Anda di halaman 1dari 8

Tugas : Couching

Dosen : Ns. Sri Wahyuni., S.Kep., M.M.Kes., M.Kep

KOMINIKASI DALAM KEPERAWATAN 2

(TRAUMA PASCA BENCANA GEMPA PALU)

OLEH

Agil Saputra (NH0117005)

Febryani Mahadjani (NH0117040)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2019

1
COUCHING PADA PASIEN KORBAN TRAUMA PASCA GEMPA PALU DI
PUSKESMAS NANI HASANUDDIN

A. PERMASALAHAN
Trauma Bencana Gempa Palu
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor (WHO, 2018). Dalam (Rahman, 2018)
Trauma pada korban bencana alam tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
Agar korban bencana dapat terus melanjutkan kehidupannya secara normal,
maka diperlukan terapi trauma/ pemulihan trauma (trauma healing). (Rahman,
2018)

B. SOLUSI/PERENCANAAN
1. BHSP terhadap klien
2. Berupaya mengkodisikan kembali ketahanan atau kemampuan beradaptasi
dalam situasi sulit
3. Pemulihan trauma harus memperhatikan sumber-sumber daya lokasi yang
tersedia
4. Korban diajak untuk melepaskan diri dari kungkungan rasa takut jika
ingatan akan bencana kembali muncul

C. HARAPAN
1. Terjaminnya situasi yang aman dan nyaman
2. Rasa kebersamaan dengan orang-orang sekitar
3. Proses pemulihan trauma berangsur membaik

D. PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Tahap Pra Interaksi

2
Tahap ini merupakan tahap awal dimana sebagai konselor atau
komunikan menyiapkan diri saat sebelum bertemu dengan klien atau
komunikator. Dalam tahap ini komunikan perlu menyiapkan diri seperti
mengeksplorasi serta menganilisis kekuatan dan keterbatasan professional
pada diri sendiri sebelum melakukan komunikasi terapeutik terhadap klien
atau komunikator. (Mundakir, 2016)

2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi dek perkenalkan nama saya
Febryani atau dapat dipanggil Ners Febby. Kalau nama adek siapa?
Adek senang dipanggil dengan sapaan apa?”
b. Evaluasi
“Bagaimana kondisi adek hari ini? Apakah adek merasa baik-baik
saja?
c. Kontrak topik, waktu, dan tempat
“Adek, hari ini kita akan berbincang mengenai permasalahan yang
Adek alami seperti rasa cemas dan ketakutan serta trauma yang Adek
rasakan saat ini, hanya sekitar 15 menit. Adek nyaman kalau kita
berbincang di sini? Atau hendak pindah ke tempat lain?
d. Tujuan
“Tujuan kita mengobrol di sini agar kita dapat menghadapi masalah
yang sedang Adek alami” (Mundakir, 2016)

3. Tahap Kerja

3
Tahap ini merupakan tahap inti dari komunikasi terapeutik. Pada tahap ini
sudah masuk pada rencana apa yang akan kita berikan sebagai seorang
konselor atau komunikator: (Mundakir, 2016)

Komunikan: “Sebelumnya maaf kalau boleh saya tau apa penyebab dari
Agil hingga begitu merasa trauma sampai saat ini ?“

Komunikator: “Iya ners, semuanya berawal dari bencana alam yang


membuat saya sempat terpisah dari saudara terlebih orang tua.”

Komunikan: “Agil mungkin bisa cerita ke saya mengenai perasaan yang


Agil rasakan ?”

Komunikator: “Saat sebelum terjadi gempa, saya sekeluarga berada di


salah satu rumah sakit bersalin yang ada di tempat yang terdampak
likuifaksi, pada saat terjadi guncangan yang menurut saya begitu dahsyat,
saya, ibu, bapak, serta kedua saudara saya, kami berusaha untuk
menyelamatkan diri berlari keluar ketempat yang pada saat itu aman
menurut kami, namun pada saat saya mencoba untuk mencari jalan
terdekat untuk keluar dari gedung RS saya terpisah dari kedua orang tua
saya serta adik dan kakak saya, selang berapa menit kemudian setelah
guncangan dahsyat tiba-tiba orang-orang berteriak banjir gunungan
lumpur yang saat itu tingginya kurang lebih 20 meter menutup bagian
depan RS, semua orang berusaha lari untuk kembali masuk kedalam
gedung RS untuk mencari tempat tertinggi tanpa memikirkan kalau
gedung itu kapan saja bisa runtuh, saat itu saya berpikir kalau keluarga
saya berada pada kerumunan orang yang mencoba menyelematkan diri
kembali kedalam gedung RS, karena situasi begitu mencekam, saya belum
terfikir untuk langsug mencari keluarga sesaat setelah guncangan, terus
saja gempa susulan menyusul yang membuat saya semakin takut, saat itu

4
saya mendengar suara jeritan sosok perempuan yang mungkin ikut terseret
dengan lumpur setinggi 20 meter itu, terngiang suara itu begitu mirip
dengan suara saudara perempuan saya, seketika saya berteriak mulai
memanggil nama ibu dan bapak saya dengan harapan bahwa mereka ada
di tengah kerumunan orang itu, suasana mulai hening, tangisan bayi
dimana mana kalimat takbir memuji sang ilahi pun terus terdengar,
singkat cerita saat saya berfikir bahwa kematian sudah dekat, terlebih ibu
bapak, serta kedua saudara saya tak kunjung ditemukan. Pagi pun tiba
saya beserta beberapa korban lainnya berusaha untuk keluar dan berjalan
kaki sejauh 2 KM hanya untuk menyelamatkan diri dan untuk mencari
sanak keluarga dengan besar harapan mereka tetap selamat, namun Allah
maha baik, setelah puluhan jam kami terpisah kami dipertemukan kembali
di salah satu shell teratau posko pengungsian, rasa haru sertasyukur kami
dipertemukan tanpa ada yang kurang, walaupun pada saat itu kami
mengalami luka ringan, entah karena berjalan diatas runtuhan kaca
bangunan atau tersungkur akibat guncangan yang dahsyat pada saat itu.”

Komuikan : “Saya sangat mengerti sekarang apa yang Agil rasakan,


(komunikator menunjukan rasa empaty) lalu dari kejadian itu apakah Agil
masih tetap beraktivitas seperti biasa ?”

Komunikator: “Mengingat saya kuliahnya di luar daerah dan harus pisah


lagi dengan kelurga, sampai sekarang 3 minggu setelah kejadian itu, saya
masih belum ada niat sama sekali untuk kembali masuk kuliah, padahal
ibu dan bapak saya terus berharap agar saya bisa kembali untuk
melanjutkan pendidikan saya.”

Komunikan: “Saya paham rasa trauma bisa membuat Agil untuk sulit
dalam mengambil keputusan, satu hal yang perlu Agil ketahui dalam

5
hidup ini bahwa ajal sudah di atur oleh yang kuasa, banyakhal yang harus
kamu lakukan, salah satunya harus berusaha untuk bisa bangkit, Agil
kamu juga harus tahu, kamu jauh lebih dari kata beruntung saat bencana
saudara terlebih orang tua masih diberi keselamatan, apalagi orang tua
masih beri harapan kalau kamu bisa kembali untuk melanjutkan
pendidikan, kenapa tidak ? Mungkin orang tua berharap jika kamu
kembali melanjutkan kuliah setidaknya kamu bisa kembali beradaptasi
dengan lingkungan yang mungkin bisa membuat Agil secara perlaha
nmelupakan serta menghilangkan rasa trauma saat kejadian itu. Saya akan
berusaha untuk meberikan kamu dukungan terbaik untuk Agil bisa segera
melukakan yang seharusnya menjadi prioritas dalam hidup kamu. Satu-
satunya batasan untuk meraih mimpi kita adalah keraguraguan kita akan
hari ini. Marilah kita maju dengan keyakinan yang kuat.” Sambil
tersenyum menyemangti.

4. Tahap Terminasi
Tahap ini merupaka tahap akhir dari pertemuan, dimana seorang
komunikan mampu mengevaluasi perasaan yang dirasakan setalah diskusi
yang dilakukan: (Mundakir, 2016)
a. Evaluasi Subjektif
Komunikan: “Bagaimana perasaan Agil setelah berbincang dengan
saya ? Apakah merasa lebih baik ?”

Kumunikator: “Alhamdulillah saya sedikit lega, terima kasih untuk


wejangannya.”

b. Evaluasi Objektif
Komunikan: “Agil bisa menarik nafas dalam melaui hidung dan di
hembuskan melalui mulut.” Sambil mempraktekan.

Komunikator: “ Baik ners”. Menarik nafas dalam

6
c. Tahap Tindak Lanjut
“Dek Agil, sekian dulu perbincangan kita untuk hari ini. Ingat ya
lakukan tetap semangat dan berusaha untuk melawan trauma untuk
kedepannya. Oh iya, bagaimana kalau kita membuat jadwal
konsultasi selanjutnya ? Dek Agil maunya kapan ?”

d. Kontrak Yang Akan Datang


“Baik dek, besok kita bertemu di sini lagi ya. Sampai bertemu esok
hari”. Sambil tersenyum ramah

7
DAFTAR PUSTAKA
Mundakir, S. N. (2016). Buku Ajar Komunikasi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta:
Indo Media Pustaka.

Rahman, A. (2018) ‘Analisa Kebutuhan Program Trauma Healing Untuk Anak-anak


Pasca Bencana Banjir di Kecamatan Sungai Pua Tahun 2018 : Implementasi
Manajemen Bencana’, Jurnal Menara Ilmu, 12(7), pp. 1–6.

Anda mungkin juga menyukai