Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang


telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
mengerjakan makalah Bahasa Indonesia ini dengan baik dan lancar. Makalah yang
berjudul “TEORI KOMUNIKASI MASSA” ini penulis susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah. Tentunya tak lupa penulis sampaikan terimah kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan,
kesalahan bahkan kata-kata yang tidak berkenan di hati dan disisi lain penulis
sangat mengharapkan ada masukan baik kritik maupun saran dari pembaca.
Sehingga penulis dapat memperbaiki apa yang jadi kekurangan karena tidak ada
manusia yang sempurna kecuali Allah SWT.
Akhir kata penulis mengharapkan makalah ini banyak manfaatnya bagi
penulis sendiri khususnya maupun semua pihak pada umumnya.

Palopo, 14 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3


A. Definisi Teori Komunikasi Massa ............................................. 3
B. Teori-teori Komunikasi Massa .................................................. 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 21


A. Kesimpulan................................................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aneka pesan melalui sejumlah media massa (Koran, majalah, radio,
televise, film, dan media on line/internet), dengan sajian berbagai peristiwa yang
memiliki nilai berita ringan sampai berita tinggi, mencerminkan proses
komunikasi massa yang selalu menerpa kehidupan manusia. Bagi yang tidak
suka membaca Koran, setidaknya ia akan mendengarkan radio atau menonton
televise. Gambaran ini mencerminkan bahwa komunikasi massa, dengan
berbagai bentuknya, senantiasa menerpa manusia, dan manusia senantiasa
menerpakan dirinya kepada media massa.

Komunikasi masssa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan
yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan
efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa merupakan disiplin kajian ilmu
sosial yang relative muda jika dibandingkan dengan ilmu psikologi, sosiologi,
ilmu politik, dan ekonomi.
Pembahasan komunikasi yang kian pesat dan kompleks beserta penelitian
yang terus-menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa
menjadi bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Bahkan kemudian
menjadi peran terpentingdalam sejarah perkembangan manusia, terutama
komunikasi. Alasannya, masyarakat kita dewasa ini tidak akan lepas dari peran
ilmu komunikasi massa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan teori komunikasi massa?
2. Apa saja teori-teori komunikasi massa?

1
C. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui dan memahami definisi komunikasi massa dan teori-teori
komunikasi massa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Komunikasi Massa


Pada dasarnya, teori menurut Turner (1998) adalah “Cerita tentang
bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi. Para ahli biaanya memulai dengan
asumsi menyeluruh, termasuk seluruh bidang sosial yang dibentuk oleh aktivitas
manusia, menyatakan landasan kepastian dan proses serta sifat dasar yang
menerangkan pasang surutnya peristiwa dalam proses yang lebih khusus.”
Sementara itu, Bowers dan Courtright (1984) menawarkan sebuah definisi
bahwa “Teori adalah seperangkat pernyataan yang menyatakan hubungan
antarvariabel”. Bailey (1982) menawarkan bahwa teori harus bias memberikan
jalan bagi usaha pemahaman untuk mengerti dunia sosial, maka baginya teori itu
“Penjelasan dan pemprediksian fenomena sosial yang berhubungan dengan
subjek ketertarikan kepada beberapa fenomena lain.”
Komunikasi adalah suatu proses seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi ataupun masyarakat dalam menciptakan dan
menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada
umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-
gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan
kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa
nonverbal.
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik media cetak atau media elektronik, berbiaya
relative mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan,
yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat,
anonym, dan heterogen.
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh
Bittner (Rakhmat, 2003: 188), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang

3
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass
communication is messages communicated through a mass medium to a large
number of people).
Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli
komunikasi lain, yaitu Gerbner (Rakhmat, 2003: 188). Menurut Gerbner (1967)
“mass communication is the technologically and institutionally based
production and distribution of the most broadly shared continuous flow of
messages in industrial societies”. (Komunikasi massa adalah produksi dan
distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang
kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). Dari
definisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu
produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan,
didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu
yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan atau bulanan. Proses
memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus
oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi
massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri.
Definisi komunikasi massa dari Meletzke berikut ini memperlihatkan
massa yang satu arah dan tidak langsung sebagai akibat dari penggunaan media
massa, juga sifat pesannya yang terbuka untuk semua orang. Dalam definisi
Meletzke, komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang
menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis
secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar (Rakhmat, 2003:
188). Istilah tersebar menunjukkan bahwa komunikan sebagai pihak penerima
pesan tidak berada di suatu tempat, tetapi tersebar di berbagai tempat.
Definisi komunikasi massa menurut Freidson dibedakan dari jenis
komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa
dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan
hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi
massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk
menyampaikan komuniaksi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang

4
sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat. (Rakhmat, 2003:
188).
Wright mengemukakan definisnya sebagai berikut: “this new form can be
distinguished from older types by the following major characteristic: it is
directed toward relatively large, heterogenous, and anonymous audiences;
messages are transmitted publicly, of ten times to reach most audience members
simultaneously, and are transient in character; the communicator tends to be,
or to operate within, a complex organization that may involve grea expense”
(Rakhmat, 2003: 189).
Definisi komunikasi massa yang dikemukakan Wright ini nampaknya
merupakan definisi yang lengkap, yang dapat menggambarkan karakteristik
komunikasi massa secara jelas. Menurut Wright, bentuk baru komunikasi dapat
dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama
sebagai berikut: diarahkan pada khalayak yang relative besar, heterogen dan
anonim; pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai khalayak
secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung berada atau bergerak
dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar.
Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang dikemukakan para
ahli komunikasi, tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip,
bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini telah
memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa.
Bahkan, secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui
pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi
lainnya.
Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut
menjadi: “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan sama yang dapat diterima secara serentak
dan sesaat”(Rakhmat, 2003: 189).
Berdasarkan definisi di atas, maka pengertian teori komunikasi massa
adalah landasan, asumsi, atau seperangkat pernyataan yang berhubungan dengan

5
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen,
dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama yang
dapat diterima secara serentak dan sesaat.

B. Teori-Teori Komunikasi Massa


Teori komunikasi massa yang kita bahas disini bernuansa teori efek media
(Theories od media effects). Menurut Straubhaar dan Larose (2000), disamping
mengkaji tentang apa saja efek media terhadap manusia, para peneliti juga
membuktikan bagaimana peranan media terhadap manusia secara psikis.
Menurut Dennis McQuail (1987), jenis dan teori komunikasi massa adalah
sebagai berikut.
1. Teori Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Scientific Theory)
Teori ini berdasarkan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
sifat dasar, cara kerja, dan pengaruh komunikasi massa yang bersumber
dari observasi sistematis yang sedapat mungkin diupayakan bersifat
objektif. Sumber teori ini merupakan kenyataan tentang media. Dalam
penerapannya jenis teori ini sering bergantung pada ilmu sosial lainnya.
2. Teori Normatif (Normative Theory)
Teori ini berkenaan dengan masalah bagaimana seharusnya media
berperan ketika serangkaian nilai sosial ingin diterapkan dan dicapai sesuai
dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut. Jenis teori ini begitu pennting
karena berperan dalam membentuk institusi media. Bahkan media
berpengaruh besar dalam membatu apa yang diharpkan oleh publik media,
organisasi, serta pelaksana organisasi sosial itu sendiri.
3. Teori Praktis (Operational Theory)
Pada awalnya teori ini dikembangkan oleh para praktisi media. Teori
ini menyuguhkan penuntun tentang tujuan media, cara kerja yang
seharusnya diharapkan agar seirama dengan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan sosial yang sifatnya lebih abstrak, serta cara-cara pencapaian
beberapa sasaran tertentu. Sebuah teori masuk dalam rumpn teori praktis
karena bisa membentu menemukan jawaban masalah.

6
4. Teori Akal Sehat (Commonsense Theory)
Teori ini merupakan pengetahuan (dan gagasan) yang dimiliki oleh
setiap orang dengan begitu saja atau melalui pengalaman langsung dengan
masyarakat. Setiap pembaca surat kabar atau penonton televisi mempunyai
teori sendiri (mempunyai seperangkat gagasan) tentang media tersebut.
5. Teori Masyarakat Massa
Teori ini menekankan ketergantungan timbal balik antar institusi
yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap sumber
kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung
melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik-ekonomi. Namun
demikian, meskipun media tidak bisa diharapkan menyuguhkan
pandangan kritis atau tinjauan lain menyangkut masalah kehidupan, media
tetap memiliki kecenderungan untuk membentu publik bebas dalam
menerima keberadaannya sebagaimana adanya.
6. Teori Media Politik-Ekonomi
Teori media politik-ekonomi merupakan nama lama
yang dihidupkan kembali untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah
pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur
ekonomi daripada muatan (isi) ideoligis media. Teori ini mengemukakan
ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan
perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan
mekanisme kerja keuatan pasar media. Menurut tinjauan ini, institusi
media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga
bertalian erat dengan sistem politik.
7. Teori Hegemoni Media
Teori ini kurang memusatkan perhatian pada faktor ekonomi dan
struktur ideologi itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan, dan
mekanisme yang dijalankannya untuk mempertahankan dan
mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbannya (terutama kelas
pekerja), sehingga upaya itu berhasil mempengaruhi dan membentuk alam
pikiran mereka. Perbedaan teori ini dengan pendekatan Marxis klasik dan

7
pendekatan politik-ekonomi terletak pada pengakuannya terhadap lebih
besarnya kadar ketidaktergantungannya pada kekuatan ekonomi.
Ideologi sebagai salah satu definisi reaalitas yang kabur dan
gambaran hubungan antarkelas, atau hubungan inajiner para individu
dengan kondisi keberadaan mereka yang sebenarnya tidaklah dominan
dalam pengertian bahwa ideologi itu dipaksakan oleh kelas penguasa,
tetapi merupakan pengaruh budaya yang disebarkan secara adar dan dapat
meresap, serta berperan dalam menginterpretasikan pengalaman tentang
kenyataan. Proses interpretasi ini berlangsung secara tersembunyi, tetapi
terjadi secara terus-menerus.
8. Teori Masyarkat Informasi
Pada dasarnya masyarakat informasi(masyarakat pascaindustri)
adalah masyarakat yang menilai informasi sebagai sumber daya, sarana
produksi, dan produk utama yang paling berharga. Oleh karena itu,
mayoritas tenaga kerjanya adalah pekerja informasi. Di samping itu,
berdasarkan beberapa indikasi lainnya informasi mengandung nilai
ekonomi dn sosial yang dominan. Kategori pekerjaan informasi memiliki
lingkup yang sangat luas, termasuk semua orang yang pekerjaannya
berkaitan dengan produksi, pengolahan dan distribusi informasi atau
produksi teknologi informasi. Pada semua masyarakat maju semua bidang
tersebut cenderung mengalami perkembangan yang sangat cepat.
Walaupun peran media masssa dalam kenaikan produksi informasi
tersebut sulit dipastikan, namun menurut beberapa perkiraan perannya
dapat dikatakan besar. Media massa memang cukup banyak terlibat dalam
proses perubahan tersebut, sehingga mendapat perhatian besar dalam teori
tentang masyarakat innfomasi. Dapat dikatakan bahwa media massa
semakin berkembang dan efisisen dalam memproduksi dan
mendistribusikan informasi, dalmm pengertian luas, media massa
merupakan perangsang penting terhadap penilaian dan konsumsi
informasi, media massa menunjang upaya produksi, perolehan teknologi
komunikasi dan pengembangan teknologi baru, media massa merupakan

8
sektor pekerjaan yang semakin membuka kesempatan bagi para pekerja
informasi.
Teori-teori lain :
1. Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Theory)
Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa
penyiaran kaledioskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The
Invansion from Mars. Teori ini mengasumsikan bahwa media massa
memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga khalayak tidak mampu
membendung informasi yang dilancarkannya. Sedangkan khalayak
dianggap pasif, sehingga tidak bisa bereaksi apapun kecuali hanya
menerima begitu saja semua pesan yang disampaikan media massa.
Teori ini di samping mempunyai pengaruh yang sangat kuat juga
mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang
lebih pintar dibanding khalayak. Akhirnya, khalayak bisa dikelabui
sedemikian rupa dari apa yang disiarkannya. Teori ini mengasumsikan
media massa mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan
atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media.
Contoh kasus:
Adegan yang ada di film bergenre action sedikit banyak telah
mempengaruhi perilaku anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya.
Apabila mereka berkelahi tak jarang mereka melakukan sama persis
dengan apa yang dilakukan oleh aktir dalam film yang ditontonnya. Oleh
karena itu, pengawasan orang tua dirasa sangat diperlukan dalam hal ini.
2. Teori Kutivasi (Cultivation Theory)
Teori ini ppertama kali dikenalkan oleh Profesor george Gerbner
ketika ia menjadi Dekan Anneberg School of Communication di
Universitas Pennsylvania Amerika Serikat. Tulisan pertamanya yang
memperkenalkan teori ini adalah Living with Television: The
Violenceprofile, Journal of Communication.
Menurut teori ini, televisi menjadi media atau alat utama di mana
para penontonn televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di

9
lingkungannya. Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih
memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan khalayak, khususnya
memfokuskan pada tema-tema kekerasan di televisi. Para pecandu berat
televisi akan menganggaop bahwa apa yang terjadi di televisi adalah dunia
yang senyatanya. Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa
merupakan agen sosialisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu
lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka
lihat sesungguhnya.
Contoh kasus:
Program acara sinetron yang ditayangkan televisi swasta semisal
Diam-diam Suka, Cinta yang sama, dll ini masing-masing membahas
kehidupan remaja yang menonjolkan masalah percintaan, gaya hidup
remaja yang glamour, kenakalan remaja, dll. Para pecandu berat televisi
akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang khususnya kehidupan
para remajanya istilah pacaran bukanlah hal yang tabu, bahkan sudah
sampai pada taraf yang tidak semestinya, yakni adanya fenomena remaja
hamil di luar nikah dan aborsi. Hal ini terjadi karena sinetron yang
ditontonnya menonjolkan kasus tersebut. Pendapat itu mungkin memanng
tidak salah, tetapi ia terlalu menggeneralisasikan ke seluruh lapisan
masyarakat. Bahkan pecandu sinetron sangat percaya bahwa apa yang
terjadi pada masyarakkat sama seperti yang dicerminkan dalam sinetron-
sinetron tersebut.
3. Cultural Imperialism Theory
Teori ini pertama kali ditemukan oleh Herb Schiller pada tahun
1973. Tulisan pertamanya yang dijadikan sebagai dasar munculnya teori
ini adalahCommunication and Cultural Domination.
Teori imperialisme budaya menyatakan bahhwa negara Barat
mendominasi media di seluruh dunia. Hal ini berarti, media massa negara
Barat mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat
mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga.
Media Barat sangat mengesankan bagi media dunia ketiga, sehingga

10
mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam
perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara
berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli
di negara ketiga.
Kebudayaan Barat memproduksi hampir mayoritas media massa di
dunia, seperti film, berita, komik, foto, dan lain-lain. Mereka bisa
mendominasi sedemikian rupa karena punya uang dan teknologi. Negara
dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut. Sebab,
membeli produk jauh lebih murah daripada membuatnya sendiri. Dampak
selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang melihat media massa
di negaranya akan menikmati sajian-sajian yang berasal dari gaya hidup,
kepercayaan, dan pemikiran.
Selanjutnya, negara dunia ketigatanpa sadar meniru apa yang
disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat
tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk
kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Kejadian ini
bisa dikatakan sebagai imperialisme budaya Barat. Imperialisme itu
dilakukan oleh media massa Barat yang telah mendominasi media massa
dunia ketiga.
Contoh kasus:
Ketika dalam kita menonton film Independence Day, saat itu kita
belajar tentang bangsa Amerika dalam menghadapi musuh atau
perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai kemerdekaan.
4. Media Equation Theory
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Byron Reeves dan Clifford
Nass (profesor jurusan komunikasi Universitas Stanford Amerika) dalam
tulisannya The Media Equation: How People and Places pada tahun 1996.
Media Equation Theory atau teori persamaan media ini ingin
menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan
secara otomatis merespons apa yang dikomunikasikan media seolah-olah
(media itu) manusia. Menurut asumsi teori ini, media diibaratkan

11
manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara.
Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi
interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face.
Contoh kasus:
Teori ini akan menemukan kebenarannya jika digunakan untuk
mengamati aktivitas di dalam perpustakaan. Banyak perpustakaan yang
saat ini memanfaatkan komputer. Suatu fakta yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya. Jika sebelumnya kita mencari katalog secara
manual (misalnya dengan mencari daftar buku di laci kecil
perpustakaan yang berisi daftar singkat mengenai sebuah buku dan jika
kita bingung akan bertanya pada petugas perpustakaan), saat ini semua itu
sudah diatasi dengan komputer yang disediakan di perpustakaan.
Komputer akan menjawab semua persoalan kita yang berhubungan dengan
perpustakaan scera umum dan buku yang disediakan secara khusus.
5. Spiral of Silence Theory
Elizabeth Noelle-Neumann (seorang profesor emiritus penelitian
komunikasi dari Institute fur Publizistik Jerman) adalah orang yang
memperkenalkan teori spiral keheningan/kesunyian ini. Secara ringkas
teori ini ingin menjawab pertanyaan mengapa orang-orang dari kelompok
minoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat dan
pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Seseorang sering
merasa perlu menyembunyikan “sesuatu”-nya ketika berada dalam
kelompok mayoritas.
Bahkan orang-orang yang sedang berada dalam kelompok mayoritas
sering merasa perlu untuk mengubah pendiriannya. Sebab, kalau tidak
mengubah pendiriannya, ia akan merasa sendiri. Kajian ini
menitikberatkan peran opini dalam interaksi sosial. Opini yang
berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang
untuk diam (sebagai dasar teori spiral kesunyian) karena dia berasal dari
kelompok minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media masa.
Contoh kasus:

12
Di Indonesia ada dua kelompok besar yang setuju dan tidak setuju
dengan penerapan di Indonesia. Bagi kelompok yang pro demokraasi
dikatakan bahwa demokrasi merupakan hasil akhir dan paling baik yang
akan mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik di
masa yang akan datang. Asumsi lainnya, bahwa masyarakat itu adalah
pilar utama negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai
aspek kehidupan. Sementara itu, kelompok penentang demokrasi
mengatakan bahwa kita mempunyai cara sendiri dalam mengatur negara
dan masyarakat Indonesia, kita memiliki Pancasila, dan kita adalah bangsa
yang mementingkan perstuan. Demokrasi hanya akan mengancam
keharmonisan hidup selama ini. Kalangan Islam mengatakan bahwa
demokrasi dalam Islam sudah ada dan tidak perlu mengubahnya.
6. Technological Determinism Theory
Teori ini dikemukakan oleh Marshall McLuhan pertama kali pada
tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of
Typographic Man. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi
pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula
keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk bagaimana cara
berpikir, berperilaku dalam masyarakat, dan akhirnya mengarahkan
manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang
lain.
McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara
kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak
disimak. Pertama,penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan
perubahan budaya. Kedua,perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi
akhirnya membentuk kehidupan manusia.Ketiga, peralatan untuk
berkomunikasi yang kita gunakan membentuk atau memengaruhi
kehidupan kita sendiri.

13
Contoh kasus :
Suatu masyarakat yang belum mengenal huruf menuju masyarakat
yang memakai peralatan komunikasi cetak ke masyarakat yang memakai
peralatan komunikasi elektronik.
7. Teori Difusi Inovasi (Diffusion Inovation Theory)
Artikel berjudul The People’s Choice yang ditulis oleh Paul
Lazarfeld, Bernard Barelson, dan H. Gaudet pada tahun 1944 menjadi titik
awal munculnya teori difusi-sosial. Dalam teori ini dikatakan bahwa
komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk
memengaruhi khalayak. Dengan demikian, adanya inovasi, lalu
disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat memengaruhi massa
untuk mengikutinya.
Teori ini di awal perkembangannya mendudukkan peran opini dalam
memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Artinya, media massa
mempunyai pengaruh yang kuat dalam menyebarkan penemuan baru.
Apalagi jika penemuan baru itu kemudian diteruskan oleh para pemuka
masyarakat. Akan tetapi, difusi-inovasi juga bisa langsung mengenai
khalayaknya. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) difusi adalah proses
di mana penemuan disebarkan kepada masyarakat yang menadi anggota
sistem sosial.
Unsur utama difusi adalah (a) inovasi; (b) yang dikomunikasikan
melalui saluran tertentu; (c) dalam jangka waktu tertentu; (d) di antara para
anggota suatu sistem sosial. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek
yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang diraskan oleh
para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi: (a) relative
advantage (keuntungan relatif); (b)compatibility (kesesuaian);
(c) complexity (kerumitan); (d) triability (kemungkinan dicoba);
(e) observability (kemungkinan diamati).
Relative advantage adalah suatu derajat di mana inovasi diraasakan
lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya. Compability adalah
suatu derajat di mana inovasi dirasakan ajeg atau konsisten dengan nilai-

14
nilai yang berlaku, pengalamann dan kebutuhan mereka yang melakukan
adopsi. Complexity adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan sulit
dimengerti dan digunakan. Triability adalah mutu derajat di mana inovasi
dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas .Observability adalah
suatu derajat di mana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.
Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker mengemukakan bahwa
teori difusi inovasi dalam prosesnya ada empat tahap, yaitu:
 Pengetahuan, kesadaran individu akan adanya inovasi dan
pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut
berfungsi.
 Persuasi, individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju
terhadap inoovasi.
 Keputusan, individu melibatkan dii pada aktivitas yang mengarah
pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi.
 Konfirmasi, individu mencari penguatan (dukungan) terhadap
keputusan yang telah dibuatnya, tapi ia mungkin saja merubah
keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan yang bertentangan.
Jika disimpukan, menurut teori ini sesuatu yang baru akan
menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk mengetahuinya. Seseorang
yang menemukan hal baru cenderung untuk mensosialisasikan dan
menyebarkannya kepada orang lain. Jadi sangat cocok, penemu ingin
menyebarkan, sementara orang lain ingin mengetahuinya. Lalu dipakailah
media massa untuk memperkenalkan penemuan baru tersebut. Jadi, antara
penemu, pemakai, dan media massa sama-sama diuntungkan.
8. Uses and Gratifications Theory
Herbert Blummer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang
mengenalkan teori ini. Teori uses and gratifications (kegunaan dan
kepuasan) ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses on
Mass Communications: Current Perspectives on Gratification
Research. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran
aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain,

15
pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi.
Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik
di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori ini
mengasumsikan bahwa penngguna mempunyai pilihan alternatif untuk
memuaskan kebutuhannya.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori peluru. Teori ini lebih
menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa.
Artinya, menusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk
memperlakukan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media
mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana)
mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak
pada dirinya. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai
pengaruh jahat dalam kehidupan.
Kita bisa memahami interaksi orang dengan media melalui
pemanfaatan media oleh orang itu(uses) dan kepuasan yang diperoleh
(gratification). Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian dari
rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan
informasi, dan kontak sosial.
Contoh kasus:
Channel MetroTV tentu akan lebih banyak dipilih oleh mereka yang
ingin mencari kepuasan dalam perolehan informasi dan berita dibanding
dari khalayak yang ingin memperoleh suatu pelarian diri dari rasa
khawatir. Orang yang senang sinetron akan memanfaatkan dan mencari
kepuasan pada media yang bisa memberikan kebutuhannya daripada
media yang lain.
9. Teori Agenda Seting (Agenda Setting Theory)
Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama
kali memperkenalkan teori ini, yang muncul pada tahun 1973 dengan
publikasi pertamanya The Agenda Setting Function of The Mass Media.
Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media
(khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita

16
pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir
tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus
kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya,
sedangkan masyarakat akan mengikutinya.
Menurut asumsi teori ini, media mempunyai kemampuan untuk
menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau
peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa saja yang penting dan
apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat,
tokoh siapa yang harus kita dukung. Dengan kata lain, agenda media
adalah agenda masyarakatnya.
Mengikuti pendapat Chaffe dan Berger (1997) ada beberapa catatan
yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini:
 Teori itu mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan
mengapa orang sama-sama menganggap penting suatu isu.
 Teori itu mempunyai kekuatan memprediksikan bahwa jika
orang-orang mengekspos pada suatu media yang sama, mereka
akan merasa isu yang sama tersebut penting.
 Teori tersebut dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak
mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan
mempunyai kesamaan bahwa isu media itu penting.
Sementara itu, Stephen W. Littlejohn (1992) pernah
mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai
berikut:
 Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan
memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada
waktu pertama kali.
 Agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi
dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik.
Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar
kekuatan media mampu memengaruhi agenda publik dan
bagaimana publik itu melakukannya.

17
 Agenda publik memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda
kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik
yang dianggap penting bagi individu.
Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa
agenda media memengaruhi agenda publik, sementara agenda publik
sendiri akhirnya memengaruhi agenda kebijakan.
Untuk memperjelas tiga agend dalam teori ini, ada beberapa dimensi
yang berkaitan seperti yang dikemukakan oleh Mannhein sebagai berikut:
a) Agenda media terdiri dari dimensi-dimensi berikut:
 Visibility (visibilitas), yakni jumlah dan tingkat menonjolnya
berita.
 Audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak), yakni
relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.
 Valence (valensi), yakni menyenangkan atau tidak
menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
b) Agenda khalayak terdiri dari dimensi-dimensi berikut:
 Familirity (keakraban), yakni derajat kesadaran khalayak akan
topik tertentu.
 Personal salience (penonjolan pribadi), yakni relevansi
kepentingan individu dengan ciri pribadi.
 Favorability (kesenangan), yakni pertimbangan senang atau
tidak senang akan topik berita.
c) Agenda kebijakan terdiri dari dimensi-dimensi berikut:
 Support (dukungan), yakni kegiatan menyenagkan bagi posisi
suatu berita tertentu.
 Likelihood of action (kemungkinan kegiatan), yakni
kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.
 Freedom of action (kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan
yang mungkin dilakukan pemerintah.

18
10. Media Critical Theory
Teori ini berakar dari aliran ilmu-ilmu kritis yang bersumber pada
ilmu sosial Marxis. Beberapa tokoh pelopornya antara lain; Karl Marx,
Engels Guevera, Regis, Debay, T. Adorno, Horkheimer, Marcuse,
Habermas, Altrusser, Johan Galtung, Cardoso, Dos Santos, Paul Baran
Samir Amin, Hamza Alavi (pemikiran modern). Ilmu ini juga disebut
dengan emancipatory science (cabang ilmu sosial yang berjuang untuk
mendobrak status quo dan membebaskan manusia, khususnya rakyat
miskin dan kecil dari status quo dan struktur sistem yang menindas).
Beberapa teori studi budaya (cultural studies) dan ekonomi politik
juga bisa dikaitkan dengan teori kritis. Sebab, teori-teori itu secara terbuka
menekankan perlunya evaluasi dan kritik terhadap status quo. Teori kritis
membangun pertanyaan dan menyediakan alternatif jalan untuk
menginterpretasikan hukum sosial media massa.
Teori kritis sering menganalisis secara khusus lembaga sosial,
penyelidikan luas untuk yang dinilai objektif adalah mencari dan
mencapai. Media massa dan budaya massa telah mempromosikan banyak
hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan ketika media massa tidak
melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik untuk
memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasikan atau
disebut dan dipecahkan.
Bisa dikatakan bahwa teori media kritis ini sebisa mungkin
mendorong perubahan secara terus-menerus. Hegemoni pemilik modal
sudah saarnya dihilangkan dengan perlawanan. Sebab, pemilik modal
biasanya akan lebih mementingkan safety first bisnis media massanya.
Artinya, jika kebijakan media mengancam kemarahan pemerintah yang
akhirnya mengancam bisnis medianya harus dilawan. Teori media kritis
merupakan alternatif baru dalam usaha memahami seluk-beluk media dan
bagaimana media itu harus selalu bersikap untuk tidak
mengukuhkan status quo.

19
Menurut perspektif teori ini, media tidak boleh hanya memberitakan
fakta atau kejadian yang justru memperkuat status quo. Media harus terus
mengkritisi setiap ketidakadilan yang ada di sekitarnya. Hal ini juga
berarti, media tidak boleh tunduk pada pemilik modal yang kadang ikut
menghegemoni isi medianya. Media harus terus mengkritisi dan melawan
segala bentuk hegemoni dan kekuasaan yang hanya berada di tangan
penguasa.
11. Selective Processes Theory (Teori Proses Selektif)
Teori ini merupakan hasil penelitian lanjutan tentang eefek media
masa pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa penerimaan selektif
media massa mengurangi sejumlah dampak media. Teori ini menilai
khalayak cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif).
Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaannya.
Tahun 1960 Joseph Kalpper menerbitkan kajian penelitian efek
media massa yang tergabung dalam penelitian pasca perang tentang
persuasi, pengaruh personal dan proses selektif. Klapper menyimpulkan
bahwa pengaruh media itu lemah, presentase pengaruhnya kecil bagi
pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan pengiklan.
12. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial)
Selama beberapa tahun kesimpulan Klapper dirasakan kurang
memuaskan. Penelitian dimulai lagi dengan memakain pendekatan yang
baru, yang dapat menjelaskan pengaruh media yang tak dapat disngkal
lagi, terutama televisi terhadap remaja. Maka muncullah teori baru yang
bernama Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial). Teori ini
diaplikasikan pada perilaku konsumen yang bertujuan untuk memahami
efek terpaan media massa. Berdasarkan hasil penelitian Albert Bandura,
teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru aoa yang mereka lihat di
televisi, melalui suatu proses observational learning (pembelajaran hasil
pengamatan).

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori komunikasi massa adalah landasan, asumsi, atau seperangkat
pernyataan yang berhubungan dengan komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak
atau elektronik sehingga pesan yang sama yang dapat diterima secara serentak
dan sesaat.
Teori-teori komunikasi massa yaitu, Teori Ilmu Pengetahuan Sosial, Teori
Normatif, Teori Praktis, Teori Akal Sehat, Teori Masyarakat Massa, Teori
Media Politik-Ekonomi, Teori Hegemoni Media, Teori Masyarkat Informasi,
Teori Jarum Suntik, Teori Kutivasi, Teori Budaya Imperialis, Teori Persamaan
Media, Teori Spiral Keheningan, Teori Teknologi Determinisme, Teori
Pembelajaran Sosial, Teori Proses Selektif, Teori Media Kritik, Teori Agenda
Seting, Teori Penggunaan dan Gratifikasi, Teori Difusi Inovasi.

B. Saran
Penulis berharap dalam makalah ini dapat disempurnakan dengan sumber-
sumber yang relevan sehingga makalah ini dapat lebih baik lagi terutama
mengenai referensi teori-teori komunikasi massa.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. Lukiati Komala., dan Siti Karlinah. 2014. Komunikasi Massa.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Baran. Stanley J. 2012. Pengantar Komunikasi Massa Jilid 2 Edisi 5. Tangerang:
Erlangga.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
http://tobethelast.blogspot.com/2012/12/makalah-komunikasi-massa.html.
Diakses 12 Maret 2019
https://pakarkomunikasi.com/teori-komunikasi-massa.html. Diakses 12 Maret
2019
https://chellyneindra.blogspot.com/2014/03/teori-komunikasi-massa.html. Diakses
13 Maret 2019

22

Anda mungkin juga menyukai