Anda di halaman 1dari 39

 

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT


TBM Baswara Prada, TBMM Panacea

PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai
ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakam operasi
dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut, dalam melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan
terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit
lainnya.1
ATLS atau Advance Trauma Life Support (Bantuan Hidup Tingkat Lanjut) merupakan
bagian dari ilmu medis yang khusus membahas tentang masalah trauma yang bersifat gawat
darurat. Trauma yang bersifat gawat darurat disini, secara khusus dikerucutkan pada kondisi-
kondisi kecelakaan atau disaster (bencana).1

1. INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1.1. Prinsip Dasar
Ventilasi melalui pipa endotracheal (ET) merupakan cara yang sangan efektif untuk
menjaga jalan nafas. Pemasangan intubasi endotrakheal, pemberian ventilasi dan
oksigenasi lebih terjamin dan kemungkinan aspirasi cairan lambung lebih kecil.1
Merupakan prosedur medis di mana sebuah tabung dimasukkan ke dalam tenggorokan
(trakea) melalui mulut atau hidung. Bila keadaan darurat akan dimasukkan melalui mulut.
Walaupun pasien sadar atau tidak, pemberian obat untuk mempermudah prosedur ini akan
tetap dilakukan. Setelah prosedur ini dilakukan, bila pasien sadar dokter akan memberi
obat untuk mengurangi kecemasan atau ketidaknyamanan.9

 
 

1.2. Langkah Kerja


Prosedur dalam pemasangan intubasi endotrakeal adalah:1

1. Memeriksa alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa
endotrakheal (ET) yang sesuai ukuran. Siapkan dua tube endotracheal, 7,5 atau 8 dan 7,0.
Tube yang lebih besar sesuai untuk sebagian besar laki-laki, tube yang lebih kecil untuk
sebagian besar perempuan dewasa. Masukan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada
penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stiler dan cek fungsi
balon dengan mengembangkan dengan udara 10ml. jika fungsi baik, kempiskan balon.
Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
2. Meletakan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan
kepala sedikit ekstensi (jika kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan)
3. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan
benzokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anastesi dalam.
4. Melakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan FiO2 100%
5. Membuka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
6. Memasukan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan
lidah ke kiri. Masukan bila sedikit demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar
lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit antara bilah dan gigi pasien

 
 

7. Mengangkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40 sejajar aksis
pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
8. Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan/posisi laringoskop dengan menggunakan
kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke
faring sampai bagian proksimal dari cuff pipa ET melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada
orang dewasa atau kedalaman pipa ET ± 19-23 cm

9. Mengangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara menggunakan spuit
10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
10. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan
auskultasi, pertama pada lambung, kemudian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada

 
 

11. Melakukan fiksasi pipa dan plester agar tidak terdorong atau tercabut
12. Melakukan ventilasi terus dengan oksigen 100% (aliran 12-15L/menit)
13. Merapikan alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan.
14. Mencuci tangan sesuai standar 7 langkah.

Gambar 3. Insersi laringoskop Gambar 4. Pemasangan ET

1.3. Indikasi
Indikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1,9
1. Hilangnya refleks pernapasan (cedera serebrovaskuler, kelebihan dosis obat)
2. Obstruksi jalan napas besar (epiglotis, korpus alienum, paralisis pita suara) baik secara
anatomis maupun fungsional
3. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
4. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau
pada keadaan dimana potensial terjadi kegawatan napas dalam proses transportasi pasien)
5. Membuka jalan napas untuk memberikan oksigen, obat – obatan atau anastesi
6. Bantuan pernapasan karena penyakit tertentu (pneumonia, emfisema, gagal jantung, kolaps
paru – paru)
7. Menghilangkan sumbatan pada jalan napas
8. Melindungi paru – paru pada pasien yang tidak bisa melindungi jalan napas (overdosis,
stroke, perdarahan masif dari esofagus atau perut)

 
 

1.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal, sehingga
sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

1.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:1
1. Pemasangan tube yang tidak tepat.
Intubasi salah satu cabang utama paru, atasi dengan tarik kembali tube endotrakeal untuk
mengembangkan kedua paru. Intubasi esophageal atasi dengan keluarkan tube
endotrakeal
2. Gigi patah, perdarahan sekunder yang berlebihan akibat kerusakan mukosa
3. Pneumotoraks dan pneumomediastinum
4. Disritmia jantung

1.6. Alat-alat Utama


Alat dan bahan untuk melakukan tindakan pemasangan intubasi endotrakeal adalah:1
1. Laringoskop lengkap dengan handle dan blade
2. Pipa endotrakheal (orotrakheal) dengan ukuran perempuan no. 7; 7,5 ; 8. Laki-laki no. 8 ;
8,5.
3. Spuit 10 ml atau 20 ml
4. Stetoskop, ambubag dan masker oksigen
5. Alat penghisap lendir
6. Plester, gunting
7. Stilet

 
 

Gambar 1. Laringoskop Gambar 2. Endotracheal tube

2. PEMASANGAN ORO-PHARYNGEAL AIRWAY (GUEDEL)


2.1. Prinsip Dasar
Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut dan
pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan nafas.
Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk
mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah pasien
yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi. Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya
jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga menghalangi jalan nafas, sehingga
pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah disesuaikan dengan palatum /
langit-langit mulut mampu membebaskan dan mengedarkan jalan nafas melalui tabung /
lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan suction.2

2.2. Langkah Kerja


Teknik pemasangan guedel yakni:1,2
1. Cuci tangan, memakai handscoon
2. Memposisikan pasien berbaring
3. Mengukur jarak dari sudut mulut pasien sampai ke kanalis auditivus eksterna
4. Memilih ukuran yang pas dengan pasien (ukuran yang cocok sesuai dengan jarak dari
sudut mulut pasien ke kanalis auditivus eksterna)
5. Membuka mulut pasien dengan teknik chin lift atau cross finger

 
 

6. Guedel disisipkan ke dalam mulut pasien secara terbalik (upside down), sehingga bagian
yag cekung mengarah ke kranial, sampai di daerah palatum molle
7. Pada titik ini, alat kemudian di putar 180 derajat
8. Memastikan alat telah terpasang dengan benar
9. Evaluasi status pernapasan pasien

Gambar 6. Pemasangan oro-pharyngeal tube

2.3. Indikasi
Indikasi pemasangan oro-pharyngeal airway antara lain:2
1. Pasien tidak sadar (GCS ≤ 8), untuk mecegah agar lidah tidak jatuh ke belakang faring dan
menutupi jalan napas.
2. Tindakan profilaksis, untuk mecegah gigitan korban yang dilakukan pemasangan intubasi
3. Pada keadaan yang memerlukan kontrol definitif jalan napas (pada yang sedang mendapat
anastesi umum) .9
4. Pasien sakit kritis dengan penyakit multisistem/ cedera.9
5. Keadaan darurat (masalah pada jantung/pernapasan, gagal melindungi jalan napas dari
aspirasi, oksigenasi tidak memadai, dan berkemungkinan obstruksi saluran napas.9

2.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan guedel atau oro-faringeal tube adalah:1,2
1. Pasien sadar atau semi sadar, karena dapat merangsang muntah, spasme laring
2. Hati-hati pada pasien dengan trauma oral
3. Transeksi parsial trakea.9

 
 

2.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi saat pemasangan guedel meliputi:1
1. Trauma mulut, gigi, lidah dan mukosa mulut
2. Muntah atau aspirasi
3. Obstruksi jalan napas.9
4. Laringospasme (bila pemilihan ukuran OPA tidak tepat) .9
5. Muntah.9
6. Aspirasi.9

2.6. Alat-alat Utama


Alat dan bahan yang diperlukan antara lain:2
1. Guedel atau oropharyngeal tube
2. Sarung tangan
3. Suction bila diperlukan
4. Jelly.9

Gambar 5. Oro-pharyngeal tube

 
 

3. SUCTIONING
3.1. Prinsip Dasar
Suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via
mulut, nasofaring atau trakeal.1
Saluran napas bagian atas menghangatkan, membersihkan, dan melembabkan udara
yang kita hirup. Dengan pemasangan tabung, udara yang bergerak melalui tabung lebih
dingin, lebih kering, dan tidak bersih. Dalam menghadapi perubahan ini, tubuh
memproduksi lendir lebih banyak. Penyedotan yang bisa dilakukan membersihkan lebidr
dari tabung trakeostomi dan sangat penting untuk pernapasan yang tepa. Serta sekresi
yang tersisa ditabung bisa jadi terkontaminasi dan infeksi dinding dada bisa terjadi.
Hindari penyedotan yang terlalu sering karena bisa menyebabkan sekresi lebih banyak
menumpuk. .9

3.2. Langkah Kerja


Prosedur untuk melakukan tindakan suction antara lain:1
1. Jelaskan pada pasien tentang prosedur dan tujuan tindakan
2. Posisikan klien dengan tepat. Bila sadar dengan reflek gag berfungsi, baringkan pasien
dengan posisi semi Fowler’s dengan kepala miring ke satu sisi untuk penghisapan oral.
Baringkan pasien dengan posisi Fowler’s dengan leher ekstensi untuk penghisapan nasal.
3. Tempatkan handuk dibawah bantal atau di bawah dagu pasien, Tujuannya untuk mecegah
tempat tidur atau baju tidur basah akibat sekret, Handuk dapat dibuang untuk mecegah
penyebaran bakteri
4. Pilih tekanan dan tipe unit penghisap yang tepat. Untuk semua unit penghisap adalah 120-
150mm Hg pada orang dewasa, 100-120mm Hg. Pada anak-anak, atau 60-100mm Hg pada
bayi. Tujuannya menjamin tekanan negatif yang aman sesuai dengan usia klien. Tekanan
negatif yang berlebihan dapat mencetuskan cedera muklosa
5. Tuangkan air steril atau normal salin kedalam wadah yang steril. Diperlukan untuk
melumasi kateter guna mengurangi friksi dan meningkatkan pasase lembut.
6. Gunakan handcoon

 
 

7. Gunakan tangan yang telah menggunakan sarung tangan, sambungkan katerter ke mesin
penghisap.
8. Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
9. Pada penghisapan orofaringeal, dengan perlahan masukan kateter ke dalam satu sisi mulut
klaen dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan penghisapan selama pemasangan. Pada
penghisapan sekret nasofaringeal, dengan perlahan masukan kateter kesalah satu lubang
hidung. Arahkan kearah medial sepanjang dasar rongga hidung. Jangan dorong paksa
kateter. Bila lubang hidung yang satu tidak paten, coba hidung yang lain. Jangan lakukan
penghisapan selama pemasangan.
10. Sumbat port penghisap dengan ibujari anda. Dengan perlahan rotasi kateter saat anda
menariknya. Keseluruhan proses prosedur tidak boleh dari 15 detik. Sumbatan pada port
pnghisap mengaktifkan tekanan penghisap. Penghisap dilakukan secara intermiten saat
kateter di tarik. Rotasi mngangkat sekret dari permukaan jalan nafas dan mncegah trauma
dari tekanan penghisap pada satu area. CATATAN: penghisapan juga mumbuang udara.
Suplay oksigen klien dapat sangat berkurang bila prosedur berlangsung lebih dari 15 detik.
11. Memastikan patensi jalan napas
12. Mematikan mesin penghisap
13. Buang kateter dengan membungkusnya dalam tangan anda yang menggunakan sarung dan
lepaskan sarung untuk membungkus kateter.
14. Cuci tangan

Gambar 8. Tindakan penghisapan lendir dengan kateter penghisap

 
 

3.3. Indikasi
Indikasi tindakan suction antara lain:1
1. Pasien tidak mampu membersihkan secret dan mengeluarkan atau menelan
2. Pasien kurang responsif atau koma yang memerlukan pembuangan sekret oral
3. Pasien tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernapasan

Waktu untuk melakukan suction pada pasien: .9


1. Penghisapan penting dilakukan bila lendir memblikir tabung dan menyebabkan pasien
sulit bernapas.
2. Setiap kali pasien merasa atau mendengar derak lendir dari tabung/saluran napas.
3. Pagi hari saat pasien bangun.
4. Ketika pasien mengalami kesulitan bernapas.
5. Sebelum makan.
6. Sebelum pergi ke luar ruangan.
7. Sebelum tidur
Sekret harus bening atau putih. Jika berubah warna menunjukkan tanda infeksi. Jika
perubahan warna bertahan hingga lebih dari tiga hari segera hubungi rumah sakit untuk
penanganan lebih lanjut. Jika ada darah pada sekret, tingkatkan kelembaban atau hisap
dengan lembut. .9

3.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari tindakan suctioning antara lain:1,2
1. Pasien dengan stridor
2. Pulmonary edema
3. Post pneumonectomy

3.5. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan suctioning diantaranya:1
1. Kerusakan mukosa oral atau tracheal
2. Infeksi (pasien/petugas)
3. Perdarahan
 
 

3.6. Alat-alat Utama


Alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan suctioning yaitu:1
1. Penghisap portabel atau yang terpasang di dinding dengan selang penghubung
2. Kateter steril 12-16 Fr à Kateter penghisap yang bersih (pastikan memiliki ukuran yang
tepat)7
3. Air steril atau normal saline
4. Sarung tangan steril
5. Pelumas larut air
6. Handuk mandi atau selimut yang melindungi klien atau baju klien
7. Masker wajah dan kasa steril
8. Pinset anatomis
9. Cairan desenfektan untuk mencuci kateter steril
10. Spatel.9
11. Penghubung tabung dan penghisap.9
12. Wadah untuk merendam kanula bagian dalam (bila ada) .9
13. Kuas trakeostomi (untuk membersihkan tabung trakeostomi) .9
14. Tabung trakeostomi tambahan.9

Gambar 7. Mesin suction

 
 

4. KRIKOTIROIDOTOMI
4.1. Prinsip Dasar
Merupakan protokol manajemen terakhir yang perlu dilakukan tenaga medis ketika
pasien tidak memungkinkan untuk diintubasi atau diventilasi di mana situasi akan fatal
jika tidak segera dibuat jalan napas yang aman.10
Tindakan ini dilakukan dengan prinsip membuat insisi melewati membran krikotiroid
lalu diinsersi tabung trakeostomi. Pada anak perlu pengawasan lebih lanjut karena
berisiko merusak kartilago krikotiroid yang mana merupakan satu-satunya penunjang
sirkumferensia untuk trakea bagian atas sehingga tidak direkomendasikan untuk anak di
bawah 12 tahun.11

4.2. Langkah Kerja


1. Teknik Krikotiroidotomi Jarum:
Teknik needle cricothyroidotomy adalah sebagai berikut:3
ü Rakit dan siapkan selang oksigen dengan cara membuat sebuah lubang pada salah satu
ujungnya, hubungkan ujung satunya dengan sumber oksigen dan pastikan oksigen
mengalir dengan lancar.
ü Baringkan pasien dengan posisi supine
ü Letakan jarum berdiameter besar ukuran 12G atau 14G yang dihubungkan pada
semprit 6-12ml
ü Oleskan larutan antiseptic pada leher
ü Palpasi membrane krikotiroidea, sebelah anterior antara kartilago tiroid dan krikoid.
Pegang trakea dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan untuk mencegah
pergerakan trakea ke lateral pada waktu prosedur.
ü Tusuk kulit pada garis tengah midline dengan jarum ukuran 12G sampai 14G yang
telah dipasang pada semprit, langsung di atas membran krikoidea (yaitu midsagittal).
Insisi kecil dengan pisau ukuran 11 untuk mempermudah masuknya jarum melewati
kulit
ü Arahkan jarum dengan sudut 45 derajat, kea rah kaudal, sambil mengisap semprit
(memberikan tekanan negatif)

 
 

ü Dengan hati-hati, tusukan jarum melewati setengah bawah membrane krikoidea


sambil melakukan aspirasi waktu mendorong. Aspirasi udara menandakan masuknya
jarum ke dalam lumen trakea.
ü Lepas semprit dan Tarik stilet sambil dengan lembut mendorong kateter kearah bawah
ke posisinya dengan hati-hati untuk tidak melubangi dinding belakang trakea
ü Sambungkan selang oksigen pada ujung kateter yang diluar, dan plester kateter pada
leher pasien.
ü Perhatikan pengembangan paru dan lakukan auskultasi untuk mengetahui ventilasi
cukup.

Gambar 9. needle cricothyroidotomy


2. Surgical Cricothyroidotomy :
Teknik surgical crycothyroidotomy adalah sebagai berikut:3
ü Baringkan pasien dalam posisi supine dengan leher pada posisi netral
ü Palpasi cekungan tiroid (thyroid notch), sela krikotiroid, dan cekungan sternal (sternal
notch) untuk orientasi
ü Siapkan alat yang diperlukan
ü Persiapan lapangan bedah dan beri anestesi okal apabila pasien sadar
ü Stabilisasi kartilago tiroidea dengan tangan kiri dan pertahankan sampai trakea
diintubasi
ü Buat insisi kulit melintang (transversal) di atas membrane krikotiroidea, dan dengan
hati-hati iris melintang menembus membrane
ü Gunakan hemostat atau trakeal spander dan putar 90 derajat untuk membuka airway
ü Sisipkan pipa endotrakheal atau pipa trakeostomi dengan cuff dengan ukuran yang
sesuai (biasanya 5 atau 6) masuk ke irisan membrana, dengan mengarahkan pipa ke
dalam trakea sebelah distal
ü Kembangkan cuff dan ventilasi pasien

 
 

ü Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk mengetahui ventilasi yang
cukup
ü Plester pipa endotrakeal atau ikat pipa trakeostomi pada pasien untuk mencegah
tercabut.

Gambar 10. Surgical crycothyroidotomy

4.3. Indikasi
Indikasi dilakukanya tindakan krikotiroidotomi diantaranya:1,2
1. Krikotiroidotomi digunakan untuk memberi akses jalan napas darurat jika tindakan yang
lebih aman kurang invasive (intubasi oral atau nasotrakea) tidak dapat dilakukan atau
jika merupakan kontraindikasi
2. Untuk anak dibawah usia 12 tahun, krikotiroidotomi dengan jarum adalah pilihan bedah
jalan napas

4.4. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi pada tindakan krikotiroidotomi, yaitu:3
1. Absolut :
ü Jalan napas oral atau nasal dapat dilakukan
ü Cedera atau fraktur pada kartilago atau laring yang signifikan (trakeostomi merupakan
prosedur piliha)
ü Transeksi jalan napas parsial atau komplit

 
 

2. Relatif :
ü Massa, pembengkakan atau selulitis di leher
ü Hematoma leher
ü Koagulopati

4.5. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan krikotiroidotomi antara lain: gagal napas, perdarahan local
dan hematoma, emfisema subkutis, infeksi, perforasi esophageal, mediastinitis,
pneumotoraks, pneumomediastinum, trauma pita suara, trauma laring, trauma kelenjar
tiroid, trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus, stoma persisten, stenosis
subglotik.3

4.6. Alat-alat Utama


Alat yang digunakan:
1. Jarum 12 atau 14 G, 8,5 cm
2. Kateter jarum
3. Syringe 6-12 mL
4. Tabung oksigen
5. Cathether needle hub
6. Gloves

Gambar 14. Beberapa peralatan krikotiroidotomi12

 
 

5. NEEDLE THORACENTESIS
5.1. Prinsip Dasar
Needle thoracocentesis merupakan intervensi awal yang dilakukan terhadap pasien
dengan pneumothorax spontan primer. Intervensi ini merupakan intervensi langsung yang
diterima dalam kasus – kasus tension pneumothorax. Intervensi ini akan dilanjutkan
dengan pemeriksaan X- ray pada dada dan drainase pada bagian yang diberi intervensi. .9

5.2. Langkah Kerja


Langkah-langkah melakukan torakosentesis antara lain :3
1. Persiapan dengan memberi oksigen tambahan pada pasien dan posisikan pasien pada
posisi tegak (paling sering), lateral decubitus, atau terlentang. Kemudian susun peralatan
pada kain steril di atas Mayo stand (atau sejenis)

Gambar 11. Posisi-posisi torakosentesis

2. Identifikasi tempat torakosentesis. Pada pemeriksaan fisik, perkusi yang redup, bunyi
napas yang menurun, dan fremitus taktil berkurang mengidentifikasi batas superior efusi.
Pencitraan USG lebih akurat disbanding pemeriksaan fisik untuk menemukan efusi. Beri
tanda pada tempat insersi jarum 1 sampai 2 ruang kosta dibawah batas superior perfusi
3. Sterilisasi dan anestesi area. Sterilisasi area yang luas mengelilingi tempat insersi,
kemudian tutup area tersebut dengan kain steril. Lakukan teknik steril dari titik ini sampai
langkah berikutnya. Untuk mencapai anestesi local gunakan lidokain dengan epinefrin
(lidokain 1% adalah 10 mg/dl larutan). Biasanya, hanya diperlukan 5-10ml, suntik

 
 

jaringan subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 25) dan buat benjolan kecil
pada batas superior kosta yang dipilih pada garis aksilaris posterior atau midskapular.
4. Masukan terus jarum secara perlahan pada baguan superior kosta sambil menginfiltrasi
lidokain
5. Masukan terus jarum secara perlahan sampai cairan pleura teraspirasi. Tarik kembali
jarum 1-2 mm dan suntik2-4 ml lidokain untuk mengastesi pleura parietalis. Meski pleura
viseralis tidak diinervasi oleh serabut saraf nyeri, pleura parietalis sangat sensitif.
6. Insersi jarum. Buat insisi tusuk sejajar dengan kosta pada tempat yang ditandai untuk
mempermudah insersi jarum torakosentesis, lalu letakan semprit 60 ml pada jarum
berbungkus kateter. Masukan jarum torakosentesis, bevel diarahkan ke inferior, melalui
kulit pada kosta yang dipilih sambil mempertahankan tekanan negatif. Masukan terus
jarum melalui bagian superior kosta posterior, gunakan tekanan yang konstan dan aspirasi
ditemukan cairan pleura. Pada saat kateter masuk ruang pleura, sudut jarrum arahkan ke
kaudal dan dorong maju kateter melewati jarum ke dalam ruang pleura, dan oklusi lumen
kateter.

Gambar 12. Insersi jarum

7. Mengeluarkan cairan pleura. Pasang stopcock tiga jalur pada pusat kateter. Atur katup
stopcock untuk menyumbat sambungan kateter, letakkan semprit 60 ml pada satu
sambungan stopcock tiga jalur, lalu putar katup stopcock untuk menghubungkan smeprit

 
 

dengan kateter dan Tarik cairan dari ruang pleura. Putar katup stopcock untuk
menghubungkan semprit ke selang intravena dan kosongkan semprit ke dalam kantong
atau botol pengumpul.

Gambar 13. Stopcock pada torakosentesis


8. Pasca prosedur. Bila tidak ada lagi cairan yang dapat dikeluarkan, minta pasien untuk
mengeluarkan napas sambil penolong menarik keluar kateter. Tutup tempat insersi dengan
kasa steril atau perban adhesif plastik, kemudian kirim tabung spesimen dengan tutup
merah (untuk kultur dan pewarnaan Gram) dan tabung spesimen dengan tutup ungu
(untuk hitung jumlah sel) ke laboratorium.
9. Indikasi untuk foto rontgen dada adalah jika terdapat aspirasi udara, terapi radiasi dada
sebelumnya, torakosentesis sebelumnya, instabilitas hemodinamik, napas pendek selama
prosedur, banyak jarum yang telah disuntikan, atau untuk menilai parenkim paru (yaitu
mengevaluasi pneumonia atau keganasan).
10. Memantau pernapasan dan hemodinamik selama 1-2 jam sangat dianjurkan.
Petunjuk :
Pendekatan posterior paling sering dilakukan, caranya dengan identifikasi garis
midskapular dan tandai tempat torakosentesis satu sampai dua ruang kosta dibawah
bagian superior efusi. Pleksus neurovaskular interkosta brada di sepanjang bagian inferior
kosta. Oleh karena itum jarum harus dimasukan di sebelah superior. Tinggi
hemidiafragma berubah bersamaan dengan respirasi. Anda tidak boleh melakukan

 
 

torakosentesis dibawah ruang interkosta VIII, karena akan menimbulkan risiko cedera
pada limpa atau hepar1

5.3. Indikasi
Pengambilan cairan pleura pada torakosentesis berguna untuk analisis diagnostik,
selain itu torakosentesis juga diindikasikan sebagai terapeutik untuk meringankan distress
pernapasan yang disebabkan akumulasi cairan dalam ruang pleura.1 Penyakit yang
mengindikasikan dilakukan prosedur ini adalah pneumotoraks spontan primer dan tension
pneumothorax7Tension pneumothorax merupakan keadaan dimana meningkatnya pasokan
udara dalam rongga pleura yang biasanya disebabkan karena laserasi pada paru yang
menyebabkan udara masuk ke dalam paru namun tidak bisa keluar kembali. Tekanan
positif ventilasi bisa berkemungkinan menyebabkan buruknya efek ‘satu-jalur-katup’. 7
Peningkatan tekanan pada rongga pleura mendorong mediastiunum ke arah yang
berlawanan dengan hemithorax, dan obstruksi vena kembali ke jantung. Hal ini
menyebabkan ketidakstabilan sirkulasi dan menyebabkan bertahannya trauma yang
didapat. Tanda – tanda klasik pada tension pneumothorax adalah deviasi pada jalur trakea
dari samping dengan ketegangan, perluasan (hyper expanded) area dada, peningkatan
perkusi dada dan perluasan bidang dada yang sedikit bergerak saat respirasi.7 Tekanan
vena sentral biasanya meningkat, tapi akan normal atau rendah pada keadaan
hipovolemik. Akan tetapi tanda – tanda tersebut biasanya tidak muncul dan biasanya yang
terjadi pada pasien adalah takikardi, takipnea, dan hipoksia. Tanda – tanda ini diikuti oleh
kolaps sirkulasi dengan hipotensi dan trauma lanjutan dengan pulseless electrical activity
(PEA). Suara nafas dan perkusi suara thorax mungkin akan sulit diindentifikasi pada
bagian yang trauma. 7

5.4. Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolut dari pelaksanaan torakosentesis adalah :
ü pasien dengan pneumothorax
ü hemotoraks (torakostomi tube lebih tepat).
2. Kontraindikasi relatifnya antara lain :
ü Jumlah trombosit <50000

 
 

ü Waktu prothrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT) lebih dari dua kali
nilai normal
ü Infeksi kulit (missal herpes zozter)
ü Ventilasi mekanik (dapat mengubah pneumotoraks kecil menjadi tension
pneumotoraks)
ü Pasien yang tidak kooperatif atau agitatif
ü Efusi yang terletak kontralateral terhadap sisi pneumotoraks sebelumnya.1,2

5.5. Komplikasi
Komplikasi torakosentesis antara lain pneumotoraks, laserasi paru,
hemopneumotoraks, cedera intra-abdominal, robekan diafragmatik, hipotensi karena
pengambilan cairan dalam jumlah besar, perdarahan dinding dada dari arteria intercostalis
yang mengalami laserasi, edema paru re-ekspansi, terjadinya empiema.1

5.6. Alat-alat Utama13


Alat yang digunakan:
1. Luer-Lok
2. Over-the-needle catheter 5 cm
3. Dressing equipment
4. Underwater-seal device

Gambar 15 Beberapa peralatan needle thoracocentesis 13

 
 

6. TUBE THORACOTOMY
6.1. Prinsip Dasar
Tube Thoracotomy merupakan suatu tindakan/prosedur dalam menangani kondisi
patologis dalam rongga pleura (pneumonia atau kanker, yang menyebabkan cairan ekstra
untuk didalam rongga di sekitar paru – paru(efusi pleura). Tabung pada dada yang
mungkin bisa menyebabkn pendarahan di sekitar paru – paru (haematothoraks). Tube
thoracotomy yaitu menempatkan sebuah tabung plastik berongga antara tulang rusuk dan
dada untuk mengalirkan cairan atau udara dari sekitar paru – paru. Tabung ini juga sering
dihubungkan dengan mesin untuk membantu drainase. Tabung tetap di dada sampai
semua atau sebagian besar cairan/udara keluar, biasanya beberapa hari. Kadang obat –
obatan khusus juga diberikan melalui tabung ini. .9

6.2. Langkah Kerja


Langkah-langkah pemasangan torakostomi tube adalah:4
1. Oksigen nasal dan pemantauan pulse oximetry kontinu harus dilakukan
2. Jika pasien stabil, analgetik parenteral atau sedasi sadar harus diberikan
3. Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30-60 derajat
4. Lengan pasien pada sisi yang terkena ditempatkan di atas kepala pasien
5. Sterilisasi area tempat tube akan dimasukan dengan povidone-iodin atau larutan
klorheksidin

Gambar 13. Posisi pasien saat pemasangan torakostomi tube


6. Tutup area dengan duk steril
7. Lakukan anastesi lokal menggunakan sampai 5mg/kg lidokain 1% dengan epinefrin
(1:100.000)

 
 

8. Suntik area subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 25)

Gambar 14. Tindakan anastesi pada pemasangan torakostomi tube

9. Lakukan infiltrasi otot, periosteum dan pleura parietalis di tempat jalannya tube
menggunakan jarum berdiameter lebih besar
10. Dengan menggunakan pisau scalpel no.10, lakukan insisi transversa minimal 3-4 cm
melalui kulit dan jaringan subkutan
11. Satu metode untuk membuat insisi pada ruang interkosta yang lebih bawah daripada
tempat masuk dinding toraks, sehingga tube dapat “menembus” ke atas sampai ke kosta
berikutnya.

Gambar 15. Insisi pada ruang interkosta

12. Gunakan klem Kelly besar atau gunting (sering memerlukan kekuatan)
13. Jalur dibuat pada kosta dengan mendorong alat ke depan dalam keadaan tertutup
kemudian melebarkannya dan menutup kembali sehingga akan membuat titik yang lebih
lebar

 
 

14. Dorong melalui otot dan pleura parietalis dalam keadaan tertutup pada klem sampai
masuk rongga pleura
15. Letupan yang dapat diraba terasa bila pleura ditembus, dan dorongan udara atau cairan
seharusnya terjadi pada langkah ini.

Gambar 16. Klem Kelly dimasukan hingga mencapai pleura

16. Pada saat menembus pleura, masukan jari yang memakai sarung tangan ke dalam jalur
dinding dada untuk memastikan bahwa pleura telah ditembus dan tidak ada organ pada
atau massa di tempat tersebut
17. Jari tetap pada tempatnya untuk membantu sebagai penuntun insersi tube

Gambar 18. Finger sweep

18. Dianjurkan agar tube dipegang pada klem berlengkung besar dengan ujung tube
menonjol dari genggaman
19. Masukan tube ke dibawah atau disamping jari ke dalam ruang pleura
20. Tube dimasukan ke superior, medial dan posterior sampai terasa nyeri atau mengalami
hambatan, kemudian ditarik kembali 2-3 cm

 
 

21. Pastikan bahwa semua lubang pada tube dada berada dalam ruang pleura
22. Tutup saja insisi menggunakan benang nylon atau silk 0 atau 1, pertahankan agar
ujungnya panjang
23. Ujung-ujung jahitan disimpul dan diikat berulang-ulang di sekitar tube dada, kemudian
pastikan simpul kuat, jahitan diikat cukup kuat untuk melekukkan sedikit tube
torakostomi agar tidak lepas
24. Jahitan matras horizontal (atau Pure-string) dibuat kira-kira 1 cm menyilang insisi pada
setiap sisi tube , pada dasarnya mengelilingi tube . Jahitan ini membantu memfiksasi
tube dan bahkan membantu penutupan insisi ketika tube torakostomi diangkat.
25. Pasang pembalut oklusif dengan kassa petroleum di tempat tube masuk ke kulit,
kemudian tutup dengan dua atau lebih bantalan kassa. Perekat adhesif kain lebar dapat
digunakan untuk menahan tube agar lebih kencang dan tetap berada di tempatnya.

Petunjuk khusus :
Pemasangan torakostomi tube lebih sering dilakukan pada ruang interkosta IV atau V di
garis mid-aksilaris sampai anterior aksilaris tetapi mungkin saja di tempat-tempat lain.
Pembuluh darah dan saraf interkosta terletak di sepanjang tepi inferior setiap kosta
sehingga tube harus segera melewati permukaan superior kosta bawah.4

Gambar 13. Tempat pemasangan torakostomi

Konfirmasi
Indikator untuk pemasangan yang tepat antara lain kondensasi di dalam tube, gerakan
udara yang dapat di dengar bersamaan dengan respirasi, aliran bebas darah atau cairan,

 
 

kemampuan memutar tube secara bebas setelah insersi. Lekatkan tube pada water seal
yang telah dibuat sebelumnya lalu observasi gelembung dalam ruang water seal ketika
pasien batuk adalah cara yang baik untuk memeriksa patensi sistem. Selain itu bisa
dilakukan dengan foto rontgen dada.4

6.3. Indikasi
Torakostomi tube digunakan untuk mengevakuasi pengumpulan abnormal udara atau
cairan dan ruang pleura pada keadaan :
1. Pneumotoraks spontan dan atau tension,
2. Hematotoraks
3. Kilotoraks
4. Empiema
5. Drainase efusi pleura yang berulang
6. Pencegahan hidrotoraks setelah bedah kardiotoksik.4
7. Kondisi lain yaitu trauma dada dalam bentuk : penetrasi, efusi parapneumonia (jika sudah
kompleks), efusi pleura maligna, pleurodiesis recurrent malignant, pleurodiesis effusion,
fistula bronkopleural, dan kondisi hemodinamik yang tidak stabil. .9

6.4. Kontraindikasi
1. Torakostomi tube tidak boleh dilakukan pada pasien cedera yang tidak stabil.
2. Kontraindikasi relatifnya jika terdapat kelainan anatomi seperti adhesi pleura, bleb
emfisematosa, atau pembentukan jaringan parut serta koagulopati.4

6.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan torakostomi antara lain :
1. Hemotoraks
2. Edema paru,
3. Fistula bronkopleura,
4. Empiema,
5. Emfisema subkutan,

 
 

6. Infeksi,
7. Pneumotoraks kontralateral
8. Pemasangan tube subdiafragmatik
9. Perdarahan lokal.

Kesalahan yang sering terjadi pada pemasangan torakostomi adalah saat menggunakan anastesi
lokal tidak adekuat, membuat insisi kulit awal yang terlalu kecil, gagal memasukan tube cukup
jauh ke dalam ruang pleura, mengarahkan tube kearah mediastinum dapat menyebabkan
pneumotoraks kontralateral.4

6.6. Alat-alat Utama


Terdapat beberapa perlengkapan standar untuk melakukan torakostomi, meliputi:4
1. Larutan antiseptik, kain, dan penjepit kain
2. Lidokain 1% sebanyak 20 ml
3. Jarum ukuran 25, jarum ukuran 22, semprit 10 ml
4. Pisau scalpel no10 dengan pegangan, klem Kelly (dua buah), dan forceps
5. Pemilihan tube torakostomi: Trauma (No 36-40 French), non traumatic (No, 20-32
French), anak-anak (No.20-24 French), bayi (No.18 French).
6. Pleurivac (botol pengumpul, underwater seal, control penghisap)
7. Tabung penghubung

Gambar 13. Beberapa peralatan torakostomi tube

 
 

7. TRANSFUSI DARAH
7.1. Prinsip Dasar
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredarah darah
resipien. Darah dan berbagai komponen darah dapat ditransfusikan secara terpisah sesuai
kebutuhan. Darah tersusun dari berbagai komponen, antara lain eritrosit (red blood cells),
trombosit pekat (thrombocyte concentrate), kriopresipitat dan plasma segar beku (fresh
frozen plasma). Komponen darah yang ditransfusikan sesuai dengan yang diperlukan akan
mengurangi kemungkinan reaksi transfusi, circulatory overload, dan penularan infeksi
yang terjadi dibandingkan dengan transfusi darah lengkap.5
Komponen-Komponen:
1. Eritrosit.
Eritrosit tersedia dalam bentuk sel darah merah atau darah lengkap. Satu-satunya
indikasi pemberian eritrosit adalah untuk meningkatkan daya angkut oksigen pada
pasien-pasien anemia dan hipotensi ortostatik sekunder karena kehilangan darah.
Kemampuan daya angkut oksigen yang memadai dijumpai pada kebanyakan
perempuan dengan hemoglobin (Hb) 7g/dl, hematokrit (Ht) ±21% atau kurang, tetapi
bila isi intravascular menghasilkan perfusi yang cukup. Transfuse dengan sel darah
merah tetap dilakukan ketika tingat Hb adalah 7-10g/dl pada kondisi terjadi
perdarahan terus menerus, terdapat tanda-tanda penurunan daya angkut oksigen
selama pembedahan, menurunnya eritropoiesis atau kerika transfuse autologous akan
digunakan.6

Gambar 15. Whole blood9

 
 

Setiap unit sel darah merah (500ml) yang ditransfusi akan meningkatkan Hb ±  1g/dl
(dan meningkatkan Ht 1-3% pada seorang perempuan dengan berat badan 70kg.
Volume RBC yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus :6
(HCT yang diinginkan – HCT sekarang) x EBV
HCT RBC
ü Berisi 250 – 350 cc.9
ü Kadar Hb 12 g/dL, hematokrit 35% - 45%.9
ü Trombosit tak berfungsi, F V dan F VIII nihil.9
ü Suhu simpan 2oC – 6oC, 30 menit keluar dari penyimpanan harus ditransfusikan.9
ü Tidak steril, bisa menularkan hepatitis B dan C, HIV, Sifilis, dan malaria. .9
ü Indikasi : perdarahan akut+hipovolemia, transfusi tukar.9
ü Kontraindikasi : anemia kronik, gagal jantung insipien.9
ü Dilarang memasukkan apapun kecuali saline.9
ü Batas waktu transfusi 4 jam.9
2. Packed Red Cell (PRC) .9
ü Volume 150 – 250 ml
ü Kadar Hb 20 g/dL, hematokrit 55% - 75%
ü Penyimpanan dan resiko infeksi = darah penuh
ü Indikasi : Menambah eritrosit pada anemia kronik dan perdrahan akut setelah
resusitasi dengan cairan kristaloid atau koloid.
3. Trombosit Pekat.
Transfusi trombosit yang bersifat profilaksis bisa diberikan untuk perempuan dengan
trombosit kurang daro 20.000/mm3, transfuse juga diberikan untuk trombosit 10.000-
50.000 mm3 dengan kondisi; tindakan bedah berencana, terjadi perdarahan aktif atau
untuk mengantisipasi transfuse massif, ketika jumlah trombosit lebih besar dari
50.000 mm3 dan tindakan bedah berencana,, transfuse profilaksis menjadi tidak
bermanfaat, kecuali jika ada perdarahan sistemik atau perdarahan karena gangguan
pembekuan darah, sepsis atau kelainan fungsi trombosit yang berhubungan dengan
obat atau penyakit. Satu unit trombosit pekat biasanya akan meningkatkan jumlah
trombosit sekitar 10.000 mm3. Peningkatan akan lebih kecil jika pasien disseminated

 
 

intravascular coagulation, penyakit kulit thrombocytopenic thrombotic, sepsis,


hypersplenism, atau adanya antibody anti-platelet.6

Gambar 15. Trombosit pekat9


4. Plasma Segar Beku.
Hanya dapat diberikan ketika pasien sudah menunjukan kekurangan faktor
pembekuan atau ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak tersedia. Plasma
segar beku disiapkan dalam volume 200-250ml, tiap unit akan meningkatkan setiap
faktor pembekuan sebanyak 2-3%.6

 
 

Gambar 15. Plasma segar beku9


ü Plasma berusia ≤ 6 jam dari penyadapan darah, dibekukan pada ≤ - 25oC sampai 1
tahun, volume 150 ml.9
ü Faktor pembekuan, albumin dan imunoglobulin stabil. Sekali mencair tidak bisa
disimpan lagi, disuhu kamar > 6 jam rusak. .9
ü Indikasi : perdarahan karena kurang faktor pembekuan multipel (penyakit liver/sirosis,
overdosis warfarin, transfusi warfarin, DIC, dan TTP) .9
ü Dosis 15ml/kgBB, golongan darah FFP dan resipien harus sama, tidak perlu
crossmatch.9
ü Setelah mencair dalam 30 menit harus sudah diinfuskan.9
ü Infus 1 kantong FFP selesai dalam 20 menit.9

5. Kriopresipitat.
Kriopresipitat didapat dari plasma segar beku yang dikonsentrasikan ke dalam suatu
volume 10-15ml. presipitat tersebut terdiri atas faktor-faktor VIII, von Willebrand,
fibrinogen, XIII dan fibronektin, digunakan untuk mengobati kekurangan akan salah
satu faktor tersebut. Satu unit akan dapat menaikan fibrinogen 8 mg/dl.6

 
 

Gambar 15. Kriopresipitat9


ü Volume 10 – 20 ml/unit.9
ü Isi F VIII : 80 – 100 IU dan fibrinogen 150 – 300 mg.9
ü Suhu ≤ - 250C sampai 1 tahun.9
ü Indikasi pada perdarahan karena defisiensi F VIII: Von Willebrand disease, Hemofilia
A, dan DIC.9
ü Golongan darah donor dan resipien harus sama, tidak perlu crossmatch.9
ü Dosis 1 kantong/ 1 – 6 kgBB tergantung berat perdarahan.9
ü Setelah mencair segera infuskan dengan transfusion set baru, selesai 20
menit/kantong.9
ü Bila kantong kosong, bilas dengan aline 10 – 20 cc, kocok dan infuskan lagi. .9

Gambar 15. Tempat penyimpanan darah


Merupakan prosedur umum dimana darah akan diberikan ke resipien melalui intravena
(IV) pada salah satu pembuluh darah pasien. Transfusi darah dilakukan untuk
menggantikan darah yang hilang selama operasi atau karena cedera serius. Tranfusi juga
 
 

dilakukan bila tubuh tidak dapat memproduksi darah dengan baik karena suatu penyakit
tertentu. Selama tranfusi darah, jarum kecil yang digunakan untuk memasukkan infus ke
dalam pembuluh darah. Melalui jalur ini, pasien akan menerima darah yang sehat.
Prosedur ini biasanya memakan waktu sekita 1 – 4 jam, tergantung jumlah darah yang
dibutuhkan. .9
Setiap orang memiliki salah satu jenis darah (A, B, AB, atau O). Serta darah setiap orang
memiliki rhesus positif atau negatif. Darah yang digunakan dalam transfusi harus bisa
bekerja sama dengan golongan darah pasien/resipien. Bila tidak, antibodi (protein) dalam
darah yang baru ditransfusikan akan membuat resipien sakit.9

7.2. Langkah Kerja


Prosedur tindakan transfuse darah antara lain:8
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi darah
4. Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi
darah
6. Memeriksa identifikasi kebenaran produk darah: periksa kompatibilitas dalam kantong
darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluwarsanya, dan
periksa adanya bekuan
7. Buka set pemberian darah
1. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
2. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off
8. Cara transfusi darah dengan slang 'Y' :
ü Tusuk kantong NaCl 0,9%
ü Isi slang dengan NaCl 0,9%
ü Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
ü Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
ü Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi sebagian)
ü Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%

 
 

ü Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-selnya tercampur. Kemudian


tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang
dan filter terisi darah
9. Cara transfusi darah dengan slang tunggal :
ü Tusuk kantong darah
ü Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi sebagian
ü Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
10. Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
11. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan tiap
15 menit selama 1 jam berikutnya
12. Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
13. Catat type, jumlah dan komponen darah yang di berikan
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

7.3. Indikasi
Indikasi dilakukan tranfusi darah jika terdapat kondisi anemia pada perdarahan
akut setelah didahului penggantian volume cairan, atau anemia kronis jika Hb tidak dapat
ditingkatkan dengan cara lain, gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen,
plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberkan plasma substitute atau
larutan albumin.5
Tabel 1. Petunjuk Pemberian Berbagai Produk Darah6
Produk Kandungan Indikasi yang tepat Indikasi yang tidak
tepat
Sel darah merah Sel darah merah • Meningkatkan daya • Meningkatkan
angkut oksigen pada penyembuhan luka
perempuan dengan • Memperbaiki
anemia kesehatan umum
• Untuk hipotensi
ortostatik sekunder
karena kehilangan darah

 
 

Trombosit pekat Trombosit • Untuk mengontrol atau • Pada pasien dengan


mencegah perdarahan immune
yang terkait dengan thrombocytopenic
penurunan jumlah atau purpura (kecuali
fungsi trombosit perdarahan yang
mengancam jiwa)
• Profilaksis pada
transfusi masif
Plasma segar Plasma, faktor- • Untuk meningkatkan • Untuk menambah
beku faktor pembekuan jumlah faktor volume
pembekuan pada pasien intravascular
yang menunjukan • Sebagai nutrisi
kekurangan tambahan
• Profilaksis pada
transfusi masif
Kriopresipitat Faktor I, V, VIII, • Untuk meningkatkan • Profilaksis pada
XIII, faktor von jumlah faktor transfusi masif
Willebrand, pembekuan pasien
fibronectin kekurangan
fibrinogen, faktor VIII,
XIII, fibronectin atau
von Willebrand

Syarat Menjadi Pendonor:


Syarat untuk menjadi pendonor yakni berusia 18-65 tahun, berat badan minimal 50kg, suhu
badan tidak >370C, denyut nadi regular, jantung normal, frekuensi 50-100x/menit, tekanan
darah sistolik tidak >180mmHg, diastolic >100mmHg, Hb minimal untuk pria 13,5gr/dl,
wanita 12,5 gr/dl, frekuensi pendonor 2-3 kali setahun, volume pendonor tidak melebihi 13%
dari volume darah untuk mencegah reaksi vasovagal.8

 
 

7.4. Kontraindikasi
Transfusi darah sebaiknya jangan dilakukan jika pendonor mengidap suatu infeksi,
atau transfuse darah dengan golongan darah yang berbeda.6

7.5. Komplikasi 15
1. Hipotermia
2. Koagulopati dilusi
3. Trombositopenia
4. Abnormalitas elektrolit (pada transfusi darah masif)
a. Hipokalsemia
b. Hipomagnesemia
c. Hiperkalemia
d. Asidosis metabolik
e. Alkalosis metabolik

7.6. Alat-alat Utama


Alat dan bahan-bahan yang diperlukan saat melakukan transfuse darah adalah:7
1. Standar Infus 7. Kapas alkohol
2. Set Transfusi (Tranfusi Set) 8. Plester
3. Botol berisi NaCl 0,9% 9. Gunting
4. Produk darah yang benar sesuai 10. Kassa steril
program medis 11. Betadine
5. Pengalas 12. Sarung tangan
6. Torniket

 
 

Gambar 15 Transfusion set16

 
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Shah K, Mason C. 2013. Prosedur Penting Dalam Kedaruratan. Jakarta: EGC


2. John A Boswick. 2012. Perawatan Gawat Darurat: EGC
3. Walls RM, Murphy MF, Luten RC, et al. 2004. Manual of Emergency Airway Management.2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins
4. Kirsch TD, Mulligan JP. 2004 Tube Thoracostomy. In: Roberts JR, Hedges JR. Clinical
Procedures in Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins
5. Bermawi H. 2010. Transfusi Darah dan Komponen Darah. In: MS Kosim, et al. Buku Ajar
Neonatologi: Ikatan Dokter Anak Indonesial, p.285
6. Chandra S. 2011. Transfusi Darah dan Infus Cairan. In: LT. Rachimhadhi, G.H Wiknjosastro &
A.B Saifuddin. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p.420
7. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008. Advanced Trauma Life Support for
Doctors. 88th ed. United States of America
8. Kusmiati, Yuni, SST. 2009. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
9. PTBMMKI Diklat Kurikulum. 2015. Buku Diklat Kurikulum.
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3704966/ diakses pada Jumat, 23 Desember 2016
pukul 23.43 WIB.
11. Garden O James, dkk. 2012. Principle and Practice of Surgery. Elsevier Health Sciences.
12. https://calsprogram.org/manual/volume2/Section5_AirwaySkills/14-
AirSk13Cricothyrotomy13.html diakses pada Jumat, 23 Desember 2016 pukul 23.59 WIB.
13. American College of Surgeons. 2012. Advances Trauma Life Support: Student Course Manual
9ed. USA: Bern Convention and The Uniform Copyright Convention.
14. https://calsprogram.org/manual/volume2/Section6_BreathingSkills/BrSkGraphics/6_bs_5B.jpg
diakses pada Sabtu, 24 Desember 2016 pukul 00.14 WIB.
15. Tisherman, Samuel A, dkk. 2013. Trauma Intensive Care. USA: OUP USA.
16. http://www.chinookmed.com/mas_assets/zoom/01370.jpg diakses pada Sabtu, 24 Desember 2016
pukul 00.29 WIB.

 
 

Anda mungkin juga menyukai