Atls PDF
Atls PDF
PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai
ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakam operasi
dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut, dalam melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan
terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit
lainnya.1
ATLS atau Advance Trauma Life Support (Bantuan Hidup Tingkat Lanjut) merupakan
bagian dari ilmu medis yang khusus membahas tentang masalah trauma yang bersifat gawat
darurat. Trauma yang bersifat gawat darurat disini, secara khusus dikerucutkan pada kondisi-
kondisi kecelakaan atau disaster (bencana).1
1. INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1.1. Prinsip Dasar
Ventilasi melalui pipa endotracheal (ET) merupakan cara yang sangan efektif untuk
menjaga jalan nafas. Pemasangan intubasi endotrakheal, pemberian ventilasi dan
oksigenasi lebih terjamin dan kemungkinan aspirasi cairan lambung lebih kecil.1
Merupakan prosedur medis di mana sebuah tabung dimasukkan ke dalam tenggorokan
(trakea) melalui mulut atau hidung. Bila keadaan darurat akan dimasukkan melalui mulut.
Walaupun pasien sadar atau tidak, pemberian obat untuk mempermudah prosedur ini akan
tetap dilakukan. Setelah prosedur ini dilakukan, bila pasien sadar dokter akan memberi
obat untuk mengurangi kecemasan atau ketidaknyamanan.9
1. Memeriksa alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa
endotrakheal (ET) yang sesuai ukuran. Siapkan dua tube endotracheal, 7,5 atau 8 dan 7,0.
Tube yang lebih besar sesuai untuk sebagian besar laki-laki, tube yang lebih kecil untuk
sebagian besar perempuan dewasa. Masukan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada
penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stiler dan cek fungsi
balon dengan mengembangkan dengan udara 10ml. jika fungsi baik, kempiskan balon.
Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
2. Meletakan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan
kepala sedikit ekstensi (jika kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan)
3. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan
benzokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anastesi dalam.
4. Melakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan FiO2 100%
5. Membuka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
6. Memasukan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan
lidah ke kiri. Masukan bila sedikit demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar
lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit antara bilah dan gigi pasien
7. Mengangkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40 sejajar aksis
pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
8. Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan/posisi laringoskop dengan menggunakan
kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke
faring sampai bagian proksimal dari cuff pipa ET melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada
orang dewasa atau kedalaman pipa ET ± 19-23 cm
9. Mengangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara menggunakan spuit
10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
10. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan
auskultasi, pertama pada lambung, kemudian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada
11. Melakukan fiksasi pipa dan plester agar tidak terdorong atau tercabut
12. Melakukan ventilasi terus dengan oksigen 100% (aliran 12-15L/menit)
13. Merapikan alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan.
14. Mencuci tangan sesuai standar 7 langkah.
1.3. Indikasi
Indikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1,9
1. Hilangnya refleks pernapasan (cedera serebrovaskuler, kelebihan dosis obat)
2. Obstruksi jalan napas besar (epiglotis, korpus alienum, paralisis pita suara) baik secara
anatomis maupun fungsional
3. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
4. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau
pada keadaan dimana potensial terjadi kegawatan napas dalam proses transportasi pasien)
5. Membuka jalan napas untuk memberikan oksigen, obat – obatan atau anastesi
6. Bantuan pernapasan karena penyakit tertentu (pneumonia, emfisema, gagal jantung, kolaps
paru – paru)
7. Menghilangkan sumbatan pada jalan napas
8. Melindungi paru – paru pada pasien yang tidak bisa melindungi jalan napas (overdosis,
stroke, perdarahan masif dari esofagus atau perut)
1.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan intubasi endotrakeal antara lain:1
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal, sehingga
sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
1.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:1
1. Pemasangan tube yang tidak tepat.
Intubasi salah satu cabang utama paru, atasi dengan tarik kembali tube endotrakeal untuk
mengembangkan kedua paru. Intubasi esophageal atasi dengan keluarkan tube
endotrakeal
2. Gigi patah, perdarahan sekunder yang berlebihan akibat kerusakan mukosa
3. Pneumotoraks dan pneumomediastinum
4. Disritmia jantung
6. Guedel disisipkan ke dalam mulut pasien secara terbalik (upside down), sehingga bagian
yag cekung mengarah ke kranial, sampai di daerah palatum molle
7. Pada titik ini, alat kemudian di putar 180 derajat
8. Memastikan alat telah terpasang dengan benar
9. Evaluasi status pernapasan pasien
2.3. Indikasi
Indikasi pemasangan oro-pharyngeal airway antara lain:2
1. Pasien tidak sadar (GCS ≤ 8), untuk mecegah agar lidah tidak jatuh ke belakang faring dan
menutupi jalan napas.
2. Tindakan profilaksis, untuk mecegah gigitan korban yang dilakukan pemasangan intubasi
3. Pada keadaan yang memerlukan kontrol definitif jalan napas (pada yang sedang mendapat
anastesi umum) .9
4. Pasien sakit kritis dengan penyakit multisistem/ cedera.9
5. Keadaan darurat (masalah pada jantung/pernapasan, gagal melindungi jalan napas dari
aspirasi, oksigenasi tidak memadai, dan berkemungkinan obstruksi saluran napas.9
2.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan guedel atau oro-faringeal tube adalah:1,2
1. Pasien sadar atau semi sadar, karena dapat merangsang muntah, spasme laring
2. Hati-hati pada pasien dengan trauma oral
3. Transeksi parsial trakea.9
2.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi saat pemasangan guedel meliputi:1
1. Trauma mulut, gigi, lidah dan mukosa mulut
2. Muntah atau aspirasi
3. Obstruksi jalan napas.9
4. Laringospasme (bila pemilihan ukuran OPA tidak tepat) .9
5. Muntah.9
6. Aspirasi.9
3. SUCTIONING
3.1. Prinsip Dasar
Suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via
mulut, nasofaring atau trakeal.1
Saluran napas bagian atas menghangatkan, membersihkan, dan melembabkan udara
yang kita hirup. Dengan pemasangan tabung, udara yang bergerak melalui tabung lebih
dingin, lebih kering, dan tidak bersih. Dalam menghadapi perubahan ini, tubuh
memproduksi lendir lebih banyak. Penyedotan yang bisa dilakukan membersihkan lebidr
dari tabung trakeostomi dan sangat penting untuk pernapasan yang tepa. Serta sekresi
yang tersisa ditabung bisa jadi terkontaminasi dan infeksi dinding dada bisa terjadi.
Hindari penyedotan yang terlalu sering karena bisa menyebabkan sekresi lebih banyak
menumpuk. .9
7. Gunakan tangan yang telah menggunakan sarung tangan, sambungkan katerter ke mesin
penghisap.
8. Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
9. Pada penghisapan orofaringeal, dengan perlahan masukan kateter ke dalam satu sisi mulut
klaen dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan penghisapan selama pemasangan. Pada
penghisapan sekret nasofaringeal, dengan perlahan masukan kateter kesalah satu lubang
hidung. Arahkan kearah medial sepanjang dasar rongga hidung. Jangan dorong paksa
kateter. Bila lubang hidung yang satu tidak paten, coba hidung yang lain. Jangan lakukan
penghisapan selama pemasangan.
10. Sumbat port penghisap dengan ibujari anda. Dengan perlahan rotasi kateter saat anda
menariknya. Keseluruhan proses prosedur tidak boleh dari 15 detik. Sumbatan pada port
pnghisap mengaktifkan tekanan penghisap. Penghisap dilakukan secara intermiten saat
kateter di tarik. Rotasi mngangkat sekret dari permukaan jalan nafas dan mncegah trauma
dari tekanan penghisap pada satu area. CATATAN: penghisapan juga mumbuang udara.
Suplay oksigen klien dapat sangat berkurang bila prosedur berlangsung lebih dari 15 detik.
11. Memastikan patensi jalan napas
12. Mematikan mesin penghisap
13. Buang kateter dengan membungkusnya dalam tangan anda yang menggunakan sarung dan
lepaskan sarung untuk membungkus kateter.
14. Cuci tangan
3.3. Indikasi
Indikasi tindakan suction antara lain:1
1. Pasien tidak mampu membersihkan secret dan mengeluarkan atau menelan
2. Pasien kurang responsif atau koma yang memerlukan pembuangan sekret oral
3. Pasien tidak bisa batuk karena kelumpuhan otot pernapasan
3.4. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari tindakan suctioning antara lain:1,2
1. Pasien dengan stridor
2. Pulmonary edema
3. Post pneumonectomy
3.5. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan suctioning diantaranya:1
1. Kerusakan mukosa oral atau tracheal
2. Infeksi (pasien/petugas)
3. Perdarahan
4. KRIKOTIROIDOTOMI
4.1. Prinsip Dasar
Merupakan protokol manajemen terakhir yang perlu dilakukan tenaga medis ketika
pasien tidak memungkinkan untuk diintubasi atau diventilasi di mana situasi akan fatal
jika tidak segera dibuat jalan napas yang aman.10
Tindakan ini dilakukan dengan prinsip membuat insisi melewati membran krikotiroid
lalu diinsersi tabung trakeostomi. Pada anak perlu pengawasan lebih lanjut karena
berisiko merusak kartilago krikotiroid yang mana merupakan satu-satunya penunjang
sirkumferensia untuk trakea bagian atas sehingga tidak direkomendasikan untuk anak di
bawah 12 tahun.11
ü Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk mengetahui ventilasi yang
cukup
ü Plester pipa endotrakeal atau ikat pipa trakeostomi pada pasien untuk mencegah
tercabut.
4.3. Indikasi
Indikasi dilakukanya tindakan krikotiroidotomi diantaranya:1,2
1. Krikotiroidotomi digunakan untuk memberi akses jalan napas darurat jika tindakan yang
lebih aman kurang invasive (intubasi oral atau nasotrakea) tidak dapat dilakukan atau
jika merupakan kontraindikasi
2. Untuk anak dibawah usia 12 tahun, krikotiroidotomi dengan jarum adalah pilihan bedah
jalan napas
4.4. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi pada tindakan krikotiroidotomi, yaitu:3
1. Absolut :
ü Jalan napas oral atau nasal dapat dilakukan
ü Cedera atau fraktur pada kartilago atau laring yang signifikan (trakeostomi merupakan
prosedur piliha)
ü Transeksi jalan napas parsial atau komplit
2. Relatif :
ü Massa, pembengkakan atau selulitis di leher
ü Hematoma leher
ü Koagulopati
4.5. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan krikotiroidotomi antara lain: gagal napas, perdarahan local
dan hematoma, emfisema subkutis, infeksi, perforasi esophageal, mediastinitis,
pneumotoraks, pneumomediastinum, trauma pita suara, trauma laring, trauma kelenjar
tiroid, trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus, stoma persisten, stenosis
subglotik.3
5. NEEDLE THORACENTESIS
5.1. Prinsip Dasar
Needle thoracocentesis merupakan intervensi awal yang dilakukan terhadap pasien
dengan pneumothorax spontan primer. Intervensi ini merupakan intervensi langsung yang
diterima dalam kasus – kasus tension pneumothorax. Intervensi ini akan dilanjutkan
dengan pemeriksaan X- ray pada dada dan drainase pada bagian yang diberi intervensi. .9
2. Identifikasi tempat torakosentesis. Pada pemeriksaan fisik, perkusi yang redup, bunyi
napas yang menurun, dan fremitus taktil berkurang mengidentifikasi batas superior efusi.
Pencitraan USG lebih akurat disbanding pemeriksaan fisik untuk menemukan efusi. Beri
tanda pada tempat insersi jarum 1 sampai 2 ruang kosta dibawah batas superior perfusi
3. Sterilisasi dan anestesi area. Sterilisasi area yang luas mengelilingi tempat insersi,
kemudian tutup area tersebut dengan kain steril. Lakukan teknik steril dari titik ini sampai
langkah berikutnya. Untuk mencapai anestesi local gunakan lidokain dengan epinefrin
(lidokain 1% adalah 10 mg/dl larutan). Biasanya, hanya diperlukan 5-10ml, suntik
jaringan subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 25) dan buat benjolan kecil
pada batas superior kosta yang dipilih pada garis aksilaris posterior atau midskapular.
4. Masukan terus jarum secara perlahan pada baguan superior kosta sambil menginfiltrasi
lidokain
5. Masukan terus jarum secara perlahan sampai cairan pleura teraspirasi. Tarik kembali
jarum 1-2 mm dan suntik2-4 ml lidokain untuk mengastesi pleura parietalis. Meski pleura
viseralis tidak diinervasi oleh serabut saraf nyeri, pleura parietalis sangat sensitif.
6. Insersi jarum. Buat insisi tusuk sejajar dengan kosta pada tempat yang ditandai untuk
mempermudah insersi jarum torakosentesis, lalu letakan semprit 60 ml pada jarum
berbungkus kateter. Masukan jarum torakosentesis, bevel diarahkan ke inferior, melalui
kulit pada kosta yang dipilih sambil mempertahankan tekanan negatif. Masukan terus
jarum melalui bagian superior kosta posterior, gunakan tekanan yang konstan dan aspirasi
ditemukan cairan pleura. Pada saat kateter masuk ruang pleura, sudut jarrum arahkan ke
kaudal dan dorong maju kateter melewati jarum ke dalam ruang pleura, dan oklusi lumen
kateter.
7. Mengeluarkan cairan pleura. Pasang stopcock tiga jalur pada pusat kateter. Atur katup
stopcock untuk menyumbat sambungan kateter, letakkan semprit 60 ml pada satu
sambungan stopcock tiga jalur, lalu putar katup stopcock untuk menghubungkan smeprit
dengan kateter dan Tarik cairan dari ruang pleura. Putar katup stopcock untuk
menghubungkan semprit ke selang intravena dan kosongkan semprit ke dalam kantong
atau botol pengumpul.
torakosentesis dibawah ruang interkosta VIII, karena akan menimbulkan risiko cedera
pada limpa atau hepar1
5.3. Indikasi
Pengambilan cairan pleura pada torakosentesis berguna untuk analisis diagnostik,
selain itu torakosentesis juga diindikasikan sebagai terapeutik untuk meringankan distress
pernapasan yang disebabkan akumulasi cairan dalam ruang pleura.1 Penyakit yang
mengindikasikan dilakukan prosedur ini adalah pneumotoraks spontan primer dan tension
pneumothorax7Tension pneumothorax merupakan keadaan dimana meningkatnya pasokan
udara dalam rongga pleura yang biasanya disebabkan karena laserasi pada paru yang
menyebabkan udara masuk ke dalam paru namun tidak bisa keluar kembali. Tekanan
positif ventilasi bisa berkemungkinan menyebabkan buruknya efek ‘satu-jalur-katup’. 7
Peningkatan tekanan pada rongga pleura mendorong mediastiunum ke arah yang
berlawanan dengan hemithorax, dan obstruksi vena kembali ke jantung. Hal ini
menyebabkan ketidakstabilan sirkulasi dan menyebabkan bertahannya trauma yang
didapat. Tanda – tanda klasik pada tension pneumothorax adalah deviasi pada jalur trakea
dari samping dengan ketegangan, perluasan (hyper expanded) area dada, peningkatan
perkusi dada dan perluasan bidang dada yang sedikit bergerak saat respirasi.7 Tekanan
vena sentral biasanya meningkat, tapi akan normal atau rendah pada keadaan
hipovolemik. Akan tetapi tanda – tanda tersebut biasanya tidak muncul dan biasanya yang
terjadi pada pasien adalah takikardi, takipnea, dan hipoksia. Tanda – tanda ini diikuti oleh
kolaps sirkulasi dengan hipotensi dan trauma lanjutan dengan pulseless electrical activity
(PEA). Suara nafas dan perkusi suara thorax mungkin akan sulit diindentifikasi pada
bagian yang trauma. 7
5.4. Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolut dari pelaksanaan torakosentesis adalah :
ü pasien dengan pneumothorax
ü hemotoraks (torakostomi tube lebih tepat).
2. Kontraindikasi relatifnya antara lain :
ü Jumlah trombosit <50000
ü Waktu prothrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT) lebih dari dua kali
nilai normal
ü Infeksi kulit (missal herpes zozter)
ü Ventilasi mekanik (dapat mengubah pneumotoraks kecil menjadi tension
pneumotoraks)
ü Pasien yang tidak kooperatif atau agitatif
ü Efusi yang terletak kontralateral terhadap sisi pneumotoraks sebelumnya.1,2
5.5. Komplikasi
Komplikasi torakosentesis antara lain pneumotoraks, laserasi paru,
hemopneumotoraks, cedera intra-abdominal, robekan diafragmatik, hipotensi karena
pengambilan cairan dalam jumlah besar, perdarahan dinding dada dari arteria intercostalis
yang mengalami laserasi, edema paru re-ekspansi, terjadinya empiema.1
6. TUBE THORACOTOMY
6.1. Prinsip Dasar
Tube Thoracotomy merupakan suatu tindakan/prosedur dalam menangani kondisi
patologis dalam rongga pleura (pneumonia atau kanker, yang menyebabkan cairan ekstra
untuk didalam rongga di sekitar paru – paru(efusi pleura). Tabung pada dada yang
mungkin bisa menyebabkn pendarahan di sekitar paru – paru (haematothoraks). Tube
thoracotomy yaitu menempatkan sebuah tabung plastik berongga antara tulang rusuk dan
dada untuk mengalirkan cairan atau udara dari sekitar paru – paru. Tabung ini juga sering
dihubungkan dengan mesin untuk membantu drainase. Tabung tetap di dada sampai
semua atau sebagian besar cairan/udara keluar, biasanya beberapa hari. Kadang obat –
obatan khusus juga diberikan melalui tabung ini. .9
9. Lakukan infiltrasi otot, periosteum dan pleura parietalis di tempat jalannya tube
menggunakan jarum berdiameter lebih besar
10. Dengan menggunakan pisau scalpel no.10, lakukan insisi transversa minimal 3-4 cm
melalui kulit dan jaringan subkutan
11. Satu metode untuk membuat insisi pada ruang interkosta yang lebih bawah daripada
tempat masuk dinding toraks, sehingga tube dapat “menembus” ke atas sampai ke kosta
berikutnya.
12. Gunakan klem Kelly besar atau gunting (sering memerlukan kekuatan)
13. Jalur dibuat pada kosta dengan mendorong alat ke depan dalam keadaan tertutup
kemudian melebarkannya dan menutup kembali sehingga akan membuat titik yang lebih
lebar
14. Dorong melalui otot dan pleura parietalis dalam keadaan tertutup pada klem sampai
masuk rongga pleura
15. Letupan yang dapat diraba terasa bila pleura ditembus, dan dorongan udara atau cairan
seharusnya terjadi pada langkah ini.
16. Pada saat menembus pleura, masukan jari yang memakai sarung tangan ke dalam jalur
dinding dada untuk memastikan bahwa pleura telah ditembus dan tidak ada organ pada
atau massa di tempat tersebut
17. Jari tetap pada tempatnya untuk membantu sebagai penuntun insersi tube
18. Dianjurkan agar tube dipegang pada klem berlengkung besar dengan ujung tube
menonjol dari genggaman
19. Masukan tube ke dibawah atau disamping jari ke dalam ruang pleura
20. Tube dimasukan ke superior, medial dan posterior sampai terasa nyeri atau mengalami
hambatan, kemudian ditarik kembali 2-3 cm
21. Pastikan bahwa semua lubang pada tube dada berada dalam ruang pleura
22. Tutup saja insisi menggunakan benang nylon atau silk 0 atau 1, pertahankan agar
ujungnya panjang
23. Ujung-ujung jahitan disimpul dan diikat berulang-ulang di sekitar tube dada, kemudian
pastikan simpul kuat, jahitan diikat cukup kuat untuk melekukkan sedikit tube
torakostomi agar tidak lepas
24. Jahitan matras horizontal (atau Pure-string) dibuat kira-kira 1 cm menyilang insisi pada
setiap sisi tube , pada dasarnya mengelilingi tube . Jahitan ini membantu memfiksasi
tube dan bahkan membantu penutupan insisi ketika tube torakostomi diangkat.
25. Pasang pembalut oklusif dengan kassa petroleum di tempat tube masuk ke kulit,
kemudian tutup dengan dua atau lebih bantalan kassa. Perekat adhesif kain lebar dapat
digunakan untuk menahan tube agar lebih kencang dan tetap berada di tempatnya.
Petunjuk khusus :
Pemasangan torakostomi tube lebih sering dilakukan pada ruang interkosta IV atau V di
garis mid-aksilaris sampai anterior aksilaris tetapi mungkin saja di tempat-tempat lain.
Pembuluh darah dan saraf interkosta terletak di sepanjang tepi inferior setiap kosta
sehingga tube harus segera melewati permukaan superior kosta bawah.4
Konfirmasi
Indikator untuk pemasangan yang tepat antara lain kondensasi di dalam tube, gerakan
udara yang dapat di dengar bersamaan dengan respirasi, aliran bebas darah atau cairan,
kemampuan memutar tube secara bebas setelah insersi. Lekatkan tube pada water seal
yang telah dibuat sebelumnya lalu observasi gelembung dalam ruang water seal ketika
pasien batuk adalah cara yang baik untuk memeriksa patensi sistem. Selain itu bisa
dilakukan dengan foto rontgen dada.4
6.3. Indikasi
Torakostomi tube digunakan untuk mengevakuasi pengumpulan abnormal udara atau
cairan dan ruang pleura pada keadaan :
1. Pneumotoraks spontan dan atau tension,
2. Hematotoraks
3. Kilotoraks
4. Empiema
5. Drainase efusi pleura yang berulang
6. Pencegahan hidrotoraks setelah bedah kardiotoksik.4
7. Kondisi lain yaitu trauma dada dalam bentuk : penetrasi, efusi parapneumonia (jika sudah
kompleks), efusi pleura maligna, pleurodiesis recurrent malignant, pleurodiesis effusion,
fistula bronkopleural, dan kondisi hemodinamik yang tidak stabil. .9
6.4. Kontraindikasi
1. Torakostomi tube tidak boleh dilakukan pada pasien cedera yang tidak stabil.
2. Kontraindikasi relatifnya jika terdapat kelainan anatomi seperti adhesi pleura, bleb
emfisematosa, atau pembentukan jaringan parut serta koagulopati.4
6.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan torakostomi antara lain :
1. Hemotoraks
2. Edema paru,
3. Fistula bronkopleura,
4. Empiema,
5. Emfisema subkutan,
6. Infeksi,
7. Pneumotoraks kontralateral
8. Pemasangan tube subdiafragmatik
9. Perdarahan lokal.
Kesalahan yang sering terjadi pada pemasangan torakostomi adalah saat menggunakan anastesi
lokal tidak adekuat, membuat insisi kulit awal yang terlalu kecil, gagal memasukan tube cukup
jauh ke dalam ruang pleura, mengarahkan tube kearah mediastinum dapat menyebabkan
pneumotoraks kontralateral.4
7. TRANSFUSI DARAH
7.1. Prinsip Dasar
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredarah darah
resipien. Darah dan berbagai komponen darah dapat ditransfusikan secara terpisah sesuai
kebutuhan. Darah tersusun dari berbagai komponen, antara lain eritrosit (red blood cells),
trombosit pekat (thrombocyte concentrate), kriopresipitat dan plasma segar beku (fresh
frozen plasma). Komponen darah yang ditransfusikan sesuai dengan yang diperlukan akan
mengurangi kemungkinan reaksi transfusi, circulatory overload, dan penularan infeksi
yang terjadi dibandingkan dengan transfusi darah lengkap.5
Komponen-Komponen:
1. Eritrosit.
Eritrosit tersedia dalam bentuk sel darah merah atau darah lengkap. Satu-satunya
indikasi pemberian eritrosit adalah untuk meningkatkan daya angkut oksigen pada
pasien-pasien anemia dan hipotensi ortostatik sekunder karena kehilangan darah.
Kemampuan daya angkut oksigen yang memadai dijumpai pada kebanyakan
perempuan dengan hemoglobin (Hb) 7g/dl, hematokrit (Ht) ±21% atau kurang, tetapi
bila isi intravascular menghasilkan perfusi yang cukup. Transfuse dengan sel darah
merah tetap dilakukan ketika tingat Hb adalah 7-10g/dl pada kondisi terjadi
perdarahan terus menerus, terdapat tanda-tanda penurunan daya angkut oksigen
selama pembedahan, menurunnya eritropoiesis atau kerika transfuse autologous akan
digunakan.6
Setiap unit sel darah merah (500ml) yang ditransfusi akan meningkatkan Hb ± 1g/dl
(dan meningkatkan Ht 1-3% pada seorang perempuan dengan berat badan 70kg.
Volume RBC yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus :6
(HCT yang diinginkan – HCT sekarang) x EBV
HCT RBC
ü Berisi 250 – 350 cc.9
ü Kadar Hb 12 g/dL, hematokrit 35% - 45%.9
ü Trombosit tak berfungsi, F V dan F VIII nihil.9
ü Suhu simpan 2oC – 6oC, 30 menit keluar dari penyimpanan harus ditransfusikan.9
ü Tidak steril, bisa menularkan hepatitis B dan C, HIV, Sifilis, dan malaria. .9
ü Indikasi : perdarahan akut+hipovolemia, transfusi tukar.9
ü Kontraindikasi : anemia kronik, gagal jantung insipien.9
ü Dilarang memasukkan apapun kecuali saline.9
ü Batas waktu transfusi 4 jam.9
2. Packed Red Cell (PRC) .9
ü Volume 150 – 250 ml
ü Kadar Hb 20 g/dL, hematokrit 55% - 75%
ü Penyimpanan dan resiko infeksi = darah penuh
ü Indikasi : Menambah eritrosit pada anemia kronik dan perdrahan akut setelah
resusitasi dengan cairan kristaloid atau koloid.
3. Trombosit Pekat.
Transfusi trombosit yang bersifat profilaksis bisa diberikan untuk perempuan dengan
trombosit kurang daro 20.000/mm3, transfuse juga diberikan untuk trombosit 10.000-
50.000 mm3 dengan kondisi; tindakan bedah berencana, terjadi perdarahan aktif atau
untuk mengantisipasi transfuse massif, ketika jumlah trombosit lebih besar dari
50.000 mm3 dan tindakan bedah berencana,, transfuse profilaksis menjadi tidak
bermanfaat, kecuali jika ada perdarahan sistemik atau perdarahan karena gangguan
pembekuan darah, sepsis atau kelainan fungsi trombosit yang berhubungan dengan
obat atau penyakit. Satu unit trombosit pekat biasanya akan meningkatkan jumlah
trombosit sekitar 10.000 mm3. Peningkatan akan lebih kecil jika pasien disseminated
5. Kriopresipitat.
Kriopresipitat didapat dari plasma segar beku yang dikonsentrasikan ke dalam suatu
volume 10-15ml. presipitat tersebut terdiri atas faktor-faktor VIII, von Willebrand,
fibrinogen, XIII dan fibronektin, digunakan untuk mengobati kekurangan akan salah
satu faktor tersebut. Satu unit akan dapat menaikan fibrinogen 8 mg/dl.6
dilakukan bila tubuh tidak dapat memproduksi darah dengan baik karena suatu penyakit
tertentu. Selama tranfusi darah, jarum kecil yang digunakan untuk memasukkan infus ke
dalam pembuluh darah. Melalui jalur ini, pasien akan menerima darah yang sehat.
Prosedur ini biasanya memakan waktu sekita 1 – 4 jam, tergantung jumlah darah yang
dibutuhkan. .9
Setiap orang memiliki salah satu jenis darah (A, B, AB, atau O). Serta darah setiap orang
memiliki rhesus positif atau negatif. Darah yang digunakan dalam transfusi harus bisa
bekerja sama dengan golongan darah pasien/resipien. Bila tidak, antibodi (protein) dalam
darah yang baru ditransfusikan akan membuat resipien sakit.9
7.3. Indikasi
Indikasi dilakukan tranfusi darah jika terdapat kondisi anemia pada perdarahan
akut setelah didahului penggantian volume cairan, atau anemia kronis jika Hb tidak dapat
ditingkatkan dengan cara lain, gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen,
plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberkan plasma substitute atau
larutan albumin.5
Tabel 1. Petunjuk Pemberian Berbagai Produk Darah6
Produk Kandungan Indikasi yang tepat Indikasi yang tidak
tepat
Sel darah merah Sel darah merah • Meningkatkan daya • Meningkatkan
angkut oksigen pada penyembuhan luka
perempuan dengan • Memperbaiki
anemia kesehatan umum
• Untuk hipotensi
ortostatik sekunder
karena kehilangan darah
7.4. Kontraindikasi
Transfusi darah sebaiknya jangan dilakukan jika pendonor mengidap suatu infeksi,
atau transfuse darah dengan golongan darah yang berbeda.6
7.5. Komplikasi 15
1. Hipotermia
2. Koagulopati dilusi
3. Trombositopenia
4. Abnormalitas elektrolit (pada transfusi darah masif)
a. Hipokalsemia
b. Hipomagnesemia
c. Hiperkalemia
d. Asidosis metabolik
e. Alkalosis metabolik
DAFTAR PUSTAKA