terjadi gaya tarik, atau desainnya direncanakan sedemikian rupa sehingga
stabilitas pondasi tiang sebagai suatu keseluruhan dapat terjamin, bahkan bila
tetap terjadi gaya tarik pada tiang, maka gaya tarik ini masih dapat diabaikan.
Jika gaya tarik ultimate diperkirakan berdasarkan perhitungan, maka besarnya
gaya geser dinding yang maksimum untuk daya dukung vertikal dapat dipakai.

V - 89
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.11.2. Daya Dukung Lateral


Gaya pada tiang akibat beban lateral load adalah suatu persoalan yang
kompleks, karena disini terjadi interaksi antara elemen bangunan agak kaku
dengan tanahnya, dimana tiang akan akan berdeformasi sebagian elastis
sebagian plastis.
Penentuan daya dukung lateral dilakukan berdasarkan kriteria daya dukung izin,
yang didapat melalui daya dukung batas dengan memperhatikan mekanisme
keruntuhan dari tiangnya.

5.11.2.1. Mekanisme Keruntuhan


dengan memperhatikan tipe tiang berdasarkan kekakuannya, mekanisme
keruntuhan dapat dibedakan :
a). Rotasi untuk short pile.
b). Translasi untuk short pile.
c). Fracture pada pada long pile.

Disamping stiffness factor (faktor kekakuan) dari tiang, perlu diperhatikan juga
ikatan dari ikatan kepala tiang, yang dapat dibedakan antara Free Head atau
Fixed head, seperti pada gambar berikut :

Sistem Ikatan Kepala Tiang (Short Pile) :

V - 90
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Sistem Ikatan Kepala Tiang (Long Pile) :


FREE HEAD FIXED HEAD

Load H Load H
Flexure

e e

Fracture

Fracture

L L

Metode Keruntuhan Rotasi Metode Keruntuhan Translasi

Sistem ikatan kepala tiang yang terjadi pada tiang pancang pada perencanaan
dermaga ini adalah Free Head.

Setelah diketahui sistem ikatan kepala tiang, perlu ditentukan karakteristik


panjang tiang (T) untuk menentukan apakah pondasi tiang tersebut masuk ke
dalam tiang pendek (Short Pile) atau tiang panjang (Long Pile), dengan
ketentuan sebagai berikut :
E⋅I
T =5
nh
L
> 4 = Long Pile
T
L
< 4 = Short Pile
T

dimana :
T = karakteristik panjang sistem tiang – tanah (fixity point)
Ep = modulus elastisitas young dari material tiang
Ip = momen inersia penampang tiang
Nh = 0,15 * N-SPT tanah

V - 91
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Setelah ditentukan jenis tiang, barulah dapat dilakukan perhitungan tahanan


maksimum lateral dari tiang dengan melihat klasifikasi tanah dari lapis tanah
dimana tiang tersebut diletakkan (C - soils, Φ - soils, C-Φ - soils).

Pada perencanaan dermaga ini, lapisan tanah dimana tiang diletakkan adalah
pasir atau cohesionless soil, sehingga perhitungan tahanan lateral tiang yang
akan dibahas pada tugas akhir ini adalah untuk kondisi tiang pancang Free Head
Long Pile pada Cohesionless Soil.

Anggapan untuk tiang panjang adalah gaya pasif yang dimobilisasi sepanjang
tiang adalah tak terhingga, dengan anggapan tersebut maka ultimate lateral load
yang bisa ditahan oleh tiang ditahan oleh tiang dinyatakan dalam momen
tahanan maksimum (Mu) dari penampang tiang.

V - 92
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.11.2.2. Analisis Daya Dukung Lateral Tanah


Analisis daya dukung lateral tanah yang dilakukan adalah untuk menentukan
letak taraf penjepitan lateral dari pondasi tiang pancang.

Dimensi tiang pancang


Outside Diameter = 914 mm
Thickness = 25 mm
Inside Diameter = 864 mm
π
I=
64
(OD 4
− ID 4 ) = 690,316.87 cm4

⎛ π ⎞
Z = ⎜⎜ ( )
⎟⎟ ⋅ OD 4 − ID 4 = 15,105 cm3
⎝ 32 ⋅ OD ⎠
Fy = 2400 ton/m2
E = 210,000 Mpa

Data tanah
C=0
Φ = 36°
γ = 1,95 tom/m3
γ’ = 1,15 ton/m3
N = 60
nh = 0,15 * N
= 9 kN/m3

Penentuan jenis pondasi tiang


EI = 1,449,665 kN-m2
Fixity point :
E⋅I
T =5
nh
= 2,76 m
L
= 4,34
T
L > 4T
Jenis pondasi tiang : Long Pile

V - 93
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Perhitungan daya dukung lateral tanah


Daya dukung lateral pondasi tiang free head pada cohesionless soil
SF = 2
Mu = fy * Z
= 2400 ton/m2 * 15,105 cm3
= 362.53 ton-m

φ⎞
2

Kp = tan⎜ 45 + ⎟ = 3,85
⎝ 2⎠
Mu
Hu =
Hu
e + 0,54
γ ' ⋅ OD ⋅ Kp
Dari iterasi diperoleh nilai Hu = 122,2 ton

Hu
f = 0,82 = 4,504
γ ' ⋅ OD ⋅ Kp

Daya dukung izin lateral tanah adalah :


Hu
H allowable = = 61,1 ton
SF

V - 94
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12. Analisa Kestabilan Lereng

Pada perencanaan dermaga ini beberapa sisi dermaga menggunakan sistem


seawall dengan menggunakan revertment. Hal terpenting dalam perencanaan
revertment adalah menganalisa stabilitas lereng talud.

Suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu terhadap bidang
horizontal dinamakan sebagai talud. Talud ini dapat terjadi secara alamiah atau
buatan. Bila permukaan tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang
sejajar dengan kemiringan talud akan menyebabkan tanah bergerak ke arah
bawah seperti yang ditunjukan dalam gambar. Bila komponen berat tanah cukup
besar, kelongsoran talud dapat terjadi, yaitu tanah dalam zona a b c d e a dapat
menggelincir kebawah. Dengan kata lain, gaya dorong (driving force) melampaui
gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang
longsor.

c d

a b
e

Gambar 5.12.1 Kelongsoran Talud

Faktor yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan stabil atau tidaknya suatu talud
tersebut adalah dengan membandingkan tegangan geser yang terbentuk
sepanjang permukaan retak yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari
tanah yang bersangkutan. Proses ini disebut dengan analisis stabilitas talud
(Slope Stabilty Analisys).

V - 95
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12.1. Slope Stability


Dalam menganalisis stabilitas talud adalah dengan menentukan angka
keamanannya. Umumnya angka keamanan ditentukan sebagai
τf
FS =
τd
dengan
Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah
τf = kekuatan rata-rata tanah

τd = tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor

dalam menganalisa stabilitas talud terdapat berbagai macam metode analisa


stabilitas talud beberapa metode analisis tersebut adalah :

5.12.1.1. Analisis Talud Tinggi Terbatas Dengan Bidang Longsor Rata


(Metode Culmann)

Analisis ini berdasarkan asumsi bahwa kelongsoran talud terjadi sepanjang


bidang, bila tegangan geser rata-rata yang dapat menyebabkan kelongsoran
lebih besar dari kekuatan geser tanah. Disamping itu, bidang yang paling kritis
adalah bidang dimana rasio antara tegangan geser rata-rata yang menyebabkan
kelongsoran dengan kekuatan geser tanah adalah minimum. ilustrasi bentuk
asumsi yang diambil dalam metode Culmann ini seperti yang terdapat pada
gambar berikut

B C

Nτ Ta

Tτ Na
R
β θ
A

Gambar 5.12.2 Analisis Talud dengan metode culmann

V - 96
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

gambar diatas menunjukan suatu talud dengan tinggi H. kemiringan talud


tersebut terhadap bidang horizontal adalah β. AC adalah bidang longsor yang
dicoba. Dengan memperhatikan suatu kesatuan tebal dari talud, berat bagian
bidang ABC = W
___
1
W = ( H )( BC )(1)(γ )
2

1
W = ( H )( H . cot θ − H . cot β )(γ )
2

1 ⎡ sin( β − θ ⎤
W = γ .H 2 ⎢ ⎥
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦

Komponen-komponen W yang tegak lurus dan sejajar terhadap bidang AC


adalah sebagai berikut :
Na = Komponen yang tegak lurus bidang = W cos θ
1 ⎡ sin( β − θ ⎤
W = γ .H 2 ⎢ ⎥ cos θ
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦
Ta = Komponen yang sejajar bidang = W sin θ

1 ⎡ sin( β − θ ⎤
W = γ .H 2 ⎢ ⎥ sin θ
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦

tegangan normal (tegangan tegak lurus bidang) rata-rata dan tegangan geser
pada bidang AC diberikan sebagai berikut :
σ = tegangan normal rata-rata
Na Na
= =
( AC )(1) ⎛ H ⎞
⎜ ⎟
⎝ Sinθ ⎠
1 ⎡ sin( β − θ ⎤
= γ .H 2 ⎢ ⎥Cosθ .Sinθ
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦
σ = tegangan normal rata-rata
Ta Ta
= =
( AC )(1) ⎛ H ⎞
⎜ ⎟
⎝ Sinθ ⎠
1 ⎡ sin( β − θ ⎤
= γ .H 2 ⎢ ⎥.Sin 2θ
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦

V - 97
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Tegangan geser perlawanan rata-rata yang terbentuk sepanjang bidang AC juga


tidak dapat dinyatakan sebagai berikut :
τd = Cd + σ tan φd
1 ⎡ sin( β − θ ⎤
= Cd + γ .H 2 ⎢ ⎥.Cosθ .Sinθ .Tanφ d
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦

maka dari persamaan diatas didapatkan


1 ⎡ sin( β − θ ⎤ 1 ⎡ sin( β − θ ⎤
γ .H 2 ⎢ ⎥.Sin 2θ = Cd + γ .H 2 ⎢ ⎥.Cosθ .Sinθ .Tanφ d
2 ⎣ sin β . sin θ ⎦ 2 ⎣ sin β . sin θ ⎦
sehingga,
1 ⎡ sin( β − θ ).(sin θ − cos θ . tan θ ) ⎤
Cd = γ .H ⎢ ⎥
2 ⎣ sin β ⎦

Dengan menurunkan persamaan tersebut terhadap bidang longsor poercobaan


AC maka selanjutnya akan dapat ditentukan bidang longsor kritis. Dengan
meneraakan prinsip maksimal dan minimal (untuk harga φd tertentu) untuk
mendapatkan sudut θ dimana kohesi yang bekerja Cd akan maksimum. Maka
kita akan mendapatkan tinggi maksimum dari talud dimana keseimbangan kritis
terjadi.

Maka angka keamanan terhadap keruntuhan talud dengan bidang longsor rata
tergantung pada

4c ⎡ sin β . cos θ ⎤
Hcr =
γ ⎢⎣1 − cos( β − φ ) ⎥⎦

Metode analisis dengan mengasumsikan bidang kelongsoran yang terjadi adalah


rata seperti yang diperkenalkan Culmann akurat untuk talud dengan kemiringan
yang hampir tegak. Maka berdasarkan itu berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh beberapa ilmuwan diswedia menyarankan asumsi yang dilakukan untuk
analisa keruntuhan talud adalah berbentuk lingkaran silindris.

V - 98
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12.1.2. Analisis Talud Dengan Bidang Longsor Silindris Lingkaran Umum

Pada umumnya, keruntuhan talud dapat dikategorikan dalam beberapa macam


tipe keruntuhan seperti yang di ilustrasikan pada gambar berikut :

c d

a b

c d

a b

Gambar 5.12.3 Kelongsoran talud ujung dasar (toe circle)

c d

a b

Gambar 5.12.4 Kelongsoran talud dangkal (shallow slope failure)

a b

Gambar 5.12.5 Kelongsoran talud dasar (base failure)

V - 99
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

Pada umumnya, prosedur analisis stabilitas talud dengan tinggi terbatas dengan
bidang longsor silindris lingkaran umum dapat dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu:

a. Prosedur Massa

Pada analisis dengan metode ini, massa tanah yang berada diatas bidang
gelincir diambil sebagai suatu kesatuan. Prosedur ini berguna bila tanah yang
membentuk talud dianggap homogen. Namun hal ini jarang terjadi dilapangan.

b. Metode Irisan

Pada metode ini analisis talud dilakukan dengan membagi tanah diatas bidang
gelincir dengan irisan-irisan paralel tegak. Metode ini lebih akurat dalam
perhitungannya karena tanah yang dianalisis tidak homogen dan tekanan air pori
bisa dimasukkan ke dalam perhitungan.

Analisis stabilitas dengan menggunakan metode in dapat dijelaskan dengan


gambar berikut :

r sin αn

bn
B C
r

2 1

H
Wn

A
αn

bn

Tn

Pn+1 Pn
Wn

Tn+1

Tr Nr
αn
R=Wn

Gambar 5.12.6 Analisis stabilitas talud dengan menggunakan metode irisan

V - 100
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

AC merupakan lengkungan lingkaran sebagai permukaan bidang longsor


percobaan dibagi dalam beberapa irisan tegak, kemudian dapat dilihat gaya-
gaya yang bekerja pada salah satu irisan.

N τ = Wn .Cosα n

dan gaya geser perlawanan dapat dinyatakan sebagai


τ f .(∆Ln )
Tτ = τ d .(∆Ln ) = =
1
[c + σ . tan φ ].∆Ln
Fs Fs
sedangkan tegangan normal (σ ) dalam persamaan diatas adalah sama dengan
Nτ W .Cosα n
= n
∆Ln ∆Ln
maka angka keamanan untuk analisa stabilitas talud dengan metode irisan
adalah sama dengan
⎡ ⎤
⎢ ∑n = p (c.∆Ln + Wn Cosα n . tan φ ) ) ⎥
Fs = ⎢ n =1 n= p

⎢ ⎥



n =1
Wn Sinα n ⎥

V - 101
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12.1.3. Metode irisan Bishop yang disederhanakan


Metode irisan Bishop yang disederhanakan ini menganalisa stabilitas talud dan
memberikan hasil penyelesaian yang jauh lebih teliti dari pada metode irisan
sederhana. Dalam metode ini pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan
diperhitungkan.
r sin αn

bn
B C
r

2 1

H
Wn

A
αn

bn
c. ∆Ln
Nr.tanφ. Fs
∆Ln

φd
Tn

Wn
Pn αn
Pn+1
Wn Nr

Tn+1 CT

∆P

Tr Nr
αn
R=Wn
∆Ln
αn

Gambar 5.12.7 Metode irisan Bishop yang disederhanakan

Angka keamanan untuk analisis stabilitas Talud dengan menggunakan metode


irisan bishop yang disederhanakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :


n= p
n =1
Wn sin αn(c.∆Ln + (WnCosαn − un∆Ln)) tan Φ
Fs =

n= p
n =1
Wn sin αn

V - 102
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12.2. Perhitungan beban gempa pada analisa stabilitas talud


Beban gempa pada analisa stabilitas talud diperhitungkan untuk memeriksa
apakah talud cukup kuat menahan kelongsoran akibat beban gempa yang
terjadi.

Beban gempa pada analisa stabilitas talud diperhitungkan sebagai berikut :


Q=Wxk
dimana :
Q = gaya gempa
W = berat irisan (slide) tanah pada talud
k = koefisien gempa desain

beban gempa ini bekerja pada titik pusat massa (centre of gravity) dari masing-
masing irisan talud sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut :

COG
Q

Gambar 5.12.8 beban gempa yang bekerja pada titik berat irisan talud

koefisien gempa desain diperhitungkan sebagai berikut :


k = k1 x k2 x k3
dimana :
k = koefisien gempa desain
k1 = koefisien gempa berdasarkan zona gempa (0,05 ~ 0,15)
k2 = koefisien tanah (0,8 ~ 1,2)
k3 = faktor kepentingan struktur (0,5 ~ 0,15)

V - 103
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

5.12.3. Analisis Stabilitas Talud (Slope Stability Analysis)

Analisis Stabilitas talud pada perancangan dermaga ini dihitung dengan


menggunakan metode Bishop yang disederhanakan, dengan memperhitungkan
beban gempa pada talud.

Angka keamanan diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :

R ⋅ ∑ (c ⋅ L + W ⋅ cos α ⋅ tan φ )
Fs =
∑W ⋅ x + ∑ Q ⋅ a

dimana :
Fs = faktor keamanan terhadap keruntuhan talud
R = radius lingkaran keruntuhan (m)
c = kohesi tanah (t/m2)
Φ = sudut geser tanah
l = lebar dasar dari slide yang ditinjau (m)
W = berat efektif dari irisan talud yang ditinjau (t/m)
α = kemiringan dasar dari slide yang ditinjau (°)
x = jarak horizontal dari titik tengah irisan talud yang ditinjau terhadap titik
pusat lingkaran keruntuhan (m)
Q = gaya horizontal yang bekerja pada titik berat (Centre of Gravity) dari
irisan talud yang ditinjau (ton/m)
a = jarak vertikal dari titk berat irisan talud yang ditinjau terhadap titik pusat
lingkaran keruntuhan (m)

Dari hasil perhitungan angka keamanan (Safety Factor) dari talud, diperoleh
angka keamanan sebesar 1,56.
Berdasarkan Technical Standards for port and Harbour Facilities in Japan, angka
keamanan minimum untuk kestabilan talud adalah sebesar 1,3.
Dengan demikian, maka talud dalam kasus perencanaan dermaga container ini
cukup aman terhadap kelongsoran.

V - 104
γ = 16.50 kN/m3 R = 38.71 m
γsat = 19.50 kN/m3 k1 = 0.04195
γwater = 9.81 kN/m3 k2 = 1.06452
β = 31.43 deg k3 = 1.5
c = 0.00 kN/m2
Ø = 33.00 deg

Irisan No γdry γsat γ' γwater β Ln ha hb A Wtanah Wn αn αn (rad) sin(αn) cos(αn) ∆Ln Wsin(αn) Wcos(αn) Q a Q*a
1 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.77 0.00 6.80 23.00 379.46 379.46 -27 -0.47 -0.45 0.89 6.77 -172.27 338.10 25.42 32.44 824.46
2 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.30 6.80 12.40 60.50 998.29 998.29 -18 -0.31 -0.31 0.95 6.30 -308.49 949.43 66.86 31.88 2131.29
3 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.07 12.40 16.98 89.16 1471.08 1471.08 -9 -0.16 -0.16 0.99 6.07 -230.13 1452.97 98.53 30.76 3030.90
4 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.00 16.98 20.65 112.90 1862.83 1862.83 0 0.00 0.00 1.00 6.00 0.00 1862.83 124.77 29.20 3643.77
5 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.08 20.65 23.32 133.71 2206.26 2206.26 9 0.16 0.16 0.99 6.08 345.14 2179.10 147.77 27.06 3998.70
6 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.32 23.32 24.99 152.72 2519.84 2519.84 18 0.31 0.31 0.95 6.32 778.67 2396.51 168.77 24.51 4137.17
7 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 6.86 24.99 21.79 160.51 2648.34 2648.34 28 0.49 0.47 0.88 6.86 1243.32 2338.35 177.38 22.33 3961.11
8 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 7.71 21.79 16.95 149.25 2462.68 2462.68 39 0.68 0.63 0.78 7.71 1549.82 1913.86 164.95 20.35 3357.32
9 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 9.97 16.95 8.71 127.85 2109.46 2109.46 51 0.89 0.78 0.63 9.97 1639.36 1327.53 141.29 17.38 2454.88
10 16.5 19.5 9.69 9.81 0.55 31.43 10.18 8.71 0.00 44.31 731.09 731.09 69 1.20 0.93 0.36 10.18 682.53 262.00 48.97 13.73 672.47
72.26 5527.94 15,020.68 28,212.05
Fs = 1.56
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR DERMAGA

V - 105
BAB IV
PENUTUP
BAB VI PENUTUP

BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan, analisa dan evaluasi studi kasus diatas dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari pemeriksaan terhadap kekuatan lentur, geser, dan lendutan akibat


beban – beban yang terjadi pada lantai dermaga, baik itu beban aksial
maupun lateral, komponen – komponen lantai dermaga yang terdiri dari
pelat lantai, balok memanjang, balok melintang, dan balok crane, seluruhnya
berada dalam daerah aman terhadap kegagalan struktur.

2. Dari pemeriksaan terhadap punching shear pada pelat lantai serta pile cap
pada struktur lantai dermaga, keduanya berada pada daerah aman
terhadadap kegagalan struktur.

3. Dari hasil analisa tiang pancang, diperoleh bahwa tegangan yang terjadi
pada tiang pancang baja pada struktur pondasi lantai dermaga masih
dibawah batas tegangan yang diizinkan.

4. Dari hasil analisa daya dukung aksial dan lateral tanah, dapat disimpulkan
bahwa tiang pancang baja dipancang hingga mencapai kedalaman -22.00
meter dari muka tanah asli. Hal ini mengingat daya dukung aksial tanah
pada kedalaman tersebut cukup aman terhadap reaksi perletakan pada
tiang pancang akibat beban aksial yang terjadi pada struktur. Sedangkan
virtual fixity point sedalam -3.00 meter dari garis keruntuhan talud pada
struktur dermaga dinilai cukup memberikan tahanan lateral terhadap
berbagai kombinasi pembebanan arah lateral yang terjadi pada struktur
lantai dermaga.

VI - 1
BAB VI PENUTUP

5. Dari hasil analisa terhadap kestabilan talud (slope stability) pada struktur
dermaga, dapat disimpulkan bahwa talud tersebut mempunyai nilai angka
keamanan (Safety Factor, SF) sebesar 1,56, ini dinilai cukup aman terhadap
kelongsoran, dengan acuan nilai batas aman sebesar 1,3 (Technical
Standards for Portrs and Harbour Facilities in Japan, 2002)

VI - 2
BAB VI PENUTUP

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada perancangan struktur dermaga ini
antara lain adalah sebagai berikut :

Untuk memperoleh tahanan lentur yang lebih besar, sebaiknya balok crane
(Crane Girder) pada lantai dermaga menggunakan beton prestressed, mengingat
beban roda crane yang sangat besar, sehingga penggunaan beton dapat
memperkecil dimensi balok crane yang akan digunakan.

Untuk memperoleh tahanan terhadap beban – beban lateral yang lebih besar
pada struktur dermaga, sebaiknya dipancang tiang pancang miring, sehingga
daya dukung lateral struktur dermaga akan lebih besar.

Kedalaman kolam pelabuhan (Turning Basin) di depan dermaga sebaiknya


ditambah dari -17.00 meter menjadi -20.00 meter (referensi Lowest Water
Surface, LWS), ini mengingat draft kapal terbesar yang hanya menyisakan ruang
sedalam 1 meter. Selain itu, hal ini dianggap perlu mengingat kemungkinan
sedimentasi yang akan mengurangi kedalaman kolam pelabuhan.

VI - 3
DAFTAR PUSTAKA

BRUUN, PER, Port Engineering, Gulf Publishing Company, Fourth Edition, New
York, 1999.
DAS, BRAJA M., Principles Of Geotechnical Engineering, University Of Texas at
El Paso, 1995.
GERE, JAMES M., and TIMOSHENKO, STEPHEN P., Mechanics of Materials,
Fourth Edition, Stanley Thornes, United Kingdom, 1999.
HUANG, YANG H., Stability Analysis Of Earth Slopes, University Of Kentucky,
Van Nostrand Reinhold Company Inc., 1993.
KRAMADIBRATA, SOEDJONO, Perencanaan Pelabuhan, Penerbit ITB,
Bandung, 2002.
KUSUMA, GIDEON Ir., M. Eng., Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995.
LE MEHAUTE, BERNARD, An Introduction to Hydrodynamics and Water
Waves, Springer-Verlag, 1976.
LIU, CHENG, and EVETT, JACK B., Soils and Foundations, Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1981.
PAZ, MARIO, Structural Dynamics, Theory and Computation, University of
Louisville, Second Edition, 1985.
SALMON, CHARLES G., and JOHNSON, JOHN E., Steel Structures, Design
and Behavior, University of Wisconsin-Madison, Fourth Edition, Harper Collins
College Publishers, 1996.
THE OVERSEAS AREA DEVELOPMENT INSTITUTE OF JAPAN, Technical
Standards For Port And Harbour Facilities In Japan, 3-2-4 Kasumigaseki,
Chiyoda-ku, Tokyo, Japan, 2002.

www.fentek.net
www.hapag-lloyd.com
www.maersk-sealand.com
www.portofmelbourne.com

Anda mungkin juga menyukai